BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data 4.1.1 Data Sampel Penelitian ini dilakukan pada 2 kelas sampel. Deskripsinya adalah kelas VIII D sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII F sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dimana hasilnya seperti pada tabel berikut: Table 4.1 Hasil uji normalitas populasi No 1 2 3 4 5 6
Kelas VIII a VIII b VIII c VIII d VIII e VIII f
Jumlah Siswa 38 38 39 38 38 38
Lo 0,115264311 0.119621078 0.141256418 0.126436086 0.133083692 0.126893116
Lt 0,1437281791 0,1437281791 0,141873544 0,1437281791 0,1437281791 0,1437281791
Keterangan Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Dari tabel 4.1 terlihat bahwa keenam kelas tersebut memiliki
<
maka
dapat disimpulkan data keenam kelas berdistribusi normal. Setelah semua populasi berdistribusi normal maka dilakukan uji homogenitas variansi dengan hasil X2hitung < X2(1- ½α)(k-1) yaitu 6,609495407 < 11,07 dan uji kesamaan rata-rata dengan hasil Fhitung <
Ftabel yaitu 0,66 < 2,25655. Jadi H0 diterima, sehingga dapat
disimpulkan bahwa kemampuan rata-rata keempat kelas tersebut adalah sama pada tingkat kepercayaan 95%. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 18 Kota Jambi.
45
46
Setelah diketahui populasi berdistribusi normal, variansinya homogen dan memiliki rata-rata populasi sama dan langkah selanjutnya adalah menentukan kelas sampel. Kelas sampel tersebut terdiri atas kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini dilakukan dengan tekhnik kombinasi dari 6 kelas disusun menjadi 15 pasang sampel. Kemudian pengambilan kelompok sampel dilakukan dengan teknik undian diperoleh kelompok sampel VIII D dan VIII F. Selanjutnya peneliti menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan melakukan pengambilan secara acak, yang terpilih pertama sebagai kelas eksperimen dan yang terpilih kedua sebagai kelas kontrol. Dari hasil pengambilan secara acak diperoleh kelas VIII D sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII F sebagai kelas kontrol. Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas ini peneliti membagi siswa ke dalam kelompok. Pembagian kelompok dilihat di lakukan dengan mengelompokkan siswa secara heterogen. Membentuk kelompok secara heterogen ini dilakukan dengan agar dapat terhindar dari terebntuknya kelompok yang hanya terdiri dari siswa yang lebih pandai saja. Dengan kemampuan pada masing-masing kelompok, diharapkan kerjasama antar siswa dapat berjalan dengan baik dan lancar. 4.1.2 Data Lembar observasi Hasil dari penggunaan model pembelajaran investigasi kelompok berupa lembar observasi aktivitas siswa. Hasil observasi aktivitas siswa pada kelas eksperimen, yang menggunakan model pembelajaran investigasi kelompok dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.
47
Tabel 4.2 Rata-rata Hasil Observasi Aktivitas Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok Persentase Penilaian NO PERTEMUAN 1 Pertemuan ke-1 81,25 % 2 Pertemuan ke-2 85% 3 Pertemuan ke-3 86,25% 4 Pertemuan ke-4 88,75% Total rata-rata 85,3%
Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh jumlah persentase rata-rata hasil observasi aktivitas siswa pada kelas eksperimen adalah 85,3%, maka hasil penilaianya termasuk kedalam kategori “Sangat Tinggi”. 4.1.3 Analisis Butir soal Pada akhir penelitian, untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa maka masing-masing kelas sampel di beri tes akhir (post-test). Soal-soal yang peneliti gunakan pada post-test ini sebelumnya di ujicobakan di luar kelas sampel yaitu kelas VIII A . Setelah diperoleh data hasil uji coba, maka ditentukan validitas dari soal-soal uji coba post-test kemampuan pemecahan masalah yang hasilnya dapat dilihat pada lampiran 8 dan tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3 Analisis Validitas Butir-butir hasil uji coba post-test Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Harga y Kriteria Pengukuran Nomor Soal Validitas sangat tinggi 0,80 ≤ y ˂ 1,00 Validitas tinggi 2,3,4 0,60 ≤ y ˂ 0,80 Validitas sedang 1, 5 0,40 ≤ y ˂ 0,60 Validitas rendah 0,20 ≤ y˂ 0,40 Validitas sangat rendah 0,00 ≤ y ˂ 0,20 Tidak Valid y negative
48
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa tidak ada soal yang memiliki validitas sangat tinggi, ada 3 soal yang memiliki validitas tinggi, ada 2 soal yang memiliki validitas sedang dan tidak ada soal yang memiliki validitas rendah, sangat rendah dan tidak valid. Untuk indeks kesukaran hasil uji coba post-test kemampuan Pemecahan Masalah, perhitungan lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9 dan tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Analisis Indeks Kesukaran Hasil Uji Coba Post-Test Kemampuan Pemecahan Masalah Harga P Kriteria Pengukuran Nomor Soal 0,00 ≤ P ˂ 0,30 Sukar 0,30 ≤ P ˂ 0,70 Sedang 1,4 0,70 ≤ P ˂1,00 Mudah 2,3,5
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa tidak ada soal yang memiliki taraf kesukaran sukar, ada 2 soal yang memiliki taraf kesukaran sedang dan ada 3 soal yang memiliki taraf kesukaran mudah. Untuk daya beda hasil uji coba post-test kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat pada lampiran 10 dan tabel 4.5 berikut Tabel 4.5 Analisis Daya Beda Hasil Uji Coba Post-Test Kemampuan Pemecahan Masalah Harga D Kriteria Pengukuran Nomor Soal 0,00 ≤ D ˂ 0,20 Jelek 5 0,20 ≤ D ˂ 0,40 Cukup 2,3,4 0,40 ≤ D ˂ 0,70 Baik 1 0,70 ≤ D ˂ 1,00 Baik Sekali D negative Jelek Sekali -
49
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa ada 1 soal yang memiliki daya beda jelek, ada 3 soal yang memiliki daya beda cukup, ada 1 soal yang memiliki daya beda baik, dan tidak terdapat soal yang memiliki daya beda baik sekali dan jelek sekali. Hasil perhitungan untuk reliabilitas soal diperoleh rhitung sebesar 0.656388927 dan pada tingkat kesahihan 95% diperoleh rtabel 0,325. Karena rhitung ≥ rtabel yaitu 0,5504 ≥ 0,320 maka dapat disimpulkan bahwa kelima soal reliabel. Dari analisis uji coba post-test di atas, maka kelima soal tersebut dapat digunakan. Dari hasil analisis validitas, indeks kesukaran, daya beda, dan realibilitas didapat soal-soal uji coba post-test kemampuan pemecahan masalah yang digunakan sebagai soal post-test kemampuan pemecahan masalah yaitu soal 1, 2, 3, dan 4. 4.3 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran investigasi kelompok terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. 4.3.1 Uji Normalitas dengan Menggunakan Uji Liliefors Berdasarkan Uji Liliefors pada lampiran 16 diperoleh hasil seperti terlihat pada tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6 Uji Normalitas Nilai Post-test Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Jumlah peserta tes Lo Lt Keterangan Eksperimen 38 0,083797278 0,143728179 Normal Kontrol 38 0,125712228 0,1437281791 Normal
50
Dari tabel di atas terlihat bahwa Lo < Ltabel. Berdasarkan hal tersebut maka disimpulkan bahwa kedua kelas sampel berdistribusi normal. 4.3.2 Uji Homogenitas Uji statistik yang digunakan adalah uji Barlett diperoleh =
0,150697728 dan
= 3,84. Dapat dilihat bahwa
<
.
Sehingga dapat disimpulkan data kedua kelas tersebut homogen. 4.3.4 Uji Hipotesis dengan Menggunakan Uji-t Setelah didapat hasil belajar pada kelompok sampel normal dan homogen pada taraf kepercayaan 95%, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis agar dapat diketahui pasangan mana yang berbeda dengan menggunakan uji t. Kelas eksperimen (model pembelajaran investigasi kelompok) dan kelas kontrol (model pembelajaran langsung) melakukan pembelajaran matematika. Dengan hipotesis statistik: :
=
:
≠
Keterangan: H0 =
tidak terdapat perbedaan model pembelajaran investigasi kelompok terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
H1 = terdapat perbedaan model pembelajaran investigasi kelompok terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa =
rata-rata hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan model
51
pembelajaran investigasi kelompok =
rata-rata hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran langung (direct instruction).
Tabel 4.7 Hasil pengujian perbedaan kelas eksperimen dan kontrol Kelas Eksperimen Kontrol
!
38 38
Berdasarkan
108.014936 95.06756757
tabel
10,07676792
4.7
5,691699406 > 2,026192, maka
terlihat
"#
5,691699406
bahwa
/
KET
2,026192
-. diterima
>/
yaitu
diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran investigasi kelompok memiliki perbedaan rata-rata dengan hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran langsung. 4.4 Pembahasan Penelitian ini dilakukan di kelas VIII SMP Negeri 18 Kota Jambi pada materi Teorema Pythagoras. Dalam penelitian ini terdapat kelas eksperimen (VIII D) yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Investigasi Kelompok dan kelas kontrol (VIII F) yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran langsung (direct instruction). Waktu pelaksanaan penelitian ini berlangsung selama 21 hari dengan intensitas pertemuan sebanyak empat kali di kelas eksperimen dan empat kali di kelas kontrol. Kedua kelas sampel diajar dengan materi yang sama yaitu teorema pythagoras.
52
Aspek kerjasama tampak dalam proses pembelajaran, dimana siswa saling bekerja sama satu sama lain yang ditunjukkan dengan sikap kesediaan membantu sesama peserta didik, tidak menganggu teman (sesama peserta didik) dalam mempelajari materi teorema pythagoras serta menyumbang ide ataupun menjadi pendengar yang baik dalam diskusi dengan sesama anggota kelompoknya sehingga hal ini melahirkan sikap menghargai pendapat dan penjelasan orang lain baik dengan kelompok diskusinya maupun dengan anggota kelas lainnya. Selain itu guru juga memberikan bimbingan kepada siswa untuk memperoleh data atau informasi yang relevan untuk dapat memperoleh kesimpulan ataupun menemukan jawaban dari permasalahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Narudin dalam Shoimin (2014: 80) Model pembelajaran
investigasi
kelompok
merupakan
salah
satu
bentuk
model
pembelajaran yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri informasi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia dari buku pelajaran atau internet. Diantara model-model belajar yang tercipta, investigasi kelompok merupakan salah satu model pembelajaran yang bersifat demokratif karena siswa menjadi aktif belajar dan melatih kemandirian dalam belajar. Pada
proses
pembelajaran
menggunakan
model
pembelajaran
direct
instructions, proses pembelajaran lebih berpusat kepada guru dimana guru mendemonstrasikan materi dengan sangat terstruktur, mengarahkan kegiatan para siswa dan mempertahankan fokus pencapaian akademik. Hal ini mengharuskan guru
53
lebih aktif menerangkan sedangkan siswa kebanyakan pasif sehingga siswa tidak termotivasi dan hanya menerima materi dari guru. Dalam proses pembelajaran siswa hanya mendengarkan guru didepan dan mengerjakan latihan, siswa jarang sekali untuk bertanya ketika ada penjelasan yang kurang dimengerti dan ketika ditanya jarang sekali siswa yang dapat menjawab pertanyaan yang diberikan dari guru. Hal ini membuat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kurang maksimal jika dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran investigasi kelompok. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Branca (dalam Georgina, 2013: 381) yang menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum dalam pembelajaran matematika, bahkan sebagai
jantungnya matematika, artinya
kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam matematika. Untuk perhitungan rata-rata dan simpangan baku masing-masing kelas sampel tabel 4.7 berikut: Tabel 4.8 Analisis Rata-rata dan simpangan baku hasil post-test Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen Kontrol
Jumlah peserta tes 38 38
Rata-rata 85,65789474 72,5
Simpangan Baku 10,39302343 9,750259872
Berdasarkan hasil post-test kemampuan pemecahan masalah pada tabel 4.8 terlihat bahwa kedua kelas menunjukkan hasil yang berbeda. Pada kelas eksperimen terlihat nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah yang telah dicapai sebesar 85,65 dan pada kelas kontrol sebesar 72,5. Dari pernyataan tersebut dapat
54
disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran investigasi kelompok lebih baik daripada kelas kontrol yang belajar menggunakan model pembelajaran langsung. Dari hasil uji hipotesis diperoleh thitung = 5,691699406 lebih besar dari ttabel, pada taraf signifikansi 5% sebesar 1,66796. Hal ini menunjukkan bahwa H1 yang menyatakan rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen berbeda dengan rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa kelas kontrol. Oleh karena itu maka model pembelajaran Investigasi Kelompok berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Apabila ditinjau dari segi ketuntasan belajar secara perorangan pada kelas eksperimen
jumlah siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM)
sebanyak 32 siswa sedangkan pada kelas yang diajarkan dengan model pembelajaran direct instructions (pengajaran langsung) sebanyak 19 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak siswa pada kelas yang diajarkan dengan model pembelajaran direct instruction (pembelajaran langsung) belum mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang telah ditetapkan adalah 75. Model pengajaran langsung (direct instruction) adalah suatu model pengajaran yang bersifat teacher center (Trianto, 2013). Pada penerapan di lapangan, siswa cenderung pasif karena peran guru lebih dominan dalam proses mengajar. Siswa kebanyakan tidak begitu antusias untuk mengikuti proses pembelajaran karena guru tidak melakukab inovasi terhadap proses pembelajaran. Selain itu setiap pertemuan siswa hanya belajar dari demonstrasi guru akan materi dan contoh-contoh soal yang
55
diberikan oleh guru serta mengerjakan latihan yang diberikan. Hal inimenjadikan siswa cepat bosan dalm belajar matematika karena proses belajar kurang menarik perhatian siswa. Dari uraian di atas dapat disimpulkan terdapat perbedaan kmampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran investigasi kelompok dan pembelajaran langsung (direct instruction), sehingga
model
pembelajaran
investigasi
kelompok
berpengaruh
terhadap
kemampuan pemecahan masalah pokok bahasan teorema pythagoras dikelas VIII SMPN 18 Kota Jambi. Hal ini dikarenakan model pembelajaran investigasi kelompok lebih menjadikan pembelajaran matematika menjadi bermakna bagi setiap siswa dan lebih menarik perhatian siswa sehingga siswa lebih aktif pada saat belajar, dibandingkan pada pembelajaran langsung (direct instruction) pembelajaran menjadi kurang menarik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran investigasi kelompok berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matemtika siswa. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Fahimah, dkk (2012) bahwa model pembelajaran investigasi kelompok berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran investigasi kelompok lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kovensional.