BAB IV MAKNA KARTUN POLITIK KARYA PRAMONO R. PRAMOEDJO Pada bab ini, karya-karya Pramono akan dibahas. Dari 65 karya yang terdokumentasikan secara visual, 46 karya teridentifikasi sebagai karya-karya yang menyoroti Pemerintahan Orde Baru. Dari 46 karya, kemudian dipilih 8 karya yang mewakili berbagai lingkup politik, antara lain kebijakan ekonomi, penegakan hukum, lembaga pemerintahan dan media massa. Selain 8 karya yang dibahas secara mendalam, ada beberapa karya lain yang turut diulas untuk memperoleh keutuhan kajian makna dari karya-karya Pramono. Sehingga total karya yang dibahas adalah 18 karya.
Pembahasan akan mengikuti metode penelaahan ikonografi yang dikemukakan Erwin Panofsky, yaitu dimulai dengan mendeskripsikan ciri-ciri visual yang tampak pada karya (tahap pra-ikonografi), menganalisa rangkaian gambar dengan memperhatikan peristiwa yang berhubungan dengan karya serta situasi sosial yang tengah terjadi pada masa Orde baru (tahap analisa ikonografi) dan melakukan interpretasi dengan mempertimbangkan pemaparan mengenai gambar dari Pramono sebagai kartunis (tahap interpretasi ikonologi). Bab ini akan diakhiri dengan resume dari analisa yang telah dilakukan.
4.1 Analisa Karya 4.1.1 Karya Bertema: Gaji Naik, Harga Naik
Gbr. IV.1. Kartun bertema Gaji Naik Harga Naik Edisi : 8 Januari 1980 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Pada karya ini, Pramono menampilkan tiga figur yang masing-masing mewakili masyarakat (golongan pegawai negeri sipil) yang akan menerima kenaikan gaji dari Pemerintah, situasi yang menunjukkan kenaikan harga dan komentator yang diwakili dengan sosok bayangan “hantu”. Pramono tampak mengkritisi kenaikan harga-harga yang tidak seimbang dengan kenaikan gaji. Figur komentator dengan postur terkecil mewakili pandangan dari kartunis atau Sinar Harapan dengan melontarkan harapan yang terlihat dari teks yang tertulis (MOGA-MOGA NGAK DEMIKIAN!). Pramono dalam kartun ini tidak secara langsung menampilkan gambar yang merepresentasikan Pemerintah sebagai pihak yang mengeluarkan kebijakan kenaikan gaji dan kebijakan regulasi harga-harga barang. Pramono lebih memilih menunjukkan suasana yang terjadi akibat ketidaksesuaian antara kenaikan gaji dan kenaikan harga dari pada mengkritik secara langsung Pemerintah.
Untuk mengetahui makna yang hadir pada karya ini, secara bertahap berikut ini diuraikan berbagai aspek yang tampak pada karya:
a. Deskripsi Pra-ikonografi Pada karya ini tampak figur seorang laki-laki mengenakan pakaian putih dan berpeci. Figur ini ditempatkan di bidang kiri pengambilan long shoot sehingga seluruh postur dari figur tersebut terlihat. Tangan kiri menggenggam lembaran bertuliskan GAJI NAIK. Dari posisi tangan dan kaki menunjukan, figur laki-laki tersebut sedang berlari. Pandangannya mengarah ke sosok bayangan yang berada di depannya dengan ekspresi yang terkejut. Garis pada kartun ini berfungsi untuk membentuk kontur dari figur. Goresan garis terlihat lentur dan mengandalkan satu goresan saja tetapi dengan perbedaan ketebalan garis. Pada figur laki-laki yang sedang berlari, dibagian belakang tampak garis-garis
horizontal ditampilkan
untuk membuat kesan bergerak.
Figur bayangan, berbulu, bertanduk, jari tangan dan kaki berkuku tajam. Salah satu kaki berubah bentuk mengerucut. Sosok ini diberi sapuan warna hitam secara merata. Tepian bidang disapu dengan rapih kecuali pada bagian pergelangan tangan dan kaki terlihat garis yang mencuat keluar untuk memberika kesan berbulu. Pengambilan gambar sosok ini adalah long shoot. Postur sosok ini lebih besar dari figur laki-laki. Tangan kirinya menggenggam lembaran bertuliskan HARGA2 NAIK. Sosok hitam juga sedang berlari. Kedua telapak tangannya terbuka seakan mau mencengkeram. Figur bayangan ini ditempatkan didepan figur manusia. Pandangan sosok hitam mengarah ke figur laki-laki
sambil
tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi dengan ekspresi yang mengejek.
Seorang laki-laki berwajah bulat yang memakai peci yang dikenakan menyamping dan pakaian hitam. Goresan garis yang membentuk kontur dari figur tampak rapih dan dikendalikan dengan baik. Figur laki-laki yang ditampilkan setengah badan (medium shot) ini ditempatkan disudut kanan bawah bidang gambar. Postur figur ini terkecil dibandingkan dengan figur yang lain. Figur ini mengucapkan kalimat MOGA-MOGA NGAK DEMIKIAN AH!
b. Analisa Ikonografi Kartun ini menyoroti rencana kenaikan gaji pegawai negeri sebesar 50 % yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia (berita utama Sinar Harapan, edisi 7 Pebruari 1980) Rencana ini dikemukakan oleh Presiden Soeharto pada Sidang Pleno DPR-RI tahun 1980 bulan Januari. Kebijakan kenaikan ini dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan pegawai negeri kepada masyarakat. Tetapi pada kenyataannya di Indonesia kebijakan kenaikan gaji ini seringkali diikuti atau bahkan didahului dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok.
Berikut ini analisa ikonografi dari gambar-gambar yang terdapat pada kartun bertema tentang gaji naik dan harga naik: Dilihat dari pesan artifaktual, dengan memperhatikan pakaian yang dikenakan, figur laki-laki yang sedang berlari merupakan representasi dari masyarakat umum. Di Indonesia, peci merupakan ciri khas dari masyarakat muslim. Peci lebih sering digunakan pada saat kegiatan keagamaan atau kegiatan formal. Pada saat kegiatan formal kenegaraan, peci menjadi bagian dari busana yang dikenakan melengkapi jas. Tetapi pada kartun ini, peci yang melengkapi pakaian kemeja tampaknya digunakan sebagai identitas dari masyarakat umum Indonesia.
Figur laki-laki ini tampak dalam pose sedang berlari. Garis-garis horisontal (moving line) pada bagian belakang figur ini menunjukan ia sedang berlari dengan cepat. Kesan cepat diperkuat dengan peci yang terlepas dan rambut yang lurus horisontal. Lebih dramatis lagi posisi berlarinya terlihat seolah-olah melayang. Aktivitas berlari merupakan aktifitas yang mencerminkan adanya perubahan posisi dari satu tempat ke tempat yang lain, yang berarti memperlihatkan
suatu perubahan. Dalam kartun ini, perubahan yang
dimaksud adalah perubahan dalam hal gaji yang akan diterima seperti yang dijelaskan dengan teks yang terdapat pada lembaran yang sedang dipegang.
Walaupun kemungkinan akan menerima kenaikan gaji tapi pesan fasial yang disampaikan oleh figur ini adalah rasa terkejut bukan ekspresi gembira.
Ekspresi ini ditunjukkan karena merespon kehadiran gambar yang lain yaitu figur bayangan hitam. Sosok yang merupakan transformasi dari berbagai ciri anatomis hewan dan manusia, ditempatkan sebagai bayangan dari figur manusia. Bentuk fisiknya yang dibeberapa bagian terlihat memiliki bulu, jari yang berkuku tajam seolah siap mencengkeram, dan tanduk yang tajam memberi kesan sosok yang menakutkan. Posisi jari-jari tangan yang mencengkeram menunjukan gestur yang mengancam. Bagian bawah gambar yang menekuk menciptakan bidang dinding imajiner yang memunculkan kesan gambar ini berdiri. Warna hitam selain identik dengan warna bayangan, berfungsi untuk memperlihatkan karakter yang antagonis. Ukuran tubuh yang lebih besar dari figur manusia, menunjukan pesan postural yang disampaikan yaitu kekuasaan (power).
Pesan fasial dari gambar bayangan ini adalah kegembiraan. Tetapi ekspresi kegembiraan
mengarahkan
pada
suasana
yang
mempertimbangkan aspek gestur maupun postur.
ironis
dengan
Kegembiraan ini
berhubungan dengan penempatannya yang didepan figur manusia. Komposisi gambar yang menempatkan sosok bayangan di depan figur manusia menunjukan bahwa masalah kenaikan harga yang diwakili oleh sosok ini melaju lebih cepat dari kenaikan gaji. Gambar figur laki-laki yang diletakan di pojok bawah merupakan komentator dari permasalahan yang diangkat. Posisinya mewakili pandangan dari kartunis atau Sinar Harapan. Komentator menempatkan diri sebagai masyarakat umum. Dari komposisi, figur ini tidak berinteraksi langsung dengan figur-figur yang lainnya. Pesan gestural maupun fasial menunjukan perasaan yang khawatir. yang diperkuat dengan kalimat “MOGA-MOGA NGAK DEMIKIAN!”. Apabila memperhatikan kalimat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga pada saat kartun ini diciptakan belum terjadi. Kartun ini merupakan karya yang sifatnya memprediksi suatu peristiwa.
Dari analisa visual terhadap gambar-gambar yang hadir pada karya ini dapat disimpulkan ciri-ciri visual sebagai berikut: Adanya tiga gambar: dua figur manusia dan bayangan menyerupai “hantu”, yang masing-masing mewakili masyarakat yang akan menerima kenaikan gaji, harga-harga yang naik dan komentator. Sosok bayangan yang berkonotasi negatif ditampilkan lebih besar dari figur yang mewakili masyarakat. Gambar-gambar yang mewakili masyarakat dan harga yang naik diposisikan sedang bersaing (berlomba). Pengambilan gambar didominasi prinsip long shoot.
c. Interpretasi Ikonologis Untuk mendeskripsikan tema tersebut, Pramono memunculkan dua figur yang mewakili kondisi yang berbeda. Figur laki-laki tersebut menjadi metafora dari masyarakat Indonesia yang menerima kenaikan gaji. Apabila dikaitkan dengan konteks permasalahan, figur tersebut mewakili pegawai negeri sipil yang seharusnya ditampilkan dengan atribut pakaian yang khusus misalnya seragam KORPRI, Korps Pegawai Republik Indonesia, sebuah organisasi pegawai negeri. Tetapi tampaknya kartunis memiliki pandangan yang berbeda.
Sosok lainnya berupa sosok bayangan hitam ini adalah metafora dari harga-harga kebutuhan yang melambung. Sosok yang menyerupai penggambaran setan atau hantu dipilih karena kesamaan sifat yang negatif. Sosok setan mengakibatkan kerugian pada diri manusia yang dianalogikan dengan kenaikan harga yang tidak menguntungkan bagi masyarakat Indonesia walaupun menerima kenaikan gaji.
Nada gelap terang yang hadir pada kartun ini memiliki bobot simbolik. Nada gelap yang muncul karena sapuan warna hitam pada bayangan memberikan kesan yang misterius dan menakutkan. Kontras dengan figur manusia yang dibiarkan putih. Latar yang dibiarkan polos memberi kesan melayang dan diinterpretasikan sebagai situasi yang tidak jelas.
Dengan demikian dapat disimpulkan situasi yang disampaikan karya ini adalah masyarakat (dalam konteks peristiwa sebagai kelompok yang akan menerima kenaikan gaji) berada dalam posisi yang kalah.
Terkait dengan kartun yang dibahas, Pramono mengemukakan beberapa hal. Dalam wawancara terungkap masalah identitas yang spesifik bukanlah sesuatu yang penting untuk dimunculkan. Menurut Pramono, masyarakat pembaca diasumsikan akan memahami siapa yang dimaksud oleh figur laki-laki tersebut apabila membaca artikel berita tentang rencana kenaikan gaji tersebut. Pramono juga tidak bermaksud menampilkan masyarakat Muslim. Penggunaan peci menjadi pertimbangan untuk memperlihatkan ciri dari masyarakat Indonesia pada umumnya.
Tentang sosok bayangan, Pramono menjelaskan bahwa sosok ini untuk memberikan gambaran bahwa kenaikan harga selalu menghantui setiap adanya rencana kenaikan gaji. Perwujudan visual sosok bayangan memperlihatkan pengaruh dari referensi visual dari budaya Barat. Ide visualisasi sosok setan ini, menurut Pramono, terinspirasi oleh ilustrasi kartun Disney yang pernah disaksikan.
Mengenai latar gambar yang dibiarkan “bersih”, Pramono mengutarakan alasan yang lebih mengarah ke pertimbangan agar kartun ini menjadi lebih menonjol ketika ditempatkan di halaman surat kabar yang masa itu masih menghadapi kendala kualitas cetak yang kurang baik dan teknologi untuk penataan halaman yang masih terbatas sehingga tampilan visual terlihat padat.
Dari penjelasan Pramono terdapat beberapa hal yang menarik untuk diungkapkan. Pramono pada karya ini menunjukkan sikap generalisasi dengan mengabaikan detail yang dapat mengaburkan identitas dari kelompok masyarakat tertentu yang menjadi subjek tema. Pernyataan bahwa pembaca akan mengetahui siapa figur yang dimaksudkan dengan membaca berita dari peristiwa yang terkait memperlihatkan sikap yang pragmatis. Tetapi dibalik sikap yang pragmatis, tidak
ditampilkan secara utuh sosok pegawai negeri sipil dengan atributnya tampaknya berangkat dari pandangan bahwa pegawai negeri sipil (golongan rendah) pada dasarnya merepresentasikan seluruh kondisi masyarakat Indonesia. Hal ini dapat disimpulkan dari pernyataan yang dikemukakan, bahwa penggunaan peci lebih dikaitkan dengan identitas masyarakat Indonesia secara umum (tidak berhubungan dengan kelompok masyarakat secara khusus).
Proses penciptaan karya yang dilakukan Pramono pada masa itu terlihat sederhana seperti yang terlihat pada kemunculan gambar bayangan “hantu” yang menginterpretasikan kata “menghantui”. Proses ini dapat dipengaruhi oleh karakter dari media massa surat kabar yang dibatasi oleh deadline yang ketat sehingga menuntut keputusan yang cepat dari seorang kartunis untuk memvisualisasikan
ide-ide.
Penjelasan
mengenai
gambar
“hantu” yang
dihubungkan dengan pengalaman referensialnya dari kartun-kartun Walt Disney, memperlihatkan keterpengaruhan pada budaya Barat.
Berbeda dengan interpretasi terhadap tampilan visual karya yang membiarkan bagian latar dibiarkan “bersih” sehingga menimbulkan kesan gambar menjadi melayang, Pramono dalam hal ini lebih mempertimbangkan aspek teknis daripada aspek simbolis. Yang perlu dikemukakan adalah kecermatan Pramono dengan mempertimbangkan komposisi gelap terang pada tampilan halaman surat kabar secara keseluruhan. Kompromi kreatif yang dilakukan Pramono ini menyebabkan karya Pramono lebih muncul di halaman surat kabar. Dibalik keputusan ini, terlihat Pramono bukanlah seorang yang individualistis dengan mengedepankan ego kesenimanannya yang sangat mungkin menginginkan karya dapat tampil lebih riuh dan berisi.
Sebagai bandingan, berikut ini akan ditampilkan dan diulas karya-karya lain dari Pramono yang secara garis besar menunjukkan kesamaan tema.
Gbr. IV.2 Kartun bertema: Kenaikan BBM Edisi : 5 Agustus 1982 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Gbr. IV.3 Kartun bertema: Kenaikan BBM Edisi : 12 Pebruari 1983 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Gbr. IV.4 Kartun bertema: Gaji Baru, Harga Baru Edisi : 6 Januari 1984
Sumber: HU Sinar Harapan (Dok. Perpustakaan Nasional) Pada edisi 5 Agustus 1982, tampak tiga kelompok figur. Figur berbadan besargemuk (metafora dari BBM), empat figur yang berbadan lebih kecil (metafora dari harga-harga) dan figur seorang laki-laki terlihat berperan sebagai juri. Figur berbadan besar-gemuk ditampilkan lebih cepat dari empat figur lainnya. Sementara figur juri terlihat pasif saja. Kartun edisi 12 Pebruari 1983, juga memunculkan tiga kelompok gambar figur yaitu figur juri yang berbadan besar (metafora dari Pemerintah) yang meletuskan pistol sebagai tanda kenaikan BBM (lihat teks pada asap), figur laki-laki berpakaian olahraga (metafora dari kenaikan harga-harga) dan figur laki-laki berpeci yang memegang bayangan (metafora dari prestasi PNS). Figur laki-laki berpakaian olahraga berada di depan figur laki-laki berpeci. Pada edisi 6 Januari 1984 muncul dua kelompok gambar yaitu figur
seorang laki-laki dewasa yang mengendarai sepeda berboncengan dengan anak kecil (metafora dari kenaikan gaji) dan layang-layang (metafora dari harga-harga). Figur laki-laki berusaha mengejar layang-layang dengan dibantu anak kecil yang memegang galah. Tetapi layang-layang sudah terlalu jauh dan tinggi.
Dari gambar-gambar yang hadir pada ketiga karya kartun tersebut maupun cara penempatannya memperlihatkan kecenderungan penyampaian makna dan ciri visual yang sama dengan karya bertema “Gaji Naik, Harga Naik”. Situasi yang digambarkan dari karya-karya tersebut adalah masyarakat yang selalu dalam posisi yang lemah dan dirugikan oleh kebijakan ekonomi Pemerintah yang berhubungan dengan kenaikan harga atau BBM.
Dari keempat karya yang
dibahas muncul ciri visual yang sama pula, sehingga terlihat pola visual: Adanya dua atau tiga figur yang mewakili hubungan antar pihak yang kalah dan menang. Gambar yang mewakili sesuatu yang kuat ditampilkan lebih besar dari gambar yang lemah. Gambar yang mewakili sesuatu yang menang diposisikan berada didepan dari gambar yang lemah. Gambar-gambar yang muncul didominasi dengan cara pengambilan long shoot.
4.1.2 Karya Bertema: Presiden Bertanggungjawab
Gbr. IV.5 Kartun bertema: Laporan Pertanggungjawaban Presiden Edisi : 8 Maret 1983 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Pada karya ini, Pramono menempatkan figur Soeharto sebagai figur yang ditampilkan secara dominan dengan penggambaran postur yang paling besar di bandingkan dengan gambar figur-figur lain yang ditempatkan dibelakang Soeharto. Tetapi yang menjadi sasaran kritik dari kartun ini adalah orang-orang yang berada dibelakang figur Soeharto. Dilihat dari pakaian yang dikenakan orang-orang tersebut adalah pejabat-pejabat bawahan Soeharto.
Untuk mengetahui makna yang hadir pada karya ini, secara bertahap berikut ini diuraikan berbagai aspek karya:
a. Deskripsi Pra-Ikonografi Sosok sentral pada kartun ini adalah figur laki-laki dengan rambut tipis, hidung mancung dan ada kerut di wajah. Ia mengenakan stelan jas berwarna hitam dan sepatu berwarna abu-abu. Figur laki-laki ini
sedang berdiri tegak dengan
pengambilan gambar long shoot. Pandangan lurus ke depan dengan bibir yang terkatup rapat. Kedua tangannya memegang lembaran bertuliskan “SAYA YANG
BERTANGGUNG JAWAB”. Garis membentuk kontur dari gambar figur dan detail yang mengacu pada karakter wajah seseorang.
Dengan posisi yang agak jauh di belakang figur laki-laki berjas hitam, tampak sekelompok figur laki-laki, terdiri dari 4 orang. Postur ke empat figur ini lebih kecil dari figur laki-laki berjas hitam. Figur paling kiri, mengenakan stelan jas dan tutup mata. Figur disebelahnya , mengenakan stelan jas, berkacamata dan berpeci. Figur berikutnya mengenakan jas dan memegang topeng. Figur paling kanan mengenakan stelan jas, berkacamata dan berpeci. Figur paling kanan menengadahkan kepala dan tertawa lebar. Kedua tangan terentang dengan salah satu kaki terangkat dan mengucapkan ...AMAAAN... Figur yang berpeci, merapatkan kedua tangan didada. Tampak sedang tersenyum dan mengucapkan kata “...AH...”Wajah figur dibalik topeng tersenyum lebar, memperlihatkan gigi yang tajam. Tangan kanan memegang
dada. Topeng yang dipegang juga
tersenyum, mengatakan “...ASYIIIK...” Figur yang paling kanan merentangkan kedua tangan dan menekukkan lutut. Kepala tengadah dengan pandangan tertuju figur laki-laki. Dan mengucapkan “...SYUKUUR...” Keempat
figur tersebut
dikerjakan dengan garis yang lentur dan menghindari arsir. Bagian berwarna hitam hanya terlihat di dasi dan penutup mata. Pengambilan gambar keempat figur tersebut long shoot.
b. Analisa Ikonografis Kartun ini berkaitan dengan momen laporan pertanggungjawaban Soeharto sebagai pemimpin lembaga Presiden pada Sidang Paripurna MPR-RI, bulan Maret 1983. Pada pemberitaan tanggal 4 Maret 1983, Fraksi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (F-ABRI) dan Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP) dalam pidato pemandangan umum yang disampaikan masing-masing fraksi menyatakan menerima laporan pertanggungjawaban Presiden Soeharto. Pada Sidang Paripurna ini Presiden Soeharto dikukuhkan sebagai Bapak Pembangunan. Tema dari kartun ini adalah memperlihatkan hubungan antara Soeharto sebagai pemimpin dan bawahannya dalam konteks peristiwa laporan pertanggungjawaban Soeharto sebagai Presiden pada masa itu.
Berikut ini analisa ikonografi dari gambar yang terdapat kartun yang bertema tentang laporan pertanggungjawaban Soeharto: Pada kartun ini, terdapat figur yang apabila dilihat ciri-ciri fisiknya merupakan bentuk karikatur Soeharto. Wajah dari Soeharto tidak banyak mengalami distorsi. Tidak ada bagian dari wajah Soeharto yang dilebih-lebihkan, kecuali bagian telinga yang dibuat lebih besar. Ekspresi yang ditunjukan oleh Soeharto adalah ketenangan dan sikap berwibawa. Figur Soeharto mengenakan jas berwarna hitam yang menunjukan pesan artifaktual sebagai pejabat negara. Warna hitam memunculkan kesan kontras dengan bidang dan gambar sekitarnya. Terdapat keganjilan yaitu sepatu yang berwarna abu karena efek dari raster. Warna sepatu tidak sesuai dengan realitas.
Figur
Soeharto
memegang
lembaran
yang
bertulis
SAYA
YANG
BERTANGGUNG JAWAB. Teks ini berkaitan dengan perannya sebagai seorang presiden yang memikul tanggung jawab dari segala permasalahan yang terjadi. Postur yang dibesarkan dari gambar yang lain dan sikap yang tegak menunjukan kekuasaan yang besar. Figur-figur lainnya yaitu empat laki-laki. Dari pakaian yang dikenakan menunjukan pesan artifaktual bahwa mereka adalah sekelompok pejabat. Seorang figur pejabat mengenakan penutup mata. Kelengkapan ini mengingatkan pada sosok bajak laut. Sementara seorang figur pejabat lainnya terlihat membuka topeng yang dikenakan dan memperlihatkan wajah yang sesungguhnya. Kedua figur ini menunjukan citra yang negatif sebagai seorang perompak, penjarah dan munafik. Raut mereka menunjukan pesan fasial yang gembira dan diperkuat oleh kata-kata yang diucapkan. Beberapa citra negatif dari figur-figur ini diperlihatkan, antara lain mata yang ditutup satu yang mewakili karakter seorang perompak, atau seorang yang memiliki sifat munafik
yang
diwakili
figur
yang
sedang
membuka
topeng
dan
memperlihatkan wajah yang sebenarnya dengan gigi-gigi yang tajam. Figurfigur ini merupakan metafora dari bagaimana kualitas mental orang-orang yang berada di lingkaran kekuasaan Soeharto. Kegembiraan ini ada
hubungannya dengan pengambilalihan tanggung jawab oleh Soeharto. Posisinya yang berada di belakang Soeharto menunjukan mereka merupakan bawahan atau pengikut dari Soeharto.
Dari analisa visual terhadap gambar-gambar yang hadir pada karya ini dapat disimpulkan ciri-ciri visual sebagai berikut: Disajikannya dua kelompok gambar yaitu figur Soeharto dan figur-figur pejabat pemerintahan. Sosok pemimpin digambarkan dengan besar, sementara bawahan lebih kecil. Posisi pemimpin didepan, sementara bawahan di belakang. Adanya unsur karikatur yang menggambarkan figur Soeharto. Seluruh gambar ditampilkan dengan pengambilan gambar long shoot.
c. Interpretasi Ikonologi Figur Soeharto merupakan sosok sentral pada masa Pemerintahan Orde Baru. Sebagai figur yang berperan penting terhadap kelangsungan roda pemerintahan Orde Baru, Soeharto didukung oleh pejabat-pejabat sebagai pihak yang membantu kinerjanya. Pramono mengkaitkan peristiwa laporan pertanggungjawaban Presiden terhadap MPR dengan keberadaan pejabat-pejabat ini. Gambar pejabatpejabat ini dapat dipandang sebagai metafora dari situasi lingkungan Soeharto sebagai Presiden RI yang tidak baik.
Walaupun secara visual yang terlihat dominan adalah figur Soeharto, tetapi yang menjadi sasaran kritik karya ini adalah pejabat-pejabat bawahan Soeharto. Pramono tampaknya memperlihatkan sikap yang sangat berhati-hati, sehingga lebih memilih mengkritik pejabat bawahan Soeharto bukan secara langsung Soeharto. Walaupun demikian nuansa kritik terhadap Soeharto tetap terlihat secara samar. Secara tidak langsung, Pramono mengkritik Soeharto yang tidak mampu mengendalikan pejabat bawahan sehingga memperlihatkan perilaku yang tidak baik.
Yang perlu digarisbawahi adalah keputusan penggambaran wajah Soeharto pada kartun ini tidak mengalami distorsi yang berlebihan. Pramono mencari cara aman, yaitu tetap membuat karikatur Soeharto tetapi tidak vulgar dan membatasi dalam pendistorsian. Hasilnya karikatur wajah Soeharto menjadi cenderung kaku dan datar. Keputusan ini tampaknya dipengaruhi oleh sikap kehati-hatian pada saat menggambar karikatur wajah pejabat-pejabat negara (terutama Soeharto dan keluarga).
Penggambaran karikatur Soeharto tidak bisa dilakukan secara
berlebihan karena faktor sensitifitas, menunjukan suasana politik yang represif sehingga mengekang kebebasan dalam berekspresi.
Berikut ini penjelasan dari Pramono yang terkait dengan karya ini. Latar belakang kartun ini, Pramono melihat Soeharto sering mengampuni kesalahan-kesalahan yang dilakukan pejabat bawahannya sehingga memunculkan perilaku yang tidak baik, seperti korupsi. Figur-figur yang berada dibelakang Soeharto adalah pejabat-pejabat bawahan Soeharto. Berkaitan dengan penggambaran karikatur wajah Soeharto, Pramono menjelaskan bahwa pada masa Orde Baru ada aturan tidak tertulis yang menyebutkan tidak boleh melakukan distorsi yang berlebihan terhadap wajah dari pejabat-pejabat negara karena dikhawatirkan menimbulkan ketersinggungan, terutama kepala negara dan ibu negara, Soeharto dan Ibu Tien.
Dari penjelasan Pramono terdapat beberapa hal yang dapat diungkapkan. Pramono lebih memilih mengkritisi situasi dibalik peristiwa laporan pertanggungjawaban yang merupakan agenda rutin kenegaraan daripada mengomentari isi dari laporan pertanggungjawaban. Dengan demikian Pramono berupaya menginformasikan hal yang tidak muncul dipemberitaan. Sikap kritis ini menjadi suatu hal yang berharga karena dengan melihat kartun ini masyarakat menjadi terbantu untuk melihat sisi lain dari momentum rutin ini.
Keberanian mengungkapkan sisi lain dari agenda laporan pertanggungjawaban ini didampingi dengan sikap yang sangat berhati-hati dengan tidak mengarahkan pada figur pejabat tertentu. Figur pejabat hanya teridentifikasi dari aspek artifaktualnya saja. Sikap hati-hati juga ditunjukkan dengan cara penggambaran sosok Soeharto untuk menghindari ketersinggungan yang dapat membahayakan posisi dirinya dan
Sinar Harapan. Sikap kehati-hatian yang diperlihatkan Pramono pada karya ini dapat diinterpretasikan bahwa situasi politik pada masa Orde Baru berpengaruh pada proses berkarya Pramono. Ketika mengangkat tema yang berkaitan dengan figur Soeharto maka Pramono lebih memilih mengarahkan kritik pada pejabatpejabat bawahannya.
Sebagai bandingan, berikut ini akan ditampilkan dan diulas karya-karya lain dari Pramono yang secara garis besar menunjukkan kesamaan tema.
Gbr. IV. 6. Kartun bertema: Pimpinan Nasional Edisi : 11 Maret 1983 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Gbr. IV.7. Kartun bertema: Kabinet Pembangunan Edisi : 16 Maret 1983 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Karya edisi 11 Maret 1983, dilatarbelakangi peristiwa terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden RI yang ke 4 (Lampiran 5). Untuk periode ini, Soeharto didampingi oleh Umar Wirahadikusumah sebagai Wakil Presiden. HU Sinar Harapan melansir pemberitaan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dengan mengambil judul Penerus Tidak Usah Dibebani Pertentangan Sekitar Pancasila. Judul ini merujuk pada pidato kenegaraan yang disampaikan Soeharto. Terkait dengan pelantikan Soeharto, kartun yang muncul tidak merujuk pada sudut pandang pemberitaan. Kartun ini menyoroti perilaku orang-orang yang berada disekitar Soeharto.
Pada karya ini terlihat tiga kelompok gambar, yaitu pemimpin Pemerintahan RI (Soeharto dan Umar Wirahadikusumah), tiga figur laki-laki yang berjalan membungkuk dan menjulurkan lidah serta seorang komentator yang mengucapkan kalimat
“HEI,
JANGAN
COBA-COBA”. Sosok
Soeharto
dan
Umar
Wirahadikusumah digambarkan dengan postur yang besar dan diletakan di tengah bidang gambar.
Sementara tiga figur dapat diinterpretasikan sebagai pejabat,
digambarkan dengan postur yang kecil. Figur komentator juga digambarkan dengan postur yang kecil tetapi ditempatkan di luar bayangan Soeharto. Pesan yang disampaikan melalui karya ini tentang sikap menjilat dari pejabat yang dekat dengan pemimpin.
Karya lainnya yang dimuat tanggal 16 Maret 1983, mengomentari tentang Kabinet Pembangunan yang dibentuk oleh Soeharto dan Umar Wirahadikusumah. Pada kartun
ini
terlihat
tiga
kelompok
gambar
yaitu
Soeharto -
Umar
Wirahadikusumah yang duduk didepan, pejabat menteri yang ditempatkan di bagian belakang mobil dan seorang komentator. Figur Soeharto dan Umar Wirahadikusumah digambarkan dengan postur yang besar, sementara pejabatpejabat menteri digambarkan dengan postur yang lebih kecil lagi. Figur komentator digambarkan dengan postur yang paling kecil. Kartun ini mendeskripsikan tentang Kabinet Pembangunan dengan jumlah menteri yang banyak.
Kedua karya pembanding ini walaupun memunculkan tiga gambar tetapi cenderung menunjukkan pola visual yang sama dengan karya yang bertema. Kedua karya ini merepresentasikan sosok pemimpin dengan postur yang paling besar, sementara bawahannya divisualkan dengan postur yang lebih kecil. Untuk lebih memperlihatkan hubungan antara pemimpin dan bawahan, bawahan ditempatkan disamping atau dibelakang.
Dari gambar-gambar yang hadir dari dua karya kartun pembanding maupun cara penempatannya memperlihatkan kecenderungan penyampaian makna dan ciri visual yang sama dengan karya bertema “Presiden Bertanggungjawab”. Situasi
yang digambarkan melalui karya-karya tersebut adalah lembaga kepresidenan dipenuhi pejabat-pejabat yang menunjukkan sikap yang tidak bertanggungjawab. Dari ketiga karya yang dibahas terlihat ciri visual yang sama, sehingga tampak pola visual: Terdapat dua atau tiga gambar yang muncul pada karya yang memperlihatkan hubungan antara atasan dan bawahan serta seorang komentator. Figur pemimpin ditampilkan dengan postur lebih dari figur bawahan. Figur pemimpin ditempatkan didepan figur bawahan. Pengambilan gambar semua gambar: long shoot
4.1.3 Karya Bertema: Inspeksi Mendadak
Gbr. IV. 8. Kartun bertema: Inspeksi Mendadak Edisi : 11 Agustus 1984 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Pada karya bertema Inspeksi Mendadak ini, Pramono menampilkan figur bayangan dari Menteri Kehakiman Ismail Saleh dengan penggambaran postur yang paling besar dibandingkan dengan figur-figur lain. Secara berhadapan, tampak gambar figur dari pejabat bawahan Ismail Saleh yang sedang merunduk dengan ekspresi ketakutan. Pramono tampaknya mengkritik sikap dari pejabat yang ketakutan ketika berhadapan dengan atasan yang melakukan inspeksi. Kritik
ini dipertajam dengan ucapan komentator ““KALAU
MEMANG BERSIH
TERTIB, NGAK USAH TAKUT, PAK”.
Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam karya ini, berikut diuraikan secara bertahap berikut ini diuraikan berbagai aspek karya: a. Deskripsi Pra-ikonografi Di kiri bidang gambar tampak bayangan hitam figur laki-laki berkacamata dengan pengambilan gambar medium shoot. Terdapat teks INDAK dengan warna putih. Terlihat mulutnya terbuka. Bayangan mengarah kepada figur laki-laki yang duduk.
Gambar lainnya adalah figur dengan bagian kepala atas saja
yang terlihat.
Pengambilan gambar long shoot. Figur laki-laki tersebut mengenakan kacamata. Tampak meja dan kursi dengan sandaran yang tinggi. Di atas meja terlihat palu. Di belakang terlihat tumpukan lembaran-lembaran yang tidak beraturan. Tubuh figur ini terlihat merunduk. Pandangan mengarah ke kemunculan bayangan dengan ekspresi yang khawatir. Garis membentuk kontur gambar figur. Meja dan kursi dibiarkan putih, kontras dengan bayangan figur. Raster pada bagian samping meja, sandaran kursi dan tumpukan lembaran.
Tampak pula figur anak laki-laki yang berdiri di bidang gambar sebelah kanan. Figur ini terlihat merentangkan tangan dengan ekspresi yang gembira. Kalimat yang diucapkan figur ini adalah “KALAU
MEMANG BERSIH TERTIB,
NGAK USAH TAKUT, PAK”. Figur ini ditampilkan dengan pengambilan gambar long shoot.
b. Analisa Ikonografis Kartun ini menyoroti tindakan yang dilakukan Menteri Kehakiman, Ismail Saleh yang melakukan inspeksi mendadak ke kantor-kantor Pengadilan Negeri ( berita Sinar Harapan, 9 Agustus 1984). Ismail Saleh dalam pemberitaan, menegur keras Kepala Kantor Balai Peninggalan Surabaya, dengan kalimat “Kantor ini jangan
dijadikan jadi Kantor Balai Penggelapan!”, karena menyaksikan ketidakberesan pengarsipan dokumen dan penyimpanan berbagai barang peninggalan masyarakat serta melihat ruangan yang gelap tidak terawat. Sebelumnya Ismail Saleh juga melakukan inspeksi mendadak ke Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Berikut ini adalah analisa ikonografi dari kartun yang bertema tentang inspeksi mendadak di lingkungan departemen kehakiman: Pada kartun ini, obyek bayangan dari figur yang berkacamata terlihat mencolok. Ukuran figur yang lebih besar dari gambar yang lainnya menyampaikan pesan postural tentang dominasi dan kekuasaan yang besar. Warna hitam pada obyek bayangan mempertegas dominasi tersebut. Bayangan hitam tampaknya mengacu pada wajah Ismael Saleh. Pada bayangan tertulis INDAK, singkatan dari Inspeksi Mendadak, yang ditulis dengan ukuran huruf yang cukup besar. Posisi bayangan ini pun menunjuk ke arah figur yang terlihat setengah bersembunyi di meja kerja. Figur yang duduk merunduk adalah gambaran seorang laki-laki yang berprofesi sebagai pejabat pengadilan. Identifikasi diperoleh dari gambar palu yang tergeletak diatas meja dan kursi dengan sandaran yang tinggi. Posenya yang merunduk dan menyembunyikan sebagian wajahnya dibalik meja menunjukan pesan postural bahwa figur tersebut statusnya lebih rendah. Raut wajah pejabat itu menunjukkan pesan fasial ketakutan. Dari arah pandangannya dapat diketahui, sesuatu yang menakutinya adalah bayangan atau pemilik bayangan yang melakukan Inspeksi Mendadak (Indak). Dibelakangnya, terlihat tumpukan lembaran-lembaran yang tidak teratur. Figur lainnya yang tampak pada kartun ini adalah seorang anak kecil, lakilaki. Kepala yang mendongak memperlihatkan figur ini tidak merasa takut. Kalimat “KALAU MEMANG BERSIH TERTIB NGGAK USAH TAKUT, PAK” yang diucapkan figur ini menegasi kesemrawutan berkas yang berada dibelakang figur pejabat pengadilan. Kalimat yang diucapkan ditujukan kearah
pejabat, tetapi pandangannya diarahkan ke bayangan. Figur ini ditempatkan sebagai komentator yang mewakili pandangan dari kartunis atau surat kabar.
Dari analisa visual terhadap gambar-gambar yang hadir, karya ini memiliki ciriciri visual sebagai berikut: Ada tiga figur yaitu bayangan sebagai figur atasan, figur bawahan dan figur komentator. Sosok figur atasan digambarkan dengan postur yang besar, sementara figur bawahan ditampilkan dengan postur lebih kecil. Figur komentator yang lebih mirip sosok anak-anak. Figur atasan dan bawahan diposisikan berhadapan. c. Interpretasi Ikonologis
Tradisi inspeksi mendadak merupakan kegiatan yang cukup populer pada masa Orde Baru. Inspeksi mendadak biasanya dilakukan pimpinan dalam sebuah departemen atau direktorat ke jajaran dibawahnya dengan melihat kinerja secara langsung dan tanpa rekayasa. Walaupun tidak selamanya berjalan demikian, inspeksi mendadak ternyata sudah diatur, seperti yang dituturkan Pramono, yang pernah mengikuti kegiatan inspeksi mendadak seorang menteri semasa masih aktif di Sinar Harapan. Dalam kartun ini, Inspeksi Mendadak digambarkan menciptakan ketakutan dikalangan pejabat yang dikunjungi.
Metafora yang muncul dalam kartun ini adalah bayangan hitam besar sebagai penggambaran dari kekuasaan yang dimiliki oleh Menteri Kehakiman. Identifikasi tentang sosok Menteri Kehakiman dilihat dari bentuk siluet bayangan yang mendekati figur Ismail Saleh sebagai Menteri Kehakiman pada saat itu. Metafora yang lainnya adalah tumpukan berkas yang tidak teratur sebagai penggambaran dari ketidakberesan pengelolaan di kantor pengadilan. Dari pemilihan gambargambar metafora yang terdapat pada karya ini serta cara penggambaran dapat disimpulkan
situasi
yang
ingin
disampaikan
adalah
kegagalan
dan
ketidakprofesionalan dalam pengelolaan departemen di pemerintahan serta mentalitas pejabat yang takut pada atasan.
Berikut ini penjelasan dari Pramono tentang karya yang dibahas. Bayangan yang muncul pada kartun ini adalah sosok Ismail Saleh, Menteri Kehakiman pada saat Orde Baru. Penggambaran bayangan yang besar memperlihatkan posisi Ismail Saleh sebagai pejabat tertinggi di Departemen Kehakiman. Tumpukan kertas yang berada di belakang pejabat bawahan Ismail Saleh untuk menggambarkan tumpukan kasus yang belum diselesaikan. Pramono menuturkan juga tentang adanya praktek memberikan sejumlah uang agar sebuah kasus dapat dengan segera disidangkan.
Interpretasi gambar pada kartun ini tidak berbeda dengan yang dikemukakan Pramono. Figur yang memiliki kekuasaan yang besar atau jabatan yang tinggi direpresentasikan dengan gambar yang besar pula. Demikian pula sebaliknya, figur yang kekuasaannya lebih rendah, digambarkan dengan gambar yang lebih kecil. Seperti halnya kartun yang bertema tentang Soeharto, pada kartun ini kritik lebih diarahkan pada pejabat yang lebih rendah.
Diantara karya-karya
Pramono, terdapat karya yang secara tematis memiliki
kesamaan, yaitu kartun yang dimuat pada edisi 28 Maret 1985.
Gbr. IV.9. Kartun bertema: Pengecekan di Bandara Edisi : 28 Maret 1985 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Pada karya ini muncul tiga gambar, yaitu figur pejabat bandara Cengkareng, pejabat yang ditampilkan sebagian dan komentator. Ciri visual yang terlihat pada
karya ini memperlihatkan kemiripan dengan karya bertema “Inspeksi Mendadak” yaitu dimunculkannya tiga gambar, postur pejabat tinggi digambarkan lebih besar dari pejabat bandara dan posisi keduanya yang berhadapan. Pengambilan ketiga figur: dilakukan secara long shoot.
Dari dua karya yang dibahas terlihat ciri visual yang sama, sehingga tampak pola visual: Terdapat dua atau tiga gambar yang muncul pada karya yang memperlihatkan hubungan antara atasan dan bawahan serta seorang komentator. Figur pemimpin ditampilkan dengan postur lebih besar dari figur bawahan. Figur pemimpin ditempatkan berhadapan dengan figur bawahan. Pengambilan gambar semua gambar: long shoot
4.1.4 Karya Bertema: Penyelewengan Dana SD Inpres
Gbr. IV.10. Kartun bertema: Penyelewengan Dana SD Inpres Edisi : 7 Pebruari 1983 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Pramono pada karya ini mengkritisi tentang penyelewengan Dana SD Inpres. Pramono menggambarkan sekelompok figur pejabat yang sedang makan ayam
(metafora dari dana SD Inpres). Figur ini digambarkan dengan postur yang lebih besar dari figur anak siswa SD. Pramono melalui karya ini mengkritik pejabatpejabat yang melakukan tindakan penyelewengan dana SD Inpres.
Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam karya ini, berikut diuraikan secara bertahap berikut ini diuraikan berbagai aspek karya:
a. Deskripsi Pra-ikonografi Pada sisi kiri-atas bidang gambar terlihat tiga figur laki-laki dengan postur gemuk dengan pengambilan gambar long shoot. Figur yang duduk paling kiri mengenakan peci putih dan kain lap yang diletakkan dipundak. Figur yang duduk di tengah mengenakan topi juru masak. Sementara figur yang paling kanan mengenakan kacamata dan berkepala botak. Ketiganya terlihat mengenakan pakaian yang mirip kemeja.. Mereka mengelilingi meja makan yang bertuliskan DANA SD INPRES dan makan daging ayam yang tersaji di piring bundar. Ketiga figur sedang duduk dengan posisi tegak, kecuali figur yang duduk paling kanan tampak agak membungkuk. Mereka makan tanpa memakai peralatan makan. Figur yang mengenakan peci dan topi juru masak terlihat makan dengan mata terpejam. Figur yang tidak mengenakan penutup kepala tampak fokus ke makanan. Ia melemparkan tulang ke arah anak laki-laki.. Ketiganya membuka mulut lebar-lebar memperlihatkan gigi yang tajam. Garis membentuk kontur figur-figur. Figur yang berpeci dibiarkan putih kecuali pada bagian perut dan kaki yang memiliki arsir. Kursi yang diduduki yang diblok warna hitam sementara meja dibiarkan putih, tanpa arsir. Pada figur yang paling kiri nada gelap terang muncul secara
bergradasi. Warna hitam pada bagian kaki. Latar belakang
dibiarkan bersih tanpa ada arsir garis. Pada sisi kanan-bawah bidang gambar, terlihat seorang anak laki-laki mengenakan pakaian lengan pendek dan celana pendek sedang duduk di bangku. Ia menggenggam sendok dan garpu. Posisi anak laki-laki badan agak membungkuk dengan ekspresi wajah yang sedih. Kedua tangan terlihat lunglai dengan ekspresi yang menyedihkan. Garis membentuk kontur figur dengan detail. Bagian tubuh
dan pakaian tidak diarsir. Kursi yang diduduki diblok warna hitam. Pengambilan gambar figur anak laki-laki dilakukan secara long shoot.
b. Analisa Ikonografi Kartun ini muncul sebagai pendamping artikel yang membahas tentang pendidikan dasar sekolah dasar di Indonesia (Artikel Sinar Harapan-7 Pebruari 1983). Artikel ini secara khusus membicarakan uji coba pendidikan ditingkat sekolah dasar yang dilaksanakan di Kabupaten Cianjur. Uji coba ini dilakukan untuk memenuhi target program pemerintah Indonesia di Pelita IV yaitu peningkatan mutu pendidikan (berbeda dengan Pelita III yang lebih memusatkan perhatian pada perluasan kesempatan memperoleh pendidikan dasar). Pramono tampaknya melihat sisi lain dari permasalahan pendidikan dasar. Yang menjadi sorotan Pramono bukan mengenai rencana peningkatan mutu pendidikan dasar, tetapi tentang keberadaan sekolah dasar Inpres yang menjadi bagian dari program pendidikan Pelita III.
Berikut analisa ikonografi dari kartun yang bertema korupsi dana SD Inpres: Gambar tiga figur laki-laki yang sedang makan ayam yang merupakan metafora dari dana SD Inpres (teridentifikasi dari meja makan yang bertuliskan
DANA SD INPRES). Dari pakaian yang dikenakan, pesan
artifaktual yang disampaikan adalah ketiga figur tersebut menggambarkan seorang pembantu, juru masak dan seorang yang mungkin dari kalangan pejabat, birokrat atau intelektual.
Mulut mereka yang terbuka dan tersenyum lebar, menunjukan pesan fasial yang gembira. Tetapi dengan dilekatkan karakter binatang buas melalui tampilan gigi-gigi yang tajam tergambar ekspresi seseorang yang rakus. Pesan gestural yang negatif, tidak memperhatikan dan meremehkan diperlihatkan figur yang duduk di paling kiri yang melemparkan tulang. Ukuran badan yang besar dan cara duduk yang terlihat santai dalam kartun ini menunjukan pesan postural power, yang mengungkapkan seseorang yang memiliki kekuasaan yang besar dibandingkan dengan gambar lain. Gambar ini sangat
mempertimbangkan kontras gelap terang dengan menempatkan arsir maupun sapuan warna hitam sehingga terasa adanya kesan kedalaman, ruang dan volume. Walaupun demikian kontras gelap terang ini tidak menunjukan indikasi upaya penyimbolan. Gambar figur ditampilkan adalah seorang. Dari pakaian yang dikenakan, pesan artifaktual yang disampaikan adalah seorang siswa sekolah dasar. Siswa merupakan metafora dari pendidikan dasar di Indonesia. Raut wajahnya menunjukan pesan fasial kesedihan. Ukuran badan yang jauh lebih kecil dan ditempatkan dipojok bawah bidang gambar dengan jarak yang cukup jauh dari kelompok figur yang sedang makan memperlihatkan pesan postural kesan yang tertindas. Pesan gestural yang negatif, tidak berdaya tergambar dari tangan yang menggenggam sendok dan garpu yang terlihat lunglai. Figur ini digambar dengan garis yang efektif. Kesan kontras dimunculkan dengan memberikan blok warna hitam sementara figur digambar tanpa arsir sehingga terhindar dari kesan datar. Latar belakang yang dibiarkan kosong, tidak ada arsir dan tanpa upaya menciptakan ruang. Keputusan ini menimbulkan konsekuensi, gambar-gambar terkesan melayang. Tetapi tampaknya, kartunis mempertimbangkan hal lain yaitu fokus perhatian lebih terarah pada gambar. Penggarapan nada gelapterang ataupun kualitas unsur rupa garis pada kartun lebih diorientasikan untuk kepentingan estetis saja. Kartunis tampaknya tidak bermaksud menyampaikan pesan-pesan simbolik melalui pengaturan nada gelap terang maupun unsur visual garis.
Dari analisa visual terhadap gambar-gambar yang hadir, karya ini memiliki ciriciri visual sebagai berikut: Terdapat dua kelompok gambar yaitu kelompok pejabat dan figur anak lakilaki. Perbandingan postur figur pejabat dengan anak laki-laki proporsional, tetapi karena kelompok pejabat terdiri dari tiga orang, maka terkesan besar.
Kedua gambar ditempatkan dalam posisi yang berjauhan. Pengambilan gambar kedua gambar dilakukan secara long shoot.
c. Interpretasi Ikonologi Untuk mengomentari peristiwa penyelewengan dana SD Inpres, Pramono menyajikan dua gambar visual yang menunjukkan kekontrasan dalam berbagai hal, mulai dari jumlah figur (kelompok pejabat berjumlah empat sementara gambar anak kecil sendirian), ukuran gambar (kelompok orang pejabat digambarkan berukuran besar-gemuk, figur anak kecil berukuran kecil-kurus) dan posisi gambar di bidang gambar (kelompok pejabat dipojok atas, sementara figur anak kecil di pojok bawah). Kekontrasan lain terlihat dari ekspresi yang ditunjukkan. Kelompok pejabat memperlihatkan ekspresi yang gembira, sementara figur anak kecil terlihat sangat sedih.
Dilihat dari aspek metafora, terlihat adanya tingkat metafora yang berbeda antara figur kelompok laki-laki yang sedang makan dan figur anak SD. Untuk gambar figur anak SD relatif mudah dipahami karena dapat secara langsung diperoleh dari identitas pakaian mulai dari jenis pakaian sampai adanya lingkaran kecil di dada kiri yang bisa dikenali sebagai bentuk yang menunjukan badge yang umum ditemukan disaku seragam sekolah.
Yang membutuhkan pengamatan lebih mendalam adalah gambar figur-figur yang sedang makan ayam. Gambar ini menggambarkan adanya sekelompok orang yang melakukan tindakan penyelewengan terhadap dana SD Inpres. Kesimpulan tentang tindakan tidak terpuji ini dapat diambil dari suguhan perangai figur, sementara untuk gambar yang diselewengkan dengan jelas terbaca dari teks verbal. Yang menjadi masalah adalah relevansi antara identitas yang melekat pada figur dengan konteks permasalahan dan hubungan antar figur itu sendiri. Bagaimana
hubungan
antara
“pembantu”,
“juru
masak”
dan
“birokrat/pejabat/intelektual” yang duduk satu meja dengan permasalahan penyelewengan dana SD Inpres. Dari atribut pakaian yang dikenakan ketiga figur tersebut, tergambarkan bahwa mereka berasal dari berbagai kelompok
masyarakat. Dalam tatanan sosial di Indonesia, ketiganya memiliki peran yang berbeda dan pengakuan sosial yang berbeda pula. Pembantu adalah orang yang bertugas menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan biasa diminta menyelesaikan perintah dari majikan. Juru masak adalah seseorang yang diakui memiliki kemampuan mengolah makanan. Sementara pejabat adalah seseorang yang diangkat untuk memimpin suatu organisasi atau tugas di pemerintahan. Dikaitkan dengan konteks permasalahan maka dugaan yang paling mungkin adalah aparat Pemerintah mulai dari level yang paling rendah sampai tinggi karena merekalah yang paling berkompeten dengan realisasi program SD Inpres.
Duduknya mereka dalam satu meja menunjukan bahwa penyelewengan tersebut dilakukan secara bersama-sama. Pose dan gestur menunjukkan suasana yang santai. Ekspresi yang diperlihatkan ketiga gambar tersebut adalah ekspresi yang gembira. Pramono memperlihatkan bahwa tindakan ‘memakan’dana SD Inpres tidak menjadi beban moral.
Situasi yang digambarkan dalam kartun ini adanya sikap tidak bertanggungjawab, rakus dan arogan dari pejabat Pemerintah terhadap pendidikan dasar di Indonesia. Kartun ini berbicara tentang kegagalan pemerintahan Indonesia dalam menjalankan program SD Inpres.
Terkait dengan karya yang sedang dibahas, Pramono menjelaskan beberapa hal. Kehadiran figur-figur dari berbagai strata sosial merupakan penggambaran bahwa penyelewengan dana SD Inpres dilakukan oleh semua pihak yang menerima dana tersebut. Pejabat yang digambarkan gemuk dengan gigi yang tajam untuk menunjukkan kerakusan.
Berbeda dengan interpretasi terhadap figur-figur yang terdapat pada kartun ini, Pramono menggambarkan figur-figur pelaku penyelewengan bukan hanya pejabat Pemerintah, tetapi juga pimpinan proyek yang lainnya. Penyelewengan ini dilakukan secara sistematis. Kemunculan figur-figur tersebut merupakan hasil imajinasi dengan membayangkan suasana makan bersama. Menurut Pramono,
kehadiran pelayan, juru masak dan pejabat (direktur) untuk menunjukan sisi hirarkis dari penyelewengan, dari mulai kalangan paling rendah sampai kalangan tinggi. Pada kartun ini, Pramono tidak mengarahkan identitas figur pejabat pada tokoh tertentu.
4.1.5 Karya Bertema: Komisi Pertamina
Gbr. IV.11 Kartun bertema: Komisi Pertamina Edisi : 13 Pebruari 1980 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Berbeda dengan karya-karya yang sudah dibahas yang memperlihatkan kecenderungan penggambaran figur yang berkonotasi negatif dengan postur yang lebih dibesarkan dari figur yang lain, pada karya ini justru figur yang menggambarkan pelaku penyelewengan komisi di Pertamina digambarkan lebih kecil. Pada karya ini Pramono ingin memperlihatkan situasi yang ironis, ketika Pemerintah yang digambarkan dengan tangan yang besar, terpedaya oleh pejabat Pertamina. Yang menjadi sasaran kritik secara langsung adalah pejabat Pertamina yang melakukan penyelewengan. Tetapi secara tidak langsung, kritik disampaikan kepada Pemerintah yang tidak berdaya walaupun sudah dibantu oleh masyarakat yang dalam karya ini diwakili oleh figur laki-laki yang berulangkali dengan isyarat tangan besar.
memberi tahu adanya komisi yang disembunyikan dalam jumlah
Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam karya ini, berikut diuraikan secara bertahap berikut ini diuraikan berbagai aspek pada karya:
a. Deskripsi Pra-ikonografi Pada karya dengan bidang gambar horizontal ini tampak tiga figur manusia. Tangan
yang ditampilkan hiperbolis dengan ukuran yang besar mewakili
keutuhan figur manusia. Gambar ini ditampilkan dengan posisi yang paling atas dibandingkan gambar-gambar yang lain. Tangan besar ini terlihat mengenakan jas. Telapak tangan digambarkan terbuka menengadah. Garis membentuk kontur gambar. Tidak ada arsir untuk memberikan kesan volume kecuali pada ujung lengan pakaian muncul kesan tekstur kain. Di tengah bidang gambar terlihat figur seorang laki-laki yang sedang berdiri diujung dermaga dengan pengambilan gambar secara long shoot. Postur figur lakilaki ini terkesan kecil karena berhadapan langsung dengan gambar tangan. Figur ini mengenakan stelan jas dan bertopeng. Kepalanya menengadah ke arah tangan yang berukuran besar. Tangan kanan terangkat menyerahkan ikan kecil dan tangan kiri diletakan dipunggung sambil menggenggam tali yang mengikat ikanikan besar. Figur laki-laki tersenyum lebar dengan arah pandangan ke figur telapak tangan. Kalimat yang diucapkannya “SAYA KEMBALIKAN PADA PEMERINTAH”. Pada kartun ini garis dimaksimalkan untuk membentuk kontur gambar figur. Pakaian figur laki-laki ini dibiarkan putih. Warna hitam muncul pada bagian dasi, penutup mata, ikan dan dermaga.
Di bagian bawah bidang gambar, terlihat delapan ekor ikan berukuran besar yang terikat bertulisan “KOMISI”. Ikan-ikan dengan arah kepala ke atas karena terikat pada tali. Garis membentuk kontur gambar ikan dan kesan tekstur kulit ikan. Arsir garis pada bagian tubuh ikan menciptakan gradasi gelap ke terang. Tulisan “KOMISI”berwarna putih. Bidang air diberi raster sehingga muncul kesan warna abu-abu. Garis putih melingkar untuk meng-gambarkan riak air.
Agak jauh posisinya dari dermaga, tampak seorang figur seorang laki-laki dengan badan terendam. Tidak mengenakan pakaian. Tangan mengarahkan telunjuk ke bawah. Mulutnya terbuka dengan ekspresi yang kesal. Gambar ini digambar dengan garis yang lentur, tanpa ada arsir kecuali di bagian rambut untuk memperlihatkan tekstur.
Terdapat garis-garis diatas telapak tangan. Figur tersebut digambarkan secara long shoot.
b. Analisa Ikonografis Peristiwa yang melatarbelakangi karya kartun ini adalah komentar Wakil Ketua Komisi VI DPR, Santoso Danoesapoetro, menanggapi penjualan minyak yang dilakukan Pertamina (berita Sinar Harapan-13 Pebruari 1980). Indonesia pada masa itu menjual minyak berdasarkan sistem kontrak dengan negara-negara konsumen. Tetapi minyak dari Indonesia dijual lagi kepada pihak lain seperti yang dilakukan perusahaan asal Jepang, Far East Oil Jepang. Santoso meminta agar pimpinan Pertamina menyelusuri seluk beluk perdagangan minyak agar rakyat Indonesia mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari perdagangan minyak tersebut dan mencantumkan komisi dari transaksi minyak harus tercantum di APBN.
Berikut ini analisa ikonografis untuk kartun yang bertema tentang korupsi komisi Pertamina: Sebuah telapak tangan sebelah kanan berukuran besar terbuka ke atas menunjukan pesan gestural yang
siap menerima sesuatu. Walaupun
digambarkan sedikit saja terlihat, pakaian yang dikenakan oleh figur ini yang digambarkan bertekstur dari hasil garis-garis lurus yang menyudut adalah jenis jas. Pesan artifaktual yang disampaikan, figur ini adalah seorang pejabat pemerintah, birokrat, pengusaha atau kelompok masyarakat dari kelas social menengah keatas. Tetapi dengan memperhatikan konteks permasalahan dan kalimat yang diucapkan gambar figur lainnya, maka dapat diketahui telapak tangan ini adalah metafora dari pemerintah. Telapak tangan ini berwarna putih dan berkesan datar karena tidak ada arsir garis.
Figur lainnya adalah seorang laki-laki yang mengenakan stelan jas berwarna putih, dan penutup mata. Dari cara berpakaian, pesan artifaktual dari figur ini adalah dari seorang pejabat yang berkedudukan tinggi. Pakaian
yang
berwarna putih dari aspek visual memunculkan kontras dengan penutup mata dan lantai dermaga yang diberi warna hitam. Penutup mata yang dikenakan menunjukan bahwa identitasnya tidak ingin diketahui. Tanpa membaca teks berita, tidak akan diketahui siapa sebenarnya figur laki-laki berjas putih itu. Pramono sebagai kartunis tidak mencantumkan teks yang menunjukan identitas dari pejabat tersebut. Apabila mengaitkan dengan berita maka figur tersebut adalah gambaran dari pejabat Pertamina.
Pandangan yang ke arah pemerintah dengan senyum lebar, menunjukan pesan fasial yang gembira. Tangan kanan yang memberi ikan dan tangan kiri yang disimpan dipunggung memegang tali yang mengikat ikan-ikan besar, menunjukan pesan gestural yang mempertentangkan. Ekspresi yang gembira dinegasi dengan tangan kiri yang menyembunyikan sesuatu. Dengan mengkaji pesan fasial dan gestural diperlihatkan maka pejabat ini memiliki sifat yang tidak baik, korup dan licik. Sifat-sifat ini tergambar dari perilakunya yang hanya menyerahkan seekor ikan kecil kepada Pemerintah, sementara ikan-ikan besar tetap disembunyikan.
Figur pejabat ini berdiri tegak di ujung dermaga yang lantainya diblok warna hitam. Pesan postural yang disampaikan oleh figur pejabat ini adalah kepercayaan diri yang kuat karena dalam posisi sebagai orang yang memberi sesuatu kepada pihak lain.
Gambar lainnya yang berhubungan langsung dengan figur pejabat ini adalah sekerumunan ikan besar yang bertulis KOMISI. Ikan-ikan tersebut merupakan metafora dari komisi yang diperoleh oleh pejabat tersebut Kalimat “SAYA KEMBALIKAN
PADA
PEMERINTAH” menunjukkan
komisi
yang
dikembalikan tetapi dalam jumlah yang kecil seperti yang dimetaforakan dengan ikan-ikan kecil yang diberikan. Kalimat ini merefleksikan kelicikan
yang dilakukan oleh pejabat Pertamina.
Warna ikan-ikan tersebut yang
didominasi oleh warna hitam menunjukan nuansa yang negatif. Gambar lain yang tampak pada kartun ini adalah figur laki-laki yang sedang berenang. Figur ini ditampilkan tanpa busana yang merupakan penyesuaian dari aktivitas berenang sehingga menyulitkan identifikasi identitas. Figur ini tampaknya mewakili pendapat kartunis atau surat kabar. Sorot mata yang tajam dan mulut yang berteriak, menunjukan pesan fasial kemarahan. Dari telunjuk yang mengarah ke bawah, pesan gestural yang ingin disampaikan adalah memberitahu adanya komisi-komisi yang disembunyikan oleh oknum pejabat tersebut.
Dari analisa visual terhadap gambar-gambar yang hadir, karya ini memiliki ciriciri visual sebagai berikut: Disajikannya tiga figur yaitu pemerintah yang direpresentasikan dengan telapak tangan yang besar, pejabat Pertamina dan komentator. Figur pemerintah digambarkan dengan ukuran yang besar, figur pejabat pertamina ditampilkan dengan postur lebih kecil. Figur komentator paling kecil. Figur Pemerintah dan pejabat pemerintah diposisikan berhadapan. Komentator ditempatkan jauh dari posisi Pemerintah dan pejabat Pertamina. Figur Pemerintah digambarkan dengan cara close up shoot, sementara figur laki-laki digambarkan dengan cara long shoot.
c. Interpretasi Ikonologikal Kartun ini mengomentari tentang perilaku dari pejabat tinggi perusahaan milik negara Pertamina yang mengambil keuntungan pribadi dari komisi-komisi penjualan minyak. Perilaku ini merugikan negara dalam jumlah yang besar. Pramono mengomentari peristiwa ini dengan menyajikan tiga figur, yaitu pemerintah yang direpresentasikan dengan telapak tangan yang besar, pejabat Pertamina dan komentator.
Metafora yang muncul dalam kartun ini adalah telapak tangan berukuran besar yang menggambarkan kekuasaan yang dimiliki oleh Pemerintah. Pejabat Pertamina divisualkan dengan mengenakan penutup mata berwarna. Penutup mata ini berfungsi untuk menyembunyikan identitas diri dan menyimbolkan pelaku kejahatan.
Dari pemilihan gambar-gambar metafora yang terdapat pada karya ini serta cara penggambaran dapat disimpulkan makna yang terkandung dalam karya ini adalah situasi yang ironis. Pemerintah yang memiliki kekuasaan yang besar ditempatkan sebagai korban dari kecurangan pejabat Pertamina. Kartun ini menyoroti tentang kegagalan pemerintah dalam melindungi aset kekayaan negara yang harus dapat digunakan untuk mensejahterakan rakyat.
Perlu diperhatikan juga figur komentator. Figur ini tampak berupaya keras untuk memberitahu Pemerintah yang terlihat dari ekspresi dan gestur tangan yang secara berulang menunjuk ke arah kedalaman laut. Dapat ditafsirkan bahwa upaya masyarakat (pers) untuk memberitahu adanya penyelewengan di Pertamina sudah dilakukan berulang kali tetapi tidak cukup mendapat tanggapan serius. Kehadirannya figur komentator yang berusaha memberitahu tentang adanya penyelewengan,
memperlihatkan
kegagalan
Pemerintah
dalam
menyerap
informasi dari masyarakat.
Berikut penjelasan Pramono yang terkait dengan karya yang dibahas. Kartun ini menggambarkan masalah komisi Pertamina secara lugas dan sesuai dengan apa yang diberitakan. Seperti komentar kecil terhadap sebuah peristiwa. Pramono menyatakan penggunaan penutup mata pada figur pejabat Pertamina terinspirasi oleh tokoh-tokoh penjahat di kartun Walt Disney seperti Gerombolan Si Berat. Ikan-ikan yang muncul pada karya ini merupakan penggambaran dari komisi hasil transaksi.
Kartun ini memang terlihat lugas, berbicara apa adanya sesuai dengan peristiwa yang terjadi. Pramono mengkritik pejabat Pertamina secara terbuka bahkan
langsung mensejajarkannya dengan penjahat.
Kelugasan dapat saja muncul
karena pejabat Pertamina bukan pejabat Pemerintah yang memiliki kekuasaan yang dapat digunakan untuk menekan. Penggambaran penjahat dengan penutup mata merupakan bentuk stereotyping yang ditemukan pada kartun-kartun dari Barat.
Untuk dijadikan bandingan, berikut ini adalah karya Pramono, edisi 16 September 1986 yang memiliki kemiripan dalam peristiwa.
Gbr. IV. 12. Kartun bertema: Pemegang HPH Edisi : 16 September 1986 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Karya ini mengomentari tentang perilaku rekanan Pemerintah dalam pengelolaan aset negara hutan. Pada karya ini tampak dua figur yang saling berhadapan yaitu figur pejabat Pemerintah dan figur pengusaha pemegang Hak Pengelolaan Hutan (HPH). Figur pejabat Pemerintah ditampilkan dalam ukuran postur yang besar, sementara figur pengusaha ditampilkan dengan postur yang lebih kecil. Pejabat Pemerintah terlihat berkacak pinggang dengan pandangan yang menyelidik dan pengusaha yang ditampilkan berkacamata tampak berekspresi riang. Dibelakang pengusaha tampak suasana hutan yang gundul dan dimanipulasi dengan lukisan hutan palsu. Situasi yang diperlihatkan karya ini memiliki kemiripan dengan karya tentang Komisi Pertamina. Keduanya berbicara tentang penipuan yang dilakukan oleh pengusaha atau perusahaan rekanan. Pola visualnya pun memiliki kemiripan
mulai dari pembedaan ukuran postur dari gambar yang mewakili Pemerintah dan pejabat sampai ke penempatan posisi kedua figur tersebut.
Dari dua karya yang dibahas terlihat ciri visual yang sama, sehingga tampak pola visual: Terdapat dua atau tiga gambar yang muncul pada karya yang memperlihatkan hubungan antara Pemerintah dengan pengusaha serta seorang komentator. Figur yang mewakili Pemerintah ditampilkan dengan postur lebih besar dari figur pengusaha. Figur yang mewakili Pemerintah ditempatkan berhadapan dengan figur bawahan. Pengambilan gambar semua gambar: long shoot, kecuali pada karya bertema “Komisi Pertamina”yang menampilkan close up shoot.
4.1.6 Karya Bertema: Jual Beli Proyek
Gbr. IV.13. Kartun bertema: Jual Beli Proyek Edisi : 27 Januari 1984 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Pada karya ini, Pramono mengkritik perilaku pejabat yang melakukan tindakan jual-beli proyek yang merugikan negara. Pramono mengambil figur tikus yang mengenakan jas hitam dan kacamata hitam sebagai metafora dari pejabat Pemerintah sebagai pelaku kejahatan. Selain meminjam bentuk tikus, Pramono juga menggambarkan dalam ukuran yang lebih besar dari figur yang lain. Gambar lainnya adalah
pengusaha yang digambarkan dengan figur laki-laki yang
membawa tas dan uang.
Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam karya ini, berikut diuraikan secara bertahap berikut ini diuraikan berbagai aspek pada karya: a. Deskripsi Pra-ikonografi Kartun ini menyajikan dua figur. Figur yang di kiri bidang gambar adalah lakilaki dengan rambut yang tipis sedang membawa tas dan tangan kanan menggenggam lembaran bertuliskan “RP”. Figur ini terlihat berjalan dengan agak membungkuk. Ekspresi tampak gembira dan mengatakan “BELI SATU LAGI… ” Figur ini terlihat bersih karena garis hanya digunakan untuk menciptakan kontur tubuh tanpa ada arsir. Pengambilan gambar figur ini dilakukan secara long shoot.
Figur lainnya adalah seekor tikus yang berperilaku sebagai manusia. Figur tikus ini memiliki telinga bundar dan besar. Pengambilan gambar figur ini dilakukan secara long shoot. Berkacamata hitam dan sedang merokok cerutu. Ukuran postur jauh lebih besar dari figur laki-laki. Pakaian yang dikenakan stelan jas. Ekornya menjuntai
keluar.
Figur
tikus
ini
sedang
duduk
bersandar.
Tampak
mempermainkan jari-jari tangan. Terlihat tersenyum lebar dengan ekspresi yang sinis dan meremehkan. Dibelakangnya tampak tumpukan kotak dalam ukuran yang berbeda. Setiap kotak bertuliskan kata PROYEK dengan jenis font yang berbeda-beda. Pada gambar ini garis selain untuk menggambar gambar juga digunakan untuk menciptakan kedalaman melalui goresan arsir dibeberapa bagian.Warna hitam muncul pada bagian telinga, hidung dan stelan jas. Raster muncul pada ekor memberikan kesan warna abu-abu. Bagian atas bidang gambar diberi sapuan warna hitam.
b. Analisa Ikonografi Kasus yang dikomentari oleh kartun ini adalah kasus mantan bupati Donggala yang terlibat manipulasi dana Inpres (berita Sinar Harapan-25 Januari 1984). Mantan Bupati Donggala tersebut mengeluarkan berita acara fiktif kepada sejumlah kontraktor agar dapat mencairkan dana Inpres. Diungkapkan terdapat proyek pembangunan SD Inpres yang sama sekali tidak dikerjakan oleh kontraktor, sementara pembayaran pekerjaan borongan dicairkan 100 persen dengan menggunakan berita acara fiktif. Berikut analisa ikonografi dari kartun yang bertema jual beli proyek: Gambar tikus pada kartun ini mirip tokoh Miki Mouse, terutama dibagian telinga yang bulat lebar dan berwarna hitam. Figur ini mengenakan jas warna hitam, kacamata hitam dan menghisap cerutu. Pesan artifaktual yang disampaikan dari cara berpakaian adalah figur ini berasal dari masyarakat kelas sosial atas. Raut yang diperlihatkan oleh figur ini menunjukan pesan fasial yang mengejek dan sinis. Pesan postural yang disampaikan dari cara duduk dengan wajah yang mendongak dan jari yang dipermainkan adalah figur ini memiliki kekuasaan. Apabila dikaitkan dengan konteks permasalahan, gambar tikus merupakan metafora dari pejabat pemerintah yang melakukan penyelewengan dan korupsi. Dibelakang figur tikus terdapat tumpukan kotak bertuliskan PROYEK. Besar kecilnya ukuran kotak dapat menunjukan besar kecilnya nilai proyek. Bagian atas bidang gambar terlihat arsir dengan arah diagonal dan sapuan warna hitam yang memunculkan kesan menekan dan mencekam. Gambar figur seorang laki-laki yang sedang berjalan kearah figur tikus. Pose figur yang tampak membungkuk menunjukan pesan postural menghormati. Figur ini akan memberikan lembaran bertulis “RP” kepada figur tikus. Dari kalimat yang diucapkan, dapat diketahui bahwa figur ini adalah seorang pembeli/pengusaha yang akan bertransaksi dengan
figur
pejabat
untuk
mendapatkan proyek. Kalimat “BELI SATU LAGI… ” menunjukkan bahwa transaksi telah berulang kali terjadi.
Dari analisa visual terhadap gambar-gambar yang hadir, karya ini memiliki ciriciri visual sebagai berikut: Dimunculkannya dua gambar figur, mewakili pejabat Pemerintah yang korup dan pengusaha yang oportunis. Penggunaan metafora figur binatang untuk mewakili pejabat Pemerintahan yang melakukan kejahatan korupsi. Postur figur pejabat lebih besar dari figur pengusaha. Keduanya dalam posisi berhadapan. Pengambilan gambar figur ini dilakukan secara long shoot.
c. Interpretasi Ikonologi Gambar tikus merupakan personifikasi dari seseorang yang melakukan kecurangan dalam masalah proyek. Tikus sebagai hewan pengerat sering menjadi metafora bagi seseorang yang melakukan korupsi atau penyelewengan. Figur tikus pada kartun ini yang mirip tokoh Miki Mouse menunjukan adanya pengaruh dari ikon-ikon yang sudah populer pada diri Pramono masa itu. Perihal ini dibenarkan oleh Pramono, yang mengatakan besarnya pengaruh dari pengalaman masa kecil dan remaja yang sering membaca buku-buku komik dari luar. Walaupun demikian kemiripan ini tidak berarti persamaan dalam karakter.
Lebih besarnya gambar figur tikus (sebagai metafora dari pejabat pemerintah yang korup) daripada figur laki-laki (sebagai metafora dari pengusaha) menunjukan adanya relasi kekuasaan. Kekuasaan yang dimiliki pejabat tersebut lebih besar dari figur pengusaha. Pada masa Orde Baru, hubungan antara pejabat pemerintah dan pengusaha terjalin hubungan yang saling menguntungkan. Keeratan hubungan ini pada titik tertentu mengarah pada praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Pada kartun ini, Pramono secara terbuka mengomentari praktek-praktek penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dan pengusaha. Penggunaan idiom tikus untuk menggambarkan watak dari pejabat pemerintah menunjukan keberanian sebagai seorang kartunis. Walaupun berangkat dari
permasalahan yang terjadi di daerah Donggala – Sulawesi Selatan, kartun ini memberi gambaran umum kondisi pemerintahan Orde Baru.
Pramono menciptakan juga beberapa karya yang bertema tentang kriminalitas dengan kasus yang berbeda, seperti berikut:
Gbr. IV.14. Kartun bertema: Penyelundupan Edisi : 8 Maret 1985 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Gbr. IV.15. Kartun bertema: Menjerat Koruptor Edisi : 8 Agustus 1983 Tema: Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Karya edisi 8 Maret 1985, bertema “Penyelundupan” mengomentari tentang aparat negara yang merasa berhasil menangkap penyelundup. Peristiwa ini menunjukkan ironi karena yang ditangkap adalah penyelundup “kecil”. Ikan hiu menjadi metafora yang untuk menggambarkan penyelundup. Postur ikan hiu ditampilkan lebih besar dari figur aparat negara. Kedua gambar ditampailkan dengan pengambilan gambar long shoot.
Karya edisi 8 Agustus 1983, bertema “ Menjerat Koruptor” mengungkapkan tentang konfrontasi antara penegak hukum dengan koruptor. Figur Koruptor ditampilkan dengan kaki kiri yang digambar dalam ukuran yang
besar dan
berkuku tajam. Sementara penegak hukum berpostur kecil dan digambarkan sebagai sosok superhero seperti tokoh-tokoh komik Barat. Sosok superhero itu terlihat mengelilingi kaki koruptor dengan membawa jaring. Terlihat juga sosok komentator yang ditampilkan dengan postur yang kecil. Figur penegak hukum dan
komentator disajikan dengan pengambilan gambar long shoot, sementara figur koruptor dengan pengambilan close up shoot.
Dari tiga karya yang dibahas terlihat pola visual sebagai berikut: Terdapat dua atau tiga gambar pada setiap karya, untuk memperlihatkan hubungan antara pejabat (yang korup) dengan pengusaha dan pelaku kejahatan dengan Pemerintah. Figur yang mewakili tindakan kejahatan dibuat lebih besar dari yang lain. Terlihat penggunaan binatang atau gambar yang menunjukkan karakter binatang sebagai gambar metafora untuk mewakili tindakan kejahatan.
4.1.7 Karya Bertema: Pengampunan Pajak
Gbr.IV.16. Kartun Bertema Pengampunan Pajak Edisi : 20 Desember 1984 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan) Pada karya ini, Pramono memyoroti tentang kebijakan pengampunan pajak yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Pramono menampilkan figur Dirjen Pajak yang mewakili Pemerintah dan figur pejabat yang membawa daftar kekayaan serta mengucapkan kalimat “… TAPI PETUGAS-PETUGASNYA SUDAH SIAP KAN, PAK… ?” Dari kalimat tersebut, menunjukkan Pramono mengkritik secara halus Pemerintah.
Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam karya ini, berikut diuraikan secara bertahap berikut ini diuraikan berbagai aspek pada karya:
a. Deskripsi Pra-Ikonografi Pada karya ini terlihat figur laki-laki, berpostur gemuk dengan pengambilan long shoot. Mengenakan jas berwarna putih, celana, sepatu dan peci
berwarna hitam serta
berkacamata. Menggenggam lembaran bertuliskan “DAFTAR KEKAYAAN”. Sedang berjalan mengarah ke arah loket. Mata terbelalak dengan alis yang terangkat. Bibir tersenyum menampakan ekspresi gembira. Figur ini mengucapkan kalimat “… TAPI PETUGAS-PETUGASNYA SUDAH SIAP KAN, PAK… ?”
Figur lainnya adalah seorang laki-laki yang tampaknya merujuk pada tokoh tertentu. Figur laki-laki ini tampak mengenakan kemeja dan berdasi. Figur ini disajikan dengan pengambilan gambar long shoot. Tangan kirinya menggenggam lembaran bertuliskan PENGAMPUNAN PAJAK. Sementara tangan kanannya melipat. Alis mata berkerut dan mata memandang ke arah depan dengan ekspresi yang serius. Garis membentuk kontur figur dan detail dari karakter figur. Warna hitam yang ditempatkan di belakang figur.
b. Analisa Ikonografi. Situasi yang melatarbelakangi kartun ini adalah keluarnya Keputusan Presiden No 72 Tahun 1984 tentang batas akhir pengampunan pajak yang diundur sampai 30 Juni 1985 (Lampiran 8). Awalnya batas akhirnya adalah 31 Desember 1984 tetapi karena masih kurangnya partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan program pengampunan pajak. Menteri Keuangan Radius Prawiro menyatakan Pemerintah mengajak
seluruh
masyarakat
untuk
turut
serta
dalam
mensukseskan
pelaksananaan program pengampunan pajak untuk menghindari penerapan sanksi Undang-undang Perpajakan terhadap wajib pajak.
Berikut analisa ikonografi dari kartun yang bertema tentang kebijakan publik: Gambar figur laki-laki yang mengenakan jas putih, celana hitam dan peci hitam. Pakaian yang dikenakan menunjukan pesan artifaktual bahwa adalah ia berasal dari kelompok masyarakat menengah ke atas. Mereka dapat berasal
dari berbagai kalangan profesi (pejabat, pengusaha, dsb). Kesimpulan figur ini berasal dari kelompok sosial menengah ke atas juga ditunjukan dengan lembaran bertuliskan DAFTAR KEKAYAAN. Figur tersebut dengan ekspresi yang ramah sedang berjalan menuju loket untuk memenuhi kewajiban yaitu membayar pajak. Ia melontarkan kalimat yang mempertanyakan kesiapan dari petugas pajak. Kalimat tersebut bertendensi menggugat kesiapan Pemerintah pada saat menggulirkan suatu kebijakan. Figur tersebut tampaknya tidak semata-mata mewakili masyarakat tetapi juga mewakili opini dari kartunis atau HU Sinar Harapan. Gambar figur laki-laki yang diidentifikasi sebagai Dirjen Pajak (penjelasan ini diperoleh dari Pramono). Wajah dari Dirjen Pajak mengalami pemiuhan (distorsi) walaupun tidak terlalu dilebih-lebihkan. Raut dari figur Dirjen menunjukan pesan fasial keseriusan. Tangan kiri yang memegang lembaran bertuliskan “PENGAMPUNAN PAJAK” menunjukan bahwa figur ini merupakan representasi dari Pemerintah yang mengeluarkan kebijakan Pengampunan Pajak.
Dari analisa visual terhadap gambar-gambar yang hadir pada karya ini dapat disimpulkan ciri-ciri visual sebagai berikut:
Adanya dua gambar yang mewakili figur wajib pajak dan dirjen pajak. Kedua figur digambarkan dengan besar postur yang hampir sama. Posisi keduanya berhadapan dengan jarak pandang long shot.
c. Interpretasi Ikonologi Kartun ini memperlihatkan dua gambar yang masing-masing mewakili warga negara dan pemerintah dalam isu tentang kebijakan pengampunan pajak. Kedua gambar ini saling berhadapan. Gambar wajib pajak tampak lebih aktif daripada gambar Dirjen Pajak yang menunggu. Ekspresi yang diperlihatkan kedua gambar berbeda juga. Figur wajib pajak terlihat ramah sementara figur Dirjen Pajak terlihat sangat serius. Keramahan yang diperlihatkan oleh figur wajib mewakili
situasi yang menyenangkan karena adanya pengunduran waktu dari penerapan kebijakan pengampunan pajak.
Sajian kedua gambar itu cukup jelas karena identitas visual yang ditampilkan relatif mudah dipahami.
Teks-teks verbal yang terdapat pada karya ini
memberikan arahan bagi pembaca untuk memahami konteks permasalahan. Termasuk teks yang mempertanyakan kesiapan petugas pajak, yang secara selintas terdengar sebagai pertanyaan yang wajar. Tetapi pernyataan yang disampaikan oleh Pramono mengenai permasalahan kartun ini cukup tajam. Pramono mengutarakan bahwa yang menjadi sorotan utama dalam kartun ini adalah petugas pajak yang memanipulasi data wajib pajak sehingga terhindar dari kewajiban membayar pajak. Kalimat “… TAPI PETUGAS-PETUGASNYA SUDAH SIAP KAN, PAK… ?” yang diucapkan oleh figur wajib pajak secara halus mempertanyakan kredibilitas dari aparat pajak. Makna yang disampaikan dalam kartun ini adalah ketidaksiapan Pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat.
Penggambaran postur gambar yang besarnya hampir sama, pada karya-karya Pramono yang terdokumentasikan, dapat ditemui di karya yang memunculkan kesamaan posisi, misalnya menteri dengan menteri. Berikut ini, beberapa karya yang memperlihatkan kesetaraan posisi.
Gbr.IV.17 Kartun Bertema Kasus Transmigrasi Edisi : 1 Oktober 1983 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Pada kartun edisi 1 Oktober 1983, tampak dua figur menteri. Martono, Menteri Transmigrasi terlihat sedang terlibat masalah (digambarkan dengan gambar metafora benang layang-layang yang melilit tubuhnya). Seorang menteri lainnya datang membantu. Terlihat dua figur menteri tersebut digambarkan dengan sama besarnya dan pengambilan gambar yang sama: long shot.
Dari dua karya yang dibahas terlihat pola visual sebagai berikut: Ditampilkannya beberapa gambar visual yang memperlihatkan hubungan kerjasama atau sebaliknya. Gambar yang mewakili figur yang setara secara sosial ataupun struktural digambarkan dengan postur yang besarnya sama.
4.1.8 Karya Bertema: Penguasaan Stasiun TVRI
Gbr.IV.18 Kartun Bertema Penguasaan Stasiun TVRI Edisi : 13 Agustus 1985 Sumber: HU Sinar Harapan (Pusat Dok. Suara Pembaruan)
Pramono pada karya ini mengkritik secara terbuka perilaku pejabat Pemerintah yang menguasai stasiun TVRI. Figur pejabat Pemerintah digambarkan sebagai sosok laki-laki yang mengenakan pakaian jas dan berpeci. Figur ini terlihat akan memukul gong. Postur dari figur pejabat ini lebih besar dari figur kamerawan televisi yang terlihat terikat di salah satu kaki tripod kamera.
Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam karya ini, berikut diuraikan secara bertahap berikut ini diuraikan berbagai aspek pada karya:
a. Deskripsi Pra-Ikonografi Pada kartun ini tampak figur laki-laki memegang pemukul gong dan tombol yang kabel kamera. Mengenakan stelan jas berkopiah dan berkacamata. Gong berukiran naga diatasnya. Sikap berdiri tegak dan menyamping. Tangan kanan dalam posisi akan memukulkan pemukul gong. Sementara tangan kiri memegang tombol on/off yang tersambung pada kamera televisi. Terlihat tersenyum lebar dengan mata mengarah ke kameran televisi.
Seorang laki-laki yang terikat di tripod kamera. Mulutnya tersumpal. Kamera mengarah ke figur pejabat dalam jarak yang cukup dekat. Terdapat bidang segilima bertuliskan TVRI pada kamera. Terduduk dengan tangan tertelikung ke belakang dan kaki terikat. Pandangannya mengarah ke atas. Garis membentuk kontur gambar figur. Nada tengah terlihat pada sekitar hidung dan mata. Adanya garis ekspresif di bagian atas kepala. b. Analisa Ikonografi Kartun ini menyoroti tentang penguasaan media televisi oleh pemerintah. Pembahasan kartun ini tidak terdukung oleh dokumentasi berita yang terkait karena berita yang berhubungan dengan permasalahan tidak dapat ditemukan. Karena pertimbangan daya tarik tematis maka kartun ini termasuk yang dibahas dalam penelitian ini. Gambaran situasi yang melatarbelakangi kartun ini diperoleh dari kartunisnya sendiri.
Berikut ini analisa ikonografi dari kartun yang bertema tentang penguasaan TVRI oleh pejabat pemerintahan: Gambar seorang laki-laki yang apabila dilihat dari pakaian yang dikenakan yaitu jas berwarna hitam lengkap dengan kopiah hitam. Pakaian yang dikenakan menunjukan pesan artifaktual bahwa ia adalah figur seorang pejabat. Warna hitam pada pakaian menciptakan kesan kontras karena gambar maupun bidang latar belakang dibiarkan putih. Disamping figur pejabat berdiri tampak alat musik gong. Raut figur pejabat menunjukan pesan fasial kebahagiaan. Ukuran badannya yang lebih besar dari gambar lain menunjukan pesan postural bahwa ia memiliki kekuasaan dan status yang lebih tinggi. Figur
pejabat
tersebut berdiri dalam posisi yang siap memukul gong
sementara tangan kirinya memegang tombol yang tersambung dengan kabel ke kamera televisi. Pejabat mengucapkan kata SIAP? yang biasa diucapkan oleh kamerawan pada saat akan mengambil gambar. Obyek figur laki-laki yang terikat pada salah satu kaki tripod kamera. Pose figur laki-laki tersebut menunjukan pesan postural dari ketidakberdayaan. Ia merupakan penggambaran dari seorang kamerawan dari stasiun TVRI. Identifikasi stasiun televisi TVRI terlihat dari logo TVRI yang diletakan pada
kamera. Mulut figur laki-laki ditutup kain. Raut dari figur tersebut menunjukan pesan fasial dari kesedihan. Ekspresi dipertegas dengan raster diseputar hidung dan mata. Gambar kamera digambar dengan detail dengan arsir pada bagian dalam sehingga memberikan kesan kedalaman.
Unsur rupa garis dan warna pada kartun ini lebih ditujukan untuk menciptakan kualitas visual yang baik. Karakter material dari gambar berusaha digambarkan secara realis. Kesan ruang dan kedalaman tercapai karena penggunaan garis dan raster pada bagian tertentu dari gambar (terutama kamera). Nilai kontras muncul karena peletakan warna hitam pada pakaian figur pejabat, sementara gambar lainnya dan latar bidang dibiarkan putih.
Dari analisa visual terhadap gambar-gambar yang hadir pada karya ini dapat disimpulkan ciri-ciri visual sebagai berikut: Adanya dua gambar yang mewakili penguasa (pejabat Pemerintah) dan media massa (TVRI). Pejabat Pemerintah digambarkan besar sementara TVRI digambarkan kecil. Kedua gambar ditampilkan dengan cara pengambilan gambar long shot.
c. Interpretasi Ikonologi Kartun ini menggambarkan secara langsung penguasaan media televisi oleh pejabat Pemerintah. TVRI sebagai media televisi satu-satunya pada masa Orde Baru sampai awal tahun 1990 an berfungsi sebagai corong pemerintah. Gambar figur pejabat, pada kartun ini
digambarkan
mengambilalih secara paksa
penayangan TVRI (figur awak kamera merupakan penggambaran TVRI). Pengambilalihan ini tercermin juga oleh kata SIAP? yang diucapkan oleh figur pejabat. Kata tersebut dalam situasi normal biasanya diucapkan oleh kamerawan.
Pramono menjelaskan, kartun ini menggambarkan perilaku pejabat Pemerintah yang ingin mengekspos kegiatannya dengan tujuan agar kinerjanya dilihat oleh pejabat yang lebih tinggi kedudukannya. Alat musik gong, yang pada masa Orde Baru, sering digunakan sebagai sarana yang mendukung peresmian suatu kegiatan
atau penggunaan bangunan atau sarana, menjadi simbol dari prestasi yang dicapai oleh seorang pejabat Pemerintah. Situasi yang digambarkan karya ini adalah sikap otoriter dari pejabat pemerintah yang menguasai media televisi dan sikap pejabat yang menginginkan popularitas.
4.2 Resume Penelitian Kartun karya Pramono yang dibahas memperlihatkan pengaruh tema yang diangkat terhadap konfigurasi gambar yang muncul pada setiap karya. Pada karya bertema tentang kebijakan ekonomi (kenaikan gaji, kenaikan BBM atau kenaikan harga), Pramono lebih banyak menampilkan figur masyarakat yang mengalami kesulitan. Kritik pada Pemerintah tidak tampak. Kartun-kartun hanya berupa paparan peristiwa saja.
Sementara pada karya yang bertema tentang Soeharto, Pramono lebih banyak mengarahkan kritik pada pejabat bawahannya. Demikian pula ketika tema yang diangkat mengenai lembaga pemerintahan, yang diperlihatkan adalah hubungan antara atasan dan bawahan dengan arah kritik yang lebih difokuskan pada sikap bawahan. Karya-karya Pramono baru terlihat lugas, ketika tema yang diangkat adalah masalah hukum. Dalam beberapa karya yang memunculkan pejabat Pemerintah sebagai pelaku pelanggaran hukum, Pramono memperlihatkan sikap yang terbuka dalam mengkritik. Walaupun terlihat, pejabat yang menjadi sasaran kritik bukanlah pejabat tinggi.
Karya-karya yang dibahas juga memperlihatkan pola-pola visual yang khas. Berikut ini adalah tabel pola-pola visual situasi yang tergambarkan dari karyakarya yang dibahas.
Tabel IV.1 Pola Visual dan Penggambaran Situasi Tema Karya Gaji Naik, Harga Naik
Kenaikan BBM (I)
Kenaikan BBM (II)
Gaji Baru, Harga Baru
Identitas
Karakter
Ekspresi
Postur
Masyarakat umum Sosok bayangan Komentator Laki-laki Masyarakat umum Pejabat Pejabat Figur Laki-laki PNS Anak kecil dan Pegawai
Semangat Jahat Kritis Kuat Semangat Terlihat bodoh Berkuasa Bersemangat Lemah
Kaget Gembira Khawatir Sinis Gembira Bingung Gembira Gembira Kelelahan
Sedang Besar Kecil Besar/gemuk Kecil Kecil Besar/gemuk Sedang Sedang
Pengambilan gambar Long shoot Long shoot Medium shoot Long shoot Long shoot Long shoot Long shoot Long Shoot Long shoot
Bersemangat
Pesimis
Sedang
Long shoot
Gambar Layang-layang
Berwibawa Oportunis, tidak bertanggung jawab, munafik
Tenang
Besar
Long shoot Long shoot
Gembira
Kecil
Long shoot
Tenang
Besar
Long shoot
Gembira
Sedang
Long shoot
Marah
Kecil
Long shoot
Berwibawa
Tenang
Besar
Long shoot
Tenang
Gembira
Sedang
Long shoot
Kritis
Khawatir
Kecil
Long shoot
Soeharto Presiden Bertanggungjawab
Pimpinan Nasional
Kabinet Pembangunan
Pejabat-pejabat Pemerintah Soeharto & Umar Wirahadikusumah Pejabat-pejabat Pemerintah Komentator Soeharto & Umar Wirahadikusumah Pejabat-pejabat Pemerintah Komentator
Berwibawa Oportunis, munafik Kritis
68
Situasi yang Tergambarkan Kebijakan ekonomi Pemerintah selalu menyulitkan masyarakat. Kebijakan ekonomi Pemerintah selalu menyulitkan masyarakat. Kebijakan ekonomi Pemerintah selalu menyulitkan masyarakat. Kebijakan ekonomi Pemerintah selalu menyulitkan masyarakat. Rendahnya sikap tanggung jawab yang dimiliki pejabat pemerintahan.
Presiden dikelilingi pejabat oportunis.
Kabinet Pembangunan III adalah kabinet yang “gemuk”
Tema Karya
Inspeksi Mendadak Pengecekan di Bandara Penyelewengan Dana SD Inpres Komisi Pertamina Pemegang HPH Jual Beli Proyek Penyelundupan Pengampunan Pajak Kasus Transmigrasi Penguasaan Stasiun TVRI
Identitas
Karakter
Ekspresi
Postur
Ismail Saleh Pejabat Departemen Kehakiman Komentator Pejabat tinggi Pejabat bandara Komentator Pejabat pemerintah dan rekanan Anak SD Pemerintah Pejabat Pertamina Komentator Pejabat Pemerintah Pengusaha HPH Pejabat pemerintah Pengusaha Aparat Pemerintah Ikan Hiu Dirjen Pajak Pejabat/masyarakat Menteri Transmigrasi Pejabat Pemerintahan
Berwibawa
Takut
Besar
Pengambilan gambar Close up shoot
Kecil
Long shoot
Gembira Serius Gembira Gembira
Kecil Besar Sedang Kecil Besar
Long shoot Close up shoot Long shoot Long shoot
Sedih Gembira Marah Serius Gembira Gembira Gembira Gembira Sinis Serius Ramah Panik Serius
Kecil Besar Sedang Kecil Besar Kecil Besar Kecil Kecil Besar Besar Besar Besar Besar
Long shoot Close up shoot Long shoot Long shoot Long shoot Long shoot Long shoot Long shoot Long shoot Long shoot Long shoot Long shoot Long shoot
Pejabat Kamerawan
Tidak profesional Kritis Berwibawa Profesional Kritis Korup, licik, tidak perduli Lemah Kuat, pasif Licik Kritis Berwibawa Licik Korup, licik Oportunis Kuat Licik Berwibawa Kritis Serius Serius Senang Popularitas Lemah
Gembira
Besar
Sakit
kecil
69
Long shoot
Long shoot Long shoot Long shoot
Situasi yang Tergambarkan Kegagalan dalam pengelolaan departemen di pemerintahan Pengujian pada keseriusan penerapan kebijakan Pemerintah gagal dalam pelaksanaan program pendidikan dasar. Pemerintah gagal dalam mengelola asset negara Pemerintah gagal dalam mengelola asset negara Adanya praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme Kegagalan dalam pemberantasan penyelundupan Ketidaksiapan pelaksanaan kebijakan. Kegagalan dalam pelaksanaan kebijakan transmigrasi Sikap otoriter pejabat pemerintah. Adanya penguasaan media informasi
Konfigurasi gambar yang terdapat pada setiap karya kartun yang diciptakan oleh Pramono menggambarkan situasi pada masa itu. Setiap karya menunjukkan ciri visual tertentu. Untuk menginformasikan identitas objek, Pramono lebih banyak disampaikan melalui pakaian yang dikenakan. Untuk objek yang mencitrakan masyarakat umum mengenakan pakaian kemeja dan berpeci. Warna pakaian tidak menunjukan pola yang khusus. Untuk penggambaran pejabat, lebih banyak mengenakan jas dengan warna hitam atau abu-abu. Beberapa diantaranya memakai peci.
Dalam karya-karya yang dibahas Pramono, memunculkan dua atau tiga kelompok objek yang masing-masing menggambarkan kepentingan yang berbeda. Objek yang secara postural digambar paling besar bertujuan untuk memperlihatkan dominasi kekuasaan, posisi jabatan yang lebih tinggi atau sifat yang antagonis. Sementara objek yang ditampilkan lebih kecil untuk menunjukan masyarakat umum, lemah dan tertindas. Pramono juga menghadirkan objek komentator sebagai representasi dari sikap atau pendapat kartunis (juga mewakili pandangan redaksi Sinar Harapan juga). Karakter objek disampaikan melalui ekspresi raut tetapi pengambilan gambar sebagian besar dilakukan dengan cara long shoot yang memperlihatkan keseluruhan postur dari figur.
Pada objek-objek tertentu untuk lebih mengekspresikan karakter digabungkan dengan ciri-ciri fisik binatang, seperti gigi yang tajam. Intensitas gelap terang yang timbul dari komposisi warna hitam, putih, abu-abu (raster) pada umumnya tidak digunakan untuk tujuan yang sifatnya simbolik. Sementara, latar yang dibiarkan ‘bersih’karena pertimbangan agar keberadaan kartun di lembar halaman lebih menonjol. Demikian pola-pola visual yang terlihat dari seluruh kartun yang diteliti.