Bab IV Hasil dan Diskusi
IV.1. Hasil Hasil pengukuran suseptibilitas magnetik frekuensi rendah menunjukkan bahwa nilai tertinggi untuk suseptibilitas permassa (χ) adalah 15.76 x 10-8 m3/kg pada sampel BH 8.1, sementara nilai terendah adalah 11.69 x 10-8 m3/kg pada sampel BH 6.2. Nilai suseptibilitas rata-rata untuk seluruh kumpulan sampel adalah 12.77 x 10-8 m3/kg. Sedangkan pada pengukuran dengan frekuensi tinggi diperoleh nilai tertinggi 15.67 x 10-8 m3/kg untuk sampel BH 8.1 dan terendah 11.19 x 10-8 m3/kg untuk sampel BH 6.2 (Gambar IV.1). Kisaran nilai suseptibilitas yang diperoleh ini hampir sama dengan nilai suseptibilitas sedimen pada daerah Tsengwen-Chi dan Erhjen Chi di Taiwan (Horng, 1999), dan outer shelf of the East China (Lu et al., 2003), serta sampel dari Hydrate Ridge (Larrasoana, 2006). Secara umum nilai suseptibilitas dikontrol oleh jenis dan konsentrasi mineral magnetik yang terkandung dalam sampel. Dari hasil pengukuran LUSI diperoleh nilai suseptibilitas yang cukup kecil jika dibandingkan dengan nilai suseptibilitas sedimen pada umumnya. Hal ini dibuktikan dengan analisa Thompson plot. Nilai ini mengindikasikan adanya mineral magnetik dengan konsentrasi kecil hingga sedang. Gambar IV.2 menunjukkan nilai suseptibilitas bergantung frekuensi (χFD) (frequency dependent) berkisar antara -1.35 s.d 4.53%. χFD rendah (<0) terdapat pada sampel BH 9.2 (-1.05%), BH 10.1 (-1.35%), BH 10.2 (-0.29%) dan BH 11.1 (-0.333%). Pada gambar tersebut terlihat adanya sebaran nilai persentase suseptibilitas yang bergantung pada frekuensi. Nilai χFD ini berkaitan dengan keberadaan domain material superparamagnetik (SP). χFD mencerminkan keberadaan mineral ferrimagnetik pada batas single domain (SD)/superparamagnetik (0.02 µm), tapi nilai yang terlalu kecil menandakan adanya mineral besi yang terkurung dalam paramagnetik atau mineral cantedantiferomagnetik pembawa phase paramagnetik. Persentase χFD yang kurang dari
21
4%, menyatakan adanya mineral ferimagnetik yang berukuran halus dengan konsentrasi yang kecil. Menurut Maher (1986) hal ini menandakan bahwa lumpur mungkin didominasi juga oleh mineral canted antiferomagentik sebagai pembawa remanen. Mineral ini berukuran besar dan lebih tahan terhadap dissolusi daripada mineral ferrimagnetik yang berukuran lebih kecil. Pada mineral ferrimagnetik, khususnya yang berukuran halus, mungkin mengalami dissolusi dan mineral paramagnetik mengalami represipitasi yang terjadi pada batas oxic/anoxic (Flower et al., 1995).
Gambar IV.1. Suseptibilitas LUSI Pada pengukuran intensitas ARM diperoleh nilai antara 2.95 s.d 222 mA/m. Intensitas tertinggi terdapat pada sampel BH9.1 (222 mA/m) sedangkan intensitas terendah terdapat pada sampel BH 1.1. (2.95 mA/m). Kestabilan mineral magnetik ditentukan melalui kurva peluruhan ARM, dimana kurva landai akan memiliki kestabilan yang kurang baik atau sebaliknya. ARM memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap keberadaan mineral magnetik dengan bulir single-domain (SD)
22
yang kecil, dimana untuk magnetite nilainya terletak antara 0.03 µm < d < 0.06 µm. (Dunlop and Ozdemir, 1997; Hunt et al., 1995).
Frequency Dependence Susceptibility 5.0 4.0
X (%)
3.0 2.0 1.0 0.0 8.0
9.0
10.0
11.0
12.0
13.0
14.0
-1.0 -2.0 -3
3
X (10 m /kg)
Gambar IV.2. Frequency Dependence Susceptibility LUSI Peluruhan ARM LUSI
Intensitas Ternormalisasi (mA/m)
1.2 1 BH 3.1
0.8
BH 12.1 BH 1.1
0.6
BH 7.1 BH 5.1
0.4
BH 9.1
0.2 0 0
100
200
300
400
500
Medan H (mT)
Gambar IV.3. Kurva peluruhan ARM LUSI
23
600
Namun nilai ini juga dapat dipengaruhi oleh interaksi antara partikel magnetik (Sugiura, 1979; Yamazaki and Ioka, 1997). Gambar IV.3 adalah kurva peluruhan ARM untuk sampel LUSI. Pada gambar tersebut terlihat bahwa sebagian sampel meluruh kurang stabil dengan distribusi intensitas yang bervariasi. Nilai ARM yang relatif kecil ini menandakan bahwa mineral magnetik yang terdapat pada LUSI ini mempunyai kemampuan menyimpan remanen yang kurang baik. Dari hubungan antara suseptibilitas dan intensitas ARM dapat diperoleh ukuran bulir dari partikel magnetik melalui King’s plot seperti yang tampak pada gambar IV.4. berikut ini
Gambar IV. King’s plot LUSI Pemberian IRM pada sampel menunjukkan bahwa intensitas IRM mengalami saturasi pada medan yang relatif rendah, yaitu sekitar 200–300 mT, dengan intensitas sekitar 6000–8000 m A/m seperti yang terlihat pada gambar IV.5. Hal ini mengindikasikan bahwa mineral magnetik yang mendominasi sampel LUSI adalah magnetite.
24
Saturasi IRM LUSI
Intensitas Ternormalisasi(mA/m)
1.2 1 0.8
BH 121 BH 1.1 BH 7.1 BH 5.1 BH 3.1 BH 9.1
0.6 0.4 0.2 0 0
200
400
600
800
1000
-0.2 Medan H (mT)
Gambar IV.5. Kurva Peluruhan IRM LUSI Dari kurva peluruhan IRM dapat kita tentukan jenis mineral yang terdapat pada sampel. Hubungan antara parameter manetik κ (suseptibiltas magnetik per volume) dengan nilai saturasi IRM (SIRM) yang dinyatakan dengan Thompson’s plot dapat dilihat pada gambar IV.6.
Gambar IV.6. Thompson plot LUSI
25
IV.2. Diskusi Dari nilai peluruhan ARM, terlihat bahwa sampel lumpur memiliki magnetisasi yang relatif kurang stabil. Keadaan ini dibuktikan dengan kurva peluruhan intensitas ARM yang tidak teratur. Pola peluruhan intensitas ARM terhadap medan termagnetisasi untuk setiap ukuran bulir tertentu sangat spesifik yang umumnya ditandai dengan MDF (median destructive field). Makin kecil MDF, maka makin tidak stabil mineral magnetik atau sebaliknya. Pada kurva peluruhan ARM, ketika intensitas termagnetisasi meluruh 50%, seluruh sampel memiliki medan termagnetisasi dibawah 50%. Ini menandakan bahwa sampel ini memiliki kestabilan mineral magnetik yang relatif kurang stabil. Kestabilan magnetisasi ini erat kaitannya dengan domain magnetik yang dimilikinya, dimana domain jamak (multi domain) memiliki magnetisasi yang tidak stabil dibandingkan dengan domain tunggal (single domain). Dari kurva saturasi terlihat bahwa intensitas ARM sampel LUSI mengalami reduksi sampai 10% dari nilai awalnya dengan medan magnetisasi yang kurang dari 50 mT. Hal ini berarti bahwa ukuran bulir magnetik LUSI mempunyai domain multi domain atau pseudo single domain dan mempunyai ukuran bulir yang relatif kasar. Mineral magnetik pembawa remanen pada lumpur tersaturasi dengan mudah yaitu pada medan antara 200–300 mT, seperti yang terlihat pada kurva saturasi IRM (gambar 3.4). Menurut Moskowitz (1991) bahwa hematite lebih sukar tersaturasi dibandingkan dengan magnetite atau hematite akan mengalami saturasi di atas 300 mT. Karena magnetite tersaturasi pada medan antara 300–500 mT, maka dapat disimpulkan bahwa mineral magnetik pembawa remanen pada LUSI adalah dominanasi oleh magnetite (Fe3O4). Namun menurut Irvan (2008) mineral magnetik yang terkandung di lumpur tidak hanya magnetite, seperti yang diperoleh dari hasil kurva saturasi IRM tetapi juga mineral lainnya yang diduga sulfida besi (pyrite dan pyrrotite) dengan ukuran bulir besar dari 20 µm.
26
Konsentrasi, variasi ukuran bulir dan perubahan mineralogi mineral magnetik berhubungan dengan parameter χ, SIRM dan ARM. Menurut Chapparo et al., (2004) nilai parameter magnetik yang rendah, khususnya suseptibilitas dan ARM berkaitan dengan proses diagenetik awal (early diagenetic processes - Fe-oxides – Fe-sulfides). Meskipun kedua parameter ini berhubungan dengan konsentrasi magnetik, namun variasi kedua nilai ini dapat dijelaskan oleh pengaruh material magnetik yang berbeda. Secara kasar χ sebanding dengan konsentrasi mineral paramagetik dan ferimagnetik, sedangkan ARM hanya sensitif terhadap konsentrasi mineral ferrimagnetik serta ukuran bulirnya (Dunlop and Ozdemir, 1997) Estimasi ukuran bulir secara kuantitatif dapat diperoleh melalui King’s plot dan Thompson’s plot . Menurut Chapparo et al., (2003) konsentrasi mineral magnetik umumnya berkisar antara 0.01 dan 0.1% yang diperoleh berdasarkan pada Thompson’s plot (Thompson and Oldfield, 1986). Dari Thompson’s plot (gambar IV.5) diketahui bahwa konsentrasi mineral magnetik LUSI lebih kecil dari 0.01% dan termasuk dalam pseudo single domain (PSD), dengan ukuran bulir lebih kecil dari 16 µm. Sedangkan berdasarkan pada King’s plot diperoleh ukuran bulir yang bervariasi antara 5–20 µm dengan domain pseudo single domain (PSD). Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil berdasarkan Day plot LUSI (komunikasi dengan Hamdi Rifai, 2008). Distribusi ukuran bulir yang berbeda antara kedua plot di atas (King’s plot dan Thompson’s plot) terkait dengan perbedaan estimasi beberapa faktor, diantaranya interaksi ukuran bulir, adanya phase magnetik yang sangat keras serta konsentrasi (feri) magnetik. Namun perlu diingat bahwa analisa ukuran bulir dan konsentrasi mineral magnetik ini dibuat berdasarkan magnetite sintetis. Oleh sebab itu pendekatan untuk sampel alami sedikit berbeda. Perbedaan kedua estimasi ini dapat disebabkan oleh konsentrasi magnetite yang sangat rendah. Dari kedua estimasi di atas dapat dilihat bahwa bulir magnetik (magnetite) yang terdapat
27
dalam LUSI ini mempunyai ukuran yang bervariasi, dari bulir yang sangat halus (fine-grained) hingga bulir kasar namun masih dalam kategori PSD. Hal ini menandakan bahwa lumpur ini telah mengalami perbedaan pengaruh diagenesis yang berbeda dari kondisi oxic menuju ke anoxic. Dalam lingkungan oxic (atau sub-oxic), magnetite dapat bertahan, sementara authigenic pyrite terbentuk dalam lingkungan anoxic. Selama berlangsungnya proses diagenesis anoxic, magnetite yang berukuran sangat halus (superparamagnetik dan single domain) akan terlarutkan seluruhnya, sementara mineral magnetite yang berukuran lebih kasar (pseudo-single domain dan multi domain) selanjutnya akan berkembang menjadi mineral besi sulfida seperti pyrite. Disamping itu, karena kandungan zat organik lumpur/sedimen terlalu rendah untuk menunjang reaksi dibawah kondisi anoxic, dapat diduga bahwa methan timbul dari lapisan sedimen terdalam yang merupakan penyebab utama terjadinya reduksi formasi lingkungan dalam sedimen. Dapat diduga hal yang sama juga terjadi pada mineral magnetik LUSI yang mungkin juga mengalami proses sedimentasi yang diikuti dengan diagenesis dan berasal dari kawasan sulfidic yang merupakan kawasan transisi antara sulfat dan methane, dalam keadaan anoxic zona tersebut cendrung menyebabkan unsur besi untuk mengalami reduksi untuk menjadi stabil pada bentuk Fe2+. Sehingga dalam lingkungan sulfidic ini, titano-magnetite cenderung untuk berubah menjadi titanohematite. Menurut Garming (2005) proses ini dapat berlangsung dalam lingkungan sulfidik, proses maghemitisasi ini merupakan proses yang penting pada lingkungan sulfidic. Proses ini dapat mengubah karakteristik magnetik dari mineral magnetite yang tersisa. Dari proses difusi dari Fe2+ yang keluar dari magnetite, menunjukan bahwa hematite dan titanohematite cenderung bersifat stabil pada lingkungan sulfidik. Hampir seluruh mineral magnetik yang ada dalam LUSI selalu disertai oleh kandungan silikat yang tinggi. Kandungan silikat yang tinggi ini memberikan
28
korelasi positif dengan lingkungan tempat terbentuknya mineral magnetik ini. Dalam hal ini, daerah yang sangat mungkin terbentuknya mineral magnetik ini adalah daerah sedimentasi lempung yang kaya akan kandungan silika Si (Irvan, 2008). Dari stratigrafi Sidoarjo (Gambar II.2) terlihat daerah yang cendrung mendekati keadaan zona sulfidic ini tidak dapat di interpretasikan secara tepat. Tapi berdasarkan pada keberadaan H2S yang cenderung konstan semenjak terjadinya erupsi menandakan adanya kontribusi campuran biogenik gas yang berasal dari kedalaman tertentu dan kaya akan kandungan hydrocarbon, seperti H2S yang dihasilkan dari daerah dengan kandungan SO42- dan methane yang tinggi. Menurut Garming (2005) zona ini merupakan sulfate–methane transition (SMT) dan zona ini merupakan kawasan yang anoxic yang juga dikenal dengan zona sulfidik. Mazzini (2007) mengindikasikan bagian daerah yang terdiri dari overpressured clayey unit (dengan kedalaman 1.323-1.871m) merupakan sumber yang memiliki kemungkinan yang tinggi sebagai lapisan yang kaya akan gas biogenik. Pada gambaran statigrafi Sidoarjo (Gambar II.2) terlihat bahwa zona ini berumur Pleistocene (0,8 juta tahun) dan merupakan bagian dari formasi upper Kallibeng yang kaya akan lempung berwarna abu kebiru-biruan. Laju pengendapan pada daerah ini cukup tinggi, yaitu 1.986,38 m dalam 0,8 juta tahun (2.480 m/ma). Tingginya laju pengendapan ini menyebabkan lapisan ini memiliki tekanan yang tinggi, sehinggga dapat memicu terjadinya semburan lumpur keatas.
29