47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Peneliti akan melakukan penelitian di Kantor Pusat PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. di Jalan Gajah Mada No. 01 Menara Bank BTN, Jakarta Pusat. Penelitan akan berfokus di beberapa Divisi, khususnya Service Quality, Network and Electronic Banking Division (SNED) selaku Program Owner yang terletak di lantai 17 Menara Bank BTN.
4.1.1. Sejarah Bank BTN PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. merupakan salah satu Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dimana 60,13% sahamnya dimiliki Pemerintah Republik Indonesia, Masyarakat 38,75% dan Karyawan 1,12%. Bank BTN telah berdiri sejak tahun 1897 dengan nama Postspaarbank. Pada tahun 1974, Perseroan ditunjuk Pemerintah sebagai satu-satunya institusi yang menyalurkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi golongan masyarakat menengah ke bawah, sejalan dengan program Pemerintah yang tengah menggalakkan program perumahan untuk rakyat.1 Berikut adalah tabel sejarah Bank BTN:
1
PT. Bank Tabungan (Persero) Tbk. BTN Terdepan GCG Rumahkoe: Laporan Tahunan 2014. Jakarta: Bank BTN. 2015. Hal 40-42.
48
No. Tahun Keterangan 1. 1897 BTN berdiri dengan nama "Postpaarbank" pada masa pemerintah Belanda 2. 1950 Perubahan nama menjadi "Bank Tabungan Pos" oleh Pemerintah RI 3. 1963 Berganti nama menjadi Bank Tabungan Negara 4. 1974 Ditunjuk pemerintah sebagai satu-satunya institusi yang menyalurkan KPR bagi golongan masyarakat menengah kebawah 5. 1974 Memulai operasi sebagai bank komersial dan menerbitkan obligasi pertama 6. 1994 Memperoleh izin untuk beroperasi sebagai Bank Devisa 7. 2002 Ditunjuk sebagai bank komersial yang fokus pada pembiayaan rumah komersialDitunjuk sebagai bank komersial yang fokus pada pembiayaan rumah komersial 8. 2009 Sekuritisasi KPR melalui Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) pertama di Indonesia 9. 2009 Bank BTN melakukan Penawaran Umum Saham Perdana (IPO) dan listing di Bursa Efek Indonesia 10. 2012 Bank BTN melakukan Right Issue Tabel 1 Sejarah Bank BTN 2
4.1.2. Kegiatan Usaha Bank BTN Bank BTN sebagai perusahaan di sektor perbankan memiliki beberapa kegiatan usaha. Kegiatan usaha ini merupakan klasifikasi bisnis yang dijalankan oleh Bank BTN Berikut adalah tabel kegiatan usaha yang dijalankan oleh Bank BTN:
2
Tentang Kami (2014). PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. [online]. Diakses pada tanggal 10 Desember 2014 jam 19.05 WIB dari http://www.btn.co.id/Tentang-Kami/SejarahBank-BTN.aspx.
49
Kegiatan Usaha KPR dan Perbankan Konsumer
Keterangan
Perumahan dan Perbankan Komersial
Perbankan Syariah
Treasury & Asset Management
Produk kredit konsumer terbagi menjadi empat yaitu KPR Bersubsidi, KPR Non Subsidi, Kredit Perumahan lainnya dan Kredit Konsumer Produk simpanan juga terbagi menjadi tiga yaitu Giro, Tabungan dan Deposito Produk kredit komersial terbagi menjadi tiga yaitu Kredit Konstruksi, Kredit Mikro & Usaha Kecil Menengah serta Kredit Korporasi lainnya. Produk simpanan didominasi oleh dua hal yaitu Giro dan Deposito Produk pembiayaan terbagi menjadi dua yaitu Pembiayaan Konsumer Syariah dan Pembiayaan Komersial Syariah Produk pendanaan terbagi menjadi tiga yaitu Giro Syariah, Tabungan Syariah dan Deposito Syariah Menyediakan layanan jasa dan produk treasury Mengelola bisnis DPLK
Tabel 2 Kegiatan Usaha Bank BTN 3
4.1.3. Visi dan Misi Bank BTN Bank BTN masih berfokus untuk terus mengembangkan bisnis perbankannya pada pembiayaan perumahan. Berikut adalah visi dan misi yang dimiliki oleh Bank BTN: 4 Visi Bank BTN Menjadi Bank yang terdepan dalam pembiayaan perumahan
3
Tentang Kami (2013). PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. [online]. Diakses pada tanggal 01 Juni 2015 jam 19.05 WIB dari http://www.btn.co.id/Tentang-Kami/Kegiatan-Usaha-BankBTN.aspx
4
Tentang Kami (2013). PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. [online]. Diakses pada tanggal 01 Juni 2015 jam 19.05 WIB dari http://www.btn.co.id/Tentang-Kami/Visi-Misi.aspx
50
Misi Bank BTN
Menyediakan produk dan jasa yang inovatif serta layanan unggul yang fokus pada pembiayaan perumahan dan tabungan
Mengembangkan human capital yang berkualitas dan memiliki integritas tinggi, serta penerapan Good Corporate Governance dan Compliance.
Meningkatkan keunggulan kompetitif melalui Teknologi Informasi terkini
Memedulikan kepentingan masyarakat dan lingkungannya
4.1.4. Nilai-nilai dan Budaya Perusahaan Bank BTN Umumnya setiap perusahaan memiiki budaya kerja yang di bentuk agar proses kerja karyawan dapat berorientasi pada makna-makna Good Corporate Governance (GCG). Budaya kerja biasanya juga menjadi “slogan” khas terhadap proses kinerja karyawan. Adapun nilai-nilai budaya kerja yang dimiiki oleh Bank BTN adalah sebagai berikut: 5 a. Nilai-Nilai Perusahaan:
Professionalism Competitiveness Integrity Lean Innovation Strive for Excellent
b. Budaya Perusahaan: “ BTN TERDEPAN GCG RUMAHKOE “
5
Tentang Kami (2013). PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. [online]. Diakses pada tanggal 01 Juni 2015 jam 19.05 WIB dari http://www.btn.co.id/Tentang-Kami/Nilai-Nilai-BudayaPerusahaan.aspx
51
Bankir Terunggul yang menerapkan INovasi dengan InTEgRitas yang tinggi Dan Effisien Melampaui haraPan masyarakat dan lingkungAN
for me Great is not good enough Challenges are accepted Green is a must therfore I Reach for growth and learning opportunities Utilize environtmental friendly technology and innovation Make interest of clients and communities happen Act accountable and dependable Hate arrogance and dishonesty Keep communication open Organize concerted effort as a team player Embrace lean
4.1.5.
Logo Bank BTN Setiap symbol pasti memiliki makna. Makna tersebut biasanya
berdasarkan pada tujuan dan filosofi yang bersinergi dengan visi misi perusahaan. Begitu juga dengan logo bank BTN, Bank BTN menggunakan logo yang maknanya juga selaras dengan visi misi perusahaan sebagai Bank yang memiliki ciri khas perumahan. Berikut adalah makna dari Logo bank BTN: 6
6
PT. Bank Tabungan (Persero) Tbk. BTN Terdepan GCG Rumahkoe: Laporan Tahunan 2014. Jakarta: Bank BTN. 2015. Hal 52.
52
Gambar 1 Logo Bank BTN
Simbol-simbol menggambarkan arti sbb: 1. Atap rumah menggambarkan visi dan misi utama Perseroan sebagai lembaga pemberi Kredit Pemilikan Rakyat bagi seluruh masyarakat Indonesia. 2. Dua pola segi enam besar dan kecil, melambangkan makna “yang besar melindungi dan menumbuhkan yang kecil”. 3. Simbol atap rumah dengan kesan tiga dimensi yang berbentuk ruang, melambangkan keleluasaan Perseroan sebagai wadah bagi masyarakat dalam melakukan kegiatan perbankan. 4. Tiga Dimensi yang terbentuk dari 4 Pilar Kokoh berarti menunjukkan keamanan dan keluwesan Perseroan. 5. Simbol garis merah di bawah kata BTN diartikan sebagai kepercayaan diri. Warna identitas brand Bank BTN mempunyai makna: 1. Warna biru melambangkan kematangan Perseroan yang berpengalaman dalam mengelola bisnis perbankan dan kebijaksanaan dalam mengemban misi utama pembangunan nasional.
53
2. Warna emas melambangkan kredibilitas Perseroan yang solid dalam membuktikan diri sebagai bank yang mendapatkan kepercayaan masyarakat. 3. Warna merah melambangkan kepercayaan diri sebagai bank yang tangguh dalam menjalankan roda bisnis perbankan di Indonesia.
4.1.6. Struktur Organisasi Bank BTN Adapun struktur organisasi di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. adalah sebagai berikut:
Bagan 1 Struktur Organisasi Bank BTN
Berikut adalah keterangan tugas umum dari beberapa Divisi yang terkait dengan penelitian ini:
54
Divisi Keterangan Service Quality, Network and Mengoptimalkan pelayanan Customer Electronic Banking Division (SNED) Care bagi nasabah Bank BTN dengan memastikan penyelesaian klain dan keluhan dari nasabah yang profesional, akurat, dan solutif, pengelolaan layanan Contact Center, serta pengembangan dan pengelolaan Service Quality guna meningkatkan value bagi nasabah. Mengembangkan jaringan termasuk jaringan konvensional, jaringan syariah, jaringan office channeling, serta jaringan elektronik Bank BTN dalam melayani dan mengoptimalisasi kepuasan nasabah melalui penerapan standarisasi dan rasionalisasi Kantor Cabang serta meningkatkan feebased income melalui pengembangan bisnis electronic banking termasuk acquisition dan combination dengan pihak terkait untuk debit card. Human Capital Division (HCD) Merencanakan dan mengembangkan kebijakan dan sistem pengelolaan SDM, serta mengkoordinasikan dan mengontrol pelaksanaan fungsi manajemen SDM dai seluruh bank agar dapat menunjang dan meningkatkan kinerja SDM dalam mencapai target bank serta mendorong peningkatan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Corporate Secretary Division (CSD) Memastikan pengelolaan dukungan bsisnis Bank BTN melalui optimalisasi fungsi kesekertariatan (komunikasi internal) perusahaan dan pengelolaan hubungan baik dengan eksternal stakeholders berjalan efektif dan efisien. Tabel 3 Keterangan Pembidangan Divisi 7
7
Arsip Bank BTN. 2015.
55
Berikut adalah bagan struktur dari Service Quality, Network and Electronic Banking Division (SNED):
Bagan 2 Struktur Organisasi SNED
Berikut adalah
deskripsi jabatan dari SNED khususnya Service Quality
Management Department : Jabatan SNED Head
Service Quality Manajemen Departemen Head
Strategy and Program Development Officer
Delivery and Implementation Officer
Deskripsi Jabatan Mengoptimalkan pelayanan Customer Care bagi nasabah Bank BTN, memastikan jalannya proses program dan pengukuran Service Quality. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah dengan mengkoordinasikan pengembangan strategi, eksekusi, pengukuran, serta pemantauan penerapan Service Quality. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah melalui pengembangan strategi Service Quality. Meningkatkan kualitas pelayanan nasabah melalui implementasi/eksekusi
56
Measurement and Monitoring Officer
dari strategi. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah melalui pemantauan dan pengukuran Service Quality.
Tabel 4 Deskripsi Jabatan SNED Head dan SQM Departemen 8
4.2. Hasil Penelitian Saat ini persaingan perbankan semakin meningkat. Persaingan tidak hanya dari produk dan fasilitasnya yang ditawarkan oleh perbankan saja, namun layanan pun menjadi sangat berpengaruh terhadap perbandingan persaingan antarbank ini. Tidak hanya itu saja, Layanan justru menjadi hal yang memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap bisnis perbankan, karena dengan layanan yang baik nasabah akan loyal dan reputasi perusahaan pun akan baik. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (Bank BTN) merupakan salah satu perbankan yang memiliki fokus tersendiri terhadap layanan. Untuk bisa memaksimalkan fokusnya terhadap layanan, Bank BTN memiliki Divisi khusus yang berfungsi untuk memanajemen Service Quality Bank BTN. Divisi tersebut adalah Service Quality, Network and Electronic Banking Division (SNED). Ada beberapa langkah yang dilakukan oleh SNED untuk dapat meningkatkan kualitas layanan di Bank BTN. Langkah peningkatan kualitas layanan tersebut tertuang dalam sebuah Manajemen PR yang dilakukan oleh SNED melalui Program Service Excellent. Berikut disajikan Manajemen PR menurut Cutlip, Broom and Center yang terdiri dari empat langkah: 8
Arsip Bank BTN. 2015
57
4.2.1. Mendefinisikan Problem (atau peluang) Public Relations Ketika SNED akan merancang sebuah program yang tujuannya adalah untuk peningkatan layanan. Maka sebelumnya ada proses yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum akhirnya program tersebut dirancang atau di buat. Proses tersebut adalah mendefinisikan problem (atau peluang) Public Relations melalui riset dan analisis. Riset dan analisis menjadi salah satu penentu terhadap urgensi mengapa program Service Excellent harus dibuat. Salah satu yang melatarbelakangi hal tersebut adalah kepuasan nasabah
yang akan
berpengaruh terhadap loyalitas nasabah dan bisnis perbankan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bapak Sri Purwanto selaku kepala Divisi SNED yang menyatakan: “Salah satu kunci yang menentukan persaingan adalah kualitas layanan. Kami memandang bahwasannya kualitas layanan merupakan komponen penting dalam memenangkan persaingan, dalam rangka menuju ke Customer Orientasi. Karena dengan Customer Orientasi tersebut, nasabah akan merasakan manfaat yang lebih, manfaat yang mempunyai nilai tambah sebagai customer. Customer merasa kebutuhannya dilindungi, dicukupi, sehingga membuat nasabah diharapkan menjadi loyal.” Bapak Jefry selaku Kepala Departemen Service Quality Management (SQM) juga sejalan dengan pendapat dan pemkiran dari Bapak Sri: ”Sesuai dengan perkembangan harapan daripada masyarakat kemudian market, pasar mungkin juga kompetisi diantara perbankan itu sendiri sehingga ada untuk diketahui perbankan itu keutamaan sebenernya diantara industrinya itu produk-produknya ya produk intinya core bisnisnya relatif sama sehingga memang akhirnya bank itu di tuntut untuk memberikan nilai tambah dari sisi layanan sebagai satu model, pembeda, differensiasi dan penguatan produknya sendiri, brand nya itu sendiri.”
58
Mengacu pada alasan tersebut, terdapat situasi yang menegaskan mengapa Program Service Excellent menjadi hal yang penting untuk dapat di benahi, karena Kualitas layanan dianggap sebagai salah satu kunci yang dapat mengungguli persaingan industri perbankan, ditengah banyaknya produk perbankan dan fasilitas perbankan lainnya. Selain itu layanan juga dianggap sebagai ciri khas suatu perbankan. Untuk itu Bank BTN melalui SNED melakukan riset dan analisa untuk mengetahui kelemahan dan fokus pembenahan atau perbaikan agar dapat dijadikan referensi untuk membuat sebuah program. Terkait hal tersebut, pemaparan riset yang dilakukan oleh Bank BTN dijelaskan oleh Sdri. Yustia selaku Strategy and Program Development: “Ada beberapa sebelum kita membuat program atau mungkin perencanaan lain, kita melakukan yang namanya studi banding. Studi banding ke Bank lain karena kan paling tidak itu membuat referensi ya bagi kita pada saat merencanakan program-program apa yang bisa kita adaptasi dari Bankbank lain yang service nya bagus ke BTN. Ada studi bandingnya di sisi lain, selain itu kita menggunakan konsultan. Awalnya kita minta tolong konsultan baik itu dari segi monitoringnya.” Kondisi layanan Bank BTN yang sudah di ketahui sebelumnya dapat menjadi perbandingan mengenai apa yang sudah dan belum dimiliki oleh layanan Bank BTN dibandingkan dengan Bank lain. Selain itu hasil monitoring dari konsultan menjadi bagian dari referensi perbaikan layanan. Lebih lanjut Bapak Sri Purwanto menjelaskan proses teknis sehingga didapatkan hasil riset dan analisa tersebut: “Memang saat itu dipersepsikan oleh Customer layanan BTN tidak sebagus Bank-bank pesaing. Artinya tingkat layanan BTN jauh di bawah Bank-bank lain. Nah, inilah satu bentuk fakta nyata yang harus kami terima tentang layanan BTN. Dari hal tersebut, kami kemudian membuat analisa
59
gap-nya, kami analisa lebih detail Faktor apa saja atau elemen apa saja yang menjadi kendala atau masalah di Bank BTN. Setelah kami mempunyai data hasil analisa gap antara yang dibutuhkan customer dengan yang kami laksanakan, kemudian kami formulasikan. Jadi yang pertama kami lakukan analisa, kemudian kami formulasikan gimana menyelesaikan gap-nya. Bagaimana mengatasi permasalahan layanan yang gak bagus.” Dari proses riset tersebut Bank BTN merasa bahwa Service Quality bukanlah pekerjaan yang ringan, butuh penanganan khusus untuk dapat menyusun strategi untuk dapat memberikan fokus terhadap perbaikan layanan. Hal ini sudah mulai di lakukan Bank BTN pada sekitar 5-6 Tahun yang lalu, sebuah Divisi yang menangani layanan di bentuk, seperti yang disampaikan oleh Bapak Sri Purwanto: “Saat ini BTN secara bertahap mempunyai divisi yang khusus layanan. Mulai dari Departemen Service Quality saat itu sekitar 5-6 tahun lalu, kemudian menjadi Divisi yang khusus, menangani layanan yaitu Customer Care yang sekarang ditambah lagi, digabungkan lagi antara Customer Care dengan Network dan Electronic Banking.” Dari berbagai histori pembentukan bagian yang fokus pada bidang layanan cukup bertahap, mulai dari bagian Divisi yaitu Departemen, hingga Di bentuk secara independen sebagai Divisi, dan yang terakhir digabungkan dengan Divisi yang memiliki kaitan terhadap pendukung layanan yaitu Network and Electronic Banking. Sehingga saat ini Service Excellent Program merupakan main project dari Service Quality Network and Electronic Banking Division (SNED). Untuk menindaklanjuti hasil riset tersebut, dan melakukan serangkaian analisis maka untuk mendefinisikan problem bukanlah hal yang sulit lagi. Karena problem tersebut sudah didapat dari hasil analisa gap masing-masing metode riset. Lebih lanjut Bapak Jefry mengatakan bahwa hasil riset mengacu
60
pada 2 hal penting yang harus dikelola yaitu faktor tengible atau asfek fisik/fasilitas dan integible seperti aspek manusia, namun dari kedua aspek tersebu, aspek manusia menjadi bagian yang sangat berperan dan menjadi sangat perlu untuk lebih dahulu dibenahi. Seperti yang disampaikannya sebagai berikut: “Secara survey mengatakan bahwa ada dua hal penting yang harus dikelola secara baik yang pertama itu aspek tangible dan aspek intangible itu secara ini aja ya, itu aspek-aspek tersebut kalo yang tangible itu kan seperti aspek fisik ya. Fisik, kita punya layout, kita punya banking hall ya, kita punya outlet-outlet kita itu bagaimana bisa menjangkau dan mudah di jangkau dengan memberikan kenyaman kepada seluruh customer kita, termasuk channel-channeling business kita seperti e Channel atau ATM, internet banking dan lain sebagainya, bisa memenuhi kebutuhan nasabah.Nah, kemudian ada aspek yang lebih dominan lagi sebenernya yaitu aspek manusia, people. Nah dari situlah kita berfikir, ini adalah hasil survey dari lembaga survey yang kredibel dari perbankan, sehingga kita akhirnya kita perbaiki semua. Karena hasil survey tersebut menyebutkan bahwa dampak besar ada di aspek manusia, maka kita benahilah manusianya. Terkait dengan kompetensinya kita perbaiki, perilaku, dsb.” 4.2.2. Perencanaan dan Pemrograman Dari hasil riset yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa banyak hal yang harus dibenahi untuk dapat mewujudkan Bank BTN menjadi perusahaan perbankan yang memiliki The Best Service Excellent. Mengacu pada hal tersebut, membuat Bank BTN perlu melakukan beberapa strategi terhadap perencanaan dalam menentukan program yang tepat untuk dapat menciptakan tindakan-tindakan yang efektif. Salah satu strategi terpenting adalah menentukan akar permasalahan yang menjadi dasar awal untuk dapat dilakukan pembenahan. Sesuai dengan hasil definisi problem yang telah
61
didapatkan sebelumnya, maka sangat dimungkinkan perencanaan dan program yang di buat akan didominasi pada aspek manusia. Lebih lanjut Bapak Sri Purwanto memberikan spesifik penanganan aspek people yang jatuh pada frontliner terutama Customer Service: “Iya, namun demikian mengingat keterbatasan yang ada, kami fokuskan dalam tahap awal kepada para frontliners. Frontliner itu artinya Teller, Customer, Handling Telpon itu yang paling dominan.” “Pertama skala prioritas dulu, skala prioritas artinya paling dasar di Bank BTN saat ini adalah berkaitan sama Customer Service yang bobot penilaiannya paling tinggi sehingga kami memfokuskan pada tahap awalnya adalah pembenahan kepada Customer Service nya.” Hal ini senada dengan pernyataan dari Sdri. Yustia selaku Strategy and Program Development yang menyatakan bahwa: “Namun yang bisa kita lakukan yang pertama adalah perbaiki dulu SDM nya, maka dari itu satu-dua tahun ini yang kita fokuskan memang bagaimana pengembangan atau skill nya frontliner itu sendiri. Baik itu dia gimana cara standar melayaninya, bagaimana ia mindsetnya mengenai bagaimana itu service, bagaimana kemudian pembinaan-pembinaan yang dilakukan kantor cabang maupun kanwil, penguatan-penguatan daripada manajemen cabang itu sendiri. Itu yang satu-dua tahun ini kita fokuskan.” Beberapa program yang disusun adalah program yang memang banyak berfokus pada aspek frontiners. Hal yang paling pertama dilakukan setelah melakukan riset dan mengetahui permasalahan adalah melanjutkan dengan menyiapkan rencana aksi. Dalam menyiapkan aksi ada beberapa hal yang harus ditentukan, antara lain; menentukan program dan jadwalnya, menentukan
anggaran,
menetapkan
akuntabilitas,
mereview
dan
merekonsiliasi. Terhadap program yang akan diimplementasi, ada beberapa langkah yang dilakukan oleh SNED, terkait dengan pengajuan program. Sdri.
62
Yustia mengatakan bahwa waktu pengajuan program sendiri sudah ada time table- nya: “Untuk pengajuan program, kita lakukan pada saat awal tahun. Sekitar Mei sampai selesai puasa atau lebaran berarti. Mei sampai Juni-Juli kali ya.Itu kita, kita review dulu, pencapaian pendekatan kita dari hasil MRI dulu, dari hasil MRI itu kita evaluasi aspek-aspek apa saja yang perlu kita kembangkan, berikut program apa aja yang belum kita lakukan, kurang lebih dari bulan Mei sampai bulan Agustus ya, 3 bulan.” Selama kurun waktu tersebut, pembuat program harus dapat memastikan
seberapa
besar
efektifitas
program
tersebut.
Untuk
memaksimalkan hasil dari program yang akan di ajukan, ada beberapa hal yang perlu dipastikan terlebih dahulu. Yang pertama adalah parameter atau point apa saja yang paling urgent dibenahi pada frontliner, untuk menenukan hal tersebut maka diperlukan indikator. Bapak Jefry menjelaskan teknis bagaimana point urgensi pembenahan pada frontliners itu ditentukan: “ Kita tidak punya suatu model yang spesifik secara program, tapi kita langsung menjawab apa yang terjadi di lapangan. Jadi kita lakukan semacam gap analisis, jadi hal ini kita lakukan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang dipraktekan di lapangan. Jadi misalnya yang seharusnya attitude yang dilakukan dari sekian parameter yang sudah kita buat dan kita ukur, jadi misalnya dia harus memenuhi 10 parameter, ternyata yang dia kuasai baru 6, misalanya kita punya passing grade adalah 8, berarti kan ada gap 2. Nah gap ini kita anggap sebagai problem yang harus kita cari solusinya. Saya mengatakan itu adalah improvement area. Improvement area adalah bagian yang harusnya menutup gap antara yang seharusnya dilakukan dengan apa yang terjadi dilapangan. Itulah yang kita lakukan di dalam eksekusi, jadi kita harus tau problemnya baru kita dapat solusinya. Nanti kan problem sudah ada nih. 1, 2, dan 3. Nah nanti kita pilih berdasarkan urgensi dan dampak nya. Mana nih yang besar, misalnya ada dari aspek skill peoplenya kita ya sudah kita pelajari skillnya itu apa. “ Secara teknis, hal tersebut sangat sistematis, memiliki indikator atau standarisasi yang sudah baku akan sangat memudahkan pembuat program untuk menangkap gap dan melakukan perbandingan antara yang seharusnya
63
dengan yang terjadi di lapangan. Namun, proses menuju keputusan program yang akan di ajukan dan dipresentasikan kepada Top Management tidak hanya itu saja, melakukan review dan rekonsiliasi terhadap rencana program pun menjadi perlu untuk dilakukan sebagai penguatan terhadap efektivitas, dampak dan respon dari sasaran program. Terkait dengan hal tersebut, Bapak Sri Purwanto menyampaikan konsep yang sama terkait dengan proses rekonsiliasi rencana program: “Setelah kami formulasikan, maka kami eehh.. melaksanakan semacam uji coba kepada beberapa outlet tertentu sebelum kami launching kepada seluruh unit kerja. Artinya sebelum kami buatkan sebagai policy tertulisnya secara berlaku nasional, maka policy atau formula yang kami laksanakan untuk meningkatkan service tadi kami terapkan ke beberapa cabang terlebih dahulu sebagai ajang uji cobanya. Setelah berhasil melaksanakan peningkatannya maka kemudian saya laksanakan implementasi atau role out kepada seluruh unit kerja, kepada seluruh kantor cabang.” Setelah beberapa tahapan tersebut dilakukan, maka program yang sudah di buat dan dipilih untuk kemudian diajukan kepada Top Management. Sdri. Yustia menjelaskan langkah selanjutnya yang dilakukan adalah: “Dari hasil pengukuran, terus kita evaluasi kita bikin sebuah program atau pengembangan kemudian kita review rata-rata adalah program Service Quality kita ajukan dulu ke Top Management yaitu Direksi ya karena harus Radirkan dulu, setelah itu ketika sudah disetujui baru disesusaikan dengan anggaran yang ada di Divisi kami. Baru setelah itu pada saat proses eksekusi ataupun pelaksanaannya atau implementasinya baru kita berkoordinasi dengan Divisi terkait, Konsultan, Kanwil atau juga Cabang itu sendiri. “ Lebih lanjut Bapak Sri Purwanto menjelaskan bahwa Divisi yang melakukan review dari segi anggaran adalah Human Capital Division (HCD): “Strategi pertama adalah kami berkoordinasi dengan Divisi Human Capital diskusi dengan beberapa sponsor, sponsor artinya adalah tingkat manajemen atas. Ya, memang setiap bentuk pengeluaran ini harus kami pertanggung jawabkan. Semua jenis pengeluaran kami diskusikan dengan
64
yang punya budget kalau misalnya dalam pelatihan maka saya berkoordinsai dengan Human Capital.” Human Capital Division (HCD) sendiri memonitoring jalannya program mulai dari pengajuan program sampai proses evaluasi, hal tersebut untuk memastikan bahwa anggaran yang sudah dikeluarkan memang terdistribusi dengan maksimal. Sdra. Deska dari HCD memberikan gambarannya terkait dengan peran HCD dalam Program yang di ajukan Divisi: “Untuk peranan HCD dalam hal ini yang pertama adalah HCD sebagai Divisi pengelolaan guarant, jadi setiap aktivitas, tidak hanya terkait service quality Diklat, maupun kedinasan yang lainnya. Karena kami disitu bertugas untuk mengelola angggaran jadi kami harus monitoring setiap pergerakan dari unit kerja.” Pada saat SNED telah melakukan pengajuan kepada HCD, ada beberapa tahapan yang harus dulakukan dahulu di HCD hingga akhirnya proposal pengajuan program dari SNED dapat dilaksanakan. Beberapa langakah yang dilakukan oelh HCD terkait dengan pengajuan program Divisi, dipaparkan oleh Bapak Deska sebagai berikut: “Jadi awalnya kita berangkat dari TNA, Training Need Analisis dulu, itu yang saya bilang pertama kan rencana jangka pendek dalam waktu satu tahun, nah itu mencakup jenis kegiatan yang akan dilakukan selama satu tahun itu apa, kemudian estimasi biaya nya itu berapa. Nah TNA ini itu akan di evaluasi idelanya itu adalah 4 bulan sekali. Nah, apabila kalo misalkan ada kegiatan-kegiatan yang belum dibuat TNA tetapi itu bersifat strategis kemudian impact nya besar terhadap perusahaan akan kita pertimbangkan untuk di eksekusi, walaupun tidak termasuk ke dalam rencana TNA. Dari mulai misalkan perencanaan TNA itu sudah tebentuk, kemudian kita approve ke Divisi yang terkait, dalam hal ini SNED kemudain satu per satu kita eksekusi secara skala prioritas. Kemudain setelah kita acak dan seleksi secara skala prioritas. Kita undang divisi-divisi terkait, jadi tidak hanya SNED saja. Kalau misalkan SNED memerlukan dukungan-dukungan yang lain seperti misalnya IT dan sebagainya, maka akan kita libatkan Divisi ICTD.”
65
Terkait dengan berapa perkiraan anggaran program yang telah di ajukan, SNED dan HCD tidak memaparkannya secara gamblang. Bapak Sri Purwanto sebagai SNED Head hanya menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan
cukup
relatif
dan
setiap
pengeluarannya
dapat
dipertanggungjawabkan: “Kemudian tentang besarnya pengeluaran, saya fikir ini sangat relatif namun demikian melihat pengalaman yang ada, hasil yang kami peroleh manfaatnya dengan cost, saya fikir jauh lebih tinggi benefitnya. Artinya saya merasa bukan sebagai beban saat ini namun merupakan suatu investasi, pembentukan karakter, pembentukan nilai-nilai service kepada Human Capital agar bisa melaksanakan kegiatan layanan yang ujung-ujungnya memang eehh.. berakhir pada tujuan utama bisinisnya. Sehingga range nya menurut saya tidak perlu dirupiahkan, artinya memang setiap pengeluaran tersebut dapat kami pertanggung jawabkan dan semua pengeluaran tersebut memang dalam rangka mencapai peningkatan kualitas layanan.” Sementara itu, Sdra. Deska hanya menginformasikan kewenangan persetujuan program yang dilihat dari pengajuan anggaran dari program itu sendiri: “Jadi tidak semua usulan atau inisiatif itu diusulkan ke Direksi, karena kan ada batasan anggaran. Kalo misalkan usulan kegiatan itu tidak melebihi kewenangan memutus dari Kepala Divisi, maka cukup kepala Divisi HCD yang memutus. Nah itu kalo ngga salah sampai senilai 2 Miliar. Kalo project yang di atas 2 M, misalkan SNED ingin mengadakan pengadaan video layanan. Video standar layanan itu kan lebih dari 2 M. rata-rata 3 sampai 4 M, karena itu menguras cukup banyak dana. Nah itu baru di usulkan ke Direktur Bidang, nah tapi kalo misalkan di bawah 2M itu hanya cukup kepala Divisi HCD aja yang memutus.” Namun pada proses pengajuan program, ada beberapa kendala yang di hadapi SNED selaku project owner program. Adapun kendala-kendala tersebut berkaitan dengan efisiensi anggaran dan fleksibilitas program. Mba Yustia menyampaikan beberapa hambatan yang dijumpai:
66
“Pertama, kendala yang pertama adalah anggaran pastinya, dimana di sisi lain dari Bank BTN melakukan yang namanya efisiensi anggaran. Jadi dari sisi anggaran, kita sebagai dari sisi supporting mau tak mau, suka gak suka, pasti kena impact-nya karena dari Top Management rata-rata akan mengutamakan yang dari sisi bisnis, Disisi lain dengan anggaran yang terbatas, program kerja kita yang cukup memerlukan dana besar itu kita harus fikirkan bagaimana cara efektifitasnya untuk pelaksanaannya, itu kendala pertama. Kedua disisi lain kendala dengan top management yaitu Direksi, manakala mungkin dari Top management ada eehh.. ikut ikut eehh.. andil dan lain sebagainya atau interfensi yang membuat setiap pergerakanpergerakan pekerjaan kita atau rencana-rencana yang sudah kita rencanakan. Kemudian dari Top management berubah, itu pun kita harus melakukan perubahan secara fleksibel seperti yang dimaui oleh Top management tapi juga bisa dilaksanakan oleh Cabang. Itu kendala.” Terhadap pengajuan Program tersebut, berikut disampaikan oleh pihak SNED program-program apa saja yang sudah dimiliki dan sedang dirancang kembali. Sesuai dengan fokus sasaran program, penyusunan program ini banyak mengarah kepada teknis layanan dari aspek frontliners. Berikut adalah pemaparan yang disampaikan oleh Mba Yustia: “Yang kami rencanakan adalah pertama bahan atau tools untuk support eehh.. temen-temen frontliner dalam pengembangan atau kompetensinya.Yang pertama update buku panduan roleplay karena untuk buku panduan roleplay kan selain bahan ajar teman-teman juga bahan roleplay teman-teman yang kita sesuaikan dengan skenario-skenario terbaru dan parameter-parameter yang terbaru juga.” 4.2.3. Mengambil Tindakan dan Berkomunikasi Pada proses tindakan ini mencakup bagaimana teknis dilakukan dan bagaimana komunikasi atau pesan dikemas. Pada proses mengambil tindakan, program owner akan langsung bersinggungan dengan sasaran program atau dalam hal ini adalah frontliners. “Selain itu juga tools untuk para temen-temen, temen Customer Service dalam menawarkan produk BTN nya, kita masih jangka panjang kedepan menjadi online marketing kit selain itu juga bahan, bukan bahan ajar sih.
67
Tapi semacam program untuk kompetensi temen-temen frontliner, seperti mapping temen-temen frontliner apakah memang dia tetap di depan atau memang secara kompetensi dia memang tidak layak di depan itu kita berkoordinasi dengan HCD dan Divisi terkait akhirnya kita susun sebuah yang namanya konsep Test Product Knowledge. Test Product Knowledge itu nanti kita bikin konsepnya kita matangkan, rencana mulai bulan ini, bulan ini ke depan utnuk satu bulan ke depan test product knowledge eehh.. terpusat ya, dari HCD nanti dilaksanakan ke Cabang didistribusikan ke Cabang. Dari situ akan kita dapat lihat gambaran kompetensi temen-temen frontliner sejauh mana sampai sebatas mana dari passing grade yang sudah kita tentukan. Selain itu coaching harian, eehh coaching harian, coaching reguler, monitoring, observasi dan sebagainya itu yang tahun kemarin kita laksanakan, tetap kita laksanakan eehh.. dengan melihat timing nya kalo bulan-bulan sebelum bulan Desember kita ada namanya coaching atau monitoring reguler, itu adalah kita akan melakukan coaching ke Cabangcabang yang satu tahun kemaren belum kita kunjungi, karena memang kita harus sentuh Cabang juga sih untuk ini ya. Tapi untuk mendekati MRI atau pada saat masa-masa MRI kita ada namanya pendampingan intensive, disitulah pendampingan intensive yang kita lakukan untuk yang suspect maupun hot suspect, terus bagaimana kita eehh.. menguatkan untuk komunkasinya antar PIC Service di Kantor Cabang, terus kita update skenario terbaru dan parameter terbaru itu antara bulan Desember sampai Mei kita melakukan pendampingan intensive.” Sehingga program-program yang dirancang dan dipilih menjadi lengkap terkait dengan fasilitas frontliners itu sendiri yang di tuangkan ke dalam media buku panduan dan sales kit. Selain itu pelatihan dann roleplay yang akan mengasah aspek skill dan yang terakhir adalah monitoring yang akan melihat hasil dari dampak program-program itu sendiri. Selain itu Pak Jefry menambahkan beberapa hal yang perlu disampaikan pada proses program dan perkiraan pelaksanaannya: “kita kalau 12 bulan itu kita biasanya sudah punya timeline, misalkan kalo antara Januari s.d Maret, kami biasanya berkonsentrasi untuk pengelolaan karena bulan-bulan tersebut adalah bulan indeks survey, jadi kami fokus pada pengelolaan dan pengamanan parameter. Namun nanti antara bulan setelah itu, antara april. Juli atau agustus itu istilahnya saya mengkonsolidasikan kembali semua program kerja setahun. Jadi materi-materi pelatihan kita periksa lagi, kita rancang lagi pelatihan-pelatihan year on year nya itu Juni tahun ini sampai Juni tahun depan. Karena memang untuk training sendiri
68
yang paling efektif dilaksanakan adalah sebelum bulan oktober dan diantara bulan februari. Ya, sekitar februari-oktober lah. Setelah itu kita juga menyiapkan termasuk kegiatan monitoring ke cabang. Monitoring itu idelahnya kita lakukan dari tahun ke tahun, tapi ada masanya monitoring itu intensitasnya kita tingkatkan. Biasanya diantara Januari sampai April. Kemudian kita juga punya kegiatan0kegiatan internal campaign seperti BFA tadi, itu biasanya kita lakukan 1 taun sekali dan itu kita dekatkan dengan ulang tahun BTN, tapi itu biasanya sudah kita mulai deri bulani oktober. Jadi ada training, coaching, monitoring, sama internal campaign. Itu kelompok besarannya.” Jika diurutkan mapping program Service Excellent Bank BTN, pada periode awal tahun, program di fokuskan kepada internal campaign dan intensive monitoring. Setelah itu, dilakukan evaluasi seluruh program di sekitar bulan April sampai Juni dan program mulai di buat untuk bulan Juni tahun berjalan sampai Juni tahun berikutnya, kemudian menjelang akhir tahun pada kisaran bulan Oktober, dimanfaatkan untuk melakukan training atau pelatihan-pelatihan. Seluruh rangkaian kegiatan tersebut tentunya tidak akan terlepas dari pembagian kerja dan tanggung jawab dalam tim. Pak Jefry memberikan gambaran dalam pembagian kerja di SQM Departement: “Kita ini kan organisasinya tidak besar dan juga tidak kecil, saya punya organisasi di bawah saya itu ada 3 jenis unit, secara struktural saya menyebutnya ada unit service delivery, service development dan service measurement, ada 3 unit dalam pngelolaan. Nah, karena kita kegiatan ini menyeluruh dan kita dalam setahun itu ada 12 bulan, jadi kita gak memilah mereka. Jadi model yang kita lakukan ini kita bekerja secara matrx aja, jadi PIC project nya tetap berdasarkan unit nya masing-masing tapi waktu pekerjaannya kita lebur, kita matrik dan kadang kita paralel. Kita ada yang namanya Best frontliner Award (BFA) pada penghujung tahun. Kalo BFA itu sebenarnya da di bawah unit service delivery, nah tapi pada saat yang sama kita juga sedang melakukan embekalan-pembekalan di cabang-cabang, kita juga orangnya terbatas ya kita matrik aja. Jadi saat pekerjaan dilakukan dalam rentang waktu yang bersamaan, kita melakukan kegiatan-kegiatan pembekalan. Jadi kaloa dtanya bagaimana pembagian kerjanya, ya kita matrik aja, hanya PIC yang membedakan tapi eksekisi kerja nya matriks. Jadi komunikasi yang terjalin sangat lancar, kerena orangnya ya itu-itu saja, kita up date semua.”
69
Proses eksekusi yang matriks tersebut memberikan gambaran bahwa program yang berlangsung dengan jumlah anggota tim tidak seimbang. Hal ini menimbulkan resiko bahwa setiap anggota memiliki beban kerja yang cukup banyak. Namun di sisi lain, kondisi tersebut menggambarkan bahwa jumlah anggota tim yang sedikit dapat meminimalisir noice pada komunikasi, sehingga pesan yang disampaikan lebih mudah di koordinir. Selama proses program berlangsung, HCD juga memonitoring proses pelaksanaan program. Teknis monitoringnya bisa dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Bapak Deska menjelaskan teknik monitoring yang dilakukan HCD guna memastikan berlangsungnya program-program yang sudah di ajukan: “Kalo monitor itu kan tugas utama ya. Dalam rangka melaksanakan satu pendidikan itu kan ada 3 elemen yang dilibatkan. Yang pertama adalah bagian content kurikulum, yang kedua dalah bagian program and evaluations, yang ketiga learning center implementation. Nah ketiga elemen ini dalam setiap kali kegiatan itu ada. Nah, learning implementation itu tugasnya memonitor dari mulai awal persipan, apakah materinya sudah siap, pengajar ready, kelasnya oke, tempatnya bagus sampai dengan hal yang terkecil, konsumsi, ATK nah itu dari learning center implementation. Istilahnya miystery shopping atau monitoring yang selalu dilakukan SNED ke cabang, nah itu ada berita acaranya. Dia pake berita acara dan itu terbuka. Walaupun dia istilahnya monitoring tapi tanpa pemberitahuan ke cabang dulu kan, kadang seperti itu, tapi nanti dalam berita acara itu terbuka. Misalkan seorang petugas SNED. Katakanla mba Yustia berperan sebagai nasabah ke salah satu Kankas, kira-kira ada yang janggal atau ada yang kurang dari sisi kewajaran seorang cutomer servicememberikan feed back berupa evaluasi “CS ini harusnya gini-gini” tapi itu dilakukan secara tertulis. Ada berita acaranya dan berita acara ini selalu disampaikan ke Human Capital Division.” Berkaitan dengan pemaparan program yang disampaikan pada perencanaan program oleh SNED, frontliners adalah sasaran yang merasakan
70
langsung implementasinya. Untuk itu konfirmasi terkait dengan implementasi program ini dilakukan kepada Customer Service dan Loan Service. Seperti yang sudah disampaikan oleh Bapak Sri Purwanto bahwa Customer Service adalah bagian frontliner yang memerlukan fokus program yang lebih karena bobot penilaiannya yang paling tinggi. Dan Loan Service adalah petugas frontliner bagian Kredit dimana sesuai dengan hasil wawancara di atas, sebagian besar sepakat bahwa Bank BTN sangat khas dengan Kredit Perumahannya. Sebagian besar, program-program dari SNED sudah terimplementasi dengan baik untuk frontliner, khsusunya Customer Service. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Mas Jimmy Tulangow selaku Customer Service di Bank BTN KC Harmoni: “Jadi ya untuk Tahun 2014/2015 ini ya dari Kantor Pusat selaku SNED telah melakukan banyak perubahan. Salah satunya kita Customer Service sekarang sudah di bekali oleh yang pertama buku panduan roleplay ya. Jadi disitu ada ceklist tahap-tahap layanan, disitu ada ceklist parameter MRI, jadi setiap harinya kita sudah pastinya melayani nasabah sesuai dengan apa yang telah tertulis disitu jadi disitu sudah ada parameternya jadi sudah terstandarisasi.Itu yang pertama buku roleplay. Kemudian yang kedua terkait dengan program-program dari SNED ya, jadi kan memang diwajibkan harus ada roleplay ya , pertemuan Customer Service untuk kita. Dari pertemuan itu kita lakukan evaluasi, apakah masih ada yang kurang, apakah sudah sesuai dengan standar-standar atau belum. Itu biasanya untuk program roleplay. Kalo untuk yang intensive, cabang sendiri itu satu minggu sekali kita biasakan ada pertemuan di cabang. Tapi untuk keseluruhan outlet-outlet yang berada di bawah Kantor Cabang Jakarta Harmoni itu 1 bulan sekali pertemuan. “ Namun jawaban berbeda datang dari Mba Riksa selaku Loan Service Bank BTN KC Jakarta Harmoni yang hanya mengetahui program-program Service Excellent apa saja, namun tidak merasakannya langsung secara konsisten. Mba Riksa mengatakan:
71
“Program setau saya untuk Loan Servie sendiri belum terlalu ter asah ya. Karena minimnya juga informasi dan sosialisasi dari Kantor Pusat itu sendiri. Paling kalau yang saya ketahui hanya coaching dan roleplay. Biasanya dengan SQ kami. Biasanya kami juga jarang dilibatkan secara roleplay nya CS dan Teller, jadi tim SQ (Cabang) nya datang ke kami sendiri, ke Loan Service untuk coaching gitu.” Terkait dengan pernyataan di atas, Loan Service masih merasakan perhatian yang kurang dan berbeda dengan perhatian atau perlakuan yang diberikan untuk CS dan Teller. Selain proses coaching dan monitoring yang dipaparkan di atas, SNED pun meyebutkan mengenai pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada frontliner sebagai salah satu upaya penguatan skill frontliner. Terkait dengan hal tersebut, sdra. Jimmy menanggapi sebagai berikut: “ Untuk pelatihan Customer Service ya. Dulu pernah mengikiti pelatihan dari SNED ya. Cukup menarik pelatihannya. Disitu langsung roleplay di depan langsung evaluasi. Langsung ketemu dengan, ibaratnya kaya masternya maksudnya yang bikin skripnya. Kalau pertemuan seperti itu seih seharusnya 3 bulan sekali ya jadi Cabang juga bisa refreshment juga apa saja yang update di MRI, dan SNED juga kan memang Update juga dengan informasi MRI terbaru.” “Namun pelatihan Customer Service dari Kantor Pusat kayaknya gak harus nunggu detik-detik MRI ya. Kalo saya rasa sih bisa di buat rutin oleh SNED minimal 2 atau 3 bulan sekali. Jadi gak hanya pas mau perang aja nih siap, tapi kita siap kapanpun tanpa mengenal waktu. Toh kalau juga Mystery Shopping dateng kita udah prepare.” Secara koordinir, kantor pusat sudah memberikan pelatihan, namun hal ini masih dirasa kurang karena pelatihan yang dilaksanakan masih belum terjadwal secara rutin dan hanya terfokus pada saat menjelang penilaian mystery shopping. Namun respon berbeda kembali datang dari Loan Service, menanggapi program pelatihan dari SNED, sdri. Riksa menyampaikan hal sebagai berikut:
72
“Untuk pelatihan belum pernah ada lagi ya, dari Kantor Pusat itu belum pernah mengadakan pelatihan Service Quality lagi khsusus untuk Loan Service sendiri, mungkin beda dengan CS dan Teller, sepertinya mereka masih fokus di CS dan Teller. kalau paling kita pelatihan produk aja dari NSLD, tapi kalo untuk service quality nya belum ada yang khusus seperti CS dan Teller.” Fokus pelatihan pada Loan Service belum maksimal dilakukan seperti pada Customer Service dan Teller Service. Pelatihan yang diterima oleh Loan Service di Kantor Pusat masih hanya aktif dilakukan oleh Divisi Kredit di Kantor Pusat untuk membahas produk dan program terbaru. Proses pelaksanaan program tentunya membutuhkan media untuk melakukan
penyebaran
informasi
dan
mempersuasi
maksud.
Proses
penyampaian pesan tersebut dilakukan melalui beberapa cara komunikas. Komunikasi yang berlangsung pada proses program Service Excellent ini terimplementasi dalam bentuk tatap muka, tulisan, maupun lisan atau media telepon. Hal ini menjadi beragam karena dilihat dari konteks keperluan dari komunikasi itu sendiri. Bapak Sri Purwanto mengatakan: “Jadi komunikasi ini sangat berfariasi artinya dari tingkat paling bawah antar staff antar junior staff pun sudah menjalin komunikasi dengan Divisi Human Capital atau Divisi lainnya. Kemudian sampai tingkat di atasnya, para manager termasuk dengan diri saya dengan kepala Divisi HCD nya. Kami selalu memberikan pemahaman bahwa peningkatan service akan mengakibatkan penigkatan di dalam customer eehh.. orientasinya kami libatkan kepada Divisi HCD secara keseluruhan. Artinya koordinasi kami sama Human Capital ini berlangsung secara intensive baik formal maupun informal. Formal artinya dokumentasi teradministrasi, surat menyurat kami laksanakan bagus. Informal artinya pendekatan ke mereka,, menjelaskan ke mereka yang tanpa surat tapi dengan pendekatan secara pribadi itu berlangsung secara terus menerus.” Sedangkan Mas Jimmy selaku Customer Service mengatakan bentuk koordinasi dari Cabang ke pusat ataupun sebaliknya adalah sebagai berikut:
73
“Untuk update program biasanya dari SNED atau Divisi-divisi terkait lainnya biasanya disampaikan melalui Memo-memo ya, supaya nantinya di eksekusi. Lebih banyak tertulis daripada tatap muka. Kita dari Bank BUMN ya, jadi semuanya perlu tertulis, perlu disposisi juga untuk menjalankannya.” Sesuai dengan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa proses koordinasi antar divisi atau antar perorangan, tidak mengalami hambatan yang cukup signifikan, media komunikasi dimanfaatkan secara situasional baik itu lisan secara formal dan non formal ataupu dalam bentuk tulisan yang tertuang pada memo-memo. Meskipun begitu, jika mengacu pada penjelasan di atas, media tulisan masih banyak mendominasi dilakukan pada proses penyampaian pesan-pesan tersebut.
4.2.4. Mengevaluasi Program Mengevaluasi program adalah tahapan terakhir yang dilakukan. Evaluasi menjadi sangat penting dilakukan karena hal ini merupakan ukuran terhadap berhasil atau tidaknya program yang sudah dijalankan, menangkap kelemahan-kelemahan yang terjadi dan memperbaikinya untuk periode program selanjutnya. Proses Evaluasi Program Service Excellent ini adalah berdasarkan hasil penilian dari surveyer baik dari internal maupun eksternal. Seperti yang disampaikan bapak Sri Purwanto: “Evaluasinya rutin kami laksanakan secara manual melalui excel di Kantor Cabang, Kantor Wilayah menampilkan Indeks mereka. Selain itu kami juga melaksanakan pengukuran melalui Mystery Shopping tidak lain yang kami tunjuk ke Kantor Cabang. Nah, hasilnya selama ini cukup bagus artinya sudah lebih dari 70% eehh.. unit yang melaksanakan Service Quality nya. Namun demikian, target kami adalah seluruh unit kerja melaksanakan target service yang sesuai standar ya.”
74
Selain itu Mba Yustia menyampaikan evaluasi yang dilakukan di internal SNED dan eksternal: “Evaluasi program kerja sebenarnya kita lakukan seminggu sekali setiap pekerjaan atau sejauh mana pekerjaan kita, targetnya sudah sejauh mana, itu seminggu sekali. Yang kita evaluasi seminggu sekali. Kalau terkait dengan sasarannya kita akan evaluasi sambil jalan. Jadi setiap hasil implementasi kita evaluasi, implementasi-evaluasi. Kalau ditanyakan waktu bulannya apa sih ngga ada. Jadi hampir setiap waktu, setiap bulan, setiap minggu, setiap kali kita selesai implementasi pasti kita evaluasi. Tapi yang lebih big besarnya adalah evaluasi pada saat hasil MRI itu udah luncur. Kurang lebih di bulan Mei pasti kita evaluasi. Tapi kalo untuk program kerjanya dengan tim dengan Top management kita seminggu sekali.” Sdri. Cita selaku bagian Service Delivery and Implementation menegaskan bahwa untuk mengetahui keberhasilan program service excellent adalah denga melihat apa yang terjadi di lapangan, apakah hal tersebt sudah teraplikasikan dengan konsisten atau tidak, untuk mengetehaui hal tersebut maka dibutuhkan pihak ke 3 yang melakukan monitoring dan penilaian langsung ke lapangan dengan cara menjadi mystery shopping: “Nah dari semua upaya itu kan kita perlu dinilai kan, apakah dari semua usaha dan program-program itu kita berhasil atau engga? Tentu kita harus ada pengukuran yang berupa angka-angka. Oleh karenanya kita menggunakan pihak yang netral, karena kalo mengacu ke laporan rutin bulanan cabang, itu kan sifatnya self assesment, kita menilai diri kita sendiri, dia menilai diri dia sendiri. Nah untuk itu kita butuh “kacamata” luar lah atau seperti outside thinking, untuk itu kita perlu pihak konsultan atau pihak ke 3 untuk menilai kita.” Terkait dengan dilibatkannya pihak ke 3 pada proses evaluasi, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Yang paling utama adalah memilih pihak konsultan terlebih dahulu. Berkaitan dengan proses ini, sdri. Cita lebih lanjut memberikan penjelasan mengenai kriteria dari konsultan tersebut:
75
“Yang pertama, pastinya dia berpengalaman dengan perbankan, pernah melakukan penilaian perbankan. Dia sudah terbiasa dengan perbankan, minimal 5 tahun pengalamannya. Yang kedua, siapa saja nih susunan pengurusnya, latar belakang pengurusnya untuk mengetahui capabilitas dari masing-masing personilnya khususnya staff ahlinya. Kemudian metode penilaiannya dia, laporan yang pernah dia buat seperti apa. Itu kurang lebihnya.” Setelah pihak ke 3 telah ditentukan maka masuk kepada tahap negosiasi dan pembicaraan mengenai konsep teknis. Terkait dengan hal tersebut, Bank BTN memiliki dominasi konsep yang sangat tinggi, hingga parameter penilaiannya pun mengacu pada paramaeter dari Bank BTN yang telah disesuaikan dengan parameter perbankan pada umumnya dan sesuai dengan yang telah disampaikan atau dilatih ke cabang, seperti yang dipaparkan oleh sdri. Cita sebagai berikut: “Nah, abis itu kita mengadakan meeting. Kita menyampaikan skenario untuk penilaian yang diinginkan, misalnya buka rekening, handling complaint atau penutupan rekening. Dari situ kita brain storming apa yang diinginkan BTN dan konsultan. Kita juga share parameter atau point penilaian, semacam acuan untuk penilaian nya seperti apa, trus nanti mereka juga kasih timeline nya kita cocokin. Seperti itu. Untuk standarisasi dan konsepnya Itu semuanya dari pihak BTN, mulai dari parameternya, sekenarionya. Dan parameter itu juga mengacu ke standar perbankan, referensi perbankan pada umumnya. Biasanya kurang lebih tiga bulan, nanti mereka berikan hasilnya ke kita, mereka presentasi kasih informasi kekurangannya terus nanti mereka kasih rinciannya. Setelah itu baru kita buat pelaporannya ke manajemen dan ke Cabang juga dan itu jadi referensi untuk evaluasi berikutnya.” Lebih lanjut Pak Deska menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan dari segi HCD atau dari segi internal Bank BTN terhadap pelaksanaan program service Excellent yaitu: “Dari program evaluation itu melakukan pengukuran-pengukuran. Kan kick matriks itu ada lima level, nah kalo di BTN itu kan hanya melakukan sampai level ke tiga saja, sampai behavior, behavior itu tindak lanjut yang diimplementasikan di unit kerja. Jadi yang menilai adalah level atasan, jadi
76
hanya level 1-2-3 itu saja. Satu, Reaction bagaiman si pengajar bagus atau tidak, tempatnya oke atau tidak, nah itu selalu di bagikan dalam bentuk kuesioner. Dan itu umumlah di tempat pelatihan manapun selalu mengisi “pengajarnya oke?”, “makanannya enak?”, “tempatnya bagus?” centang skala berapa.” Kalau untuk evaluasi penyelenggaraan training ataupun workshop yang melibatkan SNED. Nah sebenarya kita rancang evaluasi itu setelah pelaksanaan. Namun secara umum TNA itu idealnya kita rancang 4 bulan sekali kita evaluasi mana yang kemudian kurang dan mana yang kemudian untuk kedepannya harus diprioritaskan. Nah tetapi dalam hal ini, selama ini SNED itu masih on schedule, jadi dari sisi evaluasinya masih wajar lah. Itu sih.” Mengacu terhadap dampak dari program Service Excellent pada aspek kepuasan nasabah, hal lain yang perlu dievaluasi adalah respon publik, mengenai hal ini Bapak Dodi dari Corporate Secretary Division hanya menyampaikan bahwa kepuasan itu jika sudah tidak ada keluhan lagi dan beberapa keluhan yang terjadi di publik atau yang terekam di media massa adalah mengenai kredit: “sebetulnya keterkaitan selama ini dengan apa yang sampaikan, lebih kepada keluhan nasabah. Service yang kita berikan itu akan terlayani dengan baik, maksudnya adalah ketika dia protes, ketika dia complaint dan itu muncul di surat kabar. Intinya adalah bagaimana menangani itu pada kesempatan pertama, sehingga problem yang dihadapi bisa langsung selesai seketika. Artinya kami tidak ingin membuat problem atau masalah yang dihadapi oleh nasabah tentang service yang ada di Bank BTN itu berlarutlarut, sehingga kita punya aturan bahwa komplain di surat kabar itu tidak boleh lebih dari 4 hari kerja. Karena core bisnis BTN bidang pembiayaan perumahan, hampir 90% rata-rata terkait masalah KPR atau terkait masalah sertifikat. Umumnya kredit sudah lunas, tetapi sertifikat belum siap dan itu beraneka ragam dan probelamtikanya macam-macam, tetapi kalo disimpulkan sertifikat.” Dampak dari core bisnis BTN sebagai Bank pembiayaan perumahan, tetap menjadi perhatian publik, hal ini terlihat dari topik komplain nasabah yang sebagian besar terkait dengan masalah KPR atau sertifikat. Komplain yang disampaikan melalui media massa akan sangat memiliki pengaruh yang
77
besar terhadap citra perusahaan. Hal ini dapat menjadi referensi tambahan untuk rancangan upaya perbaikan kualitas layanan yang tidak hanya pada layanan pendanaan, namun juga pada layanan kredit. 4.3. Pembahasan Dalam melakukan teknik pemeriksaan keabsahan data atau triangulasi, Peneliti memiliki hambatan dalam melakukan observasi langsung dan keterbatasan terhadap publikasi dokumen-dokumen pendukung, sehingga keabsahan data diambil dari hasil wawancara mendalam dari project owner dan mengkonfirmasi kepada object project, selain itu melakukan pengecekan terhadap beberapa dokumen serta hasil evaluasi (kuantitatif) yang dapat dipublikasi. Menurut Cutlip, Center and Broom dalam Morissan ada empat langkah pemecahan masalah humas dimana keempat langkah tersebut memiliki tahapan manajemen, keempat langkah itu adalah: 9 1. 2. 3. 4.
Menentukan masalah (defining the problem) Perencanaan dan penyusunan program (planning and programming) Melakukan tindakan dan berkomunikasi (taking action dan communicating) Evaluasi Program (Evaluating the program) Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti maka pembahasan
terhadap hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 4.3.1.
Mendefinisikan Problem (atau peluang) Public Relations Ada beberapa hal yang dilakukan oleh Bank BTN untuk dapat
menentukan masalah:
9
Morissan. Manajemen Public Relations: Strategi Menjadi Humas Profesional. Jakarta: Prenada Media Group. 2008 hal. 108.
78
a. Analisis situasi. Bank BTN sebagai Bank yang identik dalam pembiayaan perumahan, sebelumnya fokus orintasi hanya pada bisnis saja. Namun seiring berjalannya waktu, Bank BTN menyadari pentingnya tata kelola layanan, karena layanan dianggap memiliki dukungan terhadap bisnis perusahaan. Sehingga Bank BTN membuat kebijakan untuk membuat Divisi khusus yang membidangi layanan yang saat ini di pegan oleh Service Quality Network and Electronic Banking Division atau SNED. Selain itu bank BTN menganggap perlunya kalsifikasi terhadap perbaikan tersebut dan mengutamakan program pada skala prioritas. Aspek frontliner merupakan prioritas bagi Bank BTN untuk meberikan fokus terhadap rancangan program, dikarenakan aspek ini memiliki bobot penilian yang berpengaruh signifikan pada hasil evaluasi. b. Proses Riset. Untuk perbaikan layanan Bank BTN ada beberapa metode yang dilakukan. Antara lain adalah bekerjasama dengan konsultan untuk menjadi surveyer, mengevaluasi hasil penilaian sebelumnya dalam bentuk parameter-parameter penilaian yang ada dan melakukan benchmarking ke bank-bank pesaing yang dinilai bagus dalam penilaian MRI. Mengacu pada hal tersebut, analisa gap akan lebih mudah ditemukan, terutama setelah melakukan perbandingan antara apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang terjadi dilapangan.
79
4.3.2. Perencanaan
dan
penyusunan
program
(planning
and
programming) Morissey dalam Cutlip, Broom dan Center mengatakan bahwa ada beberapa langkah yang dilakukan pada proses perencanaan dan pemrograman, yaitu sebagai berikut: a. Mendefinisikan peran dan misi. Bisa menjadi Bank yang tidak hanya terdepan dari segi pembiayaan perumahannya saja, namun juga hal itu sejalan dengan kualitas layanannya yang unggul. Sehingga hal tersabut dapat menunjang core business Bank BTN dan meningkatkan loyalitas nasabah. b. Menentukan area hasil utama. Sasaran area utama adalah kantor operasional yang terdiri dari Kantor Cabang dan Outletnya. Selanjutnya perbaikan terlebih dahulu di prioritaskan pada aspek manusia, dalam hal ini frontliners. c. Mengidentifikasi dan menspesifikasi indikator efektifitas. Identifikasi didapatkan dari gap antara apa yang seharusnya dilakukan dengan apa yang terjadi di lapangan. Gap mengacu pada parameter atau indikator tahapan layanan yang sudah disesuaikan dengan standar layanan pada umumnya. d. Memilih dan menentukan sasaran. Sasaran dari program ini adalah frontliners; baik CS, Teller, LS dan Security. Namun fokus program masih didominasi oleh aspek CS,
80
karena CS dianggap sebagai penyumbang persentase bobot penilaian terbesar dalam proses penilaian mystery shopping. e. Menyiapkan rencana aksi. Dalam menyiapkan rencana dan aksi, SNED membuat programprogram yang di ajukan ke HCD setiap awal tahun dalam bentuk proposal. Rancangan program mulai disiapkan sekitar bulan Mei atau Juni, dan program akan dirancang untuk satu tahun kedepan mulai dari Juli tahun berjalan sampai Juni tahun berikutnya. Proposal tersebut sudah termasuk dengan anggaran sehingga HCD bisa memperkirakan kesediaan dananya. Untuk program dibawah 2 Miliar, kewenangan approval cukup ada di Kepala Divisi HCD, namun untuk program yang menghabiskan biaya di atas 2 Miliar, kewenangan approval ada pada Direksi. HCD akan memegang control terhadap pengawaasan beralngsungnya program yang telah diajukan. Sebelumnya, program yang cukup besar akan dilakukan sampling terlebih dahulu di beberapa Kantor Cabang, jika sampling tersebut berjalan dengan baik maka pengajuan program tersebut akan semakin mantap untuk dipresentasikan pada Top Management dan memiliki gambaran keberhasilan program. f. Menetapkan kontrol. Pengawasan program dilakukan oleh HCD dengan berbagai metode baik langsung ataupun tidak langsung. Pengawasan langsung
81
dilakukan dengan ikut hadir dalam acara tersebut, tidak langsung adalah melalui laporan, hasil kuesioner atau berita acara. g. Berkomunikasi. Komunikasi yang dilakukan bisa bersifat formal atau informal, baik itu lisan maupun tulisan melalui Memo-memo. Namun yang mendominasi proses komunikasi pada program ini adalah melalui tulisan atau Memo-memo dan melalui telepon. h. Implementasi. Sistem pembagian kerja berlangsung secara matriks, artinya setiap orang harus ikut terlibat dalam implementasi program tanpa melihat jobdesk masing-masing personel. Namun, penanggung jawab atau koordinator program tetap diserahkan kepada jobdesk masing-masing. Dikarenakan penelitian ini berfokus pada aspek sumber daya manusia khususnya frontliner, maka HCD menjadi divisi yang tepat untuk pengelolaan SDM. Selain itu HCD juga menjadi Divisi yang mengawasi, memonitoring dan mengevaluasi jalannya program Service Excellent. Berdasarkan tahapan tersebut, deskripsi program-program service excellent Bank BTN terangkum pada tabel di bawah ini: Nama Program Roleplay dan Coaching
Waktu Deskripsi Program - Per minggu - Merupakan kegiatan simulasi untuk Kantor layanan yang dilakukan secara Cabang. sampling dan disaksikan oleh - Tentative orang-orang serta memberikan untuk SNED. feedback atau evaluasi dari hasil evaluasi tersebut. - Dilakukan oleh Cabang, yang dipimpin Oleh Team SQ
82
-
-
Monitoring
-1 Outlet/Bulan untuk Cabang. - Tentative untuk SNED.
-
-
-
-
Test Tertulis
Per Bulan
-
-
-
Cabang. Peserta terdiri dari Seluruh Frontliners (CS, Teller, LS dan Security) Pelaksanaan di Masing-masing Kantor Cabang. Tujuan untuk mengetahui pemahaman dan pengetahuan tahapan layanan fronliner sekaligus melakukan sosialisasi informasi untuk dapat menyamakan pemahaman frontliners. Merupakan kegiatan kunjungan ke Cabang atau Outlet Bank BTN secara Random. Bertujuan untuk mengetahui konsistensi layanan frontliner di lapangan dan langsung memberikan feedback. Dilakukan oleh Team SQ Cabang (CCU Head atau SQ Staff) atauu SNED Kepada Seluruh Frontliners dan Aspek Fasilitas. Dilakukan di Masing-masing Kantor baik Cabang maupun Outlet. Merupakan kegiatan Test soal tertulis yang dibuat oleh SNED mengenai ketentuan dan tahapan layanan. Untuk mengetahui pemahaman frontliner mengenai layanan secara kuantitatif. Soal dibuat oleh SNED untuk seluruh frontliners. Dilakukan di masing-masing
83
Survey Shopping
Mystery Per Semester
-
-
Best Frontliner Award Per tahun (BFA)
-
-
-
-
Kantor Cabang. Merupakan kegiatan monitoring layanan yang melibatkan pihak ke tiga dengan menjadi customer dan bertransaksi perbankan di BTN namun customer tersebut sebenarnya sedang melakukan penilaian terhadap layanan tersebut. Dilakukan oleh Konsultan yang bekerjasama dengan SNED atau oleh Surveyor Independen. Ditujukan kepada seluruh frontliners dan aspek fasilitas. Dilakukan secara random ke Cabang Bank BTN dan Outlet. Kegiatan ini merupakan bagian dari internal campaign yang berupa kompetisi layanan. Tujuannya adalah untuk memunculkan semangat kompetisi dari para frontliners untuk bisa menjadi yang terbaik. Dilakukan pada Tingkat Cabang, Kantor Wilayah lalu Nasional. Ditujukan untuk masingmasing unit kerja pada frontliners baik Customer Service, Loan Service, Teller Service dan Security.
Tabel 5 Program-program Service Quality Excellent
84
4.3.3. Melakukan tindakan dan berkomunikasi (taking action dan communicating) Bagian ini tidak hanya berbicara mengenai komunikasi, namun juga tindakan yang konkret dari suatu program yang telah direncanakan. Cutlip, Center dan Broom merangkum implementasi strategi ke dalam tujuh C: 1. Credibility (Kredibilitas) Salah satu referensi dari riset adalah hasil mystery shopping dari konsultan yang bekerjasama dengan Bank BTN dan memiliki pengalaman minimal 5 tahun dengan latar belakang kepengurusannya harus berkompeten dan minimal memiliki history di dunia perbankan. Hasil dari mystery shopping ini dapat menjadi hasil evaluasi bagi outletnya. Kemudian yang melakukan penyampaian pesan adalah pihak Kantor Pusat, yang memang sudah mengkaji lebih dulu apa saja gap yang perlu di benahi. 2. Context (Konteks) Pembuatan program mengacu pada permasalahan frontliners atau sumber daya manusia, yang dianggap memiliki paling banyak bobot penilian. Mengacu pada hal tersebut, sebagian besar program yang di buat adalah untuk pengelolaan people-nya. Bahkan bisa dikatakan 90% yang berjalan adalah untuk aspek people. 3. Content (Isi) Isi komunikasi yang disampaikan adalah seputar parameter-parameter layanan yang mengacu pada keseharian frontliners. Sehingga hal ini
85
menjadi koheren mengingat informasi yang disampaikan berkaitan dengan aktivitas sehari-hari. 4. Clarity (Kejelasan) Untuk mencapai satu kejelasan, maka perlu diadakannya pertemuan sehingga pesan yang disampaikan bisa bersifat massal dan pada pertemuan pun dapat diisi dengan sesi tanya jawab untuk menjelaskan satu permasalahn yang belum dipahami, komunikasi yang berlangsung dua arah ini akan meminimalisir adanya makna ganda dalam informasi yang disampaikan. Sejalan dengan hal tersebut, Bank BTN membuat program coaching yang disampaikan dalam bentuk sosialisasi sekaligus pengajaran dan pengarahan. Hal ini dilakukan oleh SNED pada waktuwaktu tertentu dan pada waktu “musim” penilaian oleh mystery shopping eksternal, pelaksanaannya akan lebih ditingkatkan lagi.
Gambar 2 Contoh Proses Coaching Clinic dari SNED di Salah Satu Kantor Cabang BTN di Melawai
86
5. Continuity and Consistency (Kontinuitas dan Kosistensi) Pada point ini, Program yang di buat oleh Bank BTN untuk menjaga konsistensi standar layanan yang baik dilapangan dengan melakukan monitoring ke Cabang dan outlet
secara
random
dan
tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu. Metode ini dapat dikatakan seperti melakukan “sidak” lapangan, apakah frontliners sudah mengaplikasikan apa yang diajarkan di lapangan. Terhadap monitoring tersebut, SNED langsung memberikan feed back atau evaluasi yang di buat ke dalam satu bentuk berita acara atau Memorandum. Berita acara atau Memorandum ini menjadi catatan tertulis mengenai temuan masingmasing frontliner yang di monitoring dan sebagai laporan pelaksanaan program monitoring dari SNED ke HCD. Dan pada waktu ada penilaian dari pihak eksternal, intensitas monitorong akan semakin ditingkatkan.
Gambar 3 Contoh Memorandum Berita Acara pada Program Monitoring yang Dilakukan SNED di Salah Satu Outlet Bank BTN di Sawah Besar
87
6. Channel (Saluran) Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada point saluran ini. Onteks Komunikasi yang dijalankan tergantung dengan konteks komunikasi yang dibutuhkan, artinya jika mengacu peda eksekutor program, banyak sifatnya koordinasi ke dalam bentuk lisan baik formal maupun non formal dan juga melalui Memo-memo. Namun jika mengacu pada implementasi program dengan sasaran program, maka yang dilakukan banyak ke dalam konteks yang mengarahkan dan menyampaikan melalui memo dan buku panduan roleplay sebagai bahan ajar. Mengacu kepada hal tersebut di atas, proses komunikasi yang terjalin lebih banyak menggunakan media tulis, baik berupa memo ataupun ketentuan lainnya. Hal ini banyak dilakukan karena, penyebaran informas melalui tertulis selain lebih administratif atau terdokumentasi, penyebaran pesannya pun lebih cepat dan lebih banyak jangkauannya. 7. Capability of Audience (Kapabilitas atau kemampuan audien) Sasaran pada Program ini adalah frontliners, program yang di buat mengacu pada hasil riset, dimana hasil riset tersebut menunjukkan gap antara apa yang seharusnya terjadi dengan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Gap tersebut mengaacu pada hal-hal yang masih kurang dan belum
dilakukan
oleh
frontliner.
Salah
satu
program
yang
memnunjukkan seberapa besar pemahaman frontliner terhadap pesan atau informasi yang sudah disampaikan adalah dengan melakukan
88
simulasi atau praktek dari apa yang sudah diajarkan. Hal ini sesuai dengan progran Roleplay yang dibuat oleh Bank BTN dengan jangka waktu 1 minggu sekali, dimana simulasi layanan dilakukan untuk melihat sejauh mana pemahaman frontliners terhadap pesan yang sudah disampaikan baik itu dalam bentuk tatap muka berupa coaching, ataupun melalui buku panduan layanan yang di buat oleh Kantor Pusat. Namun kondisi ini tidak berjalan lancar untuk Loan Service, yang masih belum melakukan hal ini dengan maksimal, dikarenakan program masih banyak berfokus pada layanan dana.
Gambar 4 Contoh Kegiatan Roleplay Frontliners yang di Monitoring oleh SNED di Salah Satu Kantor Cabang Bank BTN di Jakarta
Selain program roleplay, Bank BTN juga melakukan internal campaign yang bernama Best Frontliners Award (BFA). Program ini berupa kompetisi layanan yang melibatkan frontliners baik CS, Teller, Loan Service dan Security. Kompetisi ini diadakan 1 tahun sekali. Dilakukan
89
beberapa tahapan seleksi untuk seluruh Indonesia, sehingga dapat terpilih juara umum dari masing-masing unit kerja.
Gambar 5 Pemberian Penghargaan pada Best Frontliner 2014/2015 bertepatan dengan HUT Bank BTN yang Diserahkan oleh Direksi Bank BTN di Menara BTN
4.3.4. Evaluasi Program (Evaluating the program) Evaluasi program yang dilakukan terbagi menjadi dua: a. Internal. SNED melakukan Evaluasi program internal dilakukan seminggu sekali atau saat program sudah berlangsung dan big evaluation akan berlangsung setahun sekali saat hasil MRI sudah keluar. Jika HCD melakukan evaluasi pengajuan program idealnya 4 bulan sekali untuk me-review program apa saja yang efektif berjalan dan tidak. Selain itu evaluasi juga dilakukan secara self asessment yang dilaporkan oleh Kantor Cabang berdasarkan
90
parameter layanan yang sudah diberikan Kantor Cabang dan Monitoring yang dilakukan oleh masing-masing Kantor Cabang. b. Eksternal. Evaluasi secara kuantitatif akan dilihat dari Hasil survey mystery shopping dari pihak konsultan (internal) yang dilakukan per semester dan dari penilian dari surveyer independent untuk bank-bank di Indonesia yang dilakukan 1 tahun sekali.
Gambar 6 Hasil Penilaian Mystery Shopping Independen untuk 10 Bank Terbaik dalam Pelayanan Prima Tahun 2014/2015 yang dimuat di Majalah Infobank
Cutlip, Center dan Broom mengemukakan langkah-langkah dasar dalam proses evaluasi. Langkah-langkah proses evaluasi ini teraplikasikan kepada proses penilaian eksternal dari konsultan yang di pilih oleh Bank BTN. Berikut ini adalah penjelasannya: 1. Membangun kesepakatan tentang kegunaan dan tujuan evaluasi. Sebelum membangun kesepakatan, Bank BTN telah melakukan seleksi yang cukup ketat untuk konsultan yang akan diajak bekerjasama. Tidak hanya latar belakang pengurusnya, pengalaman konsultan yang dipilih pun minimal adalah lima tahun, selain itu bentuk pelaporan
91
yang biasa dibuat konsultan tersebut juga menjadi pertimbangan seleksi. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan kesepahaman konsep evaluasi. Kemudian terdapat kesepakatan-kesepakatan yang di tanda tangani dalam bentuk Perjanjian Kerjasama. 2. Menjamin komitmen organisasi pada evaluasi dan susun dasardasar riset untuk program. Evaluasi secara konsisten dilakukan setiap satu smester dan biasanya dilakukan di 3 bulan terakhir pada semester tersebut. Sehingga hasil survey tersebut dapat menjadi referensi untuk penyusunan program ataupun isi pesan pada semester bahakan tahun berikutnya. 3. Bangun Konsesus tentang penggunaan riset evaluasi di dalam departemen. Sebelum melakukan eksekusi, pihak Bank BTN dan konsultan yang terpilih melakukan meeting untuk membicarakan hal-hal teknis serta konsep yang diinginkan hingga ke tahap jenis pelaporan yang diharapkan. Hal ini juga akan diberlakukan pada perjanjian kerjasama yang dibuat. 4. Tulis sasaran program dan istilah yang dapat diamati dan dapat diukur. Bank BTN memberikan parameter atau point-point standar layanan yang sudah disampaikan kepada frontliner. Parameter atau point-point tersebut mengacu pada standar perbankan pada umumnya. Kemudian
92
parameter tersebut menjadi standar penilaian mystery shopping konsultan ketika melakukan eksekusi di lapangan. 5. Pilih Kriteria yang tepat. Kriteria yang ada pada aplikasi evaluasi dengan konsultan tertuan pada skenario-skenario transaksi yang di tentukan oleh Bank BTN kepada pihak konsultan. Misalnya; skenario pembukaan rekening, handling compalint, dsb. 6. Tentukan cara terbaik untuk mengumpulkan bukti. Pada proses eksekusi, patokan indikator tidak hanya melalui standarisasi dari Bank BTN saja. Bukti lainnya pun dibutuhkan bank BTN, misalnya seperti bukti rekaman suara. Hal ini juga untuk memperkuat hasil evaluasi dari konsultan tersebut. 7. Buat catatan program yang lengkap. Kurang lebih tiga bulan konsultan melakukan eksekusi, kurang dari 4 bulan kosultan tersebut harus sudah memberikan hasil dan melakukan presentasi hasil survey mereka dan menginformasikan point penting apa yang harus fokus untuk dibenahi terlebih dahulu. 8. Gunakan temuan evaluasi untuk mengelola program. Hasil presentasi tersebut akan menjadi catatan bagi SNED untuk bisa menjadi referensi dan menganalisis gap yang terjadi dilapangan dengan parameter yang seharusnya dilakukan, berikut dengan detail survey yang diserahkan oleh pihak konsultan.
93
9. Laporkan hasil evaluasi kepada manajemen. Hasil evaluasi tersebut untuk kemudian dikonversi ke dalam bentuk kuantitatif, dimana nilai tersebut akan menjadi nilai KPI atau Key Performance Indicator bagi Kantor Cabang. 10. Tambahkan ke pengetahuan professional. Hasil temuan atau gap yang telah dianalisis tersebut akan menjadi referensi pembelajaran yang akan disampaikan pada program berikutnya dan akan menjadi standar yang harus dilakukan oleh frontliners.
Diagram 1 Hasil Mystery Shopping Konsultan untuk semester 1 di Tahun 2015