40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V SAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. SAJIAN DATA 1.
Keadaan Masyarakat Dan Pola Usahatani Sebelum SLPTT a. Keadaan Masyarakat Hasil dari penelitian di Desa Pulutan mengenai keadaan masyarakat, jika dilihat dari kondisi alamnya sangat mendukung untuk kegiatan SLPTT dilihat dari keadaan iklim di Desa Pulutan yang termasuk lembab dengan ketinggian rata-rata 350 mdpl dengan suhu rata-rata 320C serta keadaan tanah di Desa Pulutan cukup subur sehingga cocok untuk tanaman padi. Dalam kenyataan di lapang sering terjadi perubahan curah hujan dan hari hujan yang sangat ekstrim tiap tahun. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pegunungan yang ada di sekitar Kecamatan Wonosari, yang berdampak terjadinya daerah bayangan hujan, sehingga dalam pertemuan SLPTT terkait topik tanam dan jarak tanam, penyuluh dan petani memerlukan ketelitian dalam menentukan kapan saat tanam, jenis tanaman, umur tanaman, jarak tanam sehingga usaha tani dapat berhasil. Fasilitas irigasi yang ada juga sangat mendukung kegiatan SLPTT. Desa Pulutan sebagian besar sudah menggunakan irigasi teknis. Tetapi ada juga daerah yang sedikit susah dalam memperoleh air karena lokasi lebih tinggi dari yang lain dan termasuk sawah tadah hujan. Dengan kondisi tersebut pengairan di Desa Pulutan mendukung pengairan untuk teknologi PTT yang dikemas dalam kegiatan SLPTT. Apabila dilihat dari tingkat pendidikan di Desa Pulutan keadaan masyarakatnya kebanyakan sudah tamat SD dan SLTP, ada juga yang sudah tamat SLTA, bahkan ada sebagian kecil penduduk yang sudah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi dan akademi. Hasil keterangan dari informan selama di lapangan, bahwa tingkat pendidikan yang paling besar dienyam oleh para petani adalah tingkat SD dan SMP. commit to user
40
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selanjutnya peneliti menanyakan tentang kira-kira pendapatan petani dari hasil panennya, kebanyakan dari petani menjawab bahwa ”pendapatan cukup lumayan, cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari dan kebutuhan keluarga dan biaya sekolah anak.” (Wawancara : 29 Juni 2009). Pernyataan tersebut dinyatakan oleh Ibu Sarwini. Begitu juga hal yang sama dinyatakan oleh Bapak Sarjana bahwa : ”Kalau dilihat pendapatan dari hasil panen ya lumayan, kalau dirata-rata dari tanah sawah 0,3 Ha hasilnya sekitar 2 tonan, misalkan dijual sekitar 4jutanan. Tetapi belum dipotong biaya produksinya dan pinjaman-pinjaman” (Wawancara :29 Juni 2009). Mereka mengatakan bahwa belum ada petani yang berorientasi bisnis dan banyak pula petani yang bekerja sampingan seperti membuka warung, selepan menyewakan traktor, dan lain-lain. Ketika petani merasa kekurangan modal atau biaya untuk menyediakan input produksi biasanya mereka meminjam kepada KUD. Pernyataan tersebut dinyatakan oleh bapak FX Taryana. Dalam pernyataan Beliau bahwa : “Biasanya petani kalau kekurangan biaya untuk memenuhi kebutuhan usahatani seperti pupuk, maka petani kas bon dulu di toko saprotan, untuk pembayarannya biasanya diberikan setelah panen. Tetapi kalau untuk meminjam uang dalam jumlah yang cukup besar biasanya petani lebih memilih meminjam di UPK ” (Wawancara, 3 Juli 2009). b. Pola Usahatani Sebelum SLPTT Hasil penelitian mengenai pola usaha tani sebelum adanya SLPTT biasanya petani di wilayah Kecamatan Wonosari menerapkan pola usaha tani sesuai dengan pengalaman petani masing-masing. Dan biasanya pengalaman tersebut mereka dapatkan dari nenek moyang mereka secara turun-menurun. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh salah satu PPL yaitu Ibu Istri selaku penyuluh untuk wilayah Desa Pulutan. Penggunaan benih yang tidak berlabel sudah biasa digunakan commit to user petani untuk persemaiannya, seperti yang diungkapkan oleh bapak FX
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Taryana adalah sebagai berikut : ” Para petani menggunakan benih yang dari hasil panen kemarin yang disisakan untuk ditanam pada musim tanam berikutnya. Banyaknya benih yang digunakan tiap sebar 6-7 kg dan itu juga tergantung pada luas lahan masing-masing para petani, dalam persemaian para petani masih mneggunakan waktu 3 minggu lebih ” (Wawancara 29 Juni 2009) Pengolahan lahan yang dilakukan sebelum adanya kegiatan SLPTT yaitu dengan dibajak dan digaru sekali saja. Hal ini dirasa sudah sangat baik bagi tanaman padi yang akan ditanam. Pupuk yang digunakan yaitu tergantung dari petani itu sendiri. Tetapi kebanyakan petani menggunakan feeling saja dalam memberikan pupuk, tidak melihat bagaimana kondisi tanah maupun dosis yang sesuai. Petani hanya mengnginkan tanamannya tumbuh subur dan gemuk. Dan mereka mengira dengan memberikan pupuk yang banyak akan lebih menyuburkan tanaman. Hal ini diungkapkan oleh bapak Sudarman bahwa : ”biasanya kami para petani dalam pemupukan kami hanya mengira-ira dalam pemupukan yang kami yakini bahwa banyak pupuk hasilnya nanti juga tambah banyak”dalam setiap kali pemupukan, saya berikan kira-kira 1 Kw untuk lahan sawah saya selebar 0,3 Ha” (Wawancara 30 Juni 2009). Umur persemaian yang diterapkan kebanyakan petani di Desa Pulutan relatif agak panjang yaitu 19-20 hari, hal ini dikarenakan dengan umur persemaian yang panjang maka akar-akar bibit yang disemai cukup kuat apabila ditanam pada lahan sawah dan kemungkinan mati lebih sedikit. Hal ini diungkapkan oleh petani di wilayah Kecamatan Wonosari. Selain umur persemaian yang agak panjang jarak tanam yang umumnya mereka gunakan adalah cenderung rapat. Hal ini diungkapkan oleh bapak FX Taryana, bahwa : ”jarak tanam yang biasa digunakan cenderung rapat yaitu 2025 cm. Dengan jarak tanam yang rapat maka, akan banyak tanaman yang tertanam dalam petak sawah dan hasilnya tentu akan banyak pula ” (Wawancara 4 Juli 2010). commit to user Persepsi seperti itulah yang tertanam dalam pikiran petani di
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Desa Pulutan khususnya Gapokta Maguru. Selain itu jumlah bibit tiap lubang biasanya sebanyak 3 bibit per lubang. Tujuan pemberian 3 bibit perlubang adalah bila terdapat tanaman yang mati maka tanaman yang lain akan tumbuh, atau bisa jadi bila ketiga bibit tersebut akan tumbuh maka hasilnya akan banyak. Untuk masalah pengairan petani menggunakan sistem berselang jadi selama 3 hari dialiri air kemudian 3 hari lagi ditutup. Seperti itulah sistem pola tanam yang digunakan oleh petani di Desa Pulutan. 2. Sistem Evaluasi Pada Pelaksanaan Kegiatan SLPTT A. Aspek Konteks Konteks
merupakan
deskripsi
rinci
mengenai
kekhususan
karakteristik lokasi daerah dan masyarakatnya, sebagai dasar untuk menentukan strategi yang paling tepat bagi pelaksanaan program. Berbagai komponen konteks yang diteliti antara lain: letak geografis, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kondisi sosial budaya. 1. Kondisi Geografi dan Batas-Batas Administrasi Desa Pulutan merupakan salah satu Desa yang ada di Desa Pulutan Kabupaten Gunungkidul. Desa Pulutan memiliki luas wilayah seluas 520.296 Ha. Desa Pulutan memiliki topografinya agak miring dengan permukaan lebih tinggi di sebelah timur. Secara administratif batas-batas wilayah Desa Pulutan adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Desa Logandeng
b. Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Desa Siraman
c. Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Desa Pampang
d. Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Desa Plembutan
Desa Pulutan terletak pada ketinggian 350 m dpl, dengan kisaran suhu udara rata- rata 320C. Banyaknya curah hujan 898 mm/thn. Dalam kenyataan di lapang sering terjadi perubahan curah hujan dan hari hujan yang sangat ekstrim tiap tahun. Hal ini disebabkan oleh banyaknya user pegunungan yang ada di commit sekitar to Kecamatan Wonosari, yang berdampak
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terjadinya daerah bayangan hujan, sehingga dalam pertemuan SLPTT terkait topik tanam dan jarak tanam Penyuluh dan petani memerlukan ketelitian dalam menentukan kapan saat tanam, jenis tanaman, umur tanaman, jarak tanam sehingga usaha tani dapat berhasil.
2. Kondisi Sosial Budaya Kondisi sosial budaya adalah pengetahuan, kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh petani sebagai anggota masyarakat. Kondisi sosial budaya yang diteliti meliputi organisasi kemasyarakatan yang ada, tingkat interaksi dengan masyarakat luar dan kebiasaan yang masih ada. a.
Organisasi kemasyarakatan Organisasi yaitu sekumpulan orang yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Organisasi yang terdapat di Desa Pulutan yaitu : Dasa Wisma sebanyak 46 kelompok dengan jumlah anggota 495 orang, Gugus Depan Pramuka sebanyak 3 satuan dengan jumlah anggota 234 orang, Karang Taruna sebanyak 1 satuan dengan jumlah anggota 34 orang, Kelompok Tani sebanyak 11 Kelompok, Majelis Taklim sebanyak 12 Kelompok dengan jumlah anggota 441 orang, Majelis Gereja sebanyak 2 Kelompok dengan jumlah anggota 156 orang, Remaja Masjid sebanyak 13 Kelompok dengan jumlah anggota 333 orang dan Remaja Gereja sebanyak 6 Kelompok dengan jumlah anggota 138 orang. Dengan adanya organisasi-organisasi tersebut, masyarakat khususnya petani peserta SLPTT bisa saling bertukar informasi terkait kegiatan SLPTT dan informasi-informasi pertanian lainnya melalui pertemuan-pertemuan seperti Pertemuan Kelompok Tani dan pertemuan Dasa Wisma/PKK.
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Tingkat Interaksi Interaksi dengan masyarakat luar adalah intensitas responden bertemu dengan orang lain yang berasal dari daerah lain. Berdasarkan
hasil penelitian, responden
berinteraksi dengan
masyarakat luar desanya cukup sering terkait urusan-urusan sosial seperti mendatangi resepsi pernikahan, takziah, menjenguk orang sakit dan menghadiri pertemuan Gapoktan se-Kecamatan yang dijadwalkan kondisional ketika ada informasi penting dari pihak Dinas Pertanian/BPP terkait SLPTT. Interaksi responden dengan masyarakat satu desa tergolong sering hal ini ditunjukkan dengan seringnya bertemu dengan tetangga sekitar meskipun hanya berbincang-bincang atau ketika menghadiri pertemuan-pertemuan seperti Kelompok Tani, Dasa Wisma/PKK, Majelis Taklim dan Majelis Gereja. Melalui interaksi-interaksi tersebut, petani SLPTT bisa saling berbagi informasi terkait kegiatan SLPTT. c.
Adat Kebiasaaan yang Masih Ada Kebiasaan adalah tradisi yang masih ada atau masih dijalankan oleh masyarakat di Desa Pulutan yang berkaitan dengan pertanian, khususnya pemupukan untuk dosis para petani masih sering
mengira-ira
atau
berdasarkan
feeling
sendiri
tanpa
memperhatikan kondisi tanah maupun dosis yang sesuai sehingga memungkinkan untuk dosis yang digunakan berlebihan ataupun kurang. Terkait penggunaan benih, petani lebih sering menggunakan benih yang tidak berlabel, melainkan benih yang digunakan berasal dari sisa panen sebelumnya. Melalui kegiatan SLPTT, petani mampu melakukan perubahan sesuai dengan pedoman SLPTT. 3. Kondisi Sosial Ekonomi Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi luas lahan dan tingkat pendapatan responden. Secara rinci commit to user dapat dilihat pada tabel 18 dan 19 :
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 18 Distribusi Luas Lahan Responden yang Ditanami Padi Ciherang (Ha) No Keterangan 1 >1 Ha 2 0,5-1Ha 3 <0,5 Ha Jumlah
Jumlah 2 7 16 25
Prosentase (%) 8 28 64 100
Sumber : Analisis Data Primer Dari tabel 18 dapat diketahui bahwa luas lahan responden peserta SLPTT yang ditanami padi ciherang sebanyak 16 responden (64%) dengan luas lahan <0,5 Ha. Hal ini karena lahan yang dimiliki responden berasal dari warisan orang tua mereka sehingga lahan yang mereka miliki sempit. Luas lahan responden dihitung berdasarkan luas areal ladang yang diusahakan oleh responden untuk menanam padi ciherang yang dinyatakan dalam hektar. B. Aspek Input Input merupakan usaha yang dilakukan dengan menyajikan beragam hal baik fisik maupun non fisik yang menjadi dasar dan kelengkapan untuk terselenggaranya proses dan mekanisme kerja bagi tercapainya tujuan. Berbagai hal yang diteliti dalam input antara lain: organisasi pendukung, motivasi responden, penyuluh serta ketersediaan sarana dan prasarana. 1. Organisasi Pendukung Organisasi pendukung yaitu lembaga/orang yang melaksanakan program untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan SLPTT. Berdasarkan hasil penelitian organisasi pendukung kegiatan SLPTT Padi Ciherang di Gapoktan Maguru Desa Pulutan yaitu BPP Kecamatan Wonosari, Kios sarana pertanian 2 unit , Distributor benih 2 unit, dan petani penggerak yang terdiri dari para ketua kelompok tani. Dengan adanya sarana-sarana di atas memperlancar pelaksanaan SLPTT. Sehingga dalam kebutuhan akan benih, pupuk dan kebutuhan pertanian lainnya commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih mudah dalam mencarinya, karena di lingkup kecamatan Wonosari banyak kios sarana pertanian. 2. Motivasi Responden Motivasi adalah adanya dorongan-dorongan yang dirasakan oleh seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu kegiatan untuk tercapainya tujuan-tujuan tertentu (Newman dan Newam (1979) dalam Mardikanto (2003). Berdasarkan hasil penelitian, petani peserta SLPTT menjadi lebih termotivasi dengan adanya peningkatan hasil panen dan adanya program bantuan berupa alat pertanian yaitu hand sprayer untuk tiap kelompok tani dan gareko (alat untuk tanam jajar legowo) gareko akan lebih mudah dalam penanaman jajar legowo. Hal tersebut berpengaruh pada keaktifan para petani untuk tetap mengikuti kegiatan SLPTT. 3. Penyuluh Dalam penelitian ini penyuluh berperan sebagai Fasilitator. Peran penyuluh
bukan
sebagai
guru
yang
harus
menggurui
petani
/masyarakatnya, melainkan sebatas sebagai fasilitator yang membantu proses belajar baik selaku moderator (pemandu acara), motivator (yang merangsang dan mendorong proses belajar) atau sekadar sebagai nara sumber manakala terjadi kebuntuan dalam proses belajar yang berlangsung (Mardikanto, 2005). Aspek dari fasilitator yang diteliti dalam penelitian ini yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan terakhir yang pernah ditempuh penyuluh. Penyuluh di BPP Kec. Wonosari semua adalah lulusan sarjana (S1). Ibu Istri Murwani, STP merupakan penyuluh yang bertugas di Desa Pulutan dan merupakan fasilitator kegiatan SLPTT di Gapoktan Maguru Desa Pulutan, Kecamatan Wonosari. Pendidikan non formal yaitu pendidikan yang diperoleh penyuluh di luar bangku sekolah. Pendidikan non formal/pelatihan yang pernah diperoleh penyuluh antara lain mengikuti studi banding dan diklat yang dilaksanakan 2 kali dalam satu tahun. Dengan adanya pelatihan tersebut commit to user dapat menambah pengetahuan dan keterampilan fasilitator dalam bidang
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertanian
sehingga
mereka
dapat
menularkan
pengetahuan
dan
keterampilannya kepada petani melalui kegiatan penyuluhan. Menurut Mardikanto
(2003),
tingkat
pendidikan
penyuluh
akan
sangat
mempengaruhi kemampuan atau penguasaan materi yang diberikan. Tingkat pendidikan penyuluh juga akan mempengaruhi kemampuannya mengembangkan ide-ide, mengorganisir masyarakat sasaran, serta kemampuannya untuk menumbuh kembangkan, menggerakkan dan memelihara partisipasi masyarakat. 4. Ketersediaan sarana dan prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana yaitu peralatan yang disediakan untuk menunjang kegiatan SLPTT. Sarana dan prasarana yang disediakan antara lain alat tulis, tempat pertemuan dan bahan praktek. Alat tulis digunakan sebagai sarana untuk menulis baik responden maupun penyuluhnya. Tempat pertemuan digunakan sebagai tempat untuk menyampaikan materi dalam setiap pertemuan, sedangkan bahan praktek digunakan sebagai sarana untuk mempraktekkan langsung. Selain itu, penyuluh juga memberikan buku petunjuk sebagai pedoman pengamatan di lapang. Ketersediaan sarana dan prasarana tersebut sangat membantu kelancaran SLPTT di Gapoktan Maguru Desa Pulutan, Kecamatan Wonosari. C. Aspek Proses Proses merupakan pelaksanaan beragam kegiatan dan mekanisme kerja berbagai program bagi pencapaian tujuan. Proses kegiatan SLPTT meliputi survey lokasi dan pendataan peserta, pertemuan musyawarah pra tanam, pertemuan mingguan serta hari lapang tani, yang diteliti dari aspek proses ini adalah proses pelaksanaan SLPTT, bentuk kegiatan, kendala yang dihadapi serta sistem monitoring dan pelaporan kegiatan. 1. Proses Pelaksanaan SLPTT Proses belajar mengajar pada kegiatan SLPTT padi di Desa Pulutan to user dilakukan pada pagi haricommit yaitu pada pukul 09.00 WIB sampai selesai.
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pertemuan pada kegiatan SLPTT dilakukan 4x dalam satu bulan dan minimal 2x dalam satu bulan. Selain itu, dalam pertemuan tersebut juga membahas materi untuk kegiatan SLPTT. Adapun materi yang disampaikan dalam pertemuan tersebut antara lain : menyamakan persepsi kegiatan SLPTT pada tanaman padi. Mengenai penjelasan rencana pelaksanaan SLPTT selama satu musim tanam; penjelasan materi-materi yang akan disampaikan pada pertemuan mingguan; tujuan, prinsip-prinsip PTT, mengapa ada program PTT dan untuk siapa program PTT; menentukan perlakuan teknologi budidaya tanaman padi sistem PTT; penentuan topik dan studi-studi pendukung sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, menginformasikan hak dan kewajiban peserta. Kegiatan SLPTT seperti survey lokasi dan pendataan peserta, pertemuan musyawarah pra tanam, pertemuan mingguan serta sistem monitoring dan pelaporan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan SLPTT. a. Proses Sekolah Lapang Sekolah lapang dalam kegiatan SLPTT merupakan bentuk sekolah non formal dimana sistem pembelajarannya tidak hanya dengan pemberian materi saja tetapi juga penerapan langsung di lapang. Sehingga petani tidak hanya diberikan materi saja tetapi juga melakukan kegiatan atau praktek lapang yang dilakukan sendiri oleh petani. Kegiatan SLPTT di Desa Pulutan dilakukan dengan menerapkan teknik demonstrasi karena menurut penyuluh teknik ini cukup efektif untuk menumbuhkan kepercayaan petani akan inovasi yang disampaikan, dengan melihat petani akan lebih mudah percaya. Demonstrasi yang pernah dilakukan pada kegiatan SLPTT di Gapoktan Maguru Desa Pulutan antara lain demontrasi cara terkait cara penggunaan pupuk cair, penggunaan alat hand sprayer dan penggunaan alat gareko. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
b. Pelaksanaan Kegiatan SLPTT Padi Kegiatan SLPTT yang dilaksanakan oleh BPP Kecamatan Wonosari, merata di setiap desa tetapi hanya di beberapa kelompok tani tertentu saja yang melakukan kegiatan SLPTT padi Ciherang, sedangkan yang lainnya kegiatan SLPTT kedelai, jagung dan cabe. Sebelum pelaksanaan kegiatan SLPTT dilakukan penyuluh melakukan beberapa persiapan, yaitu pertama mengadakan pertemuan dengan tokoh formal dan informal serta petani calon peserta sebelum pelaksanaan SLPTT untuk membehas analisis masalah, analisis tujuan, rencana kerja, dan peningkatan produktivitas padi, yang kedua yaitu menetapkan langkah-langkah yang menyangkut tujuan, hasil yang diharapkan dan metode pembelajaran SLPTT yang akan dilakukan bersama sesuai dengan kesepakatan, yang ketiga yaitu membuat jadwal pertemuan SLPTT minimal dua mingguan dengan menentukan tempat, hari dan waktu serta materi pertemuan secara bersama-sama. Yang keempat yaitu menentukan 1 (satu) hari sebagai ”hari lapang” petani untuk memasyarakatkan penerapan teknologi budidaya melalui SLPTT kepada kelompok tani dan petani sekitarnya. Yang kelima yaitu menentukan letak petak Laboratorium Lapang (LL) yang diusahakan terletak dibagian pinggir areal SLPTT sehingga penerapan teknologi mudah dilihat dan ditiru oleh petani diluar SLPTT. Dan yang terakhir yaitu menyiapkan pengelolaan usahatani di petak LL secara bersamasama sesuai dengan tahapan budidaya masing-masing komoditi dengan harapan dapat diterapkan di usahataninya masing-masing. Setelah persiapan-persiapan tersebut dilakukan barulah pertemuan kegiatan SLPTT dilakukan. Kegiatan SLPTT sebenarnya merupakan kegiatan penyuluhan dengan model sekolah lapang yang hanya dilakukan pada periodek tertentu yaitu pada 1 musim tanam saja dimana dalam kegiatan SLPTT tersebut peserta selain diberikan materi juga dibekali praktek di lapang, seperti yang telah banyak peneliti ungkapkan bahwa commit to user tani letak lahan yang digunakan peserta SLPTT di setiap kelompok
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk SLPTT harus terletak pada satu hamparan. Lokasi LL (laboratorium lapang) terletak dipinggir dan strategis agar terlihat oleh petani lain. Dengan demikian akan memberikan pengalaman yang berharga bagi petani. Hal ini juga diungkapkan oleh Ibu Istri selaku PPL, beliau mengatakan bahwa : ” kegiatan SLPTT dalam sistem belajar yang dilakukan menggunakan prinsip belajar Pendidikan orang dewasa(POD), jadi petani tidak hanya diberi materi seperti anak sekolah umum tetapi juga langsung di pandu terjun di lapang. Sehingga dalam praktek di lapang petani dapat memadukan antara pengalaman pribadi mereka dan pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan sekolah lapang. Prinsip tersebut sesuai dengan motto SLPTT yaitu mendengar, saya tahu; melihat, saya ingat;melakukan, saya paham; menemukan sendiri, saya kuasai.” (Wawancara 15 November 2010) Metode belajar yang diterapkan dalam kegiatan SLPTT adalah metode belajar praktis karena kegiatan sekolah lapang hanya dilakukan pada satu musim tanam. Aktivitas SLPTT dirancang sedemikian rupa agar petani mudah memahami masalah yang dihadapi di lapang dan menetapkan teknologi yang akan diterapkan untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Metode belajar yang di kelas SLPTT Padi di Desa Pulutan dilakukan secara sharing atau diskusi. Petani peserta SLPTT tidak hanya diberi materi tetapi petani diajak lebih aktif dalam mengeluarkan pendapat mereka, mengungkapkan permasalahan yang sedang dihadapi serta bertukar pengalaman. Sehingga tidak ada kesan menggurui. Proses belajar dalam SLPTT berlangsung secara periodik menurut stadia tanaman, aktivitas pengelolaan tanaman terpadu tanaman padi dan kemungkinan terjadinya perubahan iklim. Sehingga pertemuan periodik dimulai beberapa minggu sebelum tanam untuk melihat potensi dan kendala yang ada. Kemudian untuk pertemuan berikutnya dilakukan pada saat pengolahan tanah, pembuatan commit to user pengendalian OPT, panen dan persemaian, pemupukan, pengairan,
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
pasca panen. Selain itu membahas atau berdiskusi tentang masalah yang sedang dihadapi sehingga dapat menentukan langkah yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut seperti masalah serangan hama dan penyakit. 2. Bentuk Kegiatan 1) Survey lokasi dan pendataan peserta Menurut petunjuk pelaksanaan SLPTT, kegiatan diawali dengan survey lokasi. Kegiatan ini untuk menentukan lokasi yang sesuai untuk mendukung kelancaran pelaksanaan SLPTT padi baik aspek teknis (waktu tanam yang relatif serentak, teknik budidaya dan varietas yang ditanam) maupun aspek non teknis (aktivitas kelompok tani, sikap dan perilaku petani serta dukungan aparat kecamatan, desa dan instansi terkait). Kegiatan SLPTT dilakukan di Gapoktan Maguru Desa Pulutan dengan total lahan seluas 25 Ha untuk tanaman padi ciherang. Adapun persyaratan untuk petani peserta antara lain: dapat membaca dan menulis, dapat berkomunikasi dengan baik, petani pemilik atau penggarap, berumur dewasa, sanggup mengikuti kegiatan sejak awal sampai selesai, sebagai anggota kelompok tani, serta mengikuti test awal dan test akhir dengan metode untuk mengetahui peningkatan pengetahuan petani. Di Gapoktan Maguru semua petani yang menjadi peserta SLPTT sudah sesuai dengan persyaratan. 2) Pertemuan musyawarah pra tanam Pertemuan musyawarah pra tanam adalah kegiatan untuk memusyawarahkan waktu tanam yang tepat di hamparan atau di lahan milik petani peserta dan untuk mengkoordinasikan kegiatan supaya dapat berjalan dengan baik. Selain itu pertemuan musyawarah pra tanam juga membahas rencana pelaksanaan kegiatan, materi-materi yang akan disampaikan pada pertemuan mingguan, teknologi yang akan diaplikasikan pada petak PTT dan menyamakan persepsi kegiatan SLPTT serta kelembagaannya. Dari hasil di lapang, pertemuan commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
musyawarah
pra
tanam
dilaksanakan
sesuai
dengan
petunjuk
pelaksanaan SLPTT. c. Kegiatan SL-PTT Sistem sekolah lapang dipilih karena dapat mempercepat peralihan teknologi dan cara budidaya padi yang dibudidayakan menggunakan pendekatan teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) karena dinilai dari keberhasilan PTT dalam meningkatkan produksi beras, serta pendekatan PTT mengedepankan efisiensi input. Kegiatan SLPTT ini digalakkan untuk memenuhi kebutuhan beras dari produksi padi dalam negeri. Di Desa Pulutan kegiatan SLPTT dikenalkan pada masyarakat bertepatan pada pertemuan PPL dan petani se-Kecamatan Wonosari. Pertemuan tersebut selain dihadiri PPL maupun petani dihadiri pula tokoh formal maupun non formal. Pendekatan teknologi PTT merupakan pendekatan dalam pengelolaan sumber daya biotik maupun abiotik secara terpadu dan berkelanjutan dalam upaya kelestarian lingkungan serta peningkatan produktivitas. Dalam pendekatan teknologi PTT, komponen-komponen teknologi disesuaikan dengan keadaan setempat, baik dari segi pengolahan lahan sampai dengan penanganan panen dan pasca panen. Pada saat wawancara dengan informan kunci (key informan), Ibu Istri menyatakan bahwa : ”Teknologi PTT merupakan pendekatan yang sangat cocok untuk mewujudkan peningkatan beras, karena dalam penerapan teknologi disesuaikan dengan spesifik lokasi” (Wawancara 4 November 2010). Pada dasarnya komponen-komponen teknologi dalam budidaya tanaman padi yang diterapkan oleh petani tidak beda jauh dengan teknologi PTT, hanya saja dalam perlakuannya lebih diperhatikan seperti varietas harus disesuaikan dengan lingkungan setempat, perlakuan benih sebelum disemai dan lain-lain seperti yang diungkapkan oleh Ibu Istri, bahwa : commit to user ”Di dalam budidaya padinya
para petani juga melakukan
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengolahan lahan, dalam PTT pengolahan lahan dibajak dan digaru 2x sedangkan rata-rata para petani biasanya melakukan penggaruan hanya sekali, agar tanah lebih rata dan dengan penggaruan dapat menghancurkan sisa tanaman dan rumput akan terbenam, dapat menghancurkan gumpalan tanah menjadi halus sehingga kesuburan tanah sawah dapat merata, serta mempermudah penanaman, yaitu dengan dilakukan penggaruan 2x akan jauh lebih baik” (Wawancara 8 November 2010) Ketentuan pelaksanaan SLPTT menurut keterangan dari ibu Istri bahwa lokasi SLPTT diusahakan bearada pada hamparan yang masih rendah, tetapi mempunyai potensi peningkatan produktivitas dan anggota kelompok taninya juga responsif terhadap penerapan teknologi. Ketentuan-ketentuan tersebut harus dipenuhi agar kegiatan SLPTT dapat berjalan dan bantuan pemerintah untuk kegiatan tersebut juga turun. Menurut keterangan dari informan kunci (key informant) Ibu Istri, mengungkapkan kegiatan SLPTT dilakukan di seluruh desa di Kecamatan Wonosari. Pertemuan kegiatan SLPTT Padi di Desa Pulutan sebanyak 8x, sedangkan untuk waktu pertemuan kegiatan SLPTT disesuaikan dengan kesepakatan bersama peserta SLPTT dan pertemuan kegiatan SLPTT dilakukan pada pagi hari. Secara rinci topik pertemuan dalam kegiatan SLPTT dapat dilihat pada tabel 21 : Tabel 19
Topik Pertemuan dalam Kegiatan SLPTT Padi di Desa Pulutan
No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Topik Pertemuan Kontrak belajar dan Sosialisasi program SLPTT Teknik pengolahan tanah dan penggunaan benih bermutu Tanam dan jarak tanam Dosis dan cara pemupukan Penyiangan Pengendalian OPT Penanganan panen dan pasca panen Ubinan dan analisa usaha tani
Sumber : Data Sekunder Penerapan metode belajar pada kelas SLPTT tidak seperti belajar commit to user di sekolah, tetapi lebih mengedepankan metode diskusi untuk memacu
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peserta berperan aktif, dan sharing antar petani, serta bertukar pengalaman sehingga petani tidak merasa digurui oleh penyuluh serta suasana belajar menjadi menyenangkan. Saat peneliti menanyakan kepada salah satu petani yaitu Bapak Handoyo mengenai pelaksanaan kegiatan SLPTT di wilayahnya, beliau mengungkapkan bahwa : “pertemuan untuk kegiatan SLPTT itu dipandu oleh Pemandu Lapang, atau penyuluh. Materi yang diberikan mengenai teknikteknik budidaya tanaman padi, abik pengolahan tanah, cara memilih benih, perlakuan benih, jarak tanam, pemupukan, pengairan dll. Ada juga kegiatan lapang, yaitu menerapkan semua informasi yang diperoleh dari pemberian materi saat pertemuan.” (Wawancara 2 Juli 2009). Kegiatan lapang selain menerapkan apa saja yang telah diberikan, petani juga dianjurkan untuk mengamati agroekosistem di lokasi SLPTT padi, mengenai pertumbuhan tanaman, kecukupan air, kecukupan hara tanah, serangan OPT, gulma dan lain-lain. Dari hasil pengamatan petani di lapang diwajibkan untuk menggambarkan keadaan agroekosistem antara lahan LL dan lahan SLPTT yang digunakan untuk perbandingan. Pada kegiatan ini 1 kelompok tani peserta SLPTT dikelompokan menjadi sub kelompok, dan setiap subsub kelompok tersebut menggambar keadaan agroekosistem di lapang seperti jumlah anakan per rumpun, gulma dan hama yang ada dan lainlain. Setelah itu hasil gambar yang ada didiskusikan mengenai kendala-kendala yang ada serta mendiskusikan tentang bagaimana cara mengatasi kendala-kendala tersebut. Begitulah ungkapan dari salah satu petani peserta SLPTT. Sebelum
dilakukan
pengolahan
tanah
dianjurkan
pula
memberikan pupuk organik karena dapat meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk dari kotoran hewan yang sudah siap untuk digunakan. Biasanya sekitar 10 ton, hal inilah yang terkadang membuat petani merasa keberatan, karena user kurang praktis kalaucommit harus tomembawa pupuk organik ke sawah
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebanyak 10 ton. Selain pupuk kandang, pupuk organik buatan pun juga dapat digunakan, kalau untuk ukuran yang disarankan dalam teknologi PTT, pupuk organik yang diberikan sebelum pengolahan sebanyak 500kg/Ha. Selain pupuk diberikan sebelum pengolahan, diberikan pula pupuk dasar atau pemupukan pertama NPK, phonska 150 kg/Ha dan pupuk urea 50kg/Ha. Diberikan dua kali yaitu pemupukan pertama dilakukan pada 7-10 setelah tanam. Sedangkan pemupukan kedua diberikan pada 22-25 hari setelah tanam. Benih yang digunakan dalam teknologi PTT adalah benih yang bermutu, karena dengan menggunakan benih bermutu maka akan menghasilkan
bibit
yang
sehat
dengan
akar
yang
banyak,
menghasilkan perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam, akan menghasilkan hasil yang tinggi serta ketika ditanam pindah ke lahan sawah bibit dari benih yang baik dapat tumbuh lebih cepat dan tegar. Untuk perlakuan benih sebelum disebar pada teknologi PTT dilakukan pemilihan terlebih dahulu dengan cara benih yang akan disebar terlebih dahulu dimasukkan dalam larutan ZA atau larutan garam 3% dengan perbandingan 1 kg ZA dengan 3 liter air, atau 300 gram garam dalam 1 liter air, jumlah benih yang dimasukkan disesuaikan dengan volume ZA atau garam, kira-kira jarak antara benih yang dimasukkan dengan permukaan air 10 cm. Apabila terdapat benih yang mengapung maka harus dibuang. Persemaian bibit yang dianjurkan dalam teknologi PTT sebanyak 25 kg/Ha. Untuk memperoleh bibit yang kuat berikan 20-40 gram urea per meter persegi persemaian pada saat tabur benih. Menurut pengungkapan salah satu informan Bapak Sudarman, teknologi PTT penggunaannya bibitnya lebih efisien. Hal ini diungkapkan sebagai berikut : “Penggunaan bibit umur muda sekitar 19 hari, jumlah bibit per lubang 1-2 bibit, jumlah anakan lebih banyak. Dan produktivitas padi meningkat “ (Wawancara 4 November 2010) Penggunaan bibit berumur muda 15-20 hari, memiliki kelebihan commit to user antara laian, bibit akan cepat kembali pulih pada saat dipindah, akar
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
akan lebih kuat dan dalam, tanaman akan menghasilkan anakan lebih banyak, tanaman akan lebih tahan rebah, tanaman akan lebih tahan kekeringan dan tanaman akan menyerap pupuk lebih hemat sesuai dengan kebutuhan. Dengan penanaman 1 atau 2 bibit per lubang maka akan menghasilkan anakan yang lebih banyak dibanding dengan penanaman dengan bibit yang banyak. Hal ini yang diungkapkan oleh PPL ibu Istri. Selain itu jarak tanam yang dianjurkan PPL yaitu 20x20 cm. Keterangan Ibu Istri, pengairan dengan sistem berselang memiliki kelebihan yaitu menghemat air irigasi sehingga areal yang diairi menjadi lebih luas, memberi kesempatan kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang, mengaktifkan jasad renik mikrobia yang bermanfaat, mengurangi kerebahan, mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan gabah), menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen, memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah), mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang, dan mengurangi kerusakan tanaman padi karena hama tikus. Dari penjelasan keterangan dari PPL ibu Istri pengairan sistem berselang disesuaikan dengan daerah setempat, karena petani di wilayah Kecamatan Wonosari sudah menerapkan sistem pengairan berselang 3 hari maka pola pengairan yang sudah ada yang diikuti tidak perlu dirubah. 3. Kendala Pelaksanaan SLPTT Kendala yang dihadapi dari berbagai kegiatan tersebut antara lain keterbatasan air karena pada waktu pelaksanaan SLPTT di Desa Pulutan sedang musim kemarau dan meskipun sebelum pelaksanaan SLPTT syarat peserta bersedia untuk mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir tetapi setiap pertemuan kehadiran petani kurang aktif. Hali ini karena selain sebagai petani, peserta SLPTT ada yang bekerja commit to user di sektor non pertanian seperti perangkat desa, swasta, ternak dan
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
buruh dan ada kepentingan lain seperti membantu tetangga yang mempunyai hajat. Untuk mengatasi kendala keterbatasan air, menggunakan mesin untuk memperoleh air yang berasal dari sungai. Untuk kehadiran responden fasilitator menanyakan kepada responden kenapa tidak menghadiri pertemuan tetapi karena ada kepentingan sosial seperti membantu tetangga yang mempunyai hajat, fasilitator tidak bisa menyarankan supaya responden mengikuti pertemuan. D. Aspek Produk Produk merupakan hasil dari proses kegiatan program, dengan adanya produk ini dapat mengetahui pengetahuan responden dalam mengamati PTT, pada tanaman padi dan teknologi pengendaliannya. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan petani tentang PTT. Tanpa mempunyai pengetahuan yang cukup responden tidak akan mampu dalam menerapkan suatu teknologi. Aspek pengetahuan yang diteliti antara lain tentang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti kepada petani untuk mengetahui penilaian petani terhadap kegiatan SLPTT menyatakan bahwa kegiatan SLPTT sangat berguna bagi petani karena dengan adanya kegiatan tersebut petani lebih mengetahui teknik budidaya yang efektif dan efisien input produksi tetapi tetap mendapatkan hasil yang maksimal. Menurut hasil wawancara dengan salah satu petani yaitu bapak Fx Taryana
telah terjadi peningkatan hasil produktivitas setelah
mengikuti kegiatan SLPTT di Gapoktan Maguru: ”hasil panen sebelum adanya kegiatan SLPTT hanya sekitar 5-6 ton/Ha, sedangkan setelah mengikuti kegiatan SLPTT hasil panen meningkat lebih dari 7 ton/Ha setiap kali panen” (Wawancara 29 Juni 2009). Dengan melihat hasil yang dicapai pada kegiatan SLPTT, petani menjadi tertarik dan memberikan respon yang baik mengenai kegiatan SLPTT berikutnya.
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan demikian terlihat bahwa petani tidak seperti pandangan orang awam selama ini yang dikatakan kolot, sukar menerima perubahan, hanya saja petani membutuhkan proses untuk menerima suatu perubahan dan melihat hasil yang diperoleh sebelum mereka menerapkan suatu teknologi. 1. Keadaan Petani Setelah Kegiatan SLPTT ·
Jangka Pendek Keadaan petani setelah adanya kegiatan SLPTT untuk jangka pendek seperti yang diungkapkan oleh Ibu Istri, bahwa: pada kegiatan SLPTT ini, dengan adanya peningkatan hasil produksi dan mudahan-mudahan dalam penerapan teknologi membuat petani simpati mengenai kegiatan SL-PTT, sehingga terjadi perubahan perilaku petani” (Wawancara 24 Maret 2009). Perubahan perilaku yang dialami petani di Wilayah Kecamatan Wonosari dipengaruhi oleh hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil-hasil panen sebelumnya. Keadaan demikian pula yang memicu ketertarikan petani terhadap kegiatan SLPTT, bukan hanya kegiatan sekolahnya tetapi teknologi budidayanya yang lebih menarik perhatian petani. Prinsip efisiensi input produksi yang diterapkan dalam teknologi PTT yang
semakin
menarik
perhatian
petani
karena
melihat
kelangkaan pupuk yang ada serta ketidakstabilan harga jual dan harga beli yang ada sehingga mendorong petani untuk lebih terbuka dengan inovasi yang ada. Kegiatan SLPTT memberikan manfaat yang besar bagi petani, begitulah ungkapan salah satu informan kepada peneliti. Dengan adanya kegiatan SLPTT pengetahuan petani bertambah, petani yang dulunya menggunakan benih yang tidak berlabel menjadi menggunakan benih berlabel, karena melihat bahwa bibit yang dihasilkan dari benih berlebel lebih bermanfaat maka petani commit to user menjadi berubah pola pikirnya, selain itu mengenai dosis dan
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemupukan yang baik, perlakuan benih sebelum persemaian, dan mengenal yang namanya musuh alami. Dengan demikian pengetahuan dan pengalaman petani menjadi bertambah. Selain bertambahnya pengetahuan petani, ketrampilan petani juga berubah. Perubahan ketrampilan terjadi akibat dari perubahan pengetahuan yang dimiliki sehingga mendorong petani untuk melakukan perubahan yang lebih berarti. Seperti ungkapan salah satu informan yaitu Bapak Fx Taryana, bahwa : ”dari kegiatan SLPTT ketrampilan saya bertambah,baik mengenai cara pengolahan lahan yang baik dan cara menanam dengan teknik PTT” (Wawancara 24 Maret 2009). Kegiatan SLPTT mampu mengubah perilaku petani baik peserta SLPTT maupun petani bukan peserta SLPTT. Terbukti dengan ada petani yang bukan peserta SLPTT menanyakan tentang
bagaimana
cara-cara
budidaya
teknologi
PTT.
Ketertarikan tersebut muncul dikarenakan peningkatan hasil yang diperoleh. Dari laporan salah satu informan tersebut menunjukan bahwa kegiatan SLPTT direspon dengan baik oleh petani di Desa Pulutan. ·
Jangka Panjang Keadaan petani setelah adanya kegiatan SLPTT untuk jangka panjang diharapkan terjadi peningkatan produksi padi seperti yang diharapkan pemerintah sehingga kebutuhan beras nasional tercukupi. Dengan hasil yang diperoleh dari kegiatan SLPTT padi di Desa Pulutan yang dapat dikatakan berhasil menunjukan dampak positif serta memberikan gambaran untuk kegiatan SLPTT berikutnya agar lebih baik lagi. Adanya peningkatan pendapatan diungkapkan oleh salah satu informan yaitu Bapak Sudarman, beliau mengungkapkan bahwa: ” Menurut saya melalui kegiatan SLPTT ini sangat berguna,commit karena dengan adanya kegiatan SLPTT to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut tanaman saya sehat dan hasil panen saya meningkat ” (Wawancara 30 Juli 2009) Dengan peningkatan hasil secara perlahan dan terusmenerus diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani dan kesejahteraan petani juga meningkat Keberhasilan kegiatan Penyuluhan ternyata tidak terlepas dari kedekatan relasi penyuluh dengan petani. Ini terlihat dari akrabnya penyuluh-penyuluh di BPP dengan petani. Kedekatan ini membawa dampak yang baik bagi jalannya kegiatan penyuluhan. Sekaligus ini menjadi salah satu jalan keluar untuk perlahan-lahan mengubah pandangan petani untuk lebih berpikir maju.
Dalam
pernyataan
Suhardiyono
(1992)
Penyuluh
mempunyai peran sebagai pembimbing petani. Penyuluh mampu mendampingi petani walaupun waktu penyuluhannya tidak terpancang. Dengan demikian akan mempermudah pendekatan dalam pelaksanaan pengenalan inovasi dari suatu kegiatan penyuluhan.
Penyuluh
dalam
melaksanakan
penyuluhan
disesuaikan dengan jadwal pertemuan oleh masing-masing kelompok tani. Hasil yang dapat dikemukakan, bahwa penyuluh bersedia dan mampu datang di setiap acara pertemuan yang diadakan oleh kelompok-kelompok tani. Walaupun pertemuan dilakukan diluar jam kerja, tetapi penyuluh BPP selalu mengusahakan untuk mendampingi petani.
B. PEMBAHASAN Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu merupakan kegiatan sekolah lapang dengan metode belajar menggunakan teknik diskusi, pertemuan kelompok, dan demonstrasi (demplot). Metode belajar tersebut dapat mempermudah dalam peralihan teknologi yang disampaikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mosher (1987) bahwa dalam program pelatihan yang efektif terdapat sembilan metode pelatihan yaitu kunjungan lapang, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
pertemuan kelompok, diskusi kelompok, demonstrasi hasil, pelatihan lokal, karyawisata, demonstrasi metode, pelatihan pertanian, dan office calls. Pertemuan kelompok dalam kegiatan SLPTT dilakukan minimal 6 kali pertemuan dalam satu musim tanam. Selain pertemuan kelompok terdapat hari lapang petani yang dimanfaatkan penyuluh dan petani melakukan demonstrasi metode dari hasil pembelajarannya di lapang. Kegiatan SLPTT padi di Desa Pulutan dilaksanakan pada pagi hari yaitu pada pukul 09.00 WIB sampai selesai. Pertemuan pada kegiatan SLPTT dilakukan 4x dalam satu bulan dan minimal 2x dalam satu bulan. Selain itu, dalam pertemuan tersebut juga membahas materi untuk kegiatan SLPTT. Adapun materi yang disampaikan dalam pertemuan tersebut antara lain : menyamakan persepsi kegiatan SLPTT pada tanaman padi. Mengenai penjelasan rencana pelaksanaan SLPTT selama satu musim tanam; penjelasan materi-materi yang akan disampaikan pada pertemuan mingguan; tujuan, prinsip-prinsip PTT, mengapa ada program PTT dan untuk siapa program PTT; menentukan perlakuan teknologi budidaya tanaman padi sistem PTT; penentuan topik dan studi-studi pendukung sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, menginformasikan hak dan kewajiban peserta. Kegiatan SLPTT seperti survey lokasi dan pendataan peserta, pertemuan musyawarah pra tanam, pertemuan mingguan serta sistem monitoring dan pelaporan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan SLPTT. Kegiatan SLPTT di Desa Pulutan dilakukan dengan menerapkan teknik demonstrasi karena menurut penyuluh teknik ini cukup efektif untuk menumbuhkan kepercayaan petani akan inovasi yang disampaikan, dengan melihat petani akan lebih mudah percaya. Peningkatan produksi padi yang menjadi tujuan utama kegiatan SLPTT di Desa Pulutan sudah dapat terlaksana. Peningkatan produksi mengakibatkan terjadinya peningkatan pendapatan petani di Desa Pulutan. Kegiatan SLPTT bermanfaat dan berguna bagi petani. Dengan adanya kegiatan SLPTT tersebut petani mengenal teknologi PTT yang lebih commit to user menguntungkan bagi.
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
Meskipun hasil yang diperoleh sesuai yang diharapkan, kegiatan SLPTT padi di Desa Pulutan juga menghadapi beberapa kendala, kendala yang utama adalah mengenai pola kebiasaan petani. Perubahan cara berpikir dari pola budidaya yang lama menjadi pola budidaya yang baru membutuhkan bimbingan dan pendampingan oleh penyuluh secara intensif. Dalam merubah pola kebiasaan tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama, perlu proses juga dalam merubahnya. Meskipun dengan keadaan demikian berpengaruh terhadap respon petani, tetapi penyuluh justru harus berusaha lebih maksimal. Kendala teknis di lapang berpengaruh juga terhadap respon petani, misalnya terjadinya kekurangan air akibat musim kemarau di wilayah SLPTT yang diusahakan. Tetapi kendala tersebut dapat diatasi dengan mengambil air dari sumber air, sumur bor dengan menggunakan diesel. Selain itu kehadiran peserta yang tidak memenuhi jadwal yang telah ditentukan, berakibat pada ketidakjelasan informasi yang disampaikan penyuluh. Adapun yang menjadi kelebihan dari kegiatan SLPTT padi Ciherang di Desa Pulutan antara lain kekompakan dan kerjasama yang baik antara penyuluh, ketua gapoktan serta anggota-anggota gapoktan yang menjadi peserta SLPTT. Komunikasi yang baik mampu meningkatkan respon petani terhadap materi yang disampaikan penyuluh. Berdasarkan penyataan Ahmad (1999) 3 aspek perubahan sikap atau tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh aspek kognitif, dimana dalam aspek kognitif berhubungan dengan gejala mengenal fikiran yang berwujud pada pengetahuan, pengalaman dan keyakinan tentang obyek tertentu. Aspek afektif berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti simpati maupun antipati terhadap suatu obyek. Dan yang terakhir aspek konatif yang berwujud pada proses kecenderungan untuk berbuat sesuatu terhadap obyek, seperti kecenderungan untuk mendekat maupun menjauh. Sebelum petani melakukan tindakan terhadap suatu obyek tentu saja sebelumnya petani menaruh perhatian atau simpati terlebih dahulu terhadap commit to userpetani di Desa Pulutan, dalam obyek tersebut. Seperti yang dilakukan
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kegiatan SLPTT pertama belum mempunyai rasa simpati tetapi setelah mengetahui lebih jauh mengenai kegiatan SLPTT dan melihat hasil dari kegiatan SLPTT maka petani menjadi simpati terhadap kegiatan tersebut. Dari pengetahuan dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dan yang telah dimiliki memperkuat rasa simpati mereka terhadap kegiatan tersebut. Setelah memperoleh peningkatan hasil produksi barulah petani memutuskan untuk menerapkan metode atau teknologi PTT yang ada. Teori tersebut juga berlaku bagi petani yang bukan perserta SLPTT. Dengan melihat hasil produksi yang diperoleh petani yang bukan peserta SLPTT menanyakan kepada petani yang menjadi peserta SLPTT mengenai teknologi yang diterapkan. Sehingga secara langsung teknologi tersebut dapat diadopsi oleh petani.
commit to user