43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Baseline (A-1) Langkah pertama dalam pengambilan data ialah melakukan pengukuran kemampuan matematika dasar khususnya dalam penjumlahan dengan teknik menyimpan. Pengumpulan data ini disebut beseline (A-1) yang dilakukan 3 kali sesi pada setiap anak. Setelah data baseline (A-1) menunjukkan data stabil, maka proses intervensi baru akan dilakukan. Tabel 4.1 Data baseline 1 (A-1) Subjek NZ NO
SESI
JUMLAH
SKOR
SOAL
MAKSIMAL
SKOR
PERSENTASE
1
1
10
10
0
0
2
2
10
10
0
0
3
3
10
10
0
0
44
Tabel 4.2 Data baseline 1 (A-1) Subjek NS NO
SESI
JUMLAH
SKOR
SOAL
MAKSIMAL
SKOR
PERSENTASE
1
1
10
10
0
0
2
2
10
10
0
0
3
3
10
10
0
0
Secara visual dapat digambarkan melalui grafik sebagai berikut:
Grafik Baseline 1 100% 80% 60% 40% 20% 0% 1
2
3 SESI
Grafik 4.1 hasil baseline 1 (A-1) subjek NZ
45
Grafik Baseline 1 100% 80% 60% 40% 20% 0% 1
2
3 SESI
Grafik 4.2 Baseline 1 (A-1) Subjek NS Bila dilihat dari kedua grafik di atas pada ketiga sesi semua hasil perolehan yaitu 0%. Grafik 4.1 mengaggambarkan kondisi kemampuan NZ dan NS terhadap kemampuan berhitung penjumlahan dengan teknik menyimpan sebelum diberikan intervensi.
2. Hasil Intervensi (B) Setelah dilakukan fase baseline A-1 maka langkah selanjutnya adalah memberikan intervensi. Pada fase intervensi menggunakan media tabel bilangan untuk membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap penjumlahan dengan teknik menyimpan.
46
Tabel 4.3 Data Intervensi (B) Subjek NZ NO
SESI
JUMLAH
SKOR
SOAL
MAKSIMAL
SKOR
PERSENTASE
1
1
10
10
8
80
2
2
10
10
8
80
3
3
10
10
9
90
4
4
10
10
9
90
5
5
10
10
8
80
6
6
10
10
9
90
7
7
10
10
9
90
8
8
10
10
9
90
Secara visual dapat digambarkan melalui grafik sebagai berikut:
GRAFIK INTERVENSI (B) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1
2
3
4
5
6
SESI
Grafik 4.3 hasil intervensi subjek NZ
7
8
47
Tabel 4.4 Data Intervensi (B) Subjek NS NO
SESI
JUMLAH
SKOR
SOAL
MAKSIMAL
SKOR
PERSENTASE
1
1
10
10
7
70
2
2
10
10
9
60
3
3
10
10
8
80
4
4
10
10
7
70
5
5
10
10
7
70
6
6
10
10
7
70
7
7
10
10
8
80
8
8
10
10
8
80
Secara visual digambarkan melalui grafik sebagai berikut:
GRAFIK INTERVENSI (B) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1
2
3
4
5
6
sesi
Grafik 4.4 hasil intervensi subjek NS
7
8
48
Bila dilihat dari grafik 4.3 subjek NZ memperoleh nilai tertinggi sebesar 90% dan nilai terendah sebesar 80%. data mulai dari sesi keenam sampai sesi kedelapan menunjukkan kestabilan yaitu 90%. Sedangkan untuk grafik 4.4 dengan subjek NS perolehan nilai tertinggi sebesar 90% dan perolehan nilai terendah sebesar 70%. Data pada sesi ketujuh dan kedelapan menunjukkan tingkat kestabilan sebesar 80%.
3. Hasil Baseline 2 (A-2) Setelah dilakukan intervensi, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh intervensi terhadap subjek maka dilaksanakan baseline 2 (A-2) sebagai evaluasi dari dampak pemberian intervensi. Tabel 4.5 Data baseline 2 (A-2) subjek NZ NO
SESI
JUMLAH
SKOR
SOAL
MAKSIMAL
SKOR
PERSENTASE
1
1
10
10
4
40
2
2
10
10
5
50
3
3
10
10
5
50
4
4
10
10
5
50
49
Secara visual dapat digambarkan melalui grafik sebagai berikut:
Grafik Baseline 2 (A-2) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1
2
3
4
sesi
Grafik 4.5 hasil baseline 2 (A-2) subjek NZ
Tabel 4.6 Data baseline 2 (A-2) subjek NS NO
SESI
JUMLAH
SKOR
SOAL
MAKSIMAL
SKOR
PERSENTASE
1
1
10
10
3
30
2
2
10
10
4
40
3
3
10
10
3
30
4
4
10
10
3
30
50
Grafik Baseline 2 (A-2) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1
2
3
4
sesi
Grafik 4.6 hasil baseline 2 (A-2) subjek NS
Dapat dilihat kedua grafik siswa pada baseline 2 (A-2). Data siswa NZ menunjukkan persentase antara 40% dan 50% serta siswa NS menunjukkan persentase antara 30% - 40%. Terjadi peningkatan kemampuan kedua anak dalam
kemampuan
berhitung
penjumlahan
dibandingkan dengan fase baseline A-1.
dengan
teknik
menyimpan
51
Grafik perkembangan kemampuan berhitung penjumlahan dengan teknikmenyimpan 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
sesi
Grafik 4.7 grafik perkembangan kemampuan berhitung penjumlahan dengan teknik menyimpan subjek NZ grafik perkembangan kemampuan berhitung penjumlahan dengan teknik menyimpan 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
sesi
Grafik 4.8 grafik perkembangan kemampuan berhitung penjumlahan dengan teknik menyimpan subjek NS
52
B. ANALISIS DATA 1. Analisis kondisi a. Panjang kondisi Panjang interval menunjukkan jumlah sesi dalam setiap fase. Pada penelitian ini terdapat tiga fase, fase baseline (A-1) terdiri dari 3 sesi, fase intervensi (B) terdiri dari 8 sesi dan fase baseline (A-2) terdiri dari 4 fase. Seperti dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini: Tabel 4.7 DATA PANJANG KONDISI Kondisi
A-1
B
A-2
Panjang kondisi
3
8
4
b. Estimasi Kecenderungan Arah Estimasi kecenderungan arah adalah melihat perkembangan perilaku dengan menggunakan garis naik, sejajar atau turun, dengan membelah dua (split-middle) dengan cara: 1) Membagi data pada fase baseline atau intervensi menjadi dua bagian 2) Bagian kanan kiri juga masing-masing dibagi menjadi dua bagian lagi 3) Tarik garis sejajar dengan absis yang menghubungkan titik temu antar garis grafik dengan garis belahan kanan dan kiri. Garisnya naik, mendatar atau turun. Seperti terlihat pada gambar grafik berikut ini:
53
Grafik perkembangan kemampuan berhitung penjumlahan dengan teknikmenyimpan 100% 80% 60% 40% 20% 0% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
sesi
Grafik 4.9. Estimasi kecenderungan arah subjek NZ
grafik perkembangan kemampuan berhitung penjumlahan dengan teknik menyimpan 100% 80% 60% 40% 20% 0% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
sesi
Grafik 4.10 Estimasi kecenderungan arah subjek NS
14
15
54
Grafik tersebut di atas dimasukkan ke dalam tabel estimasi kecenderungan arah, seperti terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.9 DATA ESTIMASI KECENDERUNGAN ARAH SUBJEK NZ Kondisi
A-1
B
A-2
(=)
(+)
(+)
Estimasi kecenderungan arah
Tabel 4.10 DATA ESTIMASI KECENDERUNGAN ARAH SUBJEK NS Kondisi
A-1
B
A-2
(=)
(-)
(-)
Estimasi kecenderungan arah
Melalui grafik estimasi dapat dilihat bagaimana perkembangan kemampuan siswa pada setiap fase dari sesi awal hingga akhir. Hasilnya kedua siswa dapat dilihat pada baseline A-1 adalah mendatar, pada fase selanjutnya yaitu fase intervensi,
NZ
kecenderungan
datanya
adalah
naik,
sedangkan
NS
55
kecenderungan datanya adalah menurun. Terakhir pada fase baseline A-2 NZ kecenderungan datanya naik dan NS kecenderungan datanya menurun.
c. Kecenderungan stabilitas Menentukan kecenderungan stabilitas kemampuan anak dalam kondisi baik baseline maupun intervensi, dalam hal ini menggunakan kriteria stabilitas 15%. Jika presentase stabilitas sebesar 85%-90% maka data dikatakan stabil, sedangkan dibawah itu dikatakan tidak stabil (variabel) (sunanto et.al, 2005:113). Berikut adalah perhitungan kriteria stabilitas: 1) Menghitung rentang stabilitas 15% (nilai tertinggi x 0,15) 2) Menghitung mean level (jumlah poin data dibagi banyaknya sesi) 3) Menentukan batas atas (mean level ditambah setengah dari rentang stabilitas) 4) Menetukan batas bawah (mean level dikurangi setengah dari rentang stabilitas) 5) Menentukan kecenderungan stabilitas data point dengan menghitung banyaknya data sesi yang berada dalam rentang batas atas dan batas bawah, dibagi banyaknya sesi. Jika persentase mencapai 85%-90% maka dikatakan stabil sedangkan dibawah itu dikatakan tidak stabil (variabel).
56
Baseline 1 (A-1) subjek NZ Rentang stabilitas = skor tertinggi x kriteria stabilitas = 0 x 0,15 =0 ାା
=0
Mean level
=
batas atas
= Mean level + rentang stabilitas
ଷ
ଵ ଶ
=0+0 =0 Batas bawah
= Mean level -
ଵ ଶ
rentang stabilitas
=0-0 =0 Kecenderungan stabilitas =
ଷ ଷ
ݔ100
= 100% (stabil)
Baseline 1 (A-1) subjek NS Rentang stabilitas = skor tertinggi x kriteria stabilitas = 0 x 0,15 =0 ାା
=0
Mean level
=
batas atas
= Mean level + rentang stabilitas
ଷ
ଵ ଶ
57
=0+0 =0 Batas bawah
= Mean level -
ଵ ଶ
rentang stabilitas
=0-0 =0 Kecenderungan stabilitas =
ଷ ଷ
ݔ100
= 100% (stabil)
Intervensi (B) subjek NZ Rentang stabilitas = skor tertinggi x kriteria stabilitas = 9 x 0,15 = 1,35 Mean level
=
଼ା଼ାଽାଽା଼ାଽାଽାଽ ଼
=
ଽ ଼
= 8,625 Batas atas
ଵ
= Mean level + ଶ rentang stabilitas = 8,625 + 0,675 = 9,3
Batas bawah
= Mean level = 8,625 – 0,675 = 7,95
ଵ ଶ
rentang stabilitas
58
Kecenderungan stabilitas =
଼
ݔ100
଼
= 100% (stabil) Intervensi (B) subjek NS Rentang stabilitas = skor tertinggi x kriteria stabilitas = 9 x 0,15 = 1,35 Mean level
=
ାଽା଼ାାାା଼ା଼ ଼
=
ଵ ଼
= 7,625 batas atas
ଵ
= Mean level + rentang stabilitas ଶ
= 7,625 + 0,675 = 8,3 Batas bawah
= Mean level -
ଵ ଶ
rentang stabilitas
= 7,625 – 0,675 = 6,95 Kecenderungan stabilitas =
ݔ100
଼
= 87,5% (stabil) Baseline 2 (A-2) subjek NZ Rentang stabilitas = skor tertinggi x kriteria stabilitas = 5 x 0,15 = 0,75
59
Mean level
=
ସାହାହାହ
=
ଵଽ
ସ
ସ
= 4,75 batas atas
ଵ
= Mean level + rentang stabilitas ଶ
= 4,75 + 0,375 = 5,125 Batas bawah
= Mean level -
ଵ ଶ
rentang stabilitas
= 4,75 – 0,375 = 4,375 Kecenderungan stabilitas =
ଷ
ݔ100
ସ
= 75% (variabel)
Baseline 2 (A-2) subjek NS Rentang stabilitas = skor tertinggi x kriteria stabilitas = 4 x 0,15 = 0,6 Mean level
=
ଷାସାଷାଷ ସ
=
ଵଷ ସ
= 3,25 batas atas
ଵ
= Mean level + ଶ rentang stabilitas = 3,25 + 0,3
60
= 3,55 Batas bawah
= Mean level -
ଵ ଶ
rentang stabilitas
= 3,25 – 0,3 = 2,95 Kecenderungan stabilitas =
ଷ
ݔ100
ସ
= 75% (variabel)
Tabel 4.11 DATA KECENDERUNGAN STABILITAS Subjek NZ Kondisi
A-1
B
A-2
Kecenderungan
Stabil
Stabil
Variabel
stabilitas
(100%)
(100%)
(75%)
Tabel 4.12 DATA KECENDERUNGAN STABILITAS Subjek NS Kondisi
A-1
B
A-2
Kecenderungan
Stabil
Stabil
Variabel
stabilitas
(100%)
(87,5%)
(75%)
61
Setelah menghitung kecenderungan stabilitas dengan rumus di atas, maka di dapat hasil kesimpulan pada fase baseline A-1 pada kedua siswa sebesar 100%. Dapat disimpulkan bahwa kecenderungan stabilitasnya adalah stabil, artinya rentang data cenderung kecil dan tingkat variasi yang rendah. Fase selanjutnya adalah intervensi, data kecenderungan stabilitas pada kedua siswa adalah NZ 100% dan NS 87,5%. Maka kecenderungan stabilitas pada fase intervensi adalah stabil. Artinya rentang data cenderung kecil dan tingkat variasi yang rendah. Terakhir pada fase baseline A-2 kecenderungan kedua siswa adalah variabel dengan persentase setiap siswa sebesar 75% artinya rentang data cenderung besar dan tingkat variasi yang tinggi.
d. Kecenderungan Jejak Menentukan
kecenderungan
jejak
data
sama
halnya
dengan
kecenderungan arah, oleh karena itu hasilnya sama seperti kecenderungan arah Tabel 4.13 JEJAK DATA SUBJEK NZ Kondisi
A-1
B
A-2
(=)
(+)
(+)
Jejak Data
Tabel 4.14
62
JEJAK DATA SUBJEK NS Kondisi
A-1
B
A-2
(=)
(-)
(-)
Jejak Data
e. Level Stabilitas dan Rentang Menentukan level stabilitas dan rentang adalah dengan cara memasukkan masing-masing kondisi angka terkecil dan angka terbesar sebagaimana terlihat pada tabel sebelumnya. Hasil dapat terlihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.15 Tabel level dan stabilitas subjek NZ Kondisi
A-1
B
A-2
Level stabilitas
Stabil
Stabil
Variabel
dan rentang
0%-0%
80%-90%
40%-50%
Tabel 4.16 Tabel level dan stabilitas subjek NS Kondisi
A-1
B
A-2
Level stabilitas
Stabil
Stabil
Variabel
dan rentang
0%-0%
70%-90%
30%-40%
63
f. Level perubahan Menentukan level perubahan dengan cara menandai data pertama (hari ke-1) dan hari terakhir, berikut cara perhitungannya: 1) Menentukan berapa besar data pertama dan terakhir dalam suatu kondisi 2) Kurangi data yangbesar dengan data yang kecil 3) Tentukan apakah selisih kedua data menunjukkan arah yang membaik atau arah yang menurun. Tabel 4.17 DATA LEVEL PERUBAHAN subjek NZ Kondisi
A-1
B
A-2
Perubahan level
0%-0%
80%-90%
40%-50%
(=0%)
(+10%)
(+10%)
Level terakhir ini adalah untuk melihat bagaimana data pada sesi terakhir. Dapat dilihat bahwa tidak ada perubahan yang terjadi pada subjek NZ di fase baseline A-1 dari sesi pertama hinga akhir. Sedangkan pada fase intervensi perubahan yng terjadi adalah sebesar +10%, terakhir pada fase A-2 perubahan yang terjadi adalah sebesar +10%.
64
Tabel 4.18 DATA LEVEL PERUBAHAN subjek NS Kondisi
A-1
B
A-2
Level perubahan
0%-0%
70%-80%
30%-30%
(=0%)
(+10%)
(=0%)
Level terakhir ini adalah untuk melihat bagaimana data pada sesi terakhir. Dapat dilihat bahwa tidak ada perubahan yang terjadi pada subjek NZ di fase baseline A-1 dari sesi pertama hinga akhir. Sedangkan pada fase intervensi perubahan yang terjadi adalah sebesar +10%, terakhir pada fase A-2 tidak terjadi perubahan. Jika keenam komponen analisis visual dalam kondisi dimasukkan pada format rangkuman, maka hasilnya seperti tabel dibawah ini: Tabel 4.19 HASIL ANALISIS VISUAL DALAM KONDISI Subjek NZ Kondisi
A-1
B
A-2
Panjang kondisi
3
8
4
(=)
(+)
(+)
Estimasi kecenderungan arah
65
Kecenderungan
Stabil
Stabil
Variabel
stabilitas
(100%)
(100%)
(75%)
(=)
(+)
(+)
Level stabilitas
Stabil
Stabil
Variabel
dan rentang
0%-0%
80%-90%
40%-50%
Perubahan level
0%-0%
80%-90%
40%-50%
(=0%)
(+10%)
(+10%)
Jejak Data
Tabel 4.20 HASIL ANALISIS VISUAL DALAM KONDISI Subjek NS Kondisi
A-1
B
A-2
Panjang kondisi
3
8
4
arah
(=)
(-)
(-)
Kecenderungan
Stabil
Stabil
Variabel
stabilitas
(100%)
(87,5%)
(75%)
Jejak Data
(=)
Estimasi kecenderungan
(-)
(-)
66
Level stabilitas
Stabil
Stabil
Variabel
dan rentang
0%-0%
70%-90%
30%-40%
Level perubahan
0%-0%
70%-80%
30%-30%
(=0%)
(+10%)
(=0%)
2. Analisis Antar Kondisi a. Jumlah Variabel yang Diubah Pada data rekaan variabel yang diubah pada kondisi baseline 1(A-1) ke intervensi (B) adalah 1, dengan demikian format atau tabel akan terlihat pada tabel 4.21 berikut ini: Tabel 4.21 DATA JUMLAH VARIABEL YANG DIUBAH Perbandingan kondisi
B/A-1
A-2/B
Jumlah variabel yang diubah
1
1
b. Perubahan Kecenderungan dan Efeknya Menentukan perubahan kecenderungan arah dengan mengambil data pada analisis dalam kondisi di atas (naik, tetap, atau turun), yaitu untuk melihat perubahan perilaku.
67
Tabel 4.22 DATA KECENDERUNGAN ARAH DAN EFEKNYA Subjek NZ Perbandingan kondisi
B/A-1
A-2/B
Perubahan kecenderungan arah dan
(+)
(=)
(+)
(+)
efeknya
Pada data kecenderungan arah dapat dilihat bagaimana perubahan yang terjadi pada subjek yang diteliti, dapat dilihat pada tabel 4.22 bahwa perbandingan antara intervensi(B) dengan fase baseline A-1 adalah fase intervensi(B) data pada grafik cenderung meningkat (+) dan fase baseline A-1 cenderung menetap (=), selanjutnya fase baseline A-2 dengan intervensi(B) adalah pada fase A-2 adalah data grafik cenderung naik, tetapi mengalami penurunan dibanding dengan fase intervensi(B) , sedankan pada fase intervensi data pada grafik cenderung meningkat (+).
68
Tabel 4.23 DATA KECENDERUNGAN ARAH DAN EFEKNYA Subjek NS Perbandingan kondisi
B/A-1
A-2/B
Perubahan kecenderungan arah dan
(-)
(=)
(-)
(-)
efeknya
Pada data kecenderungan arah dapat dilihat bagaimana perubahan yang terjadi pada subjek yang diteliti, dapat dilihat pada tabel 4.23 bahwa perbandingan antara intervensi(B) dengan fase baseline A-1 adalah fase intervensi(B) data pada grafik cenderung menuru(-) dan fase baseline A-1 cenderung menetap (=), selanjutnya fase baseline A-2 dengan intervensi(B) adalah pada fase A-2 adalah data grafik cenderung menurun , penurunan terlihat sesuai dengan dengan garis.
c. Perubahan Stabilitas Perubahan stabilitas adalah untuk melihat stabilitas perilaku subjek dalam masing-masing kondisi baik baseline maupun intervensi dan hasilnya dimasukkan ke dalam tabel 4.24 dan 4.25 berikut ini:
69
Tabel 4.24 DATA PERUBAHAN KECENDERUNGAN STABILITAS Subjek NZ Perbandingan kondisi
B/A-1
A-2/B
Perubahan kecenderungan
Stabil ke stabil
Variabel ke stabil
stabilitas
Data
pada
tabel
2.42
menunjukkan
perbandingan
antara
perubahan
kecenderungan stabilitas pada fase intervensi dengan baseline A-1 hasilnya yaitu, pada fase intervensi perubahan kecenderungan stabilitas adalah stabil dan pada fase baseline A-1 perubahan kecenderungan stabilitasnya adalah stabil. Selanjutnya perubahan kecenderungan stabilitas antara baseline A-2 dengan fase intervensi hasilnya adalah fase baseline A-2 perubahan kecenderungan stabilitasnya adalah variabel sedangkan fase intervensi perubahan kecenderungan stabilitasnya adalah stabil. Tabel 4.25 DATA PERUBAHAN KECENDERUNGAN STABILITAS Subjek NS Perbandingan kondisi
B/A-1
A-2/B
Perubahan kecenderungan
Stabil ke stabil
Variabel ke stabil
stabilitas
70
Data
pada
tabel
2.45
menunjukkan
perbandingan
antara
perubahan
kecenderungan stabilitas pada fase intervensi dengan baseline A-1 hasilnya yaitu, pada fase intervensi perubahan kecenderungan stabilitas adalah stabil dan pada fase baseline A-1 perubahan kecenderungan stabilitasnya adalah stabil. Selanjutnya perubahan kecenderungan stabilitas antara baseline A-2 dengan fase intervensi hasilnya adalah fase baseline A-2 perubahan kecenderungan stabilitasnya adalah variabel sedangkan fase intervensi perubahan kecenderungan stabilitasnya adalah stabil.
d. Perubahan Level Untuk melihat perubahan antara akhir sesi pada baseline A-1 dan awal sesi pada intervensi yaitu dengan cara menentukan data poin pada kondisi baseline (A-1) pada sesi terakhir dan sesi pertama pada kondisi intervensi (B), kemudian beberapa selisihnya ditandai (+) bila naik, dan (=) tidak ada perubahan dan (-) bila turun. Baik buruknya kondisi disesuaikan dengan tujuan penelitian. Data setiap subjek dimasukkan kedalam tabel di bawah ini:
71
Tabel 4.26 DATA PERUBAHAN LEVEL Subjek NZ Perbandingan kondisi
B/A-1
A-2/B
Perubahan level
80%-0%
40% - 90%
(+80%)
(-50%)
Dari data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan level dari intervensi k baseline A-1 mengalami peningkatan, sedangkan perbandingan antara baseline A-2 dengan intervensi terjadi penurunan.
Tabel 4.27 DATA PERUBAHAN LEVEL Subjek NS Perbandingan kondisi
B/A-1
A-2/B
Perubahan level
70%-0%
40% - 80%
(+70%)
(-40%)
Dari data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan level dari intervensi k baseline A-1 mengalami peningkatan, sedangkan perbandingan antara baseline A-2 dengan intervensi terjadi penurunan.
72
e. Data Overlap Overlap adalah kesamaan kondisi antara baseline A-1 dengan intervensi (B), dengan kata lain semakin kecil persentase overlap maka semakin baik pengaruh intervensi terhadap target behavior 1) Overlap tahap baseline 1 (A-1) dan intervensi (B) adalah untuk mengetahui apakah dalam intervensi ada skor yang masuk ke dalam batas atas dan batas bawah baseline 1, seperti terlihat dalam grafik 4.28 dan 4.29 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
sesi
Grafik 4.28 overlap A-1 dan B subjek NZ
11
73
1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
sesi
Grafik 4.29 overlap A-1 dan B subjek NS Dari data kedua grafik dari kedua subjek di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada skor yang masuk kedalam batas atas dan batas bawah baseline 1. 2) Overlap tahap intervensi (B) dan baseline (A-2) adalah untuk mengetahui apakah dalam tahap baseline (A-2) ada skor yang masuk ke batas atas dan batas bawah intervensi
74
1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
sesi
Grafik 4.30 overlap B dan A-2 subjek NZ 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
sesi
Grafik 4.31 overlap B dan A-2 subjek NS Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui dalam tahap baseline 2 (A-2) tidak ada skor yang masuk ke batas atas dan batas bawah intervensi.
75
Tabel 4.28 DATA PERSENTASI OVERLAP Subjek NZ Perbandingan kondisi
B/A-1
A-2/B
Persentasi Overlap
0 : 8 x 100 = 0%
0 : 4 x 100 = 0%
Tabel 4.29 DATA PERSENTASI OVERLAP Subjek NS Perbandingan kondisi
B/A-1
A-2/B
Persentasi Overlap
0 : 8 x 100 = 0%
0 : 4 x 100 = 0%
Tabel 4.30 HASIL ANALISIS VISUAL KONDISI Subjek NZ Perbandingan kondisi
B/A-1
A-2/B
Jumlah variabel yang diubah
1
1
Perubahan kecenderungan arah dan efeknya Perubahan kecenderungan
(+)
(=)
(+)
(+)
Stabil ke stabil
Variabel ke stabil
80%-0%
40% - 90%
(+80%)
(-50%)
0 : 8 x 100 = 0%
0 : 4 x 100 = 0%
stabilitas Perubahan level
Persentasi Overlap
76
Tabel 4.31 HASIL ANALISIS VISUAL KONDISI Subjek NS Perbandingan kondisi
B/A-1
A-2/B
Jumlah variabel yang diubah
1
1
Perubahan kecenderungan arah dan efeknya Perubahan kecenderungan
(-)
(=)
(-)
(-)
Stabil ke stabil
Variabel ke stabil
70%-0%
40% - 80%
(+70%)
(-40%)
0 : 8 x 100 = 0%
0 : 4 x 100 = 0%
stabilitas Perubahan level
Persentasi Overlap
77
Mean level pada masing-masing masing fase yaitu baseline (A-1), 1), intervensi (B) dan baseline (A-2) 2) digambarkan dalam grafik berikut ini:
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% A-1
B
A-2
Grafik 4.32 Mean level subjek NZ Terjadi adanya peningkatan pada mean level kemampuan matematika dasar berhitung penjumlahan melalui teknik menyimpan pada subjek NZ. Hal ini terlihat dari mean level persentase pada fase baseline 1 (A-1) (A sebesar 0%, dan fase intervensi (B) sebesar 86,25% sedangkan ketika dilakukan baseline 2(A-2) 2) mean level turun menjadi 47,5%. Baseline A A-2 merupakan fase evaluasi dimana fase ini menjadi suatu jawaban apakah terjadi peningkatan pada ingatan visual setelah diberikan intervensi.
78
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% A-1
B
A-2
Grafik 4.33 Mean level subjek NS Terjadi adanya peningkatan pada mean level kemampuan matematika dasar berhitung penjumlahan melalui teknik menyimpan pada subjek NS. Hal ini terlihat dari mean level persentase pada fase baseline 1 (A-1) (A sebesar 0%, dan fase intervensi (B) sebesar 76,25% sedangkan sedangkan ketika dilakukan baseline 2(A-2) 2) mean level turun menjadi 32,5%. Baseline A A-2 merupakan fase evaluasi dimana fase ini menjadi suatu jawaban apakah terjadi peningkatan pada ingatan visual setelah diberikan intervensi.
79
C. PEMBAHASAN Tunagrahita merupakan kondisi dimana perkembangan usia tidak sejalan dengan kemampuan mental sehingga anak tunagrahita memiliki kecerdasan di bawah rata-rata disamping itu perilaku yang ditimbulkan tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. Hal ini berdampak pada perkembangan intelektual mereka yang pada akhirnya akan mempengaruhi perkembangan akademik. Hambatan yang dialami oleh anak tunagrahita ringan cenderung memperlihatkan ketidakmampuan untuk belajar secara abstrak. Oleh karena itu tahapan pembelajaran pada mereka harus berawal dari sesuatu yang konkret, hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Zaenal Alimin dan Endang Rochyadi (2007:28) Tunagrahita kesulitan untuk dapat berfikir secara abstrak, belajar apapun harus terkait dengan objek yang bersifat konkret. proses belajar seperti ini juga terjadi saat mempelajari matematika dasar. Fakta-fakta itu dapat dilihat dari cara mereka didalam menyelesaikan matematika dasar seperti dalam menjumlah. Penyelesaian soal penjumlahan dalam satu digit atau penjumlahan yang isinya tidak lebih dari sepuluh mungkin tidak terlalu banyak hambatan, akan tetapi apabila anak-anak (subjek penelitian) ini diminta untuk menyelesaikan soal-soal penjumlahan dalam dua digit dengan sistem menyimpan mulai nampak kekurangan. Keadaan ini terlihat pada kondisi awal (A-1) dimana soal-soal yang diberikan pada mereka tidak ada satupun yan dapat diselesaikan dengan benar.
80
Ketidakmampuan ini mungkin karena anak belum belum memahami operasi hitung penjumlahan dengan sistem menyimpan karena menuntut penyelesaian yang lebih abstrak. Penjelasan satuan dan puluhan dalam proses menyimpan pada anak tunagrahita menuntut penjelasan secara konkrit seperti yang dioperasikan pada media tabel bilangan. Tabel bilangan ini dibuat sebagai upaya untuk membawa anak kepada pemahaman konsep satuan dan puluhan untuk kemudian masuk kepada pemahaman penjumlahan proses menyimpan. Cara tersebut dilakukan secara konkret melalui kepingan-kepingan yang mewakili objek satuan dan puluhan. Melalui proses seperti ini ternyata pemahaman anak kearah pemahaman penjumlahan dengan sistem menyimpan dapat dikuasai dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dari kondisi baseline (A-1) dengan perolehan skor 0% pada kedua subek yaitu NZ dan NS didalam menyelesaikan soal. NZ menyelesaikan ଵ ଵହ soal seperti ଶଵଵ
+
yang diselesaikan dengan cara menjumlah satuan dengan
satuan tanpa proses menyimpan. Sedangkan pada NS, seperti soal
ଵ ଵ ଶଶ
+
.
sekalipun ada pemahaman, tetapi puluhan yang disimpan tidak dilakukan penjumlahan. Kedua subjek ini pada dasarnya belum memahami penjumlahan dengan sistem menyimpan. Akan tetapi setelah diberikan intervensi (B) perolehan skor kedua subjek mengalami kenaikan yang cukup signifikan. subjek NZ menunjukkan peningkatan yang lebih baik dibandingkan subjek NS. Pada
81
sesi ke 4 subjek NZ mengalami kenaikan yang sangat tinggi dari baseline awal 0% menjadi 80%. Pada sesi ini subjek NS juga mengalami kenaikan sebesar 70%. Pada masing-masing subjek didapat stabil yaitu mean pada subjek NZ 86,25% dan mean pada subjek NS 76,25%. Selanjutnya pada baseline (A-2) dengan tujuan untuk melihat apakah ada pengaruh penggunaan media tabel bilangan terhadap kemampuan matematika dasar anak tunagrahita ringan. Data baseline (A-2) pada kedua subjek mengalami penurunan
dibandingkan
dengan
fase
intervensi.
Akan
tetapi
apabila
dibandingkan dengan baseline (A-1) data menunjukkan kenaikan. Mean yang diperoleh subjek NZ adalah 47,5% sedangkan mean yang diperoleh subjek NS adalah 32,5%. Peningkatan persentase ini membuktikan bahwa dalam pembelajaran pada anak tunagrahita membutuhkan media yang mampu mengkonkretkan objek terutama pada penjumlahan dengan sistem menyimpan. Dengan begitu penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh media tabel bilangan terhadap peningkatan kemampuan matematika dasar anak tunagrahita ringan khususnya berhitung penjumlahan melalui teknik menyimpan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu terdapat pengaruh media tabel bilangan terhadap peningkatan kemampuan matematika dasar pada anak tunagrahita ringan.