BAB IV PENENTUAN PRIORITAS TUJUAN WISATA BERDASARKAN ASPEK PENAWARAN WISATA
4.1
Pola Pergerakan Wisatawan
Seperti telah dikemukakan pada Bab III, pengertian dari pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari satu tempat ke tempat lain (Yoeti, 1983). Berdasarkan motivasi perjalanan dan waktu kunjungan, maka pola pergerakan wisatawan menuju kawasan-kawasan wisata yang terdapat di KPP Kalianda dapat diuraikan sebagai berikut:
4.1.1 Motivasi Perjalanan Motivasi orang-orang melakukan perjalanan wisata dapat disebabkan oleh beberapa alasan, misalnya mencari kesenangan dan petualangan, bisnis, mengunjungi keluarga dan lain sebagainya.
Namun demikian, alasan utama
seorang wisatawan melakukan kunjungan pada suatu wilayah/ objek wisata adalah karena daya tarik atau objek wisata yang ada di daerah tersebut. Motivasi ini timbul akibat adanya persepsi positif wisatawan tersebut terhadap kebutuhan dan atraksi wisata. Adapun motivasi kunjungan wisatawan baik wisatawan nusantara maupun mancanegara ke kawasan wisata Kalianda ini secara umum memiliki motivasi melakukan perjalanan wisata adalah untuk berlibur, tempat tujuan wisata utama pantai dengan aktifitas melihat-lihat dan berenang dengan lama tinggal 1 s.d 3 hari dan menggunakan akomodasi hotel/ motel.
4.1.2 Waktu Kunjungan Di dalam melakukakan kunjungan wisata, secara umum dapat dikelompokkan menjadi:
43
1. Kunjungan Singgah Pola kunjungan singgah ini biasa dilakukan oleh wisatawan yang berada disekitar wilayah pengembangan wisata Kalianda. Lama kunjungan berkisar antara 2 sampai 4 jam.
Untuk itu, faktor jarak dan aksessibilitas perlu
diperhatikan di dalam melakukan pengembangan jenis kunjungan ini, dimana objek-objek wisata ini harus mudah dicapai dalam waktu yang singkat tersebut. 2. Kunjungan Sehari Pada pola kunjungan ini seperti ini, waktu yang diperlukan untuk berada di objek wisata tersebut lebih lama dibandingkan yang diperlukan oleh kunjungan singgah, sehingga fasilitas penunjang di objek wisata ini sangat diperlukan karena wisatawan lebih lama berada di objek wisata ini dan merupakan atraksi utama dari perjalanannya. 3. Kunjungan Menginap Perbedaan jenis kunjungan ini dibandingkan dengan kunjungan lainnya adalah penggunaan jasa akomodasi. Kunjungan seperti ini belum begitu populer, walaupun jenis kunjungan ini lebih menguntungkan karena pangsa pasarnya yang berasal dari golongan menengah ke atas. Dengan berdasarkan ke tiga hal tersebut, serta kemudahan pencapaian dan intensitas kunjungan wisata yang ada, maka diperoleh pengelompokan kawasankawasan wisata yang terdapat di KPP Kalianda dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kawasan wisata pemandian Way Belerang Sukamandi, Merak Belantung dan Pantai Pasir Putih merupakan kawasan dengan kemudahan pencapaian dan intensitas kunjungan wisata yang tinggi. 2. Kawasan wisata Tugu Siger merupakan kawasan wisata dengan kemudahan pencapaian tinggi namun intensitas kunjungan wisatawan sedang. 3. Kawasan wisata Tejang Pulau Sebesi, Gunung Krakatau, dan Gunung Rajabasa merupakan kawasan-kawasan wisata dengan kemudahan pencapaian dan intensitas kunjungan yang rendah.
44
4.2
Distribusi Fasilitas Pariwisata
Secara umum, distribusi fasilitas pariwisata terkonsentrasi di Kota Kalianda, sedangkan kawasan-kawasan pariwisata lainnya mempunyai fasilitas pelayanan wisata tidak selengkap yang ada di Kota Kalianda, bahkan ada kawasan wisata yang tidak memiliki fasilitas pelayanan wisata, seperti kawasan wisata Gunung Rajabasa dan Krakatau. Untuk itu, berdasarkan jenisnya, maka di KPP Kalianda terdapat 5 macam fasilitas pelayanan pariwisata, yaitu : 1. Fasilitas transportasi dan telekomunikasi -
Dermaga: hanya terdapat di canti sebagai tempat untuk menyeberang ke kawasan wisata Tejang Pulau Sebesi dan Gunung Krakatau. Dermaga ini juga ada di Tejang Pulau Sebesi sebagai sarana penyeberangan ke kawasan wisata Gunung Krakatau. Ke dua dermaga ini dengan kondisi yang baik dan terawat.
-
Terminal kendaraan umum: hanya terdapat di Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten. Namun demikian, kondisi terminal tersebut dengan kondisi kurang baik karena masih bersatu dengan lokasi pasar karena belum mempunyai terminal angkutan khusus. Dengan kondisi ini, pada akhirnya menyebabkan terjadinya kesembrawutan.
-
Tempat parkir: umumnya terdapat disemua lokasi wisata tempat studi dilakukan,
kecuali
pada
kawasan
wisata
Gunung
Rajabasa,
Gunung Krakatau dan Tejang Pulau Sebesi. Kondisi tempat parkir yang ada di kawasan-kawasan wisata tersebut dalam kondisi terawat dan baik. -
Telekomunikasi: Pada umumnya, jaringan telekomunikasi (Telkom) belum ada pada kawasan wisata, kecuali pada kawasan wisata Way Belerang, Pasir Putih dan Merak Belantung. Sedangkan untuk kantor pos hanya terdapat di Kecamatan Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten. Televisi dan radio telah menjangkau seluruh kawasan wisata yang menjadi tempat dilakukannya studi ini.
-
Sarana transportasi laut: untuk melayani penduduk dari desa Canti menuju ke kawasan wisata Tejang Pulau Sebesi ataupun yang menuju ke kawasan wisata Gunung Krakatau (sewaan). 45
2. Fasilitas industri pariwisata -
Fasilitas akomodasi, secara umum terdapat di semua kawasan wisata, kecuali pada kawasan wisata Gunung Rajabasa, Gunung Krakatau, Tugu Siger.
-
Kantor biro perjalanan tidak ada di semua kawasan, namun hanya terdapat di Bandar Lampung.
-
Toko kerajinan rakyat/ souvenir hanya terdapat di kawasan wisata Tugu Siger, Merak Belantung, Way Belerang dan Pasir Putih.
-
Fasilitas hiburan seperti bioskop tidak ada di semua kawasan wisata, namun yang ada hanya fasilitas billiar yang terdapat di Kawasan Wisata Merak Belantung. Sanggar kesenian hanya terdapat Kecamatan Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten.
3. Fasilitas keamanan dan utilitas -
Fasilitas keamanan di KPP Kalianda adalah kantor kepolisian wilayah (polres) dan kepolisian sektor (polsek). Fasilitas keamanan di masingmasing kawasan wisata hanya berupa pos-pos keamanan swadaya (pos siskamling/ satpam)
-
Fasilitas pemadam kebakaran hanya ada di Kecamatan Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten. Sedangkan pada tiap kawasan hanya mengandalkan tabung pemadam kebakaran (hidran).
-
Prasarana air bersih pada setiap obyek wisata pada umumnya berasal dari sumur galian dan sumur pompa, kecuali pada kawasan wisata Pasir Putih yang berasal dari PDAM.
-
Jaringan listrik yang melayani kawasan-kawasan wisata terbagi menjadi, yaitu yang dilayani oleh PLN dan non PLN. Untuk kawasan wisata Tugu Siger, Merak Belantung, Pasir Putih dan Way Belerang telah terlayani oleh jaringan listrik PLN, sedangkan yang untuk kawasan wisata lainnya masih menggunakan generator non PLN. Untuk kawasan wisata alam Gunung Rajabasa dan Gunung Krakatau, karena berfungsi sebagai kawasan lindung, tidak terdapat aliran listrik.
46
4. Fasilitas umum -
Penerangan umum hanya terdapat di Kecamatan Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten, inipun hanya dalam jumlah yang terbatas.
-
Taman terdapat di kawasan wisata Merak Belantung, Tugu Siger, Way Belerang Sukamandi, dan Pantai Pasir Putih.
-
Pedesterian hanya terdapat di Kecamatan Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten.
-
Menara pandang hanya terdapat di Kawasan Wisata Tugu Siger.
5. Fasilitas pendukung lainnya -
Bank hanya terdapat di Kecamatan Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten dengan jumlah 5 kantor.
-
Bar hanya terdapat di kawasan wisata Merak Belantung
-
Restoran/ warung makan terdapat di semua kawasan wisata.
-
Apotik ada 2 buah dan hanya terdapat Kecamatan Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten.
4.3
Komponen-Komponen Penawaran dan Pemasaran Objek Pariwisata
Pembentukan rute perjalanan pariwisata tidak terlepas dari minat wisatawan terhadap daya tarik objek pariwisata yang ditawarkan, dimana setiap objek pariwisata tersebut mempunyai daya tarik berbeda-beda tergantung dari beberapa faktor. Dengan demikian akan terbentuk objek-objek wisata, baik yang mempunyai daya tarik besar maupun kecil, yang akan menentukan prioritas perjalanan wisata di KPP Kalianda. Seperti telah diuraikan sebelumnya, terutama analisis konsep perjalanan pariwisata, maka dapat disimpulkan bahwa suatu objek pariwisata akan banyak dikunjungi wisatawan apabila objek tersebut memenuhi kreteria: 1. Objek pariwisata tersebut menarik: hal ini banyak tergantung pada potensi yang dimiliki maupun jenis atraksi wisata.
47
2. Fasilitas yang tersedia memadai di objek tersebut, meliputi fasilitas akomodasi, fasilitas rekreasi, fasilitas untuk menikmati pemandangan, toko cendramata dan lainnya. 3. Adanya jalur perhubungan: menyangkut penyediaan prasarana dan sarana perhubungan yang memenuhi syarat, jarak maksimum 80 km dari pusat KPP. 4. Pola kebijaksanaan yang menunjang dalam pengelolaan objek pariwisata tersebut, menyangkut pemasaran, pemeliharaan, pengelolaan dan sebagainya.
4.3.1 Dukungan dan Daya Tarik Fisik Objek Pariwisata Dalam hal ini yang dimaksud dengan dukungan dan daya tarik fisik adalah hal-hal yang bersifat fisik alamiah yang berkenaan dengan objek dan daya tarik sebagai komponen utama pariwisata, misalnya keadaan geografi, hidrologi, topografi, dll, maupun fisik binaan yang mencakup seluruh unsur-unsur binaan yang dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi wisatawan. Dalam pengembangan sektor pariwisata, seringkali disebutkan bahwa keindahan alam merupakan daya tarik wisata, oleh karenanya salah satu ukuran dalam menilai situasi fisik alamiah adalah (Myra P. Gunawan, 1995): -
Jumlah objek dan daya tarik wisata Dihitung dari jumlah objek yang mempunyai daya tarik yang menonjol
-
Distribusi objek dan daya tarik Distribusi yaitu kedekatan antara satu objek dengan objek yang lainnya. Hal ini lebih menarik bagi wisatawan pada umumnya yang dihadapkan pada kendala waktu dan biaya, sehingga mereka akan menginginkan untuk melihat sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Mereka ingin memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. dengan
Penilaian dapat dilakukan
melakukan identifikasi objek wisata di suatu daerah dan
mempertimbangkan keluasan daerah yang bersangkutan. Penilaian ini juga harus mempertimbangkan keadaan dan ketersediaan prasarana penghubung. -
Kondisi Medan Kondisi medan yang merupakan penilaian terhadap kemudahan/ kesulitan mencapai objek yang satu dengan yang lainnya yang disebabkan oleh keadaan 48
topografi, hidrologi (sungai, laut). Kondisi ini dapat menggunakan jarak/ waktu tempuh sebagai tolak ukur. Dengan kata lain, objek dan daya tarik yang saling menunjang tetapi sukar dijangkau akan menghasilkan sinergi yang lebih kecil dibandingkan bila objek dan daya tarik tersebut satu sama lainnya mudah saling menjangkau. -
Keunikan dan Kelangkaan Keunikan/ kekhususan adalah sesuatu objek yang tidak terdapat ditempat lain tentu memiliki nilai lebih, objek yang serupa dapat berbeda ukurannya (misalnya lebar pantai, tinggi air terjun, dll) maupun keunikan dalam arti kualitas lingkungan disekitarnya, keragaman bentuk dan jenis flora fauna, batuan dll.
Pengukuran terhadap objek dan daya tarik pariwisata dilakukan melalui sistem pembobotan yang berupa pemberian nilai terhadap kondisi eksisting yang dimiliki masing-masing objek pariwisata. Adapun bobot penilaian pada masing-masing diukur dengan nilai sebagai berikut: 5
: Bagi objek wisata yang unik/ langka, memiliki jarak yang dekat dan mudah dijangkau/ tidak sulit dijangkau
3
: Bagi objek wisata yang unik/ langka, memiliki jarak yang relatif jauh namun masih mudah dijangkau/ tidak sulit dicapai
1
: Bagi objek wisata yang kurang unik/ langka, memiliki jarak sangat jauh dan pencapaian sulit sekali
2 & 4: Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting daya tarik tiap objek pariwisata dapat diuraikan seperti pada Tabel 4.1.
49
Tabel 4.1 Daya tarik fisik objek pariwisata pada KPP Kalianda. No 1.
Objek Pariwisata
Daya Tarik Fisik
Tugu Siger
Unik, memiliki jarak relatif jauh namun mudah/ tidak sulit dicapai 2. Way Belerang Sukamandi Unik, memiliki jarak yang dekat dan mudah/ tidak sulit dicapai 3. Merak Belantung Unik, memiliki jarak yang relatif dekat dan mudah/ tidak sulit dicapai 4. Tejang Pulau Sebesi Unik, memiliki jarak sangat jauh dengan pencapaian sulit 5. Gunung Rajabasa Unik, memiliki jarak sangat jauh dengan pencapaian sulit 6. Gunung Krakatau Unik, memiliki jarak sangat jauh dengan pencapaian sulit 7. Pantai Pasir Putih Kurang unik, jarak sangat jauh namun mudah dlm pencapaian Sumber: Hasil pengamatan dan Dinas Pariwisata Lampung Selatan
Bobot 3 5 4 2 2 2 2
4.3.2 Tingkat Kemudahan Pencapaian Tingkat kemudahan pencapaian yang meliputi faktor kondisi fisik prasarana jaringan transportasi pada tiap jalur lindatasan, kondisi pelayanan sarana angkutan dan fungsi/ status jalur transportasi dan tingkat kemudahan pencapaian. Data tentang faktor tersebut diatas diuraikan pada halaman selanjutnya dan untuk lebih jelasnya akan dibahas tiap faktor daya tarik tersebut.
4.3.2.1. Kondisi Fisik Prasarana Jaringan Transportasi Pada Tiap Jalur Lintasan Pengukuran terhadap kondisi fisik prasarana jaringan transportasi pada tiap jalur lintasan (P) dilakukan melalui sistem pembobotan yang berupa pemberian nilai terhadap kondisi eksisting yang dimiliki pada masing-masing kawasan wisata tersebut.
Adapun bobot penilaian pada masing-masing diukur dengan nilai
sebagai berikut: 50
Kondisi fisik prasarana jaringan transportasi pada tiap jalur lintasan (P) : 5
:
Bagi lintasan yang mempunyai hubungan jaringan transportasi darat dengan kondisi jaringan jalan yang baik dan beraspal sehingga kendaraan dapat berjalan lancar dan nyaman
3
:
Bagi lintasan yang mempunyai hubungan jaringan trasportasi darat dengan kondisi yang kurang baik tetapi telah beraspal (berlubanglubang) sehingga mengurangi kelancaran lalu lintas dan kenyamanan pemakai jalan. Atau mempunyai jaringan transportasi air dengan kondisi yang baik
1
:
Bagi lintasan yang belum mempunyai jaringan transportasi darat dan air atau hanya mempunyai jalan setapak sebagai jaringan penghubungnya.
2&4
:
Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan
Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting fisik prasarana jaringan transportasi pada tiap jalur lintasan (P) dapat diuraikan seperti pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Kondisi fisik prasarana jaringan transportasi pada tiap jalur lintasan No
Jalur Lintasan
Konstruksi
1.
Tugu Siger
Aspal
Lebar (m) 10
2.
Way Belerang Sukamandi
Aspal
6
Baik
5
3.
Merak Belantung
Aspal
10
Baik
5
4.
Tejang Pulau Sebesi
Laut
-
Sedang
3
5.
Gunung Rajabasa
Tanah
1
Kurang
1
6.
Gunung Krakatau
Laut
-
Sedang
3
7.
Pantai Pasir Putih
Aspal
10
Baik
5
Sumber: Dinas PU Lampung Selatan
51
Kondisi
Bobot
Baik
5
4.3.2.2 Kondisi Pelayanan Sarana Perangkutan Umum Pada Tiap Jalur Lintasan Pengukuran terhadap kondisi pelayanan sarana perangkutan umum pada tiap jalur lintasan (S) dilakukan melalui sistem pembobotan yang berupa pemberian nilai terhadap kondisi eksisting yang dimiliki pada masing-masing kawasan wisata tersebut.
Adapun bobot penilaian pada masing-masing diukur dengan nilai
sebagai berikut: Kondisi pelayanan sarana perangkutan umum pada tiap jalur lintasan (S): 5
:
Kondisi pelayanan baik, frekuensi tinggi atau teratur setiap jam dan tersedia lebih dari satu jenis sarana.
3
:
Kondisi pelayanan kurang baik, frekuensi lalu lintas rendah atau hanya ada pada waktu-waktu tertentu saja dengan hanya satu jenis sarana.
1
:
Belum tersedia sarana perangkutan umum untuk melayani jalur wisata tersebut.
2&4
:
Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan
Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting pelayanan sarana perangkutan umum pada tiap jalur lintasan (S) dapat diuraikan seperti pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Kondisi pelayanan sarana perangkutan umum di tiap jalur lintasan (S) No
Jalur Lintasan
Sarana Perangkutan
Bobot
Jenis Minibus/Bus
Frekuensi/ Hari Tinggi
5
1.
Tugu Siger
2.
Way Belerang Sukamandi
Minibus/Bus/Ojek
Tinggi
5
3.
Merak Belantung
Minibus/Bus/Ojek
Tinggi
5
4.
Tejang Pulau Sebesi
Perahu Bermotor
Rendah
2
5.
Gunung Rajabasa
-
-
1
6.
Gunung Krakatau
Perahu Bermotor
Rendah
1
7.
Pantai Pasir Putih
Minibus/Bus
Tinggi
5
Sumber: Dinas Perhubungan Lampung Selatan 52
4.3.2.3 Fungsi/ Status Jalur Transportasi Tiap Jalur Lintasan Pengukuran terhadap kondisi fungsi/ status jalur transportasi tiap jalur lintasan (F) dilakukan melalui sistem pembobotan yang berupa pemberian nilai terhadap kondisi eksisting yang dimiliki pada masing-masing kawasan wisata tersebut. Adapun bobot penilaian pada masing-masing diukur dengan nilai sebagai berikut: Kondisi fungsi/ status jalur transportasi tiap jalur lintasan (F): 5
:
Prasarana perhubungan yang ada merupakan jalur lintasan yang pelayanannya nasional seperti jalan nasional Trans Sumatera atau pelayaran antar propinsi
3
:
Prasarana perhubungan yang ada merupakan jalur lintasan yang pelayanannya kabupaten, yaitu jalan yang menghubungkan antar kecamatan dalam satu kabupaten.
1
:
Prasarana perhubungan yang ada merupakan jalur lintasan yang pelayanannya desa, yaitu jalan yang menghubungkan antar dusun dalam satu desa. Biasanya masih berupa jalan tanah/ jalan setapak.
2&4
:
Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan
Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting Kondisi fungsi/ status jalur transportasi tiap jalur lintasan (F) dapat diuraikan seperti pada Tabel 4.4 Tabel 4.4 Kondisi fungsi/ status jalur transportasi tiap jalur lintasan (F): No
Jalur Lintasan
Status Jalur
Bobot
Negara
5
Kabupaten
3
Negara
5
1.
Tugu Siger
2.
Way Belerang Sukamandi
3.
Merak Belantung
4.
Tejang Pulau Sebesi
Desa
2
5.
Gunung Rajabasa
Desa
1
6.
Gunung Krakatau
Desa
1
7.
Pantai Pasir Putih
Negara
5
Sumber: Dinas PU Lampung Selatan 53
4.3.2.4. Tingkat Kemudahan Pencapaian Faktor kemudahan pencapaian terhadap potensi objek wisata merupakan salah satu faktor pengukuran penting di dalam melakukan penilaian terhadap potensi objek wisata tersebut. Hal ini sesuai dengan ciri kegiatan kepariwisataan sebagai suatu pergerakan manusia dari suatu daerah/ tempat ke tempat-tempat tujuan wisata lainnya. Untuk itu, faktor kemudahan pencapaian akan mempengaruhi pola dan distribusi pergerakan wisatawan, dimana semakin mudah daerah/ tempat objek wisata tersebut dicapai, maka akan semakin besar pergerakan wisatawan yang mungkin menuju ke tempat wisata tersebut. Tingkat kemudahan pencapaian ini akan mempengaruhi pembentukan struktur ruang pengembangan wisata pada wilayah wisata tertentu. Dalam KPP Kalianda, kawasan wisata Tugu Siger, Pemandian Air Panas Way Belerang Sukamandi, Merak Belantung, Pantai Pasir Putih mempunyai perhubungan jalan darat dengan kondisi baik. Untuk kawasan wisata Gunung Rajabasa tidak dapat dicapai dengan kendaraan bermotor untuk menuju kawasan objek wisata utama, dimana untuk mencapainya hanya dapat dilakukan melalui jalan setapak dari Desa Tegading. Sedangkan untuk objek wisata Tejang Pulau Sebesi dan Gunung Krakatau hanya dapat dicapai melalui perhubungan air dari dermaga Canti.
Dengan demikian, kawasan-kawasan wisata Tugu Siger,
Pemandian Air Panas Way Belerang Sukamandi, Merak Belantung dan Pantai Pasir Putih lebih mudah dicapai oleh wisatawan dari pada kawasan-kawasan wisata Gunung Rajabasa, Tejang Pulau Sebesi, dan Gunung Krakatau. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Kota Kalianda memiliki peluang untuk berkembang menjadi pusat akomodasi pariwisata dibandingkan dengan kawasan wisata lainnya, maka hal ini akan memberikan implikasi kepada Kota Kalianda berfungsi sebagai pusat penyebaran (distribusi) wisatawan sekaligus sebagai pintu gerbang bagi wilayah pariwisata yang berada pada KPP Kalianda.
Atas dasar karakteristik tersebut, tingkat kemudahan pencapaian
kawasan-kawasan wisata yang ada di KPP Kalianda dapat diketahui melalui 54
pengkajian terhadap hubungan yang dapat dibina antara kawasan wisata yang ada dengan pusat akomodasi Kalianda. Untuk mengetahui tingkat kemudahan pencapaian terhadap setiap objek wisata di KPP Kalianda dilakukan menggunakan rumus tingkat aksesibilitas suatu jalur hubungan disesuaikan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kemudahan pencapaian tiap objek wisata.
Dengan demikian, pengukuran kemudahan
pencapaian bagi tiap objek wisata tersebut dapat dihitung dengan menggunakan indek kemudahan pencapaian yang dirumuskan sebagai berikut (Saputra, 1981). PSF I = D Dimana: I
:
Nilai indek mudahan pencapaian terhadap kawasan wisata dari pusat akomodasi kalianda
P
:
Kondisi fisik prasarana transport darat dan laut yang meliputi penilaian terhadap kondisi fisik dan profil melintang badan jalan.
S
:
Kondisi pelayanan sarana transpor yang meliputi penilaian terhadap keamanan dan kenyamanan, frekuensi lalu lintas dan mobilitas rute pergerakan atau pilihan jenis sarana transpor.
F
:
Fungsi prasarana perhubungan yang menghubungkan antar kawasan wisata yang ada.
D
:
Jarak tempuh jalur lintasan
Oleh karenanya, berdasarkan penilaian yang telah dilakukan terhadap kondisi fisik prasarana jaringan transportasi pada tiap jalur lintasan, kondisi pelayanan sarana perangkutan umum pada tiap jalur lintasan serta fungsi/ status jalur transportasi tiap jalur lintasan, maka tingkat kemudahan pencapaian bagi kawasan-kawasan wisata yang tercakup dalam KPP Kalianda dapat dihitung seperti terdapat pada Tabel 4.5
55
Tabel 4.5 Penilaian tingkat kemudahan pencapaian kawasan-kawasan wisata di wilayah KPP Kalianda No
Kawasan Wisata
D (Km)
P
S
F
I = (P S F) / D
24,5
5
5
5
5,102
6
5
5
3
12,5
1
Tugu Siger
2
Way Belerang Sukamandi
3
Merak Belantung
14,5
5
5
5
8,621
4
Tejang Pulau Sebesi
19,5
3
2
2
0,615
5
Gunung Rajabasa
12
1
1
1
0,08
6
Gunung Krakatau
27,5
3
1
1
0,109
7
Pantai Pasir Putih
38,5
5
5
5
3,25
Sumber: Hasil Analisis Tabel. 4.1, 4.2 dan 4.3
4.3.3 Perkembangan dan Distribusi Pergerakan Arus Wisatawan Perkembangan dan distribusi pergerakan arus wisatawan ke setiap objek pariwisata selain dipengaruhi tingkat kemudahan pencapaian yang meliputi faktor kondisi fisik prasarana jaringan transportasi pada tiap jalur lintasan, kondisi pelayanan sarana angkutan dan fungsi/ status jalur transportasi dan tingkat kemudahan pencapaian, juga akan dipengaruhi oleh tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan pariwisata, tingkat pengelolaan potensi wisata, tingkat kemudahan pencapaian dari pusat KPP kalianda, kegiatan pemasaran, fungsi kawasan dalam kegiatan pariwisata dan jumlah tenaga kerja yang terlibat pengelolaan objek pariwisata tersebut. Data tentang faktor tersebut diatas diuraikan pada halaman selanjutnya dan untuk lebih jelasnya akan dibahas tiap faktor daya tarik tersebut 4.3.3.1 Tingkat Kelengkapan fasilitas Pelayanan Wisata Pengukuran terhadap tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata dilakukan melalui sistem pembobotan yang berupa pemberian nilai terhadap kondisi eksisting yang dimiliki pada masing-masing kawasan wisata tersebut. Adapun bobot penilaian pada masing-masing diukur dengan nilai sebagai berikut:
56
5
:
Bagi kawasan yang memiliki kelengkapan fasilitas pelayanan wisata yang tinggi, dimana fasilitas pelayanan wisata tersebut telah bervariasi
dan
jangkauan
pelayanan
mencakup
wilayah
pengembangan wisata KPP Kalianda. 3
:
Bagi kawasan yang ketersediaan atau kelengkapan fasilitas sedang, belum banyak variasinya dan skala pelayanannya adalah kawasan wisata.
1
:
Bagi kawasan yang ketersediaan atau kelengkapan fasilitas kurang, dimana fasilitas wisata yang ada berskala pelayanan objek wisata atau bahkan belum memiliki fasilitas wisata sama sekali.
2&4
:
Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan
Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata dapat diuraikan seperti pada Tabel 4.6 Tabel. 4.6 Tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata No
Kawasan Wisata
Jumlah jenis Fasilitas 14
Bobot
1.
Tugu Siger
2.
Way Belerang Sukamandi
19
4
3.
Merak Belantung
24
5
4.
Tejang Pulau Sebesi
16
4
5.
Gunung Rajabasa
2
1
6.
Gunung Krakatau
2
1
7.
Pantai Pasir Putih
18
4
Sumber: Hasil survei dan hasil analisis Keterangan : Penilaian tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata 24 – 2 Interval =
= 4,4 5
2,0 6,4 10,8 15,2 19,6
-
57
6,4 10,8 15,2 19,6 24,0
= = = = =
1 2 3 4 5
3
4.3.3.2. Tingkat Pengelolaan Potensi Wisata Penilaian terhadap tingkat pengelolaan potensi wisata dilakukan berdasarkan intensitas pengelolaan terhadap potensi-potensi wisata yang terdapat pada tiaptiap kawasan wisata. Dengan demikian, untuk kawasan-kawasan wisata wilayah pengembangan wisata KPP Kalianda dapat digunakan penilaian dasar sebagai berikut: 5
:
Bagi kawasan yang mempunyai potensi wisata yang telah dikelola dan didayagunakan dengan intensitas tinggi
3
:
Bagi kawasan yang mempunyai potensi wisata dengan pengelolaan dan pendayagunaannya masih sedang.
1
:
Bagi kawasan yang mempunyai potensi wisata tertentu yang belum dikelola (masih alami) dan dengan pendayagunaannya masih jarang/ rendah.
2&4
:
Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan
Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting tingkat pengelolaan potensi wisata dapat diuraikan seperti pada Tabel 4.7 dibawah. Tabel 4.7 Tingkat pengelolaan potensi wisata No
Kawasan Wisata
Tingkat pengelolaan
Bobot
1.
Tugu Siger
Sedang
3
2.
Way Belerang Sukamandi
Tinggi
5
3.
Merak Belantung
Tinggi
5
4.
Tejang Pulau Sebesi
Tinggi
5
5.
Gunung Rajabasa
Rendah
1
6.
Gunung Krakatau
Rendah
1
7.
Pantai Pasir Putih
Tinggi
5
Sumber: Hasil survai dan analisis
58
4.3.3.3 Tingkat Kemudahan Pencapaian Kawasan Terhadap Pusat Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Kalianda Salah satu faktor yang sangat menentukan dan berpengaruh yang besar bagi pergerakan wisatawan dari pusat distribusi pergerakan ke tempat wisata tujuan lainnya adalah tingkat kemudahan pencapaian kawasan. Tingkat kemudahan pencapaian ini sangat dipengaruhi oleh jarak, kondisi jalan, sarana angkutan dan fungsi jalan. Untuk itu, bobot penilaian pada masing-masing diukur dengan nilai sebagai berikut: 5
:
Bagi kawasan yang memiliki jarak ke pusat distribusi pergerakan relatif dekat, kondisi jalan yang cukup baik dapat dicapai dengan sarana angkutan setiap saat (frekuensi lalulintas tinggi untuk melayani jaringan perhubungan tersebut) dengan fungsi jalan yang menghubungkannya cukup baik pula.
Sehingga pencapaian ke
kawasan tersebut mudah sekali, dapat dilakukan setiap saat dengan waktu/ ongkos yang relative kecil. 3
:
Bagi kawasan yang relative jauh tapi mempunyai kondisi jalan yang cukup baik dengan sarana angkutan yang ada setiap saat dan fungsi jalan yang menghubungkannya cukup baik, atau jarak yang relative dekat namun kondisi jalan yang kurang baik dengan sarana angkutan perhubungan yang ada setiap saat dengan fungsi jalan yang baik tetapi ongkos/ biaya pencapaian relative mahal.
1
:
Bagi kawasan yang pencapaiannya sulit sekali, dimana pencapaian tidak dapat dilakukan melalui darat tetapi dengan jalur laut, dengan sarana angkutan yang bersifat pribadi ataupun carteran. Atau jarak yang relative jauh tetapi sarana angkutan yang sulit (tidak ada setiap saat) dengan kondisi jalan yang buruk.
2&4
:
Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan
Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting Tingkat
Kemudahan
Pencapaian
Kawasan
Terhadap
Pusat
Kawasan
Pengembangan Pariwisata (KPP) Kalianda dapat diuraikan seperti pada Tabel 4.8.
59
Tabel 4.8 Tingkat Kemudahan Pencapaian Kawasan Terhadap Pusat Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Kalianda No Kawasan Wisata Tingkat Kemudahan Bobot Pencapaian 1. Tugu Siger 5,102 3 2.
Way Belerang Sukamandi
12,500
5
3.
Merak Belantung
8,621
4
4.
Tejang Pulau Sebesi
0,615
1
5.
Gunung Rajabasa
0,08
1
6.
Gunung Krakatau
0,109
1
7.
Pantai Pasir Putih
3,25
2
Sumber: Hasil Analisis Tabel. 4.1, 4.2 dan 4.3, 4.4 Keterangan: Penilaian tingkat kemudahan pencapaian 12,5 – 0,08 Interval =
= 2,484 5
0,08 - 2,564 2,564 - 5,048 5,048 - 7,532 7,532 - 10,016 10,106 - 12,5
= = = = =
1 2 3 4 5
4.3.4 Kegiatan Pemasaran Kegiatan pemasaran merupakan salah satu bagian yang paling strategis dalam pengembangan kepariwisataan secara umum. Melalui pemasaran yang intensif dan tepat, diharapkan objek dan daya tarik wisata di Kabupaten Lampung Selatan akan semakin dikenal, baik tingkat regional, nasional maupun internasional. Usaha-usaha pemasaran dan penyampaian informasi untuk memperkenalkan potensi dan daya tarik objek wisata Kabupaten Lampung Selatan ditempuh melalui beberapa usaha promosi baik di dalam daerah, di luar daerah maupun di luar negeri. Upaya ini dilakukan baik secara mandiri oleh pemerintah daerah maupun kerjasama dengan instansi/ lembaga terkait di daerah dan propinsi lain, melalui media cetak maupun elektronik, serta keikutsertaan dalam pameranpameran maupun penampilan-penampilan atraksi seni budaya. 60
Usaha promosi dan informasi lainnya yang telah dilakukan yaitu melalui media internet, cetak, meliputi pembuatan dan penyebaran brosur-brosur promosi mengenai kepariwisataan objek-objek wisata tertentu. Dalam kegiatan promosi ini, suatu dukungan yang cukup baik adalah kegiatan promosi mandiri yang dilakukan oleh biro-biro perjalanan dan pengelola objek wisata itu sendiri. Dalam studi ini, pengukuran terhadap kegiatan pemasaran dilakukan melalui sistem pembobotan yang berupa pemberian nilai terhadap jumlah kegiatan pemasaran yang dilakukan pada masing-masing kawasan wisata tersebut. Adapun bobot penilaian kegiatan pemasaran pada masing-masing objek pariwisata dapat dilihat pada tabel 4.9. Tabel 4.9 Penilaian kegiatan pemasaran pada tiap objek pariwisata No
Kawasan Wisata
Jumlah kegiatan pemasaran 7
Bobot
1.
Tugu Siger
2.
Way Belerang Sukamandi
8
5
3.
Merak Belantung
8
5
4.
Tejang Pulau Sebesi
8
5
5.
Gunung Rajabasa
6
1
6.
Gunung Krakatau
7
3
7.
Pantai Pasir Putih
8
5
Sumber: Dinas Pariwisata Lampung Selatan Keterangan : Penilaian kegiatan pemasaran pada tiap objek pariwisata 8–6 Interval =
= 0,4 5
6,0 6,4 6,8 7,2 7,6
-
61
6,4 6,8 7,2 7,6 8,0
= = = = =
1 2 3 4 5
3
4.3.5
Fungsi Kawasan Dalam Kegiatan Pariwisata
Apabila ditinjau dari segi pergerakan wisatawan dan distribusi fasilitas wisata di KPP Kalianda, maka Kalianda merupakan pusat dan distributor wisatawan bagi kawasan-kawasan wisata lainnya. Hal ini dimungkinkan disebabkan beberapa faktor disamping kelengkapan fasilitas wisatanya, antara lain: -
Faktor lokasi yang strategis, dimana Kalianda terletak dan dilalui jalan regional yang merupakan salah satu pintu masuk ke KPP Kalianda dari pintu gerbang Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni, Bandar Lampung, Bandara Udara Raden Intan II dan juga merupakan ibukota Kabupaten Lampung Selatan
-
Faktor potensi, Kalianda mempunyai potensi wisata yang lebih bervariasi dibandingkan dengan kawasan wisata lain di KPP Kalianda
Dengan demikian, pengukuran terhadap fungsi tiap-tiap kawasan dalam kegiatan pariwisata dilakukan melalui sistem pembobotan yang berupa pemberian nilai terhadap kondisi eksisting yang dimiliki pada masing-masing kawasan wisata tersebut.
Adapun bobot penilaian pada masing-masing diukur dengan nilai
sebagai berikut: Fungsi kawasan dalam kegiatan pariwisata: 5
:
Bagi wisata yang berfungsi sebagai pusat pergerakan dan penyebar (distributor) wisatawan keseluruh kawasan wisata dan juga berfungsi sebagai pusat akomodasi pariwisata
3
:
Bagi kawasan wisata yang berfungsi sebagai penyalur wisatawan ke beberapa kawasan wisata lainnya
1
:
Bagi kawasan wisata yang berfungsi sebagai kawasan transit sementara wisatawan untuk menikmati potensi wisata yang dimilikinya.
2&4
:
Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan
Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting yang ada pada masing-masing kawasan wisata dapat diuraikan seperti pada Tabel 4.10 62
Tabel 4.10 Penilaian fungsi kawasan dalam kegiatan pariwisata No
Kawasan Wisata
Fungsi Kawasan
Bobot
Kawasan Transit
1 5
1
1.
Tugu Siger
2.
Way Belerang Sukamandi
3.
Merak Belantung
4.
Tejang Pulau Sebesi
5.
Gunung Rajabasa
Pusat KPP dan Distributor bagi kawasan lainnya Distributor bagi kawasan lainnya Distributor bagi kawasan lainnya Kawasan Transit
6.
Gunung Krakatau
Kawasan Transit
1
7.
Pantai Pasir Putih
Distributor bagi kawasan lainnya
3
3 3
Sumber: Hasil Analisis Ke sembilan faktor inilah yang digunakan untuk mengukur seberapa besar daya tarik objek pariwisata di KPP Kalianda. Kemudian untuk menilai sejauh mana faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap besarnya jumlah wisatawan yang berkunjung, terlebih dahulu perlu diketahui seberapa besar korelasi faktor tersebut dengan jumlah wisatawan di objek pariwisata tersebut. Besar kecilnya pengaruh faktor ini terhadap daya tarik objek, tercermin pada besar kecilnya yang didapatkan. Adapun rumus yang digunakan untuk mengetahui besarnya koefesien korelasi tersebut (Davies, O.L, 1958) adalah sebagai berikut: ∑(X-X)(Y-Y) r= ∑ ( X - X )2 ∑ ( Y - Y )2
Dimana: r
: Koefesien korelasi
X
: Faktor penilai
Y
: Jumlah wisatawan di objek tahun 2006
Jika
:
r
= 0,5 berarti korelasi lemah
r
< 0,5 berarti korelasi lemah sekali
r
> 0,5 berarti korelasi tinggi 63
Analisa koefesien korelasi untuk tiap-tiap faktor disajikan pada lampiran E, dimana dari beberapa hasil perhitungan pada lampiran E di dapat gambaran besarnya korelasi antara faktor-faktor tersebut dengan jumlah pengunjung, yang dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Besar korelasi faktor daya tarik objek pariwisata dengan jumlah wisatawan yang berkunjung di KPP Kalianda No
Faktor Daya Tarik
Besar Korelasi
1
Daya tarik objek pariwisata
0,375
2
Fisik prasarana jaringan transportasi
0,748
3
Kondisi pelayanan sarana angkutan umum
0,814
4
Fungsi/ status jalur transportasi
0,804
5
Tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata
0,692
6
Tingkat pengelolaan potensi wisata
0,665
7
Tingkat kemudahan pencapaian
0,554
8
Kegiatan pemasaran
0,617
9
Fungsi kawasan dalam kegiatan pariwisata
0,525
Sumber: Lampiran D Dari tabel 4.11 tersebut menunjukkan bahwa dari ke 9 faktor di atas, bahwa hanya faktor daya tarik yang mempunyai korelasi < 0,5 yang berarti faktor daya tarik tidak berpengaruh terhadap minat wisatawan untuk mengunjungi objek wisata tersebut apabila tidak didukung oleh aksessibilitas yang baik untuk mencapainya (sulit) dan jarak yang sangat jauh. Hal ini terlihat dari rendahnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Gunung Krakatau, Tejang Pulau Sebesi dan Gunung Rajabasa dibandingkan dengan objek pariwisata lainnya. Umumnya wisatawan yang mengunjungi ke tiga objek tersebut adalah wisatawan yang memiliki minat khusus. Sedangkan untuk faktor lainnya (diluar faktor daya tarik pariwisata) mempunyai nilai korelasi > 0,5 yang berarti bahwa faktor tersebut memang layak untuk diperhitungkan dalam penentuan urutan prioritas tujuan perjalanan wisata, juga dalam usaha pengembangannya.
64
4.4 Penyusunan Urutan Prioritas Tujuan Perjalanan Pariwisata Dengan menggunakan metode ”distribusi t” dapat dilakukan perhitungan yang selengkapnya dapat dilihat pada lampiran E.
Perhitungan ini menghasilkan
kualifikasi dari tiap-tiap faktor daya tarik objek (Tabel 4.12). Tabel 4.12 Batas parameter rata-rata faktor daya tarik objek pariwisata No
Batas Nilai Faktor
Faktor Penilai
Rendah
Sedang
Tinggi
1.
Daya tarik objek wisata
< 1.124
1.124-3.981
> 3.981
2.
Fisik prasarana jaringan transportasi
< 2.402
2.402-5.312
> 5.312
3.
Kondisi pelayanan sarana angkutan
< 1.419
1.419-4.867
> 4.867
4.
Fungsi/ status jalur transportasi
< 1.419
1.419-4.867
> 4.867
5.
Kelengkapan fasilitas pelayanan wisata
< 2.501
2.501-3.784
> 3.784
6.
Pengelolaan potensi wisata
< 1.812
1.812-5.330
> 5.330
7.
Kemudahan pencapaian
< 0.937
0.937-3.926
> 3.926
8.
Kegiatan pemasaran
< 2.402
2.402-5.312
> 5.312
9.
Fungsi kawasan dlm kegiatan pariwisata
< 1.031
1.031-3.827
> 3.827
Sumber : Lampiran E Dari tabel tersebut kemudian dapat disusun secara lengkap setiap objek dengan kualifikasi tiap faktor daya tarik sebagai item penilaian, sebagaimana terlihat pada Tabel 4.13.
65
Tabel 4.13 Penilaian tiap item Faktor Daya Tarik (item) Objek Pariwisata 1 Tugu Siger 2 Way Belerang 3 Merak Belantung 4 Tejang Pulau Sebesi 5 Gunung Rajabasa 6 Gunung Krakatau 7 Pasir Putih Sumber : Tabel 4.12, Lampiran E No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
S T T S S S S
S S S S R S S
T T T R R R T
T S S S R R T
S T T T R R T
S S S S R R S
S T T S R R S
S S S R R S S
R T S S R R S
Keterangan : T = Tinggi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
S = Sedang
R = Rendah
Daya tarik objek pariwisata Kondisi fisik prasarana jaringan transportasi Kondisi pelayanan sarana angkutan umum Fungsi/ status jalur transportasi Tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata Tingkat pengelolaan potensi wisata Tingkat kemudahan pencapaian Kegiatan pemasaran Fungsi kawasan dalam kegiatan pemasaran
Item ini kemudian disusun sedemikian rupa sehingga di dapat urutan objek pariwisata sebagai prioritas tujuan perjalanan pariwisata. Dari susunan tersebut kemudian di cari nilai sesungguhnya (nilai objektive) dan nilai yang harus dicapai dengan memberikan bobot bagi kualitas sebagai berikut: ”Tinggi”
= diberi bobot 3
”Sedang”
= diberi bobot 2
”Rendah”
= diberi bobot 1
Susunan item tersebut dan juga susunan dari objek pariwisata dapat dilihat pada tabel 4.13 dalam bentuk susunan skalogram.
Dari bentuk skalogram dapat
diketahui penyimpangan-penyimpangan (error) item pada tipe skala tertentu.2)
2)
Pengertian tipe skala di sini adalah rangking/ tingkatan objek pariwisata dalam
susunan skalogram. 66
Jumlah penyimpangan akan menentukan
susunan skalogram dapat dipercaya
kebenarannya atau tidak, yaitu dengan cara menghitung Coeffecient Of Reproducibility (COR) sebagai berikut: Jumlah Error (1 -
) x 100% Jumlah Frekuensi
Besarnya COR yang masih dapat dipercaya bila COR > 75%, sehingga susunan skalogram tersebut mempunyai tingkat kepercayaan yang baik. Sebaliknya bila COR < 75%, maka susunan skalogram tersebut (baik susunan objek maupun susunan itemnya) perlu diubah sehingga tercapai nilai minimal 75%. Pada perhitungan yang telah dilakukan dari susunan skalogram, dapat diketahui bahwa nilai COR paling baik adalah 76,19 %.
Nilai COR ini jelas > 75%
sehingga susunan skalogram tersebut sudah tepat. Urutan objek pariwisata dari skalogram tersebut menunjukkan urutan prioritas tujuan perjalanan pariwisata oleh wisatawan, dengan urutan sebagai berikut: 1. Tujuan wisata pertama adalah Way Belerang Sukamandi dengan tipe skala empat, nilai yang harus dicapai 24. Objek wisata ini mempunyai nilai objektif 23 karena adanya penyimpangan item (error) pada: - Fungsi/ status jalur transportasi 2. Tujuan wisata kedua adalah Merak Belantung, dengan tipe skala lima, nilai yang harus dicapai dan nilai objektif sama yaitu 23. Dengan demikian tidak terdapat penyimpangan item pada objek pariwisata tersebut. 3. Tujuan wisata ke tiga adalah Pasir Putih dan Tugu Siger, dengan tipe skala VI dimana nilai yang harus dicapai pada kedua objek pariwisata ini adalah 22. Namun demikian, pada objek pariwisata Pasir Putih, nilai objektif yang dicapai yaitu 21, karena adanya penyimpangan item (error) pada: -
Daya tarik objek pariwisata
67
Sedangkan untuk objek pariwisata Tugu Siger nilai objektif yang dicapai yaitu 19, karena adanya penyimpangan item (error) pada: -
Daya tarik objek pariwisata
-
Tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata dan
-
Fungsi kawasan dalam kegiatan pariwisata
4. Tujuan wisata ke empat adalah Tejang Pulau Sebesi dengan tipe skala VII, nilai yang harus dicapai 19. Dengan nilai objektif 17, berarti kurang dari nilai yang harus dicapai. Adapun penyimpangan item pada: -
Kondisi pelayanan sarana angkutan
-
Kegiatan pemasaran
5. Tujuan wisata ke lima adalah Gunung Krakatau dengan tipe skala X, nilai yang harus di capai 18. Dengan nilai objektif 12, berarti kurang dari nilai yang harus dicapai. Adapun penyimpangan item pada: -
Kondisi pelayanan sarana angkutan umum
-
Fungsi/ status jalur transportasi
-
Tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata
-
Tingkat pengeloaan potensi pariwisata
-
Tingkat kemudahan pencapaian
-
Fungsi kawasan dalam kegiatan pariwisata
6. Tujuan wisata ke enam adalah Gunung Rajabasa, dimana objek pariwisata ini memiliki nilai yang harus dicapai 11 dengan nilai objektif 9. Adapun penyimpangan item pada: -
Kondisi pelayanan sarana angkutan umum
-
Tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata
68
Tabel 4.14 Skalogram penentuan tingkat daya tarik objek pariwisata di KPP Kalianda No
Nilai Items Objek pariwisata
1
Way Belerang
2
Merak Belantung
3
Pasir Putih
4
Tugu Siger
5
Tejang Pulau Sebesi
6
Gunung Krakatau
Gunung Rajabasa Error Sumber : Tabel 4.12
8
6
2
9
Tinggi 7 4
*
* *
* * *
1
3
5
8
6
2
* *
* * * *
* * *
* * * *
* * * * *
* * * * * *
* *
9
Sedang 7 4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
5
8
6
2
9
Rendah 7 4
1
3
5
* * * *
* * *
*
7
0
1
0
0
Jumlah Error = 15 Coefesien Of Reproducibity (COR) 15 COR = (1 ) x 100% = 76,19% 63 Karena COR ini sudah > 75%, maka susunan skalogram ini sudah tepat dan dapat diterima Keterangan : 1: Daya tarik objek pariwisata 2: Kondisi fisik prasarana transportasi 3: Kondisi pelayanan sarana angkutan 4: Fungsi/ status jalur transportasi 5: Tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata 6: Tingkat pengelolaan potensi wisata 7: Tingkat kemudahan pencapaian 8: Kegiatan pemasaran pariwisata 9: Fungsi kawasan dalam kegiatan pariwisata
69
1
Tipe Nilai Yang Harus Nilai Objektif Skala Dicapai IV
* * * * * 2
*
* *
0
1
*
* *
*
* *
* *
* *
1
1
0
2
1
1
0
* * *
* *
3
2
24
23
V
23
23
VI
22
21
VI
22
19
IX
19
17
X
18
12
XVI
11
9
Susunan objek pariwisata di atas menjadi pegangan dalam penentuan prioritas pengembangan objek pariwisata dan juga dalam menentukan rute yang diambil dari perjalanan wisata di KPP Kalianda.
Meskipun demikian, hal ini bukan
merupakan suatu ukuran yang mutlak, namun hanya memberikan gambaran atas dasar penilaian terhadap kecendrungan yang ada.
4.5 Kerangka Dasar Pengembangan Pariwisata Berdasarkan komponen-komponen yang mempengaruhi daya tarik objek pariwisata di KPP Kalianda, maka selanjutnya akan dikemukakan mengenai kerangka dasar dalam melakukan pengembangan pariwisata, dimana hal tersebut selanjutnya akan menjadi rumusan bagi upaya di dalam memberikan arahan pengembangan kepariwisataan di KPP Kalianda. Di dalam merumuskan kerangka dasar bagi pengembangan tersebut, di dasarkan kepada aspek-aspek yang berhubungan dengan potensi, hambatan dan prospek yang dimiliki.
4.5.1 Potensi Pengembangan Pariwisata Berdasarkan hasil analisis pada sub bab-sub bab terdahulu, potensi wisata yang terdapat di KPP Kalianda secara umum masih dapat didayagunakan secara optimal. Potensi pengembangan kepariwisataan tersebut meliputi potensi pengembangan atraksi wisata, potensi pengembangan sarana dan prasarana pokok maupun penunjang kepariwisataan, potensi pasar maupun kedudukan lokasi serta potensi aspek legal pengembangan kepariwisataan. Potensi-potensi wisata yang merupakan potensi dasar pengembangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
70
1. Potensi pengembangan atraksi wisata Potensi pengembangan atraksi wisata meliputi dua jenis atraksi wisata, yaitu: A. Potensi atraksi wisata alam Di dalam KPP Kalianda semua kelompok pengembangan wisatanya memiliki potensi atraksi wisata alam yang bernilai tinggi. Dominasi wisata alam ini adalah pada laut (wisata air), panorama laut serta pantai yang bersih dan luas disamping potensi sumber air panas, panorama gunung, kawasan hutan dan perkebunan penduduk. Namun demikian, di dalam pengembangan wisata alam ini perlu dihindarkan agar tidak merusak struktur yang ada sehingga usaha konservasi lingkungan juga tetap terlaksana. Untuk itu, struktur artifisial yang dikembangkan di KPP Kalianda dan digabungkan dengan potensi wisata alam harus memperhatikan aspek-aspek konservasi lingkungan dan estetika yang baik. B. Potensi wisata rekreasi Pada umumnya potensi wisata rekreasi ini terbentuk karena adanya pemusatan atau kepadatan pemanfaatan potensi wisata alam sebagai potensi wisata. Pada KPP Kalianda, pemusatan potensi wisata rekreasi terdapat di Kalianda sebagai pusat akomodasi dan pelayanan wisata dan di kawasan wisata Merak Belantung sebagai salah satu kelompok pengembangan (kawasan wisata) yang telah berkembang.
Melihat dari karakteristik dari potensi atraksi wisata
rekreasi yang bersifat pendamping bagi kegiatan wisata lainnya, maka potensi atraksi wisata rekreasi ini di dalam pengembangannya harus saling menunjang dengan potensi atraksi wisata yang didampinginya. 2. Potensi pengembangan sarana dan prasarana kepariwisataan Potensi pengembangan sarana dan prasarana kepariwisataan ini meliputi prasarana dan sarana pokok maupun penunjang kegiatan kepariwisataan yang berlangsung di KPP Kalianda. Secara umum, potensi sarana dan prasarana kepariwisataan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:
71
a. ketersediaan fasilitas pelayanan dan akomodasi b. ketersediaan jaringan perhubungan dan kendaraan yang melayani kebutuhan wisatawan pada kawasan wisata ataupun kelompok pengembangan, terutama sekali yang menghubungkan pusat kelompok pengembangan dengan pusat sub wilayah pengembangan wisata (dalam hal ini Kalianda), dan c. kemungkinan perkembangan fisik guna menampung peningkatan kebutuhan pengembangan sarana dan prasarana kepariwisataan tersebut. Seperti yang telah di uraikan pada bahasan-bahasan terdahulu, diketahui bahwa ketersedian fasilitas pelayanan dan akomodasi pada umumnya terkonsentrasi di Kalianda sebagai ibu kota kabupaten dan di kawasan wisata merak belantung, sedangkan pada kawasan-kawasan wisata lainnya terdapat hanya sebagian kecil bahkan ada kawasan wisata yang mempunyai fasilitas wisata yang minim sekali, yaitu kawasan wisata Gunung Rajabasa dan Kepulauan Krakatau. Ketersedian jaringan perhubungan untuk pencapaian kawasan-kawasan wisata di KPP Kalianda pada umumnya sudah baik. Untuk kawasan wisata pasir putih, telah mempunyai kondisi jalan yang baik dengan frekuensi kendaraan yang tinggi. Hal ini dikarenakan objek wisata tersebut berada tepat dipinggir jalan trans Sumatera. Untuk pencapaian kawasan wisata Merak Belantung dan Tugu Siger telah mempunyai kondisi jalan yang sudah baik, namun ketersediaan sarana kendaraan untuk pencapaiannya dari pusat pergerakan Kalianda masih kurang baik (belum ada angkutan roda empat yang langsung menuju ke lokasi kawasan utama wisata). Untuk kawasan wisata Gunung Rajabasa jaringan jalannya sudah baik namun untuk mencapai lokasi wisata utama masih harus menggunakan jalan setapak.
Untuk kawasan wisata Tejang Pulau Sebesi dan Gunung Krakatau
jaringan jalan tidak ada dan hanya dapat dicapai melalui jalur laut dari dermaga Canti. tersebut,
Oleh karenanya, di dalam pengembangan kawasan-kawasan wisata perhubungan
laut
dan
darat
perlu
ditingkatkan
prasarana
perhubungannya, mengingat ke dua hal tersebut dapat menunjang pemanfaatan sumberdaya panorama yang ada di kawasan-kawasan wisata tersebut.
72
Kemungkinan ketersediaan lahan bagi pengembangan fisik masing-masing pusat kawasan wisata sebagai akibat dari kebutuhan pengembangan pariwisata, tersedia cukup pada kawasan wisata Tugu Siger, Merak Belantung, Way Belerang Sukamandi, Pasir Putih dan Tejang Pulau Sebesi. Sedangkan untuk kawasan wisata Gunung Rajabasa dan Gunung Krakatau meskipun kapasitas lingkungan fisik (ruang) yang ada memberikan peluang besar untuk berkembang lebih lanjut, namun hal ini dibatasi oleh pertimbangan kepentingan konservasi lingkungan dan usaha-usaha pelestarian potensi wisata alam (hutan) yang dimiliki oleh kedua kawasan wisata tersebut. 3. Potensi pasar dan kedudukan lokasi KPP Kalianda memiliki letak geografis yang sangat strategis. Dalam posisinya sebagai pintu gerbang Pulau Sumatera, wilayah ini mempunyai potensi dan peluang besar untuk meraih pasar pasar wisata dari wisatawan yang lalu lalang melewati kawasan tersebut. Bertambah singkatnya waktu tempuh Jakarta-Merak akan meningkatkan daya tarik kawasan ini sebagai kawasan alternatif untuk kunjungan berlibur bagi wisatawan yang berasal dari Pulau Jawa yang semakin meningkat populasi penduduknya. Sedangkan untuk wisatawan lokal, dengan adanya rencana pengembangan jalan tol Tarahan-Tegineneng, akan dapat memperlancar dan mempersingkat bagi mereka untuk mencapai setiap kawasan wisata yang ada di KPP Kalianda.
Sejalan dengan perkembangan jumlah
penduduk untuk memenuhi kebutuhan akan rekreasi dan perkembangan sarana dan prasarana perhubungan di masa-masa yang akan datang, KPP Kalianda yang memenuhi potensial baik asset wisata alam dan rekreasi serta kemudahan pencapaiannya, diharapkan dapat menarik mereka dalam pemenuhan kebutuhan akan rekreasi. 4. Potensi aspek legal Di dalam RIPP Daerah Propinsi Lampung, KPP Kalianda telah direkomendasikan sebagai prioritas utama dalam pengembangan kepariwisataan.
Wilayah ini
meliputi kawasan wisata Teluk Lampung sebelah Barat serta kawasan daerah 73
sekitar Gunung Rajabasa beserta gugusan Kepulauan Krakatau dan Kepulauan Sebesi.
4.5.2 Hambatan Dasar Pengembangan Pariwisata Hambatan-hambatan dasar dalam pengembangan pariwisata KPP Kalianda tersebut akan meliputi hambatan di dalam pemanfaatan potensi wisata dan hambatan yang terdapat di dalam penunjang pariwisata. Hambatan-hambatan dasar dalam pengembangan pariwisata di KPP Kalianda adalah sebagai berikut: A. Hambatan dalam pemanfaatan potensi wisata Salah satu hambatannya adalah berkenaan dengan perusakan potensi daerah wisata oleh struktur artifisial yang tidak memperhatikan struktur alam sekitarnya dan cendrung untuk merusak potensi yang ada terutama dari segi panoramic resources.
Di dalam penataan ruang harus dilakukan suatu
pengembangan yang terencana dengan memperhatikan komposisi struktur lingkungan alam dan artifisial yang tepat sehingga akan memperbesar daya tarik wisata dari daerah wisata tersebut. Bangunan-bangunan di tepi pantai banyak yang merusak estetika pemandangan dan menghasilkan pencemaran. B. Hambatan yang terdapat dalam menunjang pariwisata. Hambatan dasar yang dihadapi dalam pencapaian pusat-pusat kawasan wisata yang ada di KPP Kalianda terutama sekali adalah belum tersedianya sarana angkutan yang langsung menuju ke lokasi utama kawasan wisata. Secara lebih khusus, permasalahan pencapaian kawasan wisata Merak Belantung dan Tugu Siger adalah hanya tersedia sarana angkutan roda dua (ojek) dengan kondisi jalan yang sudah baik.
Untuk kawasan wisata Gunung Rajabasa
permasalahannya adalah jaringan jalannya yang masih jalan setapak guna mencapai kawasan wisata utama dengan kondisi sarana angkutan umumnya sudah beroda empat akan tetapi dengan kondisi pelayanan yang kurang baik (frekuensi masih rendah dan berdesak-desakan).
Untuk kawasan wisata
Tejang Pulau Sebesi dan Kepulauan Krakatau hanya dapat dicapai dengan 74
perhubungan laut dengan menggunakan sarana angkutan berupa perahu bermotor dengan frekuensi yang sangat terbatas sekali. Berdasarkan kondisi pencapaian masing-masing kawasan wisata tersebut, maka perlu ditingkatkan kemudahan pencapaiannya dalam rangka pengembangan kepariwisataannya. Hal ini akan memberikan implikasi pada penyediaan sarana transportasi air dan darat yang sesuai bagi kawasan-kawasan wisata tersebut. Sehingga akan terlihat adanya pola excurtionist yang dapat menjangkau seluruh potensi wisata di KPP Kalianda dimana belum terlihat sampai sekarang ini pola tersebut. Hal ini dilakukan agar dapat lebih meningkatkan daya tarik yang sudah dimilikinya, khususnya untuk pengembangan pariwisata.
4.5.3 Prospek Pengembangan Pariwisata Prospek pengembangan adalah merupakan salah satu kajian terhadap pola pengembangan yang tepat untuk kelompok pengembangan wisata yang ada guna dilaksanakan pengembangannya. Disamping potensi dan masalah, maka prospek pengembangan dapat juga menentukan corak dan penanganan yang tepat dalam pengembangan pariwisata di KPP Kalianda. Prospek pengembangan merupakan formulasi pengembangan setiap kelompok pengembangan yang dilihat secara struktural, tidak dilihat secara terpisah. Sehingga pengembangan wisata pada suatu kelompok pengembangan wisata dengan kelompok pengembangan wisata lainnya dapat saling memberikan dorongan perkembangan (inducement of development), sehingga secara keseluruhan interaksi pengembangan merupakan satu kesatuan yang terpadu. Prospek pengembangan ini meliputi penekanan kegiatan pariwisata dan kegiatan penunjang setiap kelompok pengembangan, kemudian fungsi kegiatan tiap pusat kelompok pengembangan dan pusat kawasan wisata dan perhubungan diantaranya. Penekanan kegiatan pariwisata dihasilkan berdasarkan jenis potensi sumberdaya wisata yang paling menonjol dan optimal dikembangkan pada tiap kelompok pengembangan wisata. Dengan memperhatikan fungsi kegiatan di tiap75
tiap kelompok pengembangan wisata dikaitkan dengan jaringan perhubungan antar pusat kelompok pengembangan wisata akan dapat ditentukan pola aliran perjalanan
dan
persinggahan
wisata.
Selanjutnya
berdasarkan
aspek
pengembangan tersebut disertai dengan pertimbangan motivasi kunjungan wisatawan dapat dipromosikan atau dikembangkan paket kunjungan wisata sesuai dengan kebutuhan kunjungan wisatawan (demand) dan atraksi wisata yang tersedia (supply). Secara umum, prospek pengembangan pariwisata di KPP Kalianda dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Penekanan pengembangan wisata alam di KPP Kalianda dibedakan atas tiga, yaitu: a. kegiatan wisata air di Merak Belantung, pemandian air panas Way Belerang Sukamandi dan Pantai Pasir Putih b. kegiatan yang memanfaatkan panorama (panoramic view) untuk panorama laut di Tugu Siger, Tejang Pulau Sebesi, dan Kepulauan Krakatau. Untuk panorama gunung di Kepulauan Krakatau dan Gunung Rajabasa. c. Kegiatan wisata pendidikan dan penelitian di Kepulauan Krakatau. 2. Kegiatan wisata rekreasi yang ditekankan di kawasan Tugu Siger, Merak Belantung, Pasir Putih dalam bentuk pengadaan fasilitas akomodasi dan pelayanan wisata, hiburan/ pertunjukan dan sebagainya. Kegiatan wisata yang mempunyai sifat yang lain, seperti camping, hiking dan sejenisnya ditekankan pengembangannya di kawasan wisata Gunung Rajabasa, Kepulauan Krakatau dan Tejang Pulau Sebesi. Penekanan pengembangan pariwisata tersebut di atas disesuaikan dan didukung oleh struktur ruang kelompok pengembangan yang telah dibahas sebelumnya, dimana hal ini akan mewujudkan pengembangan yang terpadu dari ke enam kelompok pengembangan wisata yang terdapat di KPP Kalianda sebagai satu kesatuan struktur ruang wisata.
76