BAB IV PENGGUNAAN APLIKASI PERANGKAT LUNAK BERBASIS OPEN SOURCE PADA KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI (KNRT)
4.1 PROFIL KNRT
4.1.1 Sejarah Berdiri sejak tahun 1962 dengan nama Kementerian Urusan Riset Nasional Republik Indonesia, kemudian pada tahun 1973 berubah nama menjadi Menteri Negara Riset. Tahun 1986-2001 menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi, dan tahun 2002 sesuai Surat Edaran Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara perihal Penamaan Instansi Pemerintah, Kantor Menteri Negara disebut dengan Kementerian Riset dan Teknologi. Pada tahun 2005 berdasarkan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 Institusi ini disebut Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) atau dengan sebutan Kementerian Negara Ristek.
4.1.2 Visi dan Misi Untuk menyatukan persepsi dan fokus arah pembangunan kemampuan Iptek nasional, maka pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Negara Riset dan Teknologi dilandasi suatu visi dan misi yang ingin diwujudkan. Visi dan misi tersebut
21
22
merupakan panduan yang memberikan pandangan dan arah kedepan sebagai dasar acuan dalam menjalankan tugas dan fungsi dalam mencapai sasaran atau target yang ditetapkan. Visi Kementerian Negara Riset dan Teknologi dirumuskan sebagai berikut: Menjadi lembaga yang efektif untuk mewujudkan Iptek sebagai kekuatan utama kesejahteraan berkelanjutan dan peradaban bangsa. Untuk mencapai visi tersebut diatas, ditetapkan misi Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang menggambarkan hal yang harus dilaksanakan, yaitu: 1.
Menetapkan arah, prioritas utama dan kebijakan bagi perkembangan riset, ilmu pengetahuan dan teknologi;
2.
Meningkatkan efektivitas koordinasi lembaga penelitian, pengembangan dan rekayasa (Litbangyasa) dengan dunia usaha dan masyarakat;Mendorong peningkatan kapasitas dan kapabilitas lembaga penelitian, pengembangan dan rekayasa (Litbangyasa);
4.
Mengembangkan sistem inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi nasional.
4.1.3 Tugas Kementerian Negara Riset dan Teknologi mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang riset, ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.1.4 Fungsi 1. Perumusan kebijakan nasional di bidang riset, ilmu pengetahuan dan teknologi; 2. Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang riset, ilmu pengetahuan dan
23
teknologi; 3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; 4. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; 5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. Dalam merumuskan arah dan prioritas utama pembangunan Iptek serta penyusunan kebijakan strategis pembangunan nasional Iptek, Kementerian Negara Riset dan Teknologi dibantu oleh Dewan Riset Nasional (DRN).
4.1.5 Fokus Program KNRT
Dalam menjalan tugasnya Kementerian Negara Riset dan Teknologi mempunyai Enam Fokus Program (2005 – 2009) Pencapaian IPTEK, yaitu:
1. Teknologi Ketahanan Pangan dan Pertanian;
2. Teknologi Energi: Energi Alternatip dan Terbarukan;
3. Teknologi Transportasi;
4. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK);
5. Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan;
6. Teknologi Pertahanan.
24
Dalam hal program fokus TIK Kebijakan Teknologi Informasi dan Komunikasi diarahkan untuk mencapai perluasan infrastruktur TIK agar terjangkau seluruh lapisan masyarakat, penguatan SDM dan kelembagaan TIK, penerapan solusi TIK untuk peningkatan kinerja perekonomian, daya saing industri, efisiensi perdagangan, kemandirian perangkat TIK hankam, efektivitas layanan publik dan kualitas hidup masyarakat. Prioritas utama termasuk pengembangan telekomunikasi, internet, komputer
murah
dan
hemat
energi;
penguasaan
teknologi
digital;
serta
pengembangan aplikasi berbasis open source .
4.1.6 Kebijakan Umum Kementerian Negara Riset dan Teknologi Secara umum, kebijakan Kementerian Negara Riset dan Teknologi mencakup kebijakan utama dan kebijakan operasional. Kebijakan utama Kementerian Negara Riset dan Teknologi diarahkan untuk peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan kebijakan operasional Kementerian Negara Riset dan Teknologi berkaitan dengan pelaksanaan teknis organisasi, pengelolaan sumber daya organisasi (sarana dan prasarana), keuangan (penggunaan sumber dana), SDM (personalia) yang diperlukan untuk menunjang implementasi kebijakan utama.
4.1.7 Struktur Organisasi KNRT
25
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Kementerian Negara Riset dan Teknologi dipimpin oleh seorang Menteri Negara Riset dan Teknologi yang dibantu oleh 6 pejabat Eselon I, dan 5 Staff Ahli setingkat Eselon I, 288 formasi pejabat Eselon II, formasi 850 pejabat Eselon III, dan 17882 formasi pejabat Eselon IV.
26
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Kementerian Negara Riset dan Teknologi
27
4.2 INDONESIA, GO OPEN SOURCE !
Prioritas utama fokus program KNRT dibidang TIK yaitu pengembangan perangkat lunak berbasis Open Source (sumber terbuka). Oleh karena itu KNRT sebagai salah satu inisiator Program Indonesia, Go Open Source! (IGOS) bertekad untuk menjadi pioner dalam penggunaan perangkat lunak legal berbasis open source di kalangan instansi pemerintah. Dan hal tersebut juga sesuai dengan tujuan dokumen Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Negara Riset dan Teknologi tahun 2005-2009 ini, yang diharapkan dapat menghasilkan kebijakan nasional baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang salah satunya Pengembangan Open Source Software. Program Indonesia, Go Open Source! (IGOS) adalah sebuah semangat gerakan untuk meningkatkan penggunaan dan pengembangan perangkat lunak sumber terbuka di Indonesia. IGOS dideklarasikan pada 30 Juni 2004 oleh 5 departemen/kementerian yaitu Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Departemen Komunikasi dan Informasi, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Departemen Pendidikan Nasional. Salinan naskah Deklarasi Bersama dapat dilihat pada lampiran 11.
Gerakan ini melibatkan seluruh stakeholder TI (akademisi, sektor bisnis, instansi pemerintah dan masyarakat) yang dimulai dengan program untuk menggunakan perangkat lunak sumber terbuka di lingkungan instansi pemerintah.
28
Diharapkan dengan langkah ini dapat diikuti oleh semua lapisan masyarakat untuk menggunakan perangkat lunak legal.
Sebuah pilihan cerdas, sebagaimana dikatakan oleh mantan Menkominfo Sofyan Djalil dalam surat edarannya ke berbagai insantsi pemerintah. Sebenarnya telah tersedia bagi oerganisasi pemerintah dalam penyediaan perangkat lunak legal yang murah. Pilihan cerdas tersebut berupa pemanfaatan open source software (OSS) sebagai alternatif pengganti perangkat lunak ilegal. Himbauan tersebut adalah tindak lanjut dari program IGOS. Salinan surat Edaran Menkominfo dapat dilihat pada lampiran 13.
Semangat gerakan ini memiliki sasaran sebagai berikut: •
Memberikan lebih banyak alternatif perangkat lunak yang dapat digunakan oleh masyarakat secara legal dan terjangkau, sehingga jumlah pengguna komputer meningkat;
•
Peningkatan kemampuan riset dan pengembangan teknologi informasi nasional bidang perangkat lunak;
•
Menciptakan kompetisi pengembangan teknologi informasi untuk dapat bersaing di percaturan global.
29
4.2.1 Proses Migrasi
Alasan di deklarasikannya Program Indonesia, Go Open Source! (IGOS) yaitu; tingginya angka pembajakan perangkat lunak komputer di Indonesia, selain itu dipicu juga oleh kemelut ekonomi yang sementara dihadapi Indonesia sekarang ini, juga minimnya pengawasan serta kesadaran pengguna akhir (end user) dan penjual (reseller). Akan tetapi dengan diterapkannya Undang Undang Hak Atas Kekayaan Intelektual (UU HAKI) secara luas, saat ini perusahaan atau sebuah organisasi mulai mempertimbangkan bahwa untuk menggunakan perangkat lunak itu harus membayar lisensinya,
begitu
juga
lembaga
pendidikan
dan
pemerintahan
mulai
mempertimbangkan hal yang sama. Awalnya user beranggapan perangkat lunak itu “tidak ada harganya” dan mereka dapat memperolehnya dengan melakukan penyalinan dengan bebas. Saat ini orang sudah mulai memperhitungkan perangkat lunak dan biaya lisensinya.
Untuk mengatasi permasalahan biaya lisensi yang sangat tinggi untuk perangkat lunak commercial (atau disebut perangkat lunak Proprietary) dengan Program IGOS, pemerintah mencoba memberikan solusi kepada masyarakat/end user bahwa ada alternatif perangkat lunak yang bebas dan murah yang dapat di gunakan untuk menunjang proses pengoperasian perangkat keras (komputer) yaitu dengan menggunakan perangkat lunak berbasis Open Source. Sebagai salah satu instansi pemerintah yang mendeklarasikan Program IGOS, Kementerian Negara Riset dan
30
Teknologi mencoba memberikan contoh kepada masyarakat khususnya instansi pemerintah lainnya dalam hal penggunaan perangkat lunak berbasis Open Source.
Oleh karena itu pada tanggal 15 Juni 2006, menteri negara riset dan teknologi Kusmayanto Kadiman mengadakan acara open house on open source dengan tema Kreativitas Tanpa Batas Menuju Legalitas. Yang memberikan kesempatan kepada masyarakat dan media untuk mengunjungi sekaligus memeriksa bahwa perangkat lunak yang digunakan dilingkungan instansi pemerintah yang dipimpinnya sudah menggunakan perangkat lunak legal dan berbasis open source.
Namun, untuk mencapai hal tersebut tidaklah mudah, oleh karena itu Kementerian Negara Riset dan Teknologi melaui Asisten Deputi Pengembangan Jaringan Informasi (ADPJI) Profesor Engkos Koswara membentuk tim teknis untuk melakukan migrasi yang pada waktu itu dipimpin oleh Bapak Kemal Prihatman, beliau adalah Kepala Bidang Analisis Pengembangan Piranti Lunak pada ADPJI. Tim ini selain dari internal RISTEK juga dibantu oleh pihak swasta yaitu PT. Sun Microsystem Indonesia. Selain membantu SDM secara teknis PT Sun Microsystem Indonesia juga memberikan aplikasi desktop yang bernama Java Desktop System (JDS) untuk dapat digunakan di RISTEK. Proses awal migrasi ini dilakukan setelah deklarasi Juni 2004. Cukup banyak memakan waktu juga, proses migrasi pertama kali dilakukan dengan melakukan sosialisasi tentang pengertian piranti lunak, UU HaKI, lisensi dari perangkat lunak dan lain sebagainya yang terkait dengan penggunaan aplikasi perangkat lunak untuk mendukung pengoperasian komputer.
31
Target pertama yang mendapatkan sosialisasi yaitu para sekretaris-sekretaris pejabat, karena dilihat dari pekerjaan mereka sehari-hari yang terkait dengan komputer yaitu pembuatan surat-menyurat, perhitungan dengan menggunakan spreedsheet, terkadang membuat bahan presentasi dari atasannya (aplikasi-aplikasi tersebut dikenal juga dengan aplikasi perkantoran atau office application) dan menggunakan email client sebagai sarana pertukaran informasi dengan menggunakan perangkat internet. Hal ini sudah dapat di dukung oleh sebuah distro sistem operasi desktop yang berbasis open source yang digunakan saat itu adalah JDS. JDS ini adalah aplikasi desktop yang dikembangkan oleh PT. Sun Microsystem dengan dilengkapi aplikasi perkantoran yang disebut Star Office yang berbasis closed source. walaupun star office tersebut berlisensi, oleh PT. Sun Microsystem Indonesia, RISTEK diberikan secara free (bebas) untuk digunakan pada komputer desktop yang ada di lingkungannya. Target selanjutnya para pejabat eselon I, II, III, IV dan para staf. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan penggunaan perangkat lunak berbasis open source pada tanggal 06 Januari 2005, di tujukan untuk pejabat eselon I dan eselon II dihadiri juga oleh Kusmayanto Kadiman yang baru empat bulan menjabat sebagai menristek. Beliau sangat concern dan konsisten untuk penggunaan perangkat lunak berbasis open source dilingkungan RISTEK. Setelah mengikuti kegiatan tersebut, komputer desktop yang ada dimeja kerjanya langsung di migrasikan ke perangkat lunak berbasis open source sampai saat ini. Kusmayanto ingin memberikan contoh kemasyarakat khususnya pegawai yang bekerja di RISTEK bahwa penggunaan piranti lunak berbasis open source tidak menghambat pekerjaan sehari-hari. Dan selanjutnya kegiatan sosialisasi, pelatihan dan migrasi untuk eselon III, IV dan staf
32
dilakukan permasing-masing unit satuan kerja. Satuan kerja yang terdapat di RISTEK yaitu Sekretaris Menteri Negara Riset dan Teknologi (Sesmen), Deputi Bidang Perkembangan Riset dan Teknologi (Deputi 1), Deputi Bidang Dinamika Masyarakat (Deputi 2), Deputi Bidang Program Riset Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Deputi 3), Deputi Bidang Pengembangan Sistem Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional (Deputi 4), dan Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan IPTEK (Deputi 5).
Tahap awal proses migrasi dilakukan dengan dual boot, artinya karena masih dalam proses sosialisasi sehingga dalam komputer desktop yang dinstall masih terdapat perangkat lunak proprietary. Direncanakan pada acara open house on open source tanggal 15 Juni 2006 seluruh komputer yang di migrasi dengan dual boot di buat full menggunakan perangkat lunak berbasis open source dan semua end user dapat mengoperasikan JDS. Seiring dengan berjalannya proses tersebut banyak kendala yang ditemui, mulai dari penggunaan komputer desktop menjadi lambat dikarenakan JDS membutuhkan spesifikasi komputer desktop yang tinggi, ditemukan beberapa pheriperal (seperti: printer, scanner, LAN card, sound card, usb flash disk, external usb harddisk dsb), tim teknis untuk mendampingi end user pada saat ada kendala juga sangat minim sehingga banyak komputer desktop yang membutuhkan waktu lama untuk diperbaiki dan ini berdampak pada kinerja karyawan yang semakin lambat. Oleh sebab itu pimpinan tim teknis Bapak Kemal Prihatman berinisiatif untuk membuat konsorsium IGOS yang bertujuan untuk menangani proses migrasi ini dengan profesional. Konsorsium itu terdiri dari Ipteknet UPT dibawah BPPT, PT
33
INTI dan LIPI informatika. Konsorsium ini juga membuat sebuah produk aplikasi desktop yang di bantu secara penuh oleh PT. Sun Microsystem Indonesia, yang diberi nama Sistem Desktop Nasional (SDN) IGOS yang diluncurkan ke masyarakat luas pada tanggal 06 Agustus 2005 (http://www.igos-desktop.com) dan masing-masing anggota konsorsium ini mempunyai tugas yang berbeda-beda. Ipteknet mengurusi dibidang helpdesk dan supporting, LIPI Informatika dibidang pengembangan aplikasi (software development) dan PT INTI dibidang pemasaran. SDN IGOS merupakan salah satu piranti lunak pertama yang diluncurkan dengan merk IGOS desktop dan merupakan aplikasi lengkap untuk desktop dan terintegrasi:
1. Operating system: IGOS OS; 2. Office productivity: IGOS Office; 3. Project: Project Manager; 4. Email Client: Evolution; 5. Instant Messaging Client: GAIM; 6. Desktop Environment: GNOME; 7. Application Platform: Java; 8. Browser: Mozilla Firefox; 9. Graphic Disain : GIMP 2.0.
Untuk itu migrasi dilanjutkan dengan menggunakan system operasi SDN IGOS dan pada tanggal 16 Februari 2005 hasil proses migrasi distro SDN IGOS dilaporkan dari 318 Komputer Desktop yang ada di Lingkungan RISTEK 59,12 % atau sebanyak 188 Komputer Desktop sudah terinstal SDN IGOS atau perangkat lunak berbasis
34
open source. Sisanya sebanyak 130 komputer desktop atau 40,88 % belum terinstall, karena perangkat keras yang tidak mendukung antara lain Hard Disk, memory, processor tidak memenuhi spesifikasi minimum dari SDN IGOS. Terdapat juga komputer desktop Branded yang hard disk-nya tidak dapat di install SDN IGOS atau Sistem Operasi Linux. Dari hasil tersebut Tim Teknis merekomendasikan kepada unit-unit yang didalamnya terdapat komputer desktop dengan spesifikasi di bawah minimum untuk melakukan upgrade komputer, jika mereka keberatan untuk mengupgrade dengan alasan anggaran tidak ada, tim melakukan instalasi IGOS Office yang di kembangkan juga oleh Tim Konsorsium SDN IGOS, IGOS Office ini yaitu perangkat lunak untuk perkantoran yang dikembangkan dari Star Office. Sehingga hasil migrasi pada pertengahan bulan mei tahun 2006, yaitu 88,06 % sudah menggunakan perangkat lunak berbasis open source, sedangkan yang lainnya masih menggunakan perangkat lunak proprietary yaitu Windows 98 dikarenakan spesifikasi hardware rendah. Melihat hasil laporan tersebut Kusmayanto Kadiman melalui Engkos Koswara memerintahkan untuk penghapusan software illegal dilingkungan RISTEK, tim teknis menjalankan perintah tersebut dan hasilnya pada tanggal 13 Juni 2006 dari 245 komputer desktop yang compatible dengan perangkat lunak open source, sebanyak 84% atau 207 komputer desktop menggunakan full perangkat lunak open source, 10% atau 24 komputer desktop menggunakan aplikasi proprietary karena menggunakan aplikasi khusus untuk keuangan dan lain-lain, 4% atau 11 komputer desktop menolak untuk di migrasikan dan 1% atau 3 komputer desktop sudah bundle dengan aplikasi proprietary yang legal.
35
4.2.2 Pada proses pemeliharaan (maintenance) selanjutnya
Seiring dengan berjalannya waktu, banyak pengembang-pengembang atau komunitas lokal yang bergerak di open source mulai menunjukan giginya. Melihat kondisi tersebut Kemal Prihatman mengambil moment penting ini untuk lebih menggairahkan para komunitas open source dengan memprakarsai pembuatan atau pengembangan distro baru yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Informatika – LIPI bersama dengan komunitas. Dipilihnya Pusat Penelitian Informatika – LIPI, karena LIPI adalah salah satu Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) dibawah koordinasi KNRT. Sistem operasi ini di beri nama IGOS Nusantara 2006 dan di luncurkan kepada publik pada tanggal 04 Desembar 2006 (http://www.igosnusantara.or.id). IGOS Nusantara 2006 berbasis open source software, tepatnya Linux Fedora Core 5. Dipilihnya Fedora Core 5 sebagai basis IGOS Nusantara 2006 karena setelah melalui penelitian oleh para ahli di bidang Teknologi Informasi (TI), Linux Fedora Core 5 ini dinilai cukup stabil dan handal dengan kemampuan mengoperasikan aplikasi perkantoran Open Office (untuk pengelolaan dokumen teks, spreadshet dan presentation); aplikasi GIMP untuk pengelolaan grafis; aplikasi Firefox untuk internet browsing; aplikasi Thunderbird untuk e-mail serta aplikasi GAIM untuk chating.
Selain itu kelebihan lain yang di miliki oleh IGOS Nusantara 2006 ini antara lain:
1. Aplikasi tanpa dipungut biaya lisensi yang dikemas dalam satu CDROM; 2. Interaksi dalam bahasa Indonesia;
36
3. Proses instalasi yang mudah; 4. Spesifikasi perangkat keras yang dibutuhkan relatif lebih rendah.
Ditahun berikutnya pengembangan IGOS Nusantara dilanjutkan dengan di kembangkannya IGOS Nusantara 2007 yang berbasiskan Linux Fedora Core 7 yang sudah mulai digunakan di beberapa komputer desktop di RISTEK sampai dengan kurang lebih satu tahun. Sehingga per tanggal 10 Oktober 2008 dengan jumlah komputer desktop meningkat yaitu sebanyak 378 komputer desktop, 328 desktop (86,77%) sudah terinstal full open source dan 50 desktop (13,23%) masih menggunakan perangkat lunak proprietary. Hal ini dilaporkan langsung ke Kusmayanto Kadiman oleh Kemal Prihatman pada rapat pimpinan (Rapim) lengkap yang dihadiri seluruh pejabat eselon 1 dan 2 tanggal 10 Oktober 2008.
Ada hal lucu/menarik yang terjadi sebelum Rapim lengkap ini, Kusmayanto menginstruksikan: ”pada Rapim lengkap nanti saya harapkan perangkat lunak yang digunakan pada Desktop sudah legal semua”. Kemudian tim teknis yang masih dikomandani oleh Kemal Prihatman melakukan audit/survey penggunaan perangkat lunak yang ada di komputer desktop dan hasilnya 13,23% yang menggunakan perangkat lunak proprietary di belikan lisensinya, sehingga anggaran yang harus dikeluarkan kurang lebih sebesar Lima Puluh Juta Rupiah. Dan itupun hanya untuk aplikasi Operating System (OS)-nya saja. Oleh karena itu tim teknis memberikan masukan kepada masing-masing user untuk menggunakan open office 2.4 versi Windows.
37
Pada saat dilaporkan kondisi penggunaan perangkat lunak desktop kepada Kusmayanto di Rapim lengkap. Kusmayanto marah besar, ternyata yang beliau maksud adalah menggunakan perangkat lunak legal itu tidak membeli perangkat lunak berlisensi, melainkan menggunakan perangkat lunak yang berbasis open source sehingga tidak harus mengeluarkan anggaran sebesar itu. Namun pejabat yang merasa unitnya paling banyak menggunakan perangkat lunak berlisensi menyangkal bahwa di unitnya membutuhkan perangkat lunak proprietary karena untuk melakukan proses pencairan anggaran kegiatan harus menggunakan beberapa aplikasi khusus yang dibuat oleh Departemen Keuangan dan aplikasi-aplikasi tersebut hanya dapat berjalan di atas OS proprietary. Oleh karena itu Kusmayanto memutuskan, di masing-masing unit kerja eselon 1, komputer desktop yang menggunakan OS proprietary disiapkan satu komputer untuk keperluan proses pencairan anggaran.
4.3 PEMANFAATAN
OPEN
SOURCE
DI
DUNIA
BISNIS
INDONESIA
Tentunya untuk setiap trend baru orang akan bertanya apakah kecenerungan itu dapat diterapkan di Indonesia? Ini terjawab dengan beberapa perusahaan yang telah memutuskan untuk memanfaatan perangkat lunak berbasis open source dalam operasional sehari-hari perusahaan tersebut.bahkan beberapa perusahaan telah memanfaatkannya untuk tugas yang penting.
38
Open Source telah digunakan pada banyak perusahaan sebagai server intranet ataupun untuk melayani kebutuhan kantor. Pada beberapa kasus disebuah perusahaan penggunaan perangkat lunak ini mulanya tidak diterima, tetapi karena ketidakpuasan atas kemampuan kerja sistem operasi sebelumnya, maka perusahaan tersebut mencoba mengganti sistem operasi dengan Linux. Ternyata memberikan performansi yang lebih baik dengan kebutuhan perangkat keras yang lebih rendah dan memberikan reliabilitas yang lebih tinggi. Berikut ini daftar perusahaan yang telah bermigrasi dari perangkat lunak proprietary ke perangkat lunak open source dalam hal ini Linux. Menurut Majalah InfoLINUX (baik migrasi sebagian maupun keseluruhan): •
Rumah sakit; Pertamina Jaya, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Tria Dipa dan lain-lain
•
Supermarket/Retail; Ramayana, Makro, IndoMart, Frass-e dan lain-lain
•
Otomotif; Astra Honda Motor (Produsen), Prabu Motor dan lain-lain
•
Penerbangan dan pelayanan; Garuda Indonesia, Samudera Indonesia, Pelindo II dan lain-lain
•
Alat berat; United Tractors, Trakindo dan lain-lain
•
Engineering; Rekayasa Industri, Mega Eltra dan lain-lain
•
Tekstil/Kimia/Farmasi; Indorama, Konimex, APL Care dan lain-lain
•
Jasa Akses Internet; Indonet Group, Accesnet, Internux dan lain-lain
•
Minyak/Gas/Energi; Pertamina, BP, Kondur, Amerda Hess Indonesia, Komaritim, Caltex sekarang Chevron, PLN, PGN dan lain-lain
39
•
Telekomunikasi; Indosat, Telkom, Bakrie, Telkomsel, Infokom Elektrindo dan lain-lain
•
Agro Bisnis; Astra Agro Lestari dan lain-lain
•
Kurir dan Kargo; Rayspeed dan lain-lain
•
Koperasi; Koperindo.com dan lain-lain
•
Lain-lain; TIJ Ancol (hiburan), oto.co.id (e-commerce), FIF (keuangan), detik.com (portal) dan lain-lain Perkembangan pemanfaatan Linux di Indonesia ini telah diikuti dengan
terbentuknya komunitas Linux di berbagai kota. Mereka dikenal dengan Kelompok Pengguna Linux Indonesia (KPLI). KPLI ini telah berperan sebagai suatu dukungan teknis yang terkadang lebih cepat dan lebih baik dari dukungan teknis yang biasa disediakan perusahaan perangkat lunak komersial.
4.4
MITOS PENGHALANG MIGRASI
Masih banyaknya keberatan pengguna terhadap penggunaan perangkat lunak berbasis open source dalam hal ini Linux akibat mitos yang selama ini menghadapi, antara lain: •
Sesuatu yang murah itu adalah “murahan”dan tak bermutu. Dengan kata lain bahwa “free software” atau “open source software” dianggap memiliki kualitas yang lebih rendah dari perangkat lunak komersial. Seperti telah
40
diketahui jaringan internet pun sebagian besar dioperasikan oleh perangkat lunak yang bersifat “freeware” ini yaitu sebagai contoh Sendmail, qmail dan postfix, Apache, Bind, perl dan PHP. •
Linux dianggap tak memiliki dukungan teknis purna jual. Anggapan ini tidak tepat lagi dengan adanya masyarakat pengguna Linux di seluruh dunia yang saling berhubungan melalui internet, serta tersedianya dukungan dokumentasi hingga ke source code yang bebas. Disamping itu keberadaan perusahaan komersial penyedia dukungan Linux kini telah banyak
•
Linux hanyalah untuk para programmer. Linux telah banyak digunakan pada Personal Computer (PC) dalam arti digunakan oleh seluruh anggota keluarga dari kebutuhan mengetik dan juga permainan game. Bahkan perusahaan seperti Nokia atau berbagai perusahaan home entertainment menggunakan Linux sebagai sistem operasinya
•
Kurangnya dukungan dari pihak vendor komersial terhadap platform Linux. Perkembangan terakhir menunjukan bahwa Linux semakin mendapat dukungan dari vendor-vendor besar, seperti: Oracle, Informix, Netscape, Corel, Adaptec, PT. Sun Microsystem, Compaq, SAP, IBM
•
Source code terbuka dianggap tidak aman. Tetapi keterbukaan source code pada pengguna ini sebetulnya menjadikan pengguna dapat “memeriksa dan menguji secara menyeluruh” program yang digunakan. Jadi tidak seperti menggunakan kotak hitam dan percaya secara total pada perusahaan pembuat perangkat lunak. Seperti yang lazim dalam bahasan sistem sekuriti, suatu sistem sekuriti atau enkripsi bukan ditentukan oleh kerahasiaan algoritma atau
41
program yang digunakan, tetapi memang berdasarkan mekanisme yang digunakan. Misal semua orang memahami algoritma DES atau Blowfish. Tetapi tanpa dilengkapi dengan “key” yang sesuai tetap sulit untuk mendobrak sistem
enkripsi
ini.
Ketersediaan
source
code
dari
sistem
Linux
memungkinkan pengguna menguji secara utuh (bukan pengguna secara pribadi, tetapi pengguna dapat meminta orang yang ahli) untuk menguji sistem yang dipakai. Sehingga pengguna dapat menjamin keamanan sistem yang digunakan. Jaminan ini bukan berdasarkan janji yang diberikan suatu vendor, tetapi dari kemungkinan pengguna untuk mengujinya atau pengguna dapat meminta pihak ketiga untuk melakukan pengujian.
4.5
MOU MICROSOFT DENGAN PEMERINTAH INDONESIA
Pemerintah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Microsoft pada 14 November 2006 dengan dalih untuk melegalkan software yang ada di seluruh departemen dan instansi pemerintah. Ditandatangani Menkominfo Sofyan Djalil dan Presiden Microsoft Asia Tenggara Chris Atkinson, pemerintah dikabarkan sepakat membeli 35.496 lisensi Windows dan 177.480 lisensi Office, yang pembayaran pertamanya jatuh tempo paling lambat 30 Juni 2007.
42
Menurut perhitungan akademisi dan penggiat open source, I Made Wiryana, dana yang harus dikucurkan pemerintah sesuai dengan harga lisensi selama tiga tahun mencapai sekitar US$ 145 juta ( $ 1 = Rp 11.840, sumber Bank Mandiri). Hal itu dirasa sangat besar bagi pengeluaran negara, yang notabene merupakan uang rakyat. Oleh karena banyak reaksi keras dari berbagai pihak di dalam negeri terutama dari pengiat/pengguna (komunitas) open source, pada awal tahun 2007 dilakukan pertemuan antara komunitas open source di Indonesia dengan menteri komunikasi dan menteri negara riset dan teknologi yang dilakukan pada waktu dan tempat terpisah. Pertemuan-pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
4.5.1
Pertemuan Komunitas Open Source Indonesia dengan Menkominfo
Kamis 18 Januari 2007, diadakan pertemuan antara komunitas open source Indonesia dengan pak Sofyan Djalil (Menkominfo). Beberapa pihak komunitas yang hadir adalah I Made Wiryana, Rahmat M. Samik Ibrahim, Rusmanto, Harry Sufehmi, Ahmad Sofyan, Heru Nugroho, Bona Simanjuntak, Adang Suhendra, Frans Thamura, Teddy Sukardi, Anjar Ari Nugoho, Dheche, Aulia Adnan, Hidajat, Alexander Rusli, Cahyana (Dirjen Aplikasi dan Telematika-Depkominfo) dan Kemal Stamboel (Staf Ahli – Menkominfo).
Beberapa hal yang dapat disarikan dari pertemuan tersebut adalah:
43
•
Pak Sofyan Djalil secara komprehensif bercerita tentang latar belakang adanya MoU antara pemerintah Indonesia dan Microsoft. Pemicu utamanya adalah karena tingkat pembajakan yang tinggi (mencapai 87%), sehingga Indonesia masuk watchlist Internasional, ini dari beberapa aspek cukup merugikan, misalnya
dalam sektor
perdagangan
Internasional.
Target
Indonesia menurunkan piracy rate (tingkat pembajakan) sampai 10 point, jadi sekitar 77%.
[Catatan: Perlu dilakukan research lagi bahwa apakah ada jaminan bahwa dengan MoU tersebut, dapat menurunkan point piracy rate kita. Apakah migrasi ke opensource tidak dapat dipandang sebagai upaya penurunan piracy rate? ]
•
Vietnam sudah mulai serius menangani pembajakan. Dalam pertemuan APEC juga dibahas kesepakatan bersama untuk tidak menggunakan APBN untuk pembelian perangkat lunak ilegal.
•
Pemerintah
ingin
gampang
dan
cepat
untuk
mengatasi
masalah
serta membangun image positif kepada dunia tentang masalah perang terhadap pembajakan. Dengan sekali penandatanganan MoU dengan Microsoft, paling tidak masalah pembajakan di sistem operasi dan beberapa aplikasi dibawahnya langsung terpecahkan.
[Catatan: Business Software Alliance (BSA) tidak hanya beranggotakan Microsoft, tapi juga Adobe, Cisco System, Borland, dsb. Bagaimana dengan perusahaan-perusahaan lain tersebut, apakah akan ada MoU-nya? Banyak juga software dari perusahaan-perusahaan tersebut yang
44
cukup dominan dan relatif lebih tidak tergantikan oleh opensource, misalnya Adobe dengan aplikasi animasi dan grafisnya.]
•
MoU antara pemerintah dengan Microsoft adalah keputusan bersama dalam rapat mentri terbatas, termasuk ikut didalamnya adalah Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT). Selain keputusan MoU dengan Microsoft tersebut ada keputusan lain bahwa pemerintah Indonesia tetap mendukung opensource dengan penugasan ke KNRT dan Universitas untuk bergerak aktif dalam progam IGOS.
Untuk
orientasi
kedepannya,
dengan
alasan
kemandirian, cost, dsb. bagaimanapun juga Indonesia akan menuju dan mendukung penuh solusi opensource. •
I Made Wiryana menceritakan tentang perjuangan para aktifis komunitas opensource. Dari sektor sistem operasinya, sejak tahun 1998 sudah dimulai pembuatan distribusi (distro) Linux, ada trustix merdeka, winbi, igos desktop, dsb. Dari sektor aplikasinya sendiri, sudah banyak pengembang yang mengembangkan aplikasi di bawah Linux. Perusahaan berbasis solusi opensource juga sudah marak, bahkan sampai ke pelosok-pelosok tanah air, kebanyakan lahir dari usaha mantan pengurus KPLI di berbagai daerah. Sektor lain adalah perjuangan di bidang konten yang berlisensi open content seperti IlmuKomputer.Com, yang membagi materi gratis untuk masyarakat Indonesia.
45
•
Pak Rusmanto, Frans, Bona, Harry Sufemi, dsb juga mengeluarkan pendapat tentang pengalaman masing-masing dalam perjuangan di dunia open source. Muncul usulan untuk mengurangi pembelian lisensi dengan hanya membatasi ke sistem operasinya saja, dan bukan aplikasi yang sudah hampir 100% tergantikan oleh opensource (Office, Mailer, Browser, dsb). Juga ada ide menarik untuk mensyaratkan aplikasi yang dapat berjalan di banyak platform (multiplatform) untuk procurement dan tender dari institusi pemerintah. Kebebasan dan ketidaktergantungan adalah topik utama dalam diskusi ini.
•
Diskusi mengarah ke persoalan support ketika solusi Teknologi Informasi diberikan. Apabila vendor perangkat lunak proprietary memberikan dukungan support kepada clientnya, bagaimana dengan opensource? Beberapa yang hadir, misalnya pak Hidayat (Apkomindo) bercerita tentang bad story menggunakan solusi open source, karena perusahaan pemberi solusi tidak memberikan dukungan support dengan alasan karena memang seperti itulah open source (ini sepertinya perlu cross-check dengan pihak yang disebut ). Diskusi bergeser ke sebuah tantangan untuk membuat bisnis model di bidang opensource, dan tentu saja ini jadi lahan yang baik bagi seluruh komunitas opensource untuk berproduksi. Intinya, semua teori, konsep, gerakan dan solusi yang ada di dunia open source sebaiknya dibundle dalam satu solusi terpadu, dalam suatu bisnis yang profesional. Jangan selesai di hobi, tapi sebaiknya dapat ke bisnis yang berkualitas.
46
•
Ibu Loly (Direktur Perangkat Lunak, Depkominfo) menambahkan bahwa standard perawatan (maintenance) per unit komputer di instansi pemerintahan adalah sebesar Rp 600 ribu/PC/tahun. Sehingga bila diasumsikan jumlah komputer di sektor pemerintahan sebanyak 500 ribu unit maka akan terdapat anggaran sebesar Rp 300 miliar per tahun yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai peluang bisnis Open Source.
•
Yang menarik suatu pernyataan dari pak Sofyan Djalil bahwa, “Kalau dilihat dari sisi positifnya, MoU tersebut bagaikan blessed in disguise. Buktinya bisa dapat membuat komunitas open source bersatu.” Mungkin untuk lelucon saja, meskipun memang di satu sisi ada benarnya, jarang sekali ada suatu event yang dapat mengumpulkan aktifis open source dalam satu tempat dan waktu seperti hari ini.
Demikian beberapa rangkuman dari diskusi tersebut dengan pak Sofyan Djalil dan jajarannya.
4.5.2
Pertemuan Komunitas Open Source Indonesia dengan Menristek
Jumat, 19 Januari 2007 di Kementrian Negara Riset dan Teknologi. Temanteman dari komunitas open source yang datang juga relatif lebih banyak dari sebelumnya. Yang dihadiri oleh: Ahmad Suwandi, I Made Wiryana, Rahmat M. Samik Ibrahim, Rusmanto, Harry Sufehmi, Ahmad Sofyan, Heru Nugroho
47
(moderator acara), Adang Suhendra, Prihantoosa, Irwin Day, Anjar Ari Nugoho, Dheche, Aulia Adnan, Bona Simanjuntak dan Romi Satria Wahono. Dari RISTEK, selain Kusmayanto Kadiman yang hadir, ada juga Richard Mengko (Staf Ahli Bidang TIK), Idwan Suhardi (Deputi Pendayagunaan dan Pemanfaatan TI), Engkos Koswara (Asisten Deputi Pengembangan dan Pemanfaatan TI), Kemal Prihatman (Kepala Bidang Analisis Perangkat Lunak) dsb.
Kusmayanto minta dari masing-masing komunitas yang hadir mengenalkan diri dan apa yang sedang diperjuangkan (mewakili komunitas apa). Setelah itu Kusmayanto memberikan beberapa patah kata berhubungan dengan tema pembahasan. Beberapa hal yang didiskusikan dalam pertemuan ini adalah: •
Made Wiryana cerita tentang aktifitas open source dan Linux di Indonesia dan kerjasama dengan 3 generasi pemerintah, Bona cerita tentang Asia Source di Sukabumi, Romi SW cerita tentang open content dan IlmuKomputer.Com, Ahmad Sofyan cerita tentang RimbaLinux, Harry Sufehmi cerita tentang pengalaman migrasi sewaktu di UK (birmingham), pak Rusmanto cerita tentang Yayasan Pengguna Linux Indonesia (YPLI).
•
Kusmayanto mengatakan bahwa dia tidak berniat untuk beradu argumentasi lebih jauh dengan pak Sofyan Djalil. IGOS adalah kesepakatan bersama banyak menteri, termasuk didalamnya Menkominfo di tahun 2004. Kusmayanto hanya ingin komitmen itu dijalankan bersama, Indonesia, Go Open Source (IGOS). Kusmayanto ingin menunjukkan dan buktikan dengan
48
progres, sudah seberapa jauh beliau dapat me-migrasi instansi-instansi pemerintah ke open source. Dimulai dari beberapa rekannya yang kebetulan memimpin institusi; Jimly Assidiqie (Mahkamah Konstitusi), Faisal Basri (KPPU), dsb. Kusmayanto juga sempat cerita bagaimana beliau mengkritik seorang Menteri di Thailand karena ucapannya di media massa yang keliru tentang open source. Sukses migrasi open source di RISTEK karena beliau sendiri maju, langsung menggunakan open source. Ketika yang diatas sudah mau melaksanakan, pasti yang di bawah akan ikut. •
Kusmayanto
mendukung
konsep
Be
Legal.
Dan
dia
juga
tidak
mempermasalahkan MoU secara isi karena justru itu wujud demokrasi. Kalau semua dipaksa memakai satu solusi itu gaya sosialis, dan itu tidak baik untuk republik ini. Mungkin yang perlu diperhatikan tentang masalah kewenangan, seorang menteri berwenang penuh terhadap kementrian/departemen yang dipimpin. Ketika seorang menteri ingin membuat kebijakan untuk seluruh Indonesia, dia harus mendapatkan delegasi formal dari pemimpin diatasnya atau mentri yang secara default mendapat mandat yaitu Mentri Luar Negeri. Juga tentang bahasa yang digunakan wajib menggunakan bahasa Indonesia, untuk beberapa hal khusus dapat saja bahasa Inggris, namun wajibnya adalah bahasa Indonesia. •
Aulia Adnan mengatakan bahwa dia telah membuat analisa tentang MoU Microsoft dan Pemerintah Indonesia, kesimpulan sementara dari segi hukum (sesuai kopentensi inti) lebih banyak mengarah ke MoU yang ilegal!
49
Dari dua pertemuan ini yaitu diskusi antara komunitas dengan menkominfo dan menristek, dapat disimpulkan bahwa pemicu berpikir keduanya cukup positif. Keduanya ingin memecahkan masalah bangsa ini, ingin mengangkat Indonesia dari keterpurukan, hanya strategi dan caranya sedikit berbeda. Menkominfo ingin cepat menurunkan jumlah pembajakan perangkat lunak, supaya Indonesia dapat terangkat dan tidak lagi terdaftaf dalam watchlist yang berefek negatif ke industri dan perdagangan Internasional Indonesia. Sedangkan Menristek mencoba solusi yang lebih memiliki kebebasan dan kemandirian. Beliau juga buktikan di KNRT, bahwa migrasi ke open source adalah sangat mungkin dilakukan. Yang pasti keduanya memiliki satu konsep sama yaitu: Be Legal!