BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Deskripsi dan Pembahasan Penelitian tindakan ini berangkat dari permasalahan masih rendahnya Penerapan Model Talking Stick Dalam Membaca Nyaring dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Indikasi masih rendahnya Penerapan Model Talking Stick Dalam Membaca Nyaring berdasarkan dialog wawancara antara peneliti dan guru kelas IV SDN 3 Bulango Ulu, Kabupaten Bone Bolango yang dilakukan oleh peneliti pada hari Jumat tanggal 10 Mei 2013. Dari hasil wawancara dan pengamatan dengan guru, siswa banyak yang belum bisa menggunakan Penerapan Model Talking Stick Dalam Membaca Nyaring, belum bisa membentuk pengertian pada konsep yang diajarkan, siswa jarang memberikan tanggapan saat mengikuti pembelajaran. Peneliti menemukan masih dominannya guru dalam praktek pembelajaran dan siswa hanya menerima penjelasan materi dari guru saja. Hal ini disebabkan karena penerapan sistem mengajar yang digunakan masih konvensional seperti ceramah, jarang sekali menggunakan alat peraga/media, bahkan guru tidak pernah menggunakan metode-metode dalam mengajar di kelas sehingga hasil belajar siswa kurang, kurang mendorong perkembangan berpikir siswa sehingga kurang mampu melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap guru dan siswa kelas IV SDN 3 Bulango Ulu, Kabupaten Bone Bolango terkait dengan penerapan model talking stick dalam membaca nyaring pada siswa kelas IV SDN 37
3 Bulango Ulu, Kabupaten Bone Bolango hasil yang diperoleh berupa temuan umum dan temuan khusus. Temuan tersebut dapat dapat dijelaskan sebagai berikut: 4.1.1 Temuan Umum Secara umum peneliti dapat menggambarkan penerapan metode talking stick dalam membaca nyaring pada siswa kelas IV SDN 3 Bulango Ulu, Kabupaten Bone Bolango bahwa guru sudah baik, membagi siswa dalam kelompok secara heterogen yaitu campuran menurut prestasi, jenis kelamin dan suku. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode talking stick guru sudah bisa menguasai kelas dan sebagian besar siswa senang dengan penerapan metode talking stick. Dalam proses pembelajaran terutama pada materi membaca nyaring, dalam penerapan metode talking stick mereka bisa membaca dengan nyaring. Dalam penerapan metode talking stick proses interaksi belajar mengajar lebih baik dari sebelumnya. Siswa sudah mengerti dan mampu membaca dengan nyaring dan memberikan tanggapan atau penjelasan dari bacaan. Selain itu, ada beberapa kelebihan dan kelemahan dalam penerapan metode talking stick dalam membaca nayring ada bebrapa kelebihan dan kelemhan yang ditemui pada saat proses pembelajaran yaitu kelebihan : (1) menguji kesiapan siswa (2) melatih siswa memahami materi dengan cepat (3) agar lebih giat belajar (belajar dahulu sebelum pelajaran dimulai). Sedangkan kelemahannya adalah (1) membuat senam jantung. (2) membuat sisiwa tegang, (3) Ketakutan akan pertanyaan yang akan di berikan oleh guru
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa, penerapan metode talking stick banyak memberikan keuntungan kepada guru dan siswa dalam proses pembelajaran membaca nyaring di kelas V SDN 5 Telaga Kabupaten Gorontalo. 4.1.2 Temuan Khusus Adapun temuan khusus yang ditemui peneliti dalam penerapan model talking stick dalam membaca nyaring pada siswa kelas IV SDN 3Bulango Ulu Kabupaten Bone Bolango. 1. Problem kemampuan belajar siswa, dimana yang dimaksud peneliti yakni masalah dalam kemampuan membaca nyaring. Dalam upaya belajar tidaklah hanya berdiri sendiri melainkan ada kerja sama antara orang tua dan sekolah dengan kata lain program belajar siswa merupakan suatu integrasi antara orang tua untuk menerima siswa sebagai anak yang memiliki kemampuan dan masa depan serta mendapatkan perlakuan seperti siswa lain, maka dapat disimpulkan bahwa semua kegiatan yang dilakukan dalam belajar siswa dapat membawa dampak positif serta membawa pengaruh besar dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca lancar. 2. Faktor pendukung dan penghambat Adapun faktor pendukung dan penghambat yakni adanya kerja sama yang baik antara guru dan orang tua siswa dalam proses pembelajaran, adanya kerja sama dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Adapun faktor penghambat yang ditemui peneliti yakni belum adanya kesadaran diri dalam diri masyarakat dan kurangnya komunikasi antara pihak sekolah dengan siswa itu sendiri.
Adapun kelemahan yan ditemui peneliti yang menyebabkan rendahnya prestasi siswa disebabkan: a. Sebagian besar siswa menunjukkan kurang peduli dengan materi yang diajarkan terutama dalam membaca nyaring b. Banyak siswa yang menggunakan waktunya bermain dibandingkan mengulang materi yang telah diberikan guru. c. Sebagian siswa mau belajar dirumah bila diberikan tugas rumah (PR). Kegiatan observasi dilakukan oleh guru dan peneliti selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi terhadap pelaksanaan menulis pengalaman dapat dideskripsikan berdasarkan hasil setiap siswa sebagai berikut: 1. Wahtu Agel Zakaria Tidak bermain atau melamun disaat pelajaran berlangsung, Wahtu Agel Zakaria pada aspek tanda baca sudah mampu, kesenyapan sudah mampu, intonasi sudah mampu, kelancaran sudah mampu. Sehingga dia mendapatkan nilai dengan persentasi 100% ( Mampu). 2. Usman Solo Tidak bermain atau melamun disaat pelajaran berlangsung, Usman Solo pada aspek tanda baca sudah mampu, kesenyapan sudah mampu, intonasi kurang mampu, kelancaran sudah mampu. Sehingga dia mendapatkan nilai dengan persentasi 92% ( Mampu). 3. Imran Majanun tidak bermain atau melamun disaat pelajaran berlangsung, Imran Majanun pada aspek tanda baca sudah mampu, kesenyapan sudah
mampu, intonasi sudah mampu, kelancaran sudah mampu. Sehingga dia mendapatkan nilai dengan persentasi 100% ( Mampu). 4. Rahman Karim tidak bermain atau melamun disaat pelajaran berlangsung, Rahman Karim pada aspek tanda baca sudah mampu, kesenyapan sudah mampu,
intonasi
mampu,
kelancaran
sudah
mampu.
Sehingga
dia
mendapatkan nilai dengan persentasi 100% ( Mampu). 5. Husain Lahamutu Tidak bermain atau melamun disaat pelajaran berlangsung, Husain Lahamutu pada aspek tanda baca sudah mampu, kesenyapan sudah mampu, intonasi sudah mampu, kelancaran sudah mampu. Sehingga dia mendapatkan nilai dengan persentasi 100% ( Mampu). 6. Sri Susanti Abas Tidak bermain atau melamun disaat pelajaran berlangsung, Sri Susanti Abas pada aspek tanda baca sudah mampu, kesenyapan sudah mampu, intonasi sudah mampu, kelancaran sudah mampu. Sehingga dia mendapatkan nilai dengan persentasi 100% ( Mampu). 7. Apriani Hamzah Tidak bermain atau melamun disaat pelajaran berlangsung, Apriani Hamzah pada aspek tanda baca sudah mampu, kesenyapan sudah mampu, intonasi sudah mampu, kelancaran sudah mampu. Sehingga dia mendapatkan nilai dengan persentasi 100% ( Mampu).
8.
Salma Hasan Tidak bermain atau melamun disaat pelajaran berlangsung, Salma Hasan pada aspek tanda baca kurang mampu, kesenyapan kurang mampu, intonasi kurang mampu, kelancaran kurang mampu. Sehingga dia mendapatkan nilai dengan persentasi 67% (kurang Mampu).
9. Nur Adinda Yantu Tidak bermain atau melamun disaat pelajaran berlangsung, Nur Adinda Yantu pada aspek tanda baca kurang mampu, kesenyapan kurang mampu, intonasi kurang mampu, kelancaran kurang mampu. Sehingga dia mendapatkan nilai dengan persentasi 67% ( Mampu). 10. Windri Yusuf Tidak bermain atau melamun disaat pelajaran berlangsung, Windri Yusuf pada aspek tanda baca sudah mampu, kesenyapan sudah mampu, intonasi sudah mampu, kelancaran sudah mampu. Sehingga dia mendapatkan nilai dengan persentasi 100% ( Mampu). 11. Hastin Rudju Tidak bermain atau melamun disaat pelajaran berlangsung, Windri Yusuf pada aspek tanda baca sudah mampu, kesenyapan sudah mampu, intonasi sudah mampu, kelancaran sudah mampu. Sehingga dia mendapatkan nilai dengan persentasi 92% ( Mampu).
4.2 Pembahasan 4.2.1 Faktor dalam (Internal) Dalam hal ini Farida Rahim (2008: 16) berpendapat ada empat yang mempengaruhi minat membaca yaitu sebagai berikut: 1) Faktor Fisikologis Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar, khususnya belajar membaca. 2) Faktor Intelektual Secara umum, intelegensi anak tidak sepenuhnya memengaruhi berhasil atau tidaknya anak dalam membaca permulaan. Faktor metode mengajar, prosedur, dan kemampuan guru memengaruhi kemampuan membaca permulaan anak. 3) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan juga memengaruhi kemajuan kemampuan membaca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup: (1) latar belakang dan pengalaman siswa di rumah; dan (2) sosial ekonomi keluarga siswa. 4) Faktor Psikologis Faktor lain yang juga memengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah faktor psikologis mencakup (1) motivasi; (2) minat; dan (3) kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri. a) Motivasi Motivasi adalah faktor kunci dalam belajar membaca. Eanes (dalam Rahim 2008: 19) mengemukakan bahwa kunci motivasi itu sederhana, tetapi tidak mudah
untuk mencapainya. Kuncinya adalah guru harus mendemonstrasikan kepada siswa praktik pengajaran yang relevan dengan minat dan pengalaman anak sehingga anak memahami belajar itu sebagai suatu kebutuhan. Tindakan membaca bersumber dari kognitif. Ahli psikologi pendidikan seperti Bloom dan Piaget menjelaskan bahwa pemahaman, interpretasi, dan asimilasi merupakan dimensi hierarkis kognitif. Namun, semua aspek kognisi tersebut bersumber dari aspek afektif
seperti minat, rasa percaya diri,
pengontrolan negatif, serta penundaan dan kemauan resiko untuk mengambil. Crawley dan Mountain (dalam Rahim, 2008: 20) mengemukakan bahwa motivasi ialah sesuatu yang mendorong seseorang belajar atau melakukan suatu kegiatan. Motivasi belajar memengaruhi minat dan hasil belajar siswa. Menurut Frimyer, ada lima ciri siswa yang mempunyai motivasi yang bisa diamati guru, yakni sebagai berikut. a.
Persepsinya terhadap waktu; siswa menggunakan waktu secara realistis dan efisien; mereka sadar tentang masa sekarang, masa lalu, dan masa yang akan datang.
b.
Keterbukaannya pada pengalaman:siswa termotivasi mencari dan terbuka pada pengalaman baru.
c.
Konsepsinya terhadap diri sendiri:siswa memiliki konsepsi diri yang lebih jelas dibandingkan dengan siswa yang tidak termotivasi dam merasa seolaholah dirinya orang penting dan berharga.
d.
Nilai-nilai:siswa cenderung menilai hal-hal yang abstrak dan teoritis.
e.
Toleransi dan ambiguitas: siswa lebih tertarik pada hal-hal yang kurang jelas yang belum diketahui, tetapi berharga untuk diketahui.
b) Minat Minat baca ialah keinginan yang kuat disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca.
Orang
yang
mempunyai
minat
membaca
yang
kuat
akan
diwujudkannya dalam kesediannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri. Frimyer (dalam Rahim, 2008: 28) mengidentifikasi tujuh factor yang memengaruhi perkembangan minat anak. Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut. a.
Pengalamnnya sebelumnya; siswa tidak akan mengembangkan minatnya terhadap sesutau jika mereka belum mengalaminya.
b.
Konsepsinya terhadap diri sendiri;siswa akan menolak informasi yang dirasa mengancamnya, sebaliknya siswa akan menerima jika informasi itu dipandang berguna dan membantu meningkatkan dirinya.
c.
Nilai-nilai; minat siswa timbul jika sebuah mata pelajaran disajikan oleh orang yang berwibawa.
d.
Mata pelajaran yang bermakna; informasi yang mudah dipahami oleh anak akan menarik minat mereka.
e.
Tingkat keterlibatan tekanan; jika siswa merasa dirinya mempunyai beberapa tingkat pilihan dan kurang tekanan, minat membaca mereka akan lebih tinggi.
f.
Kekompleksitasan materi pelajaran; siswa yang lebih mampu secara intelektual dan fleksibel secara psikologis lebih tertarik kepada hal yang lebih kompleks.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang guru harus berusaha memotivasi siswanya. Siswa yang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap membaca, akan mempunyai minat yang tinggi pula terhadap kegiatan membaca. c) Kematangan Sosio dan Emosi Serta Penyesuaian Diri Ada tiga aspek kematangan emosi dan social, yaitu (1) stabilitas emosi, (2) kepercayaan diri, dan (3) kemampuan berpartisipasi dalam kelompok. Seorang siswa harus mempunyai pengontrolan emosi pada tingkat tertentu. Anak-anak yang mudah marah, menangis, dan bereaksi secara berlebihan ketika mereka tidak mendapatkan sesuatu, atau menarik diri, atau mendongkol akan mendapat kesulitan dalam pelajaran membaca. Sebaliknya, anak-anak yang mudah mengontrol emosinya, akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada teks yang dibacanya. Pemusatan perhatian pada bahan bacaan memungkinkan kemajuan kemampuan anak-anak dalam memahami bacaan akan meningkat. Percaya diri sangat dibutuhkan oleh anak-anak. Anak-anak yang kurang percaya diri di dalam kelas, tidak akan bisa mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya walaupun tugas itu sesuai dengan kemampuannya. Mereka sangat bergantung kepada orang lain sehingga tidak bisa mengikuti kegiatan mandiri dan selalu meminta untuk diperhatika guru.