BAB IV ANALISIS TENTANG PERLAWANAN ANAK PUNK MELALUI MUSIK YANG MENGKRITISI SEKOLAH BERDASARKAN ANALISIS PENDIDIKAN PEMBEBASAN PAULO FREIRE
Dalam bab IV ini, peneliti akan mencoba menganalisis tentang perlawanan anak punk melalui musik yang mengkritisi sekolah berdasarkan analisis pendidikan
pembebasan Paulo Freire. Peneliti akan mencoba menjabarkan
analisis tersebut dalam bentuk per poin (Paulo Freire) yang akan peneliti masukkan juga lirik-lirik potongan lagu dari berbagai lagu band punk yang berkaitan dengan poin tersebut. A. Konsientisasi dan Gaya Bank Dalam poin ini peneliti akan mencoba memasukkan lirik-lirik lagu yang berkaitan dengan konsientisasi. Konsientisasi dalam konteks ini bisa berarti kesadaran siswa yang belum maksimal ataupun upaya penyadaran yang dilakukan agar siswa mencapai kesadaran kritis.1 Sebelumnya telah dijelaskan pada bab II tentang tingkat kesadaran manusia, dari kesadaran magis, naif, sampai kritis. Dengan kesadaran yang kurang dari pihak siswa, maka sistem “gaya bank” akan tercipta. Siswa tidak sadar bahwa mereka sedang diperlakukan seperti bejana kosong yang akan dipetik manfaatnya dikemudian hari. Mereka dipaksa untuk menerima apa yang disampaikan oleh guru secara mentah-mentah tanpa didasarkan dulu dengan realita yang ada. Menganggap bodoh secara mutlak pada 1
Lihat Abdurrachman Assegaf dan Suryadi, Pendidikan Islam Mazhab Kritis: Perbandingan Teori Pendidikan Timur dan Barat, (Yogyakarta: Gama Media, 2008). Hlm. 147 dan Firdaus, Paulo Freire-YB. Mangunwijaya: Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, (Yogyakarta: Logung Pustaka, cet, III, 2007), hlm. 53.
114
115
orang lain, sebuah ciri dari ideologi penindasan, berarti mengingkari pendidikan dan pengetahuan sebagai proses pencarian.2 Harapannya, mereka yang belum sadar inilah yang nantinya akan disadarkan oleh kaum revolusioner. Karena pada era sekarang kita belum benar-benar merdeka. Kita masih dijajah, bukan oleh senjata, melainkan oleh ideologi. Ini yang harus kita perjuangkan bersama. 1. Band : Marjinal Kota
: Jakarta
Judul : 1+1=8 Lirik
:
Anak sekolah bisanya sekolah Tapi tidak tau kenapa sekolah Yang penting mah lulus Good, good, good, good, good boy Good, good, good, good, good girl3
Dalam kutipan lirik lagu tersebut, nampaknya Marjinal ingin mengabarkan kepada khalayak ramai bahwa tingkat kesadaran kebanyakan siswa di negeri ini masih berada pada tingkat kesadaran magis, yang mana pada tingkat ini manusia tidak mampu melihat kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya dan hanya menerima fakta sebagai sesuatu yang given. Hal ini memang bukan omong kosong belaka, karena inilah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Marjinal memang benar-benar mengabarkan fakta pada kita tentang fenomena kesadaran yang cukup menyedihkan yang melanda mayoritas siswa di negeri ini. Dimana memang 2
Lihat Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, terjemahan tim redaksi, (Jakarta: Pustaka LP3ES, cet. VI, 2008). Hlm. 53. 3 http://www.musixmatch.com/lyrics/Marjinal/1-1-8 diakses pada tanggal 25 Januari 2016
116
kebanyakan siswa bersekolah bukan karena kesadarannya sendiri. Mereka bersekolah karena dorongan orang tua, ikut-ikutan teman. Mereka hanya mengikuti arus saja. Dan Paulo Freire menginginkan agar setiap siswa yang belajar harus sampai pada tingkat kesadaran kritis. Karena kesadaran kritis akan membawa kita pada pendidikan kritis.4 Sebagaimana telah disebutkan di depan, Freire menggolongkan kesadaran menjadi tiga, yaitu kesadaran magis, kesadaran naif, dan kesadaran kritis. Dari tiga macam kesadaran ini, Freire berjuang mewujudkan kesadaran kritis di kalangan orang-orang terpinggirkan, terzalimi, dan terkorbankan. Kesadaran kritis tersebut ditumbuhkan melalui saluran pendidikan.5 Selain menyinggung tentang kesadaran siswa, lirik lagu di atas juga menyasar pada pendidikan gaya bank. Jika siswa itu sendiri belum mencapai kesadaran kritis, maka guru akan melancarkan gaya bank dengan mudahnya. Penindasan yang harus dilawan kesadaran kritis bukan hanya terjadi pada sistem dan struktur kekuasaan maupun sosial, melainkan penindasan sesungguhnya juga terjadi pada sistem pendidikan, yang disebut Freire sebagai pendidikan gaya bank. Menurut Freire, guru dalam model sistem pendidikan ini menampilkan diri dalam posisi yang berhadapan dengan murid. Guru merasa serba berpengetahuan sedang murid mutlak bodoh, sebagai ciri dari ideologi penindasan.6 Murid
seperti
budak
terasing,
menerima
kebodohannya
sebagai
pengesahan keberadaan guru, tetapi tidak pernah menyadari bahwa mereka 4
Lihat Firdaus, Paulo Freire-YB. Mangunwijaya: Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, (Yogyakarta: Logung Pustaka, cet, III, 2007), hlm. 50. 5 Mujamil Qomar, Kesadaran Pendidikan: Sebuah Penentu Keberhasilan Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, cet. I, 2012). Hlm. 132. 6 Ibid., hlm. 133.
117
mendidik gurunya. Sebaliknya, pendidikan yang membebaskan berusaha ke arah rekonsiliasi. Pedidikan ini harus dimulai dengan pemecahan masalah kontradiksi guru-murid tersebut, dengan menunjukkan kutub-kutub dalam kontradiksi sehingga kedua-duanya secara bersama-sama dalah guru dan murid.7 Di kalangan peserta didik juga terdapat kesenjangan. Djohar melaporkan, mereka mempelajari ilmu, tetapi tidak memperoleh budaya ilmu, karena mereka hanya diajak menjadi “makelar” pengetahuan tanpa mempelahari melalui proses iqra’ terhadap fenomena alam dan kehidupan nyata. Akhirnya, mereka menjauh dan tidak mampu menghadapi kehidupan tersebut.8 Mereka boleh jadi membaca, tetapi tidak pernah mencoba memahami dan menghayati bacaannya sehingga tidak mengerti apa intisari dari yang dimaksud. Mereka tidak memiliki target dalam mempelajari ilmu, sehingga tidak mengukur keberhasilan belajarnya.9 2. Band : Desa Luka Negara Kota
: Tasikmalaya
Judul : Jalanan Adalah Sekolah Lirik
:
Bagi kami kreasi bukan tradisi Melainkan harta yang tak terbeli Dan bagi kami jalanan adalah sekolah Tapi ingat jangan anggap kami sampah10
7
Ibid., hlm. 134. Djohar, Pendidikan Strategik Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan, Andi Dermawan (ed), (Yogyakarta: CESFI, 2003), hlm. 44. 9 Mujamil Qomar, op.cit., hlm. 37. 10 http://liriklagu-bicill.blogspot.co.id/2015/10/lirik-lagu-desa-luka-negarajalanan.html?m=1 diakses pada tanggal 1 Februari 2016 8
118
Kutipan lirik lagu garapan Desa Luka Negara tersebut mempunyai kandungan yang dalam. Mereka memposisikan diri sebagai orang yang telah mencapai pada tingkat kesadaran kritis. Karena mereka memperoleh pelajaran hidup dari “jalanan” yang notabene bersentuhan langsung dengan realita sosial yang ada. Mereka menganggap jalanan adalah sekolah yang sesungguhnya. Karena di jalanan mereka bisa berkreasi dan berkarya sesuka hati mereka. Mereka merdeka dan mendapatkan makna hidup di jalanan. Di jalanan mereka bisa learn by doing. Tidak seperti di sekolah formal pada umumnya dimana para siswa diperlakukan seperti bejana kosong yang terus menerus diisi dengan berbagai ilmu yang akan dimanfaatkan dikemudian hari. Ini seperti ungkapan terkenal tentang kritikan yang dilontarkan untuk sekolah, “Nenekku ingin aku mendapatkan pendidikan, maka dari itu ia melarangku bersekolah”. Kutipan lirik lagu tersebut nampaknya sesuai dengan harapan Paulo Freire yang menginginkan manusia untuk bisa sampai pada tingkat kesadaran kritis yang kemudian sampai pada pendidikan kritis yang mempunyai kehendak bebas.11 Jadi, kesadaran kritis yang dibangun melalui pendidikan dimaksudkan Freire untuk melawan penidasan akibat sistem dan struktur sosial yang tidak adil sekaligus mewujudkan pembebasan bagi kaum tertindas.12 3. Band : Desa Luka Negara Kota
: Tasikmalaya
Judul : Jalanan Adalah Sekolah 11
Lihat Paulo Freire, Pendidikan yang Membebaskan, Pendidikan yang memanusiakan, dalam Omi Intan Naomi (ed), Menggugat Pendidikan Konservatif, Liberal dan Anarkis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. III, 2001), hlm. XiX. 12 Mujamil Qomar, op.cit., hlm. 133.
119
Lirik
:
Banyak orang bicara semuanya Tentang cara hidup kita Tak peduli apa kata mereka Yang penting bisa berkarya dan terus...13
Lirik kali ini Desa Luka Negara berusaha mengutarakan bahwa dengan jalan yang mereka pilih, mereka telah banyak menerima cibiran dari masyarakat pada umumnya. Karena mereka bisa dibilang kaum revolusioner yang masih minoritas. Sudah menjadi rahasia umum jika yang mayoritas menghukumi yang minoritas. Namun mereka tidak peduli dengan semua itu. Karena di jalanan mereka bisa terus berkarya dan mendapat pengalaman serta ilmu baru pada setiap harinya sesuai dengan dinamika kehidupan yang bergulir. Seperti yang terjadi di basecamp Marjinal yang ada di Setiabudi, Setu Babakan, Jakarta Selatan, dari hari ke hari kian banyak saja anak muda yang datang dan terlibat dalam program workshop (cukil kayu dan musik). Para punker biasanya datang secara berkelompok. Biasanya mereka duduk-duduk di beranda depan, melepas penat, setelah seharian berada di jalanan, sambil asik ngobrol dan bermain musik. Dengan ukulele (kentrung), gitar, dan jimbe mereka menyanyikan lagu-lagu. Mike (Vokalis Marjinal) dan Bob (Bassis Marjinal) pun ikut nimbrung bernyanyi bersama. Sambil sesekali mereka berdiskusi tentang realita sosial di negeri ini. Proses belajar dan mengajar, secara tidak langsung terjadi di komunitas, dengan rileks.14 13
http://liriklagu-bicill.blogspot.co.id/2015/10/lirik-lagu-desa-luka-negarajalanan.html?m=1 diakses pada tanggal 1 Februari 2016 14 http://sunthemoon-punkrock.blogspot.co.id/2012/04/street-punk-kehidupan-ataupelarian.html? Diakses pada 24 Maret 2016
120
Dengan pemahaman lain, menurut Tariq Ramadan, “Pendidikan memacu pencapaian pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan, tetapi ia juga memacu belajar untuk menjaga potensi spiritual, intelektual, dan estetika kita.15 Punk dengan kesadaran kritisnya mampu terampil dalam berkarya dengan pendidikan yang mereka dapat di jalanan. 4. Band : Desa Luka Negara Kota
: Tasikmalaya
Judul : Jalanan Adalah Sekolah Lirik
:
Berkarya tuk hidupkan dunia Dengan seni dan peran budaya Bergerak berontak itu biasa Karena keadilan tak ada Jangan lihat kami sebelah mata16
Lirik kali ini menegaskan bahwa mereka akan terus berkarya untuk menghidupkan dunia dengan seni dan peran budaya. Mereka menganggap pemberontakan itu adalah hal yang wajar dalam setiap tindakan pengawasan yang mereka lakukan, karena pada dasarnya mereka adalah oposisi dari para penguasa. Mereka menganggap keadilan di negeri ini nyaris sudah punah, hanya milik segelintir golongan saja termasuk dalam sektor pendidikan formal. Itu mengapa mereka memilih menjadikan jalanan sebagai sekolahan yang sesungguhnya. Tapi mereka berpesan agar jangan memandang sebelah mata jalan hidup yang mereka 15
Tariq Ramadan, The Quest for Meaning Development a Philosophy of Pluralism, (London: The Pinguin Group, 2010), hlm. 131. 16 http://liriklagu-bicill.blogspot.co.id/2015/10/lirik-lagu-desa-luka-negarajalanan.html?m=1 diakses pada tanggal 1 Februari 2016
121
pilih. Karena tak selamanya jalanan itu negatif. Seperti halnya sekolah yang tak selamanya positif. Nurani Soyomukti menjelaskan bahwa pendidikan merupakan cara untuk menciptakan kualitas manusia. Manusia yang berkualitas adalah manusia yang dapat menggunakan potensi fisik dan psikisnya untuk melihat dan merespons lingkungan sosialnya. Semakin banyak manusia yang berkualitas, semakin dapat dipastikan bahwa masyarakat kita berjalan secara beradab. 17 Punk dengan kesadaran kritisnya mampu merespons fenomena sosial di sekitar mereka dengan karya-karyanya. 5. Band : Desa Luka Negara Kota
: Tasikmalaya
Judul : Jalanan Adalah Sekolah Lirik
:
Teringat semua hal yang kau katakan Tentang kami dan jalanan Jangan kau anggap sebagai pelarian Karena disini kami tumbuh dan terus...18
Pada lirik kali ini Desa Luka Negara mengisyaratkan bahwa mereka berusaha menjadi pendengar yang baik atas segala cibiran yang orang katakan pada mereka dan jalanan. Mereka tidak berusaha merespon dengan tindakan yang negatif, melainkan dengan karya. Mereka berpesan agar jangan menganggap ini adalah sebuah pelarian, entah itu dari masalah ekonomi, sosial, politik, dan lain17
Nurani Soyomukti, Pendidikan Berspektif Globalisasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 76. 18 http://liriklagu-bicill.blogspot.co.id/2015/10/lirik-lagu-desa-luka-negarajalanan.html?m=1 diakses pada tanggal 1 Februari 2016
122
lain. Karena jalanan adalah benar-benar murni pilihan mereka sendiri dengan tanpa paksaan. Disana mereka tumbuh, disana mereka berkarya. Karena ini adalah jalan mereka. Karena mereka adalah kaum revolusioner yang berusaha membuat perubahan di negeri yang sedang dijajah bukan oleh senjata ini, melainkan oleh ideologi. B. Penindasan Sistem Dalam poin ini penulis akan mencoba memasukkan lirik-lirik lagu yang berkaitan dengan penindasan sistem. Penindasan sistem disini berarti penindasan yang dilakukan oleh sistem ataupun kebijakan yang diterapkan.19 Peneliti tidak tahu apakah sistem ataupun kebijakan yang diterapkan oleh mayoritas sekolah formal di negeri ini sesuai dengan realita yang ada atau malah berkontradiksi dengan keadaan yang sebenarnya.20 Misalnya saja kebijakan sekolah tentang biaya ataupun kebijakan standar nilai kelulusan yang sama untuk semua wilayah di Indonesia tetapi malah kualitas pendidikan itu sendiri yang tidak merata untuk setiap sekolah pada setiap daerah. 1. Band : Bunga Hitam Kota
: Bandung
Judul : Pendidikan Tanpa Batas Lirik
:
Impian anak bangsa kini telah berakhir Pendidikan tanpa batas si kaya Apa doktrinisasi datang untuk si miskin
19
Lihat Paulo Freire, Sekolah Kapitalisme Yang Licik, terjemahan Mundi Rahayu, (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, Cet. III, 2007), hlm. 72. 20 Lihat Paulo Freire, Politik Pendidikan Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, terjemahan Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyartanto, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, cet. VI, 2007), hlm. 273-274.
123
Kesenjanganpun semakin menajam21 Sistem ataupun kebijakan yang seperti ini seakan “mematikan siswa miskin” secara perlahan. Kebijakan pemerintah tentang peringanan biaya pendidikan dengan berbagai macam bentuk bantuan nyatanya hanya bualan belaka. Siswa tetap harus membayar biaya bulanan dalam nama lain. Gampangnya begini, dari atas memang mungkin gratis, tetapi sampai bawah tetap harus membayar. Ini hanya akan menambah daftar pajang kesenjangan di bidang pendidikan. Topatimasang, Rahardjo, dan Fakih mengatakan bahwa pendidikan merupakan sarana untuk memproduksi kesadaran
guna mengembalikan
kemanusiaan manusia dan pendidikan berperan membangkitkan kesadaran kritis sebagai prasyarat untuk melakukan pembebasan.22 Tugas
utama
pendidikan
adalah
menciptakan
ruang
untuk
mengembangkan sikap kritis terhadap sistem dan struktur yang diskriminatif terhadap kaum tertindas dan kaum tersingkirkan, seperti kaum miskin, kaum buruh, para penyandang cacat, atau mereka yang memiliki kemampuan berbeda, kaum perempuan dan anak-anak. Pendidikan juga memiliki tugas lain untuk melakukan proses dekonstruksi dan aksi praktis maupun stategis menuju sistem sosial yang sensitif dan nondiskriminatif.23 2. Band : Bunga Hitam Kota 21
: Bandung
http://cherrybois.blogspot.co.id/2014/02/pendidikan-tanpa-batas-lyric-20.html?m=1 diakses pada 25 Januari 2016 22 Roem Topatimasang, Toto Rahardjo, dan Mansour Fakih, Pendidikan Populer Membangun Kesadaran Kritis, (Yogyakarta: INSIST PRESS, 2010), hlm. XII. 23 Ibid., hlm. 38.
124
Judul : Pendidikan Tanpa Batas Lirik
:
Kalau imajinasi dan kreasi membludak Karena materi dan dukungan sang bapak Pendidikan tanpa batas bukanlah untuk rakyat Pembodohan sampai jadi mayat24
Kutipan lirik tersebut seakan mencerminkan realita pendidikan di negara kita ini. Bukan cerminan yang baik, tapi ini sebuah cerminan penyakit pendidikan kita. Dimana pendidikan adalah milik golongan tertentu saja. Dalam arti yang lebih sempit, perbedaan kualitas pendidikan yang diterima akan dialami siswa dalam satu sekolah saja yang berlatarbelakang berbeda. Sedangkan dalam konteks yang lebih luas, perbedaan kualitas pendidikan ini akan dialami oleh setiap sekolah pada setiap daerah. Anda berpikir kualitas pendidikan di sekolah-sekolah di Ibukota akan sama dengan sekolah-sekolah di daerah perbatasan, di pelosokpelosok sana walaupun standar kelulusan yang diterapkan adalah sama? Jawabannya adalah tidak. Ada banyak sekali perbedaan kuantitas dan kualitas pendidikan disini, seperti kompetensi ataupun kualitas guru yang berbeda, media belajar yang tak sama, dan masih banyak lagi faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan kualitas pendidikan. Wilayah Indonesia secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kawasan, yaitu kawasan barat dan kawasan timur, dimana letak pemerintahan pusat berarada di kawasan wilayah barat membuat banyak kesenjangan dalam banyak bidang antara kawasan barat yang dianggap sebagai pusat pemerintahan dan pusat 24
http://cherrybois.blogspot.co.id/2014/02/pendidikan-tanpa-batas-lyric-20.html?m=1 diakses pada 25 Januari 2016
125
pembangunan dengan kawasan timur Indonesia yang cenderung sulit dijangkau dari pusat pemerintahan.25 Berdasarkan data terakhir Kementrian Daerah Tertinggal, dari 183 daerah tertinggal di Indonesia, 70% berada di kawasan timur Indonesia.26 Kesenjangan yang terjadi di Indonesia dapat dilihat dari berbagai indikator, diantaranya angka putus sekolah tingkat SMP tahun ini terjadi di Provinsi Sulawesi Barat yang tidak lain terletak di kawasan Indonesia timur. Kondisi ini terjadi karena selain kekurangan biaya, juga jumlah sekolah yang terbatas sebagai sarana pendidikan para siswa. Hal ini tentu sangat disayangkan mengingat pendidikan di SMP merupakan bagian dari program wajib belajar 9 tahun. Bila dilihat dari angka ketidaklulusan SMP tahun 2010, provinsi yang menduduki dua peringkat tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur dengan angka ketidaklulusan mencapai 39,87% dan Gorontalo dengan angka 38,80%. Untuk angka mengulang ujian nasional atau ketidaklulusan tingkat SMA dan sederajat, kedua provinsi ini juga tetap menjadi yang tertinggi dengan angka 52,08% untuk NTT dan 46,22% untuk Gorontalo.27 Bunga Hitam menegaskan bahwa pendidikan yang sistem pendidikan yang seperti ini bukan milik rakyat. Jika keadaan yang seperti ini dibiarkan berlarutlarut, bukan hal yang tabu lagi bahwa hal yang semacam ini akan menjadi pembodohan sampai akhir hayat, sampai jadi mayat.
25
http://www.academia.edu/9476172/Kesenjangan-pendidikan-antar-daerah1 diakses pada 24 Maret 2016 26 Ibid 27 Ibid
126
Kita semuanya mengetahui betapa sistem pendidikan nasional kita terlalu disentralisasikan. Kita mengenal satu jenis kurikulum, meskipun embel-embel adanya muatan lokal. Kita mengenal satu jenis ujian negara yang didalihkan untuk mencapai kualitas. Namun demikian, praktik kebijakan sentralisasi telah mematikan berbagai jenis inovasi pendidikan dan menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang tanpa inisiatif. Akibatnya ialah sistem pendidikan nasional yang melahirkan generasi muda Indonesia yang mempunyai watak pegawai negeri yang tidak berinisiatif dan hanya bergerak karena petunjuk atasan.28 Kekacauan diawali dari akar permasalahan, yakni arah dari tujuan pendidikan nasional hingga merembet pada komponen-komponen lain yang semestinya memang dipengaruhi oleh tujuan pendidikan tersebut, baik kondisi pendidik, peserta didik, sistem pembelajaran, pola pikir, dan lain-lain. Djohar mencoba mendaftar akibat negatif dari pendidikan di Indonesia sebagai berikut: a. Pendidikan kita telah kehilangan objektivitasnya b. Pendidikan kita tidak mendewasakan peserta didik c. Pendidikan kita tidak menumbuhkan pola berpikir d. Pendidikan kita tidak menghasilkan manusia terdidik e. Pendidikan kita dirasa membelenggu f. Pendidikan kita belum mampu membangun individu belajar g. Pendidikan kita dirasa linier-indoktrinatif h. Pendidikan kita belum mampu menghasilkan kemandirian, dan
28
6.
H.A.R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), hlm.
127
i. Pendidikan kita belum mampu memberdayakan peserta didik29 3. Band : Marjinal Kota
: Jakarta
Judul : Aku Mau Sekolah Gratis Lirik
:
Inilah realita banyak yang tidak sekolah Di tengah-tengah kota apalagi pelosok desa Berjuta anak bangsa tak mampu terus sekolah Karena biayanya saja sudah semakin menggila30
Tak jauh berbeda dengan lagu milik Bunga Hitam di atas, lagu garapan Marjinal ini juga mengkritisi tentang biaya pendidikan sekolah di negeri ini. Lirik tersebut memberitahukan bahwa anak yang putus sekolah bukan hanya di daerah terpencil saja, tetapi juga melanda mereka yang hidup di kota metropolitan seperti Jakarta, kota asal Marjinal. Anak-anak yang mengamen, meminta-minta, dan melakukan aktivitas lain tiap harinya di jam-jam pelajaran sekolah dengan pakaian lusuh menandakan bahwa mereka sedang atau bahkan tidak bersekolah sama sekali. Lagi-lagi masalahnya sama, yakni tentang tingginya biaya yang dibutuhkan untuk dapat merasakan bangku sekolahan. Dan lagi-lagi kita dibuat bertanya-tanya dengan iming-iming sekolah murah atau bahkan sekolah gratis dari pemerintah yang nyatanya berbalik 160 derajat. Ini adalah kebijakan ataupun sistem yang dibuat oleh oknum yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan koleganya. 29 30
Djohar, op.cit., hlm. 3.
http://m.kapanlagi.com/lirik/artis/marjinal/aku_mau_sekolah_gratis%2521%2521%2521 diakses pada 18 Oktober 2015
128
Pemerintah telah meluncurkan berbagai program seperti Aku Anak Sekolah, pemberian siswa kepada peserta didik serta Dana Bantuan Operasional (DBO) bagi sekolah-sekolah yang tidak mampu untuk menyelamatkan kuantitas dan kualitas pendidikan, khususnya pendidikan dasar. Program-program tersebut merupakan Jaring Pengaman Sosial (JPS) dalam bidang pendidikan. Programprogram tersebut sempat memberikan harapan bagi kelangsungan dan terkendalinya
kualitas
pendidikan
pada
masa
krisis.
Namun
lantaran,
pengelolaannya terlalu kaku dan sentralistik, program tersebut tidak banyak memberikan dampak positif. Angka partisipasi pendidikan nasional maupun kualitas pendidikan tetap menurun, hal ini diduga karena persoalan manajemen. Oleh karena itu, munculah ide pengelolaan pendidikan yang memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas. Pemikiran ini kemudian disebut Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management (SBM), yang telah berhasil memecahkan berbagai masalah pendidikan di beberapa negara maju, seperti Australia dan Amerika.31 Sebagai suatu kebijakan pilihan, desentralisasi pendidikan diharapkan memiliki dampak positif yang lebih besar daripada dampak negatifnya. Akan tetapi, yang jelas dampak yang ditimbulkannya bisa sangat beragam. Tilaar menyatakan bahwa desentralisasi pendidikan akan melahirkan warga negara yang inovatif, kompetitif, tetapi juga kooperatif dalam membangun masyarakat yang demokratis.32 Pada kesempatan lain, Tilaar bersama Suryadi menandaskan bahwa 31
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 10-11. 32 H.A.R Tilaar, Analisis Pendidikan Era Otonomi Daerah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 8-10.
129
desentralisasi pendidikan dapat menolong kita untuk meningkatkan mutu pendidikan.33 Menurut Chan dan Sam, kemungkinan dampak dari desentralisasi pendidikan dapat diuraikan dalam poin-poin di bawah ini: 1. Daerah akan memanfatkan kondisi yang ada untuk memperoleh pendapatan daerah. 2. Memberi peluang kekuasaan yang cukup kuat dan besar bagi para kepala Dinas Pendidikan. 3. Menimbulkan jurang yang semakin lebar antara orang kaya dan miskin. 4. Menimbulkan tidak adanya pemerataan pendistribusian tenaga guru. 5. Memindahkan praktik-praktik kotor korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dari pusat ke daerah. 6. Menimbulkan keragaman hasil belajar siswa.34 Mahalnya biaya pendidikan tidak hanya pendidikan di perguruan tinggi saja, melainkan juga biaya pendidikan di sekolah dasar sampai sekolah menengah ke atas walaupun sekarang ini sekolah sudah mendapatkan Bantuan Operasional Seapatkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Semuanya masih belum mencukupi biaya pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu.35 Apa penyebab mahalnya biaya pendidikan? Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan perintah yang menerapkan
33
Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 159 34 Sam M Chan dan Tuti Sam, Analisis SWOT Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 8-10. 35 www.risauntari.com/mahalnya-biaya-pendidikan-diindonesia_54f6786aa33311d87c8b4ed8 diakses pada 24 Maret 2016
130
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.36 Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, sekolah komite sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok,
“sesuai
keputusan
Komite
Sekolah”.
Namun,
pada
tingkat
implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggungjawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.37 Kita sudah benar-benar terkungkung oleh sistem yang bobrok seperti ini untuk waktu yang cukup lama. Sistem yang seperti ini nampaknya lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Djohar menegaskan, “Hasil Pendidikan kita dengan kurikulum apapun sekarang ini adalah sama, yakni kebodohan, dan hanya mereka yang sanggup keluar dari sistem yang selamat.38 4. Band : Marjinal Kota
: Jakarta
Judul : Aku Mau Sekolah Gratis Lirik
:
Katanya pendidikan hak-hak semua orang Yang dilindungi dan dijamin oleh undang-undang
36
Ibid Ibid 38 Djohar, op.cit., hlm. 46. 37
131
Hey hey mana buktinya hanyalah sampah belaka Tenyata yang sekolah hanyalah yang berduit saja39 Lirik kali ini melakukan kritikan masih dalam koridor yang sama, yakni tentang mahalnya biaya pendidikan. Lagi-lagi masalah seperti ini timbul karena sistem yang diterapkan. Marjinal protes dengan janji-janji manis pemerintah tentang kemudahan pendidikan, tentang pendidikan yang katanya hak semua rakyatnya yang bahkan dijamin oleh undang-undang tapi nyatanya hanya isapan jempol belaka. Ternyata yang mampu bersekolah hanyalah mereka yang berduit saja, yang mampu membayar besaran rupiah sesuai dengan takaran yang sudah ditentukan. M. Joko Susilo mengajukan pertanyaan, mengapa sistem pendidikan di Indonesia belum mampu membangun komitmen sosial dan moral pada anak didiknya, terbukti dengan maraknya praktik-praktik kleptomania (budaya maling) oleh kalangan masyarakat berpendidikan itu?40 Sebab, telah terjadi kebobrokan dan kehancuran pendidikan kita. Bila orangtua sendiri yang bertangungjawab penuh terhadap pendidikan anaknya telah mengajarkan kepada anaknya untuk mengambil jalan pintas dengan cara-cara yang tidak pantas dalam pendidikan, wajarlah Indonesia sulit terlepas dari KKN, karena anak telah dididik menjadi lintah darat sejak usia dini, dididik dengan gaya hidup kapitalisme, dan mendewakan uang untuk memenuhi segala tuntutan hidupnya.41
39
http://m.kapanlagi.com/lirik/artis/marjinal/aku_mau_sekolah_gratis%2521%2521%2521 diakses pada 18 Oktober 2015 40 M. Joko Susilo, Pembodohan Siswa Tersistematis, (Yogyakarta: PINUS, 2007), hlm. 45. 41 Ibid., hlm. 80.
132
5. Band : Marjinal Kota
: Jakarta
Judul : Aku Mau Sekolah Gratis Lirik
:
Pendidikan... Mahal Banget Pendidikan... Mahal Banget Pendidikan... Mahal Banget Pendidikan... Ajang bisnis, anj*ng!42
Kali ini Marjinal terlihat lebih kesal tentang masalah biaya pendidikan di negeri ini sampai-sampai mereka melontarkan kata-kata kasar pada lirik kali ini. Bagi mereka yang berada diluar subkultur ini (punk) akan menampakkan ekspresi yang antipati, takut, atau bahkan tidak mau mendengarkannya lagi ketika mereka mendengar lirik kotor dalam sebuah lagu. Namun bagi komunitas ini, kata-kata umpatan semacam ini adalah hal yang biasa. Nanang
Fatah
melaporkan
bahwa
realitas
membuktikan
secara
meyakinkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar peluang berpartisipasi dalam dinamika kehidupan masyarakat.43 Wajar saja jika Marjinal kesal sampai mengeluarkan kata-kata kasar dalam liriknya melihat fenomena pendidikan yang seperti ini. Jika pendidikan “mahal” seperti ini terus dijalankan, maka hanya akan melahirkan para koruptor dari kalangan berpendidikan. Karena selama menempuh pendidikan, mereka merasa dipaksa mengganjarnya dengan biaya yang mahal sehingga ketika lulus dan mendapatkan pekerjaan, mereka 42
http://m.kapanlagi.com/lirik/artis/marjinal/aku_mau_sekolah_gratis%2521%2521%2521 diakses pada 18 Oktober 2015 43 Nanang Fatah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 43.
133
hanya akan berorientasi mencari ganti biaya pendidikan yang mahal mereka dulu dengan menghalalkan segala cara. Ini adalah intuisi alamiah manusia yang akan berusaha mendapatkan keuntugan semampu yang mereka bisa. Orang-orang seperti ini hanya menilai sesuatu dengan angka, bukan dengan rasa. 6. Band : Marjinal Kota
: Jakarta
Judul
: Aku Mau Sekolah Gratis
Lirik
:
Pendidikan disini tak pernah berubah Seperti diera jamannya para penjajah Dimana rakyat jelata tak bisa sekolah Dimana rakyat jelata tak bisa sekolah Yang bisa hanyalah kelompok yang punya kuasa Yang bisa hanyalah kelompok yang berduit saja44
Pada lirik kali ini Marjinal membandingkan pendidikan jaman sekarang dengan jaman dulu sewaktu negera kita masih dijajah. Ada persamaan dan perbedaanya. Persamaanya adalah dimana anak-anak yang berlatarbelakang dari keluarga kurang mampu akan sulit mendapatkan pendidikan di sektor formal. Hanya anak-anak tertentu saja yang dapat mengenyam bangku sekolahan, yakni anak-anak dari golongan beruang saja. Dan perbedaannya adalah jika pada jaman penjajahan, kendali pemerintahan ada di tangan penjajah, pada jaman sekarang ini tongkat kekuaasaan justru ada pada anak bangsa sendiri.
44
http://m.kapanlagi.com/lirik/artis/marjinal/aku_mau_sekolah_gratis%2521%2521%2521 diakses pada 18 Oktober 2015
134
Hamzah B. Uno melaporkan bahwa secara kuantitatif pendidikan di Indonesia telah mengalami kemajuan. Indikator keberhasilan pendidikan ini dapat dilihat pada kemampuan baca tulis masyarakat yang mencapai 87,5%. Hal ini sebagai hasil dari program pemerataan pendidikan, terutama melalui INPRES SD yang dibangun pada rezim Orde Baru. Namun secara kualitatif, pendidikan di Indonesia belum berhasil membangun karakter bangsa yang cerdas dan kreatif, apalagi yang unggul.45 Praktis kegiatan mengajar telah mengarah pada transaksi bisnis, selesai mengajar mereka menunggu gaji, sehingga sekolah tidak memberikan makna kehidupan. Selama beberapa generasi, kita telah berusaha menjadikan dunia sebagai tempat yang lebih baik dengan cara menyediakan makin banyak persekolahan. Tapi sejauh ini usaha itu kandas.46 Berpuluh tahun kita bersandar pada persekolahan, dan hasilnya adalah pengetahuan berubah jadi komoditas, jadi barang dagangan khusus.47 7. Band : Marjinal Kota
: Jakarta
Judul : Aku Mau Sekolah Gratis Lirik
45
:
Pendidikan gratis untuk semua! 4X
Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan Problem, Solusi dan Reformasi Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 6. 46 Ivan Illich, “Alternatif Persekolahan”, dalam Paulo Freire, Ivan Illich dan Erich Fromm st.al., Menggugat Pendidikan Fundamentalis Konservatif Liberal Anarkhis. Terj. Omi Intan Naumi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 517. 47 Ibid., hlm. 524.
135
Pendidikan pendidikan gratis untuk semua! 4X48 Pada lirik kali ini Marjinal menuntut pendidikan yang lebih murah, bahkan pendidikan gratis untuk semua rakyat tanpa terkecuali karena rakyat sudah lelah dengan sistem berteralis seperti ini. Sistem yang mengkotak-kotakkan berdasarkan kemampuan ekonomi. Nampaknya jika kita menelisik pada konteks yang lebih luas seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kesenjangan pendidikan bukan lagi tentang masalah ekonomi, tapi juga faktor lainnya, seperti kemampuan pribadi siswa, letak geografis sekolah, sarana dan prasarana sekolah yang berakibat pada kuantitas dan kualitas pendidikan itu sendiri. C. Moralitas Dalam poin kali ini peneliti akan mencoba memasukkan lirik-lirik lagu yang berkaitan dengan moralitas. Moralitas disini ditujukan untuk para penguasa negeri ini yang mayoritas bermoral rendah.49 Mereka pintar, tapi kurang atau bahkan nyaris tidak bermoral. Kebanyakan dari mereka hanya berorientasi pada uang. Bagaimana caranya mengumpulkan uang sebanyak yang mereka bisa dengan mengesampingkan dampak yang mereka timbulkan yang kebanyakan perbuatan mereka malah merugikan rakyat. 1. Band : Bunga Hitam Kota
: Bandung
Judul : Pendidikan Tanpa Batas
48
http://m.kapanlagi.com/lirik/artis/marjinal/aku_mau_sekolah_gratis%2521%2521%2521 diakses pada 18 Oktober 2015 49 Lihat Paulo Freire, Politik Pendidikan Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, terjemahan Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyartanto, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, cet. VI, 2007), hlm. 17, 20-21, 160-161.
136
Lirik
:
Kalau hanya rupiah yang ada di kepala Tak guna pendidikan yang ada Semua serba materi semua serba politis Pahlawan tanpa tanda jasa sudah tak ada50
Jika kita mengacu pada lirik lagu tersebut, nampaknya siswa yang akan “pandai” adalah siswa yang berlatarbelakang dari keluarga berduit saja. Ini terlihat semu, semua penuh dengan kamuflase. Semangat transfer ilmu dan pengetahuan bukan lagi berangkat dari keikhlasan hati, melainkan dari “Tuhan” baru bernama uang. Sudah tidak ada lagi pahlawan tanpa tanda jasa, karena sekarang kita memasuki penjajahan era baru. Kita dijajah bukan dengan senjata, tapi dengan pikiran, dengan ideologi. Ini merupakan sebuah indikasi kebobrokan moral para penguasa dan para pengajar di negeri ini. Mereka hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi dan bahkan keuntungan politik. Di kalangan peserta didik juga terdapat kesenjangan. Djohar melaporkan, mereka mempelajari ilmu, tetapi tidak memperoleh budaya ilmu, karena mereka hanya diajak menjadi “makelar” pengetahuan tanpa mempelajari melalui proses iqra’ terhadap fenomena alam dan kehidupan nyata. Akhirnya, mereka menjauh dan tidak mampu menghadapi kehidupan tersebut.51 2. Band : Bunga Hitam Kota
: Bandung
Judul : Pendidikan Tanpa Batas Lirik 50
:
Kemanakah ku cari bekal dunia
http://cherrybois.blogspot.co.id/2014/02/pendidikan-tanpa-batas-lyric-20.html?m=1 diakses pada 25 Januari 2016 51 Djohar, op.cit., hlm. 44.
137
Selama gengsi pintu yang terkunci Sang Oemar Bakri halalkan kepincangan nasib Keluar dan berjuang tuk pahitnya hidup ini52 Pada lirik kali ini, Bunga Hitam mencoba merepresentasikan kebingungan siswa “miskin” dalam menuntut ilmu. Mereka bingung karena para pembesar negeri ini seakan menghalalkan kebijakan yang seperti ini, kebijakan yang terasa memberatkan bagi sebagian siswa. Kebijakan yang malah terlihat semakin menipiskan penilaian moral para penguasa dan pengajar dalam pandangan rakyat karena mereka menghalalkan segala cara dalam meraih tujuan pribadi dan kelompok dengan memandang sebelah mata rakyat yang berekonomi kurang mampu. Bunga Hitam mengajak rakyat untuk keluar dan berjuang dalam melawan penjajahan dalam bentuk baru seperti ini. 3. Band : Bunga Hitam Kota
: Bandung
Judul : Pendidikan Tanpa Batas Lirik
:
Masa depan suram hampa tak bertuan Tajamkan gores penjajahan kelam Sistem berteraliskan menjepit harapan Ciptakan alur derita masa depan53
Lirik kali ini menegaskan bahwa sistem yang semacam ini hanya akan membuahkan kesuraman dan penderitaan di masa depan. Bunga Hitam mengatakan “sistem berteraliskan” disini bukan tanpa sebab, ini didasari oleh 52
http://cherrybois.blogspot.co.id/2014/02/pendidikan-tanpa-batas-lyric-20.html?m=1 diakses pada 25 Januari 2016 53 Ibid
138
respon pembesar negeri ini yang seakan menyetujui sistem yang semacam ini. Sistem ini kuat mengakar dan terus diterapkan karena seolah dilindungi oleh berbagai oknum. Ini terjadi karena rendahnya moral dari mereka para pembuat kebijakan. Mereka mungkin belum sadar atau bahkan sudah sadar namun terkesan menutup mata dengan kebijakan mereka yang menyengsarakan rakyat karena orientasi mereka bukan untuk sebuah kemajuan bersama, namun untuk keuntungan pribadi dan golongan. Sistem yang berakar dari rendahnya moral seperti ini akan sulit diubah, kecuali oleh kaum revolusioner seperti apa yang telah Paulo Freire katakan. 4. Band : Marjinal Kota
: Jakarta
Judul : Aku Mau Sekolah Gratis Lirik
:
Hey hey hey hey hey hey pendidikan... Bukanlah perusahaan yang orientasinya uang Hey hey hey hey hey hey pendidikan... Bukanlah formalitas yang penuh dengan kekosongan54
Lirik kali ini tak jauh berbeda dengan lirik-lirik sebelumnya yang mengkritisi tentang moralitas. Marjinal jengah dengan fenomena yang seperti ini. Marjinal menganalogikan jika penguasa dan pengajar yang seperti telah disebutkan diatas tak ubahnya adalah seperti orang yang menganggap sekolah seperti perusahaan yang menghasilkan uang. Ini karena rendahnya moral mereka sehingga menganggap tempat jihad ilmu (sekolah) sebagai ladang bisnis yang 54
http://m.kapanlagi.com/lirik/artis/marjinal/aku_mau_sekolah_gratis%2521%2521%2521 diakses pada 18 Oktober 2015
139
hanya mereka pandang sebagai alat untuk menguntungkan mereka dari sektor ekonomi dan politik. Ini adalah akibat dari pelaksanaan desentralisasi pendidikan yang tidak sempurna karena masih banyak oknum-oknum yang bermain curang di dalamnya. Semua penuh dengan kekosongan, semua diselimuti oleh kamuflase yang sifatnya untuk formalitas belaka yang ujung-ujungnya bermotif ekonomi dan politik. (Lihat analisis pada poin B) Tilaar menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu program yang mampu menyiapkan dan merekayasakan arah perkembangan masyarakat Indonesia masa depan. Bahkan, PBB menganggap program pendidikan sebagai salah satu dinamisator dalam pengembangan manusia.55 Kemudian, ia menuturkan lagi bahwa proses pendidikan bukan semata-mata mendapatkan profit, tetapi lebih dari itu, untuk mengembangkan potensi anak didik Indonesia agar menjadi generasi masa depan yang bertanggung jawab membawa masyarakat Indonesia yang lebih maju dan bahagia.56 Menurut lirik lagu tersebut, pendidikan sekarang hanya berorientasi pada profit (uang) saja. Ini mungkin saja disebabkan oleh kebijakan pemerintah tentang desentralisasi pendidikan. Kita bisa mengoreksi kelemahan-kelemahan dari desentralisasi pendidikan berdasarkan fenomena-fenomena beberapa tahun belakang dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Pada tataran konseptual, kebijakan desentralisasi pendidikan dapat melahirkan inisiatif, gagasan maupu tindakan inovatif, watak kompetitif secara sehat, upaya menggali kearifan lokal, dan dapat mencapai mutu 55
H.A.R. Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan (Bandung: (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 77. 56 H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hlm. 63
140
pendidikan. Kalau konsep desentralisasi pendidikan diaplikasikan dengan benarbenar konsisten dan konsekuen, sangat mungkin berbagai manfaat tersebut menjadi realitas sebagai konsekuensinya. Namun, yang terjadi justru banyak oknum pimpinan daerah melakukan rekayasa penuh kecurangan demi bersaing citra dengan pimpinan daerah-derah lain terutama yang berada di sekitarnya, sehingga mutu kelulusan pada siswa di derahnya adalah mutu pendididikan yang palsu. Jadi, mereka bersemangat bersaing kepalsuan.57 Atas dasar ini, sesungguhnya problem pendidikan bisa berasal dari berbagai kalangan, tidak hanya pemerintah, para penyelenggara pendidikan, para pelaksana pendidikan, dan para guru, tetapi masyarakat juga potensial menimbulkan problem baru melalui berbagai sikap mereka yang kontra-produktif terhadap pencapaian mutu pendidikan. Termasuk ke dalam lingkup masyarakat itu adalah orangtua/wali siswa/mahasiswa. Mengenai sikap-sikap kontra-produktif sangat beragam, seperti tidak konsisten, tidak konsekuen, pragmatis, suka menyuap, dan memanjakan anaknya. Oleh karena itu marilah kita bahu membahu memperbaiki pendidikan di negeri kita agar bisa sedikit pantas untuk dijadikan salah satu kebanggan kita semua akan negeri kita ini dari sekian banyak aspek. Demikian analisis yang bisa peneliti berikan pada bab ini yang mana peneliti telah membaginya kedalam 3 poin, yakni tentang konsientisasi dan gaya bank, penjajahan sistem, dan moralitas. Peneliti telah memperinci dan membagi lirik-lirik lagu dari beberapa lagu punk di Indonesia kedalam poin-poin tersebut.
57
Mujamil Qomar, op.cit., hlm. 44.
141
Peneliti juga telah memberikan analisis disetiap lirik pada tiap poinnya. Semoga analisis ini dapat memuaskan dan menambah wawasan pembaca.