BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pada bagian ini diuraikan deskripsi data hasil penelitian yang meliputi : 1) Pola pergeseran bahasa masyarakat Bali di lokasi transmigrasi desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo dalam ranah keluarga, 2)
Karakteristik pergeseran bahasa masyarakat
Bali di lokasi transmigrasi desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo dalam ranah keluarga. 3) Faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran bahasa masyarakat Bali di lokasi transmigrasi desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo dalam ranah keluarga. Uraian data hasil penelitian tersebut sebagai berikut: 4.1.1 Pola Pergeseran Bahasa Masyarakat Bali di Lokasi Transmigrasi di desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo dalam Ranah Keluarga. Berdasarkan hasil rekaman dan pengamatan penggunaan bahasa dalam percakapan sehari-hari oleh transmigran Bali di Kabupaten Boalemo tepatnya di desa Raharja Kecamatan Wonosari, data di atas menunjukkan adanya beberapa pola penggunaan bahasa yaitu pada percakapan Nenek dengan Cucu dan Pembeli, dari data percakapan tersebut ditemukan pola pergeseran pada percakapan Nenek dengan Cucu dan Pembeli yaitu pola BB + BI, bahasa Bali bercampur bahasa Indonesia yang cenderung digunakan oleh masyarakat Bali sesama kasta Sudra dalam berkomunikasi sehari-hari. Berikut akan diuraikan data percakapan tersebut: Data 1 (Percakapan Nenek dengan Cucu dan Pembeli ) Lokasi percakapan: Di Warung Kecil Situasi percakapan: Siang hari
Topik percakapan: Membeli ikan asin Peserta percakapan: P1(Ibu Metri, Pemilik Rumah, Suku Bali Kasta Sudra) P2 (Niluh, Pembeli, suku Bali, Kasta Sudra) P3 (Wayan,Cucu Ibu Metri,Suku Bali, Kasta Sudra) Isi percakapan: P2: tilem nenge jani a?(tilem sekarang ini ya?) (1) P1: ten hari minggu.(belum, hari minggu) (2) P2: ha? Kayang hari minggu? (3) P1: hari minggu tanggal dua puluh. (4) P2: owhh dereng men keto. Gerang napi, gerang pakeh??(owhh belum, beli ikan asin?) (5) P1: nggih.(iya) (6) P2: amongken luh? seperempat.(berapa luh, seperempat?) (7) P1: perapat to ji kude ke?(seperempat itu harganya berapa?) (8) P2: lima ribu (9) P1: baang sepuluh ribu dong.(kasi sepuluh ribu nek) (10) P2: sepuluh? (11) P1: nggih.(iya) (12) P3: dadong, ne bayahane i nengah kone. (nenek, ini uang bayarannya nengah) (13) P1: apane?, dadong ten wenten dus cenik nggih.( apanya?, nenek tidak punya dos kecil ya?) (14) P2: nden malu, nu medagang (tunggu dulu, masih jualan) (15) P2: dus anu ade beten, dus napi adane to.(ada dos dibawah, tidak tau dos apa itu) (16) P1: ane cenik dong.(yang kecil nek) (17) P2: sing ade nggih, ade ne gede-gede dogen.(tidak ada ya, ada Cuma yang besar-besar saja) (18) P3: dadong ne,(nenek ini) (19) P2: ooowhhh.(iya) (20) P3: tagih one ben siu.(minta sisa uang lagi seribu) (21) P2: akude kone pes ne teh, jeg nginceg-ngincegang dogen nake cerik ne.(berapa tadi uangnya, bikin repot saja anak ini) (22) P3: seribu, nengah sing baange (nengah, tidak di kembalikan) (23) P2: (tunggu dulu, masih jualan ini) (24) P1: dong, wenten bawang barak nggih?(nek, ada bawang merah?) (25) P2: ade, ji kude?(ada, harga berapa?) (26) P1: lima ribu dong. (27) P2: enden nae malu nden.(tunggu dulu, tunggu) (28) P1: sune abungkul ji kude dong?(bawang putih satu biji berapa nek?) (29) P2: siu.(seribu) (30) P1: nike due baang. (kasi dua biji) (31) P2: ji kude nenenan? Lima ribu.(harga berapa jadinya ini?) (32) P1: dong tabie tiga ribu dong.(nek, rica tiga ribu) (33) P2: ten ade, telah tabiene. Nyoman ije nah sing taen ngenah?(tidak ada, ricanya habis, nyoman kemana ya, tidak pernah kelihatan) (34) P1: dijumah ko.(di rumah dia) (35) P2: sing taen mai ragane.(tidak pernah kesini dia) (36) P1: dadong tyange gempor.(nenek saya di rumah kurang sehat nek) (37)
P2: owh gempor. Iluh pidan mulih?(owh sakit, iluh kapan pulang?) (38) P1: tyang mangkin ke kota.(saya sekarang ke kota) (39) P2: owh pidan teke?(owh kapan datang?) (40) P1: be aminggu, nak penelitian napi dong. (sudah satu minggu, saya sementara penelitian nek) (41) P2: konden kelar luh kuliahe? (belum kelar kuliahnya) (42) P1: dereng, konden petang tiban. (belum, belum genap empat tahun) (43) P2: owh ngalih kuliah petang tiban.(owh kuliahnya empat tahun ya?)(44) P1: nggih, target ne napi petang tiban kelar, dong kopine niki ji kude dong?(iya, cari target kelarnya empat tahun nek) nek, kopi ini berapa harganya? (45) P2: siu.(seribu) (46) P1: niki due dong.(itu dua bungkus nek) (47) P2: nggih, ambil ampun. Tuxen tujuh belas, ben siu.(iya, ambil saja, tadi totalnya tujuh belas, lagi sisa seribu) (48) P1: pitsin ampun dong. Dus wadah jaje sing adae nggih?(pitsin saja nek, dos tempat kue tidak ada nek?) (49) P2: dadong tare pati meli jaje ne.(nenek jarang-jarang beli kue) (50) P1: makasih dong nggih.(makasih ya nek) (51) P2: nggih, kanggoang jukut-jukutan lebiin ngabe.(iya, kasi lebih bawa saja sayur-sayuran supaya banyak) (52) P1: nggih.(iya) (53) Dari kutipan percakapan di atas, memberikan gambaran bahwa keluarga tersebut (P2) berbicara dengan Pembeli (P1) dan Cucu menggunakan bahasa Bali biasa, dan bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat kutipan kalimat (4, 9, 11, 23, 27, 33, dan 34). Data percakapan di atas membuktikan bahwa keluarga tersebut adalah dwibahasawan karena mereka dapat berbicara dengan menggunakan bahasa Bali biasa dan bahasa Indonesia. Jadi, pola penggunaan bahasa transmigran Bali di ranah keluarga tersebut adalah pola BB + BI. Hal ini disebabkan oleh kehadiran P1 sebagai pembeli yang sama-sama kasta Sudra. Berdasarkan data rekaman selanjutnya diperoleh data 2 Percakapan Bapak dengan Anak dan Istri. Pola bahasa yang digunakan adalah BB + BI. Bahasa yang digunakan P4, P5, P6 yaitu bahasa Bali dengan bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat kutipan percakapan P4, P5, P6 pada kalimat (2, 3, 4, 5, 7, 10). Berikut ini diuraikan percakapan tersebut: Data 2 (Percakapan Bapak dengan Anak, dan Istri) Lokasi percakapan: Di Rumah Situasi percakapan: Malam Hari Topik percakapan: Keluar mencari dompet yang hilang
Peserta percakapan: P4 (Dewa Gede Kerti, Suami, Suku Bali, Kasta Ksatria) P5 (Dewa Ayu Rai Senitiari, Istri, Suku Bali, Kasta Ksatria) p6 (Dewa Ayu, Anak, Suku Bali, Kasta Ksatria) Isi percakapan: P4: Yu, jemaang jikete alu jep.(yu, ambilkan jaketnya bapak) (1) P5: muh, jemakang jiketnya aji.(cepat, ambilkan jaketnya bapak) (2) P6: warna apa ji? (yang warna apa?) (3) P4: warna apa aja boleh! (4) P6: kemana ji?(kemana pak? )(5) P6: kar ije?(bapak mau kemana?) (6) P5: keluar (7) P6: kemana Aji, biang? (ibu, bapak mau kemana?) (8) P6: biang, biang, biang, kar ije ajine?(ibu, ibu, ibu, bapak mau kemana?) (9) P5: mau keluar (10) Dari uraian percakapan data 2 di atas, maka diperoleh pola penggunaan bahasa yaitu BB + BI. Data percakapan tersebut dapat dilihat bahasa yang digunakan oleh P4, p5, dan P6 dalam ranah keluarga kasta ksatria menggunakan bahasa Bali biasa bercampur bahasa Indonesia. Jadi, bahasa yang lebih dominan digunakan dalam ranah keluarga ksatria rata-rata menggunakan bahasa Bali biasa bercampur bahasa Indonesia, hal ini bermula dari Bapak yang menyuruh anaknya dengan menggunakan bahasa Bali biasa dan bahasa Indonesia sehingga Anak dan Istri juga menggunakan bahasa Bali biasa bercampur bahasa Indonesia, yang seharusnya mereka sebagai kasta Ksatria menggunakan bahasa Bali halus, kenyataannya bahasa yang digunakan bergeser ke bahasa Bali biasa dan bahasa Indonesia sehingga pola penggunaan bahasanya lebih dominan yaitu BB + BI. Data rekaman selanjutnya diperoleh data 3 percakapan Istri dengan Ipar, dan Tamu. Pola bahasa yang digunakan adalah BI + BG. Bahasa yang digunakan P4, P5, P6 yaitu bahasa Indonesia dan bahasa melayu dialek Gorontalo. Hal ini dapat dilihat kutipan percakapan P4, P5, P6 pada kalimat (2, 3, 4, 5, 7, 10). Berikut ini diuraikan percakapan tersebut: Data 3 (Percakapan Istri dengan Ipar, dan Tamu)
Lokasi percakapan: Di Teras Rumah Situasi percakapan: Malam Hari Topik percakapan: Tamu mahasiswa sedang wawancara Peserta percakapan: P8 (Dewa Ayu Rai Senitiari) P9 (Kadek Citrawati, Adik Ipar, Suku Bali, Kasta Ksatria Turun Ke Sudra ) P10 (Niluh, Tamu, Suku Bali, Kasta Sudra) P11 (I Wayan Giri Putra, Tamu, Suku Bali, Kasta Sudra) Isi percakapan: P8: Aduh bagaimana ini, dia saja ya?(1) P9: siapa, Kita?(siapa, saya?) (2) P10: Iya bu, tidak apa-apa. (3) P9: dohh, tidak berani kita uti.(duhh, tidak berani saya) (4) P9: beneran itu, kalau informasi itu mesti ahlinya yang tau. (benar itu, kalau informasi penting mesti ahlinya yang tau) (5) P9: ngana jo giri uti, ngana pas! (kamu saja giri, kamu yang cocok) (6) P11: hii, sudah kita. Dari dewa aji, sang, sudra, (saya sudah tadi sudra, dari pak dewa, sang,) (7) P8: tunggu dulu saya kurang tahu. Atau ini jo?(atau ini saja?) (8) P9: saya? mau ahh.. atau tunggu kakak ku saja. (9) P8: Iyo, tunggu jero gedenya saja. Duduk dulu. (10) P9: itu Ajiknya datang. (itu bapaknya datang) (11) P8: Mana Ajiknya?(mana bapknya.) (12) Dari uraian percakapan data 3 di atas, maka diperoleh pola penggunaan bahasa yaitu: Pola bahasa Indonesia (BI) dengan bahasa Gorontalo (BG) atau BI + BG. Percakapan pada ranah keluarga kasta Ksatria di atas ( P8, P9, P10,dan P11 ) kesehariannya menggunakan bahasa Indonesia, dan bahasa Melayu dialek Gorontalo. Jadi pola bahasa masyarakat Bali kasta Ksatria di atas bergeser ke bahasa penduduk di lokasi transmigrasi yaitu bahasa Indonesia bercampur bahasa Melayu dialek Gorontalo. Dari uraian tersebut, maka pola bahasa yang paling dominan digunakan dalam ranah keluarga kasta Ksatria adalah pola BI + BG.
Data rekaman selanjutnya diperoleh data 4 percakapan Bapak dengan Anak dan Tamu. Pola bahasa yang digunakan adalah BI + BG. Bahasa yang digunakan p14, p15, p16 yaitu bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu dialek Gorontalo. Hal ini dapat dilihat kutipan percakapan P14, P15, P16 pada kalimat (1, 7, 9, 10, 11, 13). Berikut ini diuraikan percakapan tersebut: Data 4 (Percakapan Bapak dengan Anak dan Tamu) Lokasi percakapan: Di Rumah Situasi percakapan: Malam Hari Topik percakapan: Foto Keluarga Peserta percakapan:
P14 (I Gusti Made Oka, Bapak, Suku Bali, Kasta Weisya) P15 (Niluh, Tamu, Suku Bali, Kasta Sudra) P16 (I Gusti Lanang Ariyasa, Anak, Suku Bali, Kasta Weisya )
Isi percakapan: P14: Ari,, ari, sini dulu??(1) P15: Gusti ari, gusti ayu sareng nggih?(gusti ayu ada ya ) (2) P14: tyang?(apa) (3) P15: Gusti ayu nya ada?(gusti ayunya ada) (4) P14: ten.(tidak ada) (5) P16: engken ji?(kenapa pak) (6) P14: krecekin jep ken hp. Cepat pakai baju ngana. (foto pakai ini hp), (7) P16: ken hp ne?(mana hp nya) (8) P14: sini dulu kau, mai, pahh!!! Ne ajan,, ken-ken dogen nake cerik ne! (kesini saja, dari tadi mana,mana terus ini anak) (9) P15: sudah (10) P14: owh sudah, nah, gantian, gantian itu. (11) P16: nak ngujangin ne? (buat apa ini) (12) P14: kamu menghadap begitu saja. kasi kreasi sedikit itu biar bagus (13) Dari uraian percakapan data 4 di atas, percakapan masyarakat Bali kasta Weisya dalam ranah keluarga P14 menggunakan bahasa Bali Indonesia (kalimat 1), kehadiran tamu P15 yang berkasta Sudra, menanyakan Anak dari P15 menggunakan bahasa Bali halus karena
melihat P14 adalah kasta yang lebih tinggi dari tamu tersebut. Kenyataannya dalam percakapan sehari-hari di ranah keluarga kasta Weisya tersebut menggunakan bahasa Bali biasa, bahasa Indonesia dan Melayu dialek Gorontalo. Hal ini dapat di lihat pada kalimat ((1, 7, 9, 10, 11, 13).) Sehingga bahasa yang digunakan dalam bahasa sehari-hari tidak melihat lagi kasta dikarenakan dalam ranah keluarga tersebut sudah jarang menggunakan bahasa Bali halus berdasarkan kastanya, bahasa Bali yang digunakan adalah bahasa Bali biasa yang dimiliki oleh kasta Sudra, bahasa Indonesia, dan bahasa Melayu dialek Gorontalo. Jadi, pola bahasa yang paling dominan digunakan adalah pola bahasa BI + BG. Data rekaman selanjutnya diperoleh data 5 percakapan Suami Ke Istri, Anak dan Tamu. Pola bahasa yang digunakan adalah BB + BI. Bahasa yang digunakan P17, P18, P19, P20 yaitu bahasa Bali biasa dengan bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat kutipan percakapan P17, P18, P19, P20 pada kalimat (3, 4, 6, 11, 12, 14, 15). Berikut ini diuraikan percakapan tersebut: Data 5 (Percakapan Suami Ke Istri, Anak dan Tamu) Lokasi percakapan: Di Rumah Situasi percakapan: Malam Hari Topik percakapan: Kehilangan Dompet Peserta percakapan: P17 (I Dewa Gede Kerti, Suami, Suku Bali, Kasta Ksatria) P18 (Dewa Ayu Rai Sanitiari, Istri, Suku Bali, Kasta Ksatria ) P19 (Dewa Ayu, Anak, Suku Bali, Kasta Ksatria) P20 (I Wayan Giri Putra, Tamu, Suku Bali, Kasta Sudra)
Isi percakapan: P17: beh, sing ade eh. Ije ye ulung nah. (aduh, tidak ada ee. Jatuh dimana itu ee) (1) P18: apo ne?(apa itu?) (2) P17: dompet.(dompet.) (3)
P19: di mobil nenge nike.(di mobil mungkin) (4) P17: be alihin sing ade.(sudah cari tadi tapi tidak ada) (5) P20: ada hp ji o?(ada hp nya pak ya?) (6) P20: biang, biang, biang, (ibu, ibu, ibu) (7) P21: napi nike?(iya kenapa?) (8) P18: ngoyong yu! De aduke adik nak bobok.(diam yu, jangan ganggu adiknya lagi tidur!) (9) P19: tyang nunas adike nggih?(saya minta adiknya boleh?) (10) P20: eleeeh tidak mau. (11) P19: yeeeee.(12) P21: tunas adike nggih?(minta adiknya ya?) (13) P18: nggak boleh, ketang nae.(bilang tidak boleh) (14) P20: nggak boleh! (tidak boleh!) (15) Dari uraian percakapan di atas, maka ditemukan pola penggunaan bahasa dalam ranah keluarga masyarakat Bali kasta Ksatria yaitu Pola bahasa Bali biasa (BB) dengan bahasa Indonesia (BI) atau BB + BI. Dapat dilihat bahasa yang digunakan kasta Ksatria dalam ranah keluarga P17, P18, P19, dan P20 menggunakan bahasa Bali biasa, kehadiran tamu kasta Sudra dalam keluarga tersebut kesemuanya menggunakan bahasa Bali biasa. Pada P20, anak dari P16 dan P18 lebih menggunakan bahasa Indonesia dalam ranah keluarga. Jadi, pola bahasa yang digunakan dalam kasta Ksatria adalah pola BB + BI. Data rekaman selanjutnya diperoleh data 6 percakapan Anak dengan Ibunya samasama kasta Brahmana dan Teman yang kasta Sudra. Pola bahasa yang digunakan adalah BB + BI. Bahasa yang digunakan P21, P22, P23, P24 yaitu bahasa Bali biasa dengan bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat kutipan percakapan P21, P22, P23, P24 pada kalimat (8, 9, 10, 11). Berikut ini diuraikan percakapan tersebut: Data 6 (Percakapan Anak dengan Ibunya Sama-Sama Kasta Brahmana dan Teman yang Kasta Sudra) Lokasi percakapan: Di Geriya Situasi percakapan: Siang Hari Sepulang Melasti Topik percakapan: Masalah Pengalaman Kerja Peserta percakapan: P21 (Ida Ayu Made, Anak, Suku Bali, Kasta Brahmana)
P24 (Jero Made, Ibu , Suku Bali, Kasta Brahmana ) P23 (Wayan, Teman, Suku Bali, Kasta Sudra) P22 (Niluh, Teman, Suku Bali, Kasta Sudra) Isi percakapan: P21: Iluuhhh, (1) P22: Men dayu engken kabare?(dayu apa kabar ?) (2) P21: Engken nah?(bagaimana ya?) (3) P22: Men engken megae?(terus bagaimana kerjanya?) (4) P21: Keto be megae jeg keto gen be.(yah kerja Cuma begitu saja) (5) P22:Sukeh oo?(susah ya) (6) P22: Ape gen gaen e ditu? (apa saja kerjanya disitu?) (7) P21: Kita kan cuma bendahara.(saya sebagai bendahara) (8) P21: bikin laporan.mare uling tilamuta pulang-pulang bale?(bikin laporan. Dari tilamuta pulang pergi ?) (9) P22: brapa minggu mare mulih?(berapa minggu baru pulang?) (10) P21: Satu minggu satu kali. (11) P24 : engken ne dayu geg?(kenapa ini dayu) (12) P21 : sing ne, timpale mek.(tidak, ini ada teman mek) (13) P23 : tyang nike, (saya ibu) (14) P21: Ne to uling tuni yan sure ngabe banten, be dadi jang to bantene. (ini dari tadi wayan kesana kemari) (15) P24: yuk dayu geg, mulih malu.(dayu pulang yuk nak) (16) P21: yuk kalain alu nah, . (iya, mau permisi dulu ya) (17) P22:yuk,, ( iya). (18) Dari uraian percakapan data 6 di atas, maka ditemukan pola penggunaan bahasa dalam ranah keluarga masyarakat Bali kasta Brahmana yaitu dominan menggunakan pola BB + BI, dapat dilihat kalimat (8, 9, 10, 11) menggunakan bahasa Bali biasa bercampur bahasa Indonesia. Bahasa yang digunakan kasta Brahmana pada kutipan kalimat percakapan di atas, tidak ada tingkatan kastanya, karena bahasa yang digunakan bergeser total ke bahasa Bali biasa dan bercampur dengan bahasa Indonesia, sehingga pola bahasa yang digunakan dominan BB + BI.
Dari keenam data pola penggunaan bahasa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola penggunaan
bahasa transmigran Bali dalam ranah keluarga di Kabupaten Boalemo
Kecamatan Wonosari tepatnya di desa Raharja yang paling dominan di dalam ranah keluarga menggunakan pola BB + BI dan BI + BG. Hal ini disebabkan oleh pola BB + BI dan BI + BG muncul pada semua percakapan masyarakat Bali dalam mranah keluarga.
4.1.2 Karakteristik Pergeseran Bahasa Masyarakat Bali di Lokasi Transmigrasi Desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo dalam Ranah Keluarga
Karakteristik pergeseran bahasa masyarakat Bali yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu dapat dilihat dari percakapan masyarakat transmigran Bali dalam ranah keluarga berdasarkan tingkatan kasta.
Data 1 (Percakapan Nenek dengan Cucu dan Pembeli Kasta) Lokasi percakapan: di warung kecil Situasi percakapan: siang hari Topik percakapan: beli ikan asin Peserta percakapan: P1(Ibu Metri, Pemilik Rumah, Suku Bali Kasta Sudra) p2 (Niluh, Pembeli, Suku Bali, Kasta Sudra) p3 (Wayan,Cucu Ibu Metri,Suku Bali, Kasta Sudra) Isi percakapan: P2: tilem nenge jani a?(tilem sekarang ini ya?) (1) P1: ten hari minggu.(belum, hari minggu) (2) P2: ha? Kayang hari minggu? (3) P1: hari minggu tanggal dua puluh. (4) P2: owhh dereng men keto. Gerang napi, gerang pakeh??(owhh belum, beli ikan asin?) (5) P1: nggih.(iya) (6) P2: amongken luh? seperempat.(berapa luh, seperempat?) (7) P1: perapat to ji kude ke?(seperempat itu harganya berapa?) (8) P2: lima ribu (9) P1: baang sepuluh ribu dong.(kasi sepuluh ribu nek) (10) P2: sepuluh? (11)
P1: nggih.(iya) (12) P3: dadong, ne bayahane i nengah kone. (nenek, ini uang bayarannya nengah) (13) P1: apane?, dadong ten wenten dus cenik nggih.( apanya?, nenek tidak punya dos kecil ya?) (14) P2: nden malu, nu medagang (tunggu dulu, masih jualan) (15) P2: dus anu ade beten, dus napi adane to.(ada dos dibawah, tidak tau dos apa itu) (16) P1: ane cenik dong.(yang kecil nek) (17) P2: sing ade nggih, ade ne gede-gede dogen.(tidak ada ya, ada Cuma yang besar-besar saja) (18) P3: dadong ne,(nenek ini) (19) P2: ooowhhh.(iya) (20) P3: tagih one ben siu.(minta sisa uang lagi seribu) (21) P2: akude kone pes ne teh, jeg nginceg-ngincegang dogen nake cerik ne.(berapa tadi uangnya, bikin repot saja anak ini) (22) P3: seribu, nengah sing baange (nengah, tidak di kembalikan) (23) P2: (tunggu dulu, masih jualan ini) (24) P1: dong, wenten bawang barak nggih?(nek, ada bawang merah?) (25) P2: ade, ji kude?(ada, harga berapa?) (26) P1: lima ribu dong. (27) P2: enden nae malu nden.(tunggu dulu, tunggu) (28) P1: sune abungkul ji kude dong?(bawang putih satu biji berapa nek?) (29) P2: siu.(seribu) (30) P1: nike due baang. (kasi dua biji) (31) P2: ji kude nenenan? Lima ribu.(harga berapa jadinya ini?) (32) P1: dong tabie tiga ribu dong.(nek, rica tiga ribu) (33) P2: ten ade, telah tabiene. Nyoman ije nah sing taen ngenah?(tidak ada, ricanya habis, nyoman kemana ya, tidak pernah kelihatan) (34) P1: dijumah ko.(di rumah dia) (35) P2: sing taen mai ragane.(tidak pernah kesini dia) (36) P1: dadong tyange gempor.(nenek saya di rumah kurang sehat nek) (37) P2: owh gempor. Iluh pidan mulih?(owh sakit, iluh kapan pulang?) (38) P1: tyang mangkin ke kota.(saya sekarang ke kota) (39) P2: owh pidan teke?(owh kapan datang?) (40) P1: be aminggu, nak penelitian napi dong. (sudah satu minggu, saya sementara penelitian nek) (41) P2: konden kelar luh kuliahe? (belum kelar kuliahnya) (42) P1: dereng, konden petang tiban. (belum, belum genap empat tahun) (43) P2: owh ngalih kuliah petang tiban.(owh kuliahnya empat tahun ya?)(44) P1: nggih, target ne napi petang tiban kelar, dong kopine niki ji kude dong?(iya, cari target kelarnya empat tahun nek) nek, kopi ini berapa harganya? (45) P2: siu.(seribu) (46) P1: niki due dong.(itu dua bungkus nek) (47) P2: nggih, ambil ampun. Tuxen tujuh belas, ben siu.(iya, ambil saja, tadi totalnya tujuh belas, lagi sisa seribu) (48) P1: pitsin ampun dong. Dus wadah jaje sing adae nggih?(pitsin saja nek, dos tempat kue tidak ada nek?) (49) P2: dadong tare pati meli jaje ne.(nenek jarang-jarang beli kue) (50) P1: makasih dong nggih.(makasih ya nek) (51) P2: nggih, kanggoang jukut-jukutan lebiin ngabe.(iya, kasi lebih bawa saja sayur-sayuran supaya banyak) (52)
P1: nggih.(iya) (53) Dari percakapan masyarakat Bali kasta Sudra dalam ranah keluarga tersebut dapat dilihat karakteristik pergeseran bahasa masyarakat transmigran Bali yang berbeda-beda kasta. Kutipan percakapan di atas, P2 sebagai orang tua masih menggunakan tingkatan bahasanya saat berkomunikasi, sehingga P1 menggunakan bahasa Bali halus dan bahasa Indonesia untuk menghargainya. Hal ini dikarenakan pengetahuan atau wawasan P2 yang telah lama menetap di Bali. Bahasa yang digunakan P3 sebagai Cucu P2 menggunakan bahasa Bali biasa dan bahasa Indonesia. Pemahaman bahasa Bali halus kurang dipahami karena dalam keluarga kurang diajarkan menggunakan bahasa sesuai tingkatan Kasta. Bertemunya pembeli, Nenek dan Cucu sehingga bahasa yang digunakan bercampur dengan bahasa Indonesia. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik pergeseran bahasa masyarakat Bali terjadi karena bahasa yang digunakan dalam percakapan di ranah keluarga tidak mengenal kasta sehingga tidak terdapat tingkatan bahasanya. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari yaitu bahasa Bali biasa dan bahasa Indonesia. Data 2 (Percakapan Bapak dengan Anak, dan Istri) Lokasi percakapan: Di Rumah Situasi percakapan: Malam Hari Topik percakapan: Keluar mencari dompet yang hilang Peserta percakapan: P4 (Dewa Gede Kerti, Suami, Suku Bali, Kasta Ksatria) P5 (Dewa Ayu Rai Senitiari, Istri, Suku Bali, Kasta Ksatria) p6 (Dewa Ayu, Anak, Suku Bali, Kasta Ksatria) Isi percakapan: P4: Yu, jemaang jikete alu jep.(yu, ambilkan jaketnya bapak) (1) P5: muh, jemakang jiketnya aji.(cepat, ambilkan jaketnya bapak) (2) P6: warna apa ji? (yang warna apa?) (3) P4: warna apa aja boleh! (4) P6: kemana ji?(kemana pak? )(5)
P6: kar ije?(bapak mau kemana?) (6) P5: keluar (7) P6: kemana Aji, biang? (ibu, bapak mau kemana?) (8) P6: biang, biang, biang, kar ije ajine?(ibu, ibu, ibu, bapak mau kemana?) (9) P5: mau keluar (10) Dari kutipan percakapan data 2 di atas, dapat dilihat karakteristik pergeseran antara masyarakat Bali sama-sama kasta Ksatria dalam ranah keluarga tersebut yaitu Bapak dengan Anak, dan Istri. Kutipan percakapan di atas, bahasa yang digunakan P4, P5, Dan P6 sebagai Bapak, Anak dan Istri tidak terdapat tingkatan kasta sehingga bahasa yang seharusnya digunakan adalah bahasa Bali halus bergeser ke bahasa Bali biasa dan bercampur dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik pergeseran bahasa masyarakat Bali kasta Ksatria bergeser karena bahasa yang digunakan tidak lagi memperhatikan tingkatan kasta, lebih sering menggunakan bahasa Bali biasa dan bahasa Indonesia, bahasa yang digunakan tidak nampak lagi kasta dan tingkatan bahasanya. Data 3 (Percakapan Istri dengan Ipar, dan Tamu) Lokasi percakapan: Di Teras Rumah Situasi percakapan: Malam Hari Topik percakapan: Tamu mahasiswa sedang wawancara Peserta percakapan: P8 (Dewa Ayu Rai Senitiari) P9 (Kadek Citrawati, Adik Ipar, Suku Bali, Kasta Ksatria Turun Ke Sudra ) P10 (Niluh, Tamu, Suku Bali, Kasta Sudra) P11 (I Wayan Giri Putra, Tamu, Suku Bali, Kasta Sudra) Isi percakapan: P8: Aduh bagaimana ini, dia saja ya?(1) P9: Siapa, Kita?(siapa, saya?) (2) P10: Iya bu, tidak apa-apa. (3) P9: dohh, tidak berani kita uti.(duhh, tidak berani saya) (4) P9: beneran itu, kalau informasi itu mesti ahlinya yang tau. (benar itu, kalau informasi penting mesti ahlinya yang tau) (5)
P9: ngana jo giri uti, ngana pas! (kamu saja giri, kamu yang cocok) (6) P11: hii, sudah kita. Dari dewa aji, sang, sudra, (saya sudah tadi sudra, dari pak dewa, sang,) (7) P8: tunggu dulu saya kurang tahu. Atau ini jo?(atau ini saja?) (8) P9: Saya? mau ahh.. atau tunggu kakak ku saja. (9) P8: Iyo, tunggu jero gedenya saja. Duduk dulu. (10) P9: itu Ajiknya datang. (itu bapaknya datang) (11) P8: Mana Ajiknya?(mana bapknya.) (12) Dari kutipan percakapan data 3 di atas, dapat dilihat karakteristik pergeseran bahasa masyarakat Bali kasta Ksatria dan kasta Sudra tidak lagi memperhatikan tingkatan kasta sehingga bahasa yang digunakan bergeser ke bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dialek Gorontalo. Kalimat percakapan P8, P9, P10, P11 ditandai pada kalimat (1 sampai 12). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa yang digunakan masyarakat Bali kasta Ksatria dan kasta Sudra dalam ranah keluarga tidak lagi menggunakan bahasa Bali dan tidak melihat tingkatan kasta dan bahasa, sehingga bergeser ke bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dialek Gorontalo. Data 4 (Percakapan Bapak dengan Anak dan Tamu) Lokasi percakapan: Di Rumah Situasi percakapan: Malam Hari Topik percakapan: Foto Keluarga Peserta percakapan:
P14 (I Gusti Made Oka, Bapak, Suku Bali, Kasta Weisya) P15 (Niluh, Tamu, Suku Bali, Kasta Sudra) P16 (I Gusti Lanang Ariyasa, Anak, Suku Bali, Kasta Weisya )
Isi percakapan: P14: Ari,, ari, sini dulu??(1) P15: Gusti ari, gusti ayu sareng nggih?(gusti ayu ada ya ) (2) P14: tyang?(apa) (3) P15: Gusti ayu nya ada?(gusti ayunya ada) (4)
P14: ten.(tidak ada) (5) P16: engken ji?(kenapa pak) (6) P14: krecekin jep ken hp. Cepat pakai baju ngana. (foto pakai ini hp), (7) P16: ken hp ne?(mana hp nya) (8) P14: sini dulu kau, mai, pahh!!! Ne ajan,, ken-ken dogen nake cerik ne! (kesini saja, dari tadi mana,mana terus ini anak) (9) P15: sudah (10) P14: owh sudah, nah, gantian, gantian itu. (11) P16: nak ngujangin ne? (buat apa ini) (12) P14: kamu menghadap begitu saja. kasi kreasi sedikit itu biar bagus (13) Dari kutipan percakapan data 4 di atas, dapat dilihat karakteristik pergeseran bahasa masyarakat Bali kasta Weisya dan kasta Sudra tidak lagi memperhatikan tingkatan kasta sehingga bahasa yang digunakan bergeser ke bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dialek Gorontalo. Hal ini dapat di lihat pada kalimat (1, 7, 9, 10, 11, 13).) Bahasa yang digunakan dalam bahasa sehari-hari tidak melihat lagi kasta karena dalam ranah keluarga tersebut sudah jarang menggunakan bahasa Bali halus berdasarkan kastanya. Jadi, kesimpulannya dalam percakapan tersebut masih menggunakan bahasa Bali tapi tidak terdapat tingkatan kasta sehingga bahasa yang digunakan bergeser ke bahasa Indonesia, dan bahasa melayu dialek Gorontalo.
Data 5 (Percakapan Suami Ke Istri, Anak dan Tamu) Lokasi percakapan: Di Rumah Situasi percakapan: Malam Hari Topik percakapan: Kehilangan Dompet Peserta percakapan: P17 (I Dewa Gede Kerti, Suami, Suku Bali, Kasta Ksatria) P18 (Dewa Ayu Rai Sanitiari, Istri, Suku Bali, Kasta Ksatria ) P19 (Dewa Ayu, Anak, Suku Bali, Kasta Ksatria)
P20 (I Wayan Giri Putra, Tamu, Suku Bali, Kasta Sudra) Isi percakapan: P17: beh, sing ade eh. Ije ye ulung nah. (aduh, tidak ada ee. Jatuh dimana itu ee) (1) P18: apo ne?(apa itu?) (2) P17: dompet.(dompet.) (3) P19: di mobil nenge nike.(di mobil mungkin) (4) P17: be alihin sing ade.(sudah cari tadi tapi tidak ada) (5) P20: ada hp ji o?(ada hp nya pak ya?) (6) P20: biang, biang, biang, (ibu, ibu, ibu) (7) P21: napi nike?(iya kenapa?) (8) P18: ngoyong yu! De aduke adik nak bobok.(diam yu, jangan ganggu adiknya lagi tidur!) (9) P19: tyang nunas adike nggih?(saya minta adiknya boleh?) (10) P20: eleeeh tidak mau. (11) P19: yeeeee.(12) P21: tunas adike nggih?(minta adiknya ya?) (13) P18: nggak boleh, ketang nae.(bilang tidak boleh) (14) P20: nggak boleh! (tidak boleh!) (15) Dari kutipan percakapan data 5 di atas, dapat dilihat karakteristik pergeseran bahasa masyarakat Bali kasta Ksatria dan kasta Sudra tidak lagi memperhatikan tingkatan kasta, sehingga bahasa yang digunakan bergeser ke bahasa Bali biasa, bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dialek Gorontalo. Hal ini dapat di lihat pada kalimat (1 sampai 15). Bahasa seharihari yang digunakan tidak melihat lagi kasta dikarenakan dalam ranah keluarga tersebut sudah jarang menggunakan bahasa Bali halus berdasarkan kastanya. Dalam percakapan tersebut bahasa Bali yang digunakan adalah bahasa Bali biasa yang dimiliki oleh kasta Sudra dan bahasa Indonesia. Jadi, kesimpulannya dalam percakapan tersebut masih menggunakan bahasa Bali tapi tidak terdapat tingkatan kasta sehingga bahasa yang digunakan bergeser ke bahasa Bali biasa dan bahasa Indonesia. Data 6 (Percakapan Anak dengan Ibunya Sama-Sama Kasta Brahmana dan Teman yang Kasta Sudra) Lokasi percakapan: Di Geriya
Situasi percakapan: Siang Hari Sepulang Melasti Topik percakapan: Masalah Pengalaman Kerja Peserta percakapan: P21 (Ida Ayu Made, Anak, Suku Bali, Kasta Brahmana) P24 (Jero Made, Ibu , Suku Bali, Kasta Brahmana ) P23 (Wayan, Teman, Suku Bali, Kasta Sudra) P22 (Niluh, Teman, Suku Bali, Kasta Sudra) Isi percakapan: P21: Iluuhhh, (1) P22: Men Dayu engken kabare?(dayu apa kabar ?) (2) P21: Engken nah?(bagaimana ya?) (3) P22: Men engken megae?(terus bagaimana kerjanya?) (4) P21: Keto be megae jeg keto gen be.(yah kerja Cuma begitu saja) (5) P22:Sukeh oo?(susah ya) (6) P22: Ape gen gaen e ditu? (apa saja kerjanya disitu?) (7) P21: Kita kan cuma bendahara.(saya sebagai bendahara) (8) P21: bikin laporan.mare uling tilamuta pulang-pulang bale?(bikin laporan. Dari tilamuta pulang pergi ?) (9) P22: brapa minggu mare mulih?(berapa minggu baru pulang?) (10) P21: Satu minggu satu kali. (11) P24 : engken ne dayu geg?(kenapa ini dayu) (12) P21 : sing ne, timpale mek.(tidak, ini ada teman mek) (13) P23 : tyang nike, (saya ibu) (14) P21: Ne to uling tuni yan sure ngabe banten, be dadi jang to bantene. (ini dari tadi wayan kesana kemari) (15) P24: yuk Dayu geg, mulih malu.(dayu pulang yuk nak) (16) P21: yuk kalain alu nah, . (iya, mau permisi dulu ya) (17) P22:yuk,, ( iya). (18) Dari kutipan percakapan data 6 di atas, dapat dilihat karakteristik pergeseran bahasa masyarakat Bali kasta Brahmana dan kasta Sudra P21, P24 dan P22, P23 tidak lagi memperhatikan tingkatan Kasta dan bahasa, sehingga bahasa Bali yang digunakan bergeser ke bahasa Bali biasa dan bahasa Indonesia. Jadi, kesimpulannya dalam percakapan tersebut
masih menggunakan bahasa Bali tapi tidak terdapat tingkatan kasta sehingga bahasa yang digunakan dominan bergeser ke bahasa Bali biasa dan bahasa Indonesia. Berdasarkan uraian keenam data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik pergeseran bahasa masyarakat transmigran Bali dalam percakapan ranah keluarga tidak melihat tingkatan Kasta sehingga bahasa yang digunakan adalah bahasa Bali biasa yang tidak terdapat tingkatan kastanya. Hal ini disebabkan karena bahasa yang digunakan dalam ranah keluarga yang berbeda-beda Kasta tersebut rata-rata menggunakan bahasa Bali biasa dan sudah bergeser ke bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dialek Gorontalo. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Kasta dalam masyarakat Transmigran Bali di Kabupaten Boalemo Kecamatan Wonosari tepatnya di desa Raharja dominan tidak lagi mengenal tingkatan Kasta dan tingkatan bahasa. Bahasa sehari-hari yang digunakan dalam ranah keluarga adalah bahasa Bali biasa, bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dialek Gorontalo. 4.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pergeseran Bahasa Masyarakat Bali di Lokasi Transmigrasi Desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo dalam Ranah Keluarga Berdasarkan pola pergeseran dan karakteristik pergeseran bahasa masyarakat Bali di lokasi transmigrasi desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo dalam ranah keluarga, maka dapat ditemukan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran bahasa tersebut yaitu: 1) Lingkungan Lingkungan merupakan faktor utama yang erat terjadinya pergeseran bahasa. Desa Raharja Kecamataan Wonosari Kabupaten Boalemo merupakan desa yang mayoritasnya penduduk suku Gorontalo, sedangkan masyarakat Bali merupakan penduduk minoritas, sehingga penggunaan bahasa Bali dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Bali biasa/sedang, bahasa Indonesia, dan bahasa Melayu dialek Gorontalo baik yang sesama
kasta maupun berbeda kasta. Penggunaan bahasa Bali halus/utama yang disesuaikan dengan tingkatan kasta, digunakan saat situasi dan kondisi tertentu. 2) Pergaulan Beragam suku dan budaya yang terdapat di Lokasi transmigrasi Desa Raharja Kecamataan Wonosari Kabupaten Boalemo sehingga bahasa penduduk mudah terpengaruh dengan bahasa dilokasi transmigrasi. Pergaulan Anak-anak, Remaja dan Dewasa zaman sekarang gengsi menggunakan bahasa daerah Bali untuk berkomunikasi, bahasa yang mereka gunakan adalah dominan bahasa campuran, bahasa Bali biasa/sedang, bahasa Indonesia, dan bahasa Melayu dialek Gorontalo. 3) Transmigrasi Transmigrasi atau perpindahan penduduk erat terjadinya dengan pergeseran bahasa (language shift), khususnya ranah keluarga yang digunakan sebagai sarana pertama pemerolehan bahasa Ibu. Pergeseran bahasa masyarakat Bali di lokasi transmigrasi di desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo diasumsikan dapat terjadi, hal ini dikarenakan seringnya terjadi kontak bahasa antara bahasa Bali baik yang sesama kasta maupun berbeda kasta, Bahasa Indonesia, dan Bahasa melayu dialek Gorontalo yang menjadi bahasa sehari-hari yang digunakan dalam berkomunikasi. Situasi kebahasaan yang demikian memberikan peluang terjadinya pergeseran bahasa Bali, khususnya dalam ranah keluarga. 4) Kurang Kesadaran dalam Keluarga Penggunaan bahasa Bali dalam kehidupan sehari-hari mudah terpengaruh oleh bahasa di lingkungan masyarakat. Jika bahasa Bali sering diterapkan, dipelajari, bahasa Bali tidak akan mengalami pergeseran. Kurangnya penerapan itulah menyebabkan Anak-anak, Remaja, dan Dewasa kurang menggunakan bahasa Bali dalam berkomunikasi, bahasa yang digunakan adalah bahasa campuran. Diharapkan kepada orang tua agar sejak dini mengajarkan anakanaknya bahasa Bali yang sesuai dengan tingkatan kasta dan tingkatan bahasa seperti bahasa
Bali tingkat halus/utama, sedang/biasa dalam berkomunikasi agar mereka tidak sembarang menggunakan bahasa campuran dalam berkomunikasi baik di lingkungan keluarga dan masyarakat yang sesama kasta dan berbeda kasta. 5) Perkembangan Zaman Perkembangan zaman yang semakin canggih dan maju sehingga berpengaruh terhadap penggunaan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari dalam ranah keluarga. Pengaruh perkembangan zaman sekarang sehingga masyarakat Bali berkomunikasi menggunakan bahasa Bali biasa/sedang, karena lingkungan yang mayoritas penduduknya suku Gorontalo. Orang tua yang masih menggunakan bahasa Bali halus, karena mereka masih mempertahankan dan memahami penggunaan bahasa dalam berkomunikasi yang disesuaikan dengan tingkatan kasta dan mereka juga menetap lama di Bali sehingga pemahaman tentang bahasa Bali yang disesuaikan dengan tingkatan kasta lebih luas. Kesimpulannya, dari ke lima faktor-faktor diatas sangat mempengaruhi terjadinya pergeseran bahasa masyarakat Bali. 6) Perkawinan Silang Masyarakat Bali yang Berbeda Kasta Perkawinan silang juga merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pergeseran bahasa masyarakat Bali. Masyarakat Bali yang kasta Sudra menikah dengan kasta Brahmana, secara tidak langsung akan susah mengikuti aturan bahasa yang digunakan pada kasta Brahmananyaitu bahasa Bali halus/utama, begitu juga sebaliknya jika kasta Brahmana menikah dengan kasta Sudra, maka bahasa yang digunakan sebagai kasta Brahmana yaitu bahasa Bali halus/utama jarang digunakan lagi dalam berkomunikasi sehari-hari hanya pada ranah tertentu sajandan mengikuti bahasa Bali yang digunakan oleh kasta Sudra tersebut. Dari beberapa uraian di atas, kesimpulannya terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran bahasa masyarakat Bali di lokasi transmigrasi Kabupaten Boalemo Kecamatan Wonosari tepatnya di desa Raharja, bahwa bahasa yang bertahan dan mengalami pergeseran itu dikarenakan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhi. Berdasarkan penelitian, peneliti menemukan lima faktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran bahasa yaitu: 1) Faktor lingkungan, 2) Transmigrasi, 3) Pergaulan, 4) Kurangnya Penerapan dalam Keluarga, 5) Perkembangan Zaman, dan 6) Perkawinan Silang Masyarakat Bali yang berbeda Kasta. Kelima faktor tersebut mempengaruhi penggunaan bahasa masyarakat transmigran Bali di desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo. Bahasa Bali yang digunakan tidak melihat tingkatan kasta dan tingkatan bahasa sehingga bahasa yang digunakan dalam ranah keluarga rata-rata bergeser ke bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dialek Gorontalo. 4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian, maka ditemukan hasil analisis dari ke tiga permasalahan pada Bab 1 yaitu pola pergeseran bahasa transmigran Bali dalam ranah keluarga di Kabupaten Boalemo Kecamatan Wonosari tepatnya di desa Raharja dominan menggunakan pola BB + BI dan BI + BG. Hal ini disebabkan oleh pola BB + BI dan BI + BG muncul dalam percakapan semua ranah keluarga masyarakat transmigran Bali. Bahasa yang digunakan tersebut sudah menjadi bahasa sehari-hari dalam ranah keluarga seperti bahasa yang digunakan Nenek dengan Cucu dan Pembeli, Suami dengan Istri dan Anak, Istri dengan Ipar dan Tamu, Ibu dengan Anak dan Teman, hal lain juga dipengaruhi dengan adanya orang lain di luar ranah keluarga juga ikut terlibat dalam percakapan di ranah keluarga seperti Tamu, Teman dan Pembeli. Bahasa yang digunakan juga bisa berubah akibat kehadiran Tamu, Teman, dan Pembeli dalam ranah keluarga tersebut sehingga percakapan yang terjadi akan mempengaruhi bahasa yang digunakan. Dari keenam data percakapan tersebut ditemukan karakteristik pergeseran bahasa masyarakat transmigran Bali dalam percakapan ranah keluarga tidak lagi melihat tingkatan kasta sehingga bahasa yang digunakan adalah bahasa Bali biasa yang tidak terdapat tingkatan kastanya. Hal ini disebabkan karena bahasa yang digunakan dalam ranah keluarga yang
berbeda-beda kasta tersebut rata-rata menggunakan bahasa Bali biasa dan sudah bergeser ke bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dialek Gorontalo. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kasta dalam masyarakat Transmigran Bali di Kabupaten Boalemo Kecamatan Wonosari tepatnya di desa Raharja dominan tidak lagi mengenal tingkatan kasta. Bahasa sehari-hari yang digunakan dalam ranah keluarga adalah dominan bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dialek Gorontalo. Berdasarkan pola pergeseran dan karakteristik pergeseran bahasa masyarakat Bali di lokasi transmigrasi desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo dalam ranah keluarga, maka dapat ditemukan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran bahasa tersebut yaitu: 1) faktor lingkungan, 2) transmigrasi, 3) pergaulan, 4) kurang kedasaran dalam keluarga, dan 5) perkembangan zaman. Keenam faktor tersebut yang mempengaruhi penggunaan bahasa masyarakat Bali di desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo. Bahasa Bali yang digunakan tidak melihat tingkatan kasta dan tingkatan bahasa sehingga bahasa yang digunakan dalam ranah keluarga rata-rata bergeser ke bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dialek Gorontalo. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola pergeseran, karakteristik pergeseran, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran bahasa masyarakat transmigran Bali dapat dilihat dari bahasa yang digunakan masyarakat transmigran Bali yang dipengaruhi oleh bahasa penduduk di lokasi transmigrasi, bahasa Bali yang seharusnya melihat kasta dan tingkatan bahasa, kenyataannya dalam percakapan di ranah keluarga dan kehadiran orang lain yang ikut terlibat dalam percakapan di ranah keluarga tersebut dari berbeda-beda kasta yaitu: kasta Brahmana, Ksatria, Weisya, dan Sudra dalam percakapannya bahasa yang digunakan tidak nampak lagi kasta sehingga masyarakat Bali yang sesama kasta atau berbeda kasta dalam berkomunikasi dalam ranah kelurga menggunakan bahasa sehari-hari yang tidak terdapat tingkatan bahasanya.