BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Sosial Responsibility (CSR) adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan
ekonomi
yang
berkelanjutan
dengan
menitikberatkan
pada
keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Pada tahun 2007 pemerintah Indonesia mengeluarkan UU PT No. 40 Tahun 2007 yang didalam pasalnya mencantumkan kewajiban perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau yang berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Namun unda ng- undang ini menimbulkan sikap pro kontra tergantung siapa yang mendapatkan manfaat dan siapa yang dirugikan, serta konsekuensi dan implikasi dari undang-undang ini. Diawal perkembangannya, bentuk CSR yang umum adalah pemberian bantuan terhadap masyarakat miskin juga organisasi lokal di sekitar perusahaan. Pendekatan CSR yang berdasarkan motivasi karitatif dan kemanusiaan ini pada umumnya dilakukan hanya dalam jangka waktu sementara, terpisah, dan tidak melembaga. Kemudian pandangan John Elkington tentang CSR yang bersifat pemberdayaan dan berkelanjutan menuntun perkembangan CSR. Pandangan tersebut
49
50
menjelaskan bahwa perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit). Juga harus memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people). Atas dasar pemikiran itu muncullah motivasi kewargaan yang berarti terdapat rekonsiliasi dengan ketertiban sosial dan lebih memberikan kontribusi kepada masyarakat. Implementasi CSR dengan motivasi kewargaan d iwujud nyatakan lewat Community Development atau nama lainnya Community Organizing. Singkatnya, jika CD menanggulangi kemiskinan melalui pemberian kredit dan pelatihan ekonomi mikro, maka CO menanggulangi kemiskinan dengan mendidik warga agar membentuk organisasi massa atau forum warga, sehingga mereka mampu bertindak melawan status quo, kaum pemodal rentenir, atau kebijakan pemerintah yang dirasakan tidak adil dan menindas. Kemudian konsep PM sebagai gabungan antara CO dengan ComDev dirasa tepat bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dan sesuai dengan karakteristik mereka. Namun sayangnya di Indonesia, penerapan PM ini masih dibayangi penyimpangan dan bias-bias. Sehingga PM yang awalnya berniat pemberdayaan yang berkelanjutan dapat menjadi tidak efektif. Penerapan CSR di Indonesia saat ini semakin meningkat baik dalam kuantitas maupun kualitas. Keragaman kegiatan dan pengelolaannya semakin bervariasi, dilihat dari kontribusi finansial, jumlahnya semakin besar. Namun dalam proses perjalanannya, CSR di Indonesia juga memiliki banyak masalah dan kendala yang dihadapinya, diantaranya CSR belum tersosialisasi dengan baik di masyarakat. Hal
51
ini menyebabkan program CSR belum bergulir sebagaimana mestinya, mengingat masyarakat umum belum mengerti apa itu program CSR, apa saja yang dapat dilakukannya dan bagaimana masyarakat dapat berkolaborasi dengan prosedur perusahaan. Kendala dalam implementasi CSR antara lain adanya gangguan keamanan, kurangnya kreativitas dan inovasi timbulnya ketergantungan masyarakat, korupsi, peraturan yang membingungkan, dan pemerintah masih kurang memberikan situasi yang kondusif bagi perusahaan dalam menjalankan CSR. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan CSR di Indonesia. Pengaruh paling besar berasal dari fenomena DEAF di dunia industri. DEAF adalah singkatan dari Dehumanisasi, Emansipasi, Aquariumisasi, dan Feminisasi. Fenomena tersebut dipaparkan dalam beberapa data yang menunjukkan
bahwa terjadi
ketimpangan sosial akibat globalisasi. Dikatakan ketimpangan sosial karena realitas menunjukkan bahwa disatu sisi dunia bisnis kini telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa di muka bumi selama setengah abad ini namun kejayaan tersebut ternyata tidak selaras dengan perbaikan kesejahteraan masyarakat(Suharto, 2008d: 4). Ketimpangan tersebut sebenarnya dapat sedikit banyak disejajarkan dengan melakukan Sustainable Development CSR. Disamping sebagai tanggung jawab sosial perusahaan, CSR dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan dapat dipandang sebagai aset strategis dan kompetitif bagi perusahaan di tengah iklim bisnis yang semakin kompetitif. Berbagai keuntungan yang dapat diambil seperti peningkatan profitabilitas, menurunkan resiko benturan dengan masyarakat sekitar, meningkatkan
52
reputasi perusahaan, mendapatkan ijin untuk beroperasi, mendapatkan insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya, disamping itu juga dapat meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan. Dalam merangsang pertumbuhan CSR yang mampu berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan diperlukan adanya model CSR yang efektif untuk mencapai tujuan yang diharapkan, adanya sumber daya manusia dan institusi yang memiliki kapasitas untuk melaksanakan CSR, adanya peraturan kode etik yang jelas dalam dunia usaha serta adanya dukungan sek tor publik untuk menjamin pelaksanaan CSR oleh perusahaan sejalan dengan tujuan dan nilai- nilai dalam suatu masyarakat. Dengan pemahaman bahwa CSR berperan kunci dalam kemajuan perusahaan, penciptaan kerja dan kesejahteraan masyarakat, impelentasi CSR harus tetap merespon harapan-harapan para pemegang saham (shareholders) dan pemangku kepentingan (stakeholders). Meski ada
kecenderungan
perkembangan
CSR
kini bergeser
dari
underestimate ke overestimate, perlu disadari bahwa manfaat CSR terhadap perusahaan tidaklah “taken for granted” dan otomatis. Diperlukan pemimbangan yang hati-hati tentang apa yang dapat dan tidak dapat dicapai oleh dan melalui CSR. Disimpulkan bahwa, CSR bukanlah strategi generik. CSR mungkin cocok pada kondisi tertentu, tetapi tidak pada kondisi lainnya. Karenanya, menurut Vogel, argumen mengenai hubungan positif antara kinerja sosial dengan kinerja finansial perusahaan harus dilihat secara lebih kontekstual.
53
Program CSR yang berkelanjutan diharapkan dapat memberikan alternatif terobosan baru untuk memberdayakan masyarakat dalam mengatasi permasalah sosial dan lingkungan yang semakin kompleks dan rumit dalam dekade terakhir. Adanya sinergi antara dunia usaha, masyarakat, dan pemerintah untuk secara terus menerus membangun dan menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera dan lingkungan yang berkualitas akan menentukan keberhasilan pembangunan bangsa. 4.2 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah CSR berdasarkan jumlah kegiatan dan dana, serta jenis kegiatan CSR berdasarkan jumlah kegiatan dan dana masih menggunakan data dari tahun 2001 sehingga kurang dapat menunjukkan perkembangan CSR secara lebih aktual. Penelitian ini belum dapat menunjukkan tren perkembangan pemahaman CSR di Indonesia. Beberapa perusahaan mungkin telah melakukan perubahan bentuk CSRnya dari karitatif kemudian filantropi lalu kewargaan, tetapi hal tersebut tidak menunjukkan bahwa telah terjadi pemahaman bahwa perusahaan benar-benar paham. 4.3 Penelitian Mendatang Penulis berharap pada penelitian yang akan datang sintesis yang dilakukan diambil dari lebih banyak literatur dan data yang digunakan lebih baru sehingga fakta yang didapat lebih aktual.