BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Perhitungan ketersediaan beras di tingkat Provinsi Bali menggunakan pendekatan sistem dinamis, untuk waktu analisis tahun 2015 sd 2030. Data dan informasi yang terkait dengan
ketersediaan beras terutama untuk keperluan
analisis adalah data yang dikumpulkan oleh instansi terkait seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan, BPS, Bulog/Dolog, Badan Ketahanan Pangan Daerah, di sembilan kabupaten/kota yang mewakili seluruh ekosistem padi di Bali. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Provinsi Bali yang mencakup sembilan kabupaten/kota. Daerah tingkat kabupaten/kota meliputi kabupaten/kota yaitu (1) Badung),
(2) Denpasar,
(3) Gianyar, (4) Klungkung, (5) Bangli,
(6) Karangasem, (7) Buleleng, dan (8) Jembrana, dan (9) Tabanan. Pemilihan Provinsi Bali sebagai lokasi penelitian didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain: 1.
Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang diharapkan sebagai daerah produksi beras nasional di samping sebagai daerah tujuan utama pariwisata dunia.
2.
Kelestarian produksi beras di Provinsi Bali akan memberikan nilai positip terhadap penilaian organisasi Subak sebagai salah satu warisan dunia.
40
41
3.
Ketersediaan beras di Provinsi Bali menjadi salah satu jaminan keamanan perkembangan pariwisata. Penelitian dilaksanakan selama 12 bulan dimulai pada bulan Mei
2012 sampai dengan April 2013. 4.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diperlukan bagi penelitian ini dapat dipilah dalam kategori data primer dan data sekunder.
Data primer dan data sekunder dikumpulkan
melalui wawancara dengan responden yang terkait dengan ketersediaan beras, yang terdiri atas petani padi, pedagang perantara, pengusaha penggilingan, koperasi, lembaga keuangan mikro, Bulog/Dolog, Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan Daerah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Penyuluh, Peneliti BPTP dan Perguruan Tinggi, serta BPN, seperti terlihat pata Tabel 4.1. 4.4 Metode Pengumpulan Data Data primer dan data sekunder dalam penelitian dikumpulkan dari berbagai sumber seperti laporan, dokumen dan hasil penelitian dari berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian antara lain Badan Pusat Statistik, BPTP, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perguruan Tinggi, BPN. Pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. 4.5 Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dalam rangka menghimpun informasi dan data dari responden ditentukan secara sengaja (purposive sampling) dengan dasar bahwa responden mempunyai keahlian, reputasi dan pengalaman pada bidang
42
Tabel 4.1 Jenis dan Sumber Data yang Diperlukan dalam Penelitian
No
Jenis data
A. Data Primer : 1 Identifikasi peubah yang mempengaruhi sistem: 2 Identifikasi kebutuhan 3 Idendifikasi masalah 4 Penetapan faktor dominan pada sistem B. Data Sekunder : 1 Produksi padi 2 Produktivitas sawah dan lading 3 Luas lahan 4 Ketersediaan beras 5 Konversi gabah ke beras 6 Kebutuhan benih, industri dan pakan 7 Kehilangan pasca panen (tercecer) 8 Cadangan beras 9 Beras antar pulau/impor 10 Pencetakan sawah 11 Alih fungsi lahan 12 Indek Pertanaman (IP) 13 Dampak irigasi terhadap luas panen 14 Dampak iklim terhadap luas panen 15 Lahan gagal panen (puso) 16 Harga input 17 Harga beras 18 Jumlah penduduk 19 Pertumbuhan penduduk 20 Konsumsi beras per kapita
Sumber data
Responden Responden Responden Responden
BPS (Badan Pusat Statistik) BPS BPS BPS Dinas Pertanian Dinas Pertanian, Perdagangan, dan Industri Dinas Pertanian Bulog Pedagang antar pulau BPS BPS Dinas Pertanian Dinas Pertanian dan Pekerjaan Umum Dinas Pertanian dan Hasil Penelitian BPS BPS BPS BPS BPS BPS
yang diteliti. Untuk kepentingan mengidentifikasi faktor/atribut dimensi dalam ketersediaan beras dan menentukan faktor kunci dipilih 15 orang responden yang
43
umumnya adalah pengajar pada perguruan tinggi, peneliti pada Badan Pengembangan Teknologi Pertanian, Dinas Pertanian dan pejabat pemerintah di berbagai bidang keahlianya yaitu agroklimat, budidaya padi serta pasca panen padi. Untuk kepentingan pengumpulan data identifikasi kebutuhan dan formulasi masalah (untuk analisis sistem dinamis) responden ditentukan secara sengaja (purposive sampling) di sembilan kabupaten/kota
yang mewakili
sembilan ekosistem sawah. 4.6 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) Analisis prospektif, digunakan untuk mengidentifikasi faktor dominan (faktor kunci) yang mempengaruhi ketersediaan beras di Bali. Analisis ini dilakukan dengan terlebih dahulu menganalisis peubah dominan dan analisis kebutuhan atau peubah penting dari responden di berbagai wilayah kabupaten/kota yang mewakili ekosistem padi/beras. Hasil analisis ini kemudian dipakai dalam analisis berikutnya yaitu analisis sistem dinamis. (2) Analisis sistem dinamis dengan menggunakan software Powersim. Metode pendekatan ini digunakan untuk merancang bangun model ketersediaan beras di Bali dan mengetahui ketersediaan beras di masa yang akan datang (kekurangan atau kelebihan). Adapun tahapan analisis penelitian ini terlihat pada Gambar 4.1.
44
Peubah Dominan dari Pakar dan Stakeholder
Analisis prospektif
Peubah Dominan/Kunci
Analisis Sistem Dinamis
Model Ketersediaan Beras
Rancang Bangun Implementasi Model Penyediaan Beras
Validasi Model
OK
Tidak
Implementasi Model
Gambar 4.1 Tahapan Analisis Penelitian 4.6.1 Pendekatan sistem Pendekatan sistem merupakan metode pengkajian permasalahan yang dimulai dari analisis kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu model operasional dari sistem tersebut. Dalam pendekatan sistem ada beberapa tahapan analisis diantaranya adalah (1) analisis kebutuhan, (2) formulasi masalah,
45
(3) identifikasi sistem, (4) pemodelan sistem, (5) validasi dan verifikasi model, serta (6) implementasi (Eriyatno, 1987).
4.6.1.1 Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan langkah awal didalam pengkajian suatu sistem. Pada langkah ini kebutuhan-kebutuhan yang ada dianalisis, dan kemudian dilanjutkan ke tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut, antara lain,
mendata para stakeholder yang terkait dalam penelitian ini.
Berdasarkan kajian pustaka dan hasil-hasil penelitian sebelumnya pihak-pihak yang terkait dalam penyediaan dan konsumsi beras dapat dikelompokkan sebagai berikut : (1) pemerintah (pemda dan dinas terkait), (2) (3)
konsumen,
swasta (pedagang, koperasi, importir, penggilingan), (4) petani dan
(5) masyarakat umum. Analisis kebutuhan dilakukan di sembilan kabupaten/kota yang mewakili ekosistem padi. RRA (rapid rural appraisal) dilakukan untuk melihat kendala dan kebutuhan yang diperlukan di masing-masing wilayah.
4.6.1.2 Formulasi masalah Adanya keinginan dan kebutuhan yang berbeda-beda di antara peran stakeholder akan menimbulkan konflik kepentingan. Untuk memetakan berbagai kepentingan stakeholder diperlukan analisis formulasi masalah produksi dan konsumsi beras. Masalah utama yang timbul dalam sistem ketersediaan beras adalah tidak tersedianya beras secara kuntinyu dan fluktuasi harga gabah pada
46
tingkat petani sehingga mempengaruhi produksi. Kedua hal tersebut akhirnya dapat menimbulkan ketidakstabilan dalam persediaan beras. Faktor penting yang berpengaruh dalam pemodelan sistem ketersediaan beras adalah delay (waktu tunda).
dinamik
Ini terjadi karena beras
merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki umur panen cukup lama rata-rata 3 – 4 bulan dan memiliki sifat mudah rusak tanpa adanya penanganan khusus (penyimpanan).
Faktor penyebab lainnya adalah adanya kelancaran
informasi, terutama dalam hal informasi pasar yang dapat mempengaruhi sistem. Semua faktor tersebut perlu dimasukkan dalam model sistem dinamik yang dibuat agar model dapat mewakili keadaan yang sebenarnya.
4.6.1.3 Identifikasi sistem ketersediaan beras Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan tersebut.
Tahap ini dimulai dengan
mengidentifikasi semua komponen yang terlibat atau yang akan dimasukkan ke dalam pemodelan dan menetapkan batas model (model boundaries). Komponenkomponen tersebut kemudian dicari interrelasinya satu sama lain dengan menggunakan metode diagram sebab akibat. Tanda panah pada diagram diberi tanda (+) atau (-) tergantung pada hubungan yang terjadi apakah positif atau negatif. Tanda (+) digunakan untuk menyatakan hubungan yang terjadi antara dua faktor yang berubah dalam arah yang sama. Sedangkan, tanda (-) digunakan jika hubungan yang terjadi antara dua faktor tersebut berubah dalam arah yang berlawanan.
47
Beras merupakan pangan pokok penting bagi seluruh rakyat Indonesia, hal ini dapat dilihat dari partisipasi konsumsi beras yang hampir mencapai 100%. Konsekuensinya adalah pemantauan terhadap ketersediaan beras perlu dilakukan setiap saat, agar kebutuhan pangan beras tersebut terpenuhi. Pemodelan terhadap ketersediaan beras ditujukan untuk mengetahui perilaku ketersediaan beras di masa akan datang sebagai pemenuhan untuk konsumsi rumah tangga, kebutuhan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan benih, pakan dan ekspor/impor. Dalam penelitian ini model ketersediaan beras dibagi dalam dua subsistem yaitu subsistem produksi/penyediaan dan subsistem konsumsi/kebutuhan.
Model ini dibuat berdasarkan identifikasi permasalahan
yang dituangkan ke dalam diagram sebab akibat (causal loop), di mana bahasa gambar yang dipakai dalam diagram sebab akibat ini adalah dengan memakai gambar panah yang saling mengait, dimana hulu panah mengungkapkan sebab dan ujung panah mengungkapkan akibat. Jika terjadi hubungan umpan balik (feedback) antar variabel dalam diagram sebab akibat maka keterkaitan tersebut disebut sebagai suatu (feedback loop). Model sistem ini diformulasikan dalam diagram alir (stock and flow) dan diformulasikan dengan menggunakan software Powersim Studio 8 SR 5. Diagram alir sebab akibat dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam sistem yang terlihat pada Gambar 4.2.
48
Konsumsi p er kap ita kota/desa
Tingkat konsumsi kota/desa
+
+
+ + Penduduk
Laju kelahiran 3(+) kota/desa -
Kebutuhan beras +
Bahan baku industri + Laju kemat ian kota/desa
4(-)
Kota/Desa -
+ Produktivitas + Gabah kering panen
Kehilangan panen +
+ Gabah kering giling
+ Indek Pert anaman
+ Ketersediaan beras
Luas panen + +
-
+
Produksi beras +Kebutuhan benih
Anomali iklim
+ Kehilangan pasca panen
+ Cet ak sawah 1(+) -
+ Luas sawah -
2(-)
Alih fungsi lahan
Gambar 4.2 Diagram Alir Sebab Akibat Model Dinamik Ketersediaan Beras di Bali 4.6.1.4 Formulasi model Pada tahap ini dilakukan perumusan makna dari setiap relasi yang ada dalam model konseptual. Sistem dinamik menggunakan persamaan matematika untuk menggambarkan sebuah sistem ke dalam model.
Formulasi model
merupakan perumusan masalah ke dalam bentuk matematis yang dapat mewakili sistem nyata.
Formulasi model menghubungkan variabel-variabel yang telah
ditentukan dalam bentuk kontekstual dengan bahasa simbolis. Formulasi model submodel produksi dan submodel konsumsi dapat dilihat secara rinci sebagai berikut :
49
1. Submodel produksi Gambar 4.3 menunjukkan bentuk model sederhana diagram alir sistem dinamik dari sub sistem produksi. Sub sistem produksi beras dipengaruhi oleh antara lain produksi
padi, produktivitas padi, alih fungsi lahan, intensitas
pertanaman (IP), rendemen gabah ke beras serta impor/antar pulau. Luas lahan padi dalam penelitian ini akan memberikan pengaruh positif terhadap produksi. Semakin tinggi luas lahan padi maka semakin tinggi produksi padi yang dihasilkan, dan semakin banyak padi yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan. Dalam penelitian ini luas lahan padi dibagi kedalam dua areal yaitu padi sawah dan padi lahan kering/ladang. Di pihak lain, semakin tinggi luas areal yang tersedia maka semakin besar peluang terjadinya alih fungsi lahan seperti yang terjadi di Denpasar, Badung, dan daerah lainnya, banyak dikonversi untuk keperluan pariwisata, perumahan dan jalan. Konversi ini akan memberi pengaruh negatif terhadap luas lahan. Hal ini berarti semakin besar konversi lahan maka semakin berkurang luas areal (feedback negatif). Produktivitas padi akan memberikan pengaruh yang positif terhadap produksi padi.
Hal ini berarti semakin tinggi produktivitas padi akan
mengakibatkan semakin tinggi produksi. Begitu pula intensitas pertanaman (IP) mempunyai pengaruh positif terhadap luas areal, semakin tinggi IP maka luas areal akan semakin besar.
50
IP Prodv padi lhn basah Lj p embukaan lhn basah
Luas lhn basah
Praksi pakan
Lj konversi lhn basah Produksi p adi lhn basah Pakan ternak
Fr pembukaan lhn basah Fr konversi lhn basah
Bibit
Fraksi bibit
Total produksi padi Produksi p adi Tercecer Produksi p adi lahan kering
Fr rendemen
Fr tercecer Produksi beras Fr ant ar pulau
Prodv padi lahan kering Lj p embukaan lhn kering Fr pembukaan lhn kering
Luas lhn kering
Beras antar pulau Lj konversi lhn kering KETERSEDIAAN BERAS Fr konversi lhn kering
Gambar 4.3 Struktur Sub Model Dinamik Produksi Beras di Bali
Dari hubungan sebab akibat antar variabel pada subsistem penyediaan di atas dilakukan penterjemahan diagram sebab akibat ke diagram alir (stock and flow). Sub model Penyediaan dirumuskan dalam persamaan matematis sebagai berikut : Penyediaan = Penyediaan_beras ……………………………………………………(1) di mana : Penyediaan_beras = Produksi beras + Stok Cadangan –Antar pulau (ton)
51
Persamaan (1) menyatakan bahwa penyediaan beras di Bali merupakan produksi beras yang dihasilkan oleh Bali ditambah stok cadangan yang ada dikurangi dengan banyaknya beras yang diantar- pulaukan. Produksi_beras = Total_produksi_padi*Rendemen_gabah_beras……………(2) di mana : Total_produksi_padi = Prooduksi_padi – Pakan – Bibit – Tercecer (ton) Rendemen_gabah_beras = 65% Persamaan (2) menyatakan bahwa total produksi padi merupakan perkalian produksi padi dalam bentuk gabah kering giling dengan konversi gabah atau rendemen gabah menjadi beras. Rendemen yang dipakai adalah 65% (BPS Bali, 2011). Total_produksi_padi = Produksi_padi_sawah + Produksi_padi_ladang ………(3) di mana : Produksi_padi_sawah = Luas_lahan_basah*Produktivitas_padi_sawah (ton) Produksi_padi_ladang = Luas_lahan_kering*Produktivitas_padi_ladang (ton) Persamaan (3) memperlihatkan bahwa total produksi padi merupakan penjumlahan dari produksi padi sawah dan produksi padi ladang. Sementara produksi padi sawah/ladang diperoleh dari perkalian luas lahan basah/kering dengan produktivitas padi sawah/ladang. Luas_lahan_basah= 81.000+dt*Lj_pertumbuhan_lahan_basah-dt* Lj_konversi_lahan_bash………………………………..(4) di mana : Luas_lahan_basah = luas areal panen padi sawah (Ha) Lj_pertumbuhan_lahan_basah = laju pembukaan lahan sawah (%) Lj_konversi_lahan_bash = laju konversi lahan sawah (%)
52
Persamaan (4) menyatakan bahwa luas areal panen mengakumulasi perbedaan antara laju pembukaan lahan dan laju konversi lahah sawah terhadap keadaan luas areal panen sebelumnya yaitu luas panen pada tahun 2010 (tahun dasar simulasi) sebesar 81.000 hektar. Luas areal panen adalah besarnya luas lahan yang dapat menghasilkan padi, sedangkan konversi lahan merupakan konversi lahan sawah ke penggunaan lain misal non pertanian seperti untuk industri pariwisata dan keperluan lainnya. Luas_lahan_kering
=
136.000
+
dt*Lj_pertumbuhan_lahan_kering
–
dt*Lj_konversi_lahan_kering………………………(5) di mana : Luas_lahan_kering = luas lahan kering untuk padi ladang (Ha) Lj_pembukaan_lahan_kering = laju pembukaan ladang (%) Lj_konversi_lahan_kering = Laju konversi ladang (%) Luas areal panen padi lahan kering (ladang) menyatakan bahwa luas areal lahan kering mengakumulasi perbedaan antara laju pembukaan lahan dan laju konversi lahan terhadap keadaan luas areal panen sebelumnya, yaitu luas panen pada tahun 2010 sebesar 136.000 hektar. Pembukaan lahan adalah besarnya lahan yang dapat diusahakan untuk menambah luas areal yang ada, sedangkan konversi lahan merupakan penggunaan areal padi ladang untuk kepentingan lainnya.
2. Sub model konsumsi Sub sistem konsumsi merupakan menjabaran dari sub sistem permintaan (Gambar 4.4).
Komponen utama pada sub sistem ini adalah pertumbuhan
penduduk termasuk di dalamnya tingkat kelahiran dan tingkat kematian serta
53
tingkat konsumsi per kapita yang lebih jauh dipengaruhi oleh adanya diversifikasi pangan. Model ini memisahkan antara penduduk perkotaan dan penduduk pedesaan. Unsur lainnya yang berpengaruh pada sub sistem konsumsi adalah kebutuhan beras untuk produksi pangan lain (dihitung dengan persentase dari total kebutuhan beras konsumsi), bibit (dihitung berdasarkan luas tanam), serta cadangan beras daerah yang ditentukan pemerintah.
Produksi beras
Konsumsi p er kap ita kota Penduduk Fr bhn baku kota
Lj p ertumbuhan kota
Kebutuhan bhn baku industriKebutuhan beras kota Fr pertumbuhan kota Kebutuhan beras desa KEBUTUHAN BERAS Penduduk desa Kebutuhan konsumsi RT
Lj p ertumbuhan desa Fr pertumbuhan desa
Konsumsi p er kap ita desa
Gambar 4.4 Struktur Sub Model Dinamik Konsumsi Beras di Bali
Sub model kebutuhan konsumsi dirumuskan dalam persamaan matematis berikut : Kebthn_beras_ = Kbthn_konsumsi-_beras_RT_ + Kebthn_industri_makanan_dan_non_makanan ………(6) di mana : Kbthn_beras = total kebutuhan beras provisi Bali (ton) Kbthn_konsumsi_beras_RT = total kebutuhan beras rumah tangga (ton/th)
54
Kbthn_industri_non_makanan
= kebutuhan bahan baku beras industri makanan dan non makanan (ton)
Persamaan (6) merupakan persamaan untuk mengetahui kebutuhan beras yang diperlukan untuk konsumsi seluruh wilayah Bali.
Besarnya merupakan
penjumlahan antara total kebutuhan beras bagi RT (rumah tangga) dengan kebutuhan bahan baku beras industri makanan/non makanan. Kbthn_konsumsi_beras_RT = Kbthn_beras_desa + Kbthn_beras_kota………………………………(7)
di mana : Kbthn_beras_desa = Penduduk_desa*Konsumsi_perkapita_desa Kbthn_beras_kota = Penduduk_kota*Konsumsi_perkapita_kota Persamaan (7) memperlihatkan bahwa total kebutuhan beras bagi rumah tangga (ton/th) merupakan penjumlahan dari kebutuhan beras bagi penduduk desa (ton/th) dengan kebutuhan beras penduduk kota (ton/th) yang diperoleh dari perkalian antara jumlah penduduk desa/kota dengan tingkat konsumsi/kapita desa/kota. Kebutuhan industri dirumuskan dalam persamaan matematis sebagai berikut : Kbthn_industri_non_makanan = +dt*Laju_ind …………………………(8) di mana : Laju_ind
= Produksi_beras*frk_keb_ind/100
Persamaan (8) menyatakan bahwa kebutuhan industri non makanan merupakan kebutuhan bahan baku beras pada industri non makanan (ton) yang besarnya diperoleh dari perkalian antara produksi beras (ton) dengan persentase
55
kebutuhan industri non makanan terhadap produksi beras (%/th).
Sementara
produksi beras mengacu pada persamaan (2) dan (3).
4.6.1.5 Verifikasi dan validasi model Verifikasi model dilakukan dengan pengecekan secara
dimensional
(satuan ukuran) terhadap variabel-variabel model. Validasi model merupakan suatu usaha untuk mengevaluasi model yang dibuat, menyimpulkan apakah model yang dibangun merupakan perwakilan yang tepat dari realitas yang dikaji sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan (Eriyatno, 1999). Umumnya validasi model dilakukan sesuai tujuan pemodelan yaitu dengan membandingkan perilaku dinamis dengan kondisi nyata, kalau telah dianggap valid, maka model dapat dipergunakan sebagai wakil sistem nyata. Menurut Daalen dan Thissen (2001) validasi dalam pemodelan sistem dinamik dapat dilakukan dengan beberapa cara meliputi uji struktur secara langsung (direct structure tests) tanpa mengoperasikan (running) model, uji tingkah laku model (structure-oriented behavior test) dengan mengoperasikan model, dan perbandingan tingkah laku model dengan sistem nyata (quantitative behavior pattern comparison). Banyak uji statistik yang dapat dipakai untuk mengukur penyimpangan antara output simulasi dengan data aktual diantaranya mean absoluet deviasion (MAD), mean square error (MSE), mean absolute percentage error (MAPE) dimana masing-masing uji statistik di atas mengukur keakuratan output simulasi. Dalam penelitian ini digunakan uji MAPE untuk mengetahui kesesuaian data hasil
56
prakiraan (simulasi) dengan data aktual, dengan rumus matematikanya sebagai berikut : MAPE = 1/n ∑ │ (Xm – Xd)/Xd│ x 100 % di mana : Xm = data hasil simulasi Xd = data aktual n = peride/banyaknya data Kriteria ketepatan model dengan uji MAPE (Lomauro dan Bakshi, 1985 dalam Somantri, 2005) adalah : MAPE < 5 % 5 < MAPE < 10 % MAPE > 10 %
: sangat tepat : tepat : tidak tepat
4.6.2 Analisis prospektif Analisis prospektif digunakan untuk menentukan peubah-peubah dominan yang mempengaruhi sistem yang dikaji. Bourgeois dan Jesus, ( 2004 dalam Nurmalina, 2007) menyatakan bahwa metode analisis partisipatori prospektif (participatory rospective analysis-PPA) merupakan alat yang didesain untuk mengetahui atau menyelidiki dan mengatisipasi perubahan dengan partisipasi para ahli (expert) termasuk stakeholder yang memberikan hasil yang cepat. Metode ini sangat cocok pada situasi dimana banyak stakeholder berintegrasi pada sistem yang kompleks, terutama sangat cocok untuk memberikan alternatif kebijakan pada lokal dan sektoral serta dapat memperkuat kapasitas stakeholder menjadi lebih aktif dalam pengambilan keputusan terkait dengan masa depannya.
57
4.6.3 Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat sensitivitas parameter, variabel dan hubungan antar variabel dalam model. Hasil uji ini terlihat dalam bentuk perubahan perilaku dan atau kinerja model. Perlakuan atau intervensi terhadap model umumnya didasarkan kepada kondisi yang mungkin terjadi di masa datang. Menurut Muhammadi et al, (2001 dalam Nurmalina, 2007), ada dua intervensi yang dapat dilakukan yaitu intervensi fungsional (terhadap parameter dalam model) dan intervensi fungsional (mempengaruhi hubungan antar unsur yang dapat dilakukan dengan mengubah unsur/hubungan yang membentuk struktur model). Penelitian ini menggunakan uji sensitivitas dalam dua tahapan yaitu pertama uji sensitivitas untuk masing-masing parameter. Tujuannya adalah untuk melihat sensitivitas masing-masing parameter yang dipakai dan dampaknya terhadap kinerja model. Kriteria yang dipakai untuk menilai performa sensitivitas dalam penelitian ini menggunakan kriteria Maani dan Cavana, (2000 dalam Nurmalina, 2007), yaitu bila parameter diubah sebesar 10% dan dampaknya terhadap kinerja sistem dapat mencapai 5% sd 14% ( sensitif), 15% sd 34% (sangat sensitif), dan lebih besar dari 35% (sangat sangat sensitif). Parameter yang memiliki sensitivitas tinggi merupakan parameter penting dalam menentukan skenario kebijakan. Uji sensitivitas yang kedua adalah uji kombinasi parameter terpilih, sehingga akhirnya diperoleh bermacam kombinasi parameter untuk mempengaruhi sistem.
58
4.6.4 Analisis simulasi Model yang telah dibentuk dan sah setelah validasi, kemudian disimulasikan di mana tahun 2010
merupakan titik awal simulasi (t = 0).
Sementara itu skenario kebijakan diterapkan mulai tahun 2015 dan dalam penelitian ini simulasi ditetapkan sampai tahun 2030. Pydich and Rubinfield, (1991 dalam
Nurmalina, 2007) menyatakan
bahwa tujuan simulasi adalah untuk melakukan pengujian dan evaluasi terhadap model, mengevaluasi kebijakan-kebijakan pada masa lampau, membuat peramalan untuk masa yang akan datang. Simulasi diperlukan untuk mempelajari dampak perubahan peubah-peubah eksogen terhadap peubah-peubah endogen dalam model. Beberapa skenario simulasi alternatif kebijakan beras dilakukan dan difokuskan pada kebijakan yang dianggap mempengaruhi ketersediaan beras di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan karena tujuan penelitian adalah untuk melihat dampak dari perubahan konsumsi dan produksi beras terhadap ketersediaan beras di provinsi Bali. Beberapa skenario tersebut meliputi : 1.
Skenario 0 : Tanpa adanya kebijakan. Pada skenario ini tidak diterapkan kebijakan apapun dalam sistem produksi.
2.
Skenario 1 : Kebijakan perbaikan budidaya pertanian (bibit dan obatobatan).
59
Skenario ini dilakukan dengan meningkatkan laju produktivitas lahan pertanian dari rata-rata 5,9 ton/ha menjadi maksimum 2 kali lipatnya dimana parameter yang digunakan adalah laju pertumbuhan produktivitas, dengan nilai normal 0,045 per tahun (angka multiflier). 3.
Skenario 2 : Kebijakan perbaikan mekanisasi dan irigasi sarana dan prasarana). Skenario ini dilakukan dengan meningkatkan laju produktivitas lahan pertanian dari rata-rata 5,9 ton/ha menjadi maksimum 2 kali lipatnya dimana parameter yang digunakan adalah laju pertumbuhan produktivitas, dengan nilai normal 0,045 per tahun.
4.
Skenario 3 : Kebijakan diversifikasi pangan untuk mengurangi permintaan akan beras. Skenario ini dilakukan dengan mengurangi konsumsi beras per kapita menjadi lebih kecil hingga setengahnya.
5.
Skenario 4 : Gabungan dan akumulasi skenario 1 – 4 Skenario ini menggabungkan skenari perluasan lahan (1), peningkatan produktivitas (2 dan 3) serta diversifikasi pangan (3).