BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Profil Pesantren Daar al -Taubah 1. Letak Geografis Kawasan Saritem terletak di dua wilayah ke RW-an yaitu RW. 07 dan RW. 09. RW. 07 terdiri dari empat wilayah RT-an yaitu RT. 01, 08, 09, dan RT. 10, sedangkan RW. 09 terdiri dari enam wilayah ke RT-an yaitu RT. 02, 03, 04, 05, 06, dan RT. 07 Kelurahan Kebon Jeruk Kecamatan Andir Kotamadya Bandung. Kawasan ini terletak kurang lebih 15 Km dari Kota Bandung kearah Tenggara. Tepatnya sebelah Utara dibatasi oleh jalan Kebonjati, sebelah Timur berbatasan dengan dengan jalan Gardujati, sebelah selatan berbatasan dengan jalan Jendral Sudirman, sedangkan sebelah Barat berbatasan Kawasan Saritem yaitu masuk dari jalan Kebon Tangkil kemudian masuk Gang Aman masuk Gang Sofwan Aris dan masuk jalan Sasmitaputra. Dengan jumlah penduduk perkotaan yang begitu padat, kawasan Saritem dihuni oleh berbagai profesi mulai dari pedagang yang merupakan mayoritas mata pencaharian penduduk, karyawan pabrik, pegawai negeri serta buruh biasa. 2. Sejarah Berdirinya Pesantren Daar al-Taubah Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan komplek Saritem ini berdiri. Namun berdasarkan catatan sejarah yang ditulis oleh seorang peneliti barat dijelaskan bahwa Saritem telah ada sejak dibuatnya jaringan rel kereta api sampai di Kota Bandung awal tahun 1800-an. Pada saat itu Kota Bandung telah
dijadikan sebagai tempat liburan para pembesar Belanda yang menikmati panorama alam serta sejuknya udara kota Bandung. Hal ini juga dibuktikan dengan banyaknya rumah-rumah peristirahatan Belanda. Ada yang menyebutkan nama Saritem diambil dari nama seorang penjaga warung remang-remang yang nongkrong di pinggir jalan. Namun menurut cerita lain menyebutkan bahwa Saritem adalah nama seorang primadona pelacur tempo dulu yang bernama ”Nyisari” yang berkulit ”hitam manis”. Sehingga untuk mengabadikan namanya jalan dari arah Gardujati tersebut diberi nama jalan Saritem. Secara de jure beberapa kawasan tertentu di tempat ini bukan tempat yang legal untuk prostitusi namun secara de facto wilayah ini sudah lama dikenal masyarakat sebagai komplek pelacur dan beroperasinya praktek pelacuran. Bila dilihat dari rentang waktu yang begitu panjang keberadaan komplek Saritem merupakan lembaran yang kelam khususnya bagi warga setempat maupun bagi masyarakat kota Bandung pada umumnya karena ternyata praktek prostitusi telah tumbuh subur dan berlangsung sekian lama. Pemerintah kota Bandung telah berusaha keras menutup komplek ini agar terbebas dari bisnis prostitusi. Apalagi tidak ada dalam sejarahnya bahwa dalam peraturan daerah (PERDA) Kota Bandung yang melegalkan prostitusi. Bahkan pada tahun 1975-an lokalisasi Saritem ini pernah ditutup secara resmi yakni ketika Walikota dijabat oleh Alm. Otje Djunjunan. Namun demikian seiring dengan berjalannya waktu praktek prostistusi di komplek Saritem tersebut masih terus berjalan sehingga mengundang banyak
keprihatinan warga serta masyarakat kota Bandung. Sehingga apada tahun 1998 muncul sebuah gagasan untuk mendirikan pondok pesantren di wilayah Saritem dimana ide tersebut dicetuskan oleh KH. Imam Shonhaji sesepuh Pondok Pesantren Suka Miskin yang juga sekaligus sebagai Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Kota Bandung. Gagasan tersebut merupakan respon atas kegelisahan serta keprihatinan warga serta masyarakat Kota Bandung dengan terjadinya berbagai bentuk kemaksiatan serta dekadensi moral yang telah menurunkan harkat dan martabat masyarakat kota Bandung. Namun demikian proses perjuangan pendidikan pondok pesantren di kawasan Saritem ini tidak begitu saja berjalan dengan lancar. Dengan melakukan upaya secara berkesinambungan dan berkelanjutan melalui jalan musyawarah antara para ulamaaa serta tokoh-tokoh masyarakat dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung yang pada akhirnya melahirkan Surat Keputusan (SK) Walikota Bandung Nomor 017 Tahun 2000 tertanggal 19 januari 2000. Maka pada tanggal 2 Mei tahun 2000 bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional diresmikan Pondok Pesantren yang berlokasi di jalan Kebon Tangkil RT. 10 RW. 07 Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Andir, Kota Bandung oleh Walikota Bandung yang pada saat itu dijabat oleh H. AA Tarmana dengan nama Pondok Pesantren ”Daar al-Taubah Al Islamiyah. Adapun pemakaian nama ”Daar al- Taubah” yang mempunyai arti ”tempat bertaubat” dengan harapan setelah berdirinya pondok pesantren ini dapat
membawa perubahan serta manfaat sekaligus kontribusi positif baik bagi warga sekitar juga umat Islam umumnya. Pada awalnya pondok ini hanya dibangun di atas tanah seluas kurang lebih 200m2, namun terus berkembang menjadi kurang lebih 500m2 dan menurut rencana akan diadakan penambahan pesantren hingga kurang lebih 2000m2. 3. Visi dan Misi Pondok Pesantren Keberadaan pondok pesantren di wilayah perkotaan ini memiliki perbedaan dan keunikan tersendiri dibandingkan dengan pesantren yang ada di tempat lain. Hal ini dikarenakan pesantren tidak hanya sebuah bangunan yang berfungsi sebagai pusat nilai norma ilahiyah, pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia serta tempat berkumpulnya komunitas yang solid dan kompak. Namun lebih dari itu pendirian pesantren di kawasan tersebut adalah merupakan simbol kebangkitan jiwa dan transformasi sosial masyarakat dari kegelapan menuju terang serta simbol kesadaran nurani dan penegakan moral. Dengan melihat letak geografis serta latar belakang sejarah maka keberadaan pendirian Pondok Pesantren Daar al-Taubah Al Islamiyah setidaknya mempunyai dua aspek tujuan utama yakni tujuan kultural dan tujuan struktural. Tujuan kultural mengandung pengertian bahwa hadirnya Pondok Pesantren Daar al -Taubah Al Islamiyah ini adalah sebagai Lembaga Pendidikan Islam dan Sosial Keagamaan (Dakwah). Dimana pondok pesantren ini berperan serta berfungsi sebagai lembaga dakwah, menegakkan yang hak dan mencegah yang bathil (amar ma’ruf nahi munkar). Hal ini dilakukan secara bertahap dan dengan penuh
ketelitian, serta kesabaran baik pada para WTS, mucikari, calo maupun terhadap warga sekitar pada umumnya. Tujuan secara struktural mengandung pengertian bahwa didirikannya Pondok Pesantren Daar al-Taubah Al Islamiyah ini adalah untuk penataan daerah khususnya Komplek Saritem hal ini berdasarkan keinginan masyarakat serta dukungan pemerintah untuk membebaskan Komplek Saritem dari kegiatan prostitusi sehingga kawasan ini dikemudian hari tumbuh menjadi kawasan religius dan pusat dakwah Islam. Dari tujuan tersebut di atas dituangkanlah berbagai bentuk tujuan program pengembangan Pondok Pesantren Daar al -Taubah Al Islamiyah yang antara lain adalah sebagai berikut: a. Tujuan Umum 1) Memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan menjawab tantangan dunia pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan teknologi dan peningkatan moral. 2) Merealisasikan aspirasi umat Islam dalam pengembangan pembebasan lingkungan lokalisasi pelacuran menjadi kawasan pendidikan Islam yang mempunyai visi dan misi maju jauh ke depan. 3) Memperkuat pendidikan bagi warga yang kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan melalui pondok pesantren sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan ketaqwaan serta memberikan landasan etik dan moral bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Tujuan Institusional 1) Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang mempunyai pemahaman serta pemaknaan tentang agama Islam sehingga dapat menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. 2) Mengembangkan serta menyebarluaskan ilmu agama Islam dalam kehidupan sosial masyarakat sehingga terbangun sebuah masyarakat religius yang senantiasa menjunjung tinggi harkat, martabat serta moralitas bangsa dan negaranya. c. Tujuan Program 1) Meningkatkan pemberdayaan dan pencerahan pondok pesantren secara institusional, personal dan substansial. 2) Meningkatkan kualitas dan keunggulan kinerja pengembangan. 4. Struktur Organisasi Sebagai sebuah institusi pendidikan yang memerlukan pengelolaan, pengarahan serta pengembangan yang lebih baik, maju dan modern maka Pondok Pesantren Daar al-Taubah Al Islamiyah memakai sistem yang berbeda yang secara konvensional dikenal dalam dunia pondok pesantren yang pada umumnya pengelolaan ditangani oleh keluarga besar Kiai. Sedangkan struktur organisasi serta sistem pengelolaan yang digunakan di Pondok Pesantren Daar al-Taubah Al Islamiyah adalah dengan jalan membentuk struktur kepengurusan
secara
periodik
selama tiga tahun
masa kerja
kepengurusan. Untuk periode sekarang struktur organisasi Pondok Pesantren Daar al-Taubah Al Islamiyah adalah sebagai berikut:
a. Pelindung/Penasehat 1) Gubernur Provinsi Jawa Barat 2) Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat 3) KANWIL Departemen Agama Jawa Barat 4) Ketua DPRD Kota Bandung 5) Walikota Bandung 6) Wakil Walikota Bandung 7) Sekda Kota Bandung 8) BAPPEDA Kota Bandung 9) Camat Kecamatan Andir 10) Lurah Kelurahan Kebon Jeruk 11) Ketua RW. 07 Kebon Jeruk b. Pembina 1) H. R. Nuriana 2) H. AA Tarmana 3) H. Dada Rosada, SH. M. Si 4) Drs. H. Tjetje Soebrata, SH. MM 5) Drs. H. UU Rukmana 6) Kepala Kantor Departemen Agama Kota Bandung 7) Majelis Ulamaaa Indonesia (MUI) Kota Bandung 8) Forum Komunikasi Pondok Pesantren Kota Bandung (FKPP) c. Penaggungjawab 1) KH. Imam Shonhaji
2) Anggota Forum Komunikasi Pondok Pesantren ( FKPP) Kota Bandung d. Pengurus Harian 1) Ketua
: KH. Ahmad Haedar
2) Sekretaris
: Ust. Ubaidillah Hidayat, S. HI
3) Bendahara
: Ustd. Dede Sholihah
e. Dewan Guru 1) KH. Maftuh Kholil 2) Ust. Yayat Nurul Hidayat 3) Ustd. Dede Sholehah f. Tata Usaha 1) Ust. Wawan Budiman 2) Yayan Kristian g. Keamanan 1) Ust. Saefuddin ZH 2) Gardjito 3) H. Dedi 4) Keamanan RW. 07 Kebon Jeruk 5. Pelaksanaan Pembinaan 1. Tujuan Pembinaan Sebagaimana yang tertuang dalam visi dan misi Pondok Pesantren Daar alTaubah Al Islamiyah maka pembinaan pondok pesantren diarahkan pada beberapa tujuan:
a. Memberikan pengetahuan agama Islam agar ajarannya bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. b. Memberikan bimbingan rohani khususnya bagi orang-orang yang terlibat dalam dunia prostitusi (WTS, Mucikari, dan Calo) maupun bagi warga sekitar pada umumnya. c. Memberikan bimbingan dan pelatihan keterampilan bekerjasama dengan instansi terkait seperti dinas sosial dalam bentuk kursus memasak, merias, pengantin, salon dan otomotif dengan harapan setelah meninggalkan profesinya dapat memiliki keterampilan sehingga mendapatkan pekerjaan yang layak. d. Menghilangkan citra negatif Komplek Saritem sebagai komplek maksiat menjadi daerah yang religius dan Islami. 6. Bentuk Pembinaan Adapun bentuk pembinaan yang diberikan di Pondok Pesantren Daar alTaubah Al Islamiyah adalah: a. Pengajian rutin mingguan Pengajian ini diselenggarakan dua kali dalam seminggu yaitu pengajian rutin bapak-bapak yang biasa dilaksanakan pada malam jum’at mulai dari jam 20.00-21.30 WIB dan pengajian rutin Ibu-ibu yang biasa dilaksanakan pada hari sabtu mulai jam 09.00-11.00WIB. b. Pengajian dalam Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) Dalam peringatan hari besar Islam (PHBI) seperti peringatan maulid Nabi, Isro Mi’raj dan lain-lain.
c. Pelatihan Keterampilan Selain kegiatan yang bersifat spiritual keagamaan untuk membangun moralitas juga diselengarakan pelatihan keterampilan bagi para WTS, Mucikari dan Calo. Pelatihan tersebut meliputi kursus memasak, merias, pengantin, salon, dan otomotif. d. Olahraga Kegiatan ini sengaja dilakukan selain berguna menjaga kebugaran serta kesehatan juga dilakukan sebagai sarana yang cukup efektif dalam menjalin komunikasi antar lembaga pesantren dan masyarakat. Kegiatan ini biasa dilaksanakan pada hari Rabu, Sabtu dan Minggu. e. Bersih Lingkungan Program bersih lingkungan dilaksanakan pada setiap hari jum’at sehingga pada hari itu dikenal dengan JUMSIH ”Jum’at Bersih”. Kegiatan ini biasa dilaksanakan pada tiap hari jum’at pagi mulai jam 07.00-09.00WIB. 7. Kurikulum Pendidikan Sebagai sebuah lembaga pendidikan yang tidak dapat dilepaskan dari usaha pencapaian tujuan serta target yang hendak dicapai maka kontinuitas program pembinaan serta kegiatan pendidikan sangat tergantung pada sebuah sistem yang dapat menggerakan berbagai macam aktivitas pembinaan, bimbingan serta proses pendidikan yang ada sehingga upaya untuk memenuhi kebutuhan dalam pemahaman agama yang lebih komprehensif, tertata dan disesuaikan secara bertahap melalui tingkatan-tingkatan serta kelas tertentu. Hal ini disediakan bagi peserta didik (santri) yang bertempat di asrama pondok pesantren.
Selain kegiatan pembinaan dan pendidikan yang dilaksanakan secara bertahap dan terus dilakukan secara berkelanjutan, pondok pesantren juga membuka program pengkajian kilat atau lebih dikenal dengan istilah ”Pengajian Pasaran”. Program ini juga memuat beberapa materi yang disusun berdasarkan kurikulum dengan pencapaian target yang disesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan oleh program ini secara berkesinambungan dibuka menjelang bulan Sya’ban sampai bulan Ramadhan.
B. Deskripsi Hasil Penelitian Deskripsi hasil penelitian ini diambil berdasarkan hasil wawancara di lapangan (Pesantren Daar al Taubah) kepada responden. Mengenai proses rekruitmen calon Jama’ah Taubah data diperoleh berdasarkan wawancara dengan KH. Ahmad Haedar (Ketua Harian Pesantren Daar al-Taubah). Mengenai Materi pembinaan Jama’ah Taubah data diperoleh berdasarkan wawancara dengan Ustadz Yayat Nurul Hidayat (Dewan Guru). Mengenai metode pembinaan Jama’ah Taubah data diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan Ustadz Dede Sholehah (Dewan Guru). Mengenai pengaruh pembinaan perhadap akh;ak wanita tuna susila data diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan 13 responden (Jama’ah Taubah) melipuiti ; R1, R2, R3, R4, R5, R6, R7, R8, R9, R10, R11, R12,dan R13. Mengenai hambatan dalam proses pembinaan Jama’ah Taubah data diperoleh berdsarkan hasil wawancara dengan KH.Ahmad Haedar (Ketua Harian Pesantren Daar al-Taubah)
1. Proses Rekruitment Wanita Tuna Susila Dalam Pembinaan Akhlak di Pesantren Daar al-Taubah Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menunjukan proses rekruitmen peserta pembinaan di Pesantren Daar Al-Taubah dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut : a. Tahapan identifikasi Dalam tahapan identifikasi ini para wanita tuna susila diterima pihak pesantren melalui bidang tarbiyatul ummah dari usulan yang diajukan ketua RT dan RW kelurahan kebon tangkil Kecamatan Andir, Kota Bandung, kemudian diidentifikasikan dengan prosedur sebagai berikut : 1) Penerimaan dan seleksi calon Jama’ah Taubah Kegiatan ini dimaksudkan untuk menentukan kelayakan seorang wanita tuna susila diterima sebagai jama’ah Taubah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan untuk membatasi jama’ah Taubah sebanyak 20 orang karena keterbatasan tempat. 2) Masa Registrasi dan pengungkapan data Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui identitas wanita tuna susila yang telah diterima kemudian dianalisa latar belakang masalahnya. 3) Motivasi Kegiatan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan membangkitkan minat, kemauan, kesadaran calon peserta pembinaan (Jama’ah Taubah)
sehingga dapat mengikuti pembinaan dengan penuh kesadaran dan penghayatan. b. Tahapan Pembinaan Pada tahapan ini Jamaah Taubah mulai aktif dalam pertemuan rutin hari minggu dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 13.00 sebagai bagian dari pembinaan. Pelaksanaan pembinaan diawali dengan pembacaan syahadat, sholawat, tahlil dan dzikir, secara bersama-sama. Jadwal kegiatan pembinaan secara rinci dapat dilihat sebagai berikut : 1) Kegiatan minggu pertama Mulai pukul 08.00 sampai pukul 09.30 WIB; - Materi pembacaan syahadat, sholawat, tahlil dan dzikir Pukul 09.30 sampai pukul 12.15 WIB; - Materi Aqidah Pukul 12.15 sampai pukul 13.00; - Sholat dzuhur berjamaah 2) Kegiatan minggu kedua Mulai pukul 08.00 sampai pukul 09.30; - Materi pembacaan syahadat, sholawat, Tahlil dan Dzikir Pukul 09.30 sampai pukul 11.00 WIB - Materi Akhlak Pukul 11.00 sampai pukul 12.15 WIB - Materi Qosos al-Ambia Pukul 12.15 sampai pukul 13.00 WIB
- Sholat Dzuhur berjamaah 3) Kegiatan minggu ketiga Mulai pukul 08.00 sampai pukul 09.30; - Materi pembacaan syahadat, sholawat, Tahlil dan Dzikir Pukul 09.30 sampai pukul 11.00 WIB - Materi Fiqih Pukul 11.00 sampai pukul 12.15 WIB - Materi hafalan do’a Pukul 12.15 sampai pukul 13.00 WIB - Sholat Dzuhur berjamaah 4) Kegiatan minggu keempat Mulai pukul 08.00 sampai pukul 09.30; - Materi pembacaan syahadat, sholawat, Tahlil dan Dzikir Pukul 09.30 sampai pukul 11.00 WIB - Materi baca tulis Al-Qur’an Pukul 11.00 sampai pukul 12.15 WIB - Materi Akhlak Pukul 12.15 sampai pukul 13.00 WIB - Sholat Dzuhur berjamaah Pada bulan berikutnya, materi yang disampaikan secara umum sama, hanya ada perubahan pada tema-tema pokok pembahasan terutama untuk materi aqidah, akhlak, fiqih, qosos al-ambia, dan tazkiyah al-nafs.
Dari jadwal kegiatan tersebut, dapat dipahami bahwa kegiatan pembinaan wanita tuna susila di pesantren Daar al-Taubah dilaksanakan seminggu sekali dimulai pukul 08.00 sampai pukul 13.00 dengan intensitas pembinaan selama 12 kali pertemuan atau tiga bulan. Rangkaian pembinaan yang dilakukan di Pesantren Daar al-Taubah dipegang oleh bidang tarbiyatul ummah yang diketuai langsung oleh ustadz Dudu Mardiana bertujuan untuk mengembalikan fitrah kemanusiaan mereka dan memupuk nilai-nilai keagamaan agar suatu waktu mereka mendapatkan hidayah sehingga dapat memulai kehidupan baru sesuai dengan tuntunan agama serta norma yang berlaku dimasyarakat. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan menunjukan bahwa sebagai institusi yang memiliki konsep tarbiyatul ummah untuk masyarakat sekitar, keberadaan pesantren biasa kita ketahui dari adanya papan informasi yang bertuliskan “Wel come to the Daar al-Taubah Moslem Boarding School”, yang dalam bahasa Indonesianya “ Anda memasuki kawasan Pesantren Daar al-Taubah” dengan ukuran enam kali dua materi setiap jalan menuju lokasi pesantren. 2. Materi Yang Diterapkan Pesantren Daar al-Taubah Dalam Membina Akhlak Wanita Tuna Susila Materi yang diterapkan dalam pembinaan Jamah Taubah dalam kegiatan pengajian rutin meliputi : Aqidah, Akhlak, Fiqih, Qoshos al-Ambia, Tazkiyat alnafs, Membaca sholawat, Tahlil dan Dzikir. Tiap-tiap materi tersebut mempunyai tujuan meliputi :
a. Materi Aqidah Aqidah merupakan asas seluruh ajaran Islam, kedudukannya sangat sentral dan fundamental berkaitan dengan keimanan kepada Allah Swt.Tujuan umum dari materi ini adalah meningkatkan keyakinan atau keimanan dan ketaqwaan, sedangkan tujuan khusus yang hendak dicapai adalah jama’ah taubah memiliki kesadaran beragama yang tinggi dan dapat melaksanakan ajaran agama Islam serta manjauhi larangan agama. Materi Aqidah meliputi : 1) Rukun Iman yang enam. 2) Sifat-sifat bagi Allah Swt. 3) Asma al-Husna. b. Materi akhlak Akhlak merupakan cermin seorang muslim dalam bermetode, kedudukan akhlak sangat penting dalam Islam sebagai pembentuk insan kamil. Tujuan umum dari materi ini untuk menanamkan dan meningkatkan pola tingkah laku dan sikap pribadi muslimah yang baik, sedangkan tujuan khususnya agar Jama’ah Taubah memiliki sikap dan minat untuk berbuat sesuatu sesuai dengan nilai agama, nilai sosial dan norma masyarakat. Materi akhlak meliputi: 1) Akhlak terhadap Allah Swt. 2) Akhlak terhadap makhluk. 3) Akhlak terhadap diri sendiri. 4) Akhlak terhadap keluarga. 5) Akhlak terhadap tetangga dan masyarakat.
c. Materi Fiqih Fiqih merupakan norma, aturan serta pegangan hidup umat Islam, kedudukan fiqih sebagai pegangan dan tuntunan dalam beribadah dan bermuamalah. Tujuan umum dari materi ini adalah untuk menanamkan dan meningkatkan kesadaran beribadah dan bermuamalah, sedangkan tujuan khususnya agar jama’ah taubah dapat melaksanakan rukun Islam dengan baik dan benar. Materi Fiqih meliputi : 1) Thoharoh 2) Rukun Islam (syahadat, sholat, zakat, puasa dan Haji) 3) Tatanan kehidupan dalam Islam ( hukum, ekonomi, sosial dan budaya) d. Materi Qosos al-Ambia Qosos al-Ambia merupakan cerita-cerita nabi, rasul, shahabat berkaitan dengan risalah kenabian, syiar dan dakwah Islamiyah. Tujuan umum materi ini adalah meningkatkan rasa keberagamaan yang tinggi, sedangkan tujuan khususnya agar jama’ah taubah bisa menteladani metode nabi. Materi qosos al-ambia meliputi: 1) Riwayat hidup para nabi dan sahabat 2) Perjuangan dan pengorbanan nabi-nabi terdahulu e. Materi hafalan Do’a Tujuan umum materi ini adalah memahami pentingnya berdoa dalam setiap beraktivitas, sedangkan tujuan khususnya agar Jama’ah Taubah menyakini kekuatan doa dan mengamalkannya. Materi hafalan doa meliputi: 1) Doa keseharian (doa waktu pagi dan petang}
2) Doa dalam sholat 3) Doa-doa yang ada dalam Al-Qur’an f. Pembacaan Syahadat, Sholawat, tahlil dan Dzikir Tujuan umum materi pembacaan syahadat, sholawat, tahlil dan dzikir adalah untuk mempertegas keimanan dalam hati, sedangkan tujuan khususnya adalah agar jamaah taubah senantiasa ingat kepada Allah Swt. dan tertanamnya keimanan dalam hati. materi ini meliputi : 1) Dua kalimat Syahadat Sholawat Nabi 2) Sholawat Nariyah Sholawat Fajriyah 3) Kalimat istigfar 4) Kalimat tahlil dan Dzikir g. Materi Tazkiyah al-Nafs Materi ini secara umum bertujuan agar para jama’ah taubah dapat menemukan jatidirinya, sedangkan tujuan khususnya agar tumbuh kesadaran dan keinsyafan beragama, serta mampu memotivasi diri dalam kebaikan. materi ini meliputi : 1) Konsep Tazkiyah al-Nafs 2) Cara tazkiyah al-nafs h. Baca Al-Qur’an Tujuan umum materi baca Al-Qur’an adalah untuk membiasakan diri membaca Al-Qur’an. Sedangkan tujuan khususnya untuk meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, terutama bacaan AlQur’an dalam sholat. Materi pokoknya adalah Ilmu Tajwid.
Selain materi-materi tersebut, ada materi pembinaan yang di sesuaikan dengan tema-tema dan hari besar Islam. Untuk materi ini biasanya dijelaskan langsung oleh penceramah dengan menggunakan pendekatan emosional (menggugah perasaan), rasional (disesuaikan dengan kemampuan nalar), fungsional (fungsi-fungsi setiap gerakan dalam ibadah), dan pembiasaan dalam keteladanan. 3. Pendekatan dan Metode Yang Diterapkan Pesantren Daar al –Taubah Dalam Membina Akhlak Para Wanita Tuna Susila a. Pendekatan Pembinaan Berdasarkan hasil penelitian di Pesantren Daar al-Taubah Bandung dapat dipahami bahwa dalam rangka membina wanita tuna susila dapat digunakan beberapa pendekatan dan metode pembinaan. Untuk pendekatan pembinaan digunakan beberapa pendekatan sebagai berikut : 1) Pendekatan Pengalaman Pendekatan pengalaman yang digunakan oleh penceramah dan pemberi materi pembinaan keagamaan dimaksudkan menanamkan nilai-nilai keagamaan, dengan memberikan pengalaman. Pendekatan pengalaman yang digunakan sangat tepat, karena para wanita tuna susila diajak untuk merenungkan dan memikirkan mengenai kejadian dan peristiwa penting yang terjadi pada kisah-kisah masa lalu. 2) Pendekatan Pembiasaan Pendekatan lain yang digunakan dalam membina wanita tuna susila adalah pendekatan pembiasaan. Penerapan pembiasaan ini tidak hanya dalam
pembinaan keagamaan saja, melainkan dalam seluruh aktivitas (kegiatan) yang ada di panti ini. Mulai dari pembiasaan disiplin berpakaian, pembiasaan
shalat
berjamaah,
pembiasaan
membaca
Al-Quran,
pembiasaan shalat malam, dan puasa hari senin - kamis. Pendekatan ini dimaksudkan agar Jamah Taubah membiasakan diri berbusana yang rapi, membiasakan shalat, membaca Al-Qur’an, berkata jujur, tawadlu, sabar, sebagai upaya pembentukan metode yang baik. 3) Pendekatan Emosional Pendekatan emosional
atau menggugah perasaan digunakan dan
diterapkan oleh para pembina untuk memberikan latihan memahami kondisi emosional para wanita tuna susila. Dengan menggugah perasaan dan emosional diharapkan mereka dapat tergugah perasaannya dalam menghayati arti dan tujuan hidup. Biasanya pendekatan emosional ini diterapkan pada materi-materi keimanan dan dzikir. Dalam prakteknya pendekatan ini biasanya menggunakan metode "riyadhah" (latihan), seperti dzikir dan perenungan. 4) Pendekatan Rasional Berdasarkan hasil penelitian melalui pengamatan dapat dipahami bahwa selain ketiga pendekatan di atas, pendekatan rasional digunakan di Pesantren Daar al-Taubah. Pendekatan rasional biasanya diterapkan untuk materi-materi pembinaan keagamaan yang berkaitan dengan kebersihan, dan kesehatan jiwa. Pendekatan rasional di maksudkan untuk memberikan pemahaman agama dengan menempatkan akal pikiran yang sehat.
Misalnya akal, akan menerima perintah dan larangan ajaran agama yang telah digariskan oleh Allah Swt, seperti diharamkan berbuat zina atau kegiatan ketunasilaan, karena perbuatan tersebut membawa dampak yang buruk terhadap kesehatan pelaku, maupun masyarakat umumnya. 5) Pendekatan Holistik Pendekatan lain, yang digunakan dalam memberikan pembinaan keagamaan ialah pendekatan holistik atau menyeluruh. Memang diakui, dalam setiap pendekatan tidak bisa terpisah, masing-masing berdiri sendiri, melainkan pendekatan yang satu melibatkan pendekatan yang lainnya. Misalnya menjelaskan materi tentang shalat tidak bisa hanya pendekatan
pembiasaan,
melainkan
sebaiknya
menggunakan
juga
pendekatan rasional, pendekatan pengalaman, dan pendekatan lainnya. Sehingga dapat diperoleh pemahaman Islam yang menyeluruh, tidak serpihan-serpihan, melainkan dipahami secara utuh dan integral. a. Metode Pembinaan Pengunaan metode dalam pembinaan akhlak dilakukan untuk memberikan konsep metode (akhlak) yang baik maupun yang buruk. Tujuan metode ini adalah para Jama’ah Taubah memahami dan mengerti metode yang baik dan buruk, sehingga mereka menyadari bahwa pekerjaan yang mereka lakukan adalah buruk dihadapan Allah SWT dan tidak sesuai norma yang hidup dalam masyarakat. Adapun metode yang diterapkan dalam proses pembinan wanita tuna susila di pesantren Daar al-Taubah berdasarkan hasil penelitian diterapkan metode-metode sebagai berikut :
1) Metode Ceramah dan Tanya Jawab Metode yang digunakan adalah ceramah dan Tanya Jawab. Isinya memberi nasihat, petunjuk dan peringatan tentang ajaran Islam. Setelah ceramah itu selesai, kemudian dilangsungkan dengan tanyajawab. Metode ceramah banyak digunakan dalam pemberian materi yang bersifat teoritis. Metode ceramah yaitu ustadz atau penceramah memberikan materi didepan Jama’ah Taubah, menerangkan materi yang bersifat informasi dan pemahaman. 2) Metode Latihan /Riyadhah Metode lain yang diterapkan di Pesantren Daar al-Taubah dalam membina wanita tuna susila adalah metode latihan, yaitu mereka diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam shalat, hapalan ayat-ayat pendek Al-Quran. Dengan metode latihan dan pemberian tugas diharapkan para jama’ah taubah dapat melakukan dan membacakan bacaan tertentu, baik dalam amalan-amalan shalat, sesudah shalat dan doa-doa. Metode latihan juga diharapkan para jama’ah taubah dapat membentuk kebiasaan-kebiasaan yang berguna dalam melakukan tugas-tugas dan kewajiban- kewajibannya. Sebab melalui latihan yang terus menerus. maka hal-hal yang tadinya dirasakan berat untuk dilaksanakan akan menjadi lebih mudah. 3) Metode Ibrah Metode Ibrah, yaitu perumpamaan dalam bentuk kisah-kisah nabi dan orang-orang terdahulu yang bisa dijadikan teladan dalam bermetode
dan bertindak. Tujuan metode ini agar mereka tergugah hatinya melihat perjuangan nabi dan orang-orang terdahulu di dalam meraih kebahagiaan hidup. 4) Metode targhib Metode targhib (himbauan untuk berbuat baik) dan tarhib (menakutnakuti), yaitu metode memberi himbauan, rayuan dan bujukan akan mendapatkan sesuatu yang menyenangkan apabila berbuat kebajikan dan menakut-nakuti dengan siksa yang pedih apabila melakukan kesalahan atau dosa melanggar larangan Allah, atau dosa karena meremehkan kewajiban Allah Swt. Metode ini diterapkan dengan harapan timbul motivasi bagi para wanita tuna susila untuk selalu berbuat kebajikan dan meninggalkan kebiasaan melanggar perintah Allah Swt. 5) Metode Keteladanan Metode Keteladanan, yaitu dengan cara keteladanan ustadz dan pengurus pesantren serta para santri yang selalu memberikan contoh yang baik dalam segala aktifitas, baik ketika bertutur kata maupun bertindak dalam kegiatan sehari-hari. 4. Bagaimana Pengaruh Pola Pembinaan Pesantren Daar al-Taubah Terhadap Akhlak Wanita Tuna Susila Berdasarkan hasil wawancara observasi, dokumentasi menunjukkan bahwa proses pembinaanya dilakukan melalui pengajian rutin Jama’ah Taubah seminggu sekali. Tujuan dari pembinaan adalah untuk mengembalikan fitrah kemanusiaan,
agar para wanita tuna susila mempunyai kesadaran untuk kembali ke jalan yang benar. Dibawah ini merupakan keterangan yang diperoleh dari tiga belas wanita tuna susila yang menjadi jama’ah taubah. tiga diantaranya (Responden 11, 12 dan 13) sudah berhenti dari praktek prostitusi dan telah memulai hidup baru .Adapun materi yang ditelitinya meliputi; identitas responden, latar belakang, perasaan serta pengaruh pembinaan terhadap responden. a. Responden pertama (R1) 1) Identitas Responden R1 adalah salah satu peserta pembinaan jama’ah taubah yang berasal dari Gebanggadung,
Kecamatan Krangkeng, Kabupaten
Indramayu. la
tergolong masih muda karena usianya yang masih 19 tahun, tepatnya lahir pada tahun 1987. Wanita tamatan Sekolah Dasar Negeri Krangkeng ini terkesan lugu dan malu-malu. R1 mengaku masih mempunyai orang tua yang lengkap, keduanya hanya seorang buruh tani. 2) Latar Belakang Menjadi Wanita Tuna Susila R1 adalah responden yang agak tertutup dalam memberikan keterangan, ketika ia diwawancarai. Dilihat dari latar belakangnya, R1 terjun kedalam dunia prostitusi pada awalanya karena desakan ekonomi yang sangat kuat ia mencoba mencari pekerjaan di Kota Bandung. Akan tetapi Karena ia hanya berpendidikan SD sangatlah sulit untuk mencari pekerjaan, segala usaha telah ia coba untuk mencari pekerjaan yang halal. Sampai pada titik jenuh dipenuhi rasa keputusasaan akhirnya R1 terdampar dilokalisasi Saritem, ia mengaku dengan pekerjaannya sekarang ini ia dapat hidup
berkecukupan. Menurut R1 pekerjaannya sebagai wanita tuna susila lebih mudah dan tidak memerlukan keahlian serta izasah. R1 mengaku pernah menikah, tetapi 2 tahun silam ia ditinggal suaminya karena meninggal dunia. 3) Pengaruh pembinaan terhadap responden Setelah mengikuti pembinaan di pesantren Daar al-Taubah muncul perasaan berdosa yang dalam. Ia pun merasa berdosa terhadap orang tuanya karena ia telah membohongi orang tuanya. Orang tuanya mengetahui ia kerja di Bandung sebagai buruh pabrik, padahal kenyataannya ia terjun kedalam dunia prostitusi. Selain itu juga ia kini telah mengurangi frekuensi dalam pekerjaannya sekarang ini. Pada akhir pembicaraan R1 pun berniat untuk meninggalkan dunia prostitusi yang digelutinya sekarang ini. R1 mengakui dengan adanya pembinaan ini ia lebih bisa memperdalam wawasannya tentang keagamaan sebagai berikut: a) Tuntunan shalat b) Membaca Kitab suci Al-Qur’an c) Mendengar ceramah umum d) Membiasakan puasa Senin – Kamis e) Belajar ketrampilan. b. Responden kedua (R2) 1) Identitas Responden R2 adalah wanita kelahiran Cirebon, tepatnya di Kedawung pada tahun 1986 usianya kini sekitar 20 tahun. la mengaku tamat Sekolah Lanjutan
Pertama dan masih memiliki kedua orang tua. la mengaku satu-satunya anak dari kedua orang tuanya. Kini ia mempunyai anak laki-laki berumur 2 tahun dari hasil pernikahannya dan kini R2 ditinggal oleh suaminya. Kegagalan dalam membangun rumah tangga ini menjadi awal kehancuran kehidupannya. 2) Latar Belakang Menjadi Wanita Tuna Susila Dalam suasana santai ia menceritakan sebab-sebab ia terjun ke dunia prostitusi. la mengutarakan pengalamannya bahwa ia sempat menikah, walaupun pernikahannya mengalami kegagalan dan dari pernikahannya ini menghasilkan satu anak, yaitu anak laki-laki dan pada saat ia berpisah dengan suaminya ia merasa dibebani anaknya yang masih dua tahun itu. R2 sendiri mengakui dari penuturannya, ia mengakui terjun kedalam dunia prostitusi disebabkan oleh : a) Memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sebab R2 menjadi satusatunya harapan orang tuanya yang hanya seorang kerja serabutan (wiraswasta) b) Ditinggal suami secara psikologis ia mengakui bahwa sejak ditinggal suaminya beban mentalnya semakin berat. Pada saat ia mengharapkan kebahagiaan dan kedamaian pada sang suami. tetapi pada saat itu ia tidak menemukannya, bahkan yang ada hanya malapetaka yang ujungnya berpisah. c) Membiayai anak. Pada saat pisah dengan suaminya, R2 mengakui terbebani suaminya yang tidak bertanggung jawab, meninggalkan anak
kecil lagi yang masih membutuhkan biaya hidup, apalagi anak kecil itu sering sakit- sakitan. Ketiga hal inilah yang R2 ungkapkan, mengenai latar belakang terjun ke dunia prostitusi dunia yang sebelumnya ia awam, namun dengan segala keterpaksaannya dan ketidak berdayaannya ia lakukan 3) Pengaruh pembinaan terhadap responden R2
adalah
salah
satu
responden
yang
terbuka,
menceritakan
pengalamannya selama mengikuti pembinaan di Pesantren Daar alTaubah dengan penuh antusias, ia mengutarakan bahwa di pesantren ini ia mendapatkan ketrampilan dan pelajaran agama. Materi pembinaan agama menurutnya meliputi: a) Masalah Keimanan/Tauhid. Di sini dijelaskan mengenai kekuasaan Allah b) Masalah Akhlak. Tata krama, Sopan santun dengan orang lain. c) Tuntunan Shalat (Ibadah) wajib dan sunnah d) Anjuran untuk melakukan puasa, seperti puasa sunnah Senin - Kamis, dan shalat Tahajud Diakuinya, bahwa materi-materi agama tersebut telah memberikannya ketenangan dan kedamaian pada hati R2 sehingga kepercayaan dirinya kembali tumbuh, apalagi sekarang R2 mengaku setelah ia banyak, mendapatkan pembinaaan di pesantren ia mulai mencoba untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mulai mengurangi aktivitas prostitusinya . Semuanya membawa kedamaian dan ketenangan.
Untuk itu bagi pembinaan akhlak keagamaan yang ada di panti ini berpengaruh pada perubahan. dirinya. Sebab pendekatan menggugah perasaan (pendekatan emosional), pendekatan fungsional, dan pendekatan rasional (istilah peneliti) telah mengubah pendirian R2 selama ini. Bagi R2 sendiri pengaruh pembinaan tersebut terlihat sebagai berikut : a) Penguasaan agama makin bertambah dan ia berharap menjadi landasan pokok ialam bertindak dan bertingkah laku b) Berencana untuk rujuk kembali dengan suaminya, kalau suaminya itu mau menerimanya dengan apa adanya dan akan menjalaninya dengan baik dan benar c) Kini ia merasa memiliki ketrampilan dan penguasaan ilmu, terutama tata rias/salon sebagai modal dasar membuka usaha c. Responden ketiga (R3) 1) Identitas responden R3 adalah seorang muslimah kelahiran Kerawang 29 tahun yang lalu, anak dari pasangan suami almarhum (A) dan isteri (B). R3 merupakan isteri dari seorang suami (D) walaupun akhirnya perkawinannya hanya satu tahun dan kandas di tengah jalan. 2) Latar Belakang Menjadi Wanita Tuna Susila R3 tidak pernah membayangkan sebelumnya akan menjadi wanita tuna susila, nalurinya sebagai seorang wanita ingin menjadi isteri yang baik, namun akibat metode suaminya yang suka menggoda isteri orang lain dan berselingkuh dengan wanita lain menjadikannya merasa tersiksa lahir dan
batin. Akhirnya R3 memutuskan untuk mengakhiri pernikahannya yang baru berumur satu tahun, untuk memenuhi ke butuhan hidup sehari-hari selama menjanda, R3 yang tamatan SD dan tidak memiliki ketrampilan, bekerja menjadi buruh tani dikampungnya dengan hasil yang sangat minim sebab menjadi buruh tani hanya pada masa tanam saja dan banyak waktu menganggur. Ketika kesulitan ekonomi menghimpit keluarga R3, datang tawaran dari temannya yang telah bekerja di bandung untuk bekerja sebagai wanita tuna susila, setelah berfikir akhirnya R3 menerima tawaran tersebut dan pada tahun 1998, tepatnya bulan Agustus menjadi penghuni lokalisasi Saritem. Hal lain yang diungkapkan R3 bahwa ibunya mengetahui pekerjaan yang dilakukan, bahkan masyarakat di kampung juga mengetahui profesinya di kota. 3) Pengaruh pembinaan terhadap responden R3 sebagai seorang muslimah yang pernah belajar agama di masa kecil di kampung sangat tergetar hatinya ketika gema adzan berkumandang setiap memasuki waktu sholat yang dilantunkan anak-anak. Hati R3 terketuk melihat aktivitas anak-anak yang belajar dan mau bekerja menghidupkan suasana pesantren, suara dzikir dan lantunan ayat-ayat al-Quran yang meluluhkan qolbu, kemudian akhirnya R3 mengikuti pembinaan yang diadakan di Pesantren Daar al-Taubah. R3 yang kini sudah mulai belajar memakai jilbab, di akhir pembicaraan sempat mengutarakan keinginannya untuk mendapatkan suami yang baik dan ia selalu memohon kepada Allah
Swt. agar diberi suami yang baik dalam setiap sholat dan dalam doanya, ia pun berharap dengan mendapatkan suami yang baik ia bisa menuntun dirinya untuk kembali kejalan yang benar dan memulai kembali hidup baru. d. Responden keempat (R4) 1) Identitas Responden R4 adalah salah satu responden kelahiran Indramayu yang lahir pada tahun 1969 usianya kini 37 tahun, la sebenamya masih mempunyai orang tua, tetapi sejak kecil kedua orang tuanya sudah berpisah, masing-masing sudah berpasangan lagi. Kini ibunya di Cirebon, sedangkan bapaknya di Bandung. Sebagai anak satu-satunya sebenarnya ia menaruh harapan dari orang tuanya. Walaupun akhimya tidak sepenuhnya harapan itu tercapai. R4 sendiri sebenarya pemah menikah pada 5 Januari 1990, namun pernikahan itu tidak langgeng dan akhirnya pada tahun 1992 harus berpisah dengam suaminya, walaupun perpisahan itu belum resmi dicerai. Tentu saja R4 bertambah kepedihan dan kesedihannya. Wanita yang mengaku tamat Sekolah Menengah Pertama ini, sejak usia 7 bulan sudah di tinggal bapaknya dan ia tinggal bersama neneknya di Cirebon dan kini suamiya telah menikah lagi. 2) Latar Belakang Menjadi Wanita Tuna Susila R4 menuturkannya bahwa sejak kecil ia sudah kehilangan bapak dan tidak merasakan kasih sayang sepenuhnya dari orang tuanya, dan puncak kegoncangan jiwa itu pada saat ditinggal suami kawin lagi dan ia sendiri
belum dicerai. Pada saat itu ia hancur pikirannya nekad, tidak merasa bahagia, terasa hambar dalam hidup. Akhinya pada tahun 1999 ia terjun ke dunia prostitusi. Dari penuturannya dapat digolongkan menjadi beberapa aspek yang menyebabkan terjun ke dunia prostitusi, yaitu : a) Merasa frustrasi, awal frustrasi itu scejak masih perawan yaitu sejak ditinggal ibu-bapaknya karena masing-masing menikah lagi. Ditambah lagi pada saat suami yang menjadi harapan menggantikan bapakibunya tempat mengadu, suaminya kawin lagi tanpa menceraikan terlebih dahulu. Sejak itu pikirannnya hancur, nekad hidup hambar dan hidup tidak bahagia. b) Kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya, dan hidup sama neneknya yang tidak mencurahkan perhatiannya penuh pada R4. Dari sini pikirannya dibayangi ketidakpastian dan kehilangan kepercayaan diri. c) Ikut-ikutan teman. R4 mengakui bahwa awalnya ia menjadi pelayan di sebuah toko di Cirebon. Tetapi pergaulan dengan temannya akhimya ikut-ikutan terjun pada dunia prostitusi. 3) Pengaruh pembinaan terhadap responden Selama berada dalam proses pembinaan terdapat perubahan yang mendasar dalam pikiran dan cara pandang hidupnya, yang semula pikiran hancur, nekad dan penuh ketidak pastian, walaupun la mendapat penghasilan setiap ma1am, tetapi perasaan dan hidupnya tetap saja tidak
menentu, hambar dan tidak merasa bahagia, pikiran selalu dibayangi oleh angan-angan. Namun sejak mendapat pembinaan, terutama penanaman keagamaan R4 telah menemukan kembali pikiran dan perasaan dan makna hidup. Pikiran ingin menjadi orang benar, pikiran untuk mengumpulkan uang banyak memiliki keturunan dan ingin menjadi wanita yang baik-baik. Apalagi ketika mendapat dapat materi tentang kematian dan cerita suami-istri, itu sangat menyentuh perasaan dan pikiran saya, bahkan yang sebelumnya merasa bodoh, acuh tak acuh kini saya dapat merasakan kesadaran diri. Lebih lanjut R4 menceritakan uniuk pembinaan keagamaan dapat dilakukan dengan ceramah umum, kegiatan keagamaan, tuntunan ibadah dan membaca Al-Quran serta tadarusan. Secara lebih rinci materi pembinaan keagamaan itu meliputi; a) Masalah keimanan : misalnya tentang Tauhid, dan hidup sesudah mati b) Masalah ibadah : tunlunan shalat, berwudhu dan masalah-masalah dengan kehidupan perempuan, serta masalah puasa c) Akhlak, budi pekerti, dan tata krama pergaulan, terutama bagi wanita d) Tuntunan membaca Al-Quran dan Tadarus e) Program puasa sunnah : puasa Senin - Kamis dan shalat malam, serta membaca surat Yasin Pada bagian lain, R4 mengutarakan bahwa pembinaan keagamaan berpengaruh sekali pada perkembangan akhlaknya. Hal ini dapat ditujukan rencana ke depan setelah ia keluar dari sini, yaitu :
a) Tidak akan terjun lagi nada duma prostitusi b) Kini pikiran dan kesadaran saya menjadi tenang c) Berencana
jualan
kue-kue,
karena
secara
kebetulan
saya
mempunyai keterampilan tata boga d) Dapat menemukan kembali cara berpikir yang benar e) Memiliki pengetahuan agama yang bertambah e. Responden kelima (R5) 1) Identitas Responden R5 adalah mojang Majalaya kelahiran tahun 1982 (24 tahun), Ia merupakan anak bungsu dari empat bersaudara dari keluarga yang berkecukupan, belum pemah menikah dan pernah mengenyam pendidikan hingga kelas dua SMA. 2) Latar Belakang Menjadi Wanita Tuna Susila Seperti layaknya para remaja yang lain, R5 termasuk remaja yang supel dalam bergaul dan mempunyai daya tarik tersendiri. Semasa SMA pergaulanya tidak terkontrol oleh keluarga, sehingga ia terjerumus dalam pergaulan bebas dan mengkonsumsi obat terlarang . R5 mengutarakan Ketika dirinya kelas dua SMA, orang tua sudah tidak harmonis lagi, mereka sering cekcok dan sering pulang malam. R5 pun akhimya sering keluar malam dan terkadang tidak pulang ke rumah. Saya berkenalan dengan minuman dan obat-obatan dari setelah saya dikhianati pacar saya yang merenggut kegadisan saya dan tidak bertanggungjawab.
Pengakuan R5 begitu polos dan tanpa ekpresi, kemudian dia mengakui mulai hubungan badan ketika kelas dua SMA bersama teman sekelas ketika sedang mabuk berat, kemudian R5 sering melakukannya dengan berganti pasangan yang penting R 5 bisa mendapatkan putaw. Akhirnya setelah drop out dari sekolah pergaulannya semakin meluas akhirnya dia terjun kedunia prostitusi di usia yang masih muda ketika baru menginjak kelas dua SMA. 3) Pengaruh pembinaan terhadap responden R5 mengungkapkan bahwa ia mengalami dua masa yaitu masa sebelum adanya pesantren dan masa setelah adanya pesantren dilingkungan Saritem. Dulu sebelum ada pesantren R5 mengaku kalau dating ke Saritem ia selalu berdandan menor, sambil merokok, dan berpakaian serba minim untuk menarik perhatian para lelaki hidung belang. Akan tetapi setelah adanya pesantren sekarang ada perasaan malu dan risih kalau bertemu para santri dan ustadz, kini R5 mengaku jika dia datang kelokalisasi tidak merokok sambil jalan, berdandan secukupnya, berpakaian tidak terlalu menyolok, bahkan dari cara berjalan bersikap dan berperilaku tidak dibuatbuat lagi, bahkan R5 cenderung menutupinya. Pada akhirnya R5 memutuskan untuk mengikuti pembinaan di pesantren Daar Al-Taubah, R5 termasuk rajin dan aktif bertanya mengenai masalahmasalah akhlak dan agama, karena selama hidupnya R5 kurang begitu tahu masalah etika bergaul dan hidup bermasyarakat. R5 menceritakan pengalamannya setelah mengikuti pembinaan, antara lain adanya
kepercayaan diri untuk hidup lebih baik, semakin bertambah wawasan keagamaan. R5 kini sering mengalami konflik batin kalau hendak menjual diri kesaritem, ada perasaan takut dosa, rasa malu serta bercita-cita ingin segera keluar dari dunia prostitusi. R5 mengaku bahwa ia kini datang kesaritem jika situasi sudah terlalu mendesak dan frekuensi melayani tamu sudah mulai dikurangi. f. Responden keenam (R6) 1) Identitas Responden R6 adalah salah satu peserta pembinaan jama’ah taubah, la anak yang paling besar dari enam bersaudara di keluarganya. R6 berasal dari Indramayu. Kini ia berusia 22 tahun, tepatnya lahir pada tahun 1984. R6 mengaku hanya tamat pendidikan tingkat Sekolah Dasar. R6 kini mempunyai 2 orang anak dari dua kali perkawinannya. Perkawinan pertamanya ia lakukan pada usia 16 tahun, namun perkawinannya mengalami kegagalan dan hanya bertahan selama dua setengah tahun dan pada usia 20 tahun ia sudah menjanda. Lalu ia menikah lagi dan dikaruniai seorang anak yang kedua. R6 menjalani pernikahan yang kedua ini dengan dimadu oleh suaminya, yakni sebagai istri muda dan akhirnya juga ia cerai Untuk melindungi kehamilannya ia menjadi peserta KB. 2) Latar Belakang Menjadi Wanita Tuna Susila Dari wawancara dengan responden, yakni R6. la menceritakan, ia terjun ke dunia prostitusi selama 3 tahun. Dalam pengakuannya ia terjun ke dunia ini dilatar belakangi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
R6 dibebani tanggungan ekonomi keluarganya, sebab 10 tahun yang lalu ibunya telah tiada dan bapaknya seorang yang sudah tua dan ia belum bekerja menetap. la hanya seorang buruh, sementara adik-adiknya membutuhkan biaya hidup. R6 mengakui sewaktu ibunya masih hidup ia melarang untuk masuk ke dunia prostitusi, tetapi R6 sendiri bandel dan tidak tahan menghadapi beban ekonomi yang harus ditanggung. Selain faktor beban ekonomi yang haruss ditanggung oleh R6, ia juga mengaku terju ke dunia prostitusi disebabkan oleh suasana perkawinannya yang kedua ia sering kali ditinggal suaminya, karena lebih sering tinggal di istri tuanya. Sementara suaminya kadang-kadang bekerja kadang-kadang tidak, karena hanya sebagai buruh serabutan. Faktor lain dari R6 terjun ke dunia prosiitusi, karena R6 merasa kebingungan untuk membiayai anak-anaknya yang ditinggal oleh bapaknya. Anak hasil perkawinan yang pertama ditinggal bapaknya ke Sumatera dan anak hasil perkawinan kedua sering kali ditinggal bapaknya ke istri yang tua. Dalam kondisi kebingungan ini, R3 terjun ke dunia prostitusi.
Aspek selanjutnya adalah aspek beban mental dari
perkawinannya yang kecuali karena ia dimadu. la merasa tidak menemukan kebahagiaan dan seringkali pernikahannya hanya menjadi beban dirinya. Dalam keadaan seperti itu, lalu memutuskan untuk bercerai dan masuk ke dunia prostitusi. 3) Pengaruh pembinaan terhadap responden
Setelah mengikuti proses pembinaan R6 mengatakan pengalamannya setelah mengikuti pembinaan, antara lain : adanya kesadaran untuk kembali ke jalan yang benar, ia mengatakan sangat bermakna sekali pembinaan di pesantren ini. la menemukan kembali jati dirinya sebagai seorang wanita, ibu dari anak-anaknya, bertambah wawasan agama dan ketrampilannya. R6 mengemukakan berencana untuk meninggalkan dunia prostitusi, yang membuatnya hanya dikejar angan-angan, bahhkan ia berencana berdagang dan membuka tata rias pengantin. la akan meperhatikan pendidikan anak-anaknya dan membesarkan anaknya yang selama ini ia titipkan pada kakeknya. Lebih dari itu ia akan hidup dengan penuh kesadaran agamanya, dengan kata lain agama menjadi dasar dan pegangan hidupnya. g. Responden ketujuh (R7) 1) Identitas Responden R7 adalah salah satu wanita yang sedang mengikuti pembinaan di Pesantren Daar al-Taubah. la anak yang paling besar dari enam bersaudara di keluarganya. R7 adalah warga Desa mekarmulya kecamatan Situraja, Kabupaten Sumedang. Kini ia berusia 33 Tahun, tepatnya lahir pada tahun 1973. la mengaku hanya tamat pendidikan tingkat Sekolah Dasar. R7 kini memiliki dua orang anak dari dua kali perkawinannya. Perkawinan pertama ia lakukan pada usia 17 tahun, namun perkawinannya mengalami kegagalan dan hanya bertahan selama dua tahun. 2) Latar belakang Menjadi Wanita Tuna Susila
Pada usia 19 tahun ia sudah menjanda dengan satu anak. Lalu ia menikah lagi dan dikarunia seorang anak. R7 menjalani pernikahan yang kedua dengan status isteri kedua, yaitu sebagai isteri muda dan akhirya juga ia bercerai. Dari wawancara dengan responden, R7 menceritakan bahwa ia terjun ke dunia prostitusi dilatarbelakangi faktor-faktor sebagai berikut; faktor ekonomi, R7 dibebani tanggung jawab keluarganya, karena empat tahun yang lalu ibunya meninggal dunia dan bapaknya seorang buruh dengan penghasilan yang tidak tetap serta sering sakit-sakitan, sementara anak dan adik-adiknya memerlukan biaya hidup. Dalam kondisi tekanan ekonomi akhirnya R7 terjun ke dunia prostitusi. Faktor kegagalan perkawinan, disamping faktor ekonomi, R7 terjun ke dunia prostitusi disebabkan oleh perkawinannya yang selalu gagal. Kegagalan perkawinan yang pertama karena suaminya berselingkuh, kegagalan perkawinanya yang kedua karena ia sering ditinggal suaminya, sebab suaminya sering ke isteri pertama. Faktor beban mental, faktor ini muncul dari perkawinannya yang selalu gagal dan tidak pernah menemukan kebahagian dan perkawinanya hanya menjadi beban dirinya sehingga ia merasa trauma dengan kegagalan perkawinannya. 3) Pengaruh Pembinaan terhadap Responden Selama masa pembinaan, R7 telah banyak mengetahui masalah-masalah etika bergaul, berbusana dan berbicara dengan orang lain. Materi
pembinaan yang telah ia terima berupa; tahlil, dzikir bimbingan sholat, ceramah agama, cara bergaul, dan lainnya telah menggugah perasaannya selama ini. R7 merasa materi -materi pembinaan di Pesantren Daar AlTaubah telah mengubah pandangan hidupnya. R7 mengatakan; setelah mengikuti pembinaan, R7 merasa menemukan jati dirinya, hati merasa tenang, dan bertambah optimis dalam hidup, serta mendapat wawasan agama yang luas. Setelah mengikuti pembinaan R7 menuturkan pengalamannya selama mengikuti pembinaan sehingga ia menyadari pekerjaannya sangat merugikan diri sendiri dan orang lain serta menyalahi norma sosial dan agama. R3 di akhir pembicaraan mengutarakan bahwa ia sudah bisa melaksananakan sholat dan hafal seluruh bacaan dalam sholat. h. Responden kedelapan (R8) 1) Identitas Responden R8 adalah janda manis kelahiran Subang tahun 28 tahun silam, R8 merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pada usianya yang masih dini pada saat itu 16 tahun dipaksa ayahnya menikah dengan perjaka sekampung yang berinisial (A), namun pada akhirnya R8 ditinggalkan suaminya (A) yang menikah lagi dengan wanita Palembang dan menetap di Palembang. 2) Latar Belakang Menjadi Wanita Tuna Susila Latar belakang yang menjadikan R8 terjerumus ke pelacuran karena sakit hati terhadap suami dan kondisi keluarga yang memaksanya menikah
dengan orang yang tidak dicintainya, R8 sendiri tidak tahu apa tujuan hidup dan perkawinannya yang hanya satu bulan. Untuk melampiaskan sakit hatinya terhadap laki- iaki, R8 bersumpah ingin menghancurkan lakilaki dengan keindahan tubuhnya, dan akhimya la menerjunkan diri ke dunia prostitusi di Saritem pada tahun 1998. 3) Pengaruh Pembinaan Terhadap Responden Sejak adanya aktivitas
pesantren di tengah-tengah prostitusi, R8 merasa
malu kalau bertemu dengan santri para ustadz yang sangat ramah dan tidak menganggapnya manusia yang kotor, padahal R8 sendiri merasa dirinya kotor dan menyalahi aturan agama. R8 juga aktif mendengarkan pengajian-pengajian yang disiarkan pesantren lewat pengeras suara, sehingga R8 mengikuti pembinaan yang diadakan Pesantren Daar AlTaubah. Selama pembinaan R8 sudah mengurangi aktifitas prostitusinya, R8 lebih banyak merenungi perjalanan hidup dan membandingkan dengan ceramah ustadz berkaitan dengan sejarah nabi dan orang-orang dulu yang penuh dengan pengorbanan. R8 juga teringat cerita tentang seorang wanita tuna susila yang masuk surga karena amal kebajikannya. i. Responden kesembilan (R9) 1) Identitas Responden R9 lahir pada tahun 1965. Dari pengamatan peneliti terhadap panggilan rekan-rekan kepadanya (sebutan "Teteh" kakak perempuan) menunjukkan bahwa R9 merupakan jamaah taubah yang tertua. R9 memiliki 3 orang anak dari perkawinannya. la bercerai dengan suaminya setahun yang lalu.
Setelah bercerai dengan suaminya, ia dan ketiga anaknya kembali kerumah orang tuanya di Jatiwangi. Ayahnya bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik. genteng di daerah tersebut. Menurut penuturannya, ia berasal dari keluarga santri yang kuat menjalankan perintah agama. R9 mengenyam pendidikan hanya sampai kelas enam Sekolah Dasar dan itupun tidak tamat. 2) Latar Belakang Menjadi Wanita Tuna Susila R9 menjalani pekerjaannya sebagai tuna susila 10 bulan yang lalu Faktor yang melatar belakangi kegiatannya di dunia ketunasusilaan adalah ekonomi. Menurutnya, ia tidak tega melihat ayahnya yang sudah tua menafkahi ibunya, dirinya, dan ketiga orang anaknya. Pada awalnya ia memutuskan untuk berjualan lotek, gado-gado, makanan kecil untuk sekedar membantu ekonomi keluarga. Tetapi usaha tersebut tidak bertahan lama karena kehabisan modal. Karena desakan ekonomi keluarga akhimya ia
memutuskan
menjalani
kegiatan
ketunasusilaan.
Berdasarkan
penuturannya, kedua orang tuanya tidak mengetahui pekerjaan yang ia lakukan. Mereka hanya tahu bahwa R9 bekerja di pabrik konveksi di daerah Bandung. 3) Pengaruh pembinaan terhadap responden Berbagai pembinaan keagamaan manfaatnya sangat ia rasakan; misalnya bimbingan baca tulis Al-Quran. Apabila sebelumnya ia hanya sekedar bisa membaca, maka setelah mendapat bimbingan ia bisa membaca Al-Quran dengan baik dan benar. la mendapat pengetahuan baru tentang Ikhfa,
Idgham, dan Idhar. Makna shalat berjamaah bagi R9 adalah di samping pahala yang berlipat, juga menjadi pengajaran baginya untuk menjalankan shalat yang benar, baik dari segi tata cara maupun bacaannya, berdasarkan apa yang dilakukan imam. Ceramah keagamaan yang dilakukan hampir semua dipahami. Sehingga timbul motivasi baginya untuk terus mendekatkan diri kepada kegiatan keagamaan dan terus berdo’a kepada Allah SWT agar dia dapat diberikan hidayah serta petunjuk agar dia bisa keluar dari jurang prostitusi. j. Responden kesepuluh (R 10) 1) Identitas Responden R10 berumur 22 tahun, lahir dan besar di Ciamis. Kedua orang tuanya tinggal di Jakarta dengan membuka usaha kios makanan. Di Ciamis, Rl0 tinggal bersama seorang kakak perempuan dan seorang adik. Mereka menempati rumah milik kedua orang tua. Untuk biaya hidup sehari-hari, mereka mendapat kiriman sejumlah uang dari orang tua mereka. Mengenai besarnya jumlah uang yang mereka terima, Rl0 mengakui cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Rl0 mengenyam pendidikan formal hanya sampai tamat Sekolah Dasar, kemudian melanjutkan ke Pesantren selama setahun. 2) Latar Belakang Menjadi Wanita Tuna Susila Pada tahun 1999 terjadi peristiwa yang menurutnya tidak bisa ia lupakan, yakni peristiwa pemerkosaan terhadap dirinya. Peristiwa tersebut bermula ketika ia dan seorang teman wanitanya diajak bermalam di suatu daerah
oleh beberapa pemuda. Menurut penuturannya, sebelum peristiwa itu terjadi ia disuguhi minuman "Sprite" yang telah dicampur jenis obat tertentu sehingga dirinya kehilangan kesadaran. Akibat peristiwa itu Rl0 mengalami goncangan bathin sehingga ia sempat mengkonsumsi obat-obat terlarang, walaupun menurutnya tidak berlangsung lama, hanya seminggu. Hal itu ia lakukan dalam upaya melupakan peristiwa tersebut. Setahun kemudian, ia menjalin hubungan dekat dengan seorang pemuda yang berstatus prajurit TNI. Menjadi istri seorang prajurit memang obsesinya sejak kecil. Hubungan tersebut pada akhirnya menyebabkan Rl0 hamil di luar pernikahan. Pada waktu
pacarnya tersebut diminta
pertanggungjawaban, ia mengelak, bahkan ia mengeluarkan kata-kata yang sangat
menyakitkan.
R10
akhirnya
mengambil
keputusan
untuk
menggugurkan janin yang dikandungnya dua bulan. Perjalanan hidup yang pahit tersebut pada akhimya membawa dirinya ke dunia prostitusi. Berkenaan dengan kegiatannya tersebut Rl0 mengatakan ; Menurut pengakuannya, ia rnenjalani pekerjaan tersebut untuk mencari kepuasan. Uang yang ia peroleh dari hasil pekerjaannya itu digunakan untuk berfoyafoya dengan teman-temannya. 3) Pengaruh pembinaan terhadap responden Ketika pertama kali mengikuti pembinaan di Pesantren Daar al-Taubah, ia mengaku tidak mempunyai perasaan canggung sedikitpun,. Menurut pengakuannya setelah mengikuti proses pembinaan terbesit dalam
pikirannya untuk meninggalkan dunia prostitusi kemudian timbul motivasi untuk memulai hidup baru di daerah kelahirannya R10 merasa kerasan mengikuti pembinaan di pesantren Daar al-Taubah, karena menurutnya ia mendapat berbagai pengetahuan agama serta keterampilan yang dapat ia manfaatkan apabila masa pembinaan berakhir dan ia harus hidup ditengah-tengah masyarakat lagi. Bimbingan akhlak semuanya ia ikuti dengan. baik, seperti shalat berjamaah, ceramah keagamaan, baca tulis Al-Quran, dan sebagainya. la senang menjalankan shalat
secara
berjamaah,
karena
menurutnya
pahalanya
berlipat
dibandingkangkan melakukan shalat sendiri. Materi ceramah yang terasa membekas dalam batinnya adalah ceramah tentang kemaksiatan, durhaka terhadap orang tua, dan kehidupan di akhirat kelak. k. Responden kesebelas (R 11) 1) Identitas responden R11 adalah salah satu mantan jama’ah taubah yang kini telah berhenti dari dunia prostitusi. Saat terjun kedalam praktek prostitusi usianya tergolong masih muda yaitu pada waktu masih berumur 18 tahun. Lahir pada bulan April tahun 1982 (24 tahun), wanita yang mengaku sempat sekolah di SMU, walaupun hanya sampai kelas 2. R11 sendiri lahir di Bandung dan kini ia pindah kekampung halamannya di daerah kabupaten Bandung dan sudah memulai hidup baru. la sendiri bersama lima saudaranya memiliki orang tua yang masih lengkap, bapaknya seorang pensiunan dan ibunya seorang ibu rumah tangga.
2) Latar belakang Menjadi Wanita Tuna Susila R 11 adalah mantan jamaah taubah yang kini telah mendapatkan hidayah untuk meninggalkan dunia prostitusi. R 11 banyak bercerita tentang pengalamannya sehingga ia terjun kedalam dunia prostitusi sebelum akhirnya memutuskan untuk meninggalkannya setelah mengikuti proses pembinaan di pesantren Daar al-Taubah. Awal dia masuk kedalam dunia prostitusi diakibatkan karena pergaulan bebas yang ia geluti. Narkoba dan Seks bebas menjadi santapan sehari-harinya ketika ia duduk dibangku SMA. Jauh dari pengawasan orang tua menjadikan ia merasa lebih bebas dan tak terkendali, karena semenjak SMA ia tidak serumah dengan orang tuanya melainkan kos disebuah tempat di Kota Bandung. Pergaulan malam menyeretnya ke dalam lembah hitam, kebutuhan akan narkoba membuat dia nekat menjual darinya. Berawal dari ajakan temannya dengan di imingimingi pendapatan yang besar karena usianya tergolong masih muda akhirnya R11 memutuskan untuk terlibat dalam dunia prostitusi. 3) Pengaruh pembinaan terhadap responden Mengakui bahwa hampir tiga bulan R11 sempat mengikuti pembinaan di pesantren Daar al-Taubah. R11 mengakui selama mengikuti proses pembinaan telah mendapatkan berbagai materi, baik yang bersifat kemampuan ketrampilan maupun pembinaan keagamaannya. Untuk pembinaan keagamaan, R11 mendapat materi mengenai masalah keimanan, akhlak, dan tuntunan shalat. Untuk menyampaikan materi
tersebut, dilakukan dengan ceramah umum, tanya jawab dan bimbingan pribadi. Sementara itu, R11 mengakui dari materi-materi tersebut ia merasakan hikmah di balik itu semua. la kini merasa adanya kesadaran diri untuk berbuat baik. Untuk itu, ia mengakui pembinaan keagamaan di pesantren berpengaruh sekali pada dirinya. la sekarang ini lebih memperdalam agama, ingin berbuat baik kepada orang tua dan menguasai ketrampilan.Kini R11kadang-kadang mengunjungi pesantren sekaligus menjadi pemateri ketika berdialog dengan para jemaah taubah sekaligus ajang curhat bagi rekan-rekan seprofesinya yang belum mendapatkan hidayah. l. Responden keduabelas (R 12) 1) Identitas responden R12 adalah mantan Jamaah Taubah yang tergolong masih muda, yaitu berusia berumur 29 tahun. la berasal dan Indarmayu. R12 sendiri pernah mengenyam pendidikan SMEA, walaupun hanya sampai kelas dua. Orang tuanya masih ada dan mereka berdua berwiraswasta. la mengakui keluarganya dari SMEA, karena faktor ekonomi. Di rumahnya R12 bersama tiga saudaranya dan satunya kini tinggal di Indramayu. 2) Latar belakang Menjadi Wanita Tuna Susila R12 adalah mantan Jamaah Taubah yang pernah menggeluti dunia prostitusi, awalnya ketika R12 putus sekolah dan bermaksud untuk mencari pekerjaan ke Kota Bandung. R12 telah berusaha mencari pekerjaan yang halal, hari demi hari telah ia tempuh, perusahaan demi
perusahaan telah ia datangi. Akan tetapi nasib belum mempertemukan ia dengan apa yang ia inginkan. Rasa putus asa membuat ia mulai tipis iman serta diperparah oleh tuntutan ekonomi serta kebutuhan hidupnya sendiri serta keluarganya yang semakin mendesak. Pikiran pendek mulai merasuki dirinya. Akhirnya gara-gara ajakan temannya yang baru ia kenal ia nekat menjual dirinya. Ketika awal dia terjun kedalam dunia prostitusi, R12 mengaku dirinya kebanjiran rezeki disamping usianya yang masih muda serta masih perawan harganya pun sangat tinggi dipasaran. Pendapatan yang tinggi inilah yang membuat ia betah menggeluti profesi ini, walaupun sebenarnya pekerjaan seperti ini sangat bertentangan dengan hati nuraninya. 3) Pengaruh pembinaan terhadap responden Setelah ia mengikuti dan menjalani pembinaan di Pesantren Daar alTaubah ini , R12 mengakui ada perasaan berdosa yang dalam. Oleh karena itu ia sering melakukan puasa Senin - Kamis dan melakukan shalat malam untuk memohon ampun atas dosa- dosa yang lalu. Apalagi ketika mendengarkan ceramah, para mubaligh dapat menggugah perasaannya. Di Pesantren Daar al-Taubah ini ia medapatkan banyak ketrampilan dan penguasaan agama. Oleh karena itu akhirnya ia memutuskan untuk tidak lagi bekerja dalam dunia prostitusi kini ia telah memulai hidup baru dengan suaminya yaitu seorang ustadz. Ia merasa lega karena suaminya mau menerima apa adanya.
m. Responden ketigabelas (R13) 1) Identitas responden R13 dilahirkan di daerah Ponorogo, Jawa Timur 25 tahun yang lalu, Kedua orang tuanya meninggal ketika ia berusia 4 tahun. Semenjak itu ia tinggal dengan keluarga pamannya dan ikut transmigrasi, ke daerah Kalimantan
Selatan.
R9
mengalami,
kegagalan
dalam
membina
perkawinan, rumah tangganya bertahan hanya dalam waktu 7 bulan. Menurutnya, hal itu terjadi karena perkawinannya atas paksaan pamannya dan la bersyukur perkawinannya yang singkat sehingga tidak membuahkan keturunan. 2) Latar belakang menjadi Wanita Tuna Susila Awal keterlibatannya di dunia prostitusi, ketika la tersesat di Jakarta dalam upaya menuju daerah kelahirannya, Ponorogo pada tahun 1999. Dari Kalimantan bekal uang yang ia bawa hanya cukup untuk ongkos transportasi dan biaya hidup selama beberapa hari saja. la menyadari bahwa dirinya tidak memiliki keahlian apapun sedangkan di Jakarta ia harus tetap hidup. Kondisi ini yang menurutnya menyebabkan ia memasuki dunia prostitusi dan akhirnya terdampar di lokalisasi Saritem ini. Menjalani profesi ini tidak menjamin dirinya terbebas dan ekonomi karena tidak setiap hari mendapatkan klien. Selama 7 bulan ia menjalani profesi sebagai wanita tuna susila. Pada akhirnya ia tersadar lalu R13 memutuskan untuk mengikuti pembinaan di Pesantren Daar al –Taubah.
3) Pengaruh Pembinaan Terhadap Responden Pada awal ia berada di Pesantren Daar al-Taubah, ia mengakui tidak mengalami tekanan psikologis apapun, karena mendapatkan perlakuan yang baik dan ramah dari para pembina. Tapi malah merasa bersyukur berada di lingkungan itu. Program ketrampilan yang ia ikuti selama ini adalah membuat kerajinan tangan. Berkenaan dengan pembinaan keagamaan, ia sangat menyenangi semua program maupun metode yang diberikan, baik itu ceramah, shalat berjamaah, hifdzul Quran (hapalan doa), tahlil dan Yasin, dan lain sebagainya. Kini ia pun sudah bisa membaca Al-Qur’an. Kini R13 membuka usaha kecil-kecilan di daerah kota Bandung tepatnya di daerah jalan Tegallega. Walaupun usahanya hanya berjualan lotek dan nasi kuning ia mengaku cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Iapun berencana pada awal Februari ini ia akan kembali kekampung halamannya dan rencananya akan menggarap tanah sisa orang tuanya untuk di tanami. Diakhir pembicaraan iapun meminta do’anya agar ia cepat-cepat menemukan suami yag baru yang dapat menerima apa adanya. 5. Hambatan Dalam proses Pembinaan Wanita Tuna Susila Serta Upaya Yang Dilakukan Pihak Pesantren Daar al-Taubah Dalam Mengatasi Hambatan Tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dalam proses pembinaan akhlak wanita tuna di Pesantren Daar-al Taubah dapat ditemukan beberapa hambatan sebagai berikut:
a. Masalah pendanaan proses pembinaan wanita tuna susila menjadi kendala bagi pihak Pembina dari pesantren Daar-al taubah. Dana yang terbatas menjadikan proses pembinaan kurang optimal. Masalah pendanaan ini berimbas kepada fasilitas belajar yang diperlukan dalam proses pembinaan dinilai sangatlah kurang. b. Kurangnya tenaga ahli khususnya psikolog, selama ini proses pembinaan yang dilakukan lebih banyak oleh para ustadz dari pihak pesantren yang lebih menekankan pada aspek keagaamaan. Sedangkan psikolog sangat diperlukan khusnya bagi aspek kejiwaan para wanita tuna susila. Denagan adanya psikolog akan lebih memudahkan para Pembina dalam menerapkan materi-materi yang diberikan. c. Kurangnya tenaga ahli keterampilan yang benar-benar ahli (spesialis keterampilan). Selama ini dalam proses pembinaan wanita tuna susila di pesantren Daar-al Taubah selain ditekankan untuk mempelajari materi-materi keagamaan juga diberikan materi-materi mengenai keterampilan seperti tata boga, salon dan lain-lain. Tenaga ahli keterampilan
yang benar-benar ahli
dalam
bidangnya sangat
diperlukan agar membentuk para Jama’ah Taubah tidak sekedar mempunyai nilai agama yang kuat akan tetapi para Jama’ah Taubah memiliki ketrampilan sebagai modal dalam memulai hidup baru dilingkungan masyarakat. Selama ini pelatihan keterampilan ini diberikan oleh para pengurus pesantren.
Dari ketiga permasalahan di atas para Pembina di Pesantren Daar alTaubah tetap melakukan berbagai upaya untuk tetap mengoptimalkan proses pembinaan terhadap para wanita Tuna Susila, adapaun upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Mengenai permasalah pendanaan, para pengurus pesantren Daar-al Taubah mengusahakan lewat jalur sumbangan. Para pengurus pesantren Daar-al taubah menghimpun dana dari para donatur yang ingin menyisihkan sebagian hartanya untuk kebaikan umat. Hasil dari dana tersebut dialokasikan untuk memenuhi keperluan/fasilitas yang diperlukan dalam proses pembinaan. b. Masalah kurangnya tenaga psikolog yang menangani masalah kejiwaan, para Pembina menyiasatinya dengan berbagai upaya agar pembinaan tetap bisa berjalan. Selain ceramah-ceramah yang diberikan para ustadz, para ustadzah di pesantren Daar-al Taubah juga melakukan pendekatan secara personal. Pendekatan secara personal oleh para ustadzah ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kejiwaan para Jama’ah Taubah. Pendekatan secara personal ini sangat efektif karena umumnya para Jama’ah Taubah lebih terbuka kepada para ustadzah. c. Mengenai kurangnya tenaga keterampilan yang membina para Jama’ah Taubah,
para
pengurus
pesantren
Daar-al
Taubah
tetap
mengusahakannya dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut yaitu dengan menjalin kerjasama dengan masyarakat sekitar yang
mempunyai keahlian. Upaya ini dilakukan dengan cara mencari anggota masyarakat sekitar yang mempunyai keahlian dan mempunyai keinginan untuk mengamalkan ilmunya dijalan kebaikan. Masyrakat sekitar pesantren Daar al -Taubah terdiri dari berbagai profesi ada yang bekerja di salon, katering, rumah makan dan sebagainya
C. Analisis Hasil Penelitian Berdasarkan deskripsi penelitian telah diperoleh keterangan bahwa proses rekruitment wanita tuna susila di Pesantren Daar al-Taubah melalui beberapa tahapan. Tahapan rekruitment Jama’ah Taubah ini meliputi penerimaan calon Jama’ah Taubah, tahapan registrasi dan tahapan motivasi. Proses rekruitmen yang dilaksanakan oleh pesantren Daar al Taubah memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan sistem rekruitment Panti Sosial pemerintah yang terkesan dipaksakan. Penerimaan calon Jama’ah Taubah di pesantren Daar-al Taubah didasarakan pada kesadaran atau keinginan dari para wanita tuna susila itu sendiri. Tidak adanya unsur paksaan dari pihak pesantren memudahkan para Pembina Jama’ah Taubah dalam menyampaikan materi –materi yang diajarkan. Adanya niat yang tulus dari para wanita tuna susila juga berdampak positif bagi mereka sendiri. Para Jama’ah Taubah lebih cepat dan lebih bisa memahami apa yang disampaikan para Pembina. Berbeda dengan sistem rekruitmen panti sosial pemerintah yang mengandung unsur paksaan. Wanita tuna susila yang ikut
pembinaan di panti sosial umumnya tidak betah dan banyak yang berusaha kabur dari panti, akibatnya proses pembinaan tidak dapat berjalan secara optimal. Selain mempunyai keunggulan sistem rekruitment yang diterapkan oleh pesantren Daar al-Taubah juga mempunyai kelemahan. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan proses pembinaan Jama’ah Taubah hanya dikuti oleh dua puluh orang wanita tuna susila . Jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah wanita tuna susila dilokalisasi saritem yang mencapai ratusan orang. Tidak adanya paksaan dari pihak pesantren menjadikan proses pembinaan hanya diikuti sebagian kecil dari penghuni lokalisasi saritem. Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa proses rekruitmen wanita tuna susila di Pesantren Daar al –Taubah didasarkan atas kesadaran diri dari calon Jama’ah Taubah. Cara seperti ini dinilai sangat efektif bagi keberlangsungan proses pembinaan akhlak wanita tuna susila. Dengan diawali niat dari Jama’ah Taubah materi yang disampaikan oleh para Pembina lebih mudah dipahami oleh para Jama’ah Taubah. Walaupun jumlah para peserta pembinaan sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penghuni lokalisasi Saritem, sistem rekruitmen yang diterapkan oleh pesantren Daar al Taubah lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian bahwa pada umumnya materi yang diberikan dalam proses pembinaan Jama’ah Taubah meliputi materi-materi keagaamaan. Materi pembinaan keagamaan merupakan salah satu materi kelompok dasar yang bertujuan secara umum adalah meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Sedangkan tujuan khususnya yaitu sebagai berikut :
1. Jama’ah Taubah memiliki kesadaran beragama secara lebih mendalam dalam menghayati dan mengamalkan ajaran Islam. 2. Jama’ah Taubah dapat melaksanakan ajaran-ajaran agamaya beribadah secara aktif. 3.
Membentuk sikap mental yang baik menurut ajaran agama Islam. Pemberian materi agama bagi wanita tuna susila, tampaknya didasarkan
pada suatu kenyataan bahwa para Jama’ah Taubah yang sebelumnya mereka melibatkan diri pada kegiatan ketuna susilaan memiliki mental yang lemah, jiwa yang kosong serta kesadaran terhadap tujuan hidup yang tidak pasti. Maka dalam proses pembinaan di Pesantren Daar al-Taubah, para jama’ah taubah perlu dipulihkan mental dan kesadarannya terhadap agama sebagai landasan dalam bertindak. Tentu saja materi-materi agama sangat disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan kondisi kejiwaan mereka. Materi pembinaan Akhlak merupakan salah satu materi kelompok dasar yang bertujuan secara umum menanamkan sikap dan metode sesuai tuntunan agama; berperanggai baik, jujur dalam bertindak dan berkata, sopan, tidak berbohong dan melaksanakan ajaran agama. Upaya pemberian materi di Pesantren Daar al-Taubah tampak sangat berarti bagi wanita yang pernah terlibat dalam kegiatan ketunasusilaan. Mereka mendapatkan pemahaman mengenai akhlak, sehingga hati dan perasaan mereka tergugah untuk tidak lagi mengulangi kesalahannya dalam hidup ini. Kenyataan ini jelas bahwa usaha yang dilakukan pesantren memberikan makna dalam hidup sebagai modal dasar mereka dalam menghadapi hidup kelak.
Baca tulis al-Quran, hapalan bacaan shalat, dzikir, akhlak, fiqih dan hapalan doa serta ayat-ayat pendek Al-Quran telah memberikan makna pada kesadaran dan perasaan wanita tuna susila dengan menghayati dan menyadari kesalahan masa lalu. Kondisi seperti inilah yang diperintahkan dalam Al-Qur’an, yaitu kembali ke jalan Allah Swt., yaitu jalan yang lurus (Q.S. al-Rum: 30). Materi baca tulis al-Quran merupakan materi yang sangat penting dalam memahami al-Quran sebagai sumber dan landasan aqidah misalnya menyangkut masalah kebesaran Allah Swt., tauhid dan ke-Maha Esa-an-Nya serta masalah hidup setelah nanti. Materi keimanan ini diarahkan kepada Jama’ah Taubah untuk memiliki keyakinan dan kesadaran bahwa hidup ini dengan segala aktivitasnya dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.. Untuk itu, segala metode di dunia sekecil apapun diperlihatkan dan dipertangungjawabkan dihadapan-Nya. Materi fiqih lebih diarahkan kepada pengetahuan mengenai tuntunan shalat, puasa dan cara-cara berwudu dengan segala yang melingkupinya. Hal ini tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan amaliah sehari-hari, tingkatan dan waktu yang tersedia, yaitu hanya tiga bulan. Materi hapalan doa dan ayat-ayat pendek al-Quran diarahkan kepada Jamah Taubah agar mereka memiliki kegemaran berdoa, sehingga pada waktu dihadapkan pada masalah hidup selalu berdoa dan menyerahkan masalah tersebut kepada-Nya. Sementara itu ayat-ayat pendek Al-Quran menjadi pegangan bagi mereka untuk diterapkan dalam waktu shalat. Materi tahlil dan dzikir, baik dilakukan di awal dan akhir kegiatan dengan maksud untuk memberikan kesempatan wanita tuna susila untuk memohon ampun
pada Allah Swt. atas segala dosa yang telah dilakukannya selama ini dan memohon diberikan kekuatan dalam menghadapi lembaran hidup yang baru kelak Berdasarkan hasil analisis mengenai materi pembinaan wanita tuna susila di Pesantren Daar al Taubah dapat ditarik kesimpulan bahwa pada intinya materi yang diberikan kepada para Jama’ah Taubah meliputi materi dasar keagamaan. Pemberian materi keagamaan ini dinilai sangat tepat sesuai dengan fokus utama proses pembinaan yaitu pembinaan akhlak. Pemberian materi keagamaan didasarkan pada suatu kenyataan bahwa para Jama’ah Taubah memiliki mental yang lemah, jiwa yang kososng, serta tujuan hidup yang tidak pasti. Maka materi keagamaan sangat tepat diterapkan kepada para Jama’ah Taubah untuk memulihkan mental serta kesadarannya terhadap agama sebagai pedoman hidup. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian pendekatan yang diterapkan dalam pembinaan akhlak di Pesantren Daar al-Taubah meliputi ; pendekatan pembiasaan, pendekatan emosional dan pendekatan rasional, sedangkan metode yang dipakai dalam proses pembinaan meliputi; metode ceramah, hapalan dan latihan, metode targib wa tahzid (memberi rayuan dan dan harapan). Pendekatan dan metode ini ditujukan untuk mengembalikan wanita tuna susila kepada kesadaran diri dan kepercayaan diri sehingga para wanita di kemudian hari tidak lagi terlibat dalam kegiatan ketunasusilaan, maka seluruh pendekatan dan metode yang diterapkan diharapkan dapat memberi makna yang dalam bagi perubahan mental dan tingkah laku. Menyadari bahwa latar belakang Jama’ah Taubah sangat beragam dilihat dari tingkat pendidikan, usia, dan latar belakang keterlibatan ketunasusilaan, maka
pendekatan metode yang digunakan bervariasi. Namun demikian pendidikan dan metode yang diterapkannya tidak kaku melainkan berbagai pendekatan dan metode tersebut seringkali berjalan bersamaan dalam suatu materi. Misalnya seorang penceramah menyampaikan materi digunakan pendekatan emosional, pendekatan pembiasaan, dan pendekatan pengalaman serta dengan rnetode yang bervariasi agar tidak monoton dan membosankan. Penerapan
pendekatan
pembiasaan,
emosional,dan
rasional
yang
digunakan di Pesantren Daar Al-Taubah tepat apabila dikaitkan dengan latar belakang penghuni, yaitu para wanita tuna susila yang memiliki mental dan akhlak yang rendah serta apatis terhadap nilai-nilai agama dan sosial, dengan pendekatan pembiasaan diharapkan para wanita tuna susila meninggalkan mental yang matrealistis.
Pendekatan diharapkan dapat memberikan pengalaman-
pengalaman masa lalu itu untuk dapat dijadikan hikmah dan perhatian dalam menghadapi kehidupan di masa akan datang. Pendekatan emosional diterapkan untuk menggugah akhlak Jama’ah Taubah dengan merasakan kehadiran Allah Swt., dimanapun dan sampai kapanpun. Akhirnya yang semula mereka apatis terhadap nilai-nilai moral dan agama, setelah mereka digugah perasaannya mereka merasakan kebutuhan terhadap nilai-nilai agama. Pendekatan emosional digunakan untuk meyentuh afeksi atau dunia rasa, keyakinan, dan penghayatan yang mendalam, terutama masalah yang tidak bisa dibuktikan dengan mata kepala tetapi keberadaannya harus diakui dan diyakini, misalnya masalah akhirat dan masalah balasan bagi orang-orang yang berbuat baik dan jahat.
Pendekatan rasional digunakan untuk materi-materi yang ada kaitannya dengan dunia empirik (sains), misalnya masalah kebersihan dalam agama, masalah bahaya perbuatan zina, dan perbuatan bebas di luar nikah yang dilakukan berganti-ganti pasangan, dalam pandangan sosial orang yang hamil di luar nikah akan menjadi perbincangan masyarakat sekitarnya dan menjadi pertanyaan siapa bapaknya, kapan nikahnya dan sebagainya, menjadi bahan gunjingan itu sebenarnya sedang dihukum oleh masyarakat. Akibatnya akan muncul rasa prustasi dan bisa saja berbuat fatal dengan melibatkan diri pada kegiatan ketunasusilaan. Metode yang digunakan dalam memproses para wanita tuna susila tampaknya telah memberikan makna bagi jama’ah taubah. Metode ceramah memberikan suasana yang msnyenangkan dan hangat, karena dengan ceramah jama’ah taubah dapat mendengarkan langsung materi ceramah dan jika mempunyai permasalahan dapat ditanyakan langsung kepada penceramah. Penceramah umum didatangkan dan luar, baik itu dari pihak Departemen Agama maupun dari Majlis Ulamaaa Indonesia. Metode hapalan dan latihan telah memberikan kebiasaan dan penguasaan menghapalkan do'a-do'a dan ayat-ayat pendek. mereka semangat menghapal do'ado'a karena mereka menyadari betapa pentingnya berdo'a tatkala menghadapi kekurangan harta, jiwa, dan mendapat musibah, terutama do'a -do'a yang fungsional misalnya do'a keselamatan, do'a ketika mendapat musibah, dan minta diberi rizki yang banyak dan suami yang saleh. Metode memberi harapan dan rayuan untuk mendapatkan sesuatu yang menyenangkan apabila bsrbuat kebaikan
dan sebaliknya akan mendapat siksa yang amat pedih dan perih apabila melakukan perbuatan jahat telah menggugah perasaan wanita tuna susila peserta pembinaan dalam menumbuhkan dan meningkatkan motivasi mereka dalam berbuat kebajikan. Dari hasil analisis mengenai pendekatan dan metode yang diterapkan pesantren Daar-al Taubah terhadap para Jama’ah Taubah dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan (pembiasaan, rasional dan emosional) dan metode (ceramah, hapalan,
latihan,)
sagat
tepat
pemberian
pendekatan
dan
metode
ini
memepermudah para pembina dalam meyampaikan materi dan para Jama’ah taubah dalam menerima materi. Pendekatan yang lebih personal serta metode yang tidak terlalu formal melainkan lebih bersifat kekeluargaan membuat suasana dalam proses pembinaan berjalan lancar dan kondusif. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang diperoleh dari berbagai responden mengenai latar belakang terjun dalan kegiatan ketunasusilaan dan pengaruh selama mengikuti pembinaan.Secara umum latar belakang responden terjun pada kegiatan ketunasusilaan dapat digolongkan menjadi dua faktor, yaitu : 1. Faktor Internal yaitu faktor yang muncul dan dalam diri responden itu sendiri. faktor ini meliputi sebagai berikut: a. Faktor Lemahnya Iman. Faktor ini pada umumnya dimiliki oleh para responden. Diakui bahwa kesadaran beragama itu sangat menentukan cara hidup dan pola hidup seseorang. Cara hidup dan kegiatan ketunasusilaan yang dilakukan para responden menunjukkan tingkat keimanan dan ketakwaannya.
b. Faktor Dorongan Kebutuhan Ekonomi. Apabila dicermati dari pengalaman responden mengenai latar belakang terjun ke dunia prostitusi didominasi oleh kebutuhan ekonomi. Pada umumnya mereka mengakui bahwa kebutuhan untuk memenuhi pahan, sandang dan papan sangat mewamai dorongan mereka untuk melakukan kegiatan ketunasusilaan. Dorongan kebutuhan ekonomi ini sebenamya karena mereka dihadapkan pada kebutuhan yang mendesak, misalnya mereka haruss membeli susu untuk anaknya yang masih kecil, menanggung beban biaya untuk adik-adiknya dan orang tuanya serta kebutuhan pribadinya. c. Faktor Frustrasi. Faktor lain yang melatarbelakangi responden melakukan kegiatan ketunasusilaan adalah perasaan hati yang dilukai serta perasaan keadilan tersinggung. Hal ini tentu saja menyebabkan seseorang anak merasa dirugikan sehingga memunculkan kekecewaan dalam dirinya. d. Faktor Lemahnya Pendidikan. Faktor lain yang ikut mempengaruhi mereka terjun ke dunia prostitusi adalah karena lemahnya pendidikan mereka. Dari sejumlah responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini umumnya mereka tidak tamat SMU, bahkan sebagian besar hanya berpendidikan Sekolah Dasar. Lemahnya pendidikan ini menjadikan mental mereka menjadi rapuh dan tidak tahan menghadapi kenyataan hidup.
Demikian faktor-faktor yang datang dari dalam diri responden dan menyebabkan mereka terjun ke dalam kegiatan ketunasusilaan sepanjang pengamatan dan penuturan pengalaman responden selama penelitian. 2. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang muncul dari luar diri responden itu sendiri.
Dari
hasil
pengamatan
ketika
pengalamnya, Ada beberapa faktor
responden
menceritakan
dari luar responden yang
menyebabkan mereka terjun ke dunia ketunasusilaan, antara lain : a. Faktor ditinggal Suami. Faktor ditinggal suami, baik suami menikah lagi tanpa penjelasan (dicerai tidak) atau dimadu (menjadi istri kedua) merupakan salah satu faktor yang banyak terjadi. Faktor ini menjadi pemicu mereka terjun kedunia prostitusi, apalagi mereka kemudian diserahi anak dan mantan suami itu sendiri tidak merasa bertanggung jawab. Tentu saja keadaan ini memicu responden itu frustrasi dan akhimya terjun pada praktek ketuna susilaan. b. Faktor korban pemerkosaan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah korban pemerkosaan. Hal ini seperti yang dialami oleh salah satu responden. Pemerkosaan yang dialaminya membuat mental menjadi frustrasi dan akhimya nekad untuk terjun ke dunia prostitusi. c. Faktor kurangnya kasih kayang orang tua dan kurangnya pengawasan orang tua. Hal lain yang tidak kalah penntingnya dan menjadikan mereka terjun dalam kegiatan ketunasusilaan adalah hilangnya perhatian dan kasih sayang orang tua. Kurangnya kasih sayang orang tua biasanya karena kedua orang tua mereka bercerai, lalu mereka
berdua menikah lagi dan masing-masing mempunyai anak dari hasil perkawinannya itu. Dengan demikian perhatian orang tua berkurang bahkan hilang sama sekali. d. Faktor ikut-ikutan teman (pengaruh lingkungan). Selain faktor-faktor ekstemal di atas, faktor ikut-ikutan juga dapat mempengaruhi dalam kegiatan ketunasusilaan. Demikian faktor-laktor yang mempengaruhi dan melatarbelakangi para wanita terjun kedalam dunia prostitusi. Tentu saja faktor-faktor tersebut, baik internal maupun ekstenal tidak berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Namun demikian dan sudut pandang agama muaranya adalah karena mereka tidak memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kokoh, sehingga kegoncangan dan badai yang menerpa hidup mereka membuat mereka tidak bisa dipertahankan rasa keimanan dan ketaqwaannya. Oleh karena itu pembinaan akhlak merupakan solusi yang tepat bagi pengembalian jati diri serta pengembangan iman dan taqwa. Upaya pembinaan terhadap wanita tuna susila yang dilakukan oleh Pesantren Al-Basyariyah dapat dikatakan berhasil. Hal tersebut diambil dari hasil wawancara yang menunjukan perubahan-perubahan yang positif pada diri wanita tuna susila yang menjadi responden sebagai berikut : 1. Jama’ah Taubah yang tidak rnelakukan tindak tuna susila te1ah diktegorikan sebagai suatu keberhasilan dalam upaya rehabilitasi yang te1ah diselenggarakan.
2. Jama’ah Taubah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memotivasi dirinya. Ini merupakan perwujudan pulihnya harga diri, kepercayaan diri serta kesadaran akan norma-norma kehidupan di masyarakat. 3. Jama’ah Taubah memahami, memiliki, dan menguasai suatu keterampilan kerja tertentu yang dapat digunakan sebagai bekal untuk mendapatkan mata pencaharian bagi dirinya dan keluarganya. 4. Jama’ah taubah sudah mempunyai pekerjaan yang tetap dalam bentuk usaha wiraswasta, menjadi karyawan pabrik atau perusahaan maupun bentuk lainnya yang sesuai dengan norma di masyarakat. 5. Jama’ah Taubah sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya secara wajar, baik di lingkungan pekerjaan, lingkungan keluarga, maupun
lingkungan
masyarakat
dalam
kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan, khususnya kewanitaan. 6. Jama’ah Taubah telah memiliki untuk
kemampuan
dan
keterampilan
menentukan, mendayagunakan, dan meningkatkan sumber-
sumber pelayanan sosial, sebagai salah satu bentuk partisipasi mereka untuk dapat membantu dirinya sendiri, rekan,
keluarga, maupun
kelompok yang membutuhkannya. Berdasarkan hasil analisis mengenai pengaruh proses pembinaan Pesantren Daar al-Taubah terhadap akhlak wanita tuna susila dapat disimpulkan bahwa. Dari hasil analis pada umumnya faktor yang menyebabkan wanita terjun kedalam
dunia prostitusi meliputi; faktor perceraian, faktor, tekanan ekonomi, pendidikan yang rendah. Pada dasarnya proses pembinaan yang telah diselenggarakan oleh pesantren Daar al -Taubah membawa pengaruh positif bagi para Jama’ah Taubah meliputi; adanya motivasi pada diri Jama’ah taubah untuk meninggalkan aktifitas prostitusi, Jama’ah Taubah memiliki keterampilan hasil proses pembinaan sebagai modal untuk memulai hidup baru, Jamaah Taubah memiliki pemahaman keagamaan yang tinggi sebagai landasan keimanan. Berdasarkan deskripsi penelitian ada berbagai kendala yang dihadapi dalam proses pembinaan wanita tuna susila, kendala tersebut meliputi; kurangnya pendanaan, kurangnya tenaga ahli psikolog, serta kurangnya tenaga ahli keterampilan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menangani permasalahan tersebut, mulai dari masalah pendanaan ditanggulangi dengan cara menghimpun dana dari para donatur, masalah kurangnya tenaga psikolog ditanggulangi dengan pendekatan personal para ustadzah kepada para Jama’ah Taubah dan yang terakhir kurangnya tenaga keterampilan ditanggulangi dengan mengadakan dengan masyarakat sekitar pesantren yang terdiri dari berbagai latar belakang profesi. Mengenai permasalah pendanaan, para pengurus pesantren Daar-al Taubah mengusahakan lewat jalur sumbangan. Para pengurus pesantren Daar-al taubah menghimpun dana dari para donatur yang ingin menyisihkan sebagian hartanya untuk kebaikan umat. Hasil dari dana tersebut dialokasikan untuk memenuhi keperluan/fasilitas yang diperlukan dalam proses pembinaan. Upaya seperi ini dinilai sangat tepat, pesanten Daar al Taubah tidak tergantung kepada dana yang diberikan pihak pemerintah yang cenderung relatif sangat kecil dan terbatas.
Pendayagunaan masyarakat sebagai penyokong dana sangat membantu pesantren Daar al-Taubah dalam memenuhi berbagai fasilitas yang diperlukan. Masalah kurangnya tenaga psikolog yang menangani masalah kejiwaan, para Pembina menyiasatinya dengan berbagai upaya agar pembinaan tetap bisa berjalan. Selain ceramah-ceramah yang diberikan para ustadz, para ustadzah di pesantren Daar-al Taubah juga melakukan pendekatan secara personal. Pendekatan secara personal oleh para ustadzah ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kejiwaan para Jama’ah Taubah. Pendekatan secara personal ini sangat efektif karena umumnya para Jama’ah Taubah lebih terbuka kepada para ustadzah. Mengenai kurangnya tenaga keterampilan yang membina para Jama’ah Taubah, para pengurus pesantren Daar-al Taubah tetap mengusahakannya dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut yaitu dengan menjalin kerjasama dengan masyarakat sekitar yang mempunyai keahlian. Upaya ini dilakukan dengan cara mencari anggota masyarakat sekitar yang mempunyai keahlian dan mempunyai keinginan untuk mengamalkan ilmunya dijalan kebaikan. Masyrakat sekitar pesantren Daar al -Taubah terdiri dari berbagai profesi ada yang bekerja di salon, katering, rumah makan dan sebagainya. Upaya sepeti ini juga dinilai sangat efektif disamping menghemat dana karena pada umumnya tenaga pendidik keterampilan tersebut bersifat sukarela. Berdasarkan hasil analisis mengenai hambatan serta upaya dalam proses pembinaan Jama’ah Taubah dapat diambil kesimpulan bahwa permasalahan dana, tidak adanya ahli psikolog serta kurangnya tenaga pendidik ketempilan menjadi
faktor penghambat proses pembinaan. Akan tetapi upaya yang dilakukan oleh pihak pesantren Daar al-Taubah dengan cara memberdayakan masyarakat baik itu melalui penghimpunan dana dari donatur serta perekrutan tenaga ahli sukarela dari masyarakat sekitar menjadi sebuah langkah yang tepat dalam mendukung kelancaran proses pembinaan.
D. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis penelitan bahwa sistem rekruitmen para Jamaa’ah Taubah tidak sedikitpun mengandung unsur paksaan, hal ini berdampak posistif bagi keberlangsungan proses pembinan di Pesantren Daar al-Taubah. Para Pembina lebih mudah menyampaikan isi materi yang diberikan dan sebaliknya para Jama’ah Taubah pun lebih cepat memahami apa yang disampaikan. Apabila pembinaan terkesan dipaksakan maka materi akan sulit masuk kepada jiwa para wanita tuna susila karena pada umumnya karakteristik mendasar dari wanita tuna susila adalah prinsip hidup mereka yang mementingkan pada halhal yang bersifat kebendaan (Kartini Kartono 1986:211). Pola hidup mewah dan status sosial tinggi merupakan target pencapaian (achivement) dalam hidup mereka. Prinsip seperti ini cenderung mengesampingkan segala sesuatu yang bersifat kerohanian sehingga mereka tidak memiliki tingkat keseimbangan hidup yang positif. Artinya, dalam menjalani kehidupan ini seseorang seyogyanya memikirkan keseimbangan hidup material dan spiritual; jasmani dan rohani, individu dan masyarakat.
Orientasi hidup materialistis menimbulkan kecenderungan menghalalkan berbagai cara dalam mencapai tujuan, tanpa mengindahkan nilai-nilai agama dan sosial. Dalam melakukan aktivitasnya mereka cenderung egosentris, yakni hanya memikirkan kepentingan din sendiri, tanpa menghiraukan orang lain yang mungkin dirugikan atas perbuatan yang mereka lakukan. Sifat ini pada akhimya menjurus pada sikap apatis dan bahkan anarkis terhadap nilai-nilai agama yang berlaku. Lebih dari pada itu, mereka seakan-akan tidak memperdulikan larangan Tuhan berkaitan engan pekerjaan mereka, seperti beberapa firman Allah SWT. Dan Hadits Rasulullal SAW. Yang melarang perzinaan sebagai berikut:
“Dan janganlah kamu sekali-kali melakukan perzinaan, sesungguhnya perzinahan itu suatu perbuatan keji, tidak sopan, dan jalan yang buruk” (Q.S. al-Isra : 32) “Apabila iba, perzinahan sudah dengan terang-terangan disuatu negeri, maka negeri itu berarti telah siap untuk menerima adzab Allah.” (HR Hakim) Oleh karenanya untuk membina para wanita tuna susila tidak semudah membalikan telapak tangan perlu ada kesadaran dari dirinya sendiri untuk mengikuti program pembinaan yang dilaksanakan oleh pesantren Daar al-Taubah. Kesadaran atau motivasi awal dari sebuah keberhasilan. Berdasarkan analisis penelitian materi baca tulis Al-Qur’an, akhlak, fiqih, shalat, dzikir serta hafalan do’a
telah memberikan makna dan menggugah
kesadaran wanita tuna susila untuk menyadari kesalahan yang telah dilakukan.
Kondisi seperti inilah yang diajarakan dalam Al-Qur’an yaitu kembali kejalan Allah SWT, yaitu jalan yang lurus (Q.S. al-Rum: 30). Materi baca tulis Al-Qur’an merupakan materi yang sangat penting dalam memahami Al-Qur’an sebagai sumber landasan berpijak, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, Al-Qur’an mengandung petunjuk dan kebenaran (Q.S. al-Isra: 9). Al-Quran adalah kitab yang sangat agung yang perlu dipelajari dan dibaca. Nabi Muhammad Saw. mengingatkan bahwa barang siapa mempelajari Al-Qur’an dan megamalkannya, maka ia akan mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. (Sahminan Zaeni, 1996:68). Oleh karena itu, dengan dimasukannya materi baca al-Qur 'an sebagai salah satu materi pembinaan akhlak adalah tepat dan baik, terutama bagi penghuni yang belum dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Materi pembinaan Akhlak lainnya yaitu masalah keimanan. Masalah ini menjadi masalah yang pokok dalam ajaran agama, sebab dengan iman amal perbuatannya akan diterima. Iman menurut Abu Tauhid (1990:19) merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Iman merupakan penentuan seseorang bisa meraih kebahagiaan dunia sampai akhirat dan iman inilah yang menjadi syarat diterimanya amal perbuatan manusia. Pendapat Abu Tauhid ini mengisyaratkan bahwa iman dalam arti yang luas sejajar dengan arti kebaikan, iman dan perbuatan sama pentingnya. Seseorang beriman harus mewujudkan amal kebaikan dan sebaliknya amal kebajikan harus dilandasi keimanan. Dalam hubungan ini Nurcholish Madjid (1995: 471) mengungkapkan sesungguhnya makna iman dapat berarti sejajar dengan kebaikan
atau perbuatan baik. Ini dikuatkan oleh adanya riwayat tentang orang bertanya kepada Nabi tentang iman, namun turun wahyu jawaban tentang kebaikan (AlBirr), yaitu al-Quran surat al-Baqarah ayat 177. Pentingnya aspek keimanan sebagai landasan perbuatan seseorang, maka pembinaan materi keimanan ini diarahkan kepada enam hal, yaitu: 1. Iman terhadap Allah Swt. 2. Iman terhadap malaikat Allah Swt. 3. Iman terhadap kitab-kitab Allah Swt. 4. Iman terhadap nabi dan rasul rasul Allah Swt. 5. Iman terhadap hari akhir. 6. Iman terhadap takdir (Qadha dan Qadar) Aspek lain dari materi pembinaan yaitu masalah Fiqih. istilah Fiqih dapat diartikan hukum terhadap perbuatan orang-orang mukallaf (dewasa), ditinjau dari segi materinya, fiqih pada garis besarnya dapat dikembalikan kepada dua bidang utamanya; pertama ibadah, yaitu menata hubungan manusia dengan Allah Swt. dalam bentuk-bentuk cara pengabdian kepada-Nya. Seperti shalat, puasa dan shalat sunnah. Kedua muamalah, yaitu hubungan manusia dengan sesamanya, seperti jual beli dan perkawinan. (Ali Yafie, 1992:71) Perintah mengenai solat dan puasa diperkuat oleh Al Qur’an dan hadist sebagai berikut : ِ ِ ِ (١٨٣ : )البقرة.ـ ُﻘ ْﻮ َن ُﻜ ْﻢ ﺗَـﺘ ِﺬﻳْ َﻦ ِﻣﻨْـ َﻘ ْﺒﻠِ ُﻜ ْﻢ ﻟ ََﻌﻠﺐ َﻋﻠَﻰ اﻟ ﺐ َﻋﻠَ ْﻴ ُﻜ ُﻢ اﻟ ُ َﺼﻴ َ ﺎم َﻛ َﻤﺎ ُﻛﺘ َ ـ َﻬﺎ اﻟﺬﻳْ َﻦ اَاَ َﻣﻨُﻮا ُﻛﺘﻳَﺎ اَﻳ
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagimana orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertaqwa (al Baqaroh : 183). Nabi Muhammad SAW bersabda “barang siapa yang mendirikan solat berarti dia mendirikan agamanya dan sebaliknya apabila tidak mendirikan solat maka ia meruntuhkan agamanya (HR Bukhari) Materi lain adalah dzikir, yaitu dengan membacakan kalimat tauhid, istighfar dan amalan-amalan lainnya guna memperoleh pengertian atau hakikat dzikir yang mendekati kebenaran kita tidak dapat secara langsung menggunakan arti bahasa dzikir, akan tetapi yang pasti dalam surat Maryam ayat 11, Allah Swt. Berfirman :
"Maka ia keluar dari Mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka, hendaklah kamu bertasybih di waktu pagi dan petang". Pada ayat lain, dalam surat al-Baqorah ayat 152, Allah Swt. berfirman :
"Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat pula kepadamu" (Ahmad Tafsir, 1995:135)
Ayat ini menjelaskan bahwa dzikir kepada Allah Swt. berarti ingat kepada Allah Swt. Dzikir ini seharusnya diperbanyak bagi orang mukmin, apalagi bagi wanita tuna susila. Tujuan dzikir hakikatnya adalah memasukan iman ke dalam dada, yang semula man hanya ada di kepala, agar selalu ingat kepada Allah Swt. Iman itu akan "betah" di hati bila hati itu bersih. Kalau begitu langkah pertama
haruslah membersihkan hati itu bukan mengotorinya. Ini disebutkan oleh Allah Swt. dalam surat Maryam ayat 9-10 (Ahmad Tafsir, 1995:138). Dzikir merupakan wahana untuk membersihkan penyakit hati. Zakiah Darajat sebagaimana dikutip Ahmad Tafsir (1995:138) penyakit hati, antara lain: iri hati, dendam, cemas, takut, dan stress. Salah satu lintasan untuk menanamkan penyakit hati adalah cinta harta. Mengumpulkan harta sebenarnya tidak salah, yang salah adalah mengumpulkan harta dengan cara yang tidak benar, misalnya mencuri, menjual diri dan melibatkan diri dalam kegiatan ketunasusilaan. Melakukan dzikir bersama atau secara individual sangat membantu menyembuhkan para wanita tuna susila, terutama dalam membersihkan penyakit hati dan kesadaran diri mereka selama mereka terlibat dalam ketunasusilaan. Selain itu juga dzikir dimaksudkan untuk mempertegas keyakinan atau akidah terhadap Allah Swt. semata-mata. Dan materi ini memberikan bekas dan makna yang sangat dalam. Terutama dalam menumbuhkan perasaan hidup lebih tenang, damai, dan penuh kebahagiaan, teutama kebahagian jiwa, karena dzikrullah itu berarti telah menjadikan Allah Swt sebagai raja di hatinya, maka untuk mencapai kondisi iman seperti itu caranya ialah dengan melaksanakan aturan Allah Swt., dan menjauhi larangan-Nya, inilah yang dimaksud dengan kerja dzikir dalam arti umum. Dari seluruh materi pembinaan, akhlak merupakan tema (pokok pembinaan wanita tuna susila, sebab berakhlak mulia merupakan pertanda kesempumaan Iman seseorang. Dalam hal ini Nabi Muhammad Saw. bersabda: "Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya, adalah mereka yang paling baik akhlaknya".
Pada hadits Nabi Muhammad Saw. juga bersabda: "Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak" (Abu Tauhid, 1990:29).
Dari kedua hadis di atas, mengisyaratkan betapa pentingnya dan tingginya kedudukan akhlak menurut ajaran Islam. Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan bahwa peranan akhlak ialah menyangkut derajat seseorang bahkan derajat bangsa. Akhlak dalam Islam merupakan mata rantai keimanan, hilangnya rasa malu dalam melakukan kegiatan ketunasusilaan merupakan wujud dari kekosongan keimanan seseorang. Tidak adanya iman dari orang yang sedang melakukan kejahatan itu ialah karena iman itu terangkat dari jiwanya dan "melayang-layang di atas kepalanya seperti bayangan" (Nurcholish Madjid, 1995:471). Akhlak secara umum dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: pertama, akhlak terhadap Allah Swt., kedua akhlak terhadap diri sendiri, ketiga akhlak terhadap sesama, keempat akhlak terhadap alam sekitamya. Untuk pembinaan akhlak di Pesantren Daar al-Taubah tampaknya lebih diarahkan kepada akhlak kepada Allah Swt., seperti jujur, amanah, sabar atas segala kekurangan, malu untuk berbuat yang tak senonoh. Akhlak kepada diri sendiri, seperti pentingnya menjaga kesehatan diri, menghindari penyakit yang mambahayakan diri sendiri, dan akhlak kepada sesama, seperti menghormati orang tua, tetangga dan sesama teman. Berdasarkan analisis penelitian menunjukkan bahwa proses pembinaan wanita tuna susila ditujukan guna meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
akhlak mereka, maka sejumlah pendekatan dan berbagai metode telah digunakan atau diterapkan dalam mencapai tujuan tersebut. Istilah pendekatan mengandung pengertian cara yang dilakukan guru atau pembina dalam proses belajar mengajar untuk mencapai suatu tujuan (Habib Thoha, 1995 : 56). Sedangkan metode dapat diartikan cara kerja guru atau pembina dalam memproses Jama’ah Taubah mencapai suatu tujuan, yaitu tujuan merehabilitasi wanita yang telah melibatkan diri pada dunia prostitusi. Metode pada intinya adalah cara yang paling cepat dan tepat dalam mengajarkan sesuatu (Ahmad Tafsir, l996 : 35). Kedua istilah di atas yakni pendekatan dan metode perbedaannya tipis sekali, bahkan sering digunakan dalam bentuk yarng sama, perbedaannya pada penekanannya saja, pendekatan lebih umum, sedangkan metode lebih praktis lagi, yaitu cara kerja pembina, misalnya untuk menyampaikan materi keimanan itu, pendekatan apa yang digunakan artinya bagaimana cara memprosesnya, apakah mendahulukan logika, atau menggugah perasaan. Sedang metode lebih teknis lagi, bagaimana caranya, apakah dengan ceramah atau dengan tanya jawab. Dalam penelitian ini, digunakan istilah yang sedikit berbeda. Pendekatan pengalaman ialah pendekatan yang digunakan dalam proses belajar mengajar dengan cara pendekatan Jama’ah Taubah diajak untuk merenungkan dan memikirkan kejadian-kejadian yang ada dan masa lalu. Taamnul menurut Abdurrahman An Nahlawi dalam Abu Tauhid (1990:1998) adalah perenungan peristiwa masa lalu dan bertafakkur melalui peristiwaperistiwa masa lalu akan dapat diambil hikmahnya.
Akhlak Islami bagi Jama’ah Taubah adalah hal yang sangat diperlukan bagi pembinaan pribadi muslim. Oleh karena itu pendekatan ini menjadi sangat penting dan diperlukan dalam proses rehabilitasi dengan memilih cerita hikmah masa lalu atau kisah-kisah yang baik dan penuh dengan pelajajaran, sebagaimana pandangan Abdurrahman An-Nahlawi (1995 246) "... dan dengan mengambil pelajaran/hikmah melalui kisah kisah masa lalu ini akan dapat menumbuhkan akhlak Islam dan perasaan-perasaan ketuhanan pada diri anak". Pendekatan pembiasaan merupakan pendekatan yang digunakan untuk memberikan pembinaan keagamaan dengan membiasakan mereka berbuat baik. Membiasakan diri berbuat baik bagi wanita yang sebelumnya melibatkan diri pada kegiatan ketunasusilaan sangat penting dalam mengembalikan kesadaran jiwa dan perilaku yang positif, untuk pendekatan pembiasaan metode yang dapat diterapkan adalah metode latihan. Dalam hubungan ini Ahmad Amin dalam Abu Tauhid (1990: 95) menegaskan bahwa aktivitas atau perbuatan itu apabila berlangsung berulang-ulang sehingga akan menjadi mudah melakukannya, maka disebut adat kebiasaan. Lebih lanjut Ahmad Amin (1990: 97) menjelaskan kebiasaan berbuat baik atau berbuat buruk disebabkan dua hal yaitu pegembangan hati sehingga metodenya berupa memperbanyak dzikir shalat dan memperbanyak membaca Al-Qur’an. Sementara diorientasikan
itu,
pendekatan
memahami
ajaran
rasional
Islam
adalah
pendekatan
yang
dengan menggunakan akal pikiran.
Pendekatan rasional ini biasanya digunakan untuk materi-materi pembinaan keagamaan yang memerlukan penjelasan secara ilmiah atau penjelasan yang
menuntut pemahaman akal sebagai alatnya, misalnya materi tentang kebersihan lingkungan dalam agama, ketahanan keluarga dalam Islam dan bahaya hubungan tanpa ikatan pernikahan. `Pembinaan akhlak yang dilakukan di Pesantren Daar al-Taubah melalui metode tahilil, dzikir, sholat sangat berpengaruh bagi para Wanita tuna susila dalam mengembalikan kesadaran dan kepercayaan dirinya dalam menghadapi hidup. melalui dzikir orang akan merasa hidup dengan tenang penuh kedamaian (QS. Al Ra'd:28). Sementara shalat, memiliki makna yang sangat dalam, yaitu makna instrumental (berbudi pekerti yang luhur). Menurut Nurcholis Madjhid (1995:405) "...Jika seseorang dengan penuh kesungguhan dan keinsyafan menghayati kehadiran Tuhan dalam. hidup kesehariannya, maka tentu dapat diharapkan bahwa keinsyafan itu akan mempunyai dampak pada tingkah laku terhadap kebaikan. Berdasarkan hasil analisis penelitian faktor-faktor yang melatar belakangi wanita menjadi penjaja seks komersial salah satunya adalah faktor disharmonis antara ayah dan ibu. Latar belakang ini terjadi pada responden, akibat orang tuanya berselisih, sehingga ia mencari pelarian dengan minuman dan pergaulan bebas (seks bebas). Secara teori disharmonis antar ayah dan ibu mengakibatkan perasaan anak bosan, gelisah dan sebagainya. Disharmonis ini akan berpengaruh pada hal-hal yang kurang baik sebagaimana pendapat Abdullah Nashih Ulwan (1988: 105) : Ketika anak-anak membuka mata di dalam rumah melihat secara jelas terjadinya pertengkaran antara bapak dan ibu, ia akan lari meninggalkan rurnah yang membosankan, dan mencari teman yang menghilangkan kegelisahannya. Jika. teman bergaulnya orang yang jahat, maka secara
perlahan ia akan terseret ke dalam kelainan dan jatuh kedalam kebinasaan yang paling negatit, bahkan kelainan itu dapat menjelma sebagai perusak negara. Selain pengaruh disharmonis keluarga, pengaruh lain wanita jatuh kelembah pelacuran karena kegagalan dalam berumah tangga sebagaimana yang dialami sebagian besar responden. Kegagalan rumah tangga (broken home) bisa menjadi pemicu seseorang lepas control dan terjerumus ke lembah hitam. Ahmad Tafsir ( 1989: 101) mengingatkan bahwa gagalnya berumah tangga dapat saja diakibatkan unsur suami atau istri tidak dalam kondisi memiliki keimanan, sehingga perkawinannya hanya membawa bencana dan pada akhirnya menjerumuskan ke dalam kehidupan gelap serta suram. Faktor lain yang meyebabkan terjadinya wanita terjun dalam dunia prostitusi ialah gagalnya kehidupan berumah tangga. Setiap orang menginginkan keluarga yang tenteram, aman, rukun dan sakinah. Ketenangan dan kedamaian serta kesungguh-sunguhan menjadi tujuan pekawinan itu sendiri (QS. al-Rum:21), upaya menciptakan ketahanan dalam keluarga memang tidak mudah, banyak faktor yang dapat mempengaruhi ketahanan rumah tangga, salah satunya adalah faktor keimanan. Keutuhan rumah tangga menurut Ahmad Tafsir (1993:142) akan tercapai apabila orang-orang yang ada dalam keluarga itu semuanya berada dalam kondisi dzikir (iman) yaitu kondisi yang selalu mengerjakan perintah Allah Swt dan menjauhi larangannya dalam keadaan merasa melihat dan dilihat Allah Swt. Istilah iman mengandung pengertian ketentraman dan kedamaian qalbu atau hati (Abu Ala Maududi, 1986:3). Istilah ini dimaksudkan bahwa dengan
keimanan, seseorang sudah tertanam kepercayaan dan keyakinan tentang sesuatu, dan sejak itu dia tidak khawatir lagi terhadap peyusupan kepercayaan lain yang bertentangan dengan kepercayaannya. Dengan demikian iman seharusnya menjadi landasan dasar yang kuat dan kokoh sebab manusia tidak mungkin menjadi baik, bersih dan memiliki petunjuk, kecuali dia berhias diri dengan iman dan wujud dari keimanan itu adalah taqwa. Seseorang tidak akan merasakan kebahagiaan kehidupan akhirat kelak jika kehidupan di dunianya tanpa dilandasi nilai-nilai keimanan. Iman menjadi prasyarat diterimanya amal manusia oleh Allah Swt. (QS. al-Nisa :116). Oleh karena itu, seseorang yang telah mengorbankan dirinya dalam kehidupan ketunasusilaan menunjukan lemahnya keimanan mereka. Tetapi sebaliknya orang yang kuat imannya adalah orang yang bersabar salah satu upayanya dengan meningkatkan keimanan, kesabaran dan shalat". (QS al-Baqoroh:153) Menurut Kartini Kartono (1986:21) untuk menyatakan berhasil dan tidak pembinaan terhadap wanita tuna susila dalam sistem perpantian digunakan parameter yang menekankan pada aspek kondisi klien, yakni berdasarkan karakteristik berikut: 1. Klien yang tidak melakukan tindak tuna susila te1ah diktegorikan sebagai suatu keberhasilan dalam upaya rehabilitasi yang te1ah diselenggarakan. 2. Sudah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memotivasi dirinya dan menolak aktifitas prostitusi dalam bentuk apapun. Ini merupakan perwujudan pulihnya harga diri, kepercayaan diri serta kesadaran akan norma-norma kehidupan di masyarakat.
3. Memahami, memiliki, dan menguasai suatu keterampilan kerja tertentu yang dapat digunakan sebagai bekal untuk mendapatkan mata pencaharian bagi dirinya dan keluarganya. 4. Sudah mempunyai pekerjaan yang tetap dalam bentuk usaha wiraswasta, menjadi karyawan pabrik atau perusahaan maupun bentuk lainnya yang sesuai dengan norma masyarakat. 5. Sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya secara wajar, baik di lingkungan
pekerjaan,
masyarakat
dalam
lingkungan
keluarga,
kegiatan-kegiatan
maupun
lingkungan
kemasyarakatan,
khususnya
kewanitaan. 6. Telah memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menentukan, mendayagunakan, dan meningkatkan sumber-sumber pelayanan sosial, sebagai salah satu bentuk partisipasi mereka untuk dapat membantu dirinya sendiri, keluarga, maupun kelompok yang membutuhkannya Berdasarkan indikator diatas upaya pembinaan terhadap wanita tuna susila yang dilakukan oleh Pesantren Al-Basyariyah dapat dikatakan berhasil. Hal tersebut diambil dari hasil analisis penelitian yang menunjukan adanaya perubahan-perubahan yang positif pada diri wanita tuna susila yang menjadi responden sebagai berikut : 1. Jama’ah Taubah yang tidak rnelakukan tindak tuna susila te1ah diktegorikan sebagai suatu keberhasilan dalam upaya rehabilitasi yang te1ah diselenggarakan.
2. Jama’ah Taubah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memotivasi dirinya. Ini merupakan perwujudan pulihnya harga diri, kepercayaan diri serta kesadaran akan norma-norma kehidupan di masyarakat. 3. Jama’ah Taubah memahami, memiliki, dan menguasai suatu keterampilan kerja tertentu yang dapat digunakan sebagai bekal untuk mendapatkan mata pencaharian bagi dirinya dan keluarganya. 4. Jama’ah taubah sudah mempunyai pekerjaan yang tetap dalam bentuk usaha wiraswasta, menjadi karyawan pabrik atau perusahaan maupun bentuk lainnya yang sesuai dengan norma di masyarakat. 5. Jama’ah Taubah sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya secara wajar, baik di lingkungan pekerjaan, lingkungan keluarga, maupun lingkungan
masyarakat
dalam
kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan,
khususnya kewanitaan. 6. Jama’ah Taubah telah memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menentukan,
mendayagunakan,
dan
meningkatkan
sumber-sumber
pelayanan sosial, sebagai salah satu bentuk partisipasi mereka untuk dapat membantu dirinya sendiri, rekan,
keluarga, maupun kelompok yang
membutuhkannya. Dengan uraian tersebut di atas kita dapat mengatakan bahwa akhlak merupakan hasil usaha dalam mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap berbagai potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia. Jika program pendidikan dan pembinaan akhlak itu dirancang dengan baik, sistematik
dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka akan menghasilkan orangorang yang baik akhlaknya. Selain itu juga pembinaan keterampilan yang dilaksanakan dapat membetuk Jama’ah Taubah yang tidak hanya mempunyai pemahaman agama yang kuat akan tetapi juga didukung oleh kehalian serta keterampilan dalam menghadapi kehidupan di masyarakat. Di sinilah letak peran dan fungsi Pesantren Daar al Taubah. Perhatian Islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah meng- hasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin. Berdasarkan analisis hasil penelitian upaya-upaya yang dilakukan pesantren Daar-al Taubah dalam mengatasi hambatan dalam proses pembinaan sangatlah berhasil hal ini terbukti dengan banyaknya para Jama’ah Taubah yang telah meninggalkan pekerjaannya sebagai Wanita Tuna Susila. Upaya para pengurus pesantren Daar al-Taubah dengan cara meraih masyarakat menadapat sambutan positif. Karena banyak masyarakat yang ingin berlomba-lomba dalam kebaikan, hal ini sesuai dengan ayat Al Quran sebagai berikut :
Sesungguhnya orang'orang yang beriman itu ialah mereka yang beriman kepaaa Allah dan Rasul'Nya, kemudian itu mereka tidak ragu'-ragu dan senantiasa berjuang dengan harta dan dirinya dijalan Allah. Itulah orangorang yang benar (imannya). (QS. al-Hujurat, 49: 15).
Dari ayat Al-Qur’an diatas tidaklah sulit mencari masyarakat sebagai penyokong kegiatan pembinaan di pesantren Daar al-taubah. Pada hakikatnya seluruh umat manusia mempnyai hati nurani untuk berbuat kebajikan. Keberhasilan proses pembinaan tidak lepas dari dukungan masyarakat sekitar, karena proses pembinaan bejalan secara berkesinambungan sehingga dana dan tenaga yang banyak sangatlah dibutuhkan demi kebaikan bersama.