BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Tokoh Punakawan Cungkring pada Wayang Kulit Purwa Indramayu Para punakawan menggambarkan konsepsi kebudayaan yang sifatnya universal yang tidak bertolak belakang dengan keadaan apapun. Punakawan salah satu pelaku tambahan (kedua) baik dalam pagelaran wayang kulit maupun dalam pertunjukan cerita dalam sandiwara, topeng dan lain sebagainya. Tugas punakawan biasanya adalah untuk mengiring pelaku utama (satria) dan selain itu juga punakawan merangkap menjadi pelawak (bodor) yang menciptakan banyolan-banyolan, lelucon, guyon dan tingkah laku yang membuat bahan tertawa. Wayang-wayang tokoh punakawan ini gunanya untuk penggelitik hati/lelucon. Di dalam suatu hal yang bersifat hiburan gelak dan tertawa itu diperlukan, lebih-lebih bila suatu pertunjukan tidak ada humornya, tentu tidak menarik. Di setiap lakon atau cerita dalam wayang kulit purwa di Indramayu, tokoh punakawan selalu ada. Tokoh punakawan biasanya muncul pada saat adegan ”gorogoro”/ ”gara-gara”, yaitu adegan dimana cerita dalam wayang keadaanya sedang ricuh. Adegan goro-goro yaitu munculnya seorang satria yang diiringi oleh punakawan. Tugas punakawan disini adalah bukan hanya mengiring saja melainkan sebagai tokoh yang tugasnya untuk mengingatkan satria untuk kejalan yang benar ketika satria itu menyimpang dari jalan yang diridoi oleh Allah SWT. Sudah jelaslah yang dipaparkan di atas, bahwa punakawan adalah sebagai pengikut seorang satria, dengan demikian peranan punakawan sangat penting sekali. Sesuai dengan peranannya, punakawan sebagai teman atau pengikut satria, hal ini juga sesuai dengan pengertian punakawan tersebut yang berarti teman. Hal senada tentang
pengertian punakawan dipaparkan oleh Bapak Rusmanto (seorang dalang wayang kulit pada lingkung seni ”Langen Kusuma” Indramayu). ”Punakawan adalah berasal dari kata pana yang berarti weruh (Jawa) yaitu tahu, dan dari kata kawan yang berarti batur (Jawa) yaitu teman. Jadi, punakawan adalah mengetahui tentang teman. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan mengetahui tentang teman adalah tentang sikap toleransi terhadap sesama”. (Wawancara, 14 November 2007). Jadi, dengan demikian perlu dijelaskan bahwa di dunia ini kita tidak sendiri melainkan kita harus banyak teman. Adapun pepatah mengatakan teman seribu masih kurang, akan tetapi musuh satu banyak sekali. Punakawan artinya tahu atau mengetahui tentang kepentingan umum (masyarakat), jiwa sosial yang selamanya mengabdi dan berbakti. Pengertian punakawan berarti sahabat yang setia menemani di dunia atau pun akherat. Punakawan juga bisa disebut sebagai seorang pengikut atau pembantu atau disebut juga dengan pengiring. Pengikut atau pembantu disini adalah membantu kepada seseorang yang dianggapnya pemimpin (bos).
Jadi, punakawan artinya seorang
pembantu dalam hal strata sosial antara pimpinan dengan bawahan. Bapak Rusmanto menambahkan bahwa punakawan bisa disebut dengan pawongan. Pawongan berasal dari kata Pa-Uwong-an, awalan kata Pa perubahan dari kata Ka, kata Uwong (Jawa) artinya manusia, ditambah akhiran –an. Jadi, punakawan artinya kemanusiaan. Pawongan biasa disebut juga dengan teman yang setia mendampingi sepenuh hati para pemimpin atau majikan (satria) dalam keadaan senang, maupun dalam keadaan susah, sedih, sengsara dan lain sebagainya punakawan selalu setia dalam artian mengabdikan diri sepanjang zaman. Wayang kulit purwa di Indramayu tokoh punakawannya sangat kental dengan syarat humornya. Tokoh punakawan pada wayang kulit purwa Indramayu terdiri dari
Semar, Bagong, Dewala, Gareng, Bitarota, Bagalbuntung, Curis, Ceblok dan Cungkring. Kesembilan tokoh punakawan ini melambangkan Wali Songo (sembilan wali). Dari kesembilan tokoh punakawan ini penulis ingin membatasi dengan mengambil satu tokoh yaitu Cungkring. Menurut Bapak Rusmanto (seorang dalang wayang kulit purwa pada wayang kulit purwa lingkung seni ”Langen Kusuma” Wawancara 14 November 2007), memaparkan bahwa Cungkring berasal dari kata ”pring tutul anu ngacung”. Artinya pring (Jawa) adalah bambu, tutul artinya totol-totol atau bintik-bintik kehitaman atau kemerahan, sedangkan ngacung artinya adalah mengacung atau tumbuh atau muncul kepermukaan. Jadi, Cungkring berasal dari kata bambu berbintik yang baru tumbuh. Cungkring juga berasal dari dua kata yang digabungkan yaitu: kata ”cung” dan kata ”kring”. Kata ”cung” yaitu kacung (Jawa), yang artinya bocah (anak). Sedangkan kata ”kring”, yaitu ”nangkring” (Jawa), yang artinya bertengger. Jadi, kata Cungkring bisa dikatakan sebagai anak kecil yang sedang bertengger atau suka bertengger di tempat yang tinggi. Maksudnya anak kecil disini adalah masyarakat bawah atau masyarakat kecil atau rakyat
biasa
yang
sedang
memperhatikan
pemimpinnya
dalam
mengatur
pemerintahannya, jika pemimpin tersebut menyimpang dari jalan yang diridoi oleh Allah SWT, maka anak kecil (masyarakat) tersebut turun untuk mengatur atau memperingatkan pemimpinnya ke jalan yang benar. Cungkring adalah punakawan dipihak keturunan yang menjadi titisan Wisnu. Cungkring tidak disebutkan dalam kitab Mahabarata atau Ramayana atau pun dalam kitab pewayangan yang lainnya. Jadi, tokoh punakawan Cungkring kehadirannya didalam dunia pewayangan merupakan gubahan para Wali Songo dan para pujangga atau ahli dari Jawa.
Menurut Bapak Rusmanto menambahkan bahwa Cungkring bisa disebut dengan Petruk, nama lainnya adalah Sanghyang Perwala, Suragendila, Dublayjaya, Pentung Pinanggul dan Kantong Bolong. Sanghyang Perwala artinya orang pintar yang mengenai segala hal. Suragendila artinya berani bertindak terhadap hal yang sifatnya menyimpang dari ajaran agama. Dublayjaya artinya sederhana. Pentung Pinanggul artinya selalu membuang hal-hal yang tidak baik ketika muncul. Kantong Bolong artinya adalah kantung yang berlubang, artinya setiap manusia harus berzakat dan menyerahkan jiwa dan raganya kepada sang pencipta secara ikhlas tanpa pamrih seperti berlubangnya kantung tanpa penghalang. Menurut paparan oleh Bapak Rusmanto, Cungkring itu nama aslinya Sanghyang Perwala yang hidup di khayangan. Bentuk wajah tampan dan badannya tegap layaknya seorang satria. Ia adalah seorang putra pendeta Raksasa yang sakti mandraguna di pertapaan dan bertempat tinggal di dalam laut. Sanghyang Perwala sangat gemar bersenda gurau, baik dengan ucapan maupun tingkah lakunya dan senang berkelahi.
Gambar 1. Tokoh punakawan Cungkring pada wayang kulit purwa Indramayu (Foto: Dokumentasi penulis, 2007)
Sanghyang Perwala adalah seorang yang pilih tanding ditempat kediamannya (di dalam laut). Oleh karena itu, ia ingin berkelana guna menguji kekuatan dan kesaktiannya. Di tengah perjalanan ketika sedang berkelana, ia bertemu dengan seorang satria yang sakti mandraguna bernama Bambang Sukakadi dari pertapaan Bluluktiba yang pergi dari padepokannya untuk berkelana. Pada waktu bersamaan mereka bertemu dan langsung saling mengejek dan saling mengolok-olok sehingga terjadi pertempuran yang sangat dahsyat yang tidak tertandingi. Mereka saling pukul, saling menendang, injak menginjak sehingga tubuh mereka menjadi rusak dan cacat serta berubahlah wajah mereka menjadi jelek. Perkelahian itu terlihat oleh Semar dan Bagong kemudian mereka menghampiri kedua satria yang berubah wujudnya menjadi rusak akibat perkelahian yang maha dahsyat itu, maka Semar dan Bagong merasa kasihan dan memberikan nasihat kepada keduanya. Kedua orang satria tersebut menjadi terpesona akibat mendengar pepatah yang dikeluarkan oleh Semar, dan kedua satria tersebut kemudian mengabdikan dirinya untuk diangkat menjadi murid dan anaknya, kemudian oleh Semar kedua orang itu diangkatnya menjadi murid dan anaknya serta mengubah nama Sanghyang Perwala menjadi Cungkring sedangkan Bambang Sukakadi menjadi Gareng.
Menurut cerita pewayangan, Cungkring mempunyai seorang istri bernama Dewi Ambarawati, putrinya Ambarasraya raja negara Pandansurat. Cungkring mendapatkan istri dari mengikuti sayembara perang tanding. Dari perkawinannya itu Cungkring mendapatkan seorang putra bernama Lengkung Kusuma. Di dalam cerita wayang kulit purwa Indramayu menurut Bapak Rusmanto, Cungkring sering disebut dengan istilah kata tibane kejengking (Jawa), artinya jatuhnya tersungkur ketanah, ketika berkelahi dengan Bambang Sukakadi. Cungkring di Jawa (Jawa Tengah Jawa Timur dan Jogjakarta) lebih dikenal dengan sebutan Petruk. Menurut Bapak Rusmanto, kata Petruk itu berasal dari bahasa Arab yaitu Fat-ruk kulla maa siwallahi, yang artinya tinggalkan semua apapun selain Allah SWT. Kalimat tersebut dijadikan oleh para Wali Songo ketika menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Cungkring jika dibandingkan dengan tokoh punakawan yang lainnya sangat mencolok. Ia mempunyai ciri khas mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ketika Cungkring dan para tokoh punakawan yang lainnya tampil selalu di tandai dengan ”gorogoro”. Cungkring ketika muncul menari dengan hebatnya dan dengan ciri khasnya yaitu tangan kanan kedepan dan tangan kiri kebelakang dengan gerakan ditunjuk-tunjukkan serta gaya yang bebas.
B. Gerakan Tokoh Punakawan Cungkring pada Wayang Kulit Purwa Indramayu Sebagaimana dalam bahasa sehari-hari, sebagai upaya untuk berkomunikasi tidak jauh dari gerak, begitu juga dengan wayang kulit purwa Indramayu ketika berkomunikasi maka gerakan sangat diperlukan sekali.
Berbicara masalah gerak pada wayang kulit purwa Indramayu dengan gerak orang yang sedang menari sangat berbeda. Perbedaan disini dilihat dari yang bergeraknya, yaitu wayang dan manusia. Gerakan pada wayang kulit purwa Indramayu tidak semudah dan sebebas atau seindah pada gerakan manusia ketika sedang menari, karena wayang kulit purwa Indramayu adalah boneka yang terbuat dari kulit binatang. Gerakan pada wayang kulit purwa Indramayu sama seperti gerakan pada manusia yang menari yaitu membutuhkan ruang, ritme, tenaga dan sebagainya. Namun, gerakan pada wayang kulit purwa Indramnayu dibatasi dengan keadaan wayang, maksudnya karena wayang terbuat dari kulit. Penataan gerak pada wayang kulit purwa Indramayu sangat terpaku pada setiap tokoh. Gerakan tokoh satria tentu akan berbeda dengan gerakan tokoh ponggawa, danawa, putri dan punakawan hal ini karena pada wayang kulit purwa Indramayu mempunyai ciri khas tertentu dalam bergerak. Setiap gerakan pada wayang kulit purwa Indramayu memiliki maksud tertentu, hal ini dikarenakan fungsi tokoh tersebut apakah sebagai satria, ponggawa, danawa atau punakawan. Cungkring adalah salah satu tokoh punakawan yang memiliki gerakan yang tersendiri. Gerakan Cungkring yang sangat sederhana tersebut, didalamnya mempunyai arti simbol atau maksud yang tertentu. Dilihat dari fisiknya yang tinggi atau jangkung serta tangan yang panjang membuat tokoh punakawan Cungkring ini membuat gerakannya yang bebas. Menurut Tati Narawati (2003, 121) ada empat kategori gerak dalam komposisi tari, yaitu: gerak berpindah tempat (locomotion), gerak murni (pure movement), gerak maknawi (gesture) dan gerak penguat ekspresi (baton signal). Dari keempat kategori
gerak dalam komposisi tari tersebut, gerakan Cungkring sangat berhubungan sekali, dan keempatnya sangat tepat sekali dengan Cungkring. Gerakan berpindah tempat (locomotion) pada tokoh punakawan
Cungkring
misalnya ketika berpindah tempat dari satu tempat ketempat yang lainnya dengan cara berjalan, loncat-loncat ataupun gerakan tangan yang menunjuk-nunjukan ke atas dan ke bawah. Gerak murni (pure movement) pada tokoh Cungkring seperti mengacungkan tangan depannya ke atas dan tangan belakangnnya ke bawah. Gerak maknawi (gesture) pada gerakannya seperti menunjukan ke atas dan ke bawah memiliki maksud, makna dan simbol-simbol tertentu. Gerakan maknawi ini, fungsinya lebih untuk kesimbol-simbol tertentu. Gerakan maknawi ini, fungsinya lebih untuk kesimbol-simbol gerak. Gerak penguat ekspresi (baton signal) ini digunakan untuk menamakan gerakan-gerakan tangan pada gerakan Cungkring. Fungsi gerak penguat ekspresi (baton signal) lebih untuk memperkuat dialog yang diucapkan oleh sang dalang, sehingga dialog itu menjadi lebih komunikatif dan lebih hidup ketika sedang berbicara diatas pentas. Menurut Tati Narawati (Doris Humphrey 2003, 122) membedakan secara garis besar desain-desain gerak menjadi dua, yaitu yang simetris dan yang asimetris. Gerakan yang simetris menghadirkan sentuhan emosional sederhana tetapi kokoh, tetapi bila terlalu banyak digunakan akan menghadirkan rasa bosan. Adapun pola yang asimetris akan menghadirkan sentuhan emosional kurang kokoh tetapi dinamis serta menarik. Menurut penjelasan di atas, gerakan Cungking termasuk ke dalam gerakan yang simetris, karena gerakan Cungkring yang menghadirkan gerakan yang monoton dan membosankan. Didalam gerakan, kita mengenal adanya volume gerak, volume gerak
adalah besar kecilnya gerakan. Gerak tokoh punakawan Cungkring volume geraknya besar yaitu terbuka dan lepas. Menurut Bapak Rusmanto (seorang dalang wayang kulit purwa Indramayu pada lingkung seni ”Langen Kusuma”. Wawancara 14 November 2007) mengatakan bahwa, gerakan tokoh punakawan Cungkring pada wayang kulit purwa Indramayu memiliki simbol-simbol yang banyak sekali jika dipelajari. Gerakannya sungguh mempunyai makna yang mendalam apabila kita cermati dengan rasa yang paling dalam pada diri kita. Gerak Cungkring yang sederhana memiliki makna yang tersendiri, misalnya dari gerakan berjalan. Gerakan berjalannya Cungkring yang pincang mempunyai arti tersendiri bahwa hidup itu harus berhati-hati dan waspada. Hidup matinya gerakan tokoh punakawan Cungkring pada wayang kulit purwa Indramayu tergantung pada kepandaian seorang dalang dalam memainkannya. Semakin pandainya seorang dalang dalam menggerakkan Cungkring, maka semakin hiduplah Cungkring dalam bergerak dengan berbagai variasi gerakan. Cungkring yang hanya digerakkan tangan yang diacungkan, gerakan lain seperti meloncat, berguling atau bergoyang merupakan kepandaian seorang dalang dalam memainkannya. Bapak Rusmanto pun menambahkan bahwa, gerakan Cungkring yang sederhana, bebas monoton ini menggambarkan bahwa hidup Cungkring yang sederhana, bebas merupakan sifatnya. Gerakan Cungkring yang bebas mencerminkan bahwa hidup di dunia ini bebas bagaikan burung terbang dilangit, dalam kebebasan ini kita harus tahu batasan-batasannya. Gerakan yang sederhana hanya mengandalkan kedua tangan yang diacungkan kedepan dan kebelakang ini mengandung lambang atau simbol tersendiri. Gerakkan tangan kanan yang diacungkan kedepan atau keatas merupakan lambang
tentang kaidah hidup, yang artinya bahwa masa depan yang harus diraih dengan kerja keras yang sesuai dengan perintah agama. Segala perbuatan dan tingkah laku yang untuk kedepan hendaknya disesuaikan dengan aturan agama. Gerakan tangan kiri yang menunjukkan ke bawah merupakan gambaran tentang hal yang telah berlalu. Jadi, segala perbuatan yang telah dilakukan juga dipikirkan kembali, apakah itu perbuatan baik atau perbuatan buruk. Perbuatan baik merupakan cerminan untuk hari esok supaya lebih baik lagi, sedangkan perbuatan yang buruk dijadikan cerminan dihari esok supaya tidak terulang kembali. Gerakan Cungkring yang bebas, yang tidak ada aturan atau keluwesan bergerak, sehingga gerakan tersebut cenderung distorsi. Ketika bergerak Cungkring selalu disisipi dengan nyanyian–nyanyian yang ada hubungannya dengan kemanusiaan seperti kekeluargaan, kebersamaan, saling menghormati atau menghargai dan sebagainya. Ketika Cungkring sedang bergerak atau menari, biasanya diiring dengan gamelan dan lagu-lagu yang dibawakan oleh seorang sinden dengan lagu dangdut atau lagu tayuban. Gerakan Cungkring yang bebas ini membuat gerak tangan yang bebas pula, baik itu ke kanan, ke kiri ataupun kesamping. Pada wayang kulit purwa Indramayu pada tokoh punakawan Cungkring, dalam bergerak ada juga yang hanya melintas dan berjalan saja seperti biasa (tidak bergerak atau menari). Gerakan tersebut disesuaikan dengan keinginan seorang dalang. Bapak Rusmanto menambahkan bahwa, tubuh Cungkring yang tinggi dan didukung dengan tangan yang panjang mengibaratkan panjang juga segala hal, misalnya ilmunya yang tinggi, akhlaknya yang mulia. Panjang tangan Cungkring hingga mencapai
lutut kaki ini melambangkan ringannya tangan Cungkring dalam berbuat kebaikan, contohnya suka menolong, bergotong royong dan sebagainya
Gambar 2. Melangkrik atau walangkerik salah satu gerak tokoh punakawan Cungkring (Foto: Dokumentasi penulis, 2007)
Jadi, sudah jelaslah bahwa bentuk tubuh Cungkring yang jangkung, tinggi serta gerakan yang bebas tetapi monoton itu memiliki arti yang cukup luas, dalam artian bermakna kepada kaidah-kaidah agama dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk tangan Cungkring yang depan menunjuk dengan dua jarinya menyisipkan rokok ada makna
tersendiri yaitu dapur ngebul. Dua telunjuk mengartikan dua hal, yaitu ada siang dan ada malam, ada laki-laki dan ada perempuan, ada bapak dan ada ibu, ada kecil dan ada besar, ada jauh dan ada dekat dan sebagainya. Pemaknaan jari tangan depan Cungkring yang lain adalah ketiga jari ada ibu jari jempol, jari manis dan jari kelingking dirapatkan menjadi satu. Jari manis dirapatkan dengan kelinging dan ibu jari disimpan di atas dua jari tadi (kelingking dan jari manis). Makna dari hal tersebut adalah yang besar haruslah melindungi yang kecil, yang lemah dan sebagainya. Begitu juga dengan tangan depan menunjukkan dengan dua jari, sedangkan tangan belakang hanya mengepal saja. Hal ini memiliki arti yang tersendiri bahwa segala perbuatan yang dilakukan oleh Cungkring ada maknanya. Tangan yang paling depan yang mengacungkan dengan dua jari memiliki makna bahwa jika dalam suatu organisasi atau perkumpulan itu harus ada yang menjadi pemimpin dan harus ada yang menjadi wakilnya supaya menjadi terorganisir dan sedangkan jika semuanya ingin menjadi pemimpin maka suatu organisasi tidak akan berjalan mulus. Tangan belakang yang mengepal memiliki makna yaitu persatuan. Jika suatu organisasi atau perkumpulan dan bahkan negara jika ingin maju maka kita sebagai masyarakat haruslah bersatu. Dalam semua gerak tari pasti akan mengenal istilah koreografi. Berbicara masalah koreografi, Dedi Rosala dkk (1999, 34), mengatakan secara bahasa koreografi berarti seni mencipta dan mengubah tari. Struktur koreografi adalah susunan atau tata urutan ragam gerak suatu tarian, baik dilakukan secara berstruktur maupun tidak. Wayang kulit purwa Indramayu khususnya pada tokoh punakawan Cungkring tidak mempunyai susunan atau tata urut ragam gerak, karena gerakan Cungkring disesuaikan dengan keinginan seorang dalang dalam menggerakannya. Disetiap gerakan,
sebenaranya Cungkring memiliki gerakan yang khusus, keistimewaan gerak yang khas ini tidak terdapat pada gerakan wayang yang lainnya. Ada beberapa gerak Cungkring yang peneliti susun hasil wawancara dengan Bapak Rusmanto (seorang dalang wayang kulit purwa Indramayu pada lingkung seni ”Langen Kusuma”, yaitu sebagai berikut:
No
Gerak
Gerak
Pokok
Peralihan
Uraian
Keterangan Kategori Gerak
1
Melangkrik
-
Posisi
Cungkring Gerak
berdiam
di
Murni
tempat, (pure
tangan
belakang movement),
ditekukkan dan telapak yaitu tangannya
gerak
ditempelkan yang tidak ada
di pinggang, sedangkan maksudnya. tangan
depannya
diacungkan
ke
depan
lurus. 2
Melangkrik II
Melaku
Posisi
Cungkring Gerak
berjalan
ke
Murni
depan (pure
dengan tangan belakang movement), masih
ditekuk
dan yaitu
telapak
tangannya
gerak
di yang tidak ada
tempelkan ke pinggang, maksudnya sedangkan
tangan
depannya diacungkan ke depan agak menunjuk ke atas,
ke
bawah
dan
bahkan ditekukkan ke dalam atau ke belakang. 3
Melaku
Melaku biasa
Kedua telapak tangan Gerak
Murni
ditempelkan di pinggang (pure paling belakang dengan movement), tangan depan ditekukan yaitu ke
dalam,
gerak
sedangkan yang tidak ada
tangan
belakang maksudnya
mendekati tangan depan. 4
Melaku
Melaku
dengklang
Posisi
tangan
percis Gerak
Murni
seperi gaya pada gerak (pure melaku pada no. 3 tetapi movement), berjalannya pincang.
yaitu
gerak
yang tidak ada maksudnya 5
Nuding
Melaku
Kedua tanganya (depan Gerak dan
Murni
belakang) (pure
direntangkan
lurus movement),
dengan
bahu.
Tangan yaitu
depan
diluruskan
gerak
ke yang tidak ada
depan
begitu
juga maksudnya
dengan tangan belakang diluruskan ke belakang. 6
Nuding II
-
Posisi diam di tempat. Gerak Tangan
depan
tetap Berpindah
menunjukkan ke depan, tempat tetapi ditambah dengan (Locomotion) mengangkat ke
tangannya
atas
dan
menurunkannya bawah.
ke
Sedangkan
tangan belakangnya di putar-putarkan
atau
diayunkan dengan posisi ke
depan
dan
ke
belakang. 7
Ngengkreng
Ngewalik
Posisi seperti pada no.3
Gerak
Murni
(pure movement), yaitu
gerak
yang tidak ada maksudnya 8
Ngalung
-
Gerakan
seperti Gerak
meloncat dan kemudian Berpindah boneka
wayang tempat
Cungkring dilemparkan (Locomotion) oleh
dalang
samping
ke
arah
kanan
atau
samping kiri dalang.
C. Rias Tokoh Punakawan Cungkring pada Wayang Kulit Purwa Indramayu Merias merupakan bagian terpenting dalam penampilan. Tata rias tidak jauh dari wajah, maksudnya merias itu adalah menata wajah. Maksud menata disini adalah mempertajam bagian–bagian wajah seperti mata, hidung, mulut, telinga supaya sesuai dengan karakter yang diinginkan. Dedi Rosala dkk (1999:139), mengemukakan, bahwa fungsi tata rias adalah membantu mempertebal, mempertajam dan memperjelas garisgaris muka atau bahkan sebaliknya, mempertipis dan memperluas garis-garis muka yang akan ditutupi atau dihilangkan. Tata rias tidak jauh dari bahan-bahan kosmetik. Rias pada wayang kulit dari bentuk tatahan, atau sunggingan pada bagian muka wayang tersebut, seperti mata, mulut, hidung. Keahlian seorang dalam menatah wayang sangat diperlukan sekali, karena apabila penatahan wayang yang tidak memiliki keahlian maka bentuk wayang akan menjadi kurang sesuai dengan karakter yang diinginkan. Rias pada wayang kulit purwa merupakan salah satu ciri dari sifat tokoh wayang. S.Haryono (1991, 240) mengatakan bahwa ”dalam dunia pewayangan, wayang purwa terdapat tiga
bentuk wujud dan sifat wayang yang dapat digolongkan menurut wujudnya, yakni: wayang halusan, wayang gagahan, wayang brangasan atau kasaran”. Dari ketiga sifat wayang ini, bisa dilihat dari rias diwajahnya dan bentuk sunggingannya atau tatahannya. Merias merupakan fasilitas untuk menata atau mempertajam karakter yang diinginkan. Begitu juga pada wayang kulit purwa Indramayu setiap tokohnya memiliki rias yang khas. Menurut Bapak Suparma (seorang pengrajin wayang kulit purwa. Wawancara 12 November 2007) mengatakan bahwa, rias dalam wayang kulit purwa Indramayu merupakan pembentukan karakter atau watak, sebagian besar terwujud dalam bentuk muka, yaitu dalam bentuk sikap dan warnanya. Jadi, pengkarakteran setiap tokoh ada pada riasnya. Bapak Suparma menambahkan bahwa, pembuatan bentuk muka pada wayang kulit purwa Indramayu sudah menjadi pakem, jadi tidak bisa dirubah lagi. Bentuk rias mencerminkan peranan tokoh. Bentuk pembuatan pada rias tidak jauh dari namanya wanda atau gaya. Pembuatan wanda atau gaya dibuat berdasarkan kesepakatan para ahli pembuatan wayang, yang sesuai dengan ungkapan dan makna yang ingin ditampilkan. Tokoh punakawan Cungkring memiliki rias yang khas, sama sekali berbeda dengan tokoh yang lainnya. Oleh karena itu, tokoh punakawan Cungkring ini tidak bisa ditunjuk secara pasti jenis raut yang bisa mewakilinya. Sesuatu yang umum bisa diamati pada raut tokoh punakawan adalah garis-garis yang menggambarkan kejenakaan. Keunikan
rias pada tokoh punakawan merupakan gambaran individu yang berbeda
dengan tokoh yang lainnya. Rias pada tokoh punakawan Cungkring hanya mengedepankan sisi kejenakaan atau kelucuan saja sehingga riasnya pun mengarah pada
penampilan yang aneh pula, bisa juga dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter yang aneh. Rias yang dipakai oleh Cungkring adalah jenis rias karakter
Gambar 3. Bentuk rias keseluruhan tokoh punakawan Cungkring (Foto: Dokumentasi penulis, 2007) . Untuk menganalisis rias pada wayang kulit purwa pada tokoh punakawan Cungkring digunakanlah analisa yang sangat mendetail, yaitu dengan cara mambaca atau memperhatikan wajah dengan mempertimbangkan garis-garis mata, alis, hidung, mulut beserta kumisnya. Rias pada tokoh punakawan Cungkring sangat sederhana sekali. Kesederhanaan ini mencerminkan bahwa Cungkring sebagai punakawan. Rias dalam wayang kulit purwa Indramayu merupakan pembentukan karakter atau watak, sebagian besar terwujud dalam bentuk muka, yaitu dalam bentuk sikap dan warnanya. Raut muka pada wayang kulit purwa Indramayu pada tokoh punakawan Cungkring mengutamakan pelukisan watak dasar lahir dan batin manusia Indramayu. Perwujudan watak dasar itu dilukiskan dalam pola bentuk dan warna raut muka atau wajah, yaitu pada pola bentuk mata, bentuk
hidung, bentuk mulut, warna muka, posisi muka dan juga pada posisi perbandingan ukuran tubuh. Soekatno (1992, 31) memaparkan bahwa” raut muka sesuatu wayang memberikan jiwa wayang itu. Posisi atau letak bagaian-bagiannya memegang peranan penting agar wayang itu hidup dan menarik”. Wayang kulit purwa Indramayu bentuk mulut, mata dan hidungnya tidak begitu jauh dengan wayang kulit purwa Jawa. Tokoh punkawan Cungkring pada wayang kulit purwa Indramayu memiliki ciri khas dalam bentuk raut muka, bentuk hidung, bentuk mata, bentuk mulut karena perwujudan berbagai bentuk riasnya sudah menjadi pakem, membuat Cungkring semakain khas. Beberapa ciri khas rias atau raut muka Cungkring pada wayang kulit purwa Indramayu yang dipaparkan oleh Bapak Rusmanto (seorang dalang wayang kulit purwa pada lingkung seni ”Langen Kusuma”. Wawancara 14 November 2007), yaitu sebagai berikut: 1. Mata, bentuknya juling. 2. Hidung, bentuknya panjang, hal ini disesuaikan dengan bentuk tubuhnya yang panjang atau tinggi atau jangkung. 3. Mulut, bentuknya gusen, yaitu tertawa kecil atau tersenyum kecil. Bibir tebal dan gigi satu biji. 4. Warna wajah, warnanya bebas sesuai dengan kesukaan para dalang dan pembuat wayang, namun pewarnaan wajah Cungkring pada wayang kulit purwa Indramayu yang bebas ini tetap dengan ciri khasnya yaitu bentuk berbintik selalu ada. Bentuk permukaannya dipenuhi dengan bintik-bintik. Permukaan wajah Cungkring yang berbintik-bintik ini disesuaikan dengan asal mulanya Cungkring dari kata ’pring tutul
anu ngacung’ (bambu tutul berbintik yang mengacung menjulang tinggi). bentuk kepalanya lonjong, lehernya panjang, bentuk sikap kepalanya menunduk. 5. Alis, kumis dan jambang. Bentuk alisnya ditulis tipis yang mengikuti bentuk mata. Kumis bentuknya tipis memanjang mengikuti bentuk mulut dan sedangkan pangkal jambangnya tebal, serta ujungnya tipis.
Bentuk rias tokoh punakawan Cungkring pada wayang kulit purwa Indramayu yang telah dipaparkan oleh Bapak Rusmanto di atas akan diperinci, yaitu sebagai berikut: 1.
Mata Bentuk mata Cungkring adalah bulat besar, juling. Bentuk mata seperti ini
jelaslah bentuk mata yang khas jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh punakawan yang lainnya, karena tokoh yang mempunyai model mata seperti ini biasanya ada unsur humornya baik tingkah laku ataupun ucapan, perbuatan dan lain sebagainya dan selain itu juga banyak ada unsur geli atau mentertawakan. Bentuk mata Cungkring yang semacam ini, mempunyai maksud yang tersendiri jika kita lihat dan perhatikan dengan secara mendalam. Bentuk mata ini memiliki arti, yaitu kewaspadaan, maksudnya kewaspadaan terhadap hal-hal yang kurang baik. Disini kita bisa lihat mana yang baik dan mana yang tidak baik. Bentuk mata Cungkring yang bulat mengartikan betapa bulatnya bumi ciptaan Allah SWT yang kita tempati di dalam bumi yang bulat ini. Semua ciptaan Allah SWT dari manusia, hewan, tumbuhan dan yang lainnya merupakan maha segalanya Allah SWT itu. Begitu juga dengan mata Cungkring yang bulat seperti bumi di dalamnya terdapat berbagai macam hal maksudnya adalah
berbagai penglihatan Cungkring ketika hidup sampai mati ada beberapa hal yang dilihat yaitu hal yang baik dan hal yang buruk.
Gambar 4. Bentuk mata pada tokoh punakawan Cungkring (Foto: Dokumentasi penulis, 2007) Warna putih pada mata Cungkring melambangkan kesucian. Kesucian ini ditujukan ke bumi yang masih kosong yang telah diciptakan oleh Allah SWT yang begitu luas dan bersih dari segala perbuatan yang mengakibatkan dosa. Hazim Amir (1994, 124) mengatakan bahwa ”kesucian adalah kesucian yang sempurna, yang mengandung semua kesempurnaan yang ada pada wayang, dan kesucian sejati, yaitu kesucian yang utuh, menyatu atau terpadu, benar, adil, penuh dengan kasih sayang, penuh dengan tanggung jawab, kuat, berkuasa dan sebgainya. 2.
Hidung. Bentuk hidung yang panjang pada wayang kulit purwa Indramayu pada tokoh
punakawan ada dua tokoh yaitu Cungkring dan saudaranya Dewala. Kedua tokoh ini memiliki raut muka yang agak berbeda tetapi keduanya memiliki hidung yang panjang. Panjang hidung Cungkring melebihi panjang mulutnya, walaupun mulutnya juga
monyong (panjang). Posisi bentuk hidung dari pangkal hingga ujungnya bergelombang dan menekuk agak ke bawah pada bagian ujungnya. Pangkal hidung Cungkring lebih besar dari pada ujungnya, hal ini menandakan penyerasian bentuk hidung dan kepala. Bentuk hidung Cungkring panjang dan bergelombang merupakan jenis hidung panjang pada wayang kulit purwa Indramayu yang melambangkan kepribadiannya. Maksud dibalik makna panjangnya hidung Cungkring, yaitu kita harus mempunyai pemikiran yang panjang. Panjang dan bergelombangnya hidung Cungkring memiliki makna, yaitu panjang hidung bisa diartikan panjang melangkah lebih jauh, maksudnya panjang adalah pemikirannya, cita-cita, wawasan dan lain sebagainya. Kita hidup di alam dunia ini haruslah memiliki ilmu pengetahuan yang banyak supaya memiliki pemikiran, wawasan yang tinggi dan mempunyai cita-cita yang tinggi dan berhasil untuk membangun bangsa dan negaranya. Hazim Amir (1994, 174) mengatakan bahwa ”terbentuknya manusia berkehendak, berniat dan bertekad, yakni manusia yang memiliki kepribdian, tingkah laku dan hidup yang memiliki kepribadian, tingkah laku dan hidup memiliki kehendak, niat dan tekad sejati. Karena ia memiliki sifat-sifat kesempurnan dan ajaran-ajaran kebenaran
yang
menumbuhkan kehendak, niat dan
tekad”. Selain itu
juga panjangnya hidung Cungkring
merupakan
segala tindakan haruslah dipikirkan
terlebih
supaya tidak menyesal dikemudian
hari.
dahulu
Gambar 5. Bentuk hidung pada tokoh punakawan Cungkring (Foto: Dokumentasi penulis 2007) Bentuk hidung yang bergelombang menandakan bergelombang kehidupan. Kita pasti tahu tentang keberadaan hidup, kadang di atas kadang di bawah. Pemaknaan bergelombangnya hidung Cungkring diibaratkan berliku-liku kehidupan manusia di alam dunia. Panjang
dan
bergelombangnya
hidung
Cungkring
dan
berbintik-bintik
disesuaikan dengan asal usulnya Cungkring, yaitu pring tutul anu ngacung (bambu yang berbintik-bintik yang mengacung tinggi ke atas). Bentuk hidung Cungkring yang melengkung dari pangkal hingga ujung ke bawah bermakna hidup di dunia jangan serakah, karena hidup itu kita tidak sendirian melainkan bersosial. Melengkungnya bentuk hidung Cungkring menandakan pula kita harus peduli kepada orang yang di bawah kita yang sedang kekurangan. Bentuk gelombang hidung Cungkring ada tiga gelombang, artinya kalau kita hubungkan dengan alam itu ada tiga, yaitu alam Khayangan (atas), alam Marcapada (bumi) dan alam Dedemit (kegelapan). Selain itu juga bisa kita artikan pengertian hidung
Cungkring yang paling ujung itu adalah alam khayangan, yaitu alam kesucian yang penuh dengan keindahan, kebahagiaan, kegembiraan dan lain sebagainya karena alam ini adalah alam yang telah mencapai kesempurnaan hidup. Bentuk hidung Cungkring yang bergelombang bagian tengah, yaitu masa peralihan dalam mencari kesempurnaan hidup, kalau diibaratkan sedang penggodokan atau pendidikan, jikalau pendidikannya berhasil maka terus ketingkat yang lebih tinggi sedangkan kalau pendidikannya gagal, maka akan turun juga ketingkat bawah. Jadi, kesimpulannya batang hidung Cungkring yang tengah itu sebagai jembatan antara pangkal hidung ke ujung hidung. Bentuk pangkal hidung Cungkring diibaratkan dunia anak–anak yang perlu dididik, dibimbing supaya tidak terjerumus ke lembah yang lebih bawah lagi. Jadi, dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa bentuk hidung Cungkring yang panjang dan bergelombang memiliki makna tersendiri. Pembentukan hidung bukan sekedar hiasan saja tetapi sebagai karakter tokoh punakawan Cungkring pada wayang kulit purwa Indramayu. Hidung Cungkring yang panjang dan bergelombang ditambah dengan bintikbintik hitam yang terdiri lima kelompok titik bintik, yang satu kelompok bintik terdiri dari tiga titik. Hal ini menandakan lima kelompok titik ini bermakna rukun Islam, jika dihubungkan dengan ajaran Islam, yaitu membaca kalimat syahadat, sholat, puasa, jakat dan menunaikan ibadah haji jika mampu. Tiga titik bintik tiap kelompok mempunyai arti sebuah keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah. Jadi, kesimpulannya ialah jika kita telah menjalankan rukun Islam dengan baik maka Insya Allah akan hidup berkeluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah. 3.
Mulut
Mulut Cungkring bentuknya gusen, yaitu tertawa kecil. Memang sudah menjadi ciri khas seorang punakawan yaitu mempunyai sifat yang humoris, maka disini para pembuat wayang pada tokoh Cungkring dibuatnya seperti tertawa kecil yang agak membuka lebar dengan gigi yang hanya satu yang terlihat.
Gambar 6. Bentuk mulut tokoh punakawan Cungkring (Foto: Dokumentasi penulis, 2007) Bentuk mulut Cungkring seperti ini memiliki makna tersendiri. Misalnya, adanya gigi yang tinggal satu biji ini mengibaratkan keesaan Allh SWT yaitu tiada tuhan selain Allah yang wajib kita sembah dan kita akui di alam ini. Keberadaan gigi yang satu inilah yang diciptakan oleh Wali Songo untuk menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Warna putih pada gigi Cungkring menandakan kesucian sang khalik (Allah SWT) yang menciptakan alam jagat raya ini. Bibir Cungkring yang berwarna merah adalah menggambarkan hawa nafsu atau amarah. Ada pepatah mengatakan mulutmu adalah
berkahmu dan mulutmu adalah bahayamu. Segala ucapan yang kita ucapkan harus sesuai dengan tingkah laku kita sehari-hari dalam menjalani hidup. Bentuk mulut dan bentuk bibir seperti menandakan bahwa tokoh ini suka bicara, bercanda dan kalau berbicara apa adanya. Pembentukan mulut disesuaikan dengan bentuk tubuh, bentuk kepala, bentuk muka karena memang jelas penyerasian, harus tepat pada sasaran. Bentuk gusen kecil atau senyum disini mengandung arti ketenangan, yaitu segala perbuatan yang dilakukan semestinya harus tenang begitu juga segala cobaan yang diberikan Allah SWT harus dijalankan dengan tenang. Selain pemaknaan senyum itu tenang, pemaknaan senyum bisa dikatakan ibadah. Dari pemaknaan senyum apabila diperhatikan dan renungkan apabila kita tersenyum kepada orang yang kita temui maka orang tersebut akan senang hatinya dan kita akan mendapat pahala, karena senyum itu adalah ibadah dan janganlah tersenyum sendirian, maka orang lain akan mengatakan kita orang gila. Jadi, kesimpulannya bentuk mulut yang gusen ini merupakan lambang dari kehidupan kesehari-hari Cungkring bahwa ia selain suka berbicara, suka bercanda, senyum, bentuk mulut semacam ini jika berbicara tidak asal bicara tetapi dipikirkan terlebih dahulu, supaya tidak menyesal dikemudian hari.
4.
Warna Wajah Warna wajah merupakan pencerminan watak setiap tokoh. Raut muka yang
garang, tentu akan garang pula sifanya. Begitu juga dengan yang bentuk raut mukanya yang lungguh, kalem, tenang tentu saja sifatnya demikian. Perwatakan bentuk muka, pada tokoh punakawan mempunyai ciri khas yang tersendiri. Tiap tokoh punakawan
mukanya beraneka ragam berbeda dengan muka para tokoh satria atau ponggawa. Muka tokoh punakawan Cungkring merupakan perwujudan wataknya. Setiap warna memiliki makna tersendiri, misalnya warna hijau maknanya kesuburan, hitam maknanya keteguhan, warna putih kesucian, warna merah keberanian dan sebagainya. Pada wayang kulit purwa Indramayu pewarnaan setiap tokoh memiliki arti tersendiri. Pewarnaan wajah merupakan penentuan sikap atau karakter tokoh. Warna putih, tokoh ini biasanya sebagai satria yang sifatnya lembut, bijaksana, sabar dan lain sebagainya. Warna merah, tokoh ini biasanya ponggawa atau danawa yang sikapnya tegas, kasar, jahat dan sebagainya. Warna hijau, warna hitam merupakan tokoh yang mempunyai sifat kedisiplinan, bijaksana, baik, tegas dan sebagainya serta biasanya pewarnaan ini terdapat pada tokoh ponggawa atau satria. Pewarnaan pada tokoh wayang kulit purwa Indramayu pada tokoh satria, ponggawa dan putri sudah menjadi pakem, sedangkan untuk tokoh punakawan kecuali Semar pewarnaannya disesuaikan dengan kesenangan yang memberikan warna. Pewarnaan biasaya ada yang merah, ungu, kuning, dan bahkan ada juga yang tidak berwarna hanya saja bagian-bagian tertentu saja yang diberi warna seperti mata, alis, kumis. Bentuk muka Cungkring pada wayang kulit purwa Indramayu sudah dibakukan menjadi suatu pakem. Pembentukan muka yang terbuat dari kulit kerbau yang disinggung atau ditatah yang sedemikian rupa ini jika dilihat dari samping tampak seperti lonjong, yang ditambah lagi hidung yang panjang dan mulut yang agak panjang serta bibir yang tebal sehingga terlihat monyong.
Gambar 7. Warna wajah pada tokoh punakawan Cungkring (Foto: Dokumentasi penulis, 2007) Raut muka tokoh punakawan Cungkring yang diteliti oleh peneliti pada wayang kulit purwa Indramayu merupakan raut muka yang memiliki nuansa humoris dengan warna dasarnya merah muda dan ditambah dengan rias karakter serta ditambah dengan bintik-bintik hitam menambah ciri khas yang mandiri. Pewarnaan muka Cungkring yang berwarna merah muda bermakna semangat muda, pemikiran baru. Sebagai punakawan, Cungkring menjadikan kewajiban untuk memberikan sumbangan saran, petunjuk kepada pemimpinnya yang sedang kebuntuan dalam berfikir. Pewarnaan wajah Cungkring dalam penelitian yang ditulis ini adalah muka Cungkring yang berwarna merah muda. Pewarnaan wajah Cungkring yang merah muda ini, memiliki arti tersendiri. Sesuai dengan warna yang lain, warna merah muda memiliki arti semangat baru tentang kebaikan. Warna wajah merah muda ini. memiliki arti segala
perbuatan yang baik hendaknya dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan hanya mengharapkan rido dari Allah SWT. Pewarnaan dasar warna merah muda pada wajah atau muka Cungkring menandakan kita hidup janganlah pesimis, segala sesuatu yang gagal merupakan keberhasilan yang tertunda. Pewarnaan ini merupakan perwatakan yang pantang menyerah yang selalu optimis tetapi harus waspada. Muka Cungkring yang merah muda ini ditambah dengan bintik-bintik hitam diseluruh wajah merupakan makna dari segala tindakan, segala tingkah laku atau perbuatan harus dipikirkan dengan sesempurna mungkin. Warna dasar wajah Cungkring merah muda ini, ditambah lagi dengan ciri khasnya yaitu bintik-bintik hitam. Warna hitam atau bintik-bintik hitam dikarenakan sejarah Cungkring dahulu yang berasal dari pring tutul anu ngacung. Bentuk kepala yang lonjong serta posisi kepala yang sedikit menunduk ini mengisyaratkan Cungkring selalu patuh terhadap aturan, patuh terhadap perintah atasannya dan yang paling penting adalah patuh terhadap perintah Allah SWT dan kedua orang tua.
5. Alis, kumis dan jambang Di dalam wayang kulit purwa Indramayu terdapat berbagai macam alis, ada yang lebat, ada yang panjang ujungnya bercabang dua atau tiga, ada yang tipis, ada juga yang pendek. Keberadaan alis pada wayang kulit purwa Indramayu merupakan ciri karakter pada tokoh tersebut. Bentuk alis yang tebal dan bercabang apakah itu bercabang dua atau bercabang tiga melambangkan tokoh ini bersifat ganas, galak, serakah dan sebagainya. Jikalau jenis alisnya panjang tipis dan tidak bercabang, tentu saja sifatnya tokoh ini bijaksana, tenang, berwibawa dan biasanya tokoh satria yang memiliki alis seperti ini.
Khusus para punakawan, bentuk alisnya beraneka ragam ada yang panjang tipis, ada yang panjang lebat, pendek lebat, pendek tipis dan sebagainya. Penandaan alis seperti itu menandakan karakter punakawan yang beraneka ragam. Cungkring salah satu tokoh punakawan wayang kulit purwa Indramayu yang mempunyai alis yang khas, yaitu bentuknya tipis pendek dengan berwarna hitam dan tidak bercabang. Bentuk alis yang dimiliki Cungkring memiliki arti tersendiri, misalnya bentuknya yang tipis melambangkan bahwa hidup didunia ini tidak kekal, tidak lama dan hanya sementara sifatnya. Oleh karena itu, sementaranya hidup ini berbanyaklah berbuat kebaikan. Warna hitam pada alis Cungkring melambangkan garis kehidupan, baik itu mengenai jodoh, rejeki, umur, kematian yang telah ditentukan oleh Allah SWT, sedangkan bentuk alis yang melengkung melambangkan perputaran kehidupan.
Gambar 8. Bentuk alis pada tokoh punakawan Cungkring (Foto: Dokumentasi penulis, 2007)
Bentuk alis pada tokoh Cungkring tipis dan melengkung mengikuti bulatan mata yang berwarna hitam alis ini begitu tipis dan pendek serta bergelombang. Bentuk alisnya sangat sederhana melambangkan kesederhanaan hidup Cungkring di dunia ini. Kita sebagai manusia biasa harus semestinya mengikuti simbol dari bentuk alis Cungkring tersebut bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, tidak kekal dan tidak lama. Oleh karena itu, penuhilah hidup ini dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat di jalan Allah SWT. Bentuk alis Cungkring yang sederhana ini menjadikan hidup kita yang sederhana pula.
Janganlah
hidup
berlebihan
atau
berfoya-foya
mengikuti
hawa
nafsu.
Melengkungnya alis mengikuti bentuk mata mengisyaratkan kita harus mengikuti aturan yang berlaku dan janganlah menyimpangnya, dan selain itu juga kita harus tahu takdir ada ditangan Allah SWT. Ada berbagai macam kumis pada wayang kulit purwa Indramayu, yaitu ada yang tebal dan ada juga yang tipis, ada yang bercabang dan ada juga yang tidak. Bentuk kumis mencerminkan kepribadian tokoh yang memilikinya. Misalnya kumis yang panjang, tebal, bahkan yang bercabang biasanya tokoh ini berkepribadian tegas, galak, serakah. Kumis seperti ini biasanya terdapat pada tokoh ponggawa atau danawa. Tokoh satria memiliki kumis yang tipis panjang dan tidak bercabang yang mengikuti bentuk mulut. Bentuk kumis pada wayang kulit purwa Indramayu khususnya pada tokoh punakawan Cungkring adalah jenisnya tipis panjang yang mengikuti garis mulut dengan berwarna hitam. Walaupun mengikuti mulut, kumis Cungkring ini terdiri dari tiga gelombang atau lekukan.
Gambar 9. Bentuk kumis pada tokoh punakawan Cungkring (Foto: Dokumentasi penulis, 2007) Jenis kumis Cungkring yang tipis ini, menandakan ia seorang punakawan yang memiliki sifat yang tenang, sabar, humoris. Bentuk kumis yang mengikuti garis mulut mempunyai makna. Makna tersebut mengisyaratkan bahwa Cungkring sebagai punakawan selalu mengikuti pimpinannya dengan memilih pimpinan yang baik saja atau turunan Wisnu. Artinya pengikutan disini adalah pengikut setia. Kemanapun pimpinannya pergi ia pasti selalu ada dan ikut, selain itu juga mengabdi kepada keturunan yang dipimpinnya. Kumis Cungkring yang mengikuti bentuk mulut juga bisa dikatakan patuhnya Cungkring kepada pimpinannya atau aturan-aturan negaranya dan agamanya. Jadi, jika kita hubungkan dengan kehidupan sehari-hari, kita hidup tidak menjadi dosa. Bentuk jenggot Cungkring pada yang diteliti oleh penulis ini berbentuk hitam bulat diujung janggut. Penempatan jenggot yang kecil ini disesuaikan dengan karakternya. Warna hitam pada janggut, memiliki makna yaitu jika diibaratkan adalah
kotoran dari buah kejelekan atau perbuatan jelek Cungkring selama hidup. Pencirian perbuatan jelek yang berada dijanggut ini diartikan perbuatan yang jelek akan keluar atau pergi melewati janggut tadi. Bentuk telinga yang biasa pada manusia ini, dengan coretan hitam pada tengahnya bermakna Cungkring walaupun tingkah lakunya beraneka ragam, tetap ia selalu memegang teguh kepada aturan-aturan yang berlaku di masyarakatnya atau agamanya. Bentuk wujud Cungkring yang sederhana merupakan perwujudan sifat Cungkring yang sudah tidak lagi mementingkan keduniawian, artinya dia sudah meninggalkan keperluan keduniawian yang tidak terlalu penting. Bentuk tubuh Cungkring dari ujung rambut sampai ujung kaki, merupakan jasad Cungkring yang wadag (jawa), yaitu kasar yang masih dapat dilihat dengan mata telanjang, sedangkan rohnya Cungkring merupakan hal yang tidak terlihat oleh mata telanjang. Wujud asli tokoh punakawan Cungkring adalah roh yang melambangkan sudah tidak memikirkan lagi sifat keduniawian seperti halnya jasadnya, karena wujud asli Cungkring sudah mencapai puncak yang sudah meninggalkkan berbagai rasa, seperi emosi, keluhan, kemauan dan sebagainya. Dalam penentuan wujud Cungkring yang apa adanya ini, ia bisa dikatakan sebagai manusia yang sudah mencapai tingkatan tinggi dalam menjalankan sareat Islam. Ia berwujud seperti jelek mengisyaratkan bahwa ia sebenarnya ”nyumput buni dina caang”, yang artinya berpura-pura bodoh tetapi dia seorang yang sakti mandraguna. Bentuk rias yang sederhana ini, membuat Cungkring selalu menerima takdir, diantaranya ketika melalui gaya ia berbicara, yaitu dengan gaya tenang seperti berbicara dengan saudaranya Gareng.
G: ”Jare sira enak beli dadi wong belesak ? unggal dina dipoyok bae karo batur, pengene sih tak jotos lamun ora melas mah”. C: ”Aja mengkonon gah, maen jotos bae, kone manjing penjara priben sira kuh”. G: ”Ya... priben maning, unggal dina dipoyok bae wong belesak. Priben arep beli ngambek” C: ”Ya.. kudu sabar. Rai kaya kenen kuh wis dadi takdir Allah SWT, ya....kudu disyukuri lamun beli, kone sira kuh kufur nikmat”. G: ”Teruse kepriben rai sing belesak iki Kring C: ”Rai belesak iku wis takdir aja disedihhi, aja disesali, alukan gah rai belesak kuh jadi acuan atau tolok ukur kesabaran. Lamun ana sing moyok kita kudu sabar, aja langsung ngambek. Bagen belesak sing penting mah atine bagus, masa sira kelalen bengen kita wong loro wis suwe ning padepokan belajar tentang arti keuripan dunya lan akherat, terus kita karo sira kan berkelana gelati pengalaman, ya....ning dalan kita wong loro etemu terus bae pada moyok, pada ngeledek .......ya akhire gulet bae ....jadine kita raine pada belesak”. G: ”Oh iya...kita gah inget”. C: ” Kuh lamun inget bagen kita wong loro kaya satria. Raine belesak kaya kenen karena pada gulet, sekien mendingan mah aja sedih rai belesak, sing pentingmah atine kang bagus. Akeh wong kang raine bagus tapi atine belesak contoe sifate sok ngambek, dengki, sombong lan sejene. G: ” Iya aya kring sira kuh memang dulur sing baik atin, kita kuh jadi sadar dewek”. C: ”Ayo dari pada sedih mendingan gah menggawe sing rajin ambeh olih hasil sing bagus lan akeh. Kita iku aja ninggalaken ibadah ning gusti Allah SWT, lamun sampe ninggalaken ibadah engkone kita bisa olih dosa”. G: ”Ayo....kring sekien pada menggawe”.. C: ”Ayolah sing solot ya....”.
Terjemahan
G: ”Kata kamu enak tidak menjadi orang jelek? setiap hari dihina terus sama orang lain, maunya sih saya pukul kalau tidak kasihan”. C: ”Jangan begitu dong, main pukul saja nanti kamu masuk penjara bagaimana kamu itu”. G: ”Ya bagaimana lagi setiap hari dihina terus dengan kata orang jelek. Bagaimana tidak mau kasihan”. C:”Ya sabar. Muka jelek seperti ini sudah menjadi takdir Allah SWT, ya harus disyukuri, kalau tidak nantinya kamu menjadi kufur nikmat. G: ”Terusnya bagaimana muka yang jelek ini Kring”. C: ”Muka jelek itu sudah menjadi takdir, jangan bersedih hati, lebih baik muka yang jelek ini menjadian acuan atau tolok ukur kesabaran, kalau ada yang menghina kita harus sabar, jangan langsung marah. Walaupun muka yang
jelek yang penting hatinya bersih, masa sih kamu tidak ingat sewaktu dulu kita berdua sudah lama dipadepokan belajar tentang arti kehidupan di dunia dan di akherat, terus saya dan kamu dahulunya berkelana mencari pengalaman, ya di jalan kita berdua bertemu dan kemudian saling mengejek dan bercanda....ya akhirnya kita berdua berkelahi....ya jadinya badan dan muka kita pada rusak seperti ini”. G: ”Oh...iya saya baru ingat”. C: ”Nah kalau masih ingat dahulu kita berdua itu orang yang seperti satria. Wajah jelek seperti begini karena kita berdua berkelahi. Sekarang jangan bersedih hati karena muka yang jelek yang penting hatinya yang bagus. Banyak orang yang bagus mukanya, tetapi hatinya jelek, sifatnya sering marah, iri, dengki dan lain sebagainya. G: ”Iya ya kring kamu itu memang saudaraku yang baik hatinya. Saya jadi sadar diri.” C: ”Ayo dari pada kita bersedih lebih baik kita bekerja keras, supaya mendapatkan hasil yang bagus dan banyak dan ingat kita harus selalu jangan meninggalkan ibadah kepada Allah SWT, kalau sampai meninggalkan nanti kita akan mendapatakan dosa”. G: ”Ayo Kring kita sekarang bekerja”. C: ”Ayolah yang rajin ya.....”
Keterangan C: Cungkring G: Gareng
Itulah salah satu petikan cerita mengenai Cungkring yang memiliki hati yang begitu sabar walaupun bentuk mukanya sudah tidak manusiawi lagi. Apabila kita renungkan dari cerita yang dipaparkan di atas, kita sebagai manusia harus mensyukuri apa yang diberikan Allah SWT apakah itu rejeki, jodoh, sehat dan lain sebagainya serta kita jangan sampai mengingkari nikmat dari Allah SWT. Kata demi kata yang diucapkan Cungkring begitu sabar walaupun dihina dengan muka yang jelek. Apabila kita renungkan dan perhatikan ucapan yang di utarakan Cungkring jika kita perhatikan bahwa kita dalam menghadapi permasalahan harus dengan sabar jangan terlalu terburu-buru, segala tindakan, ucapan harus dipikirkan terlebih dahulu supaya terarah apa yang akan kita ucapkan.
Kehidupan di dunia memang menjanjikan kesanangan, tetapi di dalamnya banyak menyimpan misteri. Banyak orang yang merasakan tenang dengan dunia, tetapi di dalamnya banyak menyimpn misteri. Banyak orang yang merasa tenang dengan dunia, tetapi besok lusa dunia itu akan menjungkir balikan kehidupannya. Banyak sekali orang yang merasa sombong dengan dunia, padahal besok lusa dunia itu akan menghancurkan dia dari kehormatannya. Banyak orang yang merasa terhormat dengan dunia, namun besok lusa dia sudah hina. Kekuasaan dunia ini tidak kekal. Manisnya dunia akan diakhiri dengan kepahitan. Umur di dunia ini amat pendek. Kehormatan dan kebanggaan dunia amat sekejap mata. Kehidupan dunia akan diakhiri ketiadaan. Kebahagiaan dunia akan diakhiri kesedihan. Kekayaan dunia tidak sedikit diakhiri dengan kekafiran. Jadi, kesimpulannya kehidupan dunia ini banyak yang menipu kita, terutama kalau tidak berpondasikan pada agama, maka kita akan sulit dalam menghadapi kehidupan dunia ini dan kita jangan sekali-kali cepat putus asa dan keluh kesah. Sadarkanlah semua persoalan ini kepada Allah SWT, dengan berpegang teguh pada agama (Islam). Hidup ini sangat nyata dalam pandangan mata kita, bahwa kehidupan dunia ini kadang tidak bisa dipegang. Banyak orang yang kemarin-kemarin sombong dengan hartanya, sekarang ia telah mendekam di penjara. Banyak orang yang bangga menjadi orang kaya, tetapi hanya sekejap habis disita seluruh harta kekayaannya.
D. Busana Tokoh Punakawan Cungkring pada Wayang Kulit Purwa
Indramayu
Busana merupakan pakaian yang khusus dibuat untuk tujuan tertentu misalnya menutup aurat, bergaya, berlindung atau perlindungan dan sebagainya. Di dalam pertunjukan tari, pada umumnya busana yang dipakai untuk mendukung tarian yang
bertujuan si penari sesuai dengan perannya yang ditarikan. Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia mengartikan busana dengan pakaian. Busana tidak jauh dari kehidupan keseharian, karena tanpa busana tentu saja seseorang itu akan tampak kurang begitu enak dipandang dan akan tetapi jikalau orang itu memakai busana maka akan tampak enak dipandang. Busana bisa disebut juga dengan kostum atau pakaian yang merupakan hal yang tidak asing lagi bagi kita. Busana merupakan gambaran yang memakai busana tersebut. Pada jaman kerajaan dahulu busana merupakan lambang keagungan seseorang. Semakin bagus atau indahnya busana yang dipakai maka akan tinggi pula derajatnya dan pangkatnya orang tersebut yang memakainya, tetapi sebaliknya jika busana yang dipakainya sederhana atau jelek, maka derajat dan kedudukannya sangat rendah pula. Begitu juga dengan wayang kulit purwa Indramayu tidak jauh dari hal yang diutarakan di atas. Busana yang dikenakan oleh setiap tokoh pada wayang kulit purwa Indramayu mempunyai corak yang khas jika dibandingkan dengan wayang kulit purwa yang lainnya (daerah Jawa), hal ini merupakan wayang kulit purwa Indramayu mempunyai ciri khas yang tersendiri. Setiap tokoh wayang kulit purwa Indramayu mempunyai busana yang khas sesuai dengan karakter, sifatnya dan wandanya. Sudah dijelaskan di atas, bahwa busana merupakan lambang keagungan seseorang, begitupun dengan tiap tokoh wayang kulit purwa Indramayu. Busana yang dikenakan tiap tokoh wayang kulit purwa Indramayu dibedakan, hal ini disesuaikan dengan peranannya baik itu sebagai satria, ponggawa, danawa ataupun punakawan dan seorang putri. Dari berbagai peranannya yang di atas, dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut tingkatannya apakah dia seorang raja besar, dewa, pendeta, pengembara, panglima perang ataupun yang lainnya.
Busana pada wayang kulit purwa berkembang dikalangan masyarakat biasa, yaitu berdasarkan pada bentuk-bentuk yang mengacu kepada busana yang dipakai pada wayang gedhog (wayang kulit gedhog) yang selalu membawakan cerita Panji. Tati Narawati (2003, 111) memaparkan bahwa ”secara garis besar tidak begitu banyak perbedaan antara busana yang terpahat dan ’tersungging’ pada wayang kulit purwa yang selalu
menampilkan
lakon-lakon
wiracarita
Ramayana,
Mahabarata
dan
Arjunasasrabahu dan lain-lain dengan busana yang terpahat dan ’tersungging’ pada wayang gedhog yang selalu menampilkan lakon-lakon dari roman Panji”. Keistimewaan wayang kulit purwa Indramayu dengan wayang kulit purwa yang lainnya terletak pada motif hiasan busananya, gaya busana yang dikenakannya, warna busana, jenis tatahan atau sunggingan yang semuanya memiliki keistimewaan yang khas. Mengenai nama busana, wayang kulit purwa Indramayu dalam pertunjukannya sama halnya seperti pada wayang kulit purwa pada umumnyaa seperti dodot, makuta, badong dan lain sebagainya. Di dalam pembahasan ini, penulis tidak akan membahas semua busana yang dikenakan setiap tokoh pada wayang kulit purwa Indramayu, melainkan akan dibatasi pada tokoh punakwan Cungkring. Cungkring adalah tokoh punakawan yang sangat sederhana, ia pun memakai busananya apa adanya bahkan tokoh punakawan Cungkring pada wayang kulit purwa Indramayu tidak memakai baju tetapi hanya memakai kain yang menutupi badannya bagian pinggang (bawah) yang dililitkan secara sederhana. Hal demikian merupakan gambaran seorang rakyat biasa dan yang sangat sederhana sekali. Sudah jelas busana seperti tokoh punakawan Cungkring menggambarkan status sosialnya sebagai punakawan. Busana Cungkring mewakili sebagian masyarakat kecil yang
hidupnya sebagai rakyat biasa. Selain busana yang dikenakan sangat sederhana tokoh punakawan Cungkring pada wayang kulit purwa Indramayu ditambah lagi dengan membawa sebuah senjata yaitu berupa kampak atau golok yang disisipkan dipinggangnya dan begitu juga dengan kalung yang seperti sebuah buah jambu air atau berbentuk bulatan yang sangat sederhana pula.
Gambar 10. Kain pada tokoh punakawan Cungkring pada wayang purwa Indramayu (Foto: Dokumentasi penulis, 2007)
kulit
Pemakaian busana yang tidak berlebihan ini tidak menjadi berkecil hati bagi Cungkring, tetapi sebaliknya Cungkring tokoh yang ceria, humoris penuh dengan canda tawa serta perilaku yang menggelitik. Pelengkap lainnya seperti gelang Cungkring tidak mempunyainya. Penutup kepala juga tidak punya atau apa adanya sangat membuat Cungkring memiliki ciri khas yang mandiri. Menurut Bapak Suparma (seorang pengrajin atau pembuat wayang kulit purwa. Wawancara 12 November 2007) mengatakan, bahwa busana yang dikenakan Cungkring
tidak mempunyai nama tertentu seperti halnya pada tokoh yang lainnya. Warna pada busana Cungkring beraneka ragam, hal ini dikaitkan beraneka ragam pula sifatnya, seperti humoris, sederhana, rendah hati dan lain sebagainya. Pewarnaan busana Cungkring setiap dalang di Indramayu berbeda-beda. Perbedaan disini dikarenakan keinginan seorang dalang atau si pembuat wayang yang suka dengan warna-warna. Bentuk motif busana Cungkring banyak sekali seperti motif kotak-kotak, lurik-lurik, garis lurus, bulat-bulat dan sebagainya dan begitu juga dengan pewarnaan busana ada yang cenderung warnanya merah, hijau, merah muda dan dicampur dengan warna putih. Busana Cungkring yang sederhana, tetapi dibalik kesederhanaan Cungkring memiliki arti sendiri. Cungkring sendiri jika diibaratkan yaitu bersembunyi diruang yang terang, artinya berpura-pura bodoh tetapi ia seorang yang pintar dan sakti mandraguna. Bapak Suparma menambahkan bahwa, bentuk busana Cungkring yang sederhana ini, walaupun tidak memiliki nama tetapi di dalamnya memiliki makna yang tersembunyi di balik busananya, misalnya dari warna busana, bentuk motif busana, perhiasan perlengkapan lainnya. Pada tokoh punakawan Cungkring busananya yang diteliti penulis adalah warna dasarnya hijau, hijau muda dan putih, dari ketiga warna ini memiliki arti yaitu tentang kesuburan. Ketiga warna tersebut artinya adalah tentang kehidupan, yaitu sebelum hidup (belum lahir), ketika hidup (sudah lahir di alam dunia) dan sesudah hidup (mati). Menurut Bapak Rusmanto (seorang daang wayang kulit purwa Indramayu. Wawancara 14 November 2007) menerangkan, bahwa pemaknaan busana Cungkring dalam kehidupan sehari-hari adalah kita harus mengetahui atau mempercayai tentang kehidupan yaitu sebelum hidup, ketika hidup dan sesudah hidup. Didalam ajaran agama
Islam menerangkan tentang hidup manusia yaitu sebelum hidup, ketika hidup dan sesudah hidup. Pengertian warna pada busana Cungkring ini pada jaman Wali Songo sebagai media dakwah yaitu pengertian tentang Allah SWT menciptakan manusia. Pewarna makna pada busana Cungkring yang dipaparkan di atas selain tentang kehidupan, ada juga yang berhubungan dengan alam, maksudnya adalah alam atas (khayangan), alam tengah (dunia manusia) dan alam bawah (dunia para dedemit atau setan). Dari pemaknaan busana Cungkring tersebut kita harus bisa meresapi dengan baik jika kita mengamati dan meresapi ketiga pewarnaan busana Cungkring pada wayang kulit purwa Indramayu kita akan menemukan arti sebuah hidup. Motif pada busana Cungkring berbentuk bunga, garis-garis, kotak-kotak ini melambangkan makna tersendiri, misalnya busana Cungkring yang bermotif bunga dengan warna kuning serta digaris oleh warna hitam mempunyai makna bahwa Cungkring hidup seperti bunga yang sedang mekar, selain itu juga makna bunga yang lain adalah semaraknya semangat baru, hidup baru, pemikiran baru yang ibarat bunga yang sedang mekar dengan warna kuning. Motif lainnya adalah adanya garis hitam–hitam yang berjajar kecil-kecil dari atas ke bawah, bermakna garis-garis kehidupan atau penentuan garis kehidupan, maksudnya garis ketentuan manusia. Misalnya rejeki, hidup, mati dan lain sebagainya. Cungkring selain memakai dodot juga memakai celana pendek yang berbentuk kotak-kotak dan dari kecil ke yang besar dengan berbagai warna. Makna dari celana Cungkring ini adalah tentang nasib manusia di dunia ini ditentukan oleh Allah SWT baik itu rejeki, mati, jodoh dan lain sebagainya. Pewarnaan pada celana Cungkring juga ada maknanya, misalnya kotak-kotak yang berwarna hijau menandakan kesuburan, kesejukan, kedamaian yang artinya hidup ini kita harus selalu damai, tentram
sehingga menghasilkan ketenangan dan kesejukan dalam menjalankan kehidupan di muka bumi ini. Warna kuning mempunyai arti kematian, artinya kematian ada ditangan Allah SWT. Warna merah muda melambangkan semangat baru, pemikiran baru, sedangkan warna merah melambangkan keberanian seorang punakawan atau abdi dalem untuk melindungi pemimpinnya dan negaranya dari serangan musuh. Busana yang bagian atas celana Cungkring bermotif lurus vertikal dengan berbagai warna ada merah, hijau, berbintik hitam ini menandakan beraneka ragam kehidupan. Motif lurus vertikal melambangkan penentuan hidup manusia, misalnya segala bentuk nasib manusia terkadang di atas dan terkadang di bawah. Penandaan garis vertikal ini dibatasi dengan garis horizontal berwarna kuning keputihan yang bermakna kalau pun berada dibawah, kita tidak boleh putus asa bahkan kita harus bersemangat untuk mencapai puncak. Pembatas antara dodot dengan perut Cungkring memakai stagen yang berwarna hijau tua, hijau muda, dan putih. Stagen ini mempunyai makna yaitu sebagai pembatas antara bagian atas badan Cungkring dengan bagian bawah badan Cungkring. Bentuk tutup kepala Cungkring berbentuk peci haji yang berwarna putih. Warna putih disini artinya kesucian, peci haji melambangkan kesucian dan kesempurnaan dalam menjalankan rukun Islam yang ke lima, yaitu naik haji jika mampu. Pemakaian peci haji yang berwarna putih mengingatkan kepada kita semua untuk wajib menjalankan rukun Islam mulai dari membaca syahadat, sholat, puasa, jakat dan naik haji jika mampu. Sudah jelaslah bahwa tokoh Cungkring ini mengajak kita untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Menurut Bapak Rusmanto (seorang dalang wayang kulit purwa. Wawancara 14 November 2007) mengatakan bahwa, perlengkapan yang lainnya pada Cungkring seperti gelang, kelat bahu tidak memiliki. Hal ini menandakan kesederhanaan Cungkring. Perlengkapan yang mendukung busana Cungkring adalah bentuk kalung yang sederhana berbentuk bulat lonjong, ataupun yang berbentuk seperti buah jambu air. Anting-anting pun tidak ketinggalan, walaupun hanya berbentuk sederhana. Didalam penelitian ini, perlengkapan Cungkring lainnya seperti adalah ating-anting seperti daun waru yang berwarna kuning atau seperti motif hati pada kartu bridge yang berwarna merah. Bentuk kalungnya yang bulat dan berwarna kuning memiliki makna tentang bulatnya hati untuk membela negarnya tidak tergoyakhkan. Bentuk anting-anting yang seperti daun waru yang seperti motif hati, bermakna kesetiaan atau kecintaan, yaitu kepada nusa, bangsa dan negaranya serta yang paling utama cinta kepada Allah SWT dan kepada kedua orang tua.
Gambar 11. Kalung, anting-anting pada tokoh punakawan Cungkring. (Foto: dokumentasi penulis, 2007).
Bapak Rusmanto pun menambahkan bahwa di tangan Cungkring pada wayang kulit purwa Indramayu selalu ada sebuah atau sebatang rokok ini menandakan atau bermakna ”dapur ngebul” yaitu dapur yang berasap, artinya kita harus bekerja keras dan bersemangat demi mendapatkan rejeki yang halal yaitu berupa entah itu uang, makanan ataupun yang lainnya. Jikalau hasil bekerja itu yang dihasilkan berupa uang, maka uang itu dibelikan lauk pauk, beras dan lalu dimasak di dapur dan kemudian terjadilah kebul ketika sedang masak. Rokok ditangan Cungkring bisa juga dikatakan kunang-kunang. Kunang-kunang adalah semacam serangga atau binatang malam hari yang ketika terbang mengeluarkan cahaya atau sinarnya dibagian badannya atau ekornya untuk menerangi perjalanannya mencari mangsa atau pasangannya. Disini perlu dijelaskan arti penerangan yang dimaksud adalah kita hidup di dunia harus saling membantu dengan sesama, membantu disini adalah memberikan jalan kepada orang yang sedang kesusahan. Disinilah arti sebuah makna dari kunang-kunang memberikan penerangan di jalan yang diridoi oleh Allh SWT ketika orang yang membutuhkan penerangan. Jadi, intinya yaitu memberikan penerangan kepada orang yang sedang kegelapan dalam menjalani kehidupan ini di jalan Allah SWT. Pada penelitian ini, senjata yang dibawa Cungkring adalah kampak yang bermata satu dengan warna mata kampaknya putih dan badannya berwarna hitam, sedangkan gagang atau tempat memegangnya berwarna kuning. Fungsi senjata pada umumnya sebagai alat untuk berlindung diri dari serangan musuh dan selain itu juga senjata kampak Cungkring sebagai alat untuk mencari mata pencaharian.
Dibalik senjata kampak Cungkring menurut Bapak Rusmanto (seorang dalang wayang kulit purwa Indramayu pada lingkung seni ”Langen Kusuma” . Wawancara 14 November 2007) memiliki makna tersendiri. Kampak yang bermata satu mencerminkan keesaan Allah SWT yang wajib kita sembah dan kita akui. Warna putih pada mata kampak artinya kesucian diri, maksudnya apa bila kita ingin mencapai kesempurnaan hidup dan berada disisi dan lindungan Allah SWT, maka kita harus bersih dan suci jiwa raga kita. Segala permintaan hambanya kepada Allah SWT akan terkabulkan jika hambanya itu benar-benar sudah mencapai puncak kesucian dirinya. Tentu saja kita sebagai manusia biasa tidak tahu sejauh mana kesucian kita dan kedekatan kita kepada Allah SWT, hanya Allah SWT-lah yang maha mengetahuinya. Bapak Rusmanto juga menambahkan warna hitam pada pangkal kampak Cungkring mencerminkan tentang perbuatan jelek atau jahat. Makna warna hitam disini adalah kegelapan. Tentu saja perbuatan yang jelek tidak akan dekat dengan penciptanya dan akan sulit untuk mencapai kesucian yang abadi. Sejalan perbuatan untuk mencapai kesucian tidak semudah membalikan telapak tangan, tentunya kita harus melewati berbagai rintangan dan godaan serta marabahaya. Jadi, warna hitam disini adalah diibaratkan penggodokkan (pendidikan) dengan berbagai cara yang didalamnya beberapa cobaan, godaan, ujian dan sebagainya. Alat untuk memegang kampak berwarna kuning adalah berupa ajaran. Segala perbuatan orang harus sesuai dengan ajaran agama dianutnya. Seseorang diharuskan mempunyai pegangan yang kokoh supaya tidak terjerumus pada lembah kenistaan untuk mencapai surga. Penempatan senjata kampak berada di belakang dan berada di pinggang mengisyaratkan sebelum bertindak harus dipikirkan dahulu. Pemaknaan peletakkan
senjata kampak di belakang diartikan yang lebih lanjut adalah ketika kita akan bertindak dan atau berbuat, jangan dulu meminta bantuan orang lain (mandiri), tetapi ketika hal yang kita lakukan mendapatkan jalan buntu barulah kita meminta bantuan kepada orang lain. Jadi, disinilah gunanya kampak itu disisipkan di belakang, sebelum bekerja harus memakai tangan kosong, tetapi kita menemukan kesusahan berulah kampak dijadikan alat untuk memperingan kabutuhan tersebut. Jadi, kesimpulan tata busana pada tokoh punakawan Cungkring pada wayang kulit purwa Indramayu tiap warna, motif yang beraneka macam bentuknya seperti kotakkotak, garis-garis, bentuk bunga memiliki makna atau lambang walaupun hanya motif busana pada kain yang dililitkan atau didodot, terus ditambah lagi dengan perlengkapan yang lainnya seperti kalung bulat lonjong, anting-anting yang berbentuk seperti daun waru, serta peci haji yang berwarna putih yang sederhana. Cungkring yang hanya memakai dodot yang kainnya dililitkan sebenarnya hanya gambaran atau kiasan saja. Sebenarnya busana Cungkring itu yang aslinya ada pada dirinya yaitu perbuatannya. Cungkring sebenarnya sudah termasuk kedalam golongan yang sudah mencapai puncak yang tidak selalu memikirkan keduniawian saja melainkan Cungkring selalu memikirkan hidup di alam akherat dengan perbuatannya di alam dunia. Wujudnya yang tidak manusiawi lagi, membuat ia tidak menjadi minder atau rendah hati, melainkan membuatnya menjadi lebih sabar, tawakal, tidak sombong dan lain sebagainya walaupun dalam kesederhanaan. Dari paparan di atas, kita sebaiknya merenungkan apa yang sudah jadi takdir Allah SWT dan sebaiknya kita menjalankannya dan jangan menyesali. Takdir Allah SWT merupakan penentuan dari Allah SWT, bukan sebagai penghambat tetapi sebagai
jalan hidup untuk mencari keridoan Allah SWT. Busana Cungkring yang sederhana, disesuaikan pula dengan sederhananya ia bertingkah laku, apakah ia berbicara, bergerak dan sebagainya. Kesederhanaan Cungkring dan menerima takdir Allah SWT dalam mengarungi kehidupan merupakan kekuatannya dalam menjalani kehidupan. Didalam dialog dari kata-kata yang dilontarkannya sangat tenang, dan menerima keadaan yang sesungguhnya yang menjadi takdir Allah SWT, seperti beberapa dialog antara Cungkring dengan Gareng saudaranya pada saat adegan ”goro-goro” yang menceritakan bahwa hidup itu harus sederhana. C: ”Reng, priben wis mangan durung? Kita wetenge kempong pisan”. G: ”Durung Kring, wong kita wetenge kempong.” C: ”Wong beli duwe ya mengkenen ya Reng. Wetengen kempong, pengen mangan ora duwe duit, boro-boro kanggo tuku kelambi kaya batur”. G: ”Iya tugah kring, priben maning wong kita pengen nyandang duwite laka, kerja ya seolihe..” C: ”Aja mengkonon gah...bagen beli duwe duwit, tetep nyandang bagen ora kaya batur gah kita kuh ..ya bisa nyandang setitik”. G: ”Ya isin orah kring karo batur lamun jalan-jalan kelambine bagus, lamun piknik atawa midang kelambine bagus ”. C: ”Aja mengkonon gah, bagen kelambi lan celanane kita kaya mengkenen kita kuh kudu bersyukur ning gusti Allah SWT., sebab gusti Allah SWT wis ngupai rejeki semene ya kudu diterima lan ngucapaken alhamdulilah”. G: ”Iya....ya kring benerlah terus kring”. C: ”Kita uripkuh aja berlebihan, kudu bersyukur, sebab gusti Allah SWT beli seneng yen manusa sing kang uripe berlebih-lebihan. Lamun wong kang sifate berlebihan iku bature setan...pengen sira jadi bature setan reng?”. G: ”Lah.....ya emong gah kring”. C: ”Ya wis lamun mengkonon kita kudu nerima keadaan sing mengkenen sing diupai Allah SWT, tapi aja sedih....semangat terus” .
Terjemahan. C: ”Reng, bagaimana sudah makan belum? Saya perutnya sudah lapar sekali”. G: ”Belum kring, saya juga perutnya lapar”. C: ”Orang yang tidak punya ya begini Reng. Perut lapar, mau makan tidak punya uang. Jangankan buat beli baju seperti orang lain”.
G: ”Iya memang Kring. Bagaimana kalau saya mau nyandang tidak ada, kerja juga ya.....sedapatnya” . C: ”Jangan begitu dong, walaupun tidak punya uang, tetap saya bisa nyandang walaupun tidak seperti orang lain kita bisa nyandang sedikit”. G: ”Ya.....malukan sama orang lain, kalau jalan-jalan bajunya bagus, kalau piknik atau nongkrong baju dan celananya bagus”. C: ”Jangan begitu dong, walaupun baju dan celana kita seperti ini, kita harus bersyukur kepada Allah SWT, sebab Allah SWT sudah memberikan rejeki seperti ini ya harus diterima dan mengucapkan alhamdulilah”. G: ”Iya....ya kring betul juga terusnya bagaimana kring. C: ”Kita hidup itu jangan berlebihan. Karena Allah SWT tidak suka manusia yang hidupnya berlebihan. Kalau manusia yang sifatnya berlebihan itu temannya setan. Apakah kamu mau menjadi temannya setan ?” G: ”Lah.....ya tidak maulah kring”. C: ”Ya sudah kalau begitu kita harus menerima keadaan seperti yang diberikan Allah SWT. Tetapi kita juga jangan bersedih ...semangat terus .....”
Keterangan C: Cungkring G: Gareng
Sesuai dengan paparan cerita yang di atas, memang benar Cungkring salah satu tokoh punakawan yang sederhana sekali. Sifat yang tidak berlebihan ini menggambarkan orang yang sudah meninggalkan sifat keduniawian. Artinya sifat ini hanya mementingkan keperluan di akherat. Kepentingan di akherat selalu dilakukannya dengan cara apapun di dunia, misalnya selalu menolong, saling menghormati, lapang dada, rendah hati atau tidak sombong dan lain-lain yang sifatnya tentang kebaikan. Jika kita perhatikan dan amalkan dari sifat Cungkring tadi, Insya Allah kita akan masuk sebagai golongan yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT dan akan mendapatkan surga kelak di alam akherat. Disinilah keistimewaan Cungkring yang merupakan gubahan para Wali Songo dan para pujangga dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa dengan perantara wayang kulit purwa Indramayu dengan tokoh punakawan Cungkring. Pada jaman dahulu,
para Wali Songo menyebarkan agama Islam di tanah Jawa dengan sesederhana mungkin, tetapi dibalik kesederhanaannya itu ada semangat yang menggebu-gebu. Kepribadian Wali Songo yang sederhana baik busana atau berbicara, bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari dituangkannya kepada tokoh punakawan Cungkring dalam menyebarkan agama Islam. Disinilah Islam yang dikenalkan oleh para wali songo dengan sederhana dan penuh dengan kedamaian. Cungkring oleh para wali songo diibaratkan sebagai orang yang strata sosialnya rendah, karena sebagai punakawan. Para Wali Songo khususnya Sunan Kalijaga yang menciptakan tokoh punakawan ini, Cungkring dibuatnya dengan sederhana. Didalam ajaran agama Islam tidak mengenal istilah strata atau tingkatan atau derajatnya. Agama Islam hanya mengenal tingkatan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT. Sunan Kalijaga juga menciptakan wayang dengan berbagai tokoh baik itu satria, ponggawa, putri, punakawan dan danawa, hanya sekedar sebagai tingkatan dari kedudukan dalam peranannya apakah ia sebagai raja atau rakyat biasa. Nabi Muhammad SAW merupakan tokoh yang sangat sederhana sekali walaupun beliau seorang nabi yang paling sempurna dan utusan Allah SWT untuk menyebarkan agama Islam di seluruh bumi ini. Rasululah SAW menyebarkan agama Islam dengan sederhana, baik melalui dakwah, bertingkah laku, berbicara dan sebagainya. Kesederhanaan beliau ini memang ada kaitannya dengan agama Islam, karena Allah SWT tidak suka terhadap hambanya yang berlebihan. Sifat Cungkring yang mencerminkan kesederhanaan dalam ajaran agama Islam di katakan Zuhud, yaitu suatu sifat yang sudah meninggalkan kepentingan keduniawian
untuk mencapai kesempurnaan hidup dengan cara makrifat dan menjalankan sareat Allah SWT supaya hidup sempurna di dunia dan di akherat.