57
BAB IV LEMBAGA-LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN NONFORMAL DI KOTA BANDUNG
Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini berisi mengenai hasil penelitian seluruh informasi dan data-data yang diperoleh oleh penulis dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam hal ini penulis memaparkan semua hasil penelitian dalam bentuk uraian deskriptif yang ditujukan agar semua keterangan yang diperoleh dari hasil penelitian dan pembahasan ini dapat dijelaskan secara rinci. Bab ini juga berisi mengenai seluruh jawabanjawaban atas rumusan masalah-masalah yang telah dibuat yakni mengenai sejarah perkembangan pendidikan nonformal di Indonesia, latar belakang munculnya lembaga-lembaga bimbingan belajar, alasan berkembangnya beberapa lembaga bimbingan belajar di Indonesia (Primagama, Ganesha Operation, Nurul Fikri, dan Sony Sugema College) dan peranan beberapa lembaga bimbingan belajar tersebut dalam perkembangan pendidikan nonformal di Indonesia. Jadi, pada umumnya dalam bab ini penulis menguraikan seluruh data-data yang telah diperoleh dari hasil penelitian.
58
A. Sejarah Perkembangan Pendidikan Nonformal di Indonesia Pendidikan merupakan institusi (pranata) yang penting bagi kelangsungan hidup manusia (Komar, 2006: 223). Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, jalur pendidikan terbagi ke dalam tiga jalur yaitu, jalur Pendidikan Formal, jalur Pendidikan Nonformal, dan Pendidikan Informal. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik yang dilembagakan maupun tidak (Komar, 2006: 213). Menurut Joesoef, kehadiran pendidikan nonformal dilatarbelakangi oleh adanya anggapan bahwa pendidikan informal dirasa sudah tidak efektif lagi dalam pembelajaran dan pendidikan formal yang semakin terperinci menjadikan seseorang hanya menguasai bidang tertentu sehingga lahir pendidikan nonformal (Joesoef, 2004: 67-69). Pendidikan
nonformal
itupun
kemudian
semakin
lama
semakin
berkembang sampai dengan saat ini. Dalam perkembangannya, pendidikan nonformal di Indonesia terdiri dari beberapa periode, yakni: 1. Masa Sebelum Penjajahan a. Kondisi Masyarakat Di Indonesia pendidikan telah hadir jauh sebelum negara kita mencapai kemerdekaannya tahun 1945. Kehadiran itu dalam bentuk interaksi dengan lingkungan, sesama manusia, dan interaksi dengan yang lain, bahkan interaksinya menghasilkan adat-istiadat. Bentuk peniruan, interaksi, sosialisasi dan enkulturasi telah lahir jauh sebelum masyarakat mengenal sebutan sekolah. Kegiatan pendidikan sebagaimana tersebut di atas, yaitu seiring dengan kegiatan
59
kemasyarakatan dan berjalan dalam kebudayaan, baik dalam lingkungan masyarakat maupun dalam kelompok masyarakat, termasuk pendidikan nonformal (Komar, 2006: 223). Sejarah pendidikan di Indonesia memperlihatkan bahwa jauh sebelum pendidikan formal dikenal dan dikembangkan, masyarakat telah memprakarsai dan mengembangkan praktek-praktek pendidikan yang unik dan asli. Dalam bentuk-bentuk yang “sederhana” dan “tradisional”, di berbagai suku, dan komunitas ditemukan beragam praktek pendidikan berbasis kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi mereka masing-masing (Widiyanto, 2008 dalam: http://dwijoko.wordpress.com/). Sebagaimana dikemukakan Sudjana (2001: 63) pendidikan luar sekolah telah hadir di dunia ini sama tuanya dengan kehadiran manusia yang berinteraksi dengan lingkungan di muka bumi ini dimana situasi pendidikan ini muncul dalam kehidupan kelompok dan masyarakat. Kegiatan pendidikan dalam kelompok dan masyarakat telah dilakukan oleh umat manusia jauh sebelum pendidikan sekolah lahir di dalam kehidupan masyarakat. Pada waktu permulaan kehadirannya, pendidikan luar sekolah dipengaruhi oleh pendidikan informal, yaitu kegiatan yang terutama berlangsung dalam keluarga dimana terjadi interaksi di dalamnya berupa transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan kebiasaan. Pada dasarnya kegiatan tersebut menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik yang dikenal dewasa ini (Rusdiana, 2008 dalam: http://elearn.bpplsp-reg5.go.id/cetak.php?id=25).
60
Ketika manusia zaman dahulu yang hidup dalam kelompok masyarakat dengan jumlah yang kecil dan sederhana, bentuk pendidikan anak-anak untuk kehidupannya kelak diselenggarakan seiring dengan adat-istiadat. Anak memperoleh pendidikan dari lingkungan dengan cara meniru dan mengikuti kelakuan atau cara-cara orang dewasa. Pendidikan tersebut, dalam rangka keterampilan mengolah tanah, berburu dan tata upacara, adat-istiadat. Semua itu untuk mengatur perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku (Komar, 2006: 223-224). Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok-kelompok yang terdiri dari keluarga-keluarga mengadopsi pola transmisi tersebut ke dalam kehidupan kelompok seperti keterampilan bercocok tanam. Kegiatan belajar-membelajarkan tersebut yang dilakukan untuk melestarikan dan mewariskan kebudayaan secara turun temurun itulah yang termasuk ke dalam kategori pendidikan tradisional yang kemudian menjadi akar pertumbuhan pendidikan luar sekolah. Sejak awal kehadirannya di dunia ini, pendidikan luar sekolah telah berakar pada tradisi dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat yang mendorong penduduk untuk belajar, berusaha, dan bekerjasama atas dasar nilainilai budaya dan moral yang dianut oleh masyarakat tersebut. Hal ini biasanya terdapat dalam pepatah dan nasehat para orang tua yang intinya mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan belajar, berusaha, dan bekerja sama dalam masyarakat
(Rusdiana,
reg5.go.id/cetak.php?id=25).
2008
dalam:
http://elearn.bpplsp-
61
Praktek-praktek tersebut dijalankan sebagai metode bertahan hidup di tengah-tengah ruang dan lingkungan hidup komunitas mereka yang cepat berubah. Karena itu karakteristik utama yang melekat pada praktek pendidikan ini adalah dinamis dan berubah-ubah sesuai dengan perubahan tantangan hidup yang mereka hadapi, melekat kuat dengan kebutuhan kongkret, serta berorientasi kepada pemecahan masalah hidup keseharian mereka (Widiyanto, 2008 dalam: http://dwijoko.wordpress.com/). b. Pengaruh Hindu dan Budha Sejak abad ke-5 yang lampau, kepercayaan atau agama selalu berpengaruh pada masyarakat. Begitupun tatkala pengaruh Hinduisme membawa perubahan pada kepercayaan dan nilai-nilai kemasyarakatan. Tak lama kemudian, datang pula pengaruh Budhisme ke tanah air. Namun, kedatangan agama baru tumbuh berdampingan dengan agama yang sudah dipeluk masyarakat. Bahkan, cenderung sinkretisme, yaitu mempersatukan ajaran-ajaran dari agama-agama tersebut. Pengaruh Hinduisme dan Budhisme serta penyebarannya membawa corak pendidikan, yaitu: (a) kaum Brahmana menyelenggarakan pendidikan, bertempat di kerajaan dengan materi theologia, (b) para guru menyelenggarakan pendidikan, bertempat di padepokan dengan materi spiritual religius, (c) kaum bangsawan mengirim anaknya kepada guru atau mengundang guru untuk datang mengajarkan theologis, (d) masyarakat lainnya biasa berpindah-pindah dari guru yang satu ke guru yang lain sesuai keinginannya. Bentuk pendidikan demikian itu lebih condong disebut pendidikan nonformal (Komar, 2006: 224). c. Pengaruh Islam
62
Sebagai akibat perdagangan antarpulau pada berbagai dunia, pada abad ke13 masuk pengaruh Islam ke tanah air. Pembawanya adalah pedagang dari Gujarat. Masuknya agama Islam dengan nilai budaya baru diterima dengan baik oleh kerajaan yang daerahnya berada di pesisir pulau-pulau nusantara. Masuknya pengaruh Islam berlangsung secara damai. Terdapat dua periode pengaruh Islam. Pertama, periode peralihan dari pengaruh Hinduisme dan Budhisme ke pengaruh Islam. Pada periode ini ada dua tahapan pendidikan, yaitu: (a) pendidikan yang dilaksanakan di kraton dan bangsawan dengan guru mengunjungi tempat muridnya, (b) murid mendatangi guru pertapa yang bertempat jauh dari keramaian dan menyendiri. Model ini terkenal dengan cara para wali (Wali Songo). Kedua, periode kerajaan Islam. Pada periode ini terdapat tiga bentuk pendidikan sebagai pengaruh Islam, yaitu: (a) bentuk pendidikan langgar (surau/rangkang), yaitu petugas langgar (amil, modin, lebai) mendidik murid yang didatanginya. Biasanya berlangsung pagi atau petang hari selama dua jam. Materi seputar agama Islam dan Al-Qur’an, (b) bentuk pesantren, yaitu murid belajar (santri) dengan mendatangi guru sambil menginap di sana (di asrama). Cara belajar diberikan oleh guru dan diselingi belajar sendiri. Materinya seputar keagamaan (Al-Qur’an, tauhid, fikih, ahlak), (c) bentuk madrasah, yaitu lembaga/tempat pendidikan yang sengaja (khusus) diadakan. Murid dan gurupun sengaja diundang untuk belajar dan mengajar. Materi pelajaran terdiri atas dogma religi dan pengetahuan keduniawian (Komar, 2006: 224-225).
63
Kehadiran agama dalam kehidupan masyarakat lebih melandasi lagi perkembangan pendidikan luar sekolah. Belajar membaca kitab suci, kaidahkaidah agama, tata cara sembahyang merupakan kegiatan belajar-mengajar yang mendasari situasi pendidikan luar sekolah. Agama memberikan motivasi kepada masyarakat bahwa belajar itu merupakan kewajiban setiap pemeluk agama dan kegiatan belajar dilakukan di dalam dan terhadap lingkungan kehidupannya (Rusdiana, 2008 dalam: http://elearn.bpplsp-reg5.go.id/cetak.php?id=25). 1. Masa Penjajahan a. Pendudukan Potugis Orang Portugis bergerak mencari tempat sumber rempah-rempah. Abad ke-16, mereka singgah dan menduduki pulau-pulau sekitar pulau Ternate. Langkah pertama adalah menyeru agar penduduk setempat memeluk agama Roma Katholik. Langkah kedua, penduduk yang rela memeluk agama Roma Katholik diberi pendidikan, baik mengenai pendidikan khusus agama maupun pengetahuan umum. Kegiatan orang Portugis berakhir, setelah dihalau orang Eropa lainnya. Kemudian, orang Belanda mengambil alih segala peninggalannya (Komar, 2006: 225). b. VOC dan Belanda Hal kontroversial yang dilakukan VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) adalah larangan lembaga keagamaan memiliki kewenangan besar dalam mengatur masyarakat, termasuk pendidikannya pada daerah yang dikuasainya.
Padahal,
sebelumnya,
bidang
pendidikan
dan
pengajaran
64
dilaksanakan oleh lembaga keagamaan. Meskipun begitu, materi keagamaan (Nashrani) masih cukup kuat di samping pengetahuan umum dan pendidikan keterampilan sekadar untuk menjalankan tugas pekerjaan tertentu (Komar, 2006: 225). c. Jepang Pada masa pendudukan Jepang, kegiatan pendidikan yang dilakukan adalah dalam bentuk pendidikan rakyat. Tujuannya menanamkan semangat kemakmuran bersama Asia Raya. Jepang mengajak rakyat berperang mengusir penjajah Belanda. Tujuan utama pendidikan tiada lain adalah memenangkan perang, yaitu menyediakan tenaga cuma-cuma (romusha) untuk membantu peperangan membantu Jepang. Karena itu, masyarakat diharuskan mengikuti latihan fisik, kemiliteran (baris-berbaris), dan indoktrinasi adat Jepang. Peninggalan penting dari pendudukan Jepang adalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar resmi di wilayah pendudukannya (Komar, 2006: 226). 2. Masa Revolusi Fisik Dalam sejarah, terdapat kebijakan dari penjajah berupa menaklukkan wilayah sambil mendidik masyarakat dengan ajaran agama yang dibawanya. Pendudukan Portugis yang menyebarkan agama Roma Katholik. Masa VOC (Inggris dan Eropa lainnya) yang menyebarkan agama Kristen. Bagi daerah yang tidak terjangkau penjajah, ia melaksanakan pendidikan secara tradisional, yaitu melalui sosialisasi dan enkulturasi adat-istiadatnya. Tokoh masyarakat waktu itu sangat berpengaruh terhadap pembentukan pribadi dan watak masyarakatnya.
65
Namun, bangsa ini memperoleh pendidikan sangat kurang, baik sebelum penjajahan maupun selama penjajahan (Portugis, VOC, Inggris, Belanda, dan Jepang). Sebelum penjajahan bangsa ini memperoleh pendidikan berdasarkan kiprah pemuka agama dengan materi seputar religi (Komar, 2006: 226). Kemudian jaman berubah. Pemerintah hadir, tampil secara hegemonik dan intervensionis dengan membawa aneka kebijakan baru yang harus dilakukan oleh warganya. Salah satu kebijakan tersebut adalah bahwa kehidupan kemasyarakatan harus lebih modern, lebih maju, dan pendidikan harus menjadi aktor utama dalam proses ini (Widiyanto, 2008 dalam: http://dwijoko.wordpress.com/). Pada masa penjajahan, bentuk pendidikan nonformal yaitu kursus yang terdiri atas kursus pengetahuan umum, kepemudaan, dan keolahragaan. Kegiatan ini banyak dilakukan oleh para pemimpin pergerakan kemerdekaan. Tujuannya untuk menanamkan rasa kebangsaan, cinta tanah air, dan cinta bangsa. Pada masa pendudukan Jepang berbentuk pendidikan rakyat. Tujuannya untuk menanamkan semangat kemerdekaan dan anti penjajahan. Dokoritsu Zyunbi Tyusakai (BPUPKI) menyusun rumusan program selain sekolah, tetapi juga pendidikan rakyat dengan cara latihan keprajuritan bagi pemuda, pendidikan orang dewasa, pendidikan kaum ibu, dan menyebarluaskan bacaan bagi rakyat (Komar, 2006: 226). Melalui usaha pergerakan kemerdekaan Indonesia, pernah dilakukan kursus menyangkut perasaan kebangsaan, kepanduan dan gerilya, dan keterampilan hidup. Pemimpin pergerakan kemerdekaan mengadakan kegiatan di bidang kursus ABC (an Alfabetisme Bestrijdings Comite), membaca, dan menulis.
66
Dalam masa revolusi fisik diselenggarakan kursus PBH (Pemberantasan Buta Huruf), pengetahuan umum, taman bacaan, penyuluhan, dan penerangan. Pelaksana kegiatan ini lebih banyak relawan atau praktisi yang peduli rakyat (Komar, 2006: 227).
3. Awal Kemerdekaan dan Masa Agresi Tahun 1945 puncak pergerakan revolusi kemerdekaan Indonesia, telah mengantarkannya untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia merdeka, berdaulat, adil, dan makmur. Tujuan pemerintahan negara Indonesia tersurat dalam UUD 1945: “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Dengan rumusan kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa”, para pendiri negara menyadari pendidikan bagi kehidupan suatu bangsa mempunyai peranan yang penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa. Untuk penyelenggaraannya, “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.” Masyarakatpun turut berkiprah dalam bidang pendidikan, terutama yang dipelopori oleh organisasi dan kaum terpelajar yang berbentuk kursus. Sejak akhir tahun 1945, masyarakat giat memberantas buta huruf dengan motto yang dikumandangkan pada saat itu “perang terhadap buta huruf, perang terhadap keterbelakangan sosial dan ekonomi”.
67
Motto itu dimaksudkan sebagai upaya mengembangkan, membangun, menyadarkan, dan mengisi agar masyarakat menjadi warga negara yang berguna. Seiring dengan kiprah masyarakat di bidang pemberantasan buta huruf, pada pertengahan tahun 1946, pemerintah melalui Kementrian PP dan K mengadakan suatu Bagian Pendidikan Masyarakat, dengan tugas mempelajari pemberantasan buta huruf sampai ke pelosok tanah air. Mengenai kiprah bagian ini selanjutnya Santoso, S.H., (1954) mengatakan: “pada pertengahan tahun 1947, kewajiban PBH diserahkan kepada masyarakat. Menjelang pertengahan 1948, dimulailah gerakan PBH secara besar-besaran dengan serentak.” Mulai saat itulah, dunia pendidikan Indonesia mengenal dua jalur penyelenggaraan pendidikan, yaitu pendidikan persekolahan dan pendidikan kemasyarakatan. Pada tahun 1949 melalui SK Menteri PP dan K Nomor 423 / A tanggal 24 Nopember 1949 dan berlaku surut sejak tanggal 1 Agustus 1949, posisi bagian Pendidikan Masyarakat ditingkatkan statusnya menjadi Jawatan Pendidikan Masyarakat. Sejak itu, lingkungan Menteri PP dan K memiliki Jawatan Pendidikan Masyarakat yang mengurusi bidang pendidikan nonformal. Jadi, tanggal 1 Agustus merupakan hari jadi Direktorat Pendidikan Masyarakat. Selanjutnya, perkembangan peristiwa pendidikan masyarakat terjadi secara organisatoris, yaitu: (a) Tahun 1954 Menteri PP dan K mengeluarkan peraturan mengenai PTPG. Dalam peraturan tersebut dicantumkan pendidikan masyarakat sebagai mata kuliah di PTPG. (b) Tahun 1966, Jawatan Pendidikan Masyarakat digabungkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Departemen P dan K. (c) Tahun 1969 Jawatan Pendidikan Masyarakat dialihfungsikan kepada
68
Direktorat Jenderal Olah Raga dan Pemuda dan menjadi Direktorat Pendidikan Masyarakat. (d) Tahun 1974, Direktorat Jenderal Olah Raga dan Pemuda disempurnakan menjadi Ditjen PLSOR. (e) Tahun 1978 Ditjen PLSOR disempurnakan menjadi DIKLUSEPORA. (f) Berhubungan Direktorat Pendidikan Masyarakat selalu bekerja sama dengan Departemen Dalam Negeri dalam kegiatan membangun desa, sehingga ikut andil secara moral terhadap lahirnya Jawatan Pendidikan Masyarakat Depdagri. Jawatan ini selanjutnya berkembang menjadi Direktorat Pembangunan Desa. Kehadiran Pendidikan Masyarakat dirasakan bertambah fungsional sehubungan dengan munculnya gagasan pendidikan seumur hidup. Kiprah pendidikan menjadi mencuat setelah ICDE-UNESCO menegaskan bahwa pendidikan seumur hidup adalah suatu keadaan individu yang mestinya dapat belajar secara terus-menerus untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup. Posisi pendidikan masyarakat di dalam konsep pendidikan seumur hidup adalah sebagai extension education. Ia memberikan kesempatan, pola, dan bentuk alternatif pendidikan bagi pendidikan seumur hidup. Ia membawa pendidikan seumur hidup kepada dan untuk masyarakat, sehingga pendidikan seumur hidup dapat menyanggah anggapan bahwa pendidikan identik dengan sekolah. Pendidikan seumur hidup memandang pendidikan sebagai belajar secara luas. Pengertian pendidikan merupakan belajar dalam arti luas mencakup: (a) keterampilan akademis dan pelajaran di sekolah, (b) kemampuan kerja untuk bekal hidup, (c) pekerjaan yang menyangkut keperluan rumah tangga, (d) pengembangan apresiasi estetik, (e) cara berpikir analitik, (f) pembentukan sikap,
69
(g) nilai dan cita-cita, (h) asimilasi pengetahuan, dan (i) berbagai informasi tanpa melihat di mana, kapan, dan bagaimana belajar itu berlangsung. Jadi, cakupan pendidikannya semakin luas yang terbentang sepanjang pengalaman dan pemikiran mengenai pendidikan. Kemudian
pendidikan
digolongkan
menjadi
pendidikan
formal,
nonformal, dan informal. Pendidikan nonformal dan pendidikan formal terkait dalam fungsi sebagai pelengkap (supplementer), penyambung (complementer), dan pengganti (substitusi). Pendidikan seumur hidup memberikan peluang dan kesempatan yang jauh lebih luas daripada pendidikan masyarakat, baik dalam pola dan bentuk alternatif pendidikan maupun sasaran dari berbagai lapisan masyarakat. Pendidikanpun memperoleh perluasan definisi. Pendidikan tidak lagi identik dengan pembelajaran di sekolah, tetapi memiliki arti yang luas yang terbentang sepanjang pengalaman dan pemikiran mengenai pendidikan sehingga upaya pendidikan dapat bervariasi dan untuk memudahkannya, ia digolongkan ke dalam pendidikan formal, nonformal, dan informal. Program Pendidikan nonformal sebagai pelengkap pendidikan sekolah dimaksudkan untuk melayani pengembangan potensi siswa. Program pendidikan nonformal sebagai penyambung pendidikan sekolah dimaksudkan untuk melayani kebutuhan siswa terhadap cakupan materi pelajaran di sekolah. Program pendidikan nonformal sebagai pengganti persekolahan dimaksudkan untuk melayani hasrat masyarakat yang tidak sempat belajar di sekolah karena suatu hal (Komar, 2006: 227-231). 4. Orde Pembangunan
70
Negara Indonesia dalam orde pembangunan sedang membangun di segala bidang, termasuk subsektor pendidikan. Ada kalangan tertentu yang menilai bahwa pelaksanaan pembangunan subsektor pendidikan memiliki porsi sentral daripada pembangunan sektor dan subsektor lain. Pendidikan langsung membangun bangsa yang akan menjadi pelaku utama pembangunan subsektor lain (Komar, 2006: 231). Pada masa orde pembangunan, khususnya masa Pelita I muncul lembaga dengan nama Badan Pengembangan Pendidikan (BPP). Badan ini berfungsi sebagai pembuat data pendidikan yang lengkap dan tepat serta perencana dan peneliti dalam bidang pendidikan. Lembaga ini didirikan bulan November 1969 dan sekarang diganti namanya menjadi Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan kebudayaan (BP3K) (Said, 1981: 24). Selama orde pembangunan, sektor pendidikan mengalami peristiwa yang mencuat sekaitan dengan kiprah pendidikan nonformal, yaitu: (a) Pada tahun 1974 Ditjen Olahraga dan Pemuda diubah menjadi Ditjen PLSOR (Pendidikan Luar Sekolah dan Olahraga). (b) Pada tahun 1978 Ditjen PLSOR diubah lagi menjadi Diklusepora. Program yang berkembang saat itu mencakup: pendidikan dasar, kegiatan belajar PKK, kegiatan belajar pendidikan kejuruan masyarakat, kegiatan belajar pendidikan mata pencaharian, dan kegiatan belajar diklusesmas (Komar, 2006: 231). Pada tahun 1980 Ditjen PLSOR diubah menjadi Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga (Ditjen PLSPO) (2006, dalam: http://www.jugaguru.com/profile/53/). (c) Pada tahun 1983 kegiatan pendidikan nonformal yang terkait dengan pembangunan desa makin mencuat. Di antaranya
71
pendidikan orang dewasa, pemberantasan buta huruf fungsional, pendidikan perluasan, latihan keterampilan pertanian, latihan kader koperasi, pendidikan kependudukan,
keluarga
berencana,
pendidikan
gizi
keluarga,
latihan
keterampilan produktif, pendidikan dan latihan kepemudaan, organisasi pemuda, pramuka, dan latihan kader pembangunan masyarakat. Selain itu, kelompok belajar Paket A diintegrasikan dengan pendidikan mata pencaharian, yang disebut dengan istilah Kejar Usaha atau Upajiwa. Pada masa orde pembangunanpun tidak ketinggalan adanya kiprah PLSM (Pendidikan Luar Sekolah Masyarakat). Perkembangannya pesat, programnya menjamur, animo masyarakat meningkat, dan keberadaannya bagaikan luapan hasrat masyarakat yang haus pendidikan. Pendidikan nonformal diselenggarakan oleh berbagai lembaga, baik di lingkungan pemerintahan maupun kemasyarakatan. Programnya bervariasi dan cenderung berkaitan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Tahun 1993, GBHN pernah mengamanatkan, “Pendidikan nonformal termasuk pendidikan yang bersifat kemasyarakatan seperti kepramukaan, berbagai kursus, dan pelatihan keterampilan perlu ditingkatkan kualitasnya dan diperluas dalam rangka mengembangkan sikap mental, minat, bakat, keterampilan, dan kemampuan anggota masyarakat serta menyiapkan dan memberi bekal kepada warga belajar agar mampu bekerja dan berwira usaha serta meningkatkan martabat dan kualitas kehidupannya” (Komar, 2006: 231-232). 5. Masa Reformasi
72
Pada masa reformasi ini pendidikan nonformal berpeluang langsung terhadap pengembangan kualitas sumber daya manusia, terutama keluwesan dalam membuka dan menyempurnakan kualitas program sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Membekali warga belajarnya untuk bekerja dan meningkatkan kemampuan kerja. Masing-masing jenis program pendidikan nonformal memiliki tujuan dan sasaran sendiri. Di antara jenis program pendidikan nonformal yang dikenal adalah: pemberantasan tiga buta, pendidikan persamaan/kesetaraan, pendidikan kesinambungan (continuing), pendidikan keluarga, dan pendidikan generasi muda. Pendidikan nonformal berpeluang terbuka untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Keberhasilan pembangunan dan kemakmuran memungkinkan lebih banyak anggota masyarakat yang melibatkan diri dalam kegiatan budaya. Bahkan, pembangunan nasional tidak terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat. Informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang dibutuhkan semakin banyak, luas, dan beraneka ragam. Pendidikan nonformal memiliki peluang yang luas untuk mempartisipasikan diri. Bahkan, mengadakan kegiatan pendidikan untuk memungkinkan anggota masyarakat yang tidak sempat bersekolah pada jenjang pendidikan dasar, dapat menempuhnya melalui program khusus. Pendidikan nonformal memungkinkan anggota masyarakat secara terus menerus dalam sepanjang hayatnya mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan bilamana memerlukannya. Peranan pendidikan nonformal di dalam sejarah perkembangannya pada suatu negara, akan selalu mengemban peranan yang strategis di dalam kebangkitan industrialisasi.
73
Lembaga kemasyarakatan yang menyelenggarakan pendidikan nonformal di antaranya terdapat di organisasi kemasyarakatan serta keagamaan, sanggar, praktisi
perseorangan,
dan
perusahaan.
Bangkitnya
masyarakat
sebagai
penyelenggara pendidikan nonformal seiring dengan tumbuhnya kegiatan pendidikan yang diselenggarakan secara turun-menurun harus tetap terpelihara dan merupakan tanggung jawab pengabdiannya kepada masyarakat. Kesadaran pendidikan masyarakat yang meningkat mendorong mekarnya kebutuhan pendidikan yang beragam. Jenis-jenis program pendidikan dibutuhkan masyarakat guna menyesuaikan dirinya dengan tuntutan zaman yang senantiasa berubah. Kebutuhan pendidikan di dalam masyarakat tersebut mendorong penyelenggara pendidikan nonformal untuk meresponsnya dalam bentuk pelayanan kegiatan nonformal yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Penyelenggara pendidikan nonformal terutama didorong oleh rasa tanggung jawab pengabdian, merespons kebutuhan masyarakat, tugas, dan desakan perkembangan zaman. Perkembangan zaman yang senantiasa berubah akan menuntut tersedianya penyelenggaraan satuan kegiatan pendidikan, baik kepada lembaga pemerintah maupun kemasyarakatan. Dengan adanya lembaga negara/pemerintah dan lembaga kemasyarakatan tersebut secara tersirat memikul tugas untuk membinan masyarakat, dengan melaksanakan upaya gerakan pendidikan untuk melestarikan nilai budaya bangsa. Untuk itu, pada setiap lembaga melekat tugas agar melaksanakan pendidikan terutama yang menyangkut pelestarian budaya bangsa dan pengembangan bidang yang menjadi garapannya.
74
Di era reformasi banyak lembaga kemasyarakatan yang menjadi penyelenggara kegiatan nonformal. Lembaga-lembaga tersebut di antaranya melalui LSM, organisasi kemasyarakatan, perusahaan, sanggar kerajinan, bengkel dan teater, magang, lembaga keagamaan, lembaga kebudayaan, praktisi, dan swasta/swadaya lainnya. Semua itu terdorong oleh desakan kebutuhan masyarakat berhubung
mekarnya
aspirasi
dan
kesadaran
pendidikan
dan
tuntutan
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, laju penduduk, aspirasi dan cita-cita, politik, sosio-budaya, dan lingkungan. Dengan demikian, secara keseluruhan kegiatan pendidikan nonformal meliputi bidang-bidang seperti: pertanian, industri. Perdaganagn, koperasi, usaha swasta, tenaga kerja, transmigrasi, pembangunan daerah, keagamaan, kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), kesehatan, KB, kesejahteraan sosial, kepemudaan, kewanitaan, politik, aparatur, hukum, pertahanan dan keamanan nasional (Komar, 2006: 232-234).
B. Latar Belakang Lahirnya Lembaga Bimbingan Belajar Dunia pendidikan di Indonesia saat ini jika diukur secara kuantitas sedang mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan semakin bersemangatnya masyarakat pada dunia pendidikan. Para penyelenggara pendidikanpun tak kalah semangatnya dalam keikutsertaannya memajukan dunia pendidikan dan mencerdaskan
kehidupan
bangsa
Indonesia.
Sebagian
orang
mengimplementasikan hal tersebut dengan mendirikan Lembaga Bimbingan Belajar
(LBB)
(Herwanto,
2007
dalam:
75
http://setyodwiherwanto.blogspot.com/2007/02/menggugat-keberadaan-lembagabimbingan.html). Saat ini banyak berdiri lembaga bimbingan belajar di berbagai daerah di Indonesia. Tumbuhnya berbagai bimbingan belajar menjadi satu fenomena menarik dan menjadi catatan tersendiri bagi dunia pendidikan di Indonesia. Ketidakpuasan terhadap kondisi pembelajaran di sekolah diyakini sebagai salah satu penyebab tumbuh suburnya berbagai bimbingan belajar tersebut (Hari, 2008 dalam:http://suarapembaca.detik.com/read/2008/09/04/170336/1000496/471/bimb ingan-belajar-antara-bisnis-dan-pendidikan). Tiap menjelang ujian akhir sekolah dan tes penerimaan siswa baru, para siswa sekolah berbondong-bondong mendatangi lembaga-lembaga bimbingan belajar. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Jakarta, namun juga di kota-kota lainnya baik besar maupun kecil di seluruh Indonesia dan program tambahan belajar tersebut sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Diawali dari kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta, saat ini lembaga bimbingan tes sudah merambah tidak saja di ibu kota provinsi namun juga kota-kota kecil seperti Serang, Cilegon, Garut, Cirebon, Temanggung, Wonogiri, Tabanan, dan Sukowati. Bahkan juga kota-kota di luar Jawa seperti Singkawang, Tenggarong, Pangkalan Bun, Ternate, dan Jayapura. (Meirita, 2008 dalam: http://www.bisnisbali.com/2008/04/14/news/bisnisumum/bis.html). Menurut Wahyu Yandi Rusyandi, Cooperate Secretary Lembaga Bimbel SSC Cabang Diponegoro Bandung, latar belakang munculnya lembaga bimbingan belajar di kota Bandung diantaranya adalah:
76
1. Adanya kebijakan dari pemerintah yang menetapkan batas minimal nilai/standar Ujian Nasional (UN). 2. Adanya keinginan siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya di sekolah dan lolos/masuk ke sekolah dan atau perguruan tinggi negeri atau favorit seperti ITB, UNPAD, UPI, dan lain-lain. 3. Adanya keinginan orang tua siswa untuk meningkatkan prestasi belajar anaknya di sekolah dan lolos/masuk ke sekolah dan atau perguruan tinggi negeri atau favorit seperti ITB, UNPAD, UPI, dan lain-lain. 4. Adanya keinginan dari lembaga bimbingan belajar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan membantu mereka agar bisa masuk ke sekolah dan atau perguruan tinggi negeri atau favorit seperti ITB, UNPAD, UPI, dan lainlain. 5. Adanya keinginan lembaga bimbingan belajar untuk mengembangkan usahanya dengan membuka cabang di tempat lain (Wawancara dengan Wahyu Yandi Rusyandi, 10 Desember 2008). Bimbel sebagai satuan pendidikan nonformal diatur dalam UndangUndang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Satuan pendidikan luar sekolah meliputi kursus/lembaga pendidikan keterampilan dan bimbingan belajar. Jadi, aturan untuk bimbel bisa dikatakan sama dengan kursus. Kewenangan pemerintah pusat lebih pada memberi pengarahan pada kursus yang memiliki kurikulum nasional. Untuk mendapat ijazah nasional harus melalui ujian nasional
77
berdasarkan kurikulum ini. Untuk kursus yang sudah ternama biasanya tidak mengadakan ujian nasional. Ijazah yang mereka keluarkan bukan ijazah nasional karena
sudah
diakui
kualitasnya
(Wiyanto,
dkk,
2005
dalam:
http://www.korantempo.com/news/2005/4/24/nasional/5.html). Dalam upaya untuk ikut mendukung program pemerintah yaitu ikut mencerdaskan kehidupan bangsa ada sebagian orang mewujudkannya dengan mendirikan bimbingan belajar. Banyak siswa dengan antusias mengikuti bimbingan belajar terutama bagi mereka yang ingin mempersiapkan diri menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri (Hari, 2008 dalam: http://suarapembaca.detik.com/read/2008/09/04/170336/1000496/471/bimbinganbelajar-antara-bisnis-dan-pendidikan). Tiap tahunnya menjelang pelaksanaan Ujian Nasional (UN), Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) selalu diserbu para siswa, baik SD, SMP dan SMA. Satu tujuan yang ingin dicapai, yakni bagaimana mereka bisa lulus UN dan dapat masuk ke sekolah atau Perguruan Tinggi Negeri (PTN) favorit (Robentien, 2008 dalam: http://mtsn1-litbang.blogspot.com/2008/02/artikel.html). Keterbatasan sistem yang berlaku di sekolah juga ikut memicu tumbuhnya berbagai bimbingan belajar. Kemampuan guru yang terbatas, kurangnya fasilitas belajar yang memadai, serta tuntutan kurikulum yang tidak realistis menyebabkan siswa mencari alternatif lain untuk belajar di luar sekolah. Sekolah juga dianggap tidak mampu menyediakan semua kebutuhan yang diperlukan siswa terlebih lagi kesiapan untuk berebut kursi di PTN yang diidam-idamkan.
78
Sebagai
alternatif
belajar
di
luar
sekolah
banyak
siswa
yang
menggantungkan harapannya pada bimbingan belajar untuk mendapatkan materi yang tidak diajarkan di sekolah. Dengan adanya proses penerimaan di Perguruan tinggi Negeri (PTN) melalui ujian tertulis semakin menambah daya tarik siswa terhadap bimbingan belajar. Peluang ini yang dilihat oleh pengelola bimbel yang kemudian direspon dengan mendirikan Bimbingan Belajar. Dari segi bisnis hal ini memang terlihat sangat menjanjikan dan menggiurkan. Pada awalnya bimbingan belajar dibentuk untuk membantu siswa SMA yang baru lulus dalam menghadapi ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri. Persaingan ketat untuk mendapatkan tempat di perguruan tinggi negeri memaksa para siswa untuk mempersiapkan diri secara ekstra. Namun, kini bimbingan belajar tidak hanya dibentuk untuk membantu siswa masuk ke sekolah atau perguruan tinggi yang diinginkan, tetapi juga membantu siswa untuk meningkatkan prestasi belajar mereka di sekolah (Hari, 2008 dalam: http://suarapembaca.detik.com/read/2008/09/04/170336/100496/471/ bimbinganbelajar-antara-bisnis-dan-pendidikan) Menurut Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Fasli Djalal dalam sebuah artikel internet memaparkan bahwa bimbingan belajar (bimbel) muncul karena orang tua dan anak butuh mengejar peringkat, lulus, dan masuk universitas. Mereka memerlukan tambahan pendidikan, karena persaingan makin ketat dan kapasitas perguruan
tinggi
negeri
terbatas
(Wiyanto,
dkk,
http://www.korantempo.com/news/2005/4/24/nasional/5.html).
2005
dalam:
79
Pada mulanya, seperti yang disampaikan oleh Gunawan Wibisono Adidarmodjo (Solo Pos, 28 Mei 2002 “Menyoal Les Tambahan”) LBB didirikan untuk membantu para lulusan SLTA yang ingin melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi negeri. Seperti yang kita ketahui, perguruan tinggi negeri mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan perguruan tinggi swasta. Salah satu kelebihan yang dimiliki perguruan tinggi negeri yaitu biayanya murah. Selain itu, di mata masyarakat, perguruan tinggi negeri (PTN) sudah dicap memiliki mutu yang tinggi. Itulah kiranya yang membuat para lulusan SLTA mendambakan melanjutkan studi ke PTN. Karena itu, untuk dapat masuk ke PTN, mereka harus bersaing secara ketat melalui seleksi. Dulu, seleksi penerimaan mahasiswa ini disebut Sipenmaru (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), kemudian berubah nama menjadi UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri), dan mulai tahun 2002 ini berubah nama lagi menjadi SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Persaingan yang sangat ketat guna memasuki PTN ini membuat para pendiri LBB berinisiatif mendirikan sebuah lembaga yang bertujuan untuk membantu para calon mahasiswa menghadapi tes seleksi masuk PTN. Akhirnya berdirilah LBB-LBB dengan kegiatan membahas soal-soal tahun lalu dan memberi prediksi (perkiraan) soal-soal yang akan keluar. Selain itu, dalam LBB juga diajarkan cara-cara praktis dalam menjawab soal dan hal-hal non-akademik, misalnya kepercayaan diri dan strategi pemilihan jurusan. Sejak ada LBB, hampir semua para calon mahasiswa yang ingin masuk ke PTN mengikuti bimbingan di LBB. Keberadaan LBB secara praktis sangat berguna bagi lulusan SLTA yang ingin melanjutkan ke PTN (Herwanto, 2007 dalam:
80
http://setyodwiherwanto.blogspot.com/2007/02/menggugat-keberadaan-lembagabimbingan.html). Kehadiran lembaga bimbel, sedari awal memang untuk mendukung dan melengkapi program pembelajaran di sekolah. Lebih khusus, lembaga bimbel memang memfokuskan diri pada pembekalan siswa baik SD, SMP, maupun SMA dalam menghadapi berbagai model ujian. Mulai dari ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah, ujian akhir, ujian nasional, hingga ujian masuk ke perguruan tinggi. Dengan fokus pembelajaran di lembaga bimbel seperti ini, porsi latihan mengenal dan menyelesaian soal ujian lebih banyak dibanding penyampaian teori. Sesama lembaga bimbel pun akhirnya dituntut untuk lebih kreatif dalam merancang metodenya. Semakin sederhana dan mudah metode itu, pastinya membuat siswa lebih tertarik dan memahami (Hamsah, 2008 dalam: http://koranpendidikan.com/artikel-68-Lembaga-Bimbel-Melengkapi Pembelajaran -di-Sekolah.html). Seiring dengan berjalannya waktu, LBB-LBB yang semula hanya bertujuan membantu para calon mahasiswa untuk menembus seleksi masuk PTN kini melebarkan sayapnya. Selain membuka program bimbingan selama setahun bagi para siswa SLTA kelas tiga, mereka juga membuka program untuk semua jenjang pendidikan, mulai dari SD hingga SLTA. Mereka diajar dengan pelajaran yang sudah diajarkan di sekolah. Jadi para siswa mengulang pelajaran yang sudah mereka
dapatkan
di
sekolah
dengan
bantuan
para
tentor
di
LBB.
Program-program (sebut saja program les) yang ditawarkan oleh LBB-LBB tersebut ternyata mendapat sambutan yang baik dari orang tua siswa. Mereka
81
memasukkan anaknya ke LBB dengan harapan agar nilai di sekolah menjadi lebih baik. Dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di LBB tersebut, para siswa mendapatkan pengetahuan yang sama dengan pelajaran di sekolah. Dengan kata lain kurikulum pendidikan di LBB sama dengan Kurikulum di Sekolah. Bahkan cara mengajarnyapun hampir sama, bedanya di LBB lebih banyak diberikan
latihan
soal
(Herwanto,
2007
dalam:
http://setyodwiherwanto.blogspot.com/2007/02/menggugat-keberadaan-lembagabimbingan.html). Pada prinsipnya sistem pembelajaran yang diterapkan di sekolah dengan yang diterapkan sebagian besar LBB tak berbeda. Bahkan kurikulum yang digunakan selalu mengacu pada kurikulum yang berlaku secara nasional. Hanya saja penerapan metode penyampaian yang digunakan oleh LBB lebih variatif bila dibandingkan dengan yang dilakukan guru-guru bidang studi di sekolah (Suara NTB: Bug, 22 Februari 2007) (Robentien, 2008 dalam: http://mtsn1litbang.blogspot.com/2008/02/artikel.html). Belajar di lembaga bimbingan belajar tidak sekedar berupa materi pelajaran semata. Tetapi, juga disampaikan tentang kiat-kiat belajar yang efektif, kiat-kiat belajar di perguruan tinggi, maupun informasi seputar perguruan tinggi. Materi pelajaran diberikan secara singkat dan padat. Dalam hal ini pembelajaran di kelas-kelas bimbingan belajar dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan siswa terampil dalam mengerjakan soal-soal ujian. Pembelajaran dilakukan dengan fokus bagaimana siswa dapat mengerjakan soal dengan mudah dan cepat.
82
Jika dilihat dari sudut pandang metode belajar modern yang berkembang saat ini maka pembelajaran yang berlangsung di lembaga bimbingan belajar, pada dasarnya dapat digolongkan sebagai berikut. 1. Pembelajaran berpusat pada guru/pengajar (teacher centered learning). 2. Pembelajaran berbasis media tunggal (single-media based learning). 3. Pembelajaran
berbasis
pada
isi
(content
based
learning)
(Hari,2008dalam:http://suarapembaca.detik.com/read/2008/09/04/170336/100 0496/471/bimbingan-belajar-antara-bisnis-dan-pendidikan). Salah satu tolok ukur keberhasilan suatu bimbingan belajar adalah jumlah siswa yang berhasil lulus ke perguruan tinggi negeri. Banyak siswa menggantungkan harapan pada bimbel untuk persiapan ujian akhir. Impian untuk kuliah di PTN favorit mendorong siswa mengikuti bimbel. Merupakan suatu hal yang menggembirakan bila melihat perkembangan bimbel yang amat pesat dan menjelma menjadi bisnis yang berkembang di Indonesia (Hari, 2008 dalam:http://suarapembaca.detik.com/read/2008/09/04/170336/1000496/471/bimb ingan-belajar-antara-bisnis-dan-pendidikan). Pendidikan luar sekolah semakin mendapat tempat di kalangan siswa dan sekolah. Seiring meningkatnya kesadaran pendidikan luar sekolah, berbagai lembaga bimbingan belajar (bimbel) menuai respons positif di tengah pasar yang semakin membengkak.Meski sempat menuai anggapan buruk di masa lalu, berkat kerja sama yang baik dengan pihak sekolah, usaha bimbingan belajar mampu menempatkan diri menjadi mitra sekolah-sekolah formal (Suharta, 2003 dalam:
83
http://sonysugema-college.blogspot.com/2003/04/bisnis-bimbel-menuai-responstinggi.html). Berdasarkan hal di atas, penulis termotivasi untuk mengadakan survey di SMP Tulus Kartika Bandung dan SMA Negeri 8 Bandung. Survei tersebut berusaha menjaring data yang terkait dengan aspek-aspek Pembinaan Menjelang UN di sekolah, dibandingkan LBB/Bimbingan Belajar (Primagama, Ganesha Operation, Nurul Fikri, dan Sony Sugema College) yang berada di luar sekolah. Setelah diadakan survei diperoleh data, terdapat 94 % siswa telah mengikuti Bimbel di luar sekolah dan 6 % belum/tidak mengikuti Bimbel. Data ini diperoleh dari lima puluh (50) siswa SMP dan SMA yang telah mengisi angket. Berdasarkan isian angket di atas, diketahui bahwa persentasi siswa lebih banyak yang menyatakan Bimbel jauh lebih baik dibandingkan Pembinaan di Sekolah. Dengan kata lain, persentasi siswa lebih sedikit yang menyatakan Pembinaan di Sekolah lebih baik dibandingkan Bimbel. Hal di atas, berangkat dari penilaian siswa berdasarkan aspek-aspek: kualitas (program); kompetensi guru; kecocokan/representasi materi; dan pengaruhnya terhadap kelulusan siswa, baik pada Pembinaan di Sekolah maupun pada Bimbel. Memang, terdapat persentasi siswa lebih banyak yang menyatakan Pembinaan di Sekolah lebih berpengaruh pada kelulusan siswa. Namun, pendapat tersebut bukan disebabkan oleh keyakinan siswa akan kualitas pembinaan di sekolah, kompetensi guru, ataupun kecocokan materinya. Pendapat tersebut lebih dipengaruhi oleh keyakinan siswa bahwa guru adalah salah satu pemegang palu
84
kelulusan siswa, sama seperti pendapat bahwa guru adalah salah satu penentu kenaikan kelas siswa.
C. Lembaga Bimbingan Belajar Primagama Kuliah di empat jurusan yang berbeda yaitu Psikologi, Elektro, Sastra Inggris dan Farmasi di Universitas Gajah Mada (UGM) dan IKIP Yogya membuktikan kecemerlangan otak Purdi E. Chandra. Hanya saja, ia merasa tidak mendapatkan apa-apa dengan pola kuliah yang menurutnya membosankan. Ia yakin, gagal meraih gelar sarjana bukan berarti gagal meraih cita-cita. Purdi muda yang penuh cita-cita dan idealisme inipun nekad meninggalkan bangku kuliah dan mulai serius untuk berbisnis. Sejak saat itu pria kelahiran Punggur, Lampung Tengah ini mulai menajamkan intuisi bisnisnya. Dia melihat tingginya antusiasme siswa SMA yang ingin masuk perguruan tinggi negeri yang punya nama, seperti UGM. Dia kemudian berpikir bagaimana jika mereka dibantu untuk memecahkan soal-soal ujian masuk perguruan tinggi, pikirnya waktu itu. Purdi lalu mendapatkan ide untuk mendirikan bimbingan belajar yang diberi nama, Primagama. Pada awal tahun 1982, Purdi E. Chandra bersama dengan beberapa kawan yang lain, mendirikan bimbingan belajar Primagama di Yogyakarta. Nama Primagama diambil dari dua kata yaitu prima dan gama. Prima artinya utama dan gama artinya singkatan dari nama universitas terbaik di Yogyakarta yaitu Universitas Gajah Mada. Pada saat-saat awal pendirian itu, tekad utamanya lebih banyak didominasi ingin sekedar mendapatkan uang lelah untuk membiayai studi
85
di UGM dan IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang berubah menjadi UNY), serta keinginan yang kuat dari dalam dirinya untuk membantu adik-adik kelas lolos masuk Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) (2008, dalam: http://www.primagamaku.com/moodle/mod/resource/view.php?id=7). Niat baik untuk membimbing pelajar kelas 3 SMTA yang ingin memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) telah mendorong Purdi E. Chandra mendirikan lembaga bimbingan belajar, yang waktu itu lebih dikenal dengan lembaga bimbingan tes Primagama pada tanggal 10 Maret 1982. Niatan itu belakangan menjadi peluang untuk dikembangkan, karena Yogyakarta berstatus kota pelajar. Bahkan tak berlebihan bila dikatakan sebagai "Indonesia Mini". Peluang inilah yang lantas diolahnya. Kemudian catatan bilangan ternyata menunjuk pada angka 32.000-an siswa bergabung dengan Primagama setiap tahunnya, ini membuktikan pemikiran sederhana Purdi tidak meleset. Pasar memang butuh Primagama. Purdi dkk. memiliki keyakinan bahwa usaha bimbingan belajar akan terus berkembang karena pengguna jasa pendidikan memang memerlukan. Kalau masyarakat memang tidak membutuhkan dan Primagama memaksakan diri untuk bergerak di bidang bimbingan belajar ini, maka tidak usah dilarangpun bisnis ini akan mati dengan sendirinya (http://www.primagama.co.id/v2/main.php?hal=about). Pada saat itu Purdi hanya memiliki modal dari hasil menjual motornya yaitu seharga 300 ribu rupiah. Ia mendirikan Bimbel Primagama dengan menyewa tempat kecil dan disekat menjadi dua. Muridnya hanya dua orang. Itu pun
86
tetangga. Biaya les hanya 50 ribu untuk dua bulan. Kalau tidak ada les maka uangnya bisa dikembalikan. Segala upaya dilakukan Purdi untuk membangun usahanya. Dua tahun setelah itu nama Primagama mulai dikenal. Muridnya bertambah banyak. Setelah sukses, banyak yang meniru nama Primagama. Purdipun berinovasi untuk meningkatkan mutu lembaga pendidikannya ini. Sebenarnya yang membuat Primagama maju itu setelah ada program jaminan diri. Maksudnya, ada jaminan jika mengikuti Primagama pasti diterima di Universitas Negeri, jika tidak uang kembali. Agar diterima, murid-murid yang cerdas diangkatnya menjadi pengajar. Karena reputasinya lembaga bimbel Primagama makin dikenal di Kota Pelajar, Yogyakarta. Purdi tidak cepat berpuas diri. Ia ingin mengembangkan cabang Primagama di kota lain. Mulailah cabang-cabang Primagama bermunculan di Bandung, Jakarta dan kota besar lain di Indonesia. Purdi juga berinovasi mengembangkan sistem franchise atau waralaba (pemberian hak pada seseorang dalam penggunaan merek untuk menjalankan usaha dalam kurun waktu tertentu). Di Pekanbaru, Sampit (Kalimantan Tengah) dan Tangerang telah dibuka cabang dengan sistem ini. Menurutnya, sistem ini sangat tepat untuk dikembangkan sebab usaha bisa berkembang tanpa harus menyiapkan dana sendiri. Sistem ini lebih menguntungkan untuk mengembangkan usaha kita daripada cara yang lainnya. Selain tidak perlu mengeluarkan modal yang besar untuk investasi lagi, ternyata keuntungan sebagai pemilik merek cukup besar.
87
Dengan kata lain, orang lain membayar merek dan royalti tiap bulannya pada Primagama
(Taslim, 2007 dalam:
http://mylinklife.wordpress.com/2007/12/28/ jadi-pengusaha-tak-harus-pintar/). Perkembangan Lembaga Pendidikan Primagama yang cukup pesat ini seiring dengan visi & misi yang telah ditetapkan manajemen. Pada umumnya visi perusahaan dihasilkan dari para pendiri perusahaan, yang tidak lain merupakan cita-cita yang ingin diwujudkan dalam jangka panjang. Adapun misi perusahaan "yang pada umumnya merupakan penjabaran dari perwujudan kepentingan stakeholder" di Primagama disusun sebagai berikut: •
Menjadi lembaga bimbingan belajar berskala nasional yang terdepan dalam prestasi (memenuhi kepentingan organisasi, pemilik & konsumen).
•
Menjadi tempat karyawan untuk membangun kesejahteraan bersama dan bersama-sama
membangun
kesejahteraan
(memenuhi
kepentingan
profesional). •
Menjadi perusahaan yang sanggup dijadikan mitra usaha yang handal dan terpercaya (memenuhi kepentingan organisasi & mitra usaha).
•
Menjadi
tempat
bagi
setiap
insan
untuk berkreasi,
berkarya,
dan
mengembangkan diri (memenuhi kepentingan konsumen, profesional & pemilik). •
Menjadi aset pendidikan nasional dan kebanggaan masyarakat (memenuhi kepentingan
pemerintah
&
(http://www.primagama.co.id/v2/main.php?hal=about&id=2).
masyarakat)
88
Bermacam respon atau tanggapan muncul dari dunia pendidikan dan masyarakat tentang kehadiran Primagama ini. Merebaknya lembaga-lembaga bimbingan belajar termasuk Primagama, menimbulkan berbagai reaksi dalam masyarakat. Ada yang menengarai bahwa merebaknya lembaga bimbingan belajar sebagai bentuk komersialisasi dunia pendidikan kita. Di pihak lain, ada yang melihat keberadaan bimbingan belajar sebagai bentuk pengelompokan sosial belajar kemampuan ekonomi (sebab tidak jarang biaya masuk bimbingan belajar jauh lebih mahal dibandingkan dengan SPP sekolah). Yang lebih tidak proporsional lagi adalah adanya pandangan yang menyebutkan bahwa merebaknya
bimbingan
belajar
identik
dengan
semakin
berkurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap mutu pendidikan formal (sekolah) dalam mengantarkan kesuksesan putra-putri mereka. Diantara berbagai reaksi tersebut ternyata penyelenggaraan bimbingan belajar semakin banyak dan juga sangat diminati cukup luas di kalangan para siswa. Terlebih-lebih meningkatnya kesadaran bahwa bimbingan sangat menjanjikan sebagai lahan usaha, telah melahirkan persaingan yang makin ketat antar institusi bimbingan belajar. Setiap lembaga bimbingan belajar saling bersaing untuk menarik minat dan simpati siswa dan orang tua siswa. Untuk itu, tiap lembaga bimbingan belajar yang ada memerlukan ide-ide dan cara-cara baru untuk dapat menemukan peluang atau dapat memenangkan persaingan (http://www.primagama.co.id/v2/main.php?hal=about&id=2). Primagama merespon tanggapan tersebut secara positif, bahwa itulah bagian dari proses pendewasan diri kami. Sejak saat itulah Primagama harus
89
berbenah untuk lebih memberi arti kepada dunia pendidikan Indonesia
(2008,
dalam: http://www.primagamaku.com/moodle/mod/resource/view.php?id=7). Primagama sebagai salah satu bimbingan belajar yang bertekad menjadi "Terdepan dalam Prestasi" merasa harus tetap arif dan kreatif menghadapi persaingan yang makin ketat. Sehingga Primagama merasa tidak pada tempatnya jika harus ikut-ikut pihak lain yang secara rasional dianggap sebagai "bersaing dengan
menghalalkan
segala
cara"
atau
menggunakan
cara-cara
yang
sesungguhnya "berdimensi jangka pendek". Berkenaan dengan hal tersebut, maka manajemen Primagama selama ini selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik kepada para siswa sehingga lahirlah tradisi-tradisi sebagai berikut: •
Tenaga pengajar adalah tenaga profesional yang direkrut dan dilatih dengan sistem yang baku, serta telah memiliki pengalaman.
•
Metode pengajaran menggunakan pendekatan remedial program (program perbaikan), enrichment program (program pengayaan), dan consulting program (program konsultasi).
•
Panduan/modul belajar lengkap dan sistematis dengan berdasar pada GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) yang telah disusun sesuai kebijakan Depdiknas dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
•
Diberikan tes/evaluasi belajar siswa secara rutin dengan tipe soal yang memungkinkan siswa dapat mengetahui mengukur tingkat kemajuan prestasi yang telah dicapai selama mengikuti program bimbingan.
90
•
Diberikan metode-metode smart solution dalam pemahaman materi pelajaran beserta kiat-kiat menyelesaikan soal secara efektif.
•
Setiap tes/evaluasi belajar, lembar jawaban dikoreksi dengan menggunakan komputer sehingga siswa terlatih dan terjamin akurasi hasilnya. (Lembaga Pendidikan Primagama telah melengkapi diri dengan Optical Mark reader (OMR) Opscan 3 dan Opscan 5 NCS yaitu suatu alat yang digunakan untuk mengoreksi lembar jawab komputer untuk kepentingan Ebtanas & UMPTN).
•
Diberikan konsultasi belajar siswa (Konsis) untuk membantu setiap kesulitan belajar
siswa
dan
konsultasi
pemilihan/penetapan
sekolah
lanjutan
(SLTP/SMU) yang tepat serta pemilihan jurusan di PTN. Dengan didukung oleh data-data yang akurat, siswa sangat terbantu dalam memilih pendidikan yang lebih lanjut (SLTP/SMU) sesuai dengan kemampuan dan sekolah lanjutan/perguruan tinggi yang diharapkan. •
Sistem pengajaran yang terkoordinir secara terpadu, dan terpusat yang dipantau
oleh
Tim
Pengendali
Mutu
Akademik
di
Kantor
Pusat
(http://www.primagama.co.id/v2/main.php?hal=about&id=2). Pola kompetisi yang cukup ketat di Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dimana rata-rata yang diterima hanya berkisar 14-17% dari jumlah peserta tes seleksi masuk PTN dan kemampuan Primagama untuk mengantar sukses para siswa bimbingannya, menjadikan dimanapun Primagama membuka cabang segera mendapat respon bagus dari masyarakat. Guna memberikan dasar hukum yang kuat dalam Primagama berkiprah di dunia pendidikan luar sekolah, maka pada tahun ke-4 setelah berdiri dibentuklah Yayasan Primagama dengan
91
akte notaris Daliso Rudianto, SH nomor 123 tahun 1985. Kemudian aspek hukum keberadaan Lembaga Pendidikan Primagama kian berakar kuat setelah mendapat ijin dari Depdikbud dengan SK No: 054/I 13/MS/Kpts/1999. Lembaga Pendidikan Primagama adalah pemegang Hak Cipta dari Bimbingan Belajar "LEMBAGA PENDIDIKAN PRIMAGAMA" berdasarkan UU No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta jo. UU No. 7 tahun 1987 tentang Perubahan Atas UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta pada tanggal 3 Juli 1995 dan telah terdaftar di Direktorat Hak Cipta, Paten dan Merk dengan Nomor Pendaftaran 014127. Dengan status
yang jelas, maka Primagama sejak
1987 terus
dikembangkan di kota-kota lain. Selama kurun waktu 1993 sampai tahun 1997 jumlah cabang telah bertambah menjadi 84 kantor cabang pembantu. Bila diratarata, pertahunnya ada penambahan lima sampai enam kantor cabang baru (http://www.primagama.co.id/v2/main.php?hal=about). Kemudian pada tahun 1997/1998 ada penambahan secara spektakuler yakni penambahan sebanyak 69 kantor cabang pembantu. Total sampai Juli 2002 Primagama memiliki 189 kantor cabang mandiri dan 45 kantor cabang franchise yang tersebar di 83 kota di 27 propinsi (data per 1 Juli 2002). Pesatnya perkembangan lembaga ini tidak terlepas dari : (1) kesungguhan pengelolanya; (2) kuatnya citra nama/merek Primagama sebagai sebuah lembaga bimbingan belajar; (3) kepercayaan yang tinggi oleh siswa, guru, sekolah pemerintah, pihak perusahaan dan masyarakat luas akan kualitas yang diberikan.
92
(sumber data: Laporan Hasil Survey Departemen Pemasaran, Tahun Akademik 2000/2001). Pertumbuhan omset Primagama rata-rata tiap tahun tidak pernah kurang dari 35% dibanding tahun sebelumnya. Sedang penguasaan pangsa pasar bimbingan belajar Primagama yang ada di 105 kota tersebut lebih dari 40% dari pasar riil, bahkan hampir di semua kota, posisi Primagama adalah sebagai pemimpin pasar atau market leader. Tidak hanya jumlah cabang yang bertambah tapi program bimbinganpun juga makin beragam. Pada pertama kali lahir di tahun pelajaran 1982/1983 Primagama baru meluncurkan program bimbingan untuk siswa kelas 3 SMU dan privat. Perkembangan lembaga dan tuntutan masyarakat mendorong pengelola Primagama untuk membuka program bimbingan kelas 6 SD dan kelas 3 SMP pada tahun 1985, disusul kemudian program bimbingan kelas 1 dan 2 SMU, 1, 2 SLTP dan 5 SD pada tahun pelajaran 1992/1993, dan pada tahun 2000 dibuka Program Khusus 4 SD. Selain itu Primagama juga menyelenggarakan Bimbingan Belajar Singkat atau Paket. Jumlah siswa pun yang pada tahun pelajaran 1981/1982 hanya 64 orang, sepuluh tahun kemudian tahun pelajaran1991/1992 siswa berjumlah 16.500 siswa. Dan pada 7 tahun terakhir ini pula (grafik) telah terjadi perkembangan jumlah siswa yang sangat bagus (http://www.primagama.co.id/v2/main.php?hal=about). Untuk lebih memperjelas pembahasan di atas, berikut adalah tabel perkembangan jumlah siswa lembaga bimbingan belajar Primagama dari tahun 1982-2007:
93
Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Siswa LBB Primagama Tahun 1982-2007 100000 80000 60000 Jumlah Siswa
40000 20000 0 1982 1992 2008
(Sumber: http://www.primagama.co.id/v2/main.php?hal=about). Berdasarkan tabel di atas dapat penulis simpulkan bahwa dari tahun 1982 sampai tahun 1992, lembaga bimbingan belajar Primagama mengalami kenaikan jumlah siswa yang sangat tinggi sebesar 102,73 % yang tadinya 64 siswa menjadi 16500 siswa. Lembaga bimbingan belajar Primagama juga mengalami kenaikan jumlah siswa yang sangat tinggi sebesar 83,5 % yang tadinya 16500 siswa menjadi 100000 siswa dari tahun 1992 sampai tahun 2007. Hal ini membuktikan bahwa LBB Primagama semakin lama semakin dipercaya oleh masyarakat karena jumlah siswa yang semakin lama semakin meningkat dari tahun 1982 sampai tahun 2007. Sebagai lembaga bimbingan belajar yang memiliki jaringan kantor cabang yang luas dan dalam rangka memasuki era teknologi informasi, Primagama telah mengembangkan teknologi jaringan internet yang terkoneksikan antar kantor cabang dan dapat diakses oleh user, baik siswa, orang tua siswa, sekolah, dan masyarakat umum. Pengelolaan manajemen lembaga yang bagus, pengalaman dan
94
bukti prestasi Primagama menyebabkan tingginya kepercayaan masyarakat terhadap Primagama. Bukti kepercayaan, pengalaman dan prestasi Primagama ditandai oleh banyaknya permintaan bimbingan belajar paket oleh lembaga-lembaga, yayasanyayasan dan beberapa BUMN untuk membimbing para siswa, putra-putri karyawan. Yayasan dan lembaga-lembaga yang pernah dan telah dibimbing Primagama dalam mengantar sukses para siswa antara lain: SMU YPK (Yayasan Pupuk Kaltim) Bontang, Kalimantan Timur, SMU Tamansiswa PT Arun NGL Co Lhokseumawe Aceh Utara, SMU YPVDP PT Badak NGL Co Bontang Kalimantan Timur, PT Tambang Timah Sumatera Selatan, SMU Al-Azhar Jakarta, SMU Yaktapena (Pertamina) Plaju Palembang, SMU Taruna Nusantara, SMU favorit di banyak kota, demikian juga banyak SMU swasta favorit. Hal di atas membuktikan bahwa lembaga bimbingan belajar Primagama memiliki peran dalam dunia pendidikan yaitu meningkatkan prestasi belajar siswa dan membantu siswa masuk/lolos ke perguruan tinggi negeri/favorit. Seiring dengan kiprahnya Primagama selalu menyelenggarakan kegiatan ceramah maupun tes uji coba baik untuk siswa bimbingan maupun siswa umum. Ceramah dan tes uji tersebut antara lain: 1. Ceramah Kiat Sukses Menembus SPMB (3 SMU), Ceramah Matematika Praktis (3 SMU), Ceramah Cara Belajar Efektif (1,2 SMU), Dialog Orang Tua Efektif (6 SD & 3 SLTP), Ceramah Achievement Motivation Training, Ceramah Leadership dan Enterpreneurship (3 SMU).
95
2. Tes Uji UAN, UAS (6SD, 3 SLTP, 3 SMU), Tes Uji Coba SPMB dan Pembahasan (3 SMU), Tes Uji Coba PT Kedinasan (3 SMU), Tes Diagnostik Kemampuan Dasar (3 SMU), dan sebagainya. Sejumlah kegiatan sosial juga dilakukan Primagama sejalan dengan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan. Partisipasi dalam berbagai kegiatan tersebut antara lain: Pekan Olah Raga Pelajar Daerah (PORDA), Pekan Olah Raga Pelajar Antar Daerah (POPDA), Pekan Olah Raga Antar Wilayah (POPWIL), Pekan Olah Raga Pelajar Nasional (POPNAS). Sejak tahun 1990 Lembaga Pendidikan Primagama telah dipercaya oleh berbagai media untuk membentuk tim pembahasan soal-soal SPMB segera setelah SPMB berlangsung (Republika-Jakarta, Kompas-Jakarta, Kedaulatan RakyatYogyakarta, Solo Pos-Surakarta, Radar Solo-Surakarta, Bali Pos-Denpasar, Lampung Pos-Lampung, Sumatera Ekspres-Palembang, Manuntung-Balikpapan, Padang Ekspres, Padang, Suara Merdeka-Semarang, Radar Bogor-Bogor, Radar Cirebon-Cirebon, Surya-Surabaya, Jawa Pos-Surabaya, dan lainnya). Di samping itu, berbagai bentuk rubrik konsultasi pendidikan dan kuis juga selalu dilakukan Primagama bekerjasama dengan berbagai penerbitan maupun radio & TV. Lebih dari itu, sudah sejak 10 tahun yang lalu, Primagama memberikan keringanan biaya (dispensasi) dan beasiswa kepada para siswa yang berprestasi. Tidak kurang dari 3500 siswa setiap tahunnya mendapatkan keringanan biaya (dispensasi) dari Primagama, dan tidak kurang dari 150 siswa pada setiap tahunnya mendapatkan beasiswa dari Primagama. Pengakuan secara tidak langsung telah diterima oleh Primagama dengan diundangnya Direktur Primagama pada Kongres ke-16 PAPE
96
(Pan Pacific Association of Private School Education) atau Kerjasama Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Luar Sekolah se Asia-Pasific pada tahun 1994 dan Direktur Utama mewakili Kadin DIY ke Kadin Jerman (SIHK) di Hagen, Jerman. Lebih dari itu pada HUT Kemerdekaan RI ke-50 Direktur Primagama juga diundang sebagai tamu kehormatan pada peringatan HUT di Istana Negara Jakarta (http://www.primagama.co.id/v2/main.php?hal=about&id=2). Pada awal pendirian, konsentrasi Lembaga Pendidikan Primagama memang lebih banyak terpusat sebagai bimbingan tes, baik itu untuk masuk PTN maupun
sekolah-sekolah
favorit
lain
di
bawahnya.
Namun,
dalam
perkembangannya dan seiring pula dengan kebutuhan masyarakat pendidikan itu sendiri, Primagama telah bergeser menjadi lembaga pendamping belajar para siswa untuk mencapai prestasi belajar puncaknya. Konsekuensi yang harus diambil Primagama dengan pilihan ini adalah bahwa Primagama harus mampu mengakomodir segenap tuntutan dan kebutuhan para siswa sesuai dengan perkembangan kejiwaannya. Untuk itu, pola kinerja manajemen secara bertahap namun pasti digeser dari sekedar memberi bekal untuk sukses dalam setiap evaluasi akhir (kelas 6-SD, 9-SMP dan 12 SMA) menjadi pendampingan belajar secara terus menerus sejak kelas 3 SD sampai lulus 12 SMA. Konsep tiada hari tanpa belajar dan prestasi dibiasakan di setiap kantor cabang yang telah tersebar di seluruh penjuru Indonesia (2008,dalam:http://www.primagamaku.com/moodle/mod/resource/view.php?id=7 ).
97
Lembaga Pendidikan Primagama kini adalah lembaga bimbingan belajar yang memberikan program layanan berupa pelajaran tambahan dan membimbing siswa untuk dapat meningkatkan prestasi belajar di sekolah dengan target meningkatkan prestasi belajar di sekolah sehingga sukses pada Tes Semester (4, 5 SD, 1&2 SLTP, 1&2 SMU), UAN, UAS, tes seleksi masuk SLTP & SMU favorit (6 SD, 3 SLTP), dan diterima di Perguruan Tinggi idaman (3 SMU dan mantan) (http://www.primagama.co.id/v2/main.php?hal=about&id=2). Sosok Purdi E. Chandra (45) kini dikenal sebagai pengusaha yang sukses. Lewat Bimbingan Belajar Primagama, ia berhasil juga mendapatkan gelar dari lembaga pendidikan yang dibentuknya sendiri. Lembaga Bimbingan Belajar (Bimbel) Primagama yang didirikannya bahkan masuk ke Museum Rekor Indonesia (MURI) lantaran memiliki 181 cabang di 96 kota besar di Indonesia dengan
100
ribu
siswa
tiap
tahun
(Taslim,
2007
dalam:
http://mylinklife.wordpress.com/2007/12/28/jadi-pengusaha-tak-harus-pintar/). Untuk lebih memperjelas pembahasan di atas, berikut adalah tabel perkembangan jumlah cabang lembaga bimbingan belajar Primagama dari tahun 1982-2007: Tabel 1.2 Perkembangan Jumlah Cabang LBB Primagama Tahun 1982-2007
98
200 150 100
Jumlah Cabang
50 0 1982 1993 1998 2007
(Sumber: http://www.primagama.co.id/v2/main.php?hal=about). Berdasarkan tabel di atas dapat penulis simpulkan bahwa dari tahun 1982 sampai tahun 2007, lembaga bimbingan belajar Primagama mengalami kenaikan jumlah cabang perusahaan yang sangat tinggi. Pada tahun 1982 sampai tahun 1993 LBB Primagama mengalami kenaikan jumlah cabang perusahaan sebesar 93,33 % yang tadinya satu cabang menjadi 15 cabang perusahaan. Pada tahun 1993 sampai tahun 1998 LBB Primagama mengalami kenaikan jumlah cabang perusahaan sebesar 82,14 % yang tadinya 15 cabang menjadi 84 cabang perusahaan. Pada tahun 1998 sampai tahun 2007 LBB Primagama mengalami kenaikan jumlah cabang perusahaan sebesar 53,59 % yang tadinya 84 cabang menjadi 181 cabang perusahaan. Hal ini membuktikan bahwa LBB Primagama semakin lama semakin berkembang dari tahun 1982 sampai tahun 2007.
D. Lembaga Bimbingan Belajar Ganesha Operation (GO) Di tengah-tengah persaingan yang tajam dalam industri bimbingan belajar, pada tanggal 1 Mei 1984 Ganesha Operation didirikan di Kota Bandung (http://www.ganesha-operation.com/content.php?id=history). Dr. Ir. Bob Foster (pemilik dan pendiri Ganesha Operation) memulai bisnisnya sudah cukup lama
99
dan tentunya dengan tekad dan perencanaan yang cukup matang. Sebelum terjun sepenuhnya ke dunia bisnis beliau sendiri sudah bekerja di Perusahanan Listrik Negara (PLN) dan pernah mendapatkan penghargaan sebagai karyawan terbaik PLN, tetapi beliau memiliki niat untuk berbisnis. Saat itulah beliau memilih menekuni dan fokus pada usaha yang sedang digelutinya pada waktu itu juga yakni Bimbel GO nya dan meninggalkan pekerjaannya di PLN. Untuk menjalankan dan mempertahankan bisnis yang sudah dikelola ternyata tidak mudah, dibutuhkan kerja ekstra keras, tekad ekstra keras, dan visi yang kuat. Beliau mengalami jatuh bangun, mendapat sindiran dari orang lain karena meninggalkan segala kemapanan yang sudah didapat di PLN, bahkan sempat harus menjual rumah untuk meningkatkan modal. Karena kekuatan visi, beliau bisa
melewati
semuanya
dan
berhasil
(2008,
dalam:
http://tgifonline.wordpress.com/2008/08/28/entrepreneur-tgif-22-agustus2008/?referer=sphere_related_content/). Latar belakang pendirian lembaga ini adalah adanya mata rantai yang terputus dari link informasi Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dengan dunia Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Posisi inilah yang diisi oleh Ganesha Operation untuk berfungsi sebagai jembatan dunia SLTA terhadap dunia PTN mengenai informasi jurusan PTN (prospek dan tingkat persaingannya), pemberian materi pelajaran yang sesuai dengan ruang lingkup bahan uji seleksi penerimaan mahasiswa
baru
dan
pemberian
metode-metode
inovatif
dan
kreatif
menyelesaikan soal-soal tes masuk PTN sehingga membantu para siswa lulusan SLTA memenuhi keinginan mereka memasuki PTN (http://www.ganesha-
100
operation.com/content.php?id=history). Menurut Junianto, marketing manager Ganesha Operation Pusat, latar belakang didirikannya lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation (GO) adalah banyaknya siswa yang ingin masuk sekolah dan perguruan tinggi favorit. Selain itu, pada waktu itu yang menjadi peluang Bob Foster untuk mendirikan GO adalah siswa itu untuk lulus membutuhkan latihanlatihan soal, membahas soal-soal, lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan, dan staf pengajar (guru) yang berkualitas. Sedangkan tujuan didirikan lembaga bimbingan belajar tersebut adalah ingin membantu pendidikan di Indonesia (Wawancara dengan Junianto, 17 Desember 2008). Visi dari lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation (GO) adalah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan kontribusi dalam peningkatan mutu pendidikan nasional, serta meningkatkan budaya belajar masyarakat. Sedangkan, misi dari GO diantaranya: 1. Menjadi wadah pengkajian dan pengembangan ilmu pengetahuan dasar (basic science) dengan komitmen total kepada inovasi dan kreativitas. 2. Memberikan metode yang unik dan unggul untuk menguasai basic science. 3. Mewujudkan kepuasan siswa (student satisfaction) melalui keunggulan: a. Produk jasa pendidikan yang konseptual. b. Harga (price) yang pantas dan terjangkau. c. Lokasi (place) yang strategis. d. Proses pelayanan yang cepat. e. Sumber daya manusia (people) yang ramah, terampil, dan memiliki kompetisi.
101
f. Ruangan dan lingkungan (physical evidence) yang nyaman dan asri dengan fasilitas yang lengkap. g. Informasi yang lengkap dan terpercaya. 4. Menjalin kemitraan yang konstruktif dengan orangtua siswa, sekolah, perguruan tinggi dan masyarakat. 5. Memberikan kepada karyawan pekerjaan yang bermakna serta kompensasi yang memadai. Tujuan dari didirikannya Lembaga Bimbingan Belajar Ganesha Operation (GO) diantaranya: 1. Membantu para siswa mengatasi kesulitan belajar melalui bimbingan staf pengajar yang berkualitas dan berwawasan luas dengan Buku Panduan Belajar yang lengkap dan sistematis. 2. Memberikan informasi pendidikan yang sangat lengkap baik untuk tingkat SD, SLTP, SLTA, maupun Perguruan Tinggi. 3. Memberikan strategi bersaing bagi para siswa untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi sehingga sukses memasuki SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi favorit dan terkemuka sesuai dengan minat dan kemampuan. 4. Meningkatkan prestasi siswa sehingga memperoleh nilai harian, nilai rapor, nilai Ujian Akhir Nasional, dam nilai SPMB yang lebih tinggi. 5. Membantu para siswa belajar lebih efektif dan efisien (http://www.ganeshaoperation.com/content.php?id=vision). Menurut Junianto, pada awal berdirinya lembaga bimbingan belajar GO banyak mendapat respon/tanggapan positif dari masyarakat. Meskipun, pada saat
102
itu terdapat beberapa kendala yakni keterbatasan fasilitas belajar dan staf pengajar. Pada saat itu lembaga bimbingan belajar GO hanya memiliki dua kelas dan empat orang guru (Wawancara dengan Junianto, 17 Desember 2008). Pada tahun 1984 hingga tahun 1992 Ganesha Operation hanya ada di Bandung, pada tahun 1993 dibuka cabang pertama di Denpasar. Dan pengembangan secara serius dilakukan mulai tahun 1995. Sejak itu pertumbuhan cabang-cabang Ganesha Operation benar-benar tidak terbendung. Image Ganesha Operation yang sangat kuat telah merambah ke seluruh Nusantara sehingga setiap cabang baru dibuka langsung diserbu oleh para siswa. Kalau pada saat pertama kali berdiri siswa Ganesha Operation masih sedikit dan hanya mencakup program kelas 3 SMU, kemudian dari tahun ke tahun jumlah siswanya terus bertambah. Saat ini untuk 1 (satu) tahun pelajaran jumlah seluruh siswa Ganesha Operation dapat mencapai sekitar 60.000 (enam puluh ribu) siswa, suatu jumlah yang sangat besar. Khusus untuk kelas 3 SMU, Ganesha Operation berhasil meluluskan lebih dari 6.000 siswanya setiap tahun di berbagai PTN terkemuka di Indonesia melalui SPMB. Hal ini membuktikan bahwa lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation (GO) berperan dalam memasukkan/meloloskan banyak siswa ke berbagai PTN terkemuka di Indonesia melalui SPMB. Research and Development Ganesha Operation (GO) memang berhasil menemukan faktor utama maupun faktor penunjang penentu keberhasilan siswa. Faktor utama tersebut adalah kualitas pengajar, relevansi materi pelajaran, dan metodologi pengajaran, sedangkan faktor pelengkap adalah teknologi dan informasi.
103
Kualitas pengajar Ganesha Operation tampak dari prestasi dan karyanya, sukses dalam studi dan mampu mengarang buku-buku pelajaran berkualitas terbaik. Relevansi materi pelajaran di Ganesha Operation memang sangat akurat. Staf kami memberikan perhatian sangat besar untuk ini. Ganesha Operation adalah satu-satunya Bimbingan Belajar yang selalu memperhatikan event publikasi buku-buku terbaru di dunia pada International Book Fair setiap tahun. Karena itulah Ganesha Operation berhasil memperoleh buku-buku istimewa seperti Text Book referensi pembuatan soal-soal SPMB. Sedangkan tentang metodologi pengajaran, Ganesha Operation telah berhasil memberikan daya tarik tersendiri dengan penemuan-penemuan khusus berupa rumus-rumus sakti yang dapat menyelesaikan soal secara kilat dan akurat dengan motto The King of the Fastest Solution. Banyak yang mencontoh metode ini tapi mereka tetap tertinggal di
belakang
karena
GO
adalah
penemunya
(http://www.ganesha-
operation.com/content.php?id=history). Pada kenyataannya, ada siswa yang mudah belajar secara visual (melihat), ada siswa yang lebih mudah dengan metode auditorial (mendengar), namun ada pula siswa yang lebih mengerti bila ada gerakan (kinestetik). Selain faktor modalitas, dominasi fungsi otak pada siswa juga memiliki pengaruh besar dalam keberhasilan belajar. Ada siswa yang dominan otak kiri, sebaliknya ada siswa yang dominan otak kanan. Otak kiri bertanggung jawab terhadap kemampuan verbal dan matematis, dan tergolong memori jangka pendek (short term memory). Proses berpikirnya bersifat logis, sistematis, dan analitis. Sedangkan otak kanan berurusan dengan irama, musik, warna, emosi, dan tergolong long term memory
104
(memori jangka panjang). Berdasarkan pengetahuan tentang modalitas dan dominasi fungsi otak ini, Lembaga Bimbingan Belajar Ganesha Operation (GO) melakukan suatu terobosan metode yang disebut Revolusi Belajar. Teknik ini menyelaraskan program pembelajaran dengan cara kerja otak meliputi teknik mencatat, teknik mengingat, teknik mencatat, dan berfikir kreatif (Hamsah, 2008 dalam:
http://koranpendidikan.com/artikel-68-Lembaga-Bimbel-Melengkapi
Pembelajaran -di-Sekolah.html). Menurut Junianto, keberhasilan yang didapat oleh siswa Ganesha Operation (GO) dikarenakan mereka (siswa) menggunakan metode belajar “revolusi belajar” yaitu metode belajar dengan menggabungkan otak kiri dan otak kanan. Maksudnya, teknik menghafal/berpikir kreatif dengan otak kiri selama kurang lebih 10 menit dan dengan otak kanan selama beberapa detik secara logis. Hal inilah yang menjadi keunikan GO dibandingkan lembaga bimbingan belajar lainnya (Wawancara dengan Junianto, 17 Desember 2008). Lembaga GO menyediakan fasilitas-fasilitas belajar untuk menarik minat belajar siswa dan mempermudah belajar siswa. Fasilitas-fasilitas tersebut berupa teknologi seperti Audio Visual, Computerized Management Information System dengan Piranti Touch Screen, Real Time Attendance Record, Computer Aided Learning, Internet serta fasilitas Local Area Network (LAN) merupakan alat bantu yang digunakan oleh Ganesha Operation. Pada waktu itu, Ganesha Operation hanya membatasi menggembleng siswa kelas 3 SMU untuk menghadapi UAN dan SPMB. Kini GO telah menerima siswa kelas 2 dan 1 SMU; kelas 3, 2, dan 1 SLTP; hingga kelas 6, 5, dan 4 SD
105
dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah. GO juga kini telah menjadi market leader dalam industri bimbingan belajar. Perkembangan Ganesha Operation dapat dikatakan sangat spektakuler. Hal ini karena lembaga ini menerapkan manajemen modern dengan prinsip-prinsip bisnis tetapi tetap menjunjung tinggi nilai etika pendidikan. Ganesha Operation menerapkan market driven strategy yang berorientasi pada kepuasan siswa (student satisfaction) melalui pelayanan yang unggul (service excellence). Seiring dengan berjalannya waktu, berkat keuletan dan konsistensinya dalam menjaga kualitas, kini Ganesha Operation telah memiliki 96 outlet yang tersebar
di
40
kota
besar
se-Indonesia
(http://www.ganesha-
operation.com/content.php?id=history). Menurut Junianto, Ganesha Operation saat ini (2008) mengalami banyak keberhasilan yaitu GO telah memiliki 90 cabang, 161 outlet, dan lebih dari 100.000 orang siswa. Selain itu, GO juga memperoleh keberhasilan-keberhasilan lain, diantaranya: lebih dipercaya oleh masyarakat, menjadi mitra sekolah SMP-SMP yang berstandar Internasional (SBI), menjadi mitra sekolah SMA-SMA terbaik di Bandung (seperti: SMA Krida Nusantara, SMA Taruna Nusantara, dll.), dan dipercaya membuat soal-soal Olimpiade Sains (Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi) (Wawancara dengan Junianto, 17 Desember 2008). Hal-hal di atas membuktikan bahwa lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation (GO) telah berperan dalam dunia pendidikan.
106
Untuk lebih memperjelas pembahasan di atas, berikut adalah tabel perkembangan jumlah cabang lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation (GO) dari tahun 1984-2008: Tabel 2.1 Perkembangan Jumlah Cabang LBB GO Tahun 1984-2008 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Jumlah Cabang
1984
2008
(Sumber: Wawancara dengan Junianto 17 Desember 2008). Berdasarkan tabel di atas dapat penulis simpulkan bahwa dari tahun 1984 sampai tahun 2008, lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation (GO) mengalami kenaikan jumlah cabang perusahaan yang sangat tinggi sebesar 98,89 % yang tadinya satu cabang menjadi 90 cabang perusahaan. Hal ini membuktikan bahwa LBB GO semakin lama semakin berkembang dari tahun 1984 sampai tahun 2008. Untuk lebih memperjelas pembahasan di atas, berikut adalah tabel perkembangan jumlah siswa lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation (GO) dari tahun 1984-2008:
Tabel 2.2 Perkembangan Jumlah Siswa LBB GO Tahun 1984-2008
107
100000 80000 60000 Jumlah Siswa
40000 20000 0 1984 1995 2008
(Sumber: Wawancara dengan Junianto 17 Desember 2008). Berdasarkan tabel di atas dapat penulis simpulkan bahwa dari tahun 1984 sampai tahun 1995, lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation (GO) mengalami kenaikan jumlah siswa yang sangat tinggi sebesar 99,17 % yang tadinya 50 siswa menjadi 60000 siswa. Lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation (GO) juga mengalami kenaikan jumlah siswa yang sangat tinggi sebesar 66,67 % yang tadinya 60000 siswa menjadi 100000 siswa dari tahun 1995 sampai tahun 2008. Hal ini membuktikan bahwa LBB GO semakin lama semakin dipercaya oleh masyarakat karena jumlah siswa yang semakin lama semakin meningkat dari tahun 1984 sampai tahun 2008. Untuk lebih memperjelas pembahasan di atas, berikut adalah tabel perkembangan jumlah outlet lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation (GO) dari tahun 1984-2008:
Tabel 2.3 Perkembangan Jumlah Outlet LBB SSC Tahun 1984-2008
108
200 150 100
Outlet
50 0 1984
1995
2008
(Sumber: Wawancara dengan Junianto 17 Desember 2008). Berdasarkan tabel di atas dapat penulis simpulkan bahwa dari tahun 1984 sampai tahun 1995, lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation (GO) mengalami kenaikan jumlah outlet yang tadinya tidak ada outlet menjadi 96 Outlet. Lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation (GO) juga mengalami kenaikan jumlah outlet yang tinggi sebesar 40,37 % yang tadinya 96 outlet kemudian menjadi 161 outlet dari tahun 1995 sampai tahun 2008. Hal ini membuktikan bahwa LBB GO semakin lama semakin berkembang dari tahun 1984 sampai tahun 2008.
E. Lembaga Bimbingan Belajar Nurul Fikri (NF) Bimbingan dan Konsultasi Belajar Nurul Fikri (BKB NF) merupakan salah satu institusi pendidikan yang berada di bawah naungan Yayasan Nurul Fikri. BKB Nurul Fikri dirintis sejak tahun 1985 oleh sekumpulan mahasiswa dan sarjana muslim Universitas Indonesia yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kondisi umat saat itu. Mereka kemudian saling bertukar fikiran mencari bentuk amal nyata yang dapat disumbangkan. Tercetuslah ide untuk menyelenggarakan
109
suatu aktifitas yang sesuai dengan potensi yang mereka miliki, yaitu membuat lembaga bimbingan belajar (http://bkbnfbandung.multiply.com/reviews/item/3). Di ruangan SD swasta di jalan Kenari, Jakarta Pusat, pada akhir tahun 1985, sekitar 35 siswa kelas 3 SMU tampak antusias mengikuti bimbingan belajar agar dapat masuk ke perguruan tinggi negeri favorit mereka. Para siswa itulah siswa pertama bimbingan belajar Nurul Fikri yang didirikan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), di kampus Salemba. Meskipun siswa belajar dalam ruangan kecil yang dikontrak, bimbingan belajar ini akhirnya menuai keberhasilan (Anam, dalam: http://ppsdms.org/bkb-nurul-fikri-membangun-generasi-cerdasdan-berakhlak-mulia.htm). Waktu itu jumlah siswanya hanya 35 orang, khusus bimbingan
untuk
menghadapi
SPMB
(dulu
dikenal
dengan
sebutan
SIPENMARU). Dari 35 siswa tersebut semuanya diterima di Perguruan Tinggi Negeri
(PTN)
favorit,
dua
diantaranya
masuk
(http://bkbnfbandung.multiply.com/reviews/item/3). membuktikan
bahwa
BKB
Nurul
Fikri
sekolah
kedinasan
Keberhasilan
tersebut
memiliki
peran
dalam
memasukkan/meloloskan siswa ke perguruan tinggi negeri/favorit. Keberhasilan itu kemudian membulatkan tekad para pendirinya untuk mengembangkan bimbingan belajar lebih profesional. Tepat pada tanggal 9 September 1985, berdirilah Yayasan Nurul Fikri, yang memiliki program utama Bimbingan dan Konsultasi Belajar (BKB) hingga kini. Cita-cita pendirian BKB Nurul Fikri sebenarnya sederhana dan jelas, yaitu memberikan peluang dan kesempatan lebih besar kepada pelajar untuk masuk ke perguruan tinggi negeri. Selain itu, BKB Nurul Fikri bertujuan memberikan basis
110
pemahaman Islam yang utuh kepada setiap siswanya. Jadi tidak hanya pintar, tapi juga akhlaknya baik. Nurul Fikri juga berharap agar siswa yang memiliki motivasi tinggi, tapi kurang memiliki fasilitas memadai, dapat ikut merasakan bimbingan belajar yang terjangkau, dan kesempatan yang sama atau lebih besar untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi negeri (Anam, dalam: http://ppsdms.org/bkb-nurul-fikrimembangun-generasi-cerdas-dan-berakhlak-mulia.htm). Untuk merealisasikan hal tersebut, Nurul Fikri memberi beasiswa sebesar Rp 55 juta di setiap semester. Ada pula diskon bagi para juara 1-3 di sekolah (Suprayitno, 2003 dalam: http://sonysugema-college.blogspot.com/2003/04/bisnis-bimbel-menuai-respons tinggi.html). Di situlah perbedaan mendasar BKB Nurul Fikri dibanding dengan bimbingan belajar lainnya. Bahkan, warna yang berbeda ini, sempat membuat beberapa
bimbingan
belajar
serupa
bermunculan.
(Anam,
dalam:
http://ppsdms.org/bkb-nurul-fikri-membangun-generasi-cerdas-dan-berakhlakmulia.htm). Sejalan dengan perkembangan organisasi, BKB Nurul Fikri saat ini bernaung di bawah Yayasan Nurul Fikri Mulia Insani, terpisah dari lembaga Nurul Fikri yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk kehati-hatian, fokus pengembangan, dan profesionalisme (Anam, dalam: http://ppsdms.org/bkb-nurulfikri-membangun-generasi-cerdas-dan-berakhlak-mulia.htm). Kini, BKB Nurul Fikri sudah memiliki banyak cabang perusahaan yaitu 50 cabang yang tersebar dari Sumatera hingga Sulawesi, dengan jumlah siswa sekitar 20 ribu dari berbagai jenjang, mulai kelas 5 SD hingga kelas alumni SLTA
111
(http://bkbnfbandung.multiply.com/reviews/item/3). BKB Nurul Fikri yang saat ini memiliki lebih dari 50 cabang di berbagai kota di Indonesia ini, memiliki metode pengajaran yang relatif berbeda, dibandingkan lembaga bimbingan belajar lain, antara lain dengan adanya Bimbingan dan Informasi Pendidikan (BIP), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang utuh, informasi pendidikan, serta motivasi belajar. Tidak kalah penting lagi, BKB Nurul Fikri dalam setiap metode pengajarannya, memberikan penekanan pada pemahaman konsep dasar, tidak hanya pada pengerjaan soal secara cepat dan tepat (Anam, dalam: http://ppsdms.org/bkb-nurul-fikri-membangun-generasi-cerdas-dan-berakhlakmulia.htm). Metode pengajaran Nurul Fikri tidak jauh berbeda dengan bimbel lain. Hanya saja, mereka memiliki karakteristik masing-masing dan modul sistematis
(Suprayitno,
2003
dalam:
http://sonysugema-
college.blogspot.com/2003/04/bisnis-bimbel-menuai-respons-tinggi.html). Untuk lebih memperjelas pembahasan di atas, berikut adalah tabel perkembangan jumlah cabang BKB Nurul Fikri (NF) dari tahun 1985-2008:
Tabel 3.1 Perkembangan Jumlah Cabang BKB NF Tahun 1985-2008
112
50 40 30 Jumlah Cabang
20 10 0 1985
(Sumber:
2003
2008
http://ppsdms.org/bkb-nurul-fikri-membangun-generasi-cerdas-
dan-berakhlak-mulia.htm). Berdasarkan tabel di atas dapat penulis simpulkan bahwa dari tahun 1985 sampai tahun 2003, BKB Nurul Fikri (NF) mengalami kenaikan jumlah cabang perusahaan yang tinggi sebesar 96,67 % yang tadinya satu cabang menjadi 30 cabang perusahaan. BKB NF juga mengalami kenaikan jumlah cabang perusahaan yang tinggi sebesar 40 % yang tadinya 30 cabang menjadi 50 cabang perusahaan. Hal ini membuktikan bahwa BKB NF semakin lama semakin berkembang dari tahun 1985 sampai 2008. Tersedianya SDM yang handal dan perangkat pendukung yang canggih merupakan jaminan mendapatkan mutu yang berbasis pada: •
Pedagogis bukan retorika
•
Informasi bukan issue
•
Substansi bukan kosmetika
•
Data bukan rekaan
(Anam, dalam: http://ppsdms.org/bkb-nurul-fikri-membangun-generasi-cerdasdan-berakhlak-mulia.htm).
113
Untuk tenaga pengajar, NF menerapkan sistem perekrutan yang cukup ketat. Tenaga pengajar NF harus berasal dari perguruan tinggi negeri (PTN), baik masih menjadi mahasiswa atau telah meraih gelar kesarjanaan. Selain itu, mereka juga harus lulus tes NF yang terdiri atas tes tulis, presentasi, dan wawancara. Pada saat wawancara pelamar akan ditanya seputar latar belakangnya. Dengan demikian pelamar akan diketahui kompetensi mengajarnya. Karena selain mengajar materi, seorang pengajar juga harus mampu memberi keteladanan. Untuk rencana pengembangan NF, banyak permintaan waralaba dari sejumlah daerah seperti dari Lampung, Riau, dan Pamekasan. Namun, NF menuntut adanya syarat yang tidak dapat ditawar-tawar dalam standarisasi dan kualitas pengajar (Suprayitno,
2003
dalam:
http://sonysugema-
college.blogspot.com/2003/04/bisnis-bimbel-menuai-respons-tinggi.html). Sistem evaluasi dari BKB Nurul Fikri adalah sebagai berikut: •
Tes Formatif (TF) dan Tes Harian (TH) Yaitu sajian tes yang harus dikerjakan oleh siswa untuk mengukur daya serap siswa terhadap materi yang telah disampaikan pada setiap pertemuan.
•
Kuis Yaitu tes yang diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap sejumlah pokok bahasan yang telah disampaikan.
•
Tes Evaluasi (TE) dan Try Out (TO)
114
Yaitu ramuan tes yang mengandung sejumlah pelajaran yang akan diujikan pada tes-tes yang diselenggarakan oleh sekolah. Tes ini bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa sekaligus membantu siswa dalam menghadapi tes-tes di sekolah maupun SPMB. •
Problem Set Yaitu kumpulan soal yang telah dibukukan yang harus dikerjakan di rumah oleh para siswa dan dilaporkan hasilnya ke BKB Nurul Fikri. Pemberian PS ini dimaksudkan agar siswa terbiasa belajar rutin dan ulet.
•
Rapor Standar Selama belajar di BKB Nurul Fikri, siswa akan mendapatkan nilai dari tes-tes yang diberikan, hasilnya lalu dirangking dengan siswa BKB Nurul Fikri seluruh cabang / secara nasional. Selanjuatnya, agar lebih mudah melakukan kontrol, nilai tersebut dilaporkan secara rutin dalam bentuk Rapor Standar. Rapor ini dibuat menyerupai rapor di sekolah. Bedanya, nilai siswa tidak dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas melainkan dibandingkan dengan nilai standar yang ditetapkan BKB Nurul Fikri. Dengan demikian kemajuan belajar siswa selama di BKB Nurul Fikri dapat dicermati dari tes ke tes, dan dari semester ke semester.
•
Perangkat Koreksi Untuk dapat menilai hasil-hasil tes yang diikuti oleh siswa, maka tes tersebut selanjutnya diolah dengan dukungan sistem komputerisasi dan Software pendidikan
mutakhir.
Mesin
tersebut
yaitu
(http://bkbnfbandung.multiply.com/reviews/item/3).
mesin
OpScan
115
Sejak awal berdirinya, Nurul Fikri telah membuktikan diri untuk tetap komitmen mewujudkan prestasi dalam setiap jenjang pendidikan. Nurul Fikri sebagai bimbingan belajar tidak hanya memberikan pengetahuan akademis semata, melainkan turut membimbing serta membina para siswa menjadi generasi unggul (http://bkbnfbandung.multiply.com/reviews/item/3). Selain itu, kepada setiap muridnya, BKB Nurul Fikri juga membiasakan sikap dan pemahaman Islam sederhana, seperti memakai kerudung untuk siswi muslimah, atau larangan merokok (Anam, dalam: http://ppsdms.org/bkb-nurul-fikri-membangun-generasicerdas-dan-berakhlak-mulia.htm). Sejak berdiri pada 1985, NF tidaklah terlalu banyak berstrategi. Promosi cukup dilakukan pada satu media massa. NF lebih sering melakukan promosi antarpersonal, dari mulut ke mulut. Cara lain hanyalah dengan menebar brosur. Meski begitu, NF ternyata dapat mengembangkan sayap dengan membuka sekitar 30 cabang yang tersebar di Jabotabek, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang, dan Surabaya dengan 14 ribu siswa, serta 70 tenaga pengajar. Tiap tahun, jumlah siswa pun terus meningkat (Suprayitno, 2003 dalam: http://sonysugemacollege.blogspot.com/2003/04/bisnis-bimbel-menuai-respons-tinggi.html). Selain jumlah perkembangan jumlah siswa yang cukup pesat, BKB Nurul Fikri juga telah berhasil mencatat prestasi yang menggembirakan dalam membantu siswa menembus berbagai Perguruan Tinggi Negeri atau favorit melalui jalur SPMB (Seleksi
Penerimaan
Mahasiswa
Baru)
maupun
non
SPMB
(http://bkbnfbandung.multiply.com/reviews/item/3). Jadi, dapat dikatakan wajar jika kini, BKB Nurul Fikri mampu berkembang hingga menjadi salah satu
116
lembaga
bimbingan
belajar
terkemuka
di
negeri
ini
(Anam,
dalam:
http://ppsdms.org/bkb-nurul-fikri-membangun-generasi-cerdas-dan-berakhlakmulia.htm). Untuk lebih memperjelas pembahasan di atas, berikut adalah tabel perkembangan jumlah siswa dan staf pengajar BKB Nurul Fikri (NF) dari tahun 1985-2008: Tabel 3.2 Perkembangan Jumlah Siswa dan Staf Pengajar BKB NF Tahun 1990-2008 14000 12000 10000 8000
Jumlah Siswa
6000
Staf Pengajar
4000 2000 0 1985 2008
(Sumber:
http://sonysugema-college.blogspot.com/2003/04/bisnis-bimbel-
menuai-respons-tinggi.html). Berdasarkan tabel di atas dapat penulis simpulkan bahwa dari tahun 1985 sampai tahun 2008, BKB Nurul Fikri (NF) mengalami kenaikan jumlah siswa dan staf pengajar yang sangat tinggi sebesar 99,75 % dan 98,57 % yang tadinya 35 siswa menjadi 14000 siswa dan yang tadinya satu orang staf pengajar menjadi 70 orang staf pengajar. Hal ini membuktikan bahwa BKB NF semakin lama semakin dipercaya oleh masyarakat karena jumlah siswa dan staf pengajar yang semakin lama semakin meningkat dari tahun 1985 sampai tahun 2008. F. Lembaga Bimbingan Belajar Sony Sugema College (SSC)
117
Seorang pemuda bernama Sony Sugema mengawali mimpinya dengan menjadi pengajar tunggal bagi 124 siswa kelas 3 SMU yang ingin sukses menembus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) (Rusyandi, 2005 dalam:
http://sonysugemagroup.blogspot.com/2005/11/sony-sugema-
college.html). Sony Sugema mengaku mengawali karirnya sebagai “pengusaha” bimbingan belajar ketika duduk di kelas dua SMU Negeri 3 Bandung saat berusia 15 tahun. Ketika itu, ayahnya meninggal dunia sehingga Sony harus bekerja untuk menghidupi ibu dan keempat adiknya. Ia lalu memberi les privat kepada temanteman sekelasnya. Dia memang dipercaya teman-temannya untuk mengajar, mengingat otaknya yang cerdas. Tahun 1982, Sony lulus tes masuk ke Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Teknik Sipil. Ketika dia masih tingkat satu, Sony memutuskan untuk menikah. Saat itu istrinya kuliah di jurusan Biologi ITB dan berumur sekitar tiga tahun lebih tua. Setelah menikah, Sony merasa tanggungannya semakin banyak. Akhirnya, untuk menambah penghasilan, dia memutuskan untuk menjadi guru di SMU Angkasa Bandung. Ketika itu Sony mengajar pelajaran matematika, fisika, dan kimia untuk siswa kelas satu, dua, dan tiga. Cikal bakal Sony Sugema College (SSC) ini awalnya terletak di Jalan Dipatiukur (Esa, 2008 dalam: http://ascco76.co.cc/?p=20). Berawal dari kota Bandung, tepatnya di sebuah gedung sewaan di Jl. Dipati Ukur No. 71 Bandung, lembaga bimbingan belajar ini memulai sejarahnya. Lembaga Bimbingan Belajar SSC (Sony Sugema College) berdiri pada tahun 1990 bertempat di Jln. Dipatiukur
118
No. 71 Bandung, dengan siswa awal pada waktu itu kurang lebih 100 siswa. SSC mempunyai misi “to be the best education in Indonesia“. Misi yang diemban SSC yaitu menjaga eksistensi dan kualitas pelayanan tersebut, ditetapkan nilai-nilai yang menjadi kerangka acuan bagi seluruh komponen LBB SSC. Adapun nilainilai tersebut adalah: •
Menjunjung tinggi nilai-nilai etika, kebenaran dan akhlak.
•
Mengaktualisasikan, mengembangkan dan memperlakukan sumber daya manusia sebagai manusia seutuhnya.
•
Inovasi
terus
menerus
tanpa
henti
(Kaizen).
Komitmen terhadap dunia pendidikan. •
Tumbuh dan berkembang secara wajar (alami) tanpa KKN dan tanpa terlibat politik praktis.
•
Setiap sumber daya manusia memiliki mimpi/cita-cita tentang masa depannya
(Rusyandi, 2005 dalam: http://sonysugemagroup.blogspot.com/2005/11/sonysugema-college.html). Persaingan yang sangat ketat menembus UMPTN (kini menjadi Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru /SPMB) merupakan peluang bisnis yang dipandang oleh
Sony Sugema
memiliki
prospek
cerah
(Rusyandi,
2005
dalam:
http://sonysugemagroup.blogspot.com/2005/11/sony-sugema-college.html). Modal awal pendirian bimbel ini hanya Rp 1,5 juta, yang diperoleh Sony dari pembayaran royalti buku-bukunya. Sony Sugema memang pernah menulis buku tentang pembahasan soal-soal UMPTN yang setiap tahun selalu diperbaharui.
119
Awalnya murid bimbingan belajar ini hanya 140 orang dan Sony satu-satunya pengajar (Esa, 2008 dalam: http://ascco76.co.cc/?p=20). Secara finansial saat itu, beliau memang hanya memiliki bekal modal sebanyak Rp. 1,5 juta (Rusyandi, 2005
dalam:
http://sonysugemagroup.blogspot.com/2005/11/sony-sugema-
college.html). Uang sebesar Rp 1,5 juta itu digunakannya untuk menyewa ruangan tempat belajar sebesar Rp 750.000 dan sisanya untuk membayar gaji karyawan (Esa, 2008 dalam: http://ascco76.co.cc/?p=20). Namun, bekal pengalaman dan optimisme yang digenggamnya telah memberi semangat berwirausaha yang sulit dibendung. Sebanyak 50% dari modal yang dimilikinya digunakan untuk membayar biaya sewa gedung selama satu bulan. Sisanya digunakan untuk membeli berbagai perlengkapan belajar untuk siswa, seperti kursi, meja tulis, papan tulis, dll. Modal selama satu bulan itulah yang menjadi sumber awal berdirinya perusahaan yang kini memiliki banyak pengembangan bisnis dan lembaga
sosial
ini
(Rusyandi,
2005
dalam:
http://sonysugemagroup.blogspot.com/2005/11/sony-sugema-college.html). Menurut Yandi Wahyu Rusyandi, Corporate Secretary Lembaga Bimbingan Belajar Sony Sugema College (SSC) Cabang Diponegoro Bandung, Sony Sugema mengalami beberapa kendala dalam usahanya mengembangkan lembaga bimbingan belajar SSC. Dan yang menjadi kendala utama adalah terbatasnya sarana prasarana dan staf pengajar. Pada saat itu (1990) hanya terdapat satu kelas dan dua staf pengajar. Hal ini dikarenakan modal pertama yang dimiliki oleh Sony hanya 1,5 juta. Kendala-kendala tersebut dihadapi SSC dengan melakukan Trial and Error yaitu memberlakukan jaminan lulus dan jaminan 100%
120
uang kembali jika tidak lulus. Ternyata setelah diberlakukan sistem tersebut, respon/tanggapan dari masyarakat terutama orang tua siswa menyambut baik SSC. Hal ini ditandai dengan makin meningkatnya jumlah siswa SSC dari tahun ke tahun (Wawancara dengan Yandi Wahyu Rusyandi, 10 Desember 2008). Selain berkat doa dan kasih sayang ibu, salah satu kunci kesuksesan Sony yang lain adalah dia berani untuk gagal (Esa, 2008 dalam: http://ascco76.co.cc/?p=20). Bimbingan belajar ini awalnya hanya mengkhususkan diri sebagai bimbingan belajar intensif untuk menghadapi Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Lama kelamaan, Sony merasa bahwa dirinya lambat laun tidak bisa menikmati hasil jerih payahnya karena terlalu sibuk bekerja sebagai pengajar tunggal. Akhirnya, dia memutuskan untuk meminta teman-temannya dari ITB, UNPAD, dan IKIP (sekarang UPI) untuk membantunya mengajar di bimbingan belajar tersebut (Esa, 2008 dalam: http://ascco76.co.cc/?p=20). Pada tahun 1991 SSC membuka cabangnya yang pertama di kota Garut. Pada
tahun
berikutnya
membuka
cabang
di
Jakarta
dan
seterusnya
(http://www.sscjakarta.com/index.php?id=1&idmenu=16). Tahun 1991, Sony membuka cabang di Jakarta disusul cabang-cabang di seluruh Indonesia. Lembaga bimbingan belajar ini berhasil meluluskan 618 orang siswanya ke ITB. Jumlah ini menunjukkan hampir separuh mahasiswa ITB merupakan lulusan SSC (Esa, 2008 dalam: http://ascco76.co.cc/?p=20). Hal tersebut membuktikan bahwa lembaga bimbingan belajar Sony Sugema College (SSC) telah berperan dalam memasukkan/meloloskan banyak siswa ke perguruan tinggi negeri/favorite. Sony Sugema memerlukan modal awal sekitar Rp 10 juta untuk membuka cabang di
121
tempatnya sekarang pada 1991 silam. Uang ini dipakai untuk membeli fasilitas mengajar, membayar gedung, dan honor pengajar. Soal izin, SSC tidak mengalami kesulitan apa pun. Pasalnya, lembaga kursus berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional sebagai lembaga luar sekolah. Usaha mulai menggelinding berkat promosi gencar, kerja sama dengan pihak sekolah, melakukan uji coba ke luar (try out), dan rajin mencari sponsor (Suharta, 2003 dalam:
http://sonysugema-college.blogspot.com/2003/04/bisnis-bimbel-menuai-
respons-tinggi.html). Komitmen LBB SSC untuk memberikan pelayanan terbaik kepada siswanya telah membuahkan reputasi dan citra positif di mata masyarakat. Demi menjaga kualitas, LBB SSC selalu menyediakan guru-guru berkualitas. Para guru dilengkapi dengan peralatan multimedia berupa komputer, audio visual, dan sistem manajemen informatika yang tersedia di setiap kelas untuk membantu mereka menerangkan materi pelajaran kepada siswa. Setiap siswa diberi keleluasaan untuk memanfaatkan fasilitas internet secara gratis, mereka dapat pula mengikuti
perkembangan
pendidikan
melalui
situs
LBB
SSC
(http://www.sscbandung.net/) yang selalu diperbaharui secara rutin (Rusyandi, 2005
dalam:
http://sonysugemagroup.blogspot.com/2005/11/sony-sugema-
college.html). Hal-hal yang membedakan SSC dengan bimbingan belajar lain, dia menerapkan dua sistem pengajaran. Sistem yang pertama, dia menciptakan sistem penyelesaian soal dengan cepat yang diklaim sebagai the fastest solution. Fastest solution adalah cara belajar agar pelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa.
122
Apabila siswa mudah memahami pelajaran, siswa akan lebih bersemangat untuk belajar (Esa, 2008 dalam: http://ascco76.co.cc/?p=20). Filosofi dasar dari Sony Sugema College adalah “The fastest solution” yang selalu kembali pada prinsip-prinsip sederhana guna memecahkan soal dalam berbagai variasi soal. The Fastest Solution, merupakan hasil pencarian terus menerus dari Tim SSC sehingga berbagai persoalan dapat dipandang dengan cara yang sangat simpel. The Fastest Solution, bukanlah hafalan rumus-rumus yang banyak dan berbeda dengan rumus-rumus umum (Rusyandi, 2005 dalam: http://sonysugemagroup.blogspot.com/2005/11/sony-sugema-college.html). Selain fastest solution, Sony juga memiliki metode lain, yaitu learning is fun. Dengan metode ini, siswa akan lebih bergairah dan bersemangat dalam mempelajari pelajaran-pelajaran yang selama ini dianggap menakutkan seperti matematika dan fisika (Esa, 2008 dalam: http://ascco76.co.cc/?p=20). Learning is fun merupakan metode pengajaran yang digunakan untuk menjembatani pemindahan konsep-konsep ilmu yang rumit dengan pedekatanpendekatan konsep sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan, sistem evaluasi terpadu adalah metode evaluasi yang mengukur faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi kelulusan dan prestasi. Learning is Fun - Belajar itu indah. Maksudnya, SSC dengan staf pengajarnya yang berkualitas siap memberikan materi pelajaran yang dibantu oleh peralatan Multimedia yang menampilkan presentasi grafik dan gambar. Teknologi pendidikan yang dikembangkan SSC yaitu Komputer Multimedia, Audio Visual, MIS (Management Information System). Namun demikian kami tetap berprinsip
123
bahwa teknologi pendidikan bukanlah fasilitas utama yang dapat menggantikan manusia, dia hanyalah sebuah pelengkap penunjang (Rusyandi, 2005 dalam: http://sonysugemagroup.blogspot.com/2005/11/sony-sugema-college.html). Dengan kedua metode pengajaran tersebut, mau tidak mau pengajar yang berminat untuk menjadi guru SSC harus memenuhi sejumlah kriteria. Di antaranya, selain menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, pengajar juga tidak boleh terlalu serius dan dapat diterima oleh siswa (Esa, 2008 dalam: http://ascco76.co.cc/?p=20). Seiring dengan perjalanan waktu SSC terus melakukan inovasi-inovasi pembelajaran mulai dari The Fastest Solution, Learning is Fun, dan sekarang Learning Revolution. Sarana belajar untuk siswa tak luput dari pembenahan terus menerus, metodologi pengajaran terus diperbaiki dan dilayani oleh guru-guru yang ahli di bidangnya, mereka sangat faham tentang kurikulum sekolah dan prediksi soal yang dibuatnya memiliki probalitas yang tinggi terhadap ulangan umum cawu, EBTANAS & UMPTN sekarang SPMB dengan mengacu kepada metode “Learning Revolution” yang selama ini menjadi salah satu keunggulan SSC dibandingkan bimbingan belajar lainya. “Kaizen” adalah jiwa semangat manajemen kami yang tidak pernah puas untuk selalu melayani siswa semakin baik dari hari ke hari .Karena itu, SSC menjamin
hasil
yang
optimal
pada
aktivitas
belajar
siswa.
Sebagai sang pelopor dalam bidang teknologi dengan mercusuar buatan sendiri yang mengacu pada metode " The Fastest Solution" dan " Learning Is Fun" dan
124
sekarang Learning Revolution, LBB SSC telah menjadi bimbingan belajar yang dipercaya di Indonesia. •
LBB SSC yang terdepan dalam teknologi selalu berusaha untuk berinovasi sesuai dengan falsafah "Kaizen" yang artinya perbaikan terus menerus. Konsisten dengan komitmen tersebut.
•
LBB SSC mengenalkan Try Out yang terkomputerisasi pada saat itu masih menggunakan disket dan Underdos.
•
LBB SSC mempelopori Audio Visual System dengan menggunakan TV dan computer
serta
penggunaan
jaringan
internet
dan
LAN.
LBB SSC mempelopori penggunaan internet di dalam kelas, Management Information System yang berbasis internet mulai diluncurkan, LBB SSC Bandung yang pertama sekali online untuk semua outletnya. •
LBB SSC mempelopori portal pendidikan yang menghubungkan sekolah di Indonesia pada suatu komunitas pendidikan. Dimana baik Siswa, Orang tua dan Guru dapat saling berkomunikasi. Dengan mengakses www.s-s-net.com siswa dapat melihat informasi dari beberapa sekolah di Indonesia.
•
LBB SSC memperbaharui Audio Visual Systemnya dengan menggunakan teknologi VCD, sehingga lebih mudah diakses. Media ini menyimpan pengajaran para staf pengajar kami dan bisa dipinjam siswa untuk mengulang pelajaran di rumah.
•
LBB SSC meluncurkan program terintegrasi dari Management Information System dan fasilitas teknologi informasi terbaru seperti WAP, SMS, dan IVR serta menghubungkan seluruh fasilitas dan outlet seluruh Indonesia yang kami
125
sebut:
Sistem
Saraf
Digital
(Rusyandi,
2005
dalam:
http://sonysugemagroup.blogspot.com/2005/11/sony-sugema-college.html). Lembaga bimbingan belajar SSC didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Baik staf pengajar dan karyawan membuat Lembaga Bimbingan Belajar
SSC
semakin
kokoh
dan
dipercaya
di
mata
masyarakat.
Sebelum menjadi pengajarpun mereka harus melewati beberapa tes. (Rusyandi, 2005
dalam:
http://sonysugemagroup.blogspot.com/2005/11/sony-sugema-
college.html). Lembaga bimbel SSC juga tidak menetapkan batas pendidikan tertentu, yang penting mereka dapat mengajar dengan berkualitas dan diterima oleh siswa dan lolos tes seperti tes materi, wawancara, dan psikotes (Suharta, 2003
dalam:
http://sonysugema-college.blogspot.com/2003/04/bisnis-bimbel-
menuai-respons-tinggi.html). Ujian yang pertama adalah tes tertulis untuk mengetahui seberapa jauh calon pengajar menguasai materi pelajaran yang diajarkan. Setelah itu, mereka diharuskan melakukan simulasi mengajar di depan guru-guru SSC. Setelah magang selama tiga bulan, barulah calon pengajar tersebut diangkat menjadi pengajar tetap. Gaji yang diterima para pengajar cukup memadai, berkisar antara Rp 20.000 hingga Rp 50.000 setiap jam mengajar. Gaji tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan honor yang diterima guru honorer di
sekolah
(Rusyandi,
2005
dalam:
http://sonysugemagroup.blogspot.com/2005/11/sony-sugema-college.html). Di samping itu, bimbingan belajar SSC terbilang unik. Secara umum SSC banyak menggunakan teknologi. Salah satunya yaitu interactive voice response untuk membantu para siswa. Fasilitas ini semacam call center yang biasa dipakai
126
di sejumlah perusahaan. Selain itu pemeriksaan try out menggunakan alat scanner. Untuk mempermudah proses belajar-mengajar, SSC memberikan fasilitas perangkat audio visual tentang metode pengajaran. Dan suasana belajar di kelaspun dibuat cenderung menyenangkan, serius, tapi santai (Suharta, 2003 dalam:
http://sonysugema-college.blogspot.com/2003/04/bisnis-bimbel-menuai-
respons-tinggi.html). Sebagai pendukung bagi tercapainya kualitas pelayanan, sejumlah infrastruktur pelayanan pendidikan maka dikembangkanlah jaringan internet antar sekolah (Sony Sugema Network disingkat SSNet), pengadaan software-software pelajaran termasuk lewat internet, Sony Sugema Education Software disingkat SSEdusoft, Managemen Information System (MIS), VCD pelajaran, CD Simulasi, Disket Simulasi dsb. Demi memberikan pelayanan yang maksimal kepada para siswanya, SSC menyediakan guru-guru yang berkualitas dalam kegiatan belajar mengajarnya dan didukung oleh peralatan multimedia berupa komputer, audio visual, dan sistem manajemen informatika, yang tersedia di setiap kelas untuk membantu mereka menerangkan materi pelajaran kepada siswa. Setiap siswa diberi keleluasaan untuk memanfaatkan fasilitas internet secara gratis, mereka dapat pula mengikuti perkembangan pendidikan melalui situs LBB SSC (http://www.sscbandung.net/) yang
selalu
diperbaharui
secara
rutin
(Rusyandi,
2005
dalam:
http://sonysugemagroup.blogspot.com/2005/11/sony-sugema-college.html). Menurut Yandi Wahyu Rusyandi, SSC memiliki keunikan dibandingkan lembaga bimbingan belajar yang lainnya yaitu SSC merupakan pendukung
127
kegiatan belajar mengajar di sekolah, kegiatan belajar mengajar secara lesehan, mengadakan les tambahan/konsultasi di luar kursus/bimbel untuk mata pelajaran Sains (Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi), terdepan dalam bidang IT, Hasil Try Out setiap bulan bisa dilihat melalui internet dan handphone (SMS), belajar melalui banyak multimedia (seperti: CD, dll.) (Wawancara dengan Yandi Wahyu Rusyandi, 10 Desember 2008). Untuk
mengenali
dan
mengembangkan
potensi
siswa
secara
berkesinambungan dan seimbang, SSC menyediakan konsultasi siswa yang berada di bagian Consultation Service (CS). LBB SSC Bandung memiliki beberapa program layanan pendidikan yakni program bimbingan belajar untuk kelas Alumni, 3 SMU, 1&2 SMU, 3 SMP, 6 SD, Program Khusus ITB dan Kedokteran, Program Super Intensif serta Program Super Camp (Rusyandi, 2005 http://sonysugemagroup.blogspot.com/2005/11/sony-sugema-
dalam: college.html).
Lembaga Bimbel SSC memiliki banyak cabang di beberapa kota di Indonesia. Hingga saat ini SSC memiliki cabang di lebih dari 40 kota yang tersebar di seluruh Indonesia, seperti di Bandung, Jakarta, Surabaya, Medan, Malang, Solo, Cirebon, Purwakarta, Tasikmalaya, Padang, Palembang, Lampung, Balikpapan, Makasar, Bali dan lain-lain. Lembaga bimbingan belajar SSC memiliki banyak cabang. Di kota Bandung terdapat di 7 lokasi antara lain di Jln. Sumur Bandung No. 10, Jln. Diponegoro No. 48, Jln. Adipati Kertabumi No. 3, Jln. Supratman No. 88, Jln. Merdeka No. 26, Jln. Buah Batu No. 126 dan Jl. Cijagra I No. 14
128
(http://www.sscjakarta.com/index.php?id=1&idmenu=16).
Sumber
lain
menyebutkan, SSC hingga kini sudah memiliki 46 cabang yang tersebar di berbagai kota di Indonesia (Esa, 2008 dalam: http://ascco76.co.cc/?p=20). Untuk lebih memperjelas pembahasan di atas, berikut adalah tabel perkembangan jumlah cabang lembaga bimbingan belajar Sony Sugema College (SSC) dari tahun 1990-2008: Tabel 4.1 Perkembangan Jumlah Cabang LBB SSC Tahun 1990-2008 50 40 30 Jumlah Cabang
20 10 0 1990
2008
(Sumber: Wawancara dengan Wahyu Yandi Rusyandi tanggal 10 Desember 2008). Berdasarkan tabel di atas dapat penulis simpulkan bahwa dari tahun 1990 sampai tahun 2008, lembaga bimbingan belajar Sony Sugema College (SSC) mengalami kenaikan jumlah cabang perusahaan yang sangat tinggi sebesar 97,83 % yang tadinya satu cabang menjadi 46 cabang perusahaan. Hal ini membuktikan bahwa LBB SSC semakin lama semakin berkembang dari tahun 1990 sampai tahun 2008. Selain memiliki banyak cabang SSC juga memiliki banyak siswa. Jumlah siswa SSC mencapai 25.000 orang, dengan staf pengajar seluruhnya 600 orang
129
(Esa, 2008 dalam: http://ascco76.co.cc/?p=20). Sumber lain menyebutkan, jumlah seluruh siswa SSC saat ini sudah mencapai puluhan ribu siswa/i yang tersebar di seluruh Indonesia (http://www.sscjakarta.com/index.php?id=1&idmenu=16). Untuk lebih memperjelas pembahasan di atas, berikut adalah tabel perkembangan jumlah siswa dan staf pengajar lembaga bimbingan belajar Sony Sugema College (SSC) dari tahun 1990-2008: Tabel 4.2 Perkembangan Jumlah Siswa dan Staf Pengajar LBB SSC Tahun 1990-2008 25000 20000 15000 Jumlah Siswa 10000
Staf Pengajar
5000 0 1990 2008
(Sumber: Wawancara dengan Wahyu Yandi Rusyandi tanggal 10 Desember 2008). Berdasarkan tabel di atas dapat penulis simpulkan bahwa dari tahun 1990 sampai tahun 2008, lembaga bimbingan belajar Sony Sugema College (SSC) mengalami kenaikan jumlah siswa dan staf pengajar yang sangat tinggi sebesar 99,67 % dan 99,44 % yang tadinya 140 siswa menjadi 25000 siswa dan yang tadinya dua orang staf pengajar menjadi 600 orang staf pengajar. Hal ini membuktikan bahwa LBB SSC semakin lama semakin dipercaya oleh masyarakat karena jumlah siswa dan staf pengajar yang semakin lama semakin meningkat dari tahun 1990 sampai tahun 2008.
130
Menurut Yandi Wahyu Rusyandi, keberhasilan SSC dapat ditunjukkan dari banyaknya siswa SSC yang diterima di SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi favorit. Meskipun, terhambat oleh jumlah kuota masing-masing sekolah dan perguruan tinggi (Wawancara dengan Yandi Wahyu Rusyandi, 10 Desember 2008).