BAB IV PENALARAN MATEMATIKA
A. Pendahuluan Materi penalaran matematika merupakan dasar untuk mempelajari materimateri logika matematika lebih lanjut. Logika tidak dapat dilepaskan dengan penalaran, karena logika adalah suatu prinsip yang membedakan antara penalaran benar dan penalaran tidak benar. Sementara itu, penalaran dapat diartikan sebagai cara berpikir, merupakan penjelasan dalam upaya menunjukkan hubungan antara beberapa hal yang berdasarkan pada sifat-sifat atau hukum-hukum tertentu yang telah diakui kebenarannya. Langkah-langkah tertentu itu akan berakhir pada suatu penarikan kesimpulan. Secara singkat, penalaran dapat diartikan sebagai proses penarikan kesimpulan dalam sebuah argumen. Kemampuan memahami materi matematika seseorang tidak dapat dilepaskan dari kemempuan penalaran. Artinya materi matematika akan mudah dipahami dengan adanya kemampuan nalar yang baik. Adapun penalaran dapat berkembang jika penguasaan materi matematikanya pun baik. Untuk itu marilah kita pelajari bagai mana kita menggunakan penalaran tersebut. Dengan menguasai materi ini akan memudahkan mempelajari dan memahami materi-materi matematika lain, baik yang berhubungan dengan logika matematika, matematika secara umum, maupun yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Bahkan dalam kegiatan sehari-hari sangat erat kaitannya dengan proses penalaran. Misalnya ketika seseorang merasakan bahwa kopi yang akan diminum masih panas, mungkin orang akan berpikir untuk membuka tutup gelasnya, atau merendam gelasnya di air dingin, atau meniupnya supaya segera hangat dan dapat diminum, atau bisa juga berpikir untuk menunggunya sampai cukup hangat atau cukup dingin untuk diminum. Singkatnya, setiap kesan yang ditangkap oleh indera manusia akan menjadikannya melakukan kegiatan berpikir. Dari berbagai kegiatan berpikir dalam kehidupan manusia, suatu saat diperlukan proses berpikir secara sistematis dan logis untuk mendapatkan sebuah Konsep Dasar Matematika
1
kesimpulan atau keputusan. Kegiatan berpikir yang semacam ini disebut dengan kegiatan bernalar. Untuk dapat melakukan suatu kegiatan penalaran yang benar sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan atau keputusan yang tepat, dibutuhkan data-data dan fakta serta kaidah-kaidah yang benar yang dirangkai dalam suatu alur yang sistematis dan logis. Konsep-konsep yang muncul dalam setiap bidang ilmu pasti merupakan hasil dari suatu proses penalaran, terlebih dalam bidang matematika. Matematika pada hakekatnya berkenaan dengan struktur dan ide-ide abstrak yang disusun secara sistematis dan logis melalui proses penalaran. Oleh karenanya untuk dapat memahami konsep-konsep matematika secara benar maka terlebih dahulu harus memahami bagaimanakah pola penalaran dan kaidah-kaidah logika yang digunakan sebagai alat berpikir kritis dalam matematika. Penalaran matematika dibedakan menjadi dua, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Materi yang dibahas dalam bab ini merupakan dasar untuk mempelajari materi-materi logika lebih lanjut. Dengan mengusai materi ini kita akan terbantu dalam mempelajari dan mencerna materi-materi lain, baik yang berhubungan dengan logika matematika, matematika secara umum, maupun materi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Secara umum, setelah menyelesaikan materi bab ini diharapkan mahasiswa mampu memahami kalimat matematika, mampu memahami penalaran induktif, dan mampu memahami penalaran deduktif. Sedangkan secara khusus diharapkan mahasiswa dapat: 1. Menjelaskan pengertian penalaran 2. Menjelaskan jenis-jenis kalimat matematika 3. Memberikan contoh kalimat matmatika berdasarkan jenisnya 4. Menjelaskan penalaran induktif 5. Memberikan contoh penalaran induktif 6. Menyelesaikan masalah dengan menggunakan penalaran induktif 7. Menjelaskan penalaran deduktif 8. Memberikan contoh penalaran deduktif 9. Menyelesaikan masalah dengan menggunakan penalaran deduktif
2
Konsep Dasar Matematika
B. Penalaran Induktif Penalaran induktif adalah kemampuan berpikir seseorang dari hal-hal yang bersifat khusus untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran yang menggunakan pendekatan induktif pada prinsipnya menyelesaikan persoalan (masalah) matematika tanpa memakai rumus (dalil), melainkan dimulai dengan memperhatikan data/ soal. Dari data/ soal tersebut diproses sehingga berbentuk kerangka/ pola dasar tertentu yang kita cari sendiri, sedemikian rupa sehingga kita dapat menarik kesimpulan. Oleh karena itu proses berpikir induktif meliputi pengenalan pola, dugaan dan pembentukan generalisasi. Ketepatan sebuah dugaan atau pembentukan generalisasi dalam pola penalaran ini sangatlah tergantung dari data dan pola yang tersedia. Semakin banyak data yang diberikan atau semakin spesifik pola yang diberikan, maka akan menghasilkan sebuah dugaan atau generalisasi yang semakin mendekati kebenaran. Sebaliknya, semakin sedikit data yang diberikan atau semakin kurang spesifiknya pola yang disediakan, maka dugaan atau generalisasi bisa semakin jauh dari sasaran, dan bahkan bisa memunculkan dugaan atau generalisasi ganda. Contoh: 1. Barisan bilangan: 1, 5, 9, 13, 17, ..., ... . Untuk melengkapi dua suku terakhir diperlukan pengenalan pola dimaksudkan sebagai suatu identifikasi tentang tata aturan penulisan barisan tersebut. Dari contoh ini dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan bilangan berikutnya, maka sebuah bilangan dalam barisan tersebut harus ditambah dengan 4. 1, +4
5, +4
9, +4
13, 17, ..., +4
+4
...
+4
Maka dapat disimpulkan dua suku terakhir adalah 21 dan 25. Setelah mengetahui polanya, selanjutnya dapat
dilakukan dugaan-dugaan tentang
bilangan-bilangan yang akan muncul pada urutan yang lebih tinggi.
Konsep Dasar Matematika
3
Selanjutnya hasil dari proses pengenalan pola dan pendugaan tersebut dapat digunakan untuk membentuk sebuah generalisasi, yakni dengan menyusun formula untuk menentukan bilangan yang akan muncul pada urutan ke n. 2. Barisan huruf: C, A, G, E, K, L, O, M, ..., ... . Dengan mengetahui urutan huruf abjad, maka terlihat bahwa masing-masing suku ganjil dan suku genap memiliki pola. C, A, G, D, K, G, O, J, ..., ... D,E,F
B,C
Maka dapat disimpulkan bahwa dua suku terakhir adalah huruf S dan M. Latihan 3.1 Isilah titik-titik pada soal berikut dengan membubuhkan bilangan yang tepat? a. 2, 4, 6, 8, ..., ..., ... . b. 0, -3, -6, -9, ..., ..., ... . c. 2, 5, 4, 5, 8, 5, ..., ..., ... . 3. Pola gambar
Pada deretan gambar tersebut dapat diketahui adanya kombinasi bentuk dan warna. Kombinasi bentuk berubah untuk bidang kiri atas dan kanan bawah. Sedangkan bentuk bidang kanan atas dan kiri bawah tidak berubah. Untuk warna, semua posisi mengalami perubahan yakni antara hitam dan putih. Bidang lingkaran putih kiri atas menjadi lingkaran hitam kanan bawah, segitiga hitam kiri atas menjadi segitiga putih kanan bawah, maka untuk gambar terakhir disimpulkan lingkaran putih di kanan bawah. Dari pilihan yang ada maka hanya C yang sesuai. Maka dapat dipastikan jawaban untuk gambar selanjutnya adalah C. 4
Konsep Dasar Matematika
4. Menyelesaikan permasalahan a. Berapakah hasil dari: 1 + 3 + 5 + 7 + 9 + 11 + …..+ 19 Penyelesaian : Mencari pola hasil penjumlahan bilangan ganjil. 1
= 1=1x1
1+3
= 4=2x2
1+3+5
= 9=3x3
1+3+5+7
= 16= 4 x 4, dst
Karena bilangan ganjil dari 1 sampai 19 ada 10 bilangan maka dengan menggunakan pola di atas maka tanpa menghitung penjumlahan semua angka, dapat diperoleh hasilnya denga lebih cepat, yaitu 10 x 10 = 100. Misalnya ditanyakan jumlah 50 suku ganjil yang pertama, maka dengan pola tersebut dapat diketahui jawabannya adalah 50 x 50 = 2500. b. Soal cerita Dalam suatu pesta terdapat 100 orang yang hadir. Semua orang yang
hadir pada acara tersebut saling bersalaman satu dengan yang lainnya tepat satu kali. Berapa banyak kejadian bersalaman yang terjadi pada acara tersebut? Penyelesaian:
Kemungkinan terjadinya bersalaman : A
A
1 orang : 0 (tidak terjadi salaman)
A
B C
3 orang : 3 kali
B
2 orang : 1 kali
A
B
C
D
4 orang : 6 kali
Konsep Dasar Matematika
5
Jumlah Orang (n) Salaman yang Terjadi 1
0
2
1
3
3
4
6
...
...
100
?
Dari tabel tersebut kita dapat mencoba untuk mengambil kesimpulan sementara tentang pola yang terjadi antara kolom kedua (banyaknya salaman) dengan kolom pertama (jumlah orang). 0=1x0x½ 1=2x1x½ 3=3x2x½ 6=4x3x½ Jika operasi hitung tersebut dituliskan dalam tabel maka: Jumlah Orang (n) Salaman yang Terjadi Pola operasi Hitung 1
0
1x0x½
2
1
2x0x½
3
3
3x0x½
4
6
4x0x½
...
...
...
100
?
100 x 99 x ½
n
n x (n-1) x ½
Kesimpulan: Jika ada 100 orang yang hadir dalam pesta tersebut maka banyaknya salaman yang terjadi adalah 100 x 99 x ½ = 4.950 kali. Jika ada n orang yang hadir dalam pesta tersebut maka banyaknya salaman yang terjadi adalah n x (n-1) x ½.
6
Konsep Dasar Matematika
Latihan 3.2 Pilihlah gambar yang sesuai!
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa keakuratan hasil kesimpulan penalaran induktif akan sangat tergantung pada lengkap tidaknya data yang ada. Misalnya, barisan bilangan 3, 6, 10, 15, ..., ... . Kemudian untuk menentukan dua bilangan selanjutnya ternyata menghasilkan pola penyimpulan yang tidak tunggal. Jika menggunakan kunci selisih 3,4,5,6,7 maka diperoleh jawaban 21 dan 28. Namun bila menggunakan kunci selisih 3,4,5,7,9 maka diperoleh jawaban 22 dan 31. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa hasil kesimpulan yang diperoleh akan menjadi kurang valid atau bisa mengakibatkan kesalahan penafsiran apabila data yang dipergunakan kurang lengkap atau pola yang diamati kurang spesifik karena hasil observasi yang terbatas. Oleh karena itu, penalaran induktif lebih cocok untuk bidang non-matematika yang hasil perumusan konsepnya sering harus diperbaiki agar teori-teori yang muncul sesuai dengan hasil penelitian yang terbaru. Sementara itu konsep-konsep dalam matematika hampir tidak pernah mengalami perubahan dan kalaupun ada, sifatnya hanyalah penambahan karena adanya temuan baru dan tidak sampai merubah konsep yang sudah ada sebelumnya. Hal ini karena sistem yang ada dalam matematika merupakan sistemsistem deduktif, dimana kebenaran suatu konsep didasarkan pada konsep-konsep sebelumnya.
Oleh karenanya sistem penalaran yang paling banyak berperan
dalam matematika adalah penalaran deduktif.
Konsep Dasar Matematika
7
C. Penalaran Deduktif Proses penarikan kesimpulan pada penalaran deduktif merupakan kebalikan dari penalaran induktif. Jika pada penalaran induktif terjadi proses penarikan kesimpulan dari hal-hal khusus menuju hal-hal-hal umum, maka pada penalaran deduktif terjadi proses penarikan kesimpulan dari hal-hal umum menuju ke halhal khusus. Di dalam membuktikan dengan penalaran deduktif, kesimpulan didasarkan atas pernyataan generalisasi yang berlaku umum dan pernyataan khusus serta tidak menerima generalisasi dari hasil observasi seperti yang diperoleh dari penalaran induktif. Dasar penalaran deduktif yang berperan dalam matematika adalah kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada kebenaran pernyataan-pernyataan lain. Penarikan kesimpulan yang demikian ini sangat berbeda dengan penarikan kesimpulan pada penalaran induktif yang didasarkan pada hasil pengamatan atau eksperimen yang terbatas. Kebenaran yang diperoleh dari hasil pengamatan atau eksperimen tidak bisa dijamin bebas dari kesalahan atau salah menafsirkan. Apabila dalam penalaran deduktif, kebenaran setiap pernyataan harus berdasarkan pada pernyataan sebelumnya yang benar, maka muncul pertanyaan “Bagaimana menyatakan kebenaran dari pernyataan pertama?” Untuk mendapatkan pernyataan yang berlaku secara umum tersebut dengan adanya proses untuk membangun sebuah sistem deduktif dalam matematika yang diawali dengan membuat suatu konsep pangkal. Konsep pangkal ini diperlukan sebagai sarana komunikasi untuk menyusun pernyataan-pernyataan selanjutnya, baik berupa “kesepakatan”, definisi, aksioma maupun teorema. Selanjutnya kebenaran suatu konsep didasarkan pada kebenaran konsep-konsep sebelumnya dan mendasari proses penyusunan konsep-konsep selanjutnya. Misalkan Tn benar berdasarkan Tn-1 yang sudah dibuktikan kebenarannya dan kebenaran Tn-1 telah dibuktikan atas kebenaran Tn-2, demikian juga kebenaran Tn-2 sudah dibuktikan berdasarkan atas kebenaran Tn-3 dan seterusnya sampai dengan T0 yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan lagi karena adanya kesepakatan konsep pangkal bahwa T0 benar. Dapat digambarkan seperti ilustrasi berikut. T0 T1 T2 ... Tn-1 Tn 8
Konsep Dasar Matematika
Dalam hal ini T0 merupakan pernyataan pangkal yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan. Sedangkan untuk menyatakan T0 diperlukan adanya suatu konsep pangkal. Contoh:
Buktikan bahwa jumlah dua buah bilangan ganjil adalah bilangan genap! Penyelesaian: Dapat dibuat permisalan secara umum bahwa m dan n adalah sembarang dua bilangan bulat, maka 2m+1 dan 2n+1 tentunya masing-masing merupakan bilangan ganjil. Jika dijumlahkan: (2m+1)+(2n+1) = 2(m+n+1) Karena m dan n bilangan bulat, maka (m+n+1) bilangan bulat, sehingga 2(m+n+1) adalah bilangan genap. Jadi jumlah dua bilangan ganjil selalu genap.
Buktikan persamaan berikut: −b + (a + b) = a ! Penyelesaian: Dalam pembuktian persamaan tersebut digunakan pengetahuan aljabar yang berkait dengan bilangan real a, b, dan c terhadap operasi penjumlahan (+) dan perkalian
(.)
yang
didasarkan
pada
enam
aksioma
atau
postulat berikut: 1. tertutup, a+b ∈ R dan a.b ∈ R
2. asosiatif, a+(b+c) = (a+b)+c dan a.(b.c) = (a.b).c 3. komutatif, a+b = b+a dan a.b = b.a 4. distributif, a.(b+c) = a.b + a.c dan (b+c).a = b.a + c.a 5. identitas, a+0 = 0+a = a dan a.1 = 1. a = a 6. invers, a+(−a) = (−a)+a = 0 dan a.1/a = a/1.a = 1 untuk a ≠ 0 Berdasar enam aksioma itu, teorema seperti −b + (a + b) = a dapat dibuktikan sebagai berikut: −b + (a+b) = − b + (b+a)
Aksioma 3 → Komutatif
= (−b+b) + a
Aksioma 2 → Asosiatif
=0+a
Aksioma 6 → Invers
=a
Aksioma 5 → Identitas
Jadi terbukti bahwa −b + (a + b) = a adalah benar. Konsep Dasar Matematika
9
Buktikan besar sudut setiap segitiga adalah 180o ! Penyelesaian: Untuk membuktikannya, pada segitiga sembarang ABC dibuat garis perpanjangan AC dan BC serta garis yang sejajar AB.
2
3
4
1
C
A
B
Kemudian dengan teorema sudut yang ada dapat dibuktikan: A = C4
(sudut sehadap)
B = C2
(sudut sehadap)
C1 = C3
(sudut bertolak belakang)
A + B + C1 = C4 + C2 + C3 = 180o (sudut garis lurus) Jadi dapat disimpulkan besar sudut setiap segitiga 180o adalah benar.
Suatu bak mandi mempunyai panjang 3 m lebihnya dari lebar bak tersebut, sedangkan lebar 2 m kurangnya dari tinggi bak. Bila luas alas bak tersebut sama dengan 4 m2 berapakah isi bak mandi tersebut? Penyelesaian: Diketahui : Luas = 4 m2 Misal tinggi bak mandi adalah t m Lebar = t – 2 Panjang = (t – 2) + 3
L =pxl 4 = {(t – 2)+3} x (t – 2) 4 = (t + 1) (t – 2) t2 – t – 2 = 4 t2 – t – 6 = 0
10
Konsep Dasar Matematika
(t – 3) (t + 2) = 0 t1 = 3 atau t2 = -2 Bila diambil t = 3 m maka didapat p = 4 m dan l = 1 m Volume balok = p x l x t =4x1x3 = 12 m3 Jadi isi bak mandi adalah 12 m3. Latihan 3.3 Perhatikan pernyataan-pernyataan aksioma berikut, kesimpulan apa yang dapat dibentuk dari aksioma-aksioma berikut. A1 : a + b = c A2 : d + e = f A3 : (a + b) . (d + e) = g
Sistem penalaran yang banyak berperan dalam matematika adalah penalaran secara deduktif. Namun sering terdengar sebuah metode pembuktian yang bernama induksi matematika. Meskipun namanya induksi matematika, proses penalarannya tetap menggunakan penalaran deduktif. Untuk membedakan pembuktian secara induktif dengan pembuktian secara induksi matematika, perhatikan contoh berikut. (
Buktikan bahwa 1+2+3+ ... +n =
)
, untuk n bilangan asli !
Pembuktian secara induktif: 1
= 1
=
1+2
= 3
=
1+2+3
= 6
=
1+2+3+4
= 10 =
1+2+3+4+5
= 15 =
Jadi 1+2+3+...+ n =
(
)
(
)
(
)
(
( (
)
) )
Konsep Dasar Matematika
11
Pembuktian secara induksi matematika: Untuk n=1,
(
)
=
(
)
= 1 Benar
Untuk n=k, dianggap benar sehingga: 1+2+3+...+k =
(
)
Untuk n = k+1 (
1+2+3+...+k + (k+1) =
)
+
= = =
+ (k+1)
(
)[(
)
]
Pola yang dihasilkan sama untuk n = k+1, maka terbukti bahwa 1+2+3+...+ n =
(
)
, untuk n bilangan asli adalah benar.
Dari contoh tersebut terlihat perbedaan antara pembuktian secara penalaran induktif dan induksi matematika. Pada penalaran induktif dilakukan dengan menyelidiki kebenaran rumus untuk n = 1,2,3,4 dan 5. Setelah terbukti kebenarannya untuk kelima contoh empiris, kemudian digeneralisasikan untuk semua bilangan asli. Penarikan kesimpulan secara demikian memiliki kelemahan, sebab penyelidikan baru dilakukan pada 5 bilangan asli pertama dan belum terbukti untuk 6, 7, 8, 9, 10, … dan seterusnya. Sedangkan dalam pembuktian secara induksi matematika, pada awalnya didapatkan kebenaran rumus untuk n=1. Dan dengan asumsi bahwa rumus benar untuk n = k, maka selanjutnya terbukti bahwa rumus juga benar untuk n = k+1. Hal ini memberikan suatu implikasi: Jika untuk n = 1 dan n = k benar maka untuk n = k + 1 juga benar. Dengan implikasi ini maka sudah dapat disimpulkan bahwa rumus akan berlaku untuk semua bilangan asli, sebab diawali bahwa rumus benar untuk n = 1 maka juga benar untuk
n = 1+1 = 2; karena benar untuk n = 2 maka juga benar
untuk n = 2+1 = 3; karena benar untuk n = 3 maka juga benar untuk n = 3+1 = 4; karena benar untuk n = 4 maka juga benar untuk n = 4+1 = 5; karena benar
12
Konsep Dasar Matematika
untuk n = 5 maka juga benar untuk n = 5 + 1 = 6; demikian seterusnya. Dengan demikian jelaslah bahwa dengan pembuktian kebenaran satu implikasi di atas maka hal tersebut sudah dapat diterapkan pada seluruh bilangan asli dan pengambilan kesimpulan semacam ini adalah valid. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa pola penalaran yang digunakan dalam induksi matematika adalah pola penalaran deduktif.
Rangkuman 1.
Penalaran matematika menjadi dasar untuk mempelajari materi-materi logika matematika lebih lanjut. Penalaran dapat diartikan sebagai cara berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan dalam sebuah argumen.
2.
Penalaran dibedakan menjadi penalaran induktif dan penalaran deduktif.
3.
Penalaran induktif adalah kemampuan berpikir seseorang dari hal-hal yang bersifat khusus untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum. Proses berpikir induktif meliputi pengenalan pola, dugaan dan pembentukan generalisasi.
4.
Ketepatan sebuah generalisasi pada penalaran induktif tergantung dari data dan pola yang tersedia. Semakin banyak data atau semakin spesifik pola yang ada, maka akan menghasilkan generalisasi yang semakin mendekati kebenaran. Begitupun sebaliknya.
5.
Penalaran deduktif terjadi proses penarikan kesimpulan dari hal-hal umum menuju hal-hal khusus. Kesimpulan didasarkan atas pernyataan generalisasi yang berlaku umum diterapkan pada hal-hal khusus.
6.
Dasar penalaran deduktif yang berperan dalam matematika adalah kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada kebenaran pernyataan-pernyataan lain.
7.
Sistem penalaran yang banyak berperan dalam matematika adalah penalaran secara deduktif.
8.
Metode pembuktian yang sering disebut induksi matematika menggunakan proses penalaran deduktif bukan penalaran induktif.
Konsep Dasar Matematika
13
Soal Untuk meningkatkan pemahaman pada bab ini, kerjakan soal-soal berikut ini. 1.
Tentukan pola suku ke n dari barisan berikut: a. 1, 4, 9, 16, ... b. 2, 5, 8, 11, 14, ...
2.
Apabila ada 100 garis bertemu di satu titik. Berapa pasang sudut yang terbentuk oleh garis-garis tersebut?
3.
Dengan pendekatan deduktif, buktikan bahwa: a. Kuadrat bilangan genap adalah genap b. Kuadrat bilangan ganjil adalah ganjil
14
Konsep Dasar Matematika
DAFTAR PUSTAKA
Antonius Cahya P. 2005. Memahami Konsep Matematika Secara Benar dan Menyajikannya dengan Menarik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Booker, G., Bond, D., Sparrow, L., & Swan P. 2004. Teaching Primary Mathemathics(3th Ed), Pearson Education Australia Frans Susilo. 2012. Landasan Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu Gatot Muhsetyo, dkk. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka John Bird. 2002. Matematika Dasar: Teori dan Aplikasi Praktis. Jakarta: Erlangga Kasir Iskandar. 1999. Matematika Dasar. Jakarta: Erlangga Sufyani P. 2012. Konsep Dasar Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama Republik Indonesia
Konsep Dasar Matematika
15