51
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi SDIT Taruna Teladan Delanggu 1.
Gambaran Umum SDIT Taruna Teladan Nama lembaga pendidikan SDIT Taruna Teladan merupakan sekolah swasta
bernuansa Islam di bawah naungan Yayasan Islam Taruna Teladan. Berdasarkan keterangan Kepala Sekolah, bangunan fisik SDIT Taruna Teladan menempati gedung mandiri di jalan Delanggu-Cokro Mranggen, Krecek, Delanggu, Klaten, Jawa Tengah. Sekolah ini memiliki keuntungan memiliki lokasi yang sangat strategis dan mudah diakses karena berada hanya 50 meter dari Jalan Raya Solo-Yogya dan berada dekat dengan pusat kota kecamatan Delanggu, namun masih dikelilingi dengan areal persawahan. Berada di belakang deretan bangunan ruko-ruko besar juga menjadi keuntungan bagi SDIT Taruna Teladan karena memudahkan orang untuk mengingat dan memahami letak dimana sekolah berada. Akses menuju SDIT Taruna Teladan sangat mudah dijangkau dari arah Solo yaitu mengikuti jalur utama ke arah Klaten kemudian berbelok kiri di perempatan yang telah ada penunjuk arah ke SDIT Taruna Teladan. Berikut ini adalah gambaran peta lokasi SDIT Taruna Teladan Delanggu.
Gambar 3. Peta Lokasi SDIT Taruna Teladan
Secara umum Lembaga Pendidikan Taruna Teladan didirikan dengan dorongan untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan, dan semangat untuk memberikan perbaikan mutu pendidikan sekolah Islam. SDIT Taruna Teladan Delanggu berdiri sejak dikeluarkannya SK No. 01/SK/YAISTA/2004 (Surat Keputusan) Kakanwil Depdiknas Provinsi Jawa Tengah
52
tertanggal 01 Juni 2004. Sekolah mulai menerima siswa baru pada awal tahun pelajaran 2004/2005 dan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dimulai pada saat penerimaan siswa tahun I (pertama) diterima 25 siswa kelas 1. Dibimbing oleh 5 orang guru dibantu 2 orang karyawan (terdiri dari 1 TU dan 1 tenaga kebersihan). Tahun ke-15, Juli 2015, jumlah murid bertambah lagi hampir 180 anak. Pada tahun ke-9, tahun 2013 di bangun gedung lagi dengan merenovasi gedung yang telah ada menjadi bangunan berlantai dua. Sementara itu, fasilitas gedung sekolah juga mulai bertambah yang semuanya berfungsi untuk memperlancar pembelajaran. Ruang yang ada di gedung tersebut terdiri atas 12 kelas utama yang terdiri dari kelas 1A, 1B, 2A, 2B, 3A, 3B, 4A, 4B, 5A, 5B, 6A, dan 6B. Dengan pembagian kelas dengan huruf A untuk siswa putra dan huruf B untuk siswa putri. Kelas dipisahkan sesuai dengan jenis kelamin untuk menjaga pergaulan sejak dini bagi siswa. Selain digunakan sebagai kelas untuk kegiatan belajar mengajar, gedung sekolah dilengkapi dengan 4 ruang penunjang terdiri atas ruang perpustakaan, ruang multimedia, ruang kesenian, ruang serbaguna yang digunakan untuk mengambil snack dan makan siang siswa, serta 1 toilet putra dan 1 toilet putri. Terdapat juga 2 bangunan yang terpisah, yang pertama yaitu bangunan yang digunakan sebagai ruang guru, kepala sekolah, dan Tata Usaha. Bangunan terpisah kedua yaitu masjid yang digunakan untuk sholat dan kegiatan siswa sekaligus difungsikan sebagai aula ketika ada pertemuan yang berkapasitas banyak. Halaman bermainnyapun sudah makin luas dengan sarana bermain yang standar namun bermanfaat seperti ayunan, perosotan, pasir, serta halaman sekolah tempat diadakan upacara bendera dan olahraga. Seiring bertambahnya murid di SDIT Taruna Teladan, kebutuhan pendidik juga semakin banyak yaitu dididik oleh 21 orang guru yang sebagian juga merangkap sebagai pegawai administrasi TU serta 2 orang penjaga sekolah dan keamanan. 2.
Pelaksanaan dan Pola Pembelajaran di SDIT Taruna Teladan Delanggu Pendidikan di SDIT Taruna Teladan dilaksanakan oleh tenaga pendidik (guru) yang
bertugas mendampingi, menyampaikan materi dan mendidik anak dalam proses belajar mengajar. Dalam pelaksanaan pembelajarannya di SDIT Taruna Teladan setiap guru memiliki acuan yang khusus dan dapat dibentuk sesuai perkembangan peserta didik tanpa adanya kekangan Dikti, misalnya pengadaan layanan Bimbingan Konseling. Hal itu karena selain mata pelajaran utama juga diberikan mata pelajaran keislaman terpadu yang bertujuan agar anak didik memiliki pondasi agama yang kuat dalam pembentukan karakter anak usia SD yang sedang mengalami perkembangan.
53
Agar pelaksanaan pendidikan berjalan dengan baik, maka SDIT Taruna Teladan mempunyai Visi : “Menjadikan sekolah dasar Islam Terpadu sebagai sekolah dasar yang terkemuka di tengah masyarakat dalam mengintegrasikan aspek keilmuan dan keislaman”. Sedangkan untuk mengoptimalkan visi tersebut, SDIT Taruna Teladan memiliki Misi: 1. Memberikan landasan moral kepada siswa terhadap perkembangan iptek
dan
melakukan penekanan dalam pengembangan imtaq. 2. Dapat menghasilkan lulusan sekolah dasar yang memiliki keunggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan global di masa depan 3. Menyiapkan peserta didik yang memiliki kemampuan dasar keilmuan yang memadai untuk menyongsong tahap pendidikan yang lebih tinggi. 4. Membiasakan peserta didik berprinsip dan berprilaku akhlakul karimah sebagai dasar dalam berperan di tengah masyarakat luas. Berdasarkan visi dan misi tersebut setelah lulus dari SDIT Taruna Teladan Delanggu, diharapkan peserta didik dapat melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama dan bersaing untuk memasuki sekolah favorit baik itu sekolah Islam Terpadu maupun sekolah dengan pendidikan reguler tanpa meninggalkan pengamalan keislaman baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat. SDIT Taruna Teladan bertujuan mendidik murid-muridnya agar: Memiliki pemahaman Islam yang benar, menguasai ilmu pengetahuan umum dan ketrampilan dasar yang cukup untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi; Menjadi anak-anak yang sholih dan sholihah, berakhlaq karimah, berkepribadian sesuai dengan nilai-nilai Islam di tengah keluarga maupun masyarakat; Mandiri dalam berpikir dan bersikap sesuai dengan perkembangannya yang dilandasi pemahaman Islam yang benar. Dalam pelaksanaan pembelajaran di SDIT Taruna Teladan dijalankan oleh tenaga pendidik yang relatif muda, penuh semangat dan penuh daya kreatifitas. Mata pelajaran diajarkan oleh Guru Bidang Studi yang memiliki kualifikasi akademik sesuai bidang studi yang diajar, utamanya mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Inggris, Agama Islam, dan Bahasa Arab. Ditinjau dari sistem pengajaran yang digunakan SD Islam Terpadu Taruna Teladan menggunakan Kurikulum dari Departemen Pendidikan Nasional (Diknas) dan kurikulum PAI. Materi kurikulum mengadopsi dari Diknas dan proses pengalamannya mengacu pada kurikulum Departemen Agama. Artinya sekolah ini bermaksud menyedikitkan materi dan memperbanyak pengamalan.
54
Kurikulum yang digunakan dalam pembelajaran terpadu di SDIT Taruna Teladan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pada sisi lain memadukan antara kurikulum umum (Diknas) dengan kurikulum agama (Depag dan yayasan) dengan pengembangan yang disesuaikan secara syar’i . Terdapat dua jenis kurikulum di SDIT Taruna Teladan, yaitu: a) Kurikulum Terstruktur dalam KBM, kurikulum ini terbagi dalam beberapa kelompok: (1) Kelompok Mata Pelajaran Diniyah, terdiri dari: PAI yang mencakup Aqidah, Akhlak Ibadah, Shiroh/Tarikh, Bahasa Arab, Tahfidz. (2) Kelompok Mata Pelajaran Umum, terdiri dari: Bahasa Indonesia, Matematika, IPS, IPA, PKn, Pendidikan Jasmani dan lain-lain. (3) Kelompok Pelajaran Khusus, terdiri dari: Bahasa Daerah, Komputer/multimedia, KTK/life skill untuk laki-laki/perempuan, dan sebagainya. b) Kurikulum Tidak Terstruktur dalam KBM, kelompok ini terbagi dalam: (1) Pengembangan Minat dan Bakat, seperti kegiatan ekstrakulikuler: olah raga, Muhadhoroh, Conversation, Bela diri dan lain-lain. (2) Habit Forming, pembiasaan dalam perilaku sehari-hari sehingga menjadi bagian dari pribadi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 Ayat (1) Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional, (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Atas dasar pemikiran tersebut maka dikembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) mengemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 bahwa Kurikulum Satuan Pendidikan pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu pada standar isi dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan dari Badan Standar Nasional Pendidikan. Berdasarkan dari Standar Nasional Pendidikan tersebut, Sekolah Dasar Islam Terpadu Taruna Teladan adalah bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun berdasarkan kurikulum nasional
yang diperkaya dengan sistem
pendidikan Islami melalui pengajaran-integrasi antara pendidikan agama dan pendidikan umum, antara sekolah, orang tua dan masyarakat dengan memaksimalkan bagian kognitif, afektif dan psikomotorik dengan harapan peserta didik menjadi manusia yang cerdas, berwawasan luas, kreatif dan bersikap positif.
55
Proses kegiatan pembelajaran di SDIT Taruna Teladan adalah menerapkan sistem pembelajaran program full day school. Yaitu dengan menerapkan waktu belajar yang lebih lama mulai dari pukul 07.00 WIB sampai pukul 15.30 WIB dengan rata-rata 8,5 jam per hari. Pukul 06.30 sebagian guru (ustadz dan ustadzah) sudah berada di depan sekolah menyambut kedatangan para siswa yang diantar oleh orang tua atau walinya di depan gerbang sekolah. Berjabat tangan atau salim dan mengucapkan salam serta guru memeriksa kebersihan kuku dan ketertiban seragam. Jika ada yang terlambat datang, orangtua menyerahkan siswa kepada guru piket di ruang guru supaya guru mengetahuai alasan mengapa terjadi keterlambatan, siswa menerangkan alasannya kemudian meminta maaf dan berjanji untuk berusaha tidak mengulanginya lagi. Pukul 07.00 bel sekolah dibunyikan oleh guru piket pertanda kegiatan belajar mengajar akan dimulai. Diawali dengan berbaris di depan kelas masing-masing yang dipimpin oleh guru kelas kemudian siswa masuk kelas satu persatu. Setelah semua siswa masuk, wali kelas memimpin doa beserta artinya dalam bahasa Indonesia dilanjutkan kegiatan tadarus pagi atau disebut dengan tahfidzul quran beberapa ayat selama 10 menit kemudian dimulai mata pelajaran pertama sesuai jadwal yang ditentukan. Pukul 09.10 sampai dengan pukul 09.40 adalah saatnya jam istirahat bagi siswa. Jam istirahat tersebut diwajibkan untuk melaksanakan sholat dhuha di masjid sekolah bagi seluruh siswa baik putra maupun putri dipimpin oleh ustadz sebagai imam sholat. Semua siswa harus turun dari ruang kelas dan menuju ke masjid sekolah. Khusus anak putri telah diwajibkan dalam peraturan sekolah untuk memiliki mukena yang ditinggal di kelas yang bisa digunakan setiap hari untuk melaksanakan ibadah sholat di sekolah. Selesai melaksanakan ibadah sholat dhuha, ustadzah yang bertugas piket membagikan makanan kecil atau biasa disebut snack kepada semua siswa. Di SDIT Taruna Teladan tidak ada kantin dan penjual makanan, supaya siswa tidak terbiasa jajan sembarangan. Penjual makanan kecilpun dilarang berjualan di sekitar area sekolah. Ustadzah menyediakan makanan kecil bagi siswa-siswanya yang dibagikan ketika jam istirahat, merupakan upaya sekolah menanamkan kebiasaan untuk makan seadanya, tidak berlebihan, dan tidak melakukan pemborosan untuk jajan. Hal itu bisa diterapkan di rumah ketika anak ingin makan maka sebaiknya makan makanan yang telah disediakan ibu di rumah bukan membeli jajanan yang tidak sehat. Pukul 09.40 bel sebagai tanda masuk kelas berbunyi, pertanda saatnya melanjutkan mata pelajaran berikutnya dan siswa kembali belajar bersama guru baik di dalam kelas atau di luar kelas sesuai dengan metode yang dipakai guru kelas. Dengan metode contextual learning
56
dan pendekatan yang diseuaikan kondisi anak. Anak melakukan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dengan skenario yang telah disiapkan oleh ustadz dan ustadzah. Pukul 11.40 adalah waktu istirahat kedua bagi siswa SDIT Taruna Teladan Delanggu. Istirahat kedua adalah waktu untuk kegiatan Mashois yaitu kepanjangan dari Makan, Sholat, Istirahat. Mashois berlangsung mulai pukul 11.40 sampai dengan pukul 14.15 yang dimulai dengan kegiatan makan siang kemudian sholat dzuhur berjamaah dan tidur siang untuk beberapa menit di kelas masing-masing. Mashois yang pertama yaitu makan. Anak-anak keluar kelas mengambil peralatan makan masing-masing di ruang serbaguna tempat menyimpan perlengkapan-perlengkapan makan, kemudian dibawa ke dalam kelas untuk menunggu Ustadzah membagikan makan siang bagi masing-masing anak. Setiap anak harus bertanggung jawab terhadap peralatan makan milik mereka sendiri meskipun peralatan makan telah disediakan dari sekolah. Semua piring, sendok dan gelas ditandai dengan nama masing-masing anak supaya tidak berebut ketika mengambil peralatan dan bertanggung jawab dengan peralatan mereka. Bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan setiap anak adalah menyiapkan peralatan makannya sendiri sebelum ustadzah membagikan makan siang, serta mencuci peralatan makan sendiri kemudian diletakkan di tempat semula untuk dipakai di hari berikutnya. Anak-anak telah duduk dengan piring dan sendok masing-masing kemudian ustadzah membagikan makan siang kepada masing-masing siswa dengan porsi yang sama, sedangkan guru mendampingi siswa untuk berdoa dan melaksanakan adab ketika makan sesuai dengan ajaran agama yaitu harus menghabiskan makanan dan tidak boleh membuang-buang makanan. Selesai makan maka anak-anak wajib mencuci peralatan milik masing-masing dengan tertib, kemudian diletakkan di tempat semula yaitu di ruang serbaguna. Anak dilatih untuk mandiri dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Mashois yang kedua yaitu sholat dzuhur. Usai makan siang siswa mempersiapkan diri untuk melaksanakan ibadah sholat dzuhur berjamaah yang diimami oleh Kepala Sekolah yaitu Ustadz Iping. Semua siswa wajib mengikuti pelaksanaan sholat dzuhur berjamaah yang dilaksanakan di masjid yang berada di sebelah ruang guru terpisah dengan gedung ruang kelas. Siswa putra berbaris rapi dan tertib dari shaf paling depan, sedangkan siswa putri di shaf belakang yang dibatasi dengan papan pembatas tidak permanen atau bisa digeser kapan saja sesuai kebutuhan. Siswa putri wajib memiliki mukena masing-masing yang ditinggal di loker kelas, tidak boleh dibawa pulang supaya kegiatan ibadah berjamaah di sekolah berjalan dengan efektif. Mukena harus ditinggal di kelas karena jika dibawa pulang lagi, kebanyakan siswa akan lupa untuk membawanya lagi esok hari. Sehabis sholat dzuhur anak-anak
57
dibimbing untuk dzikir bersama, berdoa, dan melafalkan hafalan ayat-ayat penting seperti ayat kursi, doa sapu jagat, doa untuk kedua orang tua dan doa-doa yang telah diajarkan oleh guru di SDIT Taruna Teladan. Selesai sholat dhuhur, siswa kembali ke kelas masing-masing untuk persiapan istirahat di kelas. Mashois yang ketiga yaitu istirahat. Istirahat yang terbaik menurut anjuran Rasulullah yaitu tidur. Salah satu kebiasaan Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya adalah tidur siang. Kebiasaan tidur siang atau qaliullah dapat meningkatkan konsentrasi dan penghilang kantuk. Merujuk pada pola kehidupan Rasul, ada kebiasaan Rasul dan para sahabatnya usai menunaikan shalat Dzuhur. Mereka beristirahat dan tidur dalam waktu singkat di siang hari. Qailullah di zaman Rasul adalah sunnah-nya yang patut dicontoh. Hanya saja waktu tidur hanya berkisar antara 15 sampai 20 menit. Jadi bukan tidur seharian, karena menurut ilmu kesehatan bahwa tidur siang lebih dari satu jam akan menyebabkan penyakit diabetes. Segala sesuatu yang berlebihan dampaknya tidak akan baik termasuk istirahat. Bersumber dari kebiasaan Rasul tersebut beserta manfaatnya, maka kebiasaan tersebut diterapkan juga pada anak didik di SDIT Taruna Teladan. Pelaksanaan kegiatan tidur siang dilakukan di kelas masing-masing dengan memakai alas karpet yang digelar di tempat paling belakang bangku siswa, setiap siswa mempunyai bantal kecil untuk tidur. Saat tidak tidur bantal tersebut disimpan di loker masing-masing dengan mukena bagi siswa putri. Sekitar pukul 13.00 siswa telah siap untuk melaksanakan tidur siang, berjejer dengan siswa lain sedangkan ustadz atau ustadzah membimbing siswa untuk melafalkan beberapa doa bersama sebelum tidur yaitu doa sebelum tidur, ayat kursi, dan alfatihah. Ada yang langsung tertidur seketika itu dan ada pula yang tidur beberapa menit karena belum mengantuk. Sebagai pengantar tidur dinyalakan lantunan qiroatil quran dengan suara lirih yang bersumber dari ruang guru dan terdengar di setiap penjuru kelas melalui pengeras suara yang dipasang pada masing-masing kelas. Pelaksanaan tidur siang dilakukan setelah sholat dzuhur bukanlah tanpa alasan. Tidur siang setelah sholat dzuhur dimaksudkan agar anak-anak tidur dalam keadaan masih menjaga wudhu atau belum batal dari wudhu. Hal ini sesuai dengan adab tidur menurut ajaran agama yaitu berwudhu sebelum tidur, dilanjutkan dengan doa akan tidur dan berdoa setelah bangun tidur. memasuki pukul 13.45 beberapa siswa telah bangun dari tidur siang namun ada beberapa yang masih tertidur pulas. Guru memastikan semua siswa telah bangun tidur siang pada pukul 14.00 sehingga sisa waktu Mashois yang tinggal 15 menit bisa digunakan untuk merapikan bantal dan melipat karpet ke tempat semula. Pukul 14.15 pertanda waktu Mashois telah habis dan siswa harus melanjutkan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
58
Manfaat yang diperoleh siswa dari tidur siang yang hanya sebentar ini adalah badan menjadi lebih segar dan konsentrasi kembali segar. Kelas 1 dan kelas 2 melakukan kegiatan bebas ada yang bermain di taman bermain sekolah ada yang tetap di kelas untuk bermain bersama teman atau sekedar bercerita dengan ustadzah karena memang sebagian besar anak perempuan memilih untuk bermain di dalam kelas daripada di halaman atau taman bermain. Kelas 3 dan kelas 4 melanjutkan mata pelajaran yang tidak terlalu berat seperti kertangkes, kaligrafi dan multimedia. Sedangkan kelas yang lebih tinggi yaitu kelas 5 dan 6 melanjutkan mata pelajaran seperti biasanya sampai masuk waktu ashar. Pukul 15.00 adalah akhir dari kegiatan belajar mengajar di SDIT taruna Teladan. Siswa berkemas-kemas membereskan peralatan tulis mereka ke dalam tas masing-masing dan bersiap untuk menjalankan ibadah sholat ashar berjamaah di masjid dengan persiapan seperti ketika sholat dhuhur, anak-anak sangat antusias untuk melaksanakannya. Pelaksanaan ibadah sholat ashar berjamaah berlangsung lebih lama daripada sholat dhuha dan sholat dhuhur karena seusai sholat ashar dzikir dan doa-doa yang dilafalkan lebih banyak ditambah dengan hafalan surat pendek secara bersama-sama. Kegiatan-kegiatan itu berlangsung setiap hari sehingga sangat mudah diingat oleh peserta didik. Setelah selesai berdoa, imam membimbing siswa untuk melafalkan doa penutup majelis dan mempesilakan siswa untuk berkemas-kemas mengambil tas di kelas masing-masing sementara jemputan orang tua dan wali murid sudah menunggu di luar.
59
B. Deskripsi Temuan Penelitian Dalam penelitian ini, deskripsi permasalahan penelitian dimaksudkan untuk menyajikan data yang ditemukan sesuai dengan pokok permasalahan yang dikaji, yaitu tentang Implementasi Program Full Day School Dalam Pembentukan Karakter Anak. 1. Implementasi Program Full Day School Dalam Pembentukan Karakter Anak di SDIT Taruna Teladan Delanggu Pembentukan karakter di usia sekolah dasar sangat tergantung dari bagaimana sekolah dan orang tua memberikan pola pembelajaran terhadap anak. Dalam pembentukan karakter anak melalui program full day school di SDIT Taruna Teladan adalah menerapkan karakter disiplin dalam melakukan kebiasaan dan disiplin dalam mematuhi peraturan di sekolah. Strategi pembentukan karakter melalui pendisiplinan ini dapat diimplementasikan melalui 3 cara yaitu melakukan pembiasaan, meneladani guru dan penguatan untuk membentuk karakter anak. a. Pembiasaan di Sekolah Kebiasaan akan membentuk karakter, karakter akan membentuk perilaku. Kalimat tersebut adalah pedoman yang dianut setiap orang untuk menilai perilaku seseorang. Dengan kata lain perilaku seseorang terbentuk dari karakternya, dan karakter terbentuk dari kebiasaan yang dijalani. Rumus kehidupan mendisiplinkan pembiasaan inilah yang melatarbelakangi diterapkannya program full day di SDIT Taruna Teladan Delanggu supaya pihak sekolah bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembiasaan menjadi metode pembelajaran strategis untuk memantapkan pembentukan karakter dan kepribadian siswa yang berakhlak karimah. Seperti yang dikemukakan oleh salah satu ustadz di SDIT Taruna Teladan: “Sebenarnya pondasi dari sebuah generasi itu kan karakter atau kalau pakai bahasa Arab disebut akhlak. Sama dengan visi misi di sekolah ini yaitu landasan moral kepada siswa terhadap perkembangan iptek dan melakukan penekanan dalam pengembangan imtaq atau keimanan dan ketaqwaan”. (Ustadz I, 1/12/15) Proses pembelajaran tidak berhenti pada kegiatan belajar mengajar di kelas, akan tetapi berlanjut pada proses pembiasaan dan kegiatan rutin sehari-hari, seperti pembiasaan bertanggung jawab, pembiasaan salam, adab makan, adab tidur, adab bergaul, pembiasaan shadaqah, budaya bersih lingkungan dan sebagainya.
60
Selain memberikan pengetahuan umum juga memberikan pengetahuan tentang agama dan menerapkan kebiasaan-kebiasaan yang harus dilaksanakan siswa setiap hari, sehingga akan menjadikan sebuah kebiasaan yang lama kelamaan membentuk sebuah karakter dari kebiasaan dan pembentukan
yang diterapkan di sekolah.
Seperti yang dikemukakan Ustadz I bahwa: “character building atau pembentukan karakter bukan sesuatu yang bisa dicapai secara instan tetapi melalui proses yang sangat panjang dan berkesinambungan.” (Ustadz I, 1/12/15) Sikap anak yang diterapkan di sekolah secara alami akan terbawa di rumah dan di lingkungan masyarakat. Sikap yang setiap hari dilakukan terus menerus akan mendarah daging pada pribadi anak, sehingga akan menjadi sebuah karakter yang baik. Pembentukan karakter tersebut merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai sekolah, selain juga prestasi akademik yang baik juga mendapatkan nilai plus pada pembentukan karakter. Itulah yang diharapkan para orang tua dalam menyekolahkan anak pada pendidikan dasar sehingga bisa dibawa sampai dewasa. “Makanya kami ustad/ustadzah harus bersama siswa sehari penuh sampai jam pulang sekolah siswa dikembalikan kepada orangtua masing-masing. Jadi kalau pengen anak mengalami proses pembentukan karakter yang baik jangan setengah-setengah, harus totalitas dengan cara masukkan anak ke sekolah full day. Gitu cara kerjanya pembentukan karakter atau istilahnya character building”. (Ustadz I, 1/12/15) Lebih lanjut, Ustadzah R menambahkan: “ibarat pepatah jaman dulu, kalau mengajari anak kecil itu ibarat mengukir di atas batu kali. Sulit dilakukan tapi jika dilakukan dengan telaten dan sabar maka hasilnya tidak akan mudah hilang. Susah memang untuk melakukannya, mendidik anak mulai dari kelas 1 yang kebanyakan mereka manja-manja dan susah diatur”. (Ustadzah R, 2/12/15) Dalam hal ini para pendidik di SD Islam Terpadu Taruna Teladan memperhatikan hal-hal
penting untuk bisa
lebih mendalam
memberikan
pembelajaran untuk membentuk karakter anak. Prinsip belajar, kondisi warga belajar, materi serta metode belajar, dan kemampuan guru mengelola kelas menjadi hal yang diperhatikan oleh sekolah di SD Islam Terpadu Taruna Teladan dalam
61
membentuk karakter anak. Seperti yang diutarakan Pak M seorang orang tua murid bahwa: “lha apa lagi mbak, kalau bukan pengen merubah kelakuan anak? Anak saya dulu nakal sekali, terus sekolahnya saya pindahkan saja ke SDIT Tartel (Taruna Teladan) sekarang dia jadi sopan dan rajin solat, padahal dulu saat saya sekolahkan di sekolah biasa yang setengah hari pulang jam setengah 1, sifat nakal dan manjanya luar biasa, pulang sekolah main terus.” (Pak M, 28/11/15) Seperti yang diungkapkan Pak M, memang pemandangan sosial semacam ini sudah menjadi umum terlihat baik di daerah perkotaan atau juga daerah pedesaan kampung. Pemandangan semacam itu terlihat karena anak tidak mendapatkan dampingan yang penuh dalam memanfaatkan waktu luangnya setelah pulang dari sekolah mereka. Biasanya orang tua pun tak berdaya ketika harus membimbing memberikan materi pelajaran yang berkaitan dengan kurikulum yang ada di sekolah. Padahal waktu yang terbuang percuma yang hanya untuk bermain-main itu sangat berguna untuk menunjang pembelajaran materi mereka di sekolah. Tentu hal tersebut akan menjadi kebiasaan mereka di hari tua yang suka bersantai-santai dan membuang waktu yang berharga hanya untuk bersenang-senang tanpa ada kegiatan yang produktif. “Alhamdulillah sekarang jadi berubah sedikit demi sedikit karena tidak ada waktu buat main selain hari Minggu, kan pulangnya sore terus. Pulang sekolah ya TPA sampai adzan magrib sekalian magrib di masjid.” (Pak M, 28/11/15) Sebagaimana yang diungkapkan oleh wali murid yang bersekolah di SDIT Taruna Teladan Delanggu, mereka menyatakan bahwa SDIT Taruna Teladan Delanggu telah memberikan dampak positif bagi perkembangan anak mereka, paling tidak dampak tersebut sesuai dengan harapan mereka sebelum menyekolahkan di SDIT Taruna Teladan Delanggu. SD Islam Terpadu Taruna Teladan menggunakan sistem full day school dimaksudkan untuk memaksimalkan waktu yang dipunyai anak sehingga waktu yang siswa punya bisa sepenuhnya digunakan untuk belajar. Tak ada waktu yang terbuang sia-sia hanya untuk bermain-main. Seperti yang diungkapkan Pak S sebagai orang tua siswa, bahwa:
62
“Banyak sekali siswa sekarang yang suka nongkrong di pinggir jalan raya, menghabiskan waktunya untuk bermain play station, jalan-jalan atau bermain di lapangan selepas pulang dari sekolah. Biasanya mereka menghabiskan waktu karena tidak ada hal lain yang bisa dikerjakan selepas pulang dari sekolah. Sehingga banyak dari mereka yang kurang mampu memanfaatkan waktu luangnya itu untuk kegiatan hal-hal yang positif yang berhubungan dengan tugasnya sebagai siswa atau pelajar. Padahal yang namanya siswa itu hanya punya satu tugas pokok yaitu belajar dengan baik.” (Pak S, 26/11/15) Seperti halnya Pak S, setiap orang tua menginginkan prestasi akademis yang baik dicapai anak-anaknya. Adanya hal demikian ini yang menyebabkan Sekolah Dasar menerapkan sistem full day school. Di samping itu banyaknya materi yang diajarkan di SD Islam Terpadu Taruna Teladan juga ikut memberikan alasan kenapa harus dilakukan sekolah sistem full day. Menurut Kepala Sekolah Bapak Ustadz I:: ”Jumlah pelajaran yang ada di SD Islam Terpadu Taruna Teladan itu lebih banyak dari pada jumlah pelajaran yang ada di sekolah lain. Bahkan jumlah mata pelajaran di Madrasah Ibtidaiyah (MI) sekalipun masih kalah banyak dengan yang ada di Tartel (Taruna Teladan). Sehingga kami perlu menambahkan jam pelajaran pada siswa. Siswa pukul 07.00 pagi harus sudah sampai di sekolahan dan pukul 15.00 sore atau setelah sholat Ashar berjamaah anak baru boleh pulang.” (Ustadz Iping, 1/12/15) Masih ungkapan Ustad I bahwa pertimbangan lain yang juga mendukung diadakannya full day di SD Islam Terpadu Taruna Teladan adalah banyaknya muatan pendidikan agama dalam struktur kurikulum yang dikembangkan. Kurikulum khusus yang dikembangkan yaitu membiasakan praktik sholat jama’ah dan juga sholat sunnah. “Setiap siswa diwajibkan menjalankan dan mengikuti dzikir pagi, sholat sunnah dhuha, sholat sunnah qobliyah dan bakdiyah. Semua kegiatan ini diselenggarakan di luar struktur kurikulum sehingga juga membutuhkan waktu yang lama. Kegiatan-kegiatan itu untuk membentuk kebiasaan pada anak-anak sejak kecil sehingga akan berpengaruh pada karakternya.” (Ustad I, 1/12/15)
63
Selain kegiatan-kegiatan di dalam kelas dengan wali kelas, kepada semua guru dan semua staff yang bekerja di sekolahan dibiasakan untuk mengucapkan salam dan salam dengan mencium tangan ibarat orang tuanya sendiri di rumah. Ketika ia mampu membina hubungan dengan orang lain dengan baik maka di manapun tempat tinggalnya nanti ia akan tetap lihai dalam membina keharmonisan hubungan dengan siapa pun. Pendidikan inilah yang disebut penanaman kebiasaan di sekolah yang bisa dibawa di rumah dan di masyarakat. Sekolah yang berawal dari kegiatan pembelajaran al-Quran ini semakin lama semakin maju dan banyak diminati oleh masyarakat. Dan ia menjadi pionir dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran berbasis full day di wilayah Delanggu. Mulanya banyak yang ragu apakah sistem ini akan berhasil dengan baik karena banyaknya tugas baru dan sistem pembelajaran baru yang harus dilakukan oleh para guru ataupun oleh para siswa itu sendiri. “Kami yang pertama mengawali sekolah dengan sistem semacam ini. Banyak lembaga pendidikan di sekitar Delanggu seperti SD Islam Program Khusus Delanggu dan SMP Islam Program Khusus Muhammadiyah Delanggu yang akhirnya mengadopsi sistem yang kami kembangkan dengan sepenuh tenaga, pikiran, serta biaya ini. Sekolah mereka ikut ’menyontek’ sistem kami. (Ustad I, 1/12/15) Berkat keyakinan dan kerja keras dari semua pihak akhirnya SDIT Taruna Teladan mampu mewujudkan tantangannya dalam membentuk karakter anak didiknya melalui kegiatan pendisiplinan dalam pembiasaan-pembiasaan yang dijalankan di sekolah. b. Keteladanan Guru Selain mengajar dan mendidik, guru juga berperan sebagai model atau contoh bagi anak didik. Oleh karena itu tingkah laku guru sebagai teladan akan mengubah perilaku siswa karena guru adalah penuntun siswa. Guru yang berperilaku baik akan dihormati dan disegani siswa, jadi guru harus mendidik dirinya sendiri terlebih dahulu dalam perkatan dan perbuatan sebelum mendidik orang lain. Tutur kata guru di sekolah dapat memberikan pengaruh yang positif maupun negatif terhadap siswa. Tindakan guru juga mempengaruhi perilaku dan tindakan siswa. Seperti yang diungkapkan Ustadzah Sa bagaimana beliau berusaha menjadi teladan bagi anak didiknya di SDIT Taruna Teladan
64
“Kalau orang Jawa mengistilahkan guru itu digugu lan ditiru maksudnya guru akan menjadi contoh dan ditiru sama anak muridnya. Ini sudah konsekuensi saya milih kerja jadi guru, maka sebisa mungkin menjaga perkataan dan perilaku kalau di sekolah. Meskipun kalau di rumah juga nggak luput dari kebiasaan buruk, tapi semoga insha Allah perbuatan kami para guru memang pantas menjadi panutan bagi anak-anak”. (Ustadzah Sa, 2/12/15) Ada satu kutipan pernyataan menarik dilontarkan Pak M selaku wali murid siswa SDIT Taruna Teladan, ”Saya memasukkan anak saya di SD Islam Terpadu Taruna Teladan Delanggu karena saya kenal sama ustadz-ustadznya. Kalau pengajian Ahad pagi di pondok pesantren Popongan yang di deket Samsat Delanggu itu lho mbak, kita sering ketemu ngobrol-ngobrol. Mereka sebagian juga nyambi ngajar di SDIT, padahal profesi utamanya ya jadi ustadz di pesantern situ.” (Pak M, 28/11/15) Ustadz ustadzah di SDIT Taruna Teladan tidak hanya mentransfer ilmu tapi juga mendidik dan membina yang disertai dengan contoh teladan yang nyata dari para tenaga pengajarnya dan para staff yang bekerja di sekolah tersebut. Sekolah memahami setiap orang tua memiliki keterbatasan untuk mendidik anak secara penuh melalui contoh perbuatannya, karena berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Tetapi bukan berarti orang tua tidak mempunyai cara mendapatkan teladan bagi anakanaknya, salah satunya dengan mencari teladan yang dapat ditiru oleh anak. sosok teladan yang dapat ditiru oleh anak bisa didapatkan dari guru yang mengajar di sekolah, seperti yang diungkapkan Pak S, “Karena saya merasa kurang mampu membentuk karakter anak saya sendiri, saya itu orangnya gampang marah terus keras sama anak. kalau anak-anak ngatain saya galak. Jangan sampai nanti anak say jadi orang yang mudah marah. Kalo anak kecil sudah mudah marah nanti sama temannya jadi jahat, egois, mau menang sendiri. Jangan sampai lah mbak, maka saya mempercayakan pada pihak sekolah dalam pembentukan karakter anak kami sejak dini agar bisa kebawa sampai besok dewasa. Biar nggak jadi anak egois”.(Pak S, 26/11/15)
65
Beliau juga menambahkan, ”SD Islam Terpadu Taruna Teladan itu lengkap kurikulum agamannya dan kurikulum umumnya. SD Islam Terpadu Taruna Teladan memang sangat berkualitas, karena saya percaya kepada pengajar-pengajarnya yang memang juga mengurus pondok pesantren putra di daerah perumahan saya.” (Pak Mahmud, 28/11/15) Ungkapan wali murid di atas tidak hanya isapan jempol belaka. Sekolah bernuansa Islami ini memang mampu berprestasi baik pada bidang akademik maupun non akademik. “Di bidang akademik siswa SD Islam Terpadu Taruna Teladan setiap tahunnya berhasil meluluskan Ujian Akhir Nasional (UAN) siswanya secara 100%. Tidak ada satu siswa pun yang tidak lulus UAN. Ini menjadi bukti yang valid kalau SD Islam Terpadu Taruna Teladan memang betul-betul berkualitas.” Untuk wilayah Kabupaten Klaten nilai rata-rata UAN siswanya selalu menempati urutan sepuluh besar dari total SD/MI baik yang negeri maupun yang swasta. Dan itu sudah berjalan bertahun-tahun sejak pemerintah mengeluarkan standar kelulusan siswa sekolah yang mengacu pada nilai rata-rata hasil Ujian Akhir Nasional. Suatu prestasi yang luar biasa untuk sekolah yang memadukan kurikulum pendidikan umum dan muatan pendidikan agama Islam ini. Diakui atau tidak prestasi yang prestasi berkat kerja keras dari semua pihak yang terlibat di dalam kegiatan pendidikan di dalamnya. Kepala sekolah menegaskan prestasi semacam itu dijadikan tolok/standar ukur bagi keberhasilan pembelajaran yang kita terapkan selama ini. Indikator dari kesuksesan sistem full day school yang sudah dijalani. SD Islam Terpadu Taruna Teladan melakukan sistem pembelajaran full day ini sudah lama sekali. Dalam perjalanannya hingga hari ini menurut Ustad Iping sebetulnya masih banyak kendala yang terjadi. Akan tetapi seiring berjalannya waktu masalah itu terselesaikan dengan baik SD Islam Terpadu Taruna Teladan dalam melancarkan program full day membutuhkan tenaga ekstra dan biaya yang cukup banyak. Hal ini terlihat ketika para guru harus mau pulang mengajar sampai pukul 15.00 sore. Selain frekuensi yang
66
begitu panjang masih ada tugas berat lagi dari para guru yaitu bagaimana caranya menghilangkan kejenuhan dan kebosanan siswa dalam melaksanakan programnya. SD Islam Terpadu Taruna Teladan menggunakan sistem pendekatan manajemen yang menarik untuk dibahas dalam mensukseskan program yang banyak itu. Bagaimana keunikan manajemen yang dilakukan, semua akan diulas satu per satu secara mendetail. Berikut tahapan manajemen pembelajaran full day school yang dilakukan di SD Islam Terpadu Taruna Teladan. c.
Fun Learning Dalam menyusun RPP ini semua guru diharapakan memilih metode pembelajaran yang berbasis fun learning. Hal ini bertujuan untuk menghindari kejenuhan, kebosanan, dan kelelahan siswa karena harus mengikuti jam pembelajaran yang sangat panjang yaitu 8 jam 30 menit. Waktu yang cukup panjang untuk anak-anak sekolah dasar meenjadi tantangan bagi para gur di SDIT Taruna Teladan
bagaiman
menciptakan
pembelajaran
yang
menyenangkan
tanpa
mengesampingkan prestasi yang ingin diraih. Berikut penuturan Ustadzah N dalam pengalamannya mengajarnya: “Anak-anak belajar setiap harinya selama 9 jam per hari. Siswa berangkat pukul 07.00 dan pulang pukul 15.30. Padahal yang berlaku di sekolah umum hanya sekitar 5 jam 30 menit jam dalam sehari. Dan ini yang menjadi tugas keseharian para guru untuk memaksimalkan kualitas pembelajaran meskipun waktu yang dilakukan itu sangat lama.” (Ustadzah Nurhayati, 2/12/15) Di sinilah perbedaan yang mendasar antara sekolah biasa dengan sekolah yang berbasis full day. Di mana metode yang dipilih itu jangan sampai menjenuhkan, membosankan, melelahkan, dan membuat frustasi siswa. Kalau dalam sekolah biasa guru tidak begitu tertuntut untuk mengadakan pembelajaran fun learning karena siswa tidak berpotensi mengalami kelelahan, kebosanan, kejenuhan, dan frustasi seperti halnya sekolah full day. Sebagai guru dituntut kreatif dalam melaksanakan kegiatan pembelajarannya. Untuk merangsang kreatifitas guru dalam memberikan materi pembelajaran SDIT Taruna Teladan bekerja sama dengan berbagai pihak luar untuk melatih gurunya agar bisa menerapkan konsep joyfull learning/fun learning. Dalam hal ini SDIT Taruna Teladan bekerja sama dengan KPI (Konsorsium Pendidikan Islam/Kualitas Pendidikan Islam/Kualitas Pendidikan Indonesia). Lembaga ini biasa mengurusi
67
pelatihan bagi guru supaya mampu menciptakan inovasi pembelajaran. SDIT Taruna Teladan sering mengirimkan gurunya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan di KPI. Dengan demikian kualitas guru yang mengajar di SDIT Taruna Teladan akan meningkat seiring perkembangan ilmu pendidikan saat ini. Persiapan materi tersebut juga biasanya didukung dengan penggunaan metode belajar yang digunakan. Penggunaan metode yang bervariasi biasanya akan menarik perhatian dan dapat mengembangkan daya kreatifitas peserta didik. SD Islam Terpadu Taruna Teladan seringkali menggunakan metode yang beragam tergantung tema dan materi yang akan diusung. Sebagaimana dijelaskan oleh Ustadzah N bahwa : “Kita perlu juga melihat kondisi siswa belajar saat menggunakan metode belajar. Biasanya kalau anak-anak sudah mulai rame sendiri sama temannya bahkan jenuh, kita biasanya kalau sudah dikasih permainan atau kuis tebaktebakan beregu seperti di acara TV itu perhatian siswa bisa fokus kembali, semangat kembali. Tapi juga mesti disesuaikan sama materi. Kalau siang biasanya materi tentang sejarah nabi-nabi siswa suka dengan materi seperti itu, mungkin karena mereka masih kelas 4 jadi sejarah yang dipelajari juga tidak yang terlalu berat. Kenapa saya bikin beregu? Supaya keakraban, kekompakan dan toleransi bisa terjalin sesama siswa. Kalo beregu misalkan yang bikin kesalahan 1 orang, yang lainnya juga akan kena sanksi meskipun sanksinya tidak berat. Jadi dari permainan itu melatih sikap toleransi dan kebersamaan sesama teman.” (Ustadzah N, 2/12/15) Setiap waktu merupakan waktu yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada anak. tidak melulu hanya saat pembelajaran di kelas, kegiatan seperti makan siang dan tidur siang juga dibumbui dengan materi pembentukan karakter salah satunya pendisiplinan. Hal tersebut dilakukan dalam aktivitas seharihari di SD Islam Terpadu Taruna Teladan, mulai anak datang di sekolah sampai waktunya pulang. Semua hal tersebut didukung dengan hubungan antara guru dengan anak yang terjalin baik, dimana perhatian dan komunikasi terjalin dengan baik dan lancar. Sementara itu hubungan yang terjalin antar anak di sekolah juga sangat baik. Upaya untuk menanamkan nilai pilar-pilar karakter serta kebiasaan baik sedini mungkin tersebut sangat terlihat nuansanya sejak guru memulai kegiatan belajar. Kondisi ruangan pembelajaran biasanya didesain meriah, penuh warna dan
68
hiasan supaya anak bisa merasa nyaman dan senang ketika mengikuti pelajaran. Penggunaan metode belajar seperti permaianan, fun games, outing class (namun masih dalam lingkungan sekolah) biasanya juga digunakan dengan melihat kondisi warga belajar, biasanya digunakan ketika anak terlihat jenuh dan ramai sendiri. Sikap bertanggungjawab juga diajarkan melalui berbagai kegiatan, guru seringkali memberikan pekerjaan rumah kepada anak. Apa yang diberikan oleh guru kepada murid sebagai tugas, murid harus mau untuk mengerjakannya. Anak-anak juga dianjurkan untuk membantu guru membereskan alat-alat bermain dan belajar yang sudah selesai digunakan. Selain melatih tanggung jawab hal itu juga melatih kepedulian anak untuk mau membantu orang lain. Ustadzah N juga menambahkan: “Jika sudah selesai bermain ketika istirahat, sholat dhuha, atau makan snack dan makan siang anak-anak diminta untuk mengembalikan peralatan ketempat semula, ini melatih tanggung jawab terhadap apa yang sudah dilakukan. Tidak lupa jika anak-anak bisa bersabar dan bertanggungjawab membereskan mainannya atau alat makannya kita sebagai guru berterima kasih karena sudah dibantu beres-beres dan memberikan pujian kepada mereka. Kalau dipuji gitu anak-anak seneng, terus jika ada kesempatan bermain ketika istirahat dan makan snack lagi tanpa kita suruh untuk beres-beres mereka melakukan dengan senang hati” (Ustadzah N, 2/12/15) Sedangkan Ustadzah Mi melatih tanggung jawab dengan melatih kesadaran peserta didiknya atas kesalahan yang diperbuat baik itu disengaja atapun tidak dengan membiasakan anak minta maaf ketika melakukan kesalahan. Beliau menjelaskan bahwa, “Anak-anak itu sering banget berantem nakalin temennya sampe nangis, saya biasanya mengajak anak itu buat minta maaf. Tidak lupa setelah anak itu mau untuk minta maaf, kita kasih pujian dan penjelasan bahwa kita harus menyayangi sesama manusia. Kalau sudah keterlaluan kadang saya kasih hukuman ringan.” (Ustadzah Misa, 2/12/15) Dengan penciptaan hubungan
yang seperti
ini dimaksudkan untuk
memberikan rasa kenyamanan dalam diri siswa layaknya dia ketika berada di rumah. Strategi ini ternyata cukup ampuh untuk menghilangkan perasaan bosan dan jenuh saat harus sepanjang hari melakukan aktifitas di sekolahan. Berkat kenyamanan yang
69
telah tercipta tadi siswa merasa betah berlama-lama di sekolahan karena ia menganggap layaknya ia berada di rumahnya sendiri sekaligus untuk memberikan pendidikan interaksi sosial. Kegiatan fun learning mampu mengasah bakat yang dimiliki siswa. Bermain sambil belajar dan menghasilkan prestasi adalah salah satu tujuan yang ingin dicapai anak-anak didik. Seperti halnya di SDIT Taruna Teladan merupakan sekolah dasar yang menonjol dalam bidang kreatifitasnya dibandingkan di sekolah dasar yang lain. Begitulah yang salah satu orang tua murid katakan. Seperti yang diungkapkan oleh Pak M “Yang paling menonjol dari sekolah itu memang agamanya, tapi di bidang seni lukis dan menggambar memang lebih maju dari sekolah lain, karena anak saya juga dilatih oleh Ustad Iping ikut lomba-lomba melukis. Ustad Iping juga pandai menggambar dan melukis. Daripada bakat yang ada tidak tersalurkan, kalo sekolah disini kan bisa efektif sekali bagi saya. Selain anak saya nanti agamanya bagus, prestasi akademiknya alhamdulillah, bakat seni nya juga bisa terpupuk.” (Pak M, 28/11/15) Berdasarkan dokumentasi di SDIT Taruna Teladan, untuk bidang non akademik siswa SD Islam Terpadu Taruna Teladan mampu menjuarai berbagai ajang lomba seni dan olah raga. Siswanya sudah sering mendapatkan merebut piala baik di tingkat kecamatan, kabupaten, atau juga tingkat provinsi Jawa Tengah. 2. Masalah Implementasi Program Full Day School di SDIT Taruna Teladan dalam Pembentukan Karakter Anak Secara mendasar full day school adalah metode yang sangat jitu untuk mendongkrak prestasi siswa. Namun bukan berarti sistem semacam ini bebas dari masalah. Ada banyak masalah yang meski bersifat kasuistik. Namun hal tersebet berpotensi terjadi di lembaga pelaksana full day school manapun. Sebagai Kepala Sekolah, Ustad I menjelaskan bahwa: “Secara kasat mata memang pembelajaran full day school ini terkesan sangat ideal karena pemanfaatan waktu yang lebih banyak dari pada siswa sekolah dengan pembelajaran biasa. Dan seakan siswa akan bisa dipastikan lebih unggul dari siswa yang memakai pembelajaran biasa. Namun tidak serta merta demikian halnya karena siswa dalam pembelajaran full day sangat rentan terhadap stress dan frustasi. Dampak
70
stress dan frustasi akan terjadi jika para guru tidak tepat dalam pemilihan metode pada saat pembelajaran.” (Ustadz I, 1/12/15) Seperti diakui kepala sekolah setiap harinya banyak siswa yang mengeluhkan kelelahan pada saat jam pembelajaran. Selain itu beberapa guru yang terlalu disiplin di dalam kelas membuat anak menjadi takut, shingga menghambat karakter kritis. Bagi anak usia sekolah dasar, kritis diperlukan agar semakin anak kritis dengan banyak bertanya maka pengetahuannya akan bertambah luas secara alami. Seperti yang diungkapkan Ustadz I bahwa: “saya lihat kalau diajar sama salah satu ustadz yang mengajar fiqih, anakanak itu kaya tegang diem nggak berani berisik. Berisik saja nggak berani apalagi bertanya. Kebetulan pengajar ini berasal dari pesantren. Entah memang bawaannya seperti itu, atu mungkin kebiasaannya ngajar di pesantren memang kayak gitu saya juga masih akan membicarakannya secara empat mata dengan beliau” (Ustadz I, 1/12/15) Masalah yang demikian ini jika tidak segera diselesaikan oleh pihak yang guru maka akan berdampak lebih buruk lagi bagi kesehatan mental psikis anak. Karena otak mereka tidak mungkin bisa dipaksakan untuk berpikir secara terus menerus dan memikirkan hal-hal yang dianggap berat bagi siswa. Ini akan menjadi boomerang bagi anak jika anak terus dipaksakan. Bahkan memungkinkan anak mengidap kelainan jiwa atau sakit jiwa. Dengan kata lain bisa-bisa anak bisa menjadi gila. Untuk menghilangkan kebosanan siswa guru sering menggunakan sistem moving class. Yaitu siswa diminta menempati kelas yang lain yang bukan yang biasa mereka tempati. Selain Problematika utama yang dialami oleh guru adalah waktu mereka yang tidak bisa penuh di sekolahan. Seringkali guru pulang duluan sebelum waktu pembelajaran siswanya selesai. Maksudnya banyak guru yang pulang ke rumah sebelum pukul 15.30 sore. Meskipun tidak semuanya guru itu membolos. Hal ini menyebabkan kontrol ke siswa pada saat jam pelajaran terakhir menjadi kurang. “saya memaklumi karena guru juga manusia yang punya rasa cape dan lelah apabila harus terus dipaksa bekerja. Karena itu makanya sekarang sudah ada piket buat guru-guru. Guru yang bertugas piket tidak boleh pulang sebelum anak-anak habis, kalo ada yang belum dijemput, gru piket menemani anak di sekolah sampai jemputannya datang” (Ustadz I, 1/12/15)
71
Menindaklanjuti kasus ini kepala berupaya mengatasinya dengan cara menunjuk guru yang akan pulang sampai jam terakhir pembelajaran. Guru yang melakukan piket ini yang akan mengawasi mereka dalam kegiatan sholat ashar berjamaah sebelum siswa kembali pulang ke rumahnya masing-masing. Masih banyak kendala yang harus dihadapi sekolah yaitu persoalan besarnya biaya pendidikan yang dibebankan siswa. Beberapa orang tua merasa tidak mempermasalahkan biaya pendidikan di SDIT Taruna Teladan yang tergolong besar jika dibandingkan dengan SD Negeri pada umumnya karena yang terpenting bagi mereka adalah kualitas yang didapat untuk pendidikan anaknya. Namun yang menjadi masalah adalah ada beberapa orang tua murid yang sering menunda-nunda dalam memenuhi kewajiban membayar SPP. Seperti yang diungkapkan Bu H selaku Tu dan bendahara sekolah, “sekolah ini kan sekolah swasta ya mbak, jadi nggak dapat dana BOS dari pemerintah. Makanya biayanya juga lebih besar ditambah fasilitasfasilitasnya juga lengkap. Tapi kadang orang tua siswa pengen anaknya sekolah bagus, tapi bayarnya suka telat ya dimaklumi saja. Lagipula yang bayarnya tepat waktu juga banyak, kan masih bisa nutup kebutuhankebutuhan sekolah. Ya tidak apa-apa. Yang penting sekolah tidak kebingungan nyari dana saja.” (Bu H, 4/12/15) Sebetulnya pihak sekolah merasa tidak enak jika harus meminta sumbangan biaya operasional yang tinggi kepada siswanya. Namun diakui kepala sekolah, pihaknya tidak mampu berbuat banyak dalam mengatasi persoalan besarnya biaya yang harus dikeluarkan siswa ini. Kepala sekolah berpendapat yang penting lembaga bisa memberikan kualitas pembelajaran yang sebaik-baiknya kepada siswa-siswinya. Memang membutuhkan biaya yang besar untuk menghasilkan mutu pendidikan yang tinggi. Namun ada yang menarik menurut kepala sekolah yaitu kesediaan orang tua siswa ketika harus diminta biaya yang mahal. Hal itulah yang menjadi salah satu point penyemangat utama bagi SD Islam Terpadu Taruna Teladan untuk terus memajukan lembaga pendidikannya. Dukungan seperti ini yang sebetulnya dibutuhkan oleh semua pengelola lembaga pendidikan di manapun berada. Ustadz I juga menerangkan bahwa: “SDIT Taruna Teladan memiliki fasilitas pendidikan yang cukup lengkap dan representatif. Sehingga masalah kekurangan atau minimnya fasilitas tidak
72
begitu mencolok. Sekolah ini memiliki perpustakaan, halaman yang luas dengan banyak peralatan bermain, lapangan olah raga yang layak, sarana atau tempat ibadah, dan keadaaan kelas yang bersih dan indah. Keadaan ini juga ditujukan untuk turut menekan perasaan bosan siswa. Media, alat, sumber belajar, dan bahan pelajaran yang lengkap menjadi obat untuk siswa ketika terjadi kejenuhan belajar. (Ustadz I, 1/12/15) Kesibukan orang tua siswa yang merupakan salah satu faktor memercayakan pendidikan puteranya di sekolah full day. Meski demikian SD Islam Terpadu Taruna Teladan selalu meminta partisipasi orang tua siswa untuk selalu memerhatikan perkembangan anaknya. Kepala sekolah mengungkapkan “kami meminta kepada orang tua siswa untuk turut berpartisipasi dengan cara selalu menjalin hubungan yang harmonis kepada mereka. Agar supaya orang tua tidak acuh dan melepaskan tanggung jawab pendidikan hanya kepada pihak sekolahan. Sudah menjadi rahasia umum bagi orang tua yang memiliki kesibukan luar biasa menyebabkan anaknya merasa kurang perhatian. Untuk itu kami SD Islam Terpadu Taruna Teladan menginginkan adanya kebersamaan antara orang tua dan pihak sekolah dalam menjaga dan mengawasi pendidikan anak demi masa depan yang lebih cerah.” (Ustadz I, 1/12/15) Meskipun sekolah juga bertanggung jawab atas pembentukan karakter anak didik, namun peran orang tua di rumah juga ikut berpengaruh dalam terbentuknya peran tersebut. Maka Kepala Sekolah berharap supaya ada kerjasama yang baik antara sekolah dengan orang tua. Dukungan seperti ini yang sebetulnya dibutuhkan oleh semua pengelola lembaga pendidikan di manapun berada.
3. Solusi Atas Masalah Penyelenggaraan Program Full Day School di SDIT Taruna Teladan dalam Pembentukan Karakter Anak Dalam pelaksanaan full day school SDIT Taruna Teladan punya jurus mujarab untuk menghindari stress dan frustasi yang mungkin akan dialami oleh siswa. Menurut kepala sekolah Ustad Iping sebetulnya jika guru cerdas dan kreatif dalam mengelola pembelajaran masalah di atas itu bisa diminimalisir. Seperti keterangan sebelumnya Ustad Iping menekankan ke semua guru agar mampu memilih metode yang tepat dalam perencanaan pembelajaran. Metode itu harus disesuaikan dengan
73
materi ajar dan tingkat kesulitannya. Sehingga meski materi yang diajarkan itu berat akan tetapi siswa tetap mampu mengikutinya dengan baik dan jauh dari perasaan membosankan bagi siswa. Hubungannya dengan masalah yang biasa terjadi dalam sekolah full day yang mengindikasikan kurangnya wahana eksplorasi anak Ustadz I menolak dengan tegas. Ungkapnya, “SDIT Taruna Teladan sudah memiliki program pendidikan yang beragam yang akan disiapkan untuk mengembangkan segala potensi anak didiknya. Sekolah ini memiliki berbagai macam kegiatan pembelajaran baik yang terkait dengan hard skill maupun soft skill. Kedua ranah tersebut disediakan formulanya untuk bisa dikembangkan pada semua siswa.” (Ustadz I, 1/12/15) Salah satu guru mengajarkan metode yang bervariasi kepada siswa untuk mengajarkan Bahasa Inggris. Salah satunya dengan melibatkan siswanya dalam proses pembelajaran. Materi Bahasa Inggris yang mayoritas berisi pengenalan benda, profesi, aktivitas dan yang berhubungan dengan keseharian lainnya yang berupa percakapan atau conversation diperankan dan diicontohkan langsung oleh siswa. “saya mencontohkan dengan salah satu materi yang bertema Taxi (Taksi). Pembelajaran berlangsung dengan guru menunjuk siswa berperan langsung sebagai sopir taksi dan penumpang. Percakapan bisa berlangsung di dalam kelas dengan alat peraga yang mendukung yaitu kursi yang ditata seperti taksi. Hal itu dilakukan untuk melatih karakter siswa untuk percaya diri, berani berbicara dan mendalami karkater sehingga lebih mudah bagi siswa mengingat materi yang disampaikan.” (Ustadzah N, 2/12/15) Bersamaan dengan Ustadz I selaku kepala sekolah juga menjelaskan bahwa Semua guru di SD Islam Terpadu Taruna Teladan dalam menentukan sumber belajar itu memiliki teknis yang khusus. Karena SD Islam Terpadu Taruna Teladan mengharuskan
semua
guru
untuk
menyelenggarakan
pembelajaran
yang
meyenangkan (joyfull learning/fun learning). Ini karena pengaruh dari sistem full day yang diterapkan. Sekolah berusaha jeli dan cermat untuk meneliti metode dan sumber belajar yang akan dipakai pada saat pembelajaran siswa. Jika sekiranya ada sumber belajar yang kurang mendukung terlaksananya joyfull learning maka sekolah akan lebih sering mengadakan dialog guru tentang model pembelajaran di kelas. Ustadzah N sebagai wali kelas 4 juga menjelaskan bahwa:
74
“Kepala sekolah menyarankan kepada semua guru SD Islam Terpadu Taruna Teladan agar memanfaatkan sumber belajar yang bervariatif dan kontemporer. Kepala sekolah tidak menginginkan jika guru menggunakan sumber belajar yang monoton dan tekstualis atau sumber bacaan yang berisi teks. Setidaknya menurut kepala guru bisa memanfaatkan sumber belajar yang bisa menggairahkan semangat belajar siswanya. Dengan kata lain guru menggunakan sumber yang tidak biasa-biasa saja. Seringkali guru menggunakan sumber belajar seperti koran, majalah, internet, manuskrip kuno, atau yang lainnya.” (Ustadzah N, 2/12/15) Menurut kepala sekolah sumber-sumber tersebut merupakan hal baru dan unik yang tidak semua guru di sekolah pada umumnya bersedia memakai sumber tersebut. Bahkan kepala sekolah akan mendukung jika sumber belajar yang digunakan seperti museum, kondisi riil objek materi pembelajaran seperti berkunjung ke bank, pasar, kantor pemerintahan. Sehingga pembelajaran yang dilakukan itu memang betul-betul mendeskripsikan hal yang tadinya abstrak menjadi konkrit dan nyata. Dengan demikian siswa akan mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan tentunya akan mempercepat pemahaman siswa. Sejauh ini siswa SD Islam Terpadu Taruna Teladan telah melakukan kunjungan belajar (field trip). Pemanfaatan alat, bahan, dan sumber belajar yang bervariatif bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang tidak menjenuhkan dan membosankan bagi siswanya. Kepala sekolah mengingatkan semua guru jangan sampai anak merasa bosan dan jenuh terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Apalagi sampai mengakibatkan tekanan pikiran yang serius karena ini akan berdampak pada meningkatnya frustasi siswa dan menjadikannya tidak betah untuk meneruskan pendidikannya di SD Islam Terpadu Taruna Teladan. Permainan dalam pembelajaran atau bermain sambil belajar (games) adalah salah satu aktifitas yang digunakan untuk mendorong tercapainya tujuan belajar. Permainan jika dimanfaatkan secara bijaksana dapat menghilangkan keseriusan yang menghambat, menghilangkan stres dalam lingkungan belajar, serta meningkatkan motivasi belajar siswa. Akan tetapi permainan bukanlah tujuan, melainkan hanya sebuah sarana untuk mencapai tujuan yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran. Terkadang permainan bisa menarik, menyenangkan dan sangat memikat namun tidak memberikan hasil yang maksimal pada pembelajaran, jika demikian maka hal itu
75
harus segera ditinggalkan. Jika permainan dapat menghasilkan dan meningkatkan pembelajaran, maka hal tersebut sangat diperlukan bagi sebuah lembaga pendidikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu penggunaan permainan dalam pembelajaran perlu diperhatikan dengan cermat agar tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan. Terwujudnya kegembiraan serta suasana yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar bukan berarti menciptakan suasana gaduh melainkan hanya untuk membangkitkan semangat belajar siswa, sehingga tingkat pemahamannya akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Menurut kepala sekolah cara-cara tersebut merupakan hal baru dan unik yang tidak semua guru di sekolah pada umumnya bersedia memakai sumber tersebut. Bahkan SDIT Taruna Teladan pernah menggunakan sumber belajar yang digunakan seperti museum, kondisi riil objek materi pembelajaran seperti berkunjung ke bank, pasar, kantor pemerintahan serta kunjungan-kunjungan ke percetakan buku maupun media masa. Sehingga pembelajaran yang dilakukan itu memang betul-betul mendeskripsikan hal yang tadinya abstrak menjadi konkrit dan nyata. Dengan demikian siswa akan mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan tentunya akan mempercepat pemahaman siswa. Sejauh ini siswa SD Islam Terpadu Taruna Teladan telah melakukan kunjungan belajar (field trip). Siswa kelas 6 pernah melakukan kunjungan belajar dalam bentuk outing class (waktu kunjungan masih dalam jam belajar efektif) ke kantor media massa yaitu koran SOLOPOS yang ada di daerah Colomadu. Supaya mereka paham bagaimana menyusun berita sampai siap diedarkan pada masyarakat luas. Pemanfaatan alat, bahan, dan sumber belajar yang bervariatif bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang tidak menjenuhkan dan membosankan bagi siswanya. Kepala sekolah mengingatkan semua guru jangan sampai anak merasa bosan dan jenuh terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Apalagi sampai mengakibatkan tekanan pikiran yang serius karena ini akan berdampak pada meningkatnya frustasi siswa dan menjadikannya tidak betah untuk meneruskan pendidikannya di SD Islam Terpadu Taruna Teladan. Anak harus semangat dan nyaman berada di sekolah serta menjalani aktifitas-aktifitas kebiasaan yang diterapkan di sekolah, sehingga implementasi program full day school dalam pembentukan karakter anak dapat dicapai dengan efektif.
76
A. Pembahasan Setelah melakukan observasi dan pengamatan terhadap objek penelitian yakni implementasi program full day school dalam pembentukan karakter anak di SDIT Taruna Teladan, maka rumusan masalah yang diajukan telah menemukan jawabannya, yakni pengimplementasian program full day school dalam pembentukan karakter melalui tiga cara yakni pembiasaan, keteladanan dan fun learning. Namun dalam pelaksanaan pengimplementasian program full day school tersebut ditemukan kendala serta solusi yang tepat untuk mengatsi kendala yang dihadapi oleh pihak SDIT Taruna Teladan. Pendidikan hendaknya dilaksanakan sepanjang hayat (life long education), sebagaimana yang tercantum dalam Soedomo Hadi (2002:21) bahwa “Pendidikan dimulai sejak anak dilahirkan dan berakhir setelah ia meninggal dunia”. Dari pendapat tersebut maka pendidikan tidak ada batasan usia. Untuk itulah pendidikan perlu dimaksimalkan, pendidikan dibutuhkan bukan hanya untuk merangsang kecerdasan anak saja namun juga hendaknya mampu untuk membentuk pribadi serta karakter anak yang baik. Selama ini pendidikan seakan hanya terfokus untuk membentuk manusia yang cerdas dalam hal pengetahuan saja, namun mengesampingkan pembentukan karakter yang baik. Pendidikan karakter lebih baik jika dilakukan sedini mungkin. Mengingat perkembangan otak anak mengalami kemajuan sangat pesat ketika memasuki sekolah dasar. 1. Implementasi Program Full Day School Dalam Pembentukan Karakter Dalam teori implementasi yang diungkapkan Susilo (2007:174-175) bahwa “Implementasi (penerapan) merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai, dan sikap”. Dalam kaitannya dengan pembentukan karakter makna implementasi berarti penerapan atau membiasakan kepada hal-hal yang membuat terbentuknya karakter yang diwujudkan melalui kebijakan dan inovasi serta tindakan praktis untuk memberikan dampak dan mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini tujuan yang diinginkan adalah tertanamnya karakter yang baik atau mulia yang mencakup pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors). Program full day school merupakan sekolah dengan
77
sistem pembelajaran sehari penuh yang memiliki jadwal yang terstruktur yang dilakukan selama sehari penuh di sekolah. Pembentukan karakter menjadi perhatian bagi sebagian besar pakar pendidikan. Terdapat banyak metode dan model pembelajaran yang telah dirumuskan oleh para ahli tentang bagaimana menyukseskan pembentukan karakter pada anak. Mulyasa (2012:165-189) mengungkapkan tentang model pembelajaran karakter yang telah diterapkan oleh sekolah kepada peserta didiknya sebagai berikut. 1. Pembiasaan 2. Keteladanan 3. Pembinaan disiplin 4. CTL (Contextual Teaching and Learning) 5. Bermain peran 6. Pembelajaran inspiratif Dalam penelitian di SDIT Taruna Teladan ini peneliti menemukan cara penerapannya dalam proses pembelajaran yakni pembiasaan, keteladanan, dan pendisiplinan. Cara penanaman karakter pada peserta didik tersebut juga peneliti lihat di dalam proses pembelajaran di SDIT Taruna Teladan. Di SDIT Taruna Teladan yang telah dilakukan yaitu dengan cara mengimplementasikan pembiasaan, keteladanan dan pendisiplinan dalam kegiatan di sekolah selama sehari penuh supaya mengakar pada diri anak dan menjadi karakter yang menyatu dengan kepribadian. a. Pembiasaan dalam kegiatan di sekolah dengan kedisiplinan Pembiasaan merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan berulangulang sehingga menjadi sebuah kebiasaan. Pembiasaan berisikan pengalaman, sesuatu yang dibiasakan akan menjadi sesuatu yang diamalkan. Pembiasaan ini berhubungan dengan pengulangan. Ketika tahapan-tahapan seperti pembelajaran tentang nilai-nilai karakter mampu memotivasi anak didik untuk mengulang perilaku baik dan mampu menghindari perilaku buruk, maka tahap berikutnya adalah mengatur pembiasaan. Dengan melakukan pengulangan perilaku yang baik secara terus menerus inilah nantinya akan menjadi suatu pembiasaan kemudian mampu menjalankan nilai dan akan membudaya dalam diri anak nantinya.
78
Sebagai sekolah yang berbasis Islam Terpadu, SDIT Taruna Teladan menerapkan pembiasaan rajin beribadah sejak kecil kepada siswanya untuk menumbuhkan kecintaan kepada ajaran agama sehingga akan terlihat pada bagaimana hubungan dengan sesama yakni antara siswa dengan siwa lain dan siswa dengan guru dan warga sekolah seluruhnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan, beberapa bentuk pembiasaan di sekolah adalah dengan menjalankan sholat berjamaah dengan tepat waktu, pembiasaan dalam bersikap dan pembiasaan dalam pembelajaran. Kebijakan sholat berjamaah dilakukan untuk melatih siswa bertanggung jawab terhadap kewajibannya secara disiplin dan tepat waktu. Kegiatan itu dilakukan secara berulang-ulang setiap hari selama anak menjadi siswa di SDIT Taruna Teladan. Karakter yang baik diantaranya dapat diindikasikan dengan taat kepada Tuhan yang diwujudkan melalui sholat. Selain pembiasaan dalam beribadah, kepala sekolah Ustad Iping juga mewajibkan siswa menaati peraturan yang berlaku di sekolah diantaranya yaitu berperilaku sopan, saling menyayangi sesama teman, menjaga kebersihan lingkungan, giat belajar dan bertanggung jawab. Pembiasaan melalui kegiatan di sekolah akan menjadikan siswa terbiasa melakukan hal yang baik dan positif. Pembiasaan akan menanamkan nilai-nilai karakter atau internalisasi nilai yang baik dengan cepat. Sebagaimana
yang
diungkapkan
oleh
Mulyasa
(2012:166-167)
bahwa
“pembiasaan akan membangkitkan internalisasi nilai dengan cepat.” Proses internalisasi nilai terjadi ketika anak menyadari sesuatu nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter, kemudian dijadikan sistem nilai diri sehingga membentuk anak yang menuntun segenap pernyataan sikap, perilaku dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan. Pembentukan karakter erat hubungannya dengan pembentukan perilaku, karena karakter seseorang diukur dari bagaimana orang tersebut berperilaku. Dalam pembentukan karakter, perilaku tersebut dibentuk melalui urutan-urutan upaya untuk mendekati perilaku yang diinginkan, masingmasingnya dimungkinkan dengan secara selektif menguatkan respon-respon tertentu dan bukan lainnya. Dengan cara demikian secara bertahap, perilaku dibawa mendekati pola yang diinginkan. Seperti yang diungkapkan oleh Mu’in (2011:161) bahwa “Kepribadian dianggap sebagai ciri/karakteristik/gaya/sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima
79
dari lingkungan.” Kepribadian sering dikaitkan dengan karakter, karena kedua hal itu memang tidak bisa dipisahkan. Fatchul Mu”in menyatakan bahwa karakter merupakan bentukan dari kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan dari lingkungan dimana seorang individu setiap hari berinteraksi. Disiplin merupakan kewajiban yang harus ditaati siswa di sekolah, disiplin dalam berpakaian serta disiplin dalam menaati peraturan di sekolah. Karakter disiplin adalah salah satu bentuk karakter yang ingin dibentuk pada diri anak melalui peraturan-peraturan yang ada di sekolah. Menurut Buku Pusat Kurikulum Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa : Pedoman Sekolah (2009) disiplin merupakan salah satu bentuk nilai-nilai karakter yang ditanamkan. Semua kegiatan di sekolah berdasarkan berdasarkan kedisplinan terhadap tata tertib dan peraturan sekolah. Kegiatan di sekolah telah disusun sedemikian rupa dengan jadwal yang telah ditetapkan kepala sekolah sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap jadwal yang ada dari mulai tiba di sekolah sampai siswa pulang sekolah. Sebagaimana yang diungkapkan Mulyasa (2012:172) bahwa kedisiplinan akan menyukseskan pendidikan karakter. Disiplin dalam peraturan dan disiplin diri dalam segala sesuatu akan menanamkan kebiasaan yang baik bagi siswa. b. Keteladanan dari guru di sekolah Pembentukan karakter harus diajarkan secara sistematis dengan beberapa komponen penting seperti disampaikan Ajat Sudrajad (2011:8) “dalam strategi pelaksanaan pendidikan karakter yang diterapkan, dapat dilakukan salah satunya yaitu dengan keteladanan”. Pada tahap pembelajaran, peserta didik akan belajar tentang pengetahuan, pengetahuan ini bukan hanya tentang pengetahuan dasar saja tetapi berkaitan dengan pengenalan nilai-nilai moral. Keteladanan ini dibutuhkan anak dalam proses menginternalisasikan nilai yang sudah diajarkan dalam tahap pembelajaran.
Siswa diajarkan untuk mengucapkan Assalamualaikum ketika bertemu atau berpapasan dengan siapapun di sekolah baik dengan guru, penjaga sekolah, dan juga teman sebaya. Kepada teman sebaya guru membiasakan anak-anak untuk memanggil temannya dengan tambahan “mbak” untuk siswa putri, dan “mas” untuk siswa putra. Begitu pula ketika memanggil kakak kelas dengan sebutan “mbak” dan “mas” di depan nama panggilannya. Ketika memanggil adik
80
kelas dibiasakan untuk memanggil dengan sebutan “dek” di depan nama panggilannya. Sedangkan untuk memanggil guru yaitu dengan sebutan Ustad untuk Bapak guru dan Ustadzah untuk Ibu guru. Seperti panggilan mereka kepada guru mengaji mereka di rumah atau TPA. Dengan penciptaan hubungan yang seperti ini dimaksudkan untuk memberikan rasa kenyamanan dalam diri siswa layaknya dia ketika berada di rumah. Strategi ini ternyata cukup ampuh untuk menghilangkan perasaan bosan dan jenuh saat harus sepanjang hari melakukan aktifitas di sekolahan. Berkat kenyamanan yang telah tercipta tadi siswa merasa betah berlama-lama di sekolahan karena ia menganggap layaknya ia berada di rumahnya sendiri sekaligus untuk memberikan pendidikan interaksi sosial. Ketika ia mampu membina hubungan dengan orang lain dengan baik maka di manapun tempat tinggalnya nanti ia akan tetap lihai dalam membina keharmonisan hubungan dengan siapa pun. Pendidikan inilah yang disebut soft skill. Anak usia memasuki sekolah dasar berada pada tahap imitasi, Winda Gunarti (2008:1.15) menyampaiakan bahwa “imitasi berupa peniruan tingkah laku atau sikap dari orang dewasa (model) dalam aktivitas yang dilihat anak. Individu yang menjadi model disini adalah orang-orang dewasa yang dekat dengan anak, bisa anggota keluarga dan guru di sekolah.” Untuk itu selain membimbing dan mengajarkan anak tentang nilai-nilai karakter yang baik, guru dan orang tua juga dituntut untuk menjadi model yang baik bagi anak didiknya. . Guru di SDIT Taruna Teladan sebagai role model bagi anak didiknya berusaha memperlihatkan sikap serta perilaku yang baik. Guru-guru berupaya untuk memberikan contoh yang baik melalui sikap kedisiplinan dengan datang tepat waktu sebelum anak didik tiba. Kemudian lewat keteladanan guru, pada saat bersalaman pagi di sekolah yang rutin dilakukan sebagai sarana untuk menyambung kasih sayang dengan para peserta didik. Biasanya guru di SDIT Taruna Teladan juga memberikan keteladanan dengan menyambut kedatangan anak di depan pintu gerbang, dengan senyum ramah dan salam yang selalu terucap, kemudian anak-anak membalas dengan salim dan mencium tangan guru. Guru juga tersenyum ramah menyambut pengantar atau orang tua yang mengantar putra-putrinya. Kegiatan pagi yang sederhana tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa hormat kepada orang tua, nila-nilai kebersamaan,
81
peduli dan rasa sayang terhadap sesama. Hal tersebut dicontohkan langsung oleh guru sebagai sosok panutan yang akan ditiru oleh anak didik. Untuk itulah, bentuk keteladanan sebagai upaya untuk membentuk karakter ini perlu diterapkan oleh guru dan orang tua sebagai role model bagi anak. Anak-anak pada seusia itu, sudah dapat menerima pandangan orang lain, terutama orang dewasa. Anak bisa menghormati otoritas dan sangat mempercayai orang tua maupun guru, sehingga penekanan pentingnya perilaku baik dan sopan akan sangat efektif. 2. Masalah Implementasi Program Full Day School di SDIT Taruna Teladan dalam Pembentukan Karakter Anak Secara kasat mata memang pembelajaran full day school ini terkesan sangat ideal karena pemanfaatan waktu yang lebih banyak dari pada siswa sekolah dengan pembelajaran biasa atau sekolah umum biasa. Namun pada pelaksanaannya program full day school tidak terhindar dari masalah atau kendala yang muncul atas dijalankannya model pembelajaran di SDIT Taruna Teladan. Pendisiplinan menjalankan aktivitas yang diimplementasikan melalui ketiga metode yakni pembiasaan, keteladanan, fun learning dan penguatan tersebut mampu membawa anak didik pada kepatuhan akan peraturan sekolah. Sehingga akan terwujud kedisiplinan seperti pada kegiatan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Kedisiplinan serta kepatuhan anak didik terhadap guru (ustadz dan ustadzah) selama di kelas memang hal yang sangat baik. Namun ada sesuatu yang terlupakan bahkan hilang ketika kedisiplinan dan kepatuhan kepada guru semakin diperkuat. Dari ketiga metode pembentukan karakter tersebut ternyata akan menimbulkan beberapa masalah lain dalam pembentukan karakter. Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, masalah yang dapat peneliti temukan meliputi: Pertama, dalam metode pembentukan karakter melalui pendisiplinan bisa menghalangi karakter kritis pada anak hal itu terlihat saat pembelajaran di kelas. Anak terlihat sangat minim keberanian untuk bertanya dan mengemukakan pendapat untuk menganalisa penjelasan guru dengan pemikiran mereka sendiri. Dari hasil wawancara dengan siswa, diperoleh data hal ini disebabkan karena siswa merasa tidak nyaman dengan cara mengajar pada guru tertentu, yakni siswa merasa tidak nyaman dengan model mengajar guru yang terlalu kaku (kurang humor), terlalu fokus pada materi pembelajaran, dan terlalu banyak memberikan tugas.
82
Siswa juga menyadari jika diajar dengan ustadz yang demikian justru membuat siswa tidak bisa menguasai materi pembelajaran dengan baik. Pada dasarnya jika siswa memiliki kepercayaan diri dan mampu mengemukakan pendapatnya maka ketidaknyamanan yang mereka alami akan berkurang. Misalnya melakukan dialog dengan ustadz lain atau bahkan kepala sekolah sebab sekolah mengaku telah memiliki pihak yang menampung aspirasi atau keluhan dari siswa. Pada kenyataannya siswa memilih diam dan masalah yang mereka rasakan tidak tersampaikan pada pihak sekolah, sehingga mereka tetap berperilaku disiplin dan patuh pada apa yang disampaikan guru (ustadz dan ustadzah) di kelas. Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Mu’in tentang salah satu unsur karakter yaitu emosi. “Emosi merupakan perasaan yang kuat biasanya disertai efeknya pada kesadaran serta perilaku bahkan ekspresi wajah. Menurut Daniel Goleman dalam Fatchul Mu’in (2011 : 172) menggolongkan emosi secara umum seperti amarah, kesedihan, rasa takut, cinta, terkejut, jengkel dan malu”. Dari temuan penelitian, maka dapat diartikan bahwa ketidakmampuan berpikir kritis ditandakan siswa belum
mampu mengungkapkan pendapatnya atas
ketidaknyamanan yang dialami. Mereka memilih diam dan menjalani kegiatan pembelajaran mungkin dengan rasa keterpaksaan. Perilaku pasrah tersebut karena tidak adanya keberanian atau mungkin mereka tidak sadar jika mereka mengalami masalah atas kepatuhan yang kuat. Menurut Goleman, emosi yang berupa rasa takut atau ketidak beranian tersebut yang memperngaruhi pembantukan karakter, jadi karena emosi rasa takut tersebut karakter kritis sulit untuk terbentuk. Peneliti melihat penyebab tidak berkembangnya daya kritis anak adalah model pembelajaran berfokus pada pendisiplinan. Misalkan yang terjadi di SDIT Taruna Teladan adalah pada model ceramah dan guru sebagai sumber ilmu pengetahuan, dan digunakannya media pembelajaran modern dan fasilitas sekolah hanya digunakan sebatas mempermudah siswa dalam menghafal materi. Ceramah tentang nilai-nilai karakter yang disampaikan guru juga hanya mencakup tentang kedisiplinan melalui pembiasaan dan keteladanan dari guru utnuk berperilaku sesuai dengan aturan yang dibuat yang mana kurang menyentuh pada ranah karakter yang lebih kompleks dimana salah satunya adalah berpikir kritis. Di sisi lain, pembentukan karakter di luar kelas berupa pembiasaan, keteladanan, dan penguatan juga berkisar pada menaati peraturan di sekolah. Untuk menumbuhkan
83
daya kritis siswa sebenarnya sekolah harus melihat kembali konsep dasar pendidikan karakter, bahwa siswa tidak hanya sebagai pengumpul pengetahuan dari apa yang disampaikan guru sesuai ilmu yang ada di buku kemudian dihafal siswa dalam bentuk yang sama sehingga menjadikan siswa miskin daya cipta karena mereka hanya menghafal dan bukan mengerti. Kedua, bagi beberapa orang yang berpendapat montra menganggap program full day school yang terlalu lama di sekolah menyebabkan kebosanan serta minim prestasi. Program full day school diangggap sebagai cara pembelajaran yang paling unggul metode pembelajarannya karena biaya sekolah yang mahal. Seakan siswa akan bisa dipastikan lebih unggul dari siswa yang memakai pembelajaran biasa atau sekolah umum. Namun tidak serta merta demikian halnya karena siswa dalam pembelajaran full day sangat rentan terhadap stress dan frustasi. Dampak stress dan frustasi akan terjadi jika para guru tidak tepat dalam pemilihan metode pada saat pembelajaran. Seperti diakui kepala sekolah SD Islam Terpadu Taruna Teladan kadang ada siswa yang mengeluhkan kelelahan pada saat jam pembelajaran. Hal itu jika dibiarkan secara terus menerus maka pernah siswa akan mengadu kepada orang tua bahwa dia tidak cocok sampai meminta pindah ke sekolah. Hal itu menjadikan munculnya pro dan kontra bagi anggapan beberapa masyarakat. Seperti halnnya sekolah yang melakukan pembaruan dalam metodenya, kemunculan SD Islam Terpadu Taruna Teladan di tengah masyarakat merupakan salah satu jawaban dari inovasi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Inovasi itu senantiasa bergerak mengikuti arah perkembangan zaman dan dinamikanya. Banyak sekali inovasi pendidikan yang telah digulirkan di muka publik selama ini. Tidak banyak pula darinya yang menuai pendapat pro dan kontra. Dan tentunya dari kedua pendapat terdapat alasan masing-masing yang sama kuat yang dipandang dari perspektif yang berlainan. Tak terkecuali lahirnya pembelajaran full day school ini. Menurut pendapat yang pro menyatakan bahwa pembelajaran full day dapat mempercepat peningkatan prestasi akademik karena penambahan waktu yang lebih banyak. Secara logika hal ini memang betul sekali dan tak terbantahkan lagi. Dan dengan adanya pembelajaran full day di sekolah dapat menekan laju tingkat kenakalan remaja di Indonesia. Ada manfaat lagi yang lain yaitu bagi orang tua yang memiliki kesibukan yang luar biasa dapat lebih mudah mewakilkan kontrol terhadap perkembangan puteranya dengan menyekolahkannya di sekolah berbasis full day. Hal
84
itu senada dengan pandangan menurut Hasbullah (2005:49-50) bahwa “sekolah berperan sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mengajar, melatih, dan membimbing serta memperhalus tingkah laku anak didik.” Dengan demikian memang full day school memang keberadaannya di masyarakat saat ini berangkat dari kebutuhan masyarakatnya. Sedangkan berdasarkan dari alasan pendapat yang menentang adanya penerapan full day school mengatakan bahwa intensitas waktu yang diberikan kepada siswa dalam melakukan pembelajaran tidak memberikan pengaruh positif yang berarti terutama untuk pembentukan karakter. Karena siswa hanya memiliki waktu belajar yang efektif dalam sehari itu dimulai dari pukul 07.00-13.00. Banyak orang beranggapan bahwa karakter anak tergantung dari didikan kedua orang tuanya di rumah. Sekolah dianggap kurang mampu membentuk karakter anak, karena dianggap bahwa sekolah hanya untuk mencari ilmu akademik. Sehingga keberadaan full day hanya akan menjadi sumber masalah dalam pendidikan generasi anak bangsa. Dan hanya menambah deretan problematika pendidikan di tanah air saja. Pandangan meremehkan seperti itulah salah satu yang dihadapi dalam pelaksanaan program full day school dalam tujuannya untuk pembentukan karakter anak. hal itu adalah kendala secara umum yang dihadapi di masyarakat. Ketiga, masalah dalam implementasi program full day school dialami oleh guru dalam pembentukan karakter adalah beberapa guru kurang mampu mengaitkan metode pembelajaran dengan tujuan pembentukan karakter pada anak. Menurut penuturan Ustad Iping, memang guru sudah terlatih untuk menemukan metodemetode pembelajaran yang mampu menghilangkan kebosanan siswa dan membuat bersemangat lagi siswa merasa jenuh. Namun dalam mengaitkan antara pelajaran dan pendidikan karakter, seperti yang diterapkan oleh guru Bahasa Arab tersebut tidak semua guru di SDIT Taruna Teladan mampu melakukannya, terutama guru atau ustad laki-laki yang masih muda. Mungkin karena tidak memiliki jiwa keibuan atau belum berpengalaman dalam mendidik anak. Yang mereka pentingkan adalah penyampaian materi untuk mendapatkan prestasi akademik yang bagus bagi siswa. Namun disisi lain ada masalah lain juga seperti yang telah dituliskan dalam temuan penelitian kalau guru atau ustadzah wanita suka pulang terlebih dahulu sebelum sekolah selesai. Seringkali guru terutama perempuan pulang duluan sebelum waktu pembelajaran siswanya selesai. Maksudnya banyak guru yang pulang ke rumah sebelum pukul
85
15.30 sore. Meskipun tidak semuanya guru itu membolos. Hal ini menyebabkan kontrol ke siswa pada saat jam pelajaran terakhir menjadi kurang. Dalam hal ini kepala sekolah memaklumi karena guru juga manusia yang punya rasa lelah apabila harus terus dipaksa bekerja. Menindaklanjuti kasus ini kepala berupaya mengatasinya dengan cara menunjuk guru yang akan pulang sampai jam terakhir pembelajaran. Guru yang melakukan piket ini adalah guru laki-laki yang akan mengawasi mereka dalam kegiatan sholat ashar berjamaah sebelum siswa kembali pulang ke rumahnya masing-masing, serta membantu siswa menyeberang jalan dan menunggu jemputan orangtua masing-masing. Kembali kepada masalah semula mengenai usaha guru dalam mengaitkan antara proses pembelajaran dengan pembentukan karakter, kepala membahas dalam rapat rutin guru yang bertujuan untuk evaluasi kinerja guru. Kepala sekolah berharap semua guru mampu menerapkan sitem belajar yang mampu mengimplementasikan program full day school yang sekolah usung untuk membantu orang tua membentuk karakter yang berakhlak baik bagi anak, mengingat biaya sekolah yang ditetapkan kepada siswa juga mahal maka sekolah berusaha memberikan hasil yang baik dengan usaha semaksimal mungkin dari sekolah. 3. Solusi Implementasi Program Full Day School di SDIT Taruna Teladan dalam Pembentukan Karakter Anak Sebagai jawaban dari permasalahan tentang pendisiplinan kepatuhan yang ternyata menimbulkan terhambatnya pendidikan kritis, Mulyasa menawarkan model pembelajaran dalam pembentukan karakter diantaranya model pembelajaran CTL dan model pembelajaran partisipatif yang dapat diterapkan di dalam kelas. Model pembelajaran yang selama ini banyak dipakai oleh guru di SDIT Taruna Teladan yang berupa model ceramah atau bisa diartikan teacher center (tidak menerapkan model CTL dan partisipatif). Beberapa guru beranggapan bahwa kecerdasan intelektual adalah lebih penting, sehingga dapat diartikan semakin banyak materi yang dihafal maka akan semakin pintar dan semakin berhasil siswa tersebut. Dari hasil penelitian memang guru mengaku sudah mengaitkan materi dengan konteks kehidupan nyata, namun pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan guru masih ditujukan agar siswa menyimak buku pelajaran agar mudah diingat. Pada dasarnya guru sudah berusaha mengajak siswa untuk mencari jawaban bersama, namun belum bisa dikatakan sebagai pembelajaran yang kontekstual dan partisipatif. Praktik yang demikian
86
menyebabkan jurang pemisah antara guru dengan siswa. Jadi artinya pembelajaran telah mengabaikan persoalan non kognitif seperti minat dan afektif dan emosi. Akibatnya hanya otak kiri saja yang berkembang tanpa adanya penanaman nilai. Berdasarkan observasi yang telah peneliti lakukan, meskipun masih banyak guru yang menerapkan model pembelajaran bukan CTL dan bukan parisipatif, namun ada juga guru yang kreatif untuk penanaman nilai-nilai melalui kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan sangat bervariasi. Solusi atas model pembelajaran yang semacam itu, maka setiap tahunnya diadakan pemilihan ustadz dan ustadzah idola di SDIT Taruna Teladan. Dengan indikator yaitu cara atau metode yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dan hasil belajar siswa pada pelajaran yang diampu oleh guru tersebut. Sehingga selain menggunakan metode pembelajaran yang menyenangkan juga tidak mengesampingkan hasil belajar dan daya kritis siswa, karena guru yang menyenagkan bagi siswa membuat semangat belajar dan keberanian dalam belajar juga lebih besar. Pemilihan atau penobatan sebagai ustadz dan ustadzah favorit dilakukan dengan polling atau votting. Setiap siswa memiliki satu hak pilih untuk dilakukan pemungutan suara. Maka siapapun yang terpilih menjadi ustadz dan ustadzah favorit diharapkan memberi seminar atau menularkan metode yang dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran. Menurut ustadzah yang mendapat predikat ustadzah idola tahun ini ternyata memang selain menggunakan ceramah untuk memberi nasehat kepada anak-anak, tetapi nasehat dan pembentukan karakter bisa dimasukkan dalam materi pelajaran. Hal ini dilakukan dengan memasukkan unsur-unsur karakter melalui pelajaran yang diberikan. Sebagaimana yang dicontohkan Ustadzah yang mengajari Bahasa Arab, beliau memberi contoh-contoh kalimat berbahasa Arab yang berupa kalimat nasehat. Kalimat yang bermuatan nilai-nilai karakter tersebut didapat dari Al Quran dan katakata dalam Bahasa Arab. Kemudian Ustadzah tersebut mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari dan menyampaikan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya dilakukan siswa. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Muslich (2011:86) bahwa pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran dengan mengaitkan materi pembelajaran yang mengaitkan norma atau nilai-nilai karakter tidak hanya dalam pemahaman materi namun juga internalisasi dalam diri siswa dan pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
87
Salah satu masalah bagi anak sekolah yang masih lebih suka bermain daripada belajar, menghabiskan sehari penuh di sekolah adalah kebosanan. Sedangkan setiap hari mereka harus berada di sekolah selama sehari penuh dengan bermacam rutinitas, kebiasaan, dan aturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan secara disiplin. Namun dalam pelaksanaannya dalam kegiatan sehari-hari, kedisiplinan itu tidak semua siswa mampu menjalankannya. Terutama anak yang belum terbiasa dengan aktifitas yang sangat penuh muatan akademik, keagamaan, dan aturan yang harus ditaati. Menurut penuturan kepala sekolah, siswa yang tidak mampu mengikuti jalannya pendidikan full day school biasanya adalah siswa pindahan, siswa baru, dan siswa yang memang sudah bawaanya “luar biasa” nakalnya. Ada sebagian siswa yang berdomisili berpindah-pindah sehingga anak juga ikut berpindah sekolah. Karena kesibukan dan tidak dimilikinya kerabat untuk menjaga anak di rumah, maka mereka memasukkan anak ke sekolah full day. Anak dengan latar belakang seperti itu ditambah sebelumnya telah terbiasa dengan habbit atau kebiasaan di sekolah half day (setengah hari) sangat rentan terhadap frustasi dan stress jika tidak mampu beradaptasi. Seperti diakui kepala sekolah setiap harinya siswa tersebut
mengeluhkan
kelelahan pada saat jam pembelajaran. Masalah yang demikian ini jika tidak segera diselesaikan oleh pihak yang guru maka akan berdampak lebih buruk lagi bagi kesehatan mental psikis anak. Karena otak mereka tidak mungkin bisa dipaksakan untuk berpikir secara terus menerus dan memikirkan hal-hal yang dianggap berat bagi siswa. Ini akan menjadi boomerang bagi anak jika anak terus dipaksakan. Bahkan memungkinkan anak mengidap kelainan jiwa atau sakit jiwa. Dengan kata lain bisabisa anak bisa menjadi gila. Dengan kata lain ketika terdapat kendala dalam metode yang digunakan untuk mencapai proses pembentukan karakter, maka tujuan yang ingin dicapai sedikit terhambat. Solusi untuk menghilangkan kebosanan siswa guru sering menggunakan sistem moving class. Yaitu siswa diminta menempati kelas yang lain yang bukan yang biasa mereka tempati. Misalnya pembelajaran di ruang perpustakaan, taman sekolah serta masjid sekolah atau bertukar kelas dengan siswa putra. Selain moving class, guru juga menerapkan metode-metode baru fun learning dengan mengusung pembelajaran yang menyenangkan atau bermain sambil belajar. Kesemuanya itu dilakukan dengan tujuan untuk membentuk karakter anak sejak sekolah dasar
88
meskipun ditemui beberapa kendala namun tidak begitu mengganggu jalannya implementasi program full day school secara keseluruhan. Pemecahan masalah dengan cara Fun learning (pembelajaran yang menyenangkan dan inspiratif). Anak usia sekolah dasar adalah usia dimana porsi bermain tentu lebih banyak daripada belajar. Maka bermain dan belajar akan sangat cocok bagi mereka. Sistem pembelajaran
full day school mengemas dalam hal
metode belajar yang berorientasi pada kualitas pendidikan berlangsung selama sehari penuh dengan penggunaan format game (permainan) yang menyenangkan dalam pembelajarannya. Menurut teori belajar Natural unfoldmen/self actualization dari Maslow menyebutkan: “Bahwa belajar itu berpusat pada kehendak, kesadaran dan aktifitas peserta didik serta minat yang cukup darinya. Jadi menurut teori tersebut belajar tidak lepas dari timbulnya situasi dari dalam diri peserta didik, keinginan dan hasrat dari dalam merupakan pokok terjadinya apa yang dinamakan belajar yang membawa keberhasilan. Masalah minat dan keberhasilan peserta didik merupakan syarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar.” (Muhaimin, 1996:23) Hal ini diterapkan dalam sistem pembelajaran ini dengan tujuan agar proses kegiatan belajar mengajar berlangsung dalam suasana yang menyenangkan, karena dilandasi dengan permainan yang menarik sehingga motivasi belajar siswa akan meningkat, walaupun berlangsung selama sehari penuh. Dalam proses pembelajaran, guru merupakan faktor yang sangat penting yang harus melaksanakan inovasi. Dalam hal inilah, guru bertindak sebagai perantara. Perantara untuk merangsang anak agar mengembangkan pengetahuannya tentang nilai-nilai moral sehingga dari pengetahuan kemudian anak dapat membentuk perilaku yang baik. Untuk itulah pendidik memerlukan suatu keahlian untuk mendidik dan mengelola kelas.