40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
HASIL PENELITIAN
4.1.1 WAWANCARA Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato
URAIAN Sistem perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato Sumber dana untuk perencanaan pengadaan obat
HASIL WAWANCARA
Sistem perencanaan obat menggunakan metode konsumsi.
Sumber dana berasal dari dana APBN, APBD, dan ASKES
Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan
Didasarkan pada analisa ABC dan analisa VEN
ketersediaan dana Penentuan kebutuhan obat agar dapat tepat jenis, jumlah, waktu, dan mutu yang terjamin
Faktor penyebab terjadinya kekosongan obat Tindakan yang dilakukan
Penentuan kebutuhan obat di dasarkan pada waktu tunggu, pemilihan PBF, buffer stok, dan jenis penyakit yang ada di RS. Tetapi agar obat dapat tepat jenis dan jumlah sangat sulit di terapkan di RSUD Pohuwato Faktor penyebab terjadinya kekosongan obat yaitu adanya keterbatasan dana, peningkatan kunjungan pasien, waktu tunggu pengiriman dari PBF dan keterlambatan dalam pembayaran tagihan obat Jika terjadi kekosongan obat, tindakan yang
41
jika terjadi kekosongan
dilakukan adalah memberikan copy resep kepada
obat
pasien, jika obat masih bisa diganti dengan obat yang memiliki komposisi yang sama konsultasi dengan dokter. Selain itu meminjam obat ke RS terdekat atau ke Dinas Kesehatan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan obat
perencanaan obat meliputi Stok masuk, stok keluar, sisa stok di tahun/periode sebelumnya, buffer stok, lead time, jumlah kunjungan pasien, tren obat yang berkembang di dunia farmasi, fungsi kontrol, dan mengutamakan obat-obat vital
Proyeksi kebutuhan obat untuk perencanaan pengadaan obat di tahun yang akan datang
Proyeksi kebutuhan obat di tahun yang akan datang yaitu didasarkan pada data pemakaian obat di tahun sebelumnya
42
Tabel 2. Data hasil wawancara mengenai penyimpanan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato
URAIAN
Sistem penyimpanan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato
HASIL WAWANCARA Sistem penyimpanan obat menggunakan sistem FEFO dan FIFO, alfabetis, sesuai bentuk sediaan, sesuai kategori asal anggaran, penyimpanan khusus untuk obat-obat dengan kondisi tertentu Sarana penyimpanan obat yang ada di gudang
Sarana penyimpanan obat
maupun instalasi farmasi meliputi pallet, rak obat,
yang tersedia di gudang
lemari OKT, lemari BHP, lemari pendingin, cold
maupun Instalasi Farmasi
chain, termometer, AC, kartu stok, surat pesanan,
RSUD Pohuwato
buku penerimaan, buku pemeriksaan, faktur, dan komputer Pengaturan tata ruangnya masih kombinasi antara
Pengaturan tata ruang di
arah arus U dan L disesuaikan dengan ruangan
gudang maupun instalasi
karena desain bangunan bukan untuk
farmasi
penyimpanan obat di gudang maupun Instalasi farmasi
Tindakan terhadap obatobat yang megalami kerusakan
Tindakan terhadap obat-obat yang mengalami kerusakan yaitu obat dikeluarkan dan dilakukan mutasi obat. Selain itu diperhatikan faktor penyebab terjadinya kerusakan Jenis obat, kemasan, isi kemasan, sumber dana,
Pencatatan dalam kartu
tanggal penerimaan, sumber obat, no. Batch,
stok obat
jumlah masuk, jumlah keluar, sisa stok, tanggal kadaluarsa, paraf
Pengendalian mutu obat
Obat disimpan sesuai dengan kondisinya serta
dalam penyimpanan
terlindung dari cahaya dan kelembaban
43
4.1.2 OBSERVASI Tabel 3. Hasil Observasi Penyimpanan Obat di Gudang Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato URAIAN
Persyaratan Gudang dan bangunan
Sarana penyimpanan
Pengaturan tata ruang penyimpanan
Penyusunan stok obat
Pengendalian mutu obat
HASIL OBSERVASI Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, dan kelembaban baik tetapi untuk penghindaran dari serangga perekat sangat sulit karena bangunan dari gudang instalasi farmasi memiliki sudut lantai dan sudut dinding yang tajam. Ruangan gudang untuk penyimpanan obat dan BHP bersih tetapi untuk penyimpanan cairan terdapat penumpukan debu. Memiliki lemari penyimpanan obat, lemari penyimpanan OKT, lemari pendingin, pallet, Rak penyimpanan BHP, AC, Termometer dan kartu stok obat Memiliki luas 3x5 m2, dalam hal kemudahan bergerak, arah arus penerimaan dan pengeluaran obat di gudang belum di dasarkan atas sistem yang ada, sirkulasi udaranya baik. Penyusunan stok obat disesuaikan dengan bentuk sediaan, alfabetis, bahan-bahan yang mudah terbakar/cairan tersusun di gudang tersendiri, penyimpanan obat narkotika dan psikotropika masih belum sesuai dengan peraturan yang berlaku, menggunakan sistem FIFO dan FEFO, kartu stok terletak di dekat obat, nama masing-masing obat tidak tercantum dalam rak obat sehingga terjadi kesulitan dalam pencarian. Pengendalian mutu obat terdapat pada kartu stok obat. Dimana di gudang Instalasi farmasi tidak di catat pada kartu stok tanggal kadaluarsa obat sehingga terjadi kesulitan dalam pencarian dan pengawasan obat yang telah mendekati kadaluarsa atau yang telah kadaluarsa. Dan untuk obat-obat yang telah kadaluarsa, obat-obat tersebut dikumpulkan dan dikeluarkan dari gudang instalasi farmasi dan dilakukan mutasi obat.
44
Tabel 4. Hasil Observasi penyimpanan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato URAIAN
Persyaratan bangunan penyimpanan obat
HASIL OBSERVASI Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, dan kelembaban baik tetapi untuk penghindaran dari serangga perekat sangat sulit karena bangunan dari instalasi farmasi memiliki sudut lantai dan sudut dinding yang tajam
Sarana penyimpanan
Memiliki lemari penyimpanan obat, lemari penyimpanan OKT, lemari pendingin, pallet, Rak penyimpanan BHP, AC, tetapi di instalasi farmasi tidak memiliki termometer dan kartu stok obat.
Pengaturan tata ruang penyimpanan
Memiliki Luas 7x7 m2, dalam hal kemudahan bergerak, arah arus penerimaan dan pengeluaran obat di instalasi belum di dasarkan atas sistem tata ruang yang ada karena masih menggunakan sistem kombinasi antara U dan L, sirkulasi udaranya baik.
Penyusunan stok obat
Pengendalian mutu obat
Penyusunan stok obat disesuaikan dengan bentuk sediaan, alfabetis, penyimpanan obat narkotika dan psikotropika masih belum sesuai dengan peraturan yang berlaku, menggunakan sistem FIFO dan FEFO Untuk pengendalian obat di Instalasi farmasi dilihat dari penyimpanan obat terlindung dari kelembaban dan cahaya, serta obat-obat yang telah kadaluarsa di sendirikan.
45
4.2
PEMBAHASAN
a.
Perencanaan Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga
dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat (Hartini,2006) Tahapan perencanaan kebutuhan obat di Rumah Sakit meliputi : 1.
Pemilihan Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah obat / perbekalan Farmasi
benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di Rumah Sakit, untuk mendapatkan pengadaan yang baik. (Anonim,2008) Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN), Formularium rumah sakit, Formularium jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes dan jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). (Anonim, 2010) 2.
Kompilasi Pemakaian Obat Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian setiap
bulan dari masing-masing jenis obat selama setahun serta untuk menentukan stok optimum. (Anonim, 2010) 3.
Perhitungan kebutuhan obat Untuk menentukan kebutuhan obat dilakukan pendekatan perhitungan
melalui metode konsumsi,
metode epidemiologi/morbiditas dan metode
kombinasi antara konsumsi dan epidemiologi/morbiditas. (Anonim, 2010)
46
4.
Proyeksi kebutuhan obat Pada tahap proyeksi kebutuhan obat berfungsi untuk mendapatkan informasi
mengenai jumlah kebutuhan pengadaan obat tahun yang akan datang, jumlah persediaan obat di Gudang Farmasi, jumlah obat yang akan diterima pada tahun anggaran berjalan, rencana pengadaan obat untuk tahun anggaran berikutnya berdasarkan sumber anggaran dan tingkat kecukupan setiap jenis obat. (Anonim dalam Hartono, 2007) 5.
Penyesuaian rencana pengadaan obat Pada tahap penyesuaian rencana pengadaan obat disesuaikan dengan dana
yang tersedia. Peningkatan efektivitas dan efisiensi pengadaan obat berdasarkan dana yang tersedia adalah dengan cara analisa ABC dan analisa VEN. Analisa ABC merupakan analisa yang didasarkan atas nilai ekonomis barang. Sedangkan analisa VEN merupakan pengelompokan obat berdasarkan kepada dampak tiap jenis obat terhadap kesehatan. (Anonim, 2010) Berdasarkan hasil wawancara mengenai perencanaan yang dilakukan di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato, pemilihan obat merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes dan berdasarkan atas penggunaan obat tahun sebelumnya karena di RSUD Pohuwato Formularium Rumah Sakit masih dalam proses penyusunan. Anggaran untuk perencanaan pengadaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato berasal dari 3 sumber, yaitu dana dari APBN, APBD dan dari PT. ASKES.
47
Pemilihan obat dilakukan dengan mengutamakan ketersediaan obat-obat dasar dan sesuai anggaran yang tersedia. Selain itu disesuaikan juga dengan permintaan dokter karena dokter yang ada di RSUD Pohuwato merupakan dokter kontrak yang setiap 2 bulan mengalami pergantian dan permintaan dokter untuk obat-obat yang diberikan kepada pasien pun berbeda untuk obat dengan indikasi yang sama sehingga obat-obat yang ada di Instalasi Farmasi bervariasi. Sehingga untuk menentukan kebutuhan obat agar dapat tepat jenis dan jumlah sangat sulit diterapkan di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato. Selain itu agar obat dapat tepat waktu dan mutunya terjamin bergantung pada waktu tunggu pengiriman dari PBF dan pemilihan distributor (PBF) yang selektif untuk menghindari adanya kekosongan obat serta memiliki kualitas/mutu obat yang baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kekosongan obat yaitu disebabkan karena dana yang tersedia tidak mencukupi untuk melakukan perencanaan pengadaan obat sedangkan jumlah pasien di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato mengalami peningkatan, keterlambatan dalam pembayaran tagihan dimana pemesanan barang sudah melebihi dana yang tersedia, serta keterlambatan dalam pengiriman obat dari PBF. Untuk menentukan kebutuhan obat dilakukan pendekatan perhitungan melalui metode konsumsi yaitu merupakan metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya yang meliputi kebutuhan obat per tahun, stok masuk, stok keluar, sisa stok, waktu tunggu, buffer stok, pemakaian rata-rata per 3 bulan dan pemakaian rata-rata per tahun. Di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato
belum
melakukan
pendekatan
perhitungan
melalui
metode
48
epidemiologi dan kombinasi antara konsumsi dan epidemiologi karena kurangnya Sumber Daya Manusia, serta data untuk melakukan perencanaan kebutuhan belum terlalu lengkap karena harus memiliki data penggunaan serta prioritas penyakit yang terdapat di RSUD Pohuwato selama 3 tahun sebelumnya. Proyeksi kebutuhan obat untuk mengetahui perencanaan pengadaan obat ditahun yang akan datang di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato didasarkan pada data jumlah pemakaian obat tahun sebelumnya, jumlah pengeluaran, sisa stok, waktu tunggu dan buffer stok obat. Penyesuaian rencana pengadaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato yaitu dengan didasarkan pada analisa ABC dan analisa VEN. Dimana disesuaikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan obat setiap pasien di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato. Analisa ABC merupakan analisa yang didasarkan atas nilai ekonomis barang. Untuk obat yang termasuk dalam kelompak A adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan, untuk kelompok B, jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukan penyerapan dana sekitar 20% dari jumlah dana obat keseluruhan, sedangkan untuk kelompok C merupakan kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan. Selain dilihat analisa ABC, juga harus diperhatikan analisa VEN nya dimana analisa VEN merupakan pengelompokkan obat berdasarkan kepada dampak tiap jenis obat terhadap kesehatan. Dimana semua jenis obat yang direncanakan dapat dikategorikan dalam 3 kelompok yaitu kelompok vital yang
49
merupakan kelompok jenis obat yang sangat esensial (vital) dan tidak boleh dikurangi jumlahnya. Kelompok esensial merupakan kelompok obat yang harus diadakan karena obat ini cukup dibutuhkan untuk penggunaannya di rumah sakit,golongan obat ini disebut juga obat sekunder. Dan kelompok obat non esensial merupakan kelompok obat yang tidak harus diadakan karena hanya merupakan tambahan/pilihan atau disebut juga obat tersier. Dengan melihat perencanaannya maka dapat dikatakan perencanaannya sudah sesuai dengan standar pelayanan Farmasi di Rumah Sakit yaitu menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan yaitu dengan metode konsumsi. Tetapi karena RSUD Pohuwato masih dalam pengembangan dan Formularium Rumah Sakit masih dalam proses penyusunan sehingga menyebabkan kurang maksimalnya dalam melakukan perencanaan pengadaan obat yang menyebabkan terjadinya kekosongan obat dan ketidaktepatan dalam menentukan jenis dan jumlah obat. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Eka Pratiwi Botutihe (2011) dengan Judul Studi Manajemen Perencanaan Obat di Instalasi Rumah Sakit Umum Daerah Toto Kabupaten Bone Bolango, hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan kebutuhan obat dilakukan berdasarkan pemakaian obat sebelumnya (metode konsumsi) dan berdasarkan pola penyakit (metode epidemiologi) yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia sehingga dengan pedoman pengelolaan di Rumah Sakit yang menyatakan bahwa untuk merencanakan kebutuhan obat yang akan datang dapat digunakan metode konsumsi yaitu berdasarkan pemakaian obat tahun sebelumnya dan metode
50
epidemiologi berdasarkan pola penyakit. Dengan menggunakan data tersebut obat-obat yang direncanakan dapat tepat jenis maupun tepat jumlah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kurun waktu tertentu.
b.
Penyimpanan Penyimpanan merupakan suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
denagn cara menempatkan obat dan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. (Anonim, 2008) Metode penyimpanan obat dapat disusun sesuai alfabetis, menurut pabrik atau menurut bentuk sediaan, sera dan vaksin dan obat-obat yang mudah rusak/meleleh pada suhu kamar disimpan dalam lemari es, penyimpanan obat narkotika dan psikotropika dilakukan dalam lemari khusus sesuai persyaratan permenkes No. 28/Menkes/Per/I/1978, Penerapan sistem FEFO dan FIFO. (Anif, 2005) Dalam hal pengaturan tata ruang, untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian, dan pengawasan obat, maka diperlukan pengaturan tata ruang yang baik dimana harus memperhatikan kebersihan dan menjaga dari kebocoran serta hewan perekat. Selain itu diperhatikan juga kemudahan dalam bergerak, sirkulasi udara yang baik, arah arus penerimaan dan pengeluaran obat dapat di tata berdasarkan sistem arah garis lurus, arah arus U dan arus L. (Anonim, 2008)
51
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato, sistem penyimpanan obat di gudang maupun Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato yaitu menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (Fisrt Expired First Out), sesuai bentuk sediaan, alfabetis, dan sesuai kategori asal anggaran, dan penyimpanan untuk obat-obat yang memerlukan penyimpanan khusus. Penyimpanan obat di gudang maupun Instalasi Farmasi yaitu sesuai dengan persyaratan luas penyimpanan. Dimana gudang obat memiliki luas yaitu 3x5 m2dan luas penyimpanan obat di Instalasi Farmasi yaitu 7 x7 m2, ruangannya kering tidak lembab karena ada ventilasi udara, lantainya terbuat dari tegel dan untuk gudang cairan terdapat pallet agar obat tidak langsung bersentuhan dengan lantai yang menyebabkan terjadinya kelembaban yang dapat merusak mutu obat, dindingnya licin, tetapi bangunannya terdapat sudut lantai dan dinding yang tajam karena Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato bangunannya bukan merupakan desain untuk gudang maupun apotek sehingga terdapat serangga-serangga perekat di sudut lantai dan dinding tersebut. Selain itu juga memiliki pengukur suhu ruangan. Untuk penyimpanan obat narkotika dan psikotropika masih belum sesuai dengan peraturan menteri kesehatan No.28 Tahun 1978 yaitu obat narkotika dan psikotropika masih diletakkan dalam rak yang memiliki 1 pintu dan 1 kunci dimana permenkes No.28 Tahun 1978 tentang penyimpanan obat narkotika menyebutkan bahwa penyimpanan obat narkotika harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat, mempunyai kunci yang kuat, lemari dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian pertama dipergunakan untuk
52
menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya, serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. Sarana penyimpanan yang terdapat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato maupun gudang yaitu Pallet untuk tempat cairan supaya tidak langsung bersentuhan dengan lantai, rak obat, lemari OKT, lemari BHP, lemari pendingin untuk penyimpanan obat yang memang harus dalam kondisi tertentu, cold chain untuk vaksin, termometer, AC, dan komputer. Untuk pengendalian mutu obat dalam penyimpanan di gudang maupun Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato yaitu untuk obat-obat yang telah kadaluarsa dilakukan mutasi obat dan disendirikan. Dengan melihat penyimpanannya maka dapat di katakan penyimpanan obat sudah sesuai dengan standar penyimpanan obat. Akan tetapi bangunannya masih memiliki sudut lantai dan sudut dinding sehingga memungkinkan terdapatnya serangga perekat dan kebersihan masih kurang maksimal.