BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kepribadian Tokoh dalam Novel RTDW karya Tere Liye Ditinjau Dari Aspek Id 4.1.1.1 Tokoh Ray Ray atau panggilan kecilnya Rehan, mengalami pahit getirnya kehidupan semasa tinggal di panti asuhan. Hal ini disebabkan oleh perilaku dari si penjaga panti yang selalu melucutinya dengan bilah rotan, sehingga menimbulkan perlawanan tersendiri bagi Ray. Ray berbeda dengan anak-anak panti lainnya yang tumbuh tertekan, Ray tumbuh melawan. Kepintarannya menjelma menjadi sebuah perlawanan paling logis. Dia sering membantah perintah penjaga panti, bertanya banyak hal, menyudutkan, sehingga penjaga panti sering membungkamnya dengan pecutan bilah rotan. Setiap kali penjaga panti merasa kehilangan barang yang disumbangkan dermawan kepada panti tersebut, ia pasti langsung mencurigai Ray bahkan tak segan-segan menggunakan bilah rotan untuk mengancam anak tersebut, Ray pun sering melawan dan menyumpahi si penjaga panti itu. Hal ini Nampak pada kutipan berikut. “Diam Rehan (Ray) memutuskan membisu, meski hatinya mengucap sumpah serapah”.(RTDW; 11). Id yang nampak pada kutipan di atas adalah, kebencian Ray terhadap penjaga panti yang semakin memuncak, sehingga dengan tidak melawan pun ia tetap bersi keras menyumpahi si penjaga yang menurutnya sok alim tersebut. Semakin Ray memperlihatkan perlawanannya, maka semakin jengkel hati si penjaga panti, berulang kali ia mengangkat bilah rotan tinggi-tinggi, sambil mengancam agar Ray mengembalikan hasil curiannya. Melihat tingkah penjaga panti yang sangat dibencinya tersebut, Ray hanya diam ia tidak peduli meskipun harus menerima
pukulan atau cambukan dari bilah rotan milik si penjaga panti. Ray telah kebal dengan samua pukulan yang sering diberikan si penjaga panti tersebut. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Rehan (Ray) menunduk. Mendesiskan kebencian. Bangsat? Siapa yang sebenarnya bangsat. Tangan Rehan mencengkram saku celana. Menggigit bibir. Bersiap menerima pukulan”. (RTDW; 12). Id yang terlihat pada kutipan di atas ialah, kebencian yang hanya bisa diungkapkan lewat hati meskipun tidak menyuarakannya secara langsung, Ray tidak peduli betapa sakitnya pecutan rotan yang sering diterimanya, baginya mengaku ataupun tidak sama saja, pecutan rotan tersebut tetap akan dilayangkan kepadanya. Oleh sebab itulah berulang kali Ray merencanakan pergi dari panti asuhan tersebut.
Id yang nampak dalam kepribadian Ray adalah keinginanya untuk
meninggalkan panti tersebut dan tidak berniat untuk kembali, Ray berencana mencuri uang milik penjaga panti yang kabarnya uang tersebut adalah sumbangan dari para dermawan untuk anakanak yatim piatu, namun disalahgunakan oleh si penjaga panti. Hal tersebut nampak pada kutipan yang tersirat dalam benak Ray : “Sudah sejak lama dia jijik tinggal di panti itu. Buat apa? Setiap hari hanya dipukuli? Dimarahi?Setiap hari hanya jadi kuli? Lihatlah dia dan dua belas anak panti lainnya terpaksa bekerja. Ada yang jadi asongan di terminal. Tukang semir. Pengamen. Omong kosong soal sumbangan. Buat apa mereka bekerja jika banyak orang yang memberikan bantuan ke panti? Belum lagi makanan yang dijatah. Semuanya dijatah. Belum lagi harus menerima omongan kasar penjaga panti setiap hari. Dasar sok suci. Tidak ada gunanya tinggal di sini. Dia bisa hidup sendiri di jalanan. Tidak ada uang tinggal mencuri. Tidak ada makanan tinggal memaksa. Kehidupan bebas. Sebebas yang dapat dibayangkannya. Rehan (Ray) menyeringai senang memikirkan ide itu. Menguap lebar. Baiklah besok pagi-pagi, setelah membalas kelakuan penjaga panti dia akan pergi. Itu sungguh ide yang bagus. Maka Rehan (Ray) tersenyum puas. Pelan jatuh tertidur.” (RTDW; 15-16). Kutipan di atas, menggambarkan id Ray yang begitu menginginkan hidup sendiri, bebas tanpa harus menerima perlakuan buruk dari si penjaga panti. Perlawanan Ray terhadap si penjaga panti tersebut tanpa sadar mengajarinya untuk melakukan hal-hal buruk, mulailah secara otodidak Ray mencuri.
Ray sengaja mencuri bungkusan yang disumbangkan kepada panti
asuhan tersebut, karena bungkusan yang diberikan oleh para dermawan itu tidak pernah sampai ke tangan anak-anak panti asuhan, namun dimakan sendiri oleh si penjaga panti dan ketika penjaga panti mengetahui Ray adalah pelakunya, maka ia tak segan-segan memukul Ray. Oleh karena itu, berkali-kali Ray menyumpahi si penjaga panti yang dianggapnya bermuka dua tersebut. Bahkan terkadang, Ray melawan meskipun ia harus menahan rasa sakit ketika dilucuti oleh bilah rotan milik si penjaga panti tersebut. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Dan dia mulai menyumpahi penjaga panti yang sok suci itu. Sok baik. Sok mulia. Mana pernah bungkusan itu dibagikan ke mereka? Sama seperti sumbangan dermawan lainnya, uang sumbangan itu hilang entah ke mana. Dimakan sendiri olehnya. Dasar maling! Rehan (Ray) mendesis benci.” (RTDW; 15). Kutipan di atas, menggambarkan kepribadian Ray yang begitu membenci penjaga panti tersebut. Ray membenci perilaku si penjaga panti yang selalu berpura-pura menyayangi anakanak panti ketika, para dermawan berkunjung ke panti asuhan tersebut. Bahkan ketika para dermawan membagikan bungkusan kepada anak-anak panti, penjaga panti ikut tersenyum seakan-akan ikut bahagia bersama anak-anak pantinya, dan tanpa sepengetahuan para dermawan tersebut, bungkusan yang sering diberikan kepada anak-anak panti, diambil kembali olehnya. Hal tersebut semakin membuat Ray tidak nyaman berada di lingkungan panti yang dibencinya itu, dan keinginan untuk melarikan diri dari panti asuhan itu semakin menggebu dalam benak Ray. Satu minggu sebelum meninggalkan panti asuhan tersebut, Ray kembali melancarkan aksinya untuk mencuri amplop-amplop sumbangan dari para dermawan yang disimpan oleh si penjaga panti. Ketika matanya sibuk membuka laci dan melihat berkas-berkas yang tidak dikenalnya tersebut, saat itulah ujung matanya tidak sengaja menatap sebuah file dengan kertas kecil bertuliskan namanya di bagian atas : Rehan Raujana. Saat itulah keingintahuan Ray yang merupakan id kepribadiannya nampak pada kutipan berikut .
“Ini berkas apa? Keingintahuan menyeruak cepat dalam benaknya. Menghilangkan nafsu amplop-amplop uang. Terburu-buru Ray mengeduk file tersebut. Mengambilnya. meletakannya di atas meja. Membuka lembar demi lembar isi map merah itu. Kemudian dengan terbata, hasil belajar dengan istri penjaga panti, mulai membaca.” (RTDW; 37). kutipan diatas mengambarkan begitu besar keingintahun Ray terhadap berkas yang bertuliskan namanya. Ray ingin tahu apa yang terjadi dengan masa lalunya, mengapa ia harus berada di panti asuhan, di mana orang tuanya. Berbagai macam pertanyaan timbul dalam benak Ray, pertanyaan-pertanyaan tersebut sedikit terjawab dengan adanya file yang ditemukan Ray bertuliskan namanya. Id Ray semakin menyeruak ketika ia menemukan potongan koran dalam file tersebut. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Potongan koran? Ray mendesis tidak mengerti. Buat apa ada potongan Koran dalam map ini? Memutuskan untuk membaca. Kebakaran besar lima belas tahun silam. seratus rumah musnah. Pasar kumuh itu luluh lantak tak bersisa dalam semalam. Hanya beberapa orang yang selamat. Salah satunya bayi kecil yang ditemukan dipinggir Bantaran Kali dekat lokasi kebakaran.” (RTDW; 37). Kutipan di atas memperjelas bahwa Ray bukanlah anak bangsat yang lahir dari rahim seorang pelacur seperti yang sering dinyatakan oleh si penjaga panti ketika ia marah pada Ray. Namun Ray adalah salah satu korban kebakaran tersebut, ia adalah bayi yang selamat dari kejadian lima belas tahun silam. Kebencian Ray terhadap penjaga panti dan tempat asuhan itu semakin menggebu, ia pun kembali bertanya-tanya mengapa ia harus dibesarkan di panti terkutuk tersebut, hal ini nampak pada kutipan berikut. “Kenapa dia harus tinggal di sana? Bukankah ada ratusan panti lain di kota ini. Kenapa dia dulu diantarkan ke panti menyebalkan itu.” (RTDW; 40). Kutipan tersebut menggambarkan kebencian Ray terhadap tempat tinggalnya, oleh sebab itu Ray memutuskan untuk pergi jauh meninggalkan tempat asuhan tersebut. Ray melarikan diri dari panti asuhan itu, dengan wajah yang sumringah karena berhasil mencuri brankas milik si
penjaga panti. Ray memulai hidup barunya dengan menjadi brandalan. Berjudi dan mencuri merupakan kebisaaan barunya. Id yang Nampak pada kepribadian Ray ketika memulai hidup barunya terlihat jelas pada kutipan berikut. “Sementara Diar sibuk berfikir sendiri, Ray sibuk melotot menatap pengguna toilet yang baru masuk, sopir bus antar-kota. Dibahunya tersampir handuk besar. “mandi dulu, lay”orang itu berteriak ke seberang, ke warung makan. Lantas menyibak lorong toilet yang kecil. Badan besarnya memaksa Ray beringsut meratap ke meja. Ray entah kenapa tiba-tiba tersenyum penuh arti saat melihat orang itu hilang dari balik pintu kamar mandi.”(RTDW; 25). Kutipan di atas menggambarkan, kepribadian Ray yang semakin menjadi-jadi ketika keluar dari panti asuhan tersebut. Tidak hanya mencuri, namun Ray mencoba kebisaaan baru yaitu berjudi, uang belasan ribu yang ia dapatkan dari brankas yang dicurinya, menjadi taruhannya saat bermain judi tersebut. Tak disangka-sangka bahwa Ray piawai dalam bermain judi, pada hari itu juga uangnya sudah beranak pinak, terlalu banyak keuntungan yang ia dapatkan dari hasil judi tersebut. Tak puas dengan uang yang dimilikinya dari hasil berjudi di terminal, ia pun bergegas pergi ke tempat judi yang lebih besar, seperti sebelumnya ia pun kembali memenangkan seluruh taruhan. Tiga puluh kali ia melemparkan dadu, semuanya sempurna benar, sampai akhirnya Bandar ruko memutuskan untuk menyudahi permainan judi tersebut. Keuntungan yang berkali-kali lipat yang didapatkan Ray semakin memperkuat keyakinannya untuk menjalani kehidupan barunya, tanpa harus menerima perlakuan kasar semasa tinggal di panti asuhan tersebut. Ketika mendapat uang dari hasil mencopet celana milik sopir bus, Ray kembali ke ruko china itu lagi. Ia melancarkan kembali aksinya dalam berjudi, keberuntungan pun menjadi milik Ray. Malam itu ia dapat menggandakan seratus kali lipat uangnya. Tanpa sadar hal tersebut membuat dengki pemilik ruko. Ketika Ray tengah asik dengan uang hasil berjudinya, 3 orang
penjaga ruko china tersebut mendapat perintah dari si pemilik ruko untuk mencelakai Ray. Pisau belati itu beringas menusuk perut, paha, dan seluruh tubuhnya. Ray menjadi anak pendiam ketika sadar dari koma berkepanjangan disebabkan oleh tusukan dari pisau belati yang menimpanya beberapa bulan lalu. Ia pun kaget ketika mengetahui ia sudah tidak berada di kotanya melainkan di pusat ibukota tempat yang asing baginya. Ia pun memulai kehidupan baru dengan anak-anak rumah singgah tempat bernaungnya saat itu, sedikit demi sedikit Ray mulai terbiasa dengan lingkungan barunya, tidak hanya terbiasa dengan lingkungan tersebut, akan tetapi Ray mendapat kesempatan untuk sekolah meskipun hanya sekolah informal, tapi Ray merasa sangat puas dan bahagia. Karena kebahagiaan yang selama ini ia rindukan ternyata berada di tempat yang ia tempati saat ini, mendapatkan kasih sayang, kebahagiaan bahkan perhatian dari sesama teman. Ray menganggap mereka layaknya keluarga. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Ilham bergegas turun dari lantai dua, membawa kotak kue. Yang lain berseru semakin ramai. Ray menelan ludah. Mendadak hatinya mengembun. Lihatlah, benar-benar keluarga yang menyenangkan.” (RTDW; 102). Id yang tergambar pada kutipan di atas ialah, betapa terharunya Ray melihat kepedulian keluarga barunya hanya karena ia lulus dari sekolah informalnya. Ia pun berjanji untuk melindungi keluarga barunya tersebut. Ray tidak akan membirakan salah satu keluarganya dilukai oleh orang lain, ia akan membela mati-matian ketika keluarganya disakiti dan janji Ray selalu ia tepati. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Ray mengepalkan tinju. Buku-buku tulang memutih. Mukanya menebar kebencian. Kebencian. Kebencian yang lebih besar dibandingkan saat melawan penjaga panti dulu. (RTDW; 105). Id yang tergambar pada kutipan di atas ialah, kebencian Ray terhadap para preman yang menyakiti salah satu keluarganya. Ia akan membalas perbuatan mereka, meskipun hal tersebut
ditentang keras oleh bang Ape, orang yang telah mendirikan rumah singgah dan yang membawa Ray tinggal bersama-sama mereka. Ray tidak peduli ia membatah semua perkataan bang Ape, hal ini nampak pada kutipan berikut. “Ray tertunduk. Membantah nyaris semua perkataan bang Ape dalam hati. Enak saja.jelas-jelas mereka yang mulai duluan. Kalau bukan dia siapa yang akan membalas kelakuan lima begundal itu? Orang-orang malah menghindar. Takut sekali membantu orang yang teraniaya di depan mata mereka sendiri.” ( RTDW; 111). kutipan di atas menggambarkan id Ray, yang tidak terima dengan perkataan bang Ape karena seolah-olah menyalahkan dirinya, padahal maksud Ray baik, ia ingin menolong Ilham yang telah dianiaya oleh para preman tersebut. Ia tidak menyangka bang Ape mengatakan bahwa dirinya sok jago, padahal yang ia lakukan semata-mata untuk melindungi keluarga barunya tersebut. Bang Ape tidak peduli dengan ketulusan hati Ray untuk menolong Ilham, ia tetap bersikukuh menentang perbuatan Ray yang menewaskan salah seorang preman, bahkan saat ini ketika para preman lainnya, mencari Ray untuk membalaskan dendam mereka, bang Ape kembali memarahi Ray setelah mengetahui Ray berkelahi dengan para preman tersebut di dalam bus, akibat ulah Ray tanpa sadar dua orang penumpang bus tempat Ray mengamen terluka parah, korban dari perkelahian antara Ray dengan para preman tersebut. Ray hampir tak kuasa menahan amarahnya. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Ray mencengkram ujung-ujung meja. Hatinya benar-benar marah. Kalau saja ia tidak ingat betapa baiknya bang ape selama ini, sudah dari tadi ia berteriak-teriak membantah. Melawan. Tapi dia memutuskan diam. Menggigit bibirnya. Menebalkan kuping.”(RTDW; 125). Kutipan di atas menggambarkan id Ray yang begitu ingin melawan bang Ape yang seolah-olah menyalahkannya atas segala yang menimpa para preman, dan dua orang korban perkelahiannya tersebut. Namun ia hanya memendam amarahnya dalam hati, ia tidak ingin menyakiti hati bang Ape yang selama ini baik kepadanya.
Betapa sakitnya hati Ray ketika mengetahui, Natan teman sekamarnya di rumah singgah di aniaya oleh para preman. Ray sedih melihat kondisi Natan yang terbaring lemah di rumah sakit, amarahnya kembali memuncak. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Ray mencengkram tepi-tepi dinding kaca nafasnya tersengal. Seseorang harus bertanggung jawab. Seseorang. Luka harus dibalas dengan luka”. (RTDW; 134). Kutipan di atas mengambarkan id Ray yang begitu membenci para preman tersebut, Ray bersumpah akan menghabisi para preman itu, ia tidak tega melihat Natan yang terbaring lemah di rumah sakit akibat ulah para preman tersebut. Ia rela dimarahi oleh bang Ape, ia pun memutuskan pergi dari kehidupan keluarga barunya setelah membalaskan dendamnya. Ray kembali membenak, hal ini nampak pada kutipan berikut. “Apakah hidup ini adil.” (RTDW; 143). Kutipan di atas merupakan id ray yang digambarkan melalui rasa ingin tahunya yang begitu kuat terhadap kehidupan yang ia jalani sejak di panti asuhan yang mengerikan itu hingga ia berada di rumah singgah beberapa bulan yang lalu. Ia kembali betanya-tanya mengapa ia berada di panti asuhan tersebut, mengapa ketika ia ingin berbuat baik selalu sajah kejahatan menghampirinya? Mengapa bang Ape menyalahkan dirinya? Ilham kehilangan kesempatan untuk memeperkenalkan lukisannya kepada seniman yang dijanjikan karena, lukisan tersebut dihancurkan para preman, ditambah mereka menganiayannya. Natan kehilangan suara emasnya, kehilangan mimpinya menjadi superstar karena pada malam audisi, ia di aniaya oleh para preman tersebut, Ray kembali membenak. Hal itu nampak pada kutipan berikut “Lihatlah, apa hidup ini adil?” (RTDW; 144). Kutipan di atas kembali memperjelas bahwa Ray merasakan ketidakadilan hidup. Mengapa yang jahat selalu dimudahkan urusannya sebaliknya yang baik selalu gagal dalam
berusaha dan selalu diberikan kesulitan. Ray kembali membenak, kalau demikian lebih baik jadi orang jahat. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Mungkin jadi orang jahat lebih menyenangkan, gumam Ray dalam hati.” (RTDW; 151). Kutipan di atas menggambarkan id Ray yang memaksakan hatinya untuk menjadi orang jahat. Mungkin dengan menjadi jahat ia juga akan dipermudahkan dalam segala hal. Hal itulah yang ada difikiran Ray saat itu. Bagi Ray hidup ini tidak adil, berulang kali ia mencoba untuk berbuat baik, niat baiknya selalu di salahkan. Ketika bertemu dengan Plee, teman barunya yang umurnya mencapai 40 tahun, 20 tahun lebih tua darinya, Plee menawarkan pekerjaan baru bagi Ray yaitu, mencuri berlian seribu karat yang terletak di gedung tertinggi (40 lantai). Ray tidak perlu susah-susah mengamen ujar Plee saat itu. Maka Ray pun menyetujui tawaran tersebut. Untuk apa berbuat baik, kalau hidup ini tidak adil, itulah yang ada dalam benak Ray. Hal tersebut sesuai denan kutipan berikut. “Hidup ini tidak adil. Apa salahnya menjadi penjahat.”(RTDW; 173). Kutipan di atas merupakan id yang digambarkan melalui keyakinan hati Ray untuk berbuat jahat. Ia tidak peduli lagi dengan masa-masa menyakitkan sewaktu tinggal di panti asuhan tersebut, ia tidak perlu lagi mengingat perkataan-perkataan bang Ape yang selalu menyalahkannya padahal niatnya baik. Untuk apa berbuat baik tapi tidak dihargai, itulah yang ada dalam fikiran Ray saat itu. Hari yang dinanti pun tiba. Ray melancarkan aksinya bersama teman baruya untuk mencuri berlian seribu karat yang berada di lantai tertinggi gedung tersebut. Saat memanjat gedung itu, Ray kembali mendesiskan sesuatu. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Apa salahnya menjadi orang jahat… Dan Ray mulai memanjat.” (RTDW; 182).
Kutipan di atas merupakan id atau ungkapan hati Ray, yang memantapkan hatinya untuk menjadi orang jahat tanpa harus memikirkan masa lalunya. Hari itu ketika Ray dan Plee melancarkan aksinya, ternyata mendapat hambatan karena, para satpam yang bertugas menjaga gedung tersebut mengetahui aksi mereka setelah mendengar alarm dari ruangan tempat berlian tersebut berbunyi. Mereka berhasil (sementara) lari dari marabahaya seKalipun Ray tertembak tepat di pahanya. Tanpa disangka oleh keduanya, ternyata polisi telah mengepung tempat tinggal Plee, Plee kemudian menyerahkan diri dan menyembunyikan Ray di balik kamar rahasia yang hanya diketahui oleh Ray dan dia sendiri. Setelah kejadian itu, Ray memulai kehidupan barunya. Ia kembali ke kota kecilnya, menaiki kereta diesel tua. Di kereta itulah untuk pertama kalinya ia merasakan cinta, cinta pada pandangan pertama. Ia bertemu dengan seorang gadis cantik, ia terpesona dengan kecantikan gadis tersebut sehingga tidak dapat berkata apa-apa. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Ray sibuk dengan kebat-kebit di hatinya, pertama bersitatap tadi, memandang wajahnyayang… duhai apalah hendak dikata? Ray kehabisan Kalimat meski sepotong untuk menjelaskan deskripsi wajah gadis itu.” (RTDW; 229). Kutipan di atas menggambarkan id Ray yang begitu mengagumi kecantikan gadis tersebut, meskipun hanya hatinya yang tahu. Setelah pertemuan di kereta itu, Ia kembali bertemu dengan gadis cantik tersebut, meskipun pertemuan kali ini adalah pertemuan yang disengaja. Ray berdiri kaku di sudut jalan menunggu pujaan hatinya melewati tempat tersebut, namun Ray kembali bertanya-tanya dalam hati apa yang sedang dilakukannya mengapa ia berada di tempat ini hanya untuk menunggu gadis itu. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Lima belas menit berlalu, Ray mengusap tengkuknya gugup. Mendesis dalam hati, sebenarnya apa yang sedang dilakukannya? Kenapa pula dia mencari-cari gadis itu? kenapa pula dia berdiri di sini?” (RTDW; 243).
Kutipan di atas menggambarkan id Ray yang bingung dengan tingkah lakunya saat itu. Ia pun memutuskan untuk kembali ke tempat kerjanya tanpa harus menunggu gadis tersebut lewat, namun ketika itu kakinya mendadak terhenti. Gadis itu justru sedang berjalan menuju ke arahnya Ray panik, jantungnya berdegup kencang. Gadis itu anggun melewatinya, sehingga Ray dibuat bingung olehnya. hal itu nampak pada kutipan berikut. “Ray menelan ludah. Apa yang akan dilakukannya? Tidak tahu. Gadis ini mau kemana? Tidak tahu. Ray mengusap rambutnya. Jadi sekarang bagaimana? Tidak tahu.” (RTDW; 243). Kutipan di atas menggambarkan id Ray yang kalang kabut ketika melihat gadis tersebut menuju ke arahnya meskipun setelah itu melewatinya, Ray sangat bingung terhadap perasaannya saat itu. Ia pun mengikuti gadis tersebut menuju rumah sakit tepatnya bangsal anak-anak (ruangan inap anak-anak). Esok harinya Ray kembali mengikuti gadis itu ke rumah sakit tempat anak-anak itu dirawat. Ray sangat tertegun melihat gadis itu menghibur anak-anak tersebut, ia pun kembali membenak. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Bagaimana menarik perhatiannya.” (RTDW; 245). Kutipan di atas menggambarkan id Ray yang menginginkan berada di tampat gadis itu, tertawa riang bersama anak-anak dan gadis pujaannya, Ray hanya bisa mendesis dalam hati. Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya Ray mendapat kesempatan, ia bisa mengantar gadis itu pulang ke rumahnya, ia bisa datang ke rumah gadis tersebut meskipun gadis itu memberi jadwal untuk bertamu begitupun pulang tepat jam sembilan, hal itu tidak menjadi masalah buat Ray, ia begitu bahagia bisa datang untuk melihat gadis pujaannya meskipun hanya membantunya membuat puding pisang tanpa ada kata, tanpa saling bercengkrama. Berbagai macam perhatian telah diberikan Ray terhadap pujaannya namun, sama sekali Ray tak pernah mendapat sambutan maupun respon apakah gadis itu mempunyai perasaan yang sama seperti perasaannya atau tidak
dan Ray pun tidak mempersoalkannya karena, ia begitu mencintai gadis tersebut. Akan tetapi hal itu tidak berlangsung lama, cintanya pada gadis tersebut mendadak berubah menjadi kebencian ketika mengetahui profesi gadis pujaannya itu. Pada saat Ray berkunjung ke rumah gadis itu dengan alasan mengantarkan syal yang tertinggal di atas gedung saat Ray mengajak gadis itu menikmati pesta kembang api peRayaan hari jadi ke- 500 kotanya, Ray terperanjat kaget melihat gadis itu membuka pintu hanya mengenakan daster tipis seadanya, rambutnya berantakan, wajahnya pun berantakan entah habis atau sedang melakukan apa. Gadis itu lebih kaget ketika mengetahui seorang yang memencet bel itu adalah Ray. Tidak lama keluar seorang lelaki setenga baya hanya mengenakan celana pendek keluar dari kamar. Kepala Ray sibuk menebak-nebak, Ray tak kuasa menahan diri berada di tempat itu ia pun pergi meninggalkan sang gadis pujaan bersama seseorang yang tak dikenalnya. Ray meratapi kenyataan yang harus diterimanya. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Bagaimana mungkin gadis itu? Bukankah dia terlihat baik? Terlihat seperti wanita baik baik? Bukankah dia setiap pagi berkunjung ke bangsal anak-anak di rumah sakit. Tidak mungkin. Ray tergugu semakin dalam.” (RTDW; 268). Kutipan di atas menggambarkan id Ray, yang begitu terluka saat melihat gadis pujaannya bersama lelaki setengah baya beberapa waktu lalu, ia bingung dengan perasaannya, ia mengenal gadis itu dengan baik ia tak menyangka pujaan hatinya adalah seorang simpanan. Setelah pengakuan gadis tersebut yang ternyata masa kecilnya seburuk yang dialami Ray, akhirnya Ray memaafkan gadis itu dan menikahinya. Hubungan Ray dan isterinya sungguh hamonis, Ray sangat mencintai isterinya begitupun sebaliknya. Sampai akhirnya cobaan pun datang menghampiri Ray, untuk ke dua kalinya isteri yang amat dicintainya tersebut, mengalami keguguran. Keguguran kali ini membuat Ray tak kuasa menahan kesedihannya ketika melihat isterinya terbaring tak berdaya. Hal ini nampak pada kutipan berikut.
“Ray berdiri termangu, menatap kosong isterinya yang tergeletak tidak berdaya. Ya Tuhan, apa maksud semua ini? Lagi? Bukankah dia sudah menyiapkan semuanya. berhati-hati. Kenapa terjadi lagi?” (RTDW; 304). Kutipan di atas menggambarkan id Ray yang tak kuasa melihat isteri yang dicintainya terbaring lemah tak berdaya di ranjang rumah sakit. Ray tidak mengerti dengan semua ujian yang di berikan Tuhan kepadanya. Akhirnya ia harus menelan kenyataan pahit, isteri tercintanya pergi untuk selama-lamanya bersama dua buah hati yang tak sempat dilahirkan secara normal (keguguran). Ray pergi meninggalkan kota tempat ia mengukir kenangan bersama isterinya. Ray kembali menjalankan bisnisnya di pusat ibu kota, ia menjadi pengusaha muda yang sukses, semua orang mengenal Ray, namun kesuksesan itu tidak membuat Ray begitu saja melupakan kesedihan ketika ditinggal oleh orang yang sangat dicintainya.Mesikpun bergelimang harta namun Ray tetap merasakan kekosongan, ia tetap merasa kehidupannya sangatlah hampa. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Kenapa hidupnya terasa semakin kosong? Kenapa kesehariannya terasa semakin hambar? Dia memang menikmati kebersamaan bersama pekerja-pekerjanya. Menikmati, mengamati pembangunan gedungnya. Bahkan dia menikmati satu persatu menyingkirkan musuh-musuh bisnisnya. Tetapi setiap kali kesendirian ini datang, setiap kali malam tiba setiap kali itu pula semua terasa kosong. Benar-benar kosong.” (RTDW; 344). kutipan di atas menggambarkan id Ray yang merasakan kehampaan, meskipun saat ini ia memiliki segalanya, ia tetap saja merasa kehidupannya hampa. Bergelimang harta namun tetap merasakan kehampaan, itulah yang dialami Ray, oleh karena itu ia pun tak sadar bahwa perusahaan yang menjadikannya orang terkaya nomor satu tersebut hampir bangkrut. Koh Cheu adalah taipan tua yang menyelamatkan perusahaan milik Ra ketika perusahaan tersebut mengalami kendala bahkan hampir menelan seluruh kekayaan milik Ray. Oleh sebab itu Ray sangat menghormati taipan tua tersebut. Ketika mengetahui bahwa Koh Cheu meninggal dunia, Ray beranjak meninggalkan pusat kota dan langsung menuju ke rumah orang yang sangat
dihargainya tersebut. Betapa hancurnya hati Ray ketika melihat proses kremasi Koh Cheu yang sangat sederhana, ia sangat membenci kerabat-kerabat Koh Cheu yang dulu selalu hadir ketika Koh Cheu masih memiliki harta, begitupun dengan relasi bisnisnya yang dulu selalu terlihat ramah dan akrab. Namun ketika Koh Cheu jatuh miskin akibat menyerahkan seluruh hartanya untuk membantu perusahaan milik Ray, tidak ada satupun di antara mereka yang hadir pada saat proses kremasi Koh Cheu yang terlihat sederhana. Hal itu membuat Ray membenci para kerabat dan relasi bisnis Koh Cheu, hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Menyaksikan kesedihan yang mengukung prosesi kremasi Koh Cheu membuat Ray memendam dendam kesumat. Dia akan mengambil kembali semua kekayaan yang tergadaikan itu, apapun caranya.” (RTDW; 391). Berdasarkan kutipan tersebut, jelas bahwa betapa bencinya Ray terhadap relasi bisnis dan kerabat-kerabat Koh Cheu yang hanya hadir di saat taipan tua tersebut mengalami masa kejayaannya. Ray memendam dendam kesumat kepada mereka dan berjanji akan membalas perbuatan orang-orang yang hanya mengambil untung tersebut. Dari hasil analisis id tokoh Ray di atas, dapat disimpulkan bahwa Ray adalah sosok yang sebenarnya memiliki hati nurani yang baik, namun keadaanlah terkadang memaksanya untuk berbuat jahat. Akan tetapi di balik itu, ia tetaplah seorang penolong ketika melihat orang-orang di sekitarnya mengalami kesulitan terkecuali orang-orang yang dianggapnya bermuka dua yang justru sebaliknya di tentang oleh Ray. 4.1.1.2 Tokoh Plee Plee adalah teman Ray ketika berada di Bantaran Kali, Plee sangat mengagumi sosok Ray yang meskipun hanya dilihat secara pintas ia meyakini Ray adalah orang yang cerdas dan berbakat. Oleh karena itu Plee menawari Ray sebuah pekerjaan yaitu, mencuri berlian seribu
karat yang terletak di gedung tertinggi lantai 40. Plee yakin dengan melibatkan Ray, rencana itu akan berhasil. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Plee menyapu bagian-bagian penting, mendesis pelan dengan nada riang, semua sesuai rencana!” (RTDW; 179). Kutipan di atas, menggambarkan sikap Plee yang meyakini rencananya akan berhasil, dengan bantuan patner barunya yaitu, Ray maka Plee semakin yakin bahwa pencurian berlian seribu karat yang akan mereka lakukan itu, pasti terlaksana dengan baik. Keyakinan Plee semakin diperkuat dengan adanya sosok Ray, sosok yang ia yakini mampu melakukan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. ”Plee meliriknya melalui cermin dinding lift, bergumam, anak ini memang berbakat. “(RTDW; 180). Kutipan di atas, menggambarkan betapa yakin Plee terhadap kemampuan Ray. Id yang nampak pada kutipan tersebut ialah tingkah laku Plee yang spontan melirik Ray dan mengakui kemampuan yang dimiliki oleh Ray meskipun tidak diungkapkan secara langsung. Dari hasil analisis kepribadian Plee yang di tunjukkan melalui id nya, Plee adalah sosok yang pandai melihat karakter orang, oleh karena itu ketika bertemu dengan Ray ia yakin bahwa Ray akan menjadi patnernya karena ia melihat kemampuan Ray yang cerdas dan bakat yang dimiliki Ray yang mungkin saja tidak disadari oleh Ray sendiri. 4.1.1.3 Tokoh Vin Vin seorang gadis yang mengagumi sosok Ray bahkan mencintainya.. Dulu saat ia masih kecil dan sakit-sakitan, ia dirawat di rumah sakit bangsal anak-anak tempat almarhum isteri Ray berkunjung. Ia pun sangat akrab dengan isteri Ray tersebut. Saat pertemuannya dengan Ray ketika ia telah dewasa, tumbulah benih-benih cinta di hati Vin untuk Ray. ia ingin menyatakan
perasaannya tersebut kepada laki-laki pujaanya itu, namun ia bimbang, takut cintanya tak terbalas. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Gadis itu menganguk. Melirik wajah Ray. mematut-matut. Wajah Vin mendadak bersemu merah. Tersipu. Apakah ia berani mengatakannya malam ini? Apakah ia pantas? Gadis itu menggigit bibir. Justru sibuk mencatat hal lain di hatinya.” (RTDW; 366). Kutipan di atas, mendeskripsikan id Vin yang begitu menyukai Ray, tapi ragu untuk mengungkapkannya meskipun usia mereka terpaut jauh namun cinta Vin terhadap Ray begitu besar. Ketika Vin mencoba basa basi bertanya mengapa Ray suka memandang rembulan, mendengar jawaban spontan dari Ray, wajah Vin justru bersemu merah, ia kehabisan kata-kata. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Vin menyeringai mendengar jawaban Ray. pipinya merona.” (RTDW; 367). Kutipan di atas, menggambarkan id Vin melalui tingkahnya lakunya ketika berada di samping lelaki pujaanya. Pipinya merona saat mendengar jawaban dari Ray, hal yang tidak disadarinya. Namun seperti yang telah diduga, meskipun tidak secara langsung menyatakan perasaanya kepada Ray, jawaban Ray yang mengatakan bahwa ia akan selalu mencintai isterinya meskipun isterinya tersebut telah meninggal membuat Vin sedikit kecewa, namun ia tidak putus asa. Ia menghibur hatinya dengan berkeyakinan bahwa suatu hari perasaan Ray akan berubah kepadanya. Suatu hari nanti mungkin Ray bisa menerima kehadirannya untuk menggantikan posisi Vin. Hal tersebut snampak pada kutipan berikut. “Semoga waktu berbaik hati padanya. Bukankah waktu bisa merubah perasaan? (RTDW; 368 ).” Kutipan di atas, menggambarkan id yang nampak melalui keinginan Vin yang berharap, suatu hari nanti perasaan Ray yang hanya menganggap Vin sekedar teman maupun adik, bisa berubah seperti perasaannya kepada Ray saat ini. Di saat Ray mengalami keterpurukan akibat
bisnisnya mengalami musibah, maka Vin dengan ketulusan hatinya ingin membantu Ray meskipun saat itu Ray membentaknya karena Vin mencoba meminta bantuan kakeknya yaitu Koh Cheu. Koh Cheu adalah taipan tua yang sangat dihormati Ray oleh karena itu Ray tidak mau melibatkannya dalam bisnisnya. Melihat Vin yang keras kepala karena berusaha menghubungi Koh Cheu, akhirnya Ray membentak Vin. Mendengar bentakan Ray, Vin kaget dan menangis. Ray menyuruh Vin untuk meninggalkannya sendiri di ruangan itu. Vin sangat sedih melihat lelaki pujaanya tersebut terpuruk, ingin sekali Vin menghibur Ray, ingin seKali Vin berada di dekat Ray saat ia terpuruk. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Vin beringsut mundur. Mengusap matanya. Ya Tuhan, padahal ia ingin sekali memeluk lelaki dihadapannya. Mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Mengatakan dia masih memiliki seseorang untuk melewatinya. Vin berlari menuju pintu ruangan. Ia benarbenar tidak akan pernah punya kesempatan.” (RTDW; 371). Kutipan di atas, menggambarkan sikap Vin yang merasa iba melihat lelaki pujaanya terpuruk dalam kesedihan. Id yang nampak pada kutipan tersebut diperlihatkan Vin melalui keinginannya untuk tetap berada di samping Ray, namun ia tahu saat itu Ray hanya ingin sendiri dan ia yakin kesempatan untuk memiliki Ray tidak akan pernah terwujud. Dari hasil analisis di atas, id vin yang begitu menginginkan Ray menjadi pasangannya, hanya bisa ia sembunyikan dalam hati. Ia tahu bahwa sampai kapanpun posisinya hanya sebagai adik di mata Ray, tidak lebih dan tidak akan pernah bisa menggantikan posisi Fitri meskipun Fitri telah meninggal dunia.
4.1.1.4 Tokoh Koh Cheu Koh Cheu adalah taipan tua yang sangat akrab dengan Ray, karena Ray merupakan mantan pekerja bangunanya selain itu, Ray juga merupakan korban masa lalunya. Koh Cheu adalah orang yang menyuruh Plee membakar perumahan yang menewaskan kedua orang tua
Ray. Koh Cheu tidak pernah sadar akan perbuatannya, hingga akhirnya musibah menimpa keluarganya, anak satu-satunya dan menantunya mengalami kecelakaan sehingga menewaskan keduanya dan meninggalkan cucu satu-satunya yaitu Vin. Itulah awal kesadaran Koh Cheu, ia tidak lagi melakukan perbuatan licik sehingga mengakibatkan kerugian terhadap orang lain, apalagi setiap kali ia melihat Vin ia kembali teringat perbuatannya sehingga timbul penyesalan dalam dirinya. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Maka setiap kali melihat Vin, rasa sesal itu menghujam kuat-kuat.(RTDW 377).” Kutipan di atas, menggambarkan id Koh Cheu yang nampak melalui tingkah lakunya, yang menyesali kejadian beberapa tahun silam saat ia masih tergiur dengan kenikmatan duniawi sehingga tidak pernah sadar dengan perbuaannya yang banyak merugikan orang lain. Oleh karena itu setiap kali melihat cucu kesayangannya tersebut ia teringat kembali kekejamanya dulu. Dari hasil analisis di atas, dapat diketahui bahwa id yang tampak ialah rasa penyesalan Koh Cheu yang amat dalam, oleh karena itu ia tidak pernah sanggup melihat cucunya Vin, hal ini disebabkan, setiap kali Koh Cheu melihat Vin ia seakan diingatkan kembali, peristiwa yang menimpa anak dan menantunya.
4.1.2 Kepribadian Tokoh dalam Novel RTDW karya Tere Liye Ditinjau Dari Aspek Ego 4.1.2.1 Tokoh Ray Ego yang dimiliki Ray nampak melalui tingkah lakunya yang keras kepala. Ia menjadi anak yang sering menentang terhadap apapun yang tidak berkenan di hatinya, terlebih ketika
penjaga panti yang dibencinya tersebut sering kali memarahi bahkan
memukulnya, ia selalu
saja melawan. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “AKU TIDAK MELAKUKANNYA! Rehan (Ray) melawan, berteriak bahkan. Percuma, bukan? Mengaku pun ia tetap dipukul. Tidak ada bedanya.” (RTDW; 11). Kutipan di atas, menunjukan ego Ray yang diluapkan dengan amarahnya sehingga ia tak segan-segan melawan si penjaga panti tersebut. Meskipun mengakui bahwa dialah yang mencuri bungkusan tersebut, pada akhirnya ia tetap akan kena pecutan rotan dari si penjaga panti yang sangat dibencinya itu. Ray sering mencuri bungkusan atau sumbangan yang diberikan oleh para dermawan kepada panti asuhan, hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Penjaga panti terlelap, maka dengan mudah Rehan (Ray) mencuri baju koko, sarung , dan kopiah. Pagi-pagi buta menjual semua barang itu ke penandah di pasar induk dekat panti.” (RTDW; 14). Kutipan di atas menggambarkan ego Ray yang ditunjukan dengan mencuri barang-barang itu dan kemudian menjualnya. Uang hasil penjualan barang curian tersebut, digunakan untuk berfoya-foya. Ray sengaja mencuri barang-barang atau sumbangan yang sering diberikan dermawan kepada mereka. Kebenciannya terhadap penjaga panti diluapkan Ray dengan cara mencuri barang-barang tersebut. Tidak lama kemudian Ray pun pergi meninggalkan panti asuhan itu untuk selama-lamanya, ia tidak berniat kembali ke panti itu. Setelah menjalani kehidupan di luar panti, Ray menjadi brandalan, tingkah lakunya semakin menjadi-jadi. Terkadang ia mencopet di bus, memaksa anak-anak yang mengamen untuk memberikan uang, hal itu berlaku pula pada Diar, teman sekamarnya sewaktu tinggal di panti asuhan. Hal ini nampak pada kutipan 1 dan 2 berikut. Kutipan 1 “Kau sudah dapat setoran berapa? Kasar Rehan melangkah mendekati meja tunggu Diar. Memaksa membuka kotak uang. (RTDW; 22).
Kutipan 2 “Rehan kasar meraup uang logam di dalam kotak.” (RTDW; 22). Kutipan 1 dan 2 menggambarkan ego Ray yang ditunjukkan dengan berperangai kasar dan memaksa agar Diar memberikan setoran kepadanya. Diar menyayangi Ray sebagai temannya oleh karena itu, meskipun Ray memaksa untuk memberikan uang setoran ia tetap memberikan uang tersebut tanpa membalas perlakuan Ray. Diar bertingkah seperti itu karena dulu Ray pernah menolongnya dari pecutan rotan si penjaga panti, Ray rela disiksa oleh penjaga panti demi menolong Diar yang saat itu ketakutan karena merusak tasbih arab kesayangan penjaga panti. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Saat itulah Rehan yang kadar bencinya meninggi dengan berani berteriak kalau dialah yang merusak tasbih itu. Peduli amat dengan tasbih yang selalu dibangga-banggakan penjaga panti sok suci tersebut.” (RTDW; 73). Ego Ray pada kutipan di atas ditunjukkan melalui keberaniannya mengakui sesuatu yang tidak dilakukannya. Ia sengaja mengatakan kalau dialah yang merusak tasbih kesayangan penjaga panti tersebut. Padahal pelaku sebenarnya adalah Diar. Oleh sebab itulah, Ray yang mendapat pecutan Rotan dari si penjaga panti menggantikan posisi Diar. Perangai buruk Ray berubah ketika ia tinggal di rumah singgah bersama teman-teman yang memiliki nasib sama seperti dirinya yakni, tidak mempunyai kedua orang tua. Bedanya meskipun tidak mempunyai orang tua, namun mereka tumbuh berdasarkan kasih sayang tidak seperti Ray yang tumbuh di panti asuhan dan sering mendapatkan perlakuan buruk dari si penjaga panti. Ray bahagia tinggal bersama anak-anak yang senasib dengannya, mereka hidup rukun, saling menyayangi layaknya saudara kandung. Ray telah menganggap mereka seperti keluarganya, oleh sebab itulah Ray berjanji tidak akan membiarkan keluarga barunya disakiti oleh orang lain. Hal ini nampak pada kutipan 1-3 Kutipan 1
“Apa yang terjadi dengan lukisanmu? Ray menyambar bungkusan besar terbalut kertas cokelat yang tergeletak.” (RTDW; 103). Kutipan 2 “Siapa yang melakukan ini? Ray mendesis, mukanya mendadak memerah, giginya bergemeletukkan menahan amarah.” (RTDW; 104). Kutipan 3 “Lap darah di mukamu dengan ini! Ray melepas kemejanya. Suaranya terdengar bagai perintah panglima pasukan perang, tak terbantahkan.” (RTDW; 104). Pada kutipan 1 dan 2, terlihat jelas ego Ray yang sangat marah mengetahui lukisan Ilham di rusak oleh preman pasar yang saat itu memaksa Ilham memberikan uangnya. Pada kutipan 3 ego Ray semakin tak tertahankan ketika melihat pelipis Ilham berdarah akibat penganiayaan para preman tersebut. Oleh karena itu tanpa harus menunggu dari jawaban Ilham yang telah gugup melihat amarah Ray, Ray langsung beranjak mencari para preman tersebut, ia ingat akan sumpahnya dulu, tidak ada satupun orang yang menyakiti keluarga barunya, ia akan membalas jika hal itu terjadi. Janji itu ditepatinya, ketika melihat para preman yang tertawa mengingat kejadian mereka menganiaya Ilham, maka Ray pun tak segan-segan menendang salah satu kursi kayu yang membuyarkan kesenangan para preman tersebut. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “SIAPA YANG MELUKAI ANAK ITU?Ray menendang salah satu kursi kayu. Salah seorang pemuda tanggung yang duduk di atasnya jatuh menghantam lantai warung.” (RTDW; 105). Kutipan di atas menggambarkan luapan amarah Ray terhadap para preman yang tega menyakiti bahkan merusak lukisan seorang anak kecil salah satu keluarganya. Ketika melihat pemuda yang sempat terjatuh dari kursi yang telah di tendang oleh Ray, dengan ekspresi yang masih memperlihatkan kemarahan serta kebencian, Ray pun langsung mencengkram kerah baju pemuda tersebut sambil menghardiknya. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut.
“SIAPA YANG MELUKAI ANAK ITU? Ray mencengkram kerah baju pemuda tanggung yang hendak berdiri dari jatuhnya.” (RTDW; 106). Kutipan di atas, menggambarkan ego Ray yang terlihat begitu bersikeras ingin mengetahui siapa yang menyebabkan Ilham terluka. Perkelahian pun terjadi Ray dengan buasnya menghajar ke 3 preman tersebut, 2 preman lainnya memutuskan melarikan diri, akan tetapi teriakan polisi yang berjaga di pos depan pasar menghentikan lari mereka begitu juga dengan Ray yang buas hendak mengejar para preman tersebut. Ray dan para preman itu dibawa oleh polisi, Ilham yang menyaksikan keadaan tersebut berlari ke rumah singgah hendak memberitahukan kejadian yang dilihatnya kepada bang Ape. Emosi Ray bertambah ketika bang Ape datang dan mengatakan bahwa Ray sok jagoan, ia pun membantah bang ape yang saat itu sedang menasehatinya. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Mereka layak mendapatkannya, Ray menyeringai memotong lagi, kebiasaanya dulu dengan penjaga panti. Meskipun juga memotong lebih karena mendengar bang Ape yang menyebutnya sok-jagoan.” (RTDW; 109). Kutipan di atas menggambarkan ego Ray yang tidak terima ketika bang Ape seakan-akan menyalahkannya bahkan mengatakan bahwa Ray sok jagoan. Ketika Ray kembali ke rumah singgah, emosinya semakin bertambah karena tanggapan Natan teman sekamarnya pun sama seperti bang Ape. hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “MEREKA YANG MEMULAI” Ray berseru jengkel, memotong, “kenapa jadi aku yang disalahkan? Kau lihat, lukisan yang dibuat Ilham. Lukisan itu harusnya membawa Ilham ke pameran besar yang diimpikannya. Apa nasib lukisan itu sekarang? Bolong besar! Dua bulan Ilham membuatnya. Dan kau mudah saja bilang aku seharusnya tidak membalas kelakuan mereka.” (RTDW; 117). Kutipan di atas, menggambarkan ego Ray yang secara langsung menentang perkataan Natan yang seakan-akan menyudutkannya, sama seperti bang Ape. Ray menganggap bahwa maksudnya baik, ia ingin membalas perbuatan para preman yang telah menyakiti Ilham dan merusak karyanya. Beberapa hari setelah kejadian itu, ternyata para preman tersebut kembali
menyerang Ray saat ia mengamen di bus hingga akhirnya ia kembali ke kantor polisi, namun Kali ini Ray langsung dibebaskan karena preman-preman tersebut adalah buronan yang selama ini diincar oleh polisi bahkan mereka berterima kasih kepada Ray, tetapi tidak bagi bang Ape ia memarahi Ray, ia tidak mempedulikan penjelasan Ray sehingga emosi Ray kembali meluap. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “ITU BUKAN SALAHKU! ITU SALAH MEREKA Ray balas berteriak. Bagaimana mungkin bang Ape menyalahkannya dalam urusan ini? Preman-preman itulah yang bersalah. Kalau mereka matipun tidak bersalah.” (RTDW; 124). Kutipan di atas, menggambarkan ego Ray yang membela diri dengan meluapkan kemarahannya terhadap bang Ape yang kala itu tetap saja tidak menerima penjelasan Ray dan menyalahkan segala sesuatu yang menimpanya. Beberapa hari kemudian masalah semakin rumit, para preman itu kembali lagi, Kali ini mereka tidak hanya mengincar Ray akan tetapi semua orang yang berhubungan dengan Ray. Nasib naas menimpah si kembar Oude, Ouda dan Natan mereka bertiga di kepung oleh para preman tersebut, si kembar berhasil melarikan diri, namun berbeda dengan Natan yang saat itu harus kehilangan mimpinya menjadi superstar, Natan dianiaya oleh para preman itu hingga akhirnya ia masuk rumah sakit. Ketika mendengar berita tersebut dari si kembar Ouda dan Oude, Ray langsung bergegas pergi ke rumah sakit. Betapa hancur hati Ray melihat salah satu keluarga barunya tersebut terbaring lemah tak berdaya dengan luka lebam di tubuhnya. Saat itu juga bang Ape datang, bersamaan dengan kedatangan bang Ape, emosi Ray tiba-tiba meluap. Hal tersebut nampak pada kutipan di bawah ini “Dia tidak akan baik-baik saja. Ray menatap langit-langit koridor rumah sakit. Giginya bergemeletukan.” (RTDW; 134). Kutipan di atas, menggambarkan sikap Ray yang memendam amarah terhadap para preman tersebut. Ray bersumpah akan membalas perbuatan mereka meskipun hal itu ditentang oleh bang Ape, kali ini Ray tidak akan membiarkan para preman tersebut selamat. bang Ape
yang saat itu melihat kebencian yang dipancarkan oleh Ray melalui raut wajahnya, berusaha mencegah Ray ketika Ray melangkahkan kakinya untuk mencari para preman tersebut. Ray tidak lagi mempedulikan bang Ape, tekadnya untuk membalas perbuatan para preman tersebut sudah bulat. Emosi Ray saat itu tak dapat dikendalikan, ia terlanjur sakit melihat kondisi Natan. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Ray memukul keras kaca pembatas ruangan. bang Ape terkesiap. Orang-orang di dalam menoleh. Dan sebelum bang Ape bertanya, Ray sudah melangkah menuju pintu keluar. Dia tahu siapa pelakunya. Mudah sekali merangkai penjelasan.” (RTDW; 135). Kutipan di atas, menggambarkan ego Ray yang di tunjukkan dengan aksinya memukul kaca pembatas ruangan tersebut. Ray tidak peduli dengan tatapan heran orang-orang disekitarnya, tujuannya hanya satu yaitu membalas perbuatan mereka yang telah menyakiti Natan. bang Ape yang melihat kejadian tersebut langsung mencegah Ray, bang Ape tahu apa yang terlintas dalam fikiran Ray. Namun, Ray tak mempedulikannya, ia terus saja melangkahkan kakinya, di saat bang Ape memegang tangannya berharap agar Ray tidak melakukan tindakan bodoh, Ray malah membentak bang Ape. hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Lepaskan tanganku. Sekarang! Ray membentak.” (RTDW;136). Kutipan di atas, menggambarkan ego Ray yang ditunjukkan dengan membentak bang Ape. Ia tidak peduli lagi dengan nasehat-nasehat bang Ape, ia tidak peduli jika ia harus diusir dari rumah singgah, tekadnya telah bulat. Ray mendatangi para preman itu di tempat tongkrongan mereka tanpa fikir panjang Ray langsung menghajar satu persatu kawanan preman tersebut. Perkelahian pun terjadi, Ray mengamuk dengan hati yang terluka. Anak-anak rumah singgah itu sangat disayanginya, ia menangis mengingat betapa menyenangkan kebersamaan mereka. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Ray menangis, matanya membasah, sementara tangannya terus bergerak buas. Ray menangis dalam perkelahian.” (RTDW; 137).
Kutipan di atas, menggambarkan kesedihan Ray ketika mengingat kebahagiaannya bersama anak-anak rumah singgah tersebut, ego yang nampak pada kutipan tersebut ditunjukkan Ray dengan tangisannya, meskipun tangannya buas menghajar para preman tersebut namun ia tetap merasakan kesedihan yang mendalam. Setelah perkelahian tersebut, Ray akhirnya meninggalkan rumah singgah, begitu banyak kenangan dan kebahagiaan yang ia dapatkan di sana. Ray memulai kehidupan barunya yakni mengamen. Sebulan kemudian dia mendapatkan teman baru di perkampungan kecil tempat ia tinggal. Plee merupakan teman baru Ray yang tidak lama kemudian menawarinya pekerjaan baru yaitu, mencuri berlian seribu karat yang terletak di lantai 40 gedung tertinggi. Ray memutuskan untuk menerima tawaran Plee, karena menurutnya hidup tidak adil terlalu banyak hal yang menimpa dirinya dan orang-orang disekitarnya padahal selama ini maksud dan tujuannya baik. Ketika melancarkan aksi tersebut, tiba-tiba Plee mendapat hambatan, Ray yang menunggu Plee yang sedang berkutat memecahkan kode rahasaia tersebut terperanjat kaget ketika mendengar sirene keamanan mendengking kencang, ia pun beranjak mencari Plee menerobos lorong lantai 40 yang sudah dipenuhi kabut. Ray mencari-cari keberadaan Plee. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Di mana Plee? Ray buas memukul-mukul dinding kaca. Mencari. Yang dicari lima belas detik kemudian terlihat merangkak menyentuh dinding-dinding kaca. Megapmegap. Mengetuk-ngetuk. Memberitahukan posisi.” (RTDW; 185). Ego yang ditunjukkan Ray pada kutipan di atas ialah, ketika Ray mencari keberadaan Plee yang saat itu telah terkapar, dengan buasnya Ray memukul-mukul dinding kaca super tebal tersebut untuk menyelamatkan Plee. Tanpa di sadari keduanya ternyata masi ada petugas yang berpatroli menjaga keamanan gedung tersebut, oleh sebab itu saat mendengar sirene keamanan itu berdengking keras, maka ke 3 orang petugas tersebut langsung menuju lantai 40 akibatnya
terjadilah saling tembak antara Ray dan para petugas keamanan tersebut, Ray berhasil menembak ke 2 petugas itu, dan 1 orang petugas sempat menembak paha Ray sebelum ia pun ikut tertembak. Plee yang sudah pulih dari pengaruh asap bius tersebut, memapah Ray ke rumahnya, ketika polisi mengepung tempat tinggalnya, ia memutuskan untuk menyerahkan diri dan mengakui bahwa dialah yang mencuri berlian seribu karat dan tindakannya tersebut dilakukan sendiri tanpa ada bantuan dari siapapun, sementara itu Ray disembunyikan Plee dibalik kamar rahasia yang hanya ia dan Ray yang mengetahui tempat tersebut. Ray memulai kehidupan barunya di kota kecil tempat ia menghabiskan waktu selama 16 tahun, namun ia tidak kembali ke panti asuhan yang dibencinya tersebut. sepuluh tahun meninggalkan kota lamanya, kota tersebut telah mengalami perubahan, tidak lagi sekecil dulu, pemilik modal berlomba-lomba membenamkan uang, gedung-gedung dibangun. Hal itu merupakan kabar baik bagi Ray, pertumbuhan yang pesat itu sangat membutuhkan banyak tenaga kerja. Tiga bulan berlalu Ray telah menjadi pekerja bangunan yang baik. Ia pekerja yang rajin dan cerdas sehingga insinyur konstruksi bangunan mempromosikan dirinya menjadi mandor junior. Ketika pertemuannya dengan seorang gadis di kereta saat ia pulang ke kota lamanya, tak disangkah ia kembali bertemu dengan gadis pujaannya tersebut. Karena perlakuan gadis itu yang tidak pernah menganggap keberadaan Ray hal itu membuat Ray memutuskan niatnya untuk lebih dekat dengan gadis tersebut. Ketika Ray putus asa dengan perlakuan gadis tersebut tiba-tiba ia melihat gadis itu dikepung oleh pemuda-pemuda saat berada di pusat hiburan. Mereka menjahili gadis itu, bahkan menyambar tas milik gadis tersebut. Emosi Ray terpancing melihat gadis pujannya dijahili pemuda-pemuda itu. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “K-e-m-b-a-l-i-k-a-n,” Ray mendesis tajam. Pemuda-pemuda parlente itu menoleh.
Sudah lama Ray tidak berkelahi. Terakhir? Mungkin enam tahun silam. Lama bukan berarti dia lupa caranya. Baginya bertahan-hidup, membela-diri menjadi insting alamiahnya. Menyatu dalam aliran darah sejak dilahirkan. Maka saat kerumunan itu menatapnya sepele, menyeringai, merendahkan, malah ada yang keterlaluan meludah, Ray terpaksa memukuli mereka satu persatu. Empat pemuda parlente itu terkapar di jalanan”. (RTDW; 249). Kutipan di atas, menggambarkan ego Ray yang tangguh menghadapi para pemuda parlente tersebut. Meskipun sudah lama ia tidak berkelahi, namun insting alamiah yang telah lahir dalam nalurinya tidak membuat ia lupa bagaimana cara untuk membela diri dan bertahan hidup. Ketika mengembalikan tas milik gadis itu dari tangan pemuda yang dihajarnya tersebut, Ray bertambah bingung melihat sikap gadis itu, setelah mengambil tasnya ia langsung berlari tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Semakin penasaran Ray dibuatnya, oleh sebabitu, esok harinya Ray kembali mengikuti gadis itu pergi ke rumah sakit (bagsal anak-anak) tempat yang sering dikunjungi gadis tersebut. Ray ingin sekali menari perhatian gadis yang sedang asik menghibur anak-anak yang sedang sakit tersebut. Tanpa berfikir panjang Ray menarik perhatian gadis itu dengan kembali mencengkramkan tangannya ke ujung-ujung kaca di pintu bangsal yang pecah dan belum sempat dilepas kali ini ia melakukannya dengan sengaja. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Melihat kaca itu, Ray tidak sempat berfikir panjang lagi. Ide “hebat” itu muncul begitu saja di kepalanya. Menggigit bibir. Mencengkramkan telapak tangannya yang tidak terbalut perban ke ujung-ujung tajam kaca. Dia harus bisa mengajaknya berbicara”.(RTDW; 251). Kutipan di atas, menggambarkan ego Ray yang ditunjukkan dengan semangatnya untuk mendekati gadis itu meskipun mengorbankan tangannya, ia memantapkan hatinya kembali untuk mendekati gadis itu bahkan mengajaknya bicara. Akhirnya usaha Ray berhasil setelah tangannya terluka, dan dipakaikan perban oleh gadis tersebut, hubungan mereka sedikit membaik, gadis itu mulai menerima keberadaan Ray. Ia memberi kesempatan Ray untuk mengantarnya pulang
setelah menjenguk anak-anak di rumah sakit itu, ia mulai memberikan jadwal kepada Ray untuk datang ke rumahnya 2 Kali seminggu pulang tepat jam 9. Ray pun mengikuti peraturan tersebut. Ray tidak pernah protes dengan peraturan itu, ia tetap mengikuti semua yang dikatakan pujaan hatinya tersebut. Namun hal itu tidak berlangsung lama, Ray sakit hati, tiba-tiba amarahnya memuncak ketika ia datang ke rumah gadis tersebut, memang malam itu bukanlah jadwal pertemuan mereka, tapi apa yang dilihat Ray kali ini membuat ia sakit. Gadis yang selama ini dilihatnya baik dan dicintainya ternyata seorang wanita simpanan. Ray tidak butuh penjelasan atas apa yang ia lihat malam itu, ia pergi meninggalkan wanita tersebut dengan hati yang luka. Hal itu nampak pada kutipan berikut. “Dia tidak butuh penjelasan. Tidak. Apa yang dilihatnya dua malam lalu menjelaskan semuanya. Menjelaskan kejadian di pusat hiburan itu. Tapi bagaimana mungkin gadis itu? Bukankah dia terlihat baik? Terlihat seperti wanita baik-baik? Bukankah dia setiap pagi rajin berkunjung ke bangsal anak-anak di rumah sakit. Tidak mungkin.” (RTDW; 268). Kutipan di atas, menggambarakan ego Ray yang ditunjukkan dengan kekecewaan saat melihat kejadian dua malam lalu. Ia tidak butuh penjelasan apapun ia terlanjur sakit hati dengan kejadian yang dilihatnya itu. Sore hari ketika temannya jo datang menghampiri memberitahukan bahwa gadis itu datang dan ingin menemuinya sambil menangis. Saat itu juga, Emosi Ray semakin tak tertahankan ia membentak Jo yang membujuknya untuk turun menemui gadis tersebut. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Jo sore tadi, yang tidak mengerti muasal masalah membujuknya agar turun. Ray membentaknya. Muka menggetarkan itu membuat Jo membeku. Jo ketakutan beranjak turun saat tetes air hujan pertama jatuh menghujam atap gedung. Dan Ray sudah dari tadi malam menangis. Matanya memang tidak basah, tapi tangisan tidak terdengar itu amat memilukan.” (RTDW; 269). Kutipan di atas, menggambarkan kesedihan Ray yang memuncak membuat emosinya meluap, ia tidak peduli dengan kedatangan gadis itu. Ego Ray ditujukan dengan sikapnya yang
membentak Jo, saat Jo membujuknya untuk menemui gadis tersebut. Saat Ray tersungkur di palang besi mengeluh dan meratapi kesedihannya, saat itu pula gadis tersebut telah berdiri dibelakangnya sambil menangis. Ray tidak peduli ia malah membentak gadis itu. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Petir menyambar. Ray menoleh. Entah apa yang membuatnya menoleh. Melihat gadis itu berdiri di belakangnya. Buat apa kau datang? Untuk menambah luka itu?” (RTDW; 270). Kutipan di atas, menggambarkan sikap Ray yang seolah-olah membenci kehadiran gadis yang telah melukai persaannya tersebut. Gadis itu menangis terisak, ia mengakui perbuatannya selama ini. Ia memang wanita simpanan namun itu bukanlah pilihan yang ia sengaja, ia pun menceritakan masa lalunya yang ternyata bernasib buruk sama seperti Ray. Hal itu membuat Ray tersadar dan menerima maaf dari gadis pujaannya tersebut, hingga akhirnya Ray memutuskan untuk menikahi gadis itu dengan menerima segala kekurangan gadis yang dicintainya tersebut. Enam tahun menjalani bahtera rumah tangga yang indah tiba-tiba Ray diperhadapkan dengan sesuatu yang menyakitkan. Isterinya yang kala itu telah hamil untuk kedua kalinya, kembali masuk rumah sakit. Betapa hancur hati Ray ketika mengetahui isteri yang amat dicintainya itu pergi selama-lamanya bersama bayi yang tak sempat lahir menikmati keindahan dunia. Ia kembali mengutuk Tuhan, mengutuk atas segala yang menimpanya sejak ia menghabiskan masa tersiksanya selama 16 tahun di panti asuhan, kebahagiaan sesaat di rumah singgah, perjalanan hidup singkatnya bersama plee, kali ini isteri yang amat dicintainya pergi meninggalkannya. Ray tak henti-hentinya mempersalahkan Tuhan menganggap bahwa Tuhan sengaja menmbuat ia kehilangan isterinya. Hal ini nampak pada kutipan berikut. ”Ray gemetar mencengkram tanah merah di depannya. Apa maksud semua ini, Tuhan? Kenapa kau tega sekali? Kau renggut bayi kami tiga tahun silam. Dan sekarang kau renggut isteri dan bayiku sekaligus. Apakah kau tertawa melihat kami tersungkur seperti ini? Tertawa puas?
Ray meratap. Mulai mengutuk langit. Tersungkur sendirian.” (RTDW; 313). Kutipan di atas, menggambarkan ego Ray yang ditunjukkan dengan amarah sehingga ia mengutuk Tuhan, menuduh bahwa Tuhan sengaja ingin membuatnya hidup sebatang kara. Kehilangan isteri yang amat dicintainya membuat Ray meninggalkan kota tersebut dan mencoba memfokuskan diri untuk lebih mengurus bisnisnya di ibu kota. Setelah sukses menjadi pengusaha muda ternama, yang dikenal karena perusahaannya yang menggurita, Ray kembali ke kota kecilnya. Ia rindu kepada isterinya, oleh karena itu ia memutuskan untuk mengunjungi pusara isteri dan kedua bayi yang tak sempat diberi nama tersebut. Alasan keduanya untuk kembali ke kota kecil tersebut karena undangan dari Koh Cheu salah satu taipan tua yang amat dihargainya. Koh Cheu merayakan ulang tahun seKaligus tahun emas pernikahannya. Ketika dalam perjalanan menuju rumah Koh Cheu, Ray tiba-tiba tersentak karena saat itu ia hampir saja melewati panti asuhan yang sangat dibencinya tersebut. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Tiba di perempatan itu, dia mendadak membanting stirnya. Terkutuk! Ray menyumpah,. Dia lupa jika melewati jalamn itu maka dia akan melewati bangunan panti itu. Hampir saja mobilnya yang buru-buru berbelok menabrak kerumunan orang diperempatan. Ray tidak akan pernah bisa kembali kesana. Tidak akan. Meski hanya melewatinya. Dari seluruh masa lalu menyakitkan miliknya, tempat itu akan selalu dihindarinya.” (RTDW; 349). Kutipan di atas, memperjelas bahwa Ray sangat membenci tempat asuhan yang menyimpan masa lalunya yang tentu saja amat menyakitkan baginya. Ego Ray dalam kutipan tersebut ditunjukkan ketika ia mendadak membanting stirnya dan menyumpahi jalan tersebut. Kebencian Ray terhadap panti itu terlihat melalui tingkah lakunya yang selalu menghindari bangunan panti itu meskipun hanya dengan melewatinya Ray tidak pernah sudi.
Nasib sial kembali menimpa Ray. Ladang bisnisnya ternyata memberi pengaruh buruk terhadap perusahan dan bisnis-bisnis lain miliknya. Kerugian besar yang di alami Ray mengundang iba Vin, gadis cantik yang mengaggumi sosok Ray bahkan mungkin mencintainya. Ia yang juga merupakan cucu Koh Cheu dan sangat akrab dengan isteri Ray sewaktu ia kecil karena Vin adalah salah satu anak kecil yang di rawat di bangsal tempat yang selalu dikunjungi isteri Ray. Ketika Vin mencoba memberikan solusi untuk mencari pinjaman lain, Ray pesimis membantah Vin dan mengatakan bahwa tidak akan ada yang memberikan pinjaman terhadap kerugian yang sangat besar tersebut. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Siapa? Siapa, Vin? Tidak akan ada investor yang terlalu bodoh memberikan pinjaman untuk investigasi yang jelas-jelas nol besar hasilnya. Kau tahu, tidak ada minyak di sana. Tidak ada. Semuanya omong kosong!” (RTDW; 370). Kutipan di atas, menggambarkan sikap pesimis Ray. Ia tidak yakin akan ada investor yang berbaik hati menanggulangi kerugian besar bisnisnya tersebut. Ego yang terdapat pada kutipan di atas, adalah pernyataan Ray yang tidak yakin bisnisnya akan tertolong. Vin terdiam menelan ludah, ketika mendengar pernyataan Ray, namun tiba-tiba ia teringat kakeknya yaitu, kakek Cheu. Ia langsung mengatakan pada Ray bahwa ia akan meminta bantuan kakeknya tersebut demi menyelamatkan pria yang dicintainya. Mendengar perkataan Vin, Ray langsung kaget dan tidak sepakat dengan solusi Vin, ia bahkan membentak Vin. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “JANGAN LAKUKAN! Ray seketika membentak.” (RTDW; 370). Kutipan di atas, menggambarkan ego Ray yang ditunjukkan dengan teriakan membentak Vin. Ia tidak setuju jika harus melibatkan Koh Cheu dalam masalahnya. Ray sangat menghormati Koh Cheu, meskipun ia selalu menyingkirkan taipan-taipan relasi bisnisnya yang terkenal curang, berbeda dengan Koh Cheu, Ray menyayangi dan sangat menghormati taipan tua
tersebut. Oleh karenanya ia tidak akan pernah mau melibatkan Koh Cheu dalam masalah. Vien yang saat itu terlihat kaget dengan teriakan Ray, bertanya-tanya mengapa ia tidak bisa menghubungi kakeknya. Vin tetap memaksakan diri untuk menghubungi kakeknya, ketika Vin sudah menyentuh gagang telepon, Ray kembali mencegah Vin kali ini dengan suara yang tajam sehingga membuat Vin gemetar tanpa sadar mejatuhkan gagang telepon tersebut. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Bukankah sudah kukatakan jangan lakukan.” Ray mendesis. Vin gemetar mendengar suara tajam Ray. Gagang telepon itu terjatuh, Ray bangkit dari duduknya, “Kau tahu, aku memulai semua ini dari nol, jadi apa salahnya kalau semua kembali ke nol. Kosong. Bukan masalah besar bagiku.” (RTDW; 371). Kutipan di atas, memperjelas sikap Ray yang tidak menginginkan Koh Cheu terlibat dalam masalahnya. Ekspresi dingin dan suara tajam Ray membuat Vin menangis ia pun pergi ketika Ray memintanya untuk meninggalkannya sendiri di tempat tersebut. Dari hasil analisis ego Ray pada kutipan-kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ray memiliki sifat yang keras, membantah jika tidak sesuai dengan keyakinannya. hal tersebut karena berbagai macam pahit getirnya kehidupan yang ia alami sejak tinggal di panti asuhan, sehingga membuat perangainya terlihat kasar dan keras sepala. 4.1.2.2 Tokoh Plee Ego yang dimiliki oleh Plee nampak pada tingkah lakunya yang sejak pertama bertemu dengan Ray, ia sungguh berdecak kagum tentang kehebatan Ray ketika melihat Ray memanjat tower air setinggi sepuluh meter dan meluncur dengan santainya. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “BAGAIMANA KAU MELAKUKANNYA? orang itu setengah berteriak. Jarak mereka hanya satu langkah sekarang, tapi hujan deras membuat percakapan terpaksa dilakukan berteriak.” (RTDW; 153).
Berdasarkan kutipan tersebut, terpancar jelas keheranan Plee ketika melihat anak muda dihadapannya memanjat dan meluncur tower air setinggi sepuluh meter dengan santainya. Ego yang nampak pada kutipan tersebut yaitu, keingintahuan Plee terhadap kehebatan Ray, dalam aksinya yang ia saksikan tadi. Sejak saat itu mereka menjadi teman Plee tak sungkan-sungkan mengundang Ray untuk datang ke rumah besar sewaanya. Plee merupakan warga baru di daerah tersebut. Setelah beberapa kali berbincang akhirnya Plee menawari Ray sebuah pekerjaan yaitu, mencuri berlian seribu karat. Ketika Ray berfikir sejenak mengenai tawaran tersebut, dengan mantapnya Plee mengatakan tidak ada salahnya mengambil sedikit kekayaan orang-orang kaya tersebut yang mungkin saja bukan merupakan kekayaan yang halal. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Kita hanya mengambil sedikit kekayaan dari orang lain, Ray. Mereka sudah terlalu kaya. toh mereka mendapatkan kekayaan itu belum tentu dengan cara baik-baik. Plee tertawa, mengusap mukanya yang terlihat amat ganjil.” (RTDW; 173-174). Kutipan di atas, menggambarkan ego Plee, yang meyakinkan Ray bahwa mengambil sedikit kekayaan orang-orang kaya tersebut, tidak mengurangi kekayaan mereka. Plee meyakini kemampuan Ray oleh karena itu ia berharap Ray dapat menyetujui tawarannya. Ray akhirnya setuju, rencana mencuri berlian seribu karat tersebut berhasil, namun mereka mendapat kendala, tanpa disadari oleh Plee yang saat itu menggigil ketakutan melihat identitas Ray yang ternyata adalah korban masa lalunya (kebakaran 20 tahun silam), rumahnya telah dikepung oleh aparat polisi, saat itu Plee berfikir keras, ia tidak mungkin meninggalkan Ray sendirian yang saat itu sedang sekarat akibat tertembak di pahanya, oleh sebab itu Plee akhirnya menyembunyikan Ray di balik kamar rahasia kemudian ia menembak pahanya dan memutuskan menyerahkan diri kepada aparat yang sudah mengepungi rumahnya. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Maka Plee meletakan Ray di atas ranjang kamar rahasia itu. Mengeluarkan pistol Mengigit bibir –
D-O-R!” (RTDW; 198). Kutipan di atas, menggambarkan ego Plee yang berani mengambil resiko menembak pahanya sendiri demi menyelamatkan Ray, korban masa lalunya. Meskipun pekerjaan Plee mencuri, namun curian tersebut tidak dinikmatinya, hasil curian itu diberikan kepada orangorang yang kurang beruntung, Plee membenci orang-orang kaya, yang dulu pernah menyesatkannnya. Oleh karena itu ketika ia dieksekusi hukuman gantung, banyak rakyat yang menolak karena mereka menganggap Plee adalah pencuri yang baik hati, yang rela memberikan curiannya untuk orang-orang yang kurang beruntung. Dari hasil analisis ego di atas, dapat disimpulkan bahwa ego yang nampak pada tingkah laku Plee yaitu, ia rela mengorbankan dirinya untuk menebus kesalahannya 20 tahun silam. Ia mencuri bukan untuk kesenagannya semata tapi untuk menebus perbuatannya saat ia berusia 20 tahun. 4.1.2.3 Tokoh Vin Ego yang nampak pada perilaku Vin ialah, di saat Ray menolak untuk memberitahukan keadaan bisnisnya yang mengalami kendala kepada Koh Cheu, Vin tetap bersikeras untuk menghubungi kakeknya. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Aku…. Apa salahnya memberitahu kakek? Hanya memberitahu.” Vin menelan ludah, takut-takut melangkah mendekati meja. Ray masih duduk. Memegang kepalanya. Vin sudah menyentuh gagang telepon.” (RTDW; 370-371). Kutipan di atas, menggambarkan ego Vin melalui tingkah lakunya, yang ingin menolong Ray, meskipun saat itu Ray menolaknya. Vin tetap bersikeras untuk menolong lelaki yang amat dicintainya tersebut. Ray akhirnya membentak Vin ketika melihat Vin menyentuh gagang telepon, bentakan Ray membuat Vin gemetar, ia pun menangis ketika menatap wajah Ray yang saat itu berubah menjadi dingin. Hal tersebut nampak pada kutipan 1 dan 2 berikut.
Kutipan 1 “Vin gemetar mendengar suara tajam Ray. gagang telepon itu terjatuh”. (RTDW; 371). Kutipan 2 “Vin sudah menangis. Takut, rasa sayang, sedih, buncah jadi satu di hatinya. Apalagi menatap wajah Ray yang begitu dingin.” (RTDW; 371). Kutipan 1 dan 2 di atas, mempertegas bahwa sikap Vin yang peduli terhadap Ray meskipun Ray memarahinya, ia tetap peduli dengan keadaan Ray saat itu yang jatuh terpuruk. Ego yang nampak pada kutipan-kutipan tersebut, ketika Vin gemetar mendengar suara tajam Ray, dan ketika ia menangis melihat Ray dengan tatapan dinginnya. Dari hasil analisis kutipan-kutipan di atas, ego Vin di tunjukkan melalui tingkah lakunya yang peduli terhadap Ray. Meskipun Ray memarahi bahkan membentaknya, namun pada akhirnya Vin memberanikan diri menghubungi kakenya dan memberitahukan keadaan Ray, ia berharap kakeknya dapat menolong bisnis Ray yang sedang terjepit. 4.1.2.4 Tokoh Koh Cheu Saat Koh Cheu mendengar kabar dari Vin yang mengatakan bahwa Ray mengalami masalah dalam bisnisnya, di saat itu pula ia langsung beranjak dari kotanya menuju tempat Ray. Ray kaget melihat kedatangan Koh Cheu, yang mengatakan bahwa ia akan membantu mengatasi masalah Ray. Mendengar perkataan Koh Cheu, Ray langsung memotong pembicaraan tersebut dan mengatakan bahwa ia dapat mengatasi masalah bisnisnya sendiri. Koh Cheu tahu bahwa saat itu Ray berpura-pura mengatakan bahwa masalah bisnisnya tersebut dapat ia atasi. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Hentikan omong-kosong itu, Ray. kalau aku boleh tahu, kau baru saja membahas apa? Rencana liquidasi perusahaan, bukan? Atau rencana obral murah perusahanmu?” Koh Cheu terkekeh getir, sambil mengusap rambut berubannya.” (RTDW; 372).
Kutipan di atas, menggambarkan kepedulian Koh Cheu terhadap Ray. ego yang nampak pada kutipan tersebut, ketika Koh Cheu membantah Ray saat mengatakan bahwa bisnisnya yang mengalami kerugian besar tersebut, dapat teratasi. Koh Cheu bersikeras ingin membantu Ray, akan tetapi Ray menolaknya ia bahkan mengatakan tidak butuh pertolongan dari siapapun termasuk Koh Cheu. mendengar hal itu, emosi Koh Cheu langsung meluap-luap, Koh Cheu marah dengan perkataan Ray saat itu. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “ANAK MUDA, KAU SUNGGUH KERAS KEPALA…. Koh Cheu berteriak. Memukulkan tongkatnya ke lantai.” (RTDW; 373) Kutipan di atas, menggambarkan ego Koh Cheu melalui kemarahannya terhadap Ray yang bersikeras menolak bantuannya tersebut. Koh Cheu secara tidak langsung mengatakan alasannya, mengapa ia ingin sekali membantu Ray walaupun ia tahu, dengan membantu Ray maka akan membuat hidupnya susah. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Kau tahu, saat kau masih merangkak di bawah ketiak Ibu-mu, saat kau masih belajar berjalan, aku sudah membakar ratusan rumah untuk membangun imperium bisnisku. Kau tahu, saat kau masih belajar membuka mulut, belajar bicara, aku sudah menancapkan bisnisku dimana-mana. Suka atau tidak, kau butuh pertolongan. Koh Cheu mendesis. Meletakan tongkatnya di atas meja.” (RTDW; 373) Kutipan di atas, menggambarkan ego Koh Cheu yang saat itu secara tidak langsung mengatakan bahwa dialah yang menyebabkan Ray kehilangan kedua orang tuanya. Oleh karena itu ia ingin menebus dosanya tersebut, dengan menolong Ray, meskipun ia akan kehilangan semua hartanya. Dari hasil analisis ego Koh Cheu, dapat disimpulkan bahwa ego yang nampak pada tingkah laku Koh Cheu terlihat pada saat ia meluapkan amarahnya ketika niat baiknya untuk menolong, ditolak mentah-mentah oleh Ray, seorang anak korban masa lalunya. Ia sangat terpukul mengingat kejadian beberapa tahun silam, oleh karena itu ia berharap dengan
memberikan harta yang berpuluh-puluh tahun dikumpulnya tersebut, dapat menebus kejahatannya pada saat itu. 4.1.3 Kepribadian Tokoh dalam Novel RTDW karya Tere Liye Ditinjau Dari Aspek Super Ego 4.1.3.1 Tokoh Ray Super ego Ray nampak pada tingkah lakunya ketika diperhadapkan dengan masalah yang terjadi antara para preman yang telah menyakiti Ilham dan juga Natan teman sekamarnya. Melihat keadaan Natan yang begitu memprihatinkan, membuat Ray marah, ia memutuskan untuk mencari para preman tersebut, tidak peduli jika ia harus di usir oleh bang Ape dari rumah singgah. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Ray sudah berlari lebih cepat. Dia mungkin tidak akan pernah kembali.” (RTDW; 136). Kutipan di atas menggambarkan super ego Ray, yang memutuskan untuk mencari para preman yang tega menyakiti Natan teman sekamarnya tersebut, tanpa harus kembali lagi ke rumah singgah. Ia tidak peduli meski bang Ape mencegahnya, ia juga tidak peduli jika ia harus diusir dari rumah singgah tersebut. Tujuannya hanya satu, yaitu membalas perbuatan para preman itu. Setelah pekerlahian dengan para preman tersebut terjadi, Ray bertengkar hebat dengan bang Ape, ia akhirnya memutuskan pergi meninggalkan kenagan bersama orang-orang yang amat disayanginya. Hal tersebut nampak pada kutipan 1 dan 2 berikut. Kutipan 1 “Malam itu juga Ray memutuskan pergi. Menangis lama saat memeluk si kembar Ouda dan Oude. Ilham bahkan berkali-kali mendesah. “Jangan pergi. Aku mohon….. Jangan pergi.” (RTDW; 142). Kutipan 2
“Ray memutuskan pergi. Menjauh dari Rumah singgah. Uang tabungannya mengamen selama dua tahun terakhir digunakan untuk membayar sewa sepetak kamar sempit, pengap tak berjendela.” (RTDW; 142-143). Kutipan 1 dan 2 di atas, menggambarkan super ego Ray yang ditunjukan dengan mengambil keputusan pergi meninggalkan rumah singgah, walau dengan berat hati. Hal ini ditempuhnya karena ia tidak ingin ada lagi korban dari para preman tersebut, ia juga takut keberadaanya semakin memperburuk suasana rumah singgah yang dahulu damai dan tentram. Setelah menyewa kamar sempit di perkampungan kecil, Ray melanjutkan hidupnya dengan mengamen dari gerbong satu ke gerbong lainnya. Malamnya ia duduk sendiri di atas tower air sambil menatap rembulan. Ketika sedang asik menatap keindahan rembulan, dari bawah ia mendengar suara orang yang berteriak memanggilnya. Itulah perkenalan awal antara Ray dengan Plee, mereka menjadi teman meskipun jarak usia mereka terlampau jauh. Disaat hat Ray gundah oleh kehidupan yang dihadapinya, maka Plee menawarkan pekerjaan untuk Ray yaitu mencuri berlian seribu karat, awalnya Ray kaget tapi setelah menimbang-nimbang dan sering menganggap Tuhan selalu tidak adil dan memudahkan jalan bagi orang jahat, maka Ray bersedia. Ia memutuskan menjadi orang jahat dengan mencuri berlian seribu karat yang di katakana oleh Plee. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Hidup ini tidak adil. Apa salahnya menjadi penjahat. Kita hanya mengambil sedikit kekayaan dari orang lain.” (RTDW; 173). Kutipan di atas, semakin mempertegas super ego Ray yang memutuskan menjadi penjahat. Hal itu ia lakukan karena ia merasa kehidupannya tidak adil, mungkin dengan berbuat jahat segala macam beban yang terlintas di kepalanya akan pudar dengan memutuskan untuk menjadi penjahat. Oleh sebab itulah, ia sepakat mengikuti Plee, mencuri berlian seribu karat. Mereka berhasil melancarkan aksinya mengambil berlian seribu karat tersebut. Namun hal itu membuat salah satu di antara mereka harus berada di penjara. Plee dengan ketulusan
hatinya setelah mengetahui bahwa Ray adalah korban perbuatannya 20 tahun silam, akhirnya memberanikan diri mengakui kepada polisi yang saat itu telah mengepung rumahnya. Plee menyatakan bahwa dialah yang mencuri berlian tersebut tanpa ditemani oleh siapapun sementara itu Ray yang sedang sekarat karena pahanya tertembak oleh petugas saat mereka berada di lantai 40, berhasil disembunyikan oleh Plee di balik kamar rahasia rumahnya. Ketika Ray sadar dan mengetahui keberadaan Plee dari berita-berita yang beredar, saat itu juga Ray ketakutan. Ia bersembunyi di rumah besar tua milik Plee. Satu bulan kemudian Ray memutuskan untuk menjauh. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Satu bulan berlalu, tidak tahan dengan semua ingatan tentang Plee, apalagi berita terakhir yang menyebutkan Plee dituntut hukuman mati atas pembunuhan dua petugas di lantai 40, Ray memutuskan menjauh. Pergi dari Bantaran Kali. Siang itu, dia mengemasi barang-barangnya. Pindah mengontrak dekat stasiun, jauh ke arah selatan meninggalkan ibu kota.” (RTDW; 216-217). Kutipan di atas, menggambarkan super ego Ray yang memutuskan pergi dari Bantaran Kali tersebut, ia tidak tahan dengan berita yang sering di dengarnya mengenai Plee, Ray takut jika suatu hari nanti Plee berubah fikiran dan menyatakan bahwa dia juga ikut terlibat dalam pencurian berlian seribu karat, dan dialah yang sebenarnya menembak 2 orang petugas tersebut hingga tewas. Eksekusi hukuman itu akhirnya terjadi, Ray hanya bisa duduk meringkuk di pojok kamar saat eksekusi itu dilakukan. Ia tidak tahu harus berbuat apa, oleh karena itu ia kembali memutuskan pergi dari ibu kota. Melupakan atas apa yang menimpanya juga Plee. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut. “Ray memutuskan pergi dari ibukota. Hatinya sesak. Ray memutuskan menjauh. pulang ke kota kecilnya. Mencoba melanjutkan hidup.” (RTDW; 221). Kutipan di atas, menggambarkan ketidaknyamanan Ray berada di ibu kota. Bayangan tentang Plee selalu saja terlintas dalam fikirannya. Super ego yang terlihat melalui tingkah laku
Ray ialah, ketika ia memutuskan untuk pergi menjauh meninggalkan ibu kota dan kembali ke kota kecilnya dulu. Setelah menetap di kota kecilnya yang telah banyak mengalami perubahan tersebut, Ray tidak lagi menghabiskan waktunya mengamen namun, ia telah menjadi seorang pekerja bangunan, karena ia cerdas dan telaten dalam bekerja maka ia diangkat menjadi mandor junior. Pertemuan pertama Ray dengan seorang gadis cantik jelita di kereta ketika ia hendak meninggalkan ibukota dua bulan lalu, membuat ia terus memikirkan gadis tersebut. Sesuatu yang tidak pernah diduga oleh Ray karena ia kembali dipertemukan dengan gadis itu. Pertemuan ke duaKalinya yang sengaja direncanakan oleh Ray tersebut membuat ia semakin penasaran dengan gadis pujaannya itu, pribadi gadis itu sama seperti dua bulan lalu ketika mereka bertemu di tempat makan di kereta diesel tua. Gadis itu selalu saja mengabaikan keberadaan Ray. Ray pun selalu berusaha mendekati gadis tersebut, mengikutinya dari belakang meskipun gadis itu tidak mempedulikan kehadirannya. Hal tersebut nampak pada kutipan di bawah ini. “Entah siapa yang menyuruh, kaki Ray pelan melangkah. Bagai kerbau dicucuk hidungnya, ikut. Gadis itu masuk ke halaman Rumah Sakit. Ray ikut. Gadis itu membeli seikat balon terbang dari pedagang di halaman Rumah Sakit. Ray ikut (meski tidak ikut membeli). Gadis itu masuk Rumah Sakit, Ray ikut di belakangnya.”( RTDW; 243). Kutipan di atas, menggambarkan super ego Ray yang bingung dengan tingkah lakunya karena selalu mengikuti gadis pujaannya tersebut. Ray tidak mengerti dengan perasaannya yang saat itu mengikuti kemanapun gadis pujaanya pergi. Semakin hari Ray bingung dengan perasaanya disisi lain ia ingin selalu bersama gadis tersebut namun, disisi lain pula ia ingin berhenti mendekati gadis itu karena gadis pujaannya tersebut selalu mengabaikan kehadirannya. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Apa perlunya dia menemuinya lagi? Sepotong hatinya menyuruh mundur. Ya, setidaknya dia bisa mengajaknya bebincang, bukan? Sepotong hatinya yang lain membela maju. Dia bisa bertanya nama? Mengajaknya berteman? Apa salahnya menjadi
teman? Tidak lebih. Tidak kurang. Kalau dia tetap tidak peduli? Ya, setidaknya dia sudah berusaha. Ray tersenyum dengan pembelaan separuh hatinya.” (RTDW; 250). Kutipan di atas, menggambarkan super ego Ray yang ditunjukkan dengan kebingungngannya terhadap perasaan yang sering berkecamuk di hatinya. Ia berusaha membuang rasa bimbangnya itu agar dapat menjauhi gadis tersebut. Namun perasaan cinta itu semakin kuat, ketika gadis tersebut mulai membuka pintu hatinya dan membuat pengakuan masa lalunya yang buruk kepada Ray. Ray menikahi gadis tersebut namun, selang beberapa tahun pernikahan mereka isterinya mengalami keguguran. Hal itu membuat isterinya amat terpukul. Oleh karenanya Ray memutuskan pindah dari rumah kecil mereka yang berada di tidak jauh dari pantai, ke rumah di lereng perbukitan kota. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “PINDAH. Ray memutuskan pindah. Mereka membeli rumah di lereng perbukitan kota. Terlalu banyak kenangan yang “mengganggu” di rumah lama. Suasana baru akan membawa kenagan-kenagan baru. Membuat masa-masa menyakitkan itu terlupakan.” (RTDW; 297). Kutipan di atas, menggambarkan super ego Ray yang di tunjukkan dengan tindakannya untuk lebih memilih pindah dari rumah yang tidak jauh dari pantai tersebut ke rumah yang berada di lereng perbukitan kota. Hal itu dilakukan Ray demi isteri tercintanya, ia tidak tega melihat isterinya meratapi kepergian buah hati mereka yang belum sempat lahir tersebut. Nasib naas kembali menimpa rumah tangga Ray, isteri yang amat dicintainya tersebut pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya. Betapa hancur hati Ray hingga akhirnya, ia memutuskan untuk pindah dari kota kecil itu, kota yang menyimpan banyak kenangan bersama amarhum isterinya. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Hari ini Ray memutuskan pergi. Pergi mejauh. Dia tidak kuasa berada di rumah lereng perbukitan. Setiap kali berada di sana, semua kenangan itu kembali mengukung kepala. Jangankan menatap rajutan pakaian bayi itu, hanya menatap halaman rumah, Ray seolah-olah bisa melihat mereka berdua saling mengelitiki. Tertawa. Hari ini dia memutusakan pergi. Ke ibukota. delapan tahun sejak pertemuan pertama mereka di gerbong makan kereta. Hamparan persawahan, burung bangau putih.
Ray menjual rumah itu. Menjual kepemilikan empat toko Puding Pisang milik isterinya. Ray sempurna ingin melupakan semua kenangan yang menyesakan, maka seluruh uang penjualan itu disumbangkan ke bangsal anak-anak rumah sakit. Tempat terbaik untuk menyimpan kenangan isterinya. Ray pelan mengusap dahi. Hari ini dia pergi. Entah kapan akan kembali.” (RTDW; 322). Kutipan di atas, menggambarkan kesedihan Ray setelah kematian isteri dan anak yang berada dalam kandungannya. Super ego yang nampak pada kutipan tersebut ditandai dengan perilaku Ray yang pergi menjauh dari tempat itu, ia melanjutkan hidupnya di pusat ibu kota. Ia pun memutuskan untuk menjual rumah kenangan itu, ke empat tokoh puding pisang milik almarhum isterinya, dan menyumbangkan uang tersebut ke bangsal anak-anak tempat yang sering dikunjungi isterinya. Setelah menetap di ibukota bisnis Ray kian lancar, sekarang ia adalah pengusaha muda yang mempunyai harta berlimpah. Kematian isterinya membuat Ray terpuruk, ia memutuskan untuk fokus terhadap bisnisnya, tidak peduli dengan apa yang terjadi di luar sana. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “Sejak memutuskan untuk membatukan diri, dia selalu merasa haus dengan kesibukan. Ray memiliki kemampuan besar untuk membuat orang setia hingga mati kepadanya.” (RTDW; 333). Kutipan di atas, mempertegas bahwa kehidupan Ray hanya akan diisi dengan kesibukan semata. Super ego yang nampak pada kutipan tersebut ialah, ketika Ray memutuskan untuk membatukan diri dengan kesibukan mengolah bisnisnya tersebut. Ketika ladang bisnisnya di timpa musibah, Ray terpuruk. Koh Cheu lah yang membantu meringankan beban Ray saat itu, oleh karena itu Ray sangat menghormati taipan tua tersebut. Ketika Taipan tua itu meninggal dunia, Ray memutuskan untuk pulang ke kota kecilnya, menghadiri prosesi kremasi Koh Cheu, tidak lama setelah kepulangannya dari kota kecil itu, tiba-tiba ia mendapat kabar bahwa isteri Koh Cheu telah meninggal dunia, Ray pun kembali ke
kota itu. Ia benci melihat para kerabat yang menghadiri prosesi tersebut, Ray benci melihat kemunafikan yang terpancar dari raut wajah mereka yang menurut Ray tidak ada bedanya dengan penjaga panti dulu. Maka saat itu Ray mengusir para kerabat yang mendekat. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Ray memutuskan hanya dia dan Vin yang membawa abu isteri Koh Cheu ke tepi pantai. Mengusir jauh-jauh kerabat yang mendekat.” (RTDW; 394) Kutipan di atas, menggambarkan betapa bencinya Ray terhadap kerabat-kerabat Koh Cheu yang bermuka dua tersebut. Super ego yang nampak pada kutipan di atas ialah ketika Ray memutuskan hanya dia dan Vin yang akan membawa abu milik isteri Koh Cheu. Dari hasil analisis super ego Ray, dapat disimpulkan bahwa keterpurukan Ray ketika mengalami berbagai cobaan dalam hidupnya, membuat ia memutuskan untuk melupakan berbagai kenangan-kenangan pahit tersebut. Hal ini nampak pada tingkah lakunya ketika diperhadapkan dengan masalah atau kenangan pahit, ia akan pergi dari tempat yang menurutnya menyimpan kenangan buruk tersebut. Terkecuali kenangan bersama isteri yang amat dicintainya. 4.1.3.2 Tokoh Plee Super ego yang nampak pada kepribadian Plee yaitu, ia menyerahkan diri kepada aparat polisi yang saat itu telah mengepungi rumahnya. Ia mengorbankan dirinya dengan menembak pahanya sendri, seolah-olah dialah pelaku yang telah tertembak pada saat petugas yang mengetahui aksi pencurian tersebut menembak Ray. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Plee menembak pahanya sendiri. Lantas tertatih mengunci kembali pintu kamar, turun dari lantai dua, keluar dari rumah dengan kedua-tangan terangkat. Plee memutuskan menyerahkan dirinya”. (RTDW; 199). Kutipan di atas, menggambarkan super ego Ray melalui tingkah lakunya yang memutuskan menembak pahanya sendiri untuk menyelamatkan Ray. Ia melindungi Ray dengan harapan agar, ia dapat menebus kesalahannya dulu yang tega membakar habis perumahan
termasuk tempat tinggal keluarga Ray. Sehingga mengakibatkan Ray kehilangan ke dua orang tuanya dan harus menahan pahitnya kehidupan saat ia tinggal di panti asuhan selama 16 tahun. Bukti pengakuan Plee untuk melindungi Ray terdapat pada kutipan berikut. “Di pengadilan, Plee mengakui pembunuhan dua petugas itu.” (RTDW; 199). Kutipan di atas, menggambarkan super ego Plee melalui keberaniannya dan memutuskan untuk mengakui bahwa dialah yang membunuh dua orang petugas tersebut pada saat kejadian di lantai 40. Plee berusaha menutupi kesalahan Ray yang sebenarnya adalah pelaku pembunuhan dua orang petugas itu. Dari hasil analisis super ego, Plee berusaha menuruti kata hatinya untuk mengakui perbuatan yang sebenarnya tidak ia perbuat, meskipun ia pencuri namun ia tidak pernah membunuh. Akan tetapi demi menyelamatkan Ray, ia rela mengakui bahwa dialah yang membunuh dan mencuri berlian seribu karat tersebut. Ia bahkan mengakui perbuatan itu hanya dilakukan sendiri tanpa ditemani siapapun. 4.1.3.3 Tokoh Vin Super ego yang nampak pada kepribadian Vin ialah, ketika ia nekat menghubungi Koh Cheu, demi menyelamatkan perusahaan maupun bisnis Ray. ia tidak mau melihat Ray semakin terpuruk dengan keadaanya. Ia sangat mencintai Ray, oleh sebab itu ia rela melakukan apa saja untuk Ray. hal tersebut nampak pada kutipan berikut. “Vin ternyata nekat melakukannya. Menjelang tengah malam, setelah menangis memikirkan banyak hal, ia memutuskan menelpon kakek Cheu. Mengatakan apa yang terjadi. Meminta sungguh-sungguh agar kakek Cheu menyelamatkan bisnis Ray.”(RTDW 371-372). Kutipan di atas, menggambarkan sikap Vin yang tidak peduli dengan kemarahan Ray sewaktu ia mencoba menghubungi Koh Cheu. Super ego Vin nampak pada tingkah lakunya yang
memutuskan untuk menghubungi Koh Cheu dan berharap Koh Cheu dapat menyelamatkan bisnis Ray. Vin tahu konsekuensi yang akan diterimanya, setelah Ray mengetahui bahwa ia nekat menghubungi Koh Cheu. Namun Vin tidak peduli, baginya menyelamatkan bisnis dari lelaki yang dicintainya tersebut adalah hal terpenting saat itu. Pada akhirnya Koh Cheu pun datang menemui Ray, Koh Cheu lalu menyerahkan seluru kekayaanya untuk menyelamatkan bisnis Ray. Karena merasa bersalah telah mengabaikan permintaan Ray agar tidak menghubungi kakeknya, Vin pun ikut pulang bersama Koh Cheu. hal ini nampak pada kutipan berikut. “Ray mengantar Koh Cheu dan Vin ke bandara malam harinya. Anggrek Putih Dari Timur dengan mata sembab memutuskan ikut pulang.” (RTDW 385). Kutipan di atas menggambarkan, super ego Vin yang nampak melalui tingkah lakunya memutuskan ikut bersama Koh Cheu, kembali ke kotanya. Dengan wajah yang menyisakan kesedihan, Vin mengakhiri masa-masa belajarnya bersama Ray lelaki yang amat dicintainya. Dari hasil analisis super ego Vin dapat disimpulkan bahwa, Vin sangat mencintai Ray, meskipun ia tahu bahwa Ray tidak ingin melibatkan Koh Cheu, namun ia tetap nekat menghubungi kakeknya tersebut. Semua yang ia lakukan demi Ray, ia tidak ingin melihat kesedihan terpancar di raut wajah Ray. oleh karena itu ia mengabaikan keinginan Ray, Vin meyakinkan hatinya untuk tetap menolong Ray hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke kotanya bersama kakeknya. 4.1.3.4 Tokoh Koh Cheu Koh Cheu memutuskan untuk menolong Ray, meskipun ia akan kehilangan seluruh hartanya. Ia rela menjual seluruh harta yang berpuluh-puluh tahun ia kumpulkan demi menyelamatkan perusahaan Ray. Hal ini nampak pada kutipan berikut. “KOH Cheu ringan-hati memutuskan menjual seluruh kekayaanya untuk menyelamatkan Ray, menutup seluruh pinjaman konsorsium itu dengan hartanya, dan sebagai gantinya
mendapat separuh kepemilikan bisnis Ray yang sama sekali tidak ada harganya lagi.” (RTDW; 385). Kutipan di atas, menggambarkan keikhlasan Koh Cheu menyelamatkan Ray dari keterpurukannya. Super ego yang nampak pada kutipan tersebut, ketika Koh cheu memutuskan menjual seluruh kekayaanya tanpa berfikir panjang demi menyelamatkan bisnis Ray. Koh Cheu tahu dampak yang akan terjadi ketika seluruh hartanya digunakan untuk menyelamatkan bisnis Ray. Namun, Koh Cheu pasrah dengan apa yang akan menimpanya nanti, meskipun ia akan jatuh miskin keinginannya untuk menyelamatkan Ray adalah tujuannya saat itu. Hal tersebut nampak pada Kutipan berikut. “Hanya orang bodoh yang melakukan itu. Tapi Koh Cheu tidak peduli, dia menandatangani kesepakatan dengan Mister Liem, kepala konsorsium pendanaan proyek ladang minyak Ray hari itu juga. Mengalihkan seluruh kekayaan bisnisnya dalam sekejap. Taipan dari kota timur itu kehilangan segalanya.” (RTDW; 385). Kutipan di atas, menggambarkan kepasrahan Koh Cheu akan nasibnya. Ia tidak peduli dengan kebodohannya yang mengorbankan seluruh hartanya hanya untuk menyelamatkan bisnis Ray. Super ego yang nampak pada kutipan di atas ialah ketika Koh Cheu memutuskan untuk menandatangani kesepakatan untuk mengalihkan hartanya demi menolong bisnis mantan pekerja bangunannya tersebut. Dari hasil analisis super ego Koh Cheu, dapat disimpulkan bahwa Koh Cheu memutuskan mengalihkan kekayaanya untuk menyelamatkan bisnis Ray yang sedang terancam, keputusan Koh Cheu tersebut tidak semata-mata karena keinginan dari cucunya. Namun hal tersebut di dasari oleh keinginanya sendiri yang telah merebut kebahagiaan Ray sejak Ray berumur 2 tahun.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Kepribadian Tokoh Ray dalam Novel RTDW Karya Tere Liye Berdasarkan analisis kepribadian yang telah diulas dalam hasil penelitian di atas, maka id yang nampak pada kepribadian Ray terdiri dari beberapa macam peristiwa yakni, ketika ia menghabiskan waktu selama 16 tahun di panti asuhan yang sangat dibencinya tersebut, id yang nampak ialah kebencian Ray kepada penjaga panti yang sering menyiksanya. id yang nampak berikutnya adalah keingintahuannya atas jati dirinya, selain itu keinginan untuk menjadi orang jahat merupakan salah satu id Ray yang paling menonjol, karena ia menganggap Tuhan tidak pernah adil dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupannya. Oleh karena itu keinginanya menjadi orang jahat semakin menggebu-gebu. Kehadiran id tersebut dalam kehidupan Ray disebabkan pahit getirnya kehidupan yang ia alami sejak tinggal di panti asuhan, yang kemudian mendorongnya untuk berbuat kejahatan, meskipun terkadang ia melakukan hal baik. Namun jika diperhadapkan dengan masalah yang berhubungan dengan orang-orang yang disayanginya maka id Ray untuk menjadi orang jahat muncul begitu saja, dan ia sering menyalahkan Tuhan atas semua musibah yang menimpanya. Untuk memenuhi kebutuhan dalam melaksanakan id yang merupakan hasrat yang timbul dalam hati, maka diperlukan sistem lain yang dapat mengarahkan keinginan tersebut menjadi suatu hal yang nyata, yaitu sistem ego. Dari analisis hasil penelitian, ego yang nampak pada tingkah laku Ray yaitu perlawanan terhadap siapapun yang menentang dirinya. Selain itu, ego Ray nampak pula pada keberaniannya untuk mencuri brangkas milik penjaga panti dan setelah itu ia melarikan diri dari panti tersebut. Menghabiskan waktu di jalanan, berfoya-foya dengan uang hasil curian hingga akhirnya mendapat musibah. Setelah menjalani operasi akibat musibah yang menimpanya beberapa waktu lalu, untuk pertama kali di dalam hidupnya ia merasakan kebahagiaan ketika tinggal bersama
anak-anak rumah singga yang telah membawa perubahan baik baginya. Namun hal itu tidak berlangsung lama ketika kembali kebaikannya diuji oleh Tuhan dengan memberikan cobaan yang membuat ia berkali-kali masuk penjara akibat berkelahi dengan para preman yang meregut kebahagiaannya bersama anak-anak rumah singgah. kehadiran Ego dalam kepribadian Ray disebabkan berbagai macam masalah yang tiada henti menghujamnya. Super ego yang nampak dalam kepribadian Ray ialah, saat ia memutuskan untuk pergi dari panti asuhan yang dibencinya tersebut, dan saat ia memutuskan untuk meninggalkan orangorang yang disayanginya juga kenangan yang membuat ia kembali mengingat almarhumah isterinya. Ray seringkali membuat suatu keputusan untuk menentramkan hatinya ketika ia diperhadapkan dengan masalah yang begitu rumit.
4.2.2 Kepribadian Tokoh Plee dalam Novel RTDW Karya Tere Liye Id yang nampak pada kepribadian Plee yaitu, kekaguman Plee terhadap Ray, Plee yakin atas kecerdasan dan bakat yang dimiliki Ray. Meskipun tidak diungkapkannya secara langsung. Plee meyakini kemampuan Ray dalam segala hal, oleh karena itu ia menawari Ray sebuah pekerjaan. Ia mengajak Ray untuk menjadi patnernya. Pemuasan id Plee atas kekagumannya terhadap Ray menjadi salah satu tujuan utama Plee. Ego bertindak sebagai pengarah individu kepada objek yang bersifat nyata. Keberadaan ego ialah, untuk memuasakan apa yang mejadi dasar dari keinginan atau kebutuhan yang akan dilakukan. Berdasarkan hasil analisis di atas, maka ego yang tercermin melalui tingkah laku Plee ialah, kemampuannya dalam mengendalikan diri dengan lawan bicaranya serta keberaniannya untuk menyelamatkan nyawa Ray dan menyerahkan diri ke polisi yang telah mengetahui aksi pencurian yang melibatkan dirinya dan Ray. Plee bahkan dengan egonya berani, menembak
sendiri pahanya untuk menutupi jejak Ray. kehadiran ego Plee diakibatkan rasa bersalahnya kepada Ray yang ternyata merupakan korban masa lalunya. Oleh sebab itu ia rela dihukum gantung untuk menyelamatkan pemuda yang telah menjadi patnernya dalam aksi pencurian hebat tersebut. Dari hasil analisis di atas, maka super ego Plee, Nampak pada keputusannya untuk menyelamatkan Ray, dengan menyerahkan diri kepada polisi yang saat itu telah mengepungi rumahnya. Ia menyembunyikan keberadaan Ray, sementara tekadnya telah bulat untuk menutupi kesalahan Ray, dan mengakui bahwa hanya dialah yang terlibat dalam aksi pencurian berlian seribu karat tersebut. 4.2.3 Kepribadian Tokoh Vin dalam Novel RTDW Karya Tere Liye Id yang nampak pada kepribadian Vin ialah, kekagumannya terhadap Ray, serta keinginannya yang secara tidak langsung menggantikan posisi almarhumah istri Ray. kainginan tersebut ia wujudkan dengan selalu berada di samping lelaki yang usianya terpaut lebih tua dari usianya tersebut. Kecemasan yang timbul dalam benak Vin ketika semua yang ia lakukan kepada Ray, tidak pernah mendapat tanggapan serius dari Ray, oleh karena itu terkadang ia termenung menebak-nebak perasaan Ray kepadanya. Terkadang ia berharap agar perasaannya di sambut oleh Ray, tapi itu hanyalah sekedar harapan yang tidak bisa dipastikan apakah akan terwujud atau malah sebaliknya. Dari analisis hasil penelitian, ditemukan bahwa ego Vin nampak pada tingkah lakunya, yang ingin selalu bersama Ray, lelaki pujaannya. Ia mau mengorbankan apapun untuk Ray, termasuk memberitahukan kepada kakeknya untuk membantu Ray menangani musibah yang menimpa bisnis Ray, sehingga mengakibatkan kerugian besar terhadap bisnis maupun perusahaan Ray. keberaniannya memberitahukan kakeknya tersebut, ditentang oleh Ray. akan
tetapi Vin tidak peduli, baginya hal utama yang harus ia lakukan saat itu ialah menyelamatkan perusahanaan maupun bisnis lelaki yang ia cintai tersebut. Ego yang nampak pada kepribdian Vin tersebut didasari oleh keinginan id nya yang menginginkan Ray menjadi pasangan hidupnya, meskipun hal tersebut mustahil baginya namun ia tetap berusaha untuk menyelamatkan Ray. Super ego yang nampak melalui tingkahlaku Vin, terlihat pada kebimbangannya untuk menetapkan pilihan, apakah ia harus menyelamatkan Ray tapi dengan menyelamatkan Ray tentu saja membuat ia harus meninggalkan lelaki pujaannya tersebut, ataukah ia harus berada disisi Ray, dan berdiam diri menatap kepedihan yang terpancar dari raut wajah Ray yang saat itu terpukul ketika mengetahui bisnis yang dibangunnya itu mengalami kerugian besar. Akhirnya Vin menetapkan pilihannya untuk menyelamatkan bisnis Ray, meskipun harus mengorbankan perasaanya. Keputusan itulah yang merupakan super ego Vin, yang akhirnya menyelamatkan Ray dari keterpurukan. 4.2.4 Kepribadian Tokoh Koh Cheu dalam Novel RTDW Karya Tere Liye Dari hasil analisis di atas, id yang nampak pada kepribadian Koh Cheu adalah, ketika ia merasa bersalah terhadap kekejamannya dulu yang sering menyingkirkan pengusaha-pengusaha lain dengan cara yang licik dan juga menyesali perbuatannya yang mengakibatkan Ray kehilangan orang tuanya. Penyesalan tersebut merupakan id koh Cheu yang tidak pernah ia ungkapkan secara langsung kepada Ray. Ego yang nampak dari hasil penelitian di atas ialah, ditunjukkan Koh Cheu melalui tingkah lakunya yang bersikeras membantu Ray yang saat itu mengalami kesulitan. Ego Koh Cheu untuk bersikeras membantu Ray sebenarnya berdasarkan keinginan id nya untuk menebus kesalahannya kepada Ray yang tidak tahu apa-apa tentang keterlibatan Koh Cheu terhadap masa
lalunya. Oleh karena itu ia rela memberikan seluruh kekayaannya untuk menutupi bisnis Ray yang mengalami kerugian besar. Dari hasil analisis penelitian di atas, super ego yang nampak pada perilaku Koh Cheu adalah, ketika ia memutuskan untuk menyerahkan semua kekayaannya demi menyelamatkan Ray. keputusannya tersebut sangat merugikan ia pribadi namun, hal itu ia lakukan karena mengingat betapa kejamnya ia dulu yang tega membakar perumahan tempat Ray tinggal sehingga menewaskan kedua orang tua Ray. oleh karena itu ia sangat iklas dengan apa yang ia berikan kepada Ray, dengan harapan agar dosanya selama ini dapat ia tebus, meskipun sampai akhir hayatnya, ia tidak memberitahukan secara langsung perbuatan kejinya dulu kepada Ray.