BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TAREKAT NAQSYABANDIYAH
A. Analisis Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah Sumber ajaran tarekat Naqsyabandiyah pada dasarnya berlandaskan pada al-Qur’an dan al-Hadits, hal ini dapat dilihat dari kandungan zikir, kaifiat, maupun ajaran-ajaran lainnya sesuai dengan kandungan al-Qur’an dan seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. maupun para sahabat dan tabi’in. Dengan demikian tidak ada alas an untuk menganggapnya sebagai aliran yang sesat selama kokoh dalam ketauhitan dan menegakkan kalimah Allah serta menegakkan nilai-nilai ajaran Islam. Ajaran-ajaran yang dipraktekkan tarekat Naqsyabandiyah seperti mempraktekkan sebelas asas atau ajaran dasar (yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya) pada dasarnya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Karena dengan mengamalkan sebelas ajaran dasar tersebut seseorang akan senantiasa ingat dan menyebut-nyebut kalimah Allah dalam dirinya, serta mengintrospeksi dirinya di setiap waktunya apakah ia selalu hadir bersama Allah ataupun tidak. Tarekat Naqsyabandiyah juga mengajarkan untuk tidak hanya baik terhadap Allah (hablumminallah) tetapi juga harus diimbangi dengan baik terhadap sesama manusia (hablumminannas). Baik terhadap Allah dalam tarekat ini yaitu, dengan selalu menjalankan perintah-perintah Allah dan
71
72
menjauhi segala larangannya, selain itu tarekat Naqsyabandiyah juga mengajarkan untuk menjauhi segala kemakruhan yang dibenci oleh Allah dan tidak berlebihan dalam hal-hal yang bersifat mubah. Sedangkan baik terhadap sesama
manusia tarekat Naqsyabandiyah mengajarkan untuk selalu
melaksanakan adab, terutama adab terhadap syaikhnya, karena seseorang tidak akan mendapatkan kemanfaatan ilmu kecuali dengan beradab dengan syaikh atau gurunya. Selain adab dengan syaikh, tarekat Naqsyabandiyah juga memerintahkan untuk adab terhadap diri sendiri dan adab terhadap sesama manusia. Maksud dari semua ajaran tarekat Naqsyabandiyah ini adalah mengadakan latihan jiwa (riyadhah) dan berjuang melawan hawa nafsu, membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan diisi dengan sifat-sifat terpuji dengan melalui perbaikan budi pekerti dalam berbagai seginya, kemudian selalu dapat mewujudkan rasa ingat kepada Allah Dzat Yang Maha Besar dan Maha Kuasa atas segalanya dengan melalui jalan mengamalkan wirid dan zikir dibarengi tafakkur yang secara terus menerus dikerjakan. Kemudian dari sini timbul perasaan takut kepada Allah sehingga timbul pula dalam diri seseorang itu suatu usaha untuk menghindarkan diri dari segala macam pengaruh duniawi yang dapat menyebabkan lupa kepada Allah. Jika hal itu semua dapat dilakukan dengan penuh ikhlas dan ketaatan kepada Allah, maka tidak mustahil akan dapat dicapai suatu tingkat ma’rifat dan dapat diperoleh apa yang sebenarnya menjadi tujuan hidup ini.
73
B. Analisis Nilai Pendidikan Akidah Yang dimaksud akidah menurut etimologi, adalah ikatan, sangkutan. Disebut demikian, karena ia mengikat dan menjadi sangkutan atau gantungan segala sesuatu. Dalam pengertian teknis artinya adalah iman atau keyakinan. Akidah Islam ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh ajaran Islam. Kedudukannya sangat sentral dan fundamental karena menjadi asas dan sekaligus sangkutan atau gantungan segala sesuatu dalam Islam. Juga menjadi titik tolak kegiatan seorang muslim. 1 Akidah merupakan kepercayaan yang terikat dalam jiwa seseorang, maka tentunya dapat dipastikan bahwa benar tidaknya akidah yang dianut seseorang juga akan ikut mempengaruhi kejiwaan dan perilaku orang tersebut. Orang yang mempunyai akidah yang kuat akan senantiasa melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dan begitu sebaliknya, orang yang akidahnya lemah akan mudah melanggar laranganlarangan Allah SWT. Sering kali kita jumpai di sekitar kita, banyak orang yang mabukmabukan, berjudi, berzina, berkata kasar kepada orang tua, dan sebagainya, itu menunjukkan bahwa pendidikan akidah yang mereka dapatkan tidak sepenuhnya meresap dalam hati sehingga tidak dapat diamalkan dengan baik. Karena orang yang percaya dengan adanya Allah dan malaikatnya, mereka akan senantiasa takut dan selalu merasa diawasi oleh-Nya jika hendak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang. 1
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 199.
74
Dalam tarekat Naqsyabandiyah, percaya kepada Allah adalah hal yang mutlak yang harus dimiliki oleh seorang muslim, karena menjadi tolak ukur pertama dalam menyelami agama Islam. Persaksian tidaklah sekedar mengetahui tidak adanya tuhan selain Allah, akan tetapi lebih jauh lagi persaksian haruslah ma’rifat2 kepada Allah dengan semua sifat-sifat-Nya. Hal ini sebagaimana yang dilakukan dalam tarekat Naqsyabandiyah, para pengikut tarekat harus menyibukkan dirinya dengan selalu berzikir, baik terhadap nama maupun sifat-sifat-Nya, kemudian ditumbuhkan dalam diri secara aktif. Karena sesungguhnya iman adalah keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan direalisasikan dengan amal perbuatan. Firman Allah dalam surat al-Fatihah [1] ayat 5 :
ÚúüÏètGó¡nS y‚$-ƒÎ)ur ߉ç7÷ètR x‚$-ƒÎ) Artinya: “Hanya kepada Engkaulah yang kami menyembah3 dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan4.” (Q.S. Al-Fatihah [1]: 5).5 Dengan selalu berzikir kepada Allah di kala melakukan suatu aktifitas, akan menimbulkan ketenangan dan keterikatan batin yang selalu bersandar kepada kuasa-Nya, keterikatan untuk menjadikan Allah sebagai penolong dan pelindungnya.
2
Ma’rifat berarti keyakinan yang mantap yang sesuai dengan kenyataan berdasarkan
dalil. 3
Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya. 4 Nasta'iin (memohon pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri. 5 Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Hati Emas, 2014), hlm.1.
75
Dalam tarekat Naqsyabandiyah diajarkan untuk selalu mengingat Allah dalam setiap geraknya, nafasnya dan segala hal ihwal atau tingkahnya yang menunjukkan bahwa betapa besarnya tingkatan akidah yang diajarkan dalam tarekat ini. Hal Ini sebagaimana yang terkandung dalam sebelas ajaran dasar tarekat Naqsyabandiyah yang sudah dijelaskan di bab sebelumnya yaitu: Husy dardam (menjaga nafas dari kelalaian), nazhar barqadam (melihat kearah kaki saat berjalan), safar dar wathan (perpindahan dari sifat-sifat manusiawi yang jelek kepada sifat-sifat malakuti yang mulia), khalwat dar anajuman (pengosongan hati dari makhluk di keramaian), yad karad (mengulai zikir terus menerus), baz kasyat (kembali bermunajat), nakah dasyad (menjaga hati, pikiran dan perasaan), dan yad dasyad (tawajuh/menghadapkan diri kepada nur dzat Allah Yang Maha Esa), wuquf zamani (memeriksa penggunaan waktu), wuquf ‘adadi (memeriksa hitungan zikir) dan wuquf qalbi (menjaga hati tetap terkontrol). Firman Allah dalam surat al-Anfal [8] ayat 2-4 :
ôMu‹Î=è? #sŒÎ)ur öNåkæ5qè=è% ôMn=Å_ur ª!$# t•Ï.èŒ #sŒÎ) tûïÏ%©!$# šcqãZÏB÷sßJø9$# $yJ¯RÎ) šúïÏ%©!$# ÇËÈ tbqè=©.uqtGtƒ óOÎgÎn/u‘ 4’n?tãur $YZ»yJƒÎ) öNåkøEyŠ#y— ¼çmçG»tƒ#uä öNÍköŽn=tã ãNèd y7Í´¯»s9'ré&
ÇÌÈ tbqà)ÏÿZムöNßg»uZø%y—u‘ $£JÏBur no4qn=¢Á9$# šcqßJ‹É)ãƒ
ÒOƒÌ•Ÿ2 ×-ø—Í‘ur ×ot•ÏÿøótBur óOÎgÎn/u‘ y‰YÏã ìM»y_u‘yŠ öNçl°; 4 $y)ym tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÍÈ
76
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman6 ialah mereka yang bila disebut nama Allah7 gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenarbenarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” (Q.S. Al-Anfal [8]: 2-4).8 Tarekat Naqsabandiyah juga berisikan tentang penguatan keyakinan manusia terhadap hal-hal yang gaib, dimana di dalam tarekat tersebut diajarkan tentang semua manusia dunia ini akan mati semua tanpa terkecuali dan akan ada hari pembalasan untuk mempertanggung jawabkan semua amal perbuatan yang telah dilakukan. Maka dari itu di dalam tarekat Naqsyabandiyah ini sebenarnya mengajak kepada manusia untuk mencari bekal ketika nanti manusia sudah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa dan juga bagaimana baiknya di kala kita hidup di dunia ini. Firman Allah dalam surat al-Mu’min ayat 46 :
(#þqè=Åz÷Šr& èptã$¡¡9$# ãPqà)s? tPöqtƒur ( $|‹Ï±tãur #xr߉äî $pköŽn=tæ šcqàÊt•÷èムâ‘$¨Y9$# É>#x‹yèø9$# £‰x©r& šcöqtãö•Ïù tA#uä Artinya: “Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.” (Q.S. Al-Mu’min [40]: 46).9
6
Maksudnya: orang yang sempurna imannya. Dimaksud dengan disebut nama Allah Ialah: menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan memuliakannya. 8 Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op. Cit., hlm.177. 9 Ibid., hlm. 472. 7
77
Allah juga menegaskan dengan firmannya dalam surat at-Tahrim [66] ayat 6 :
â¨$¨Z9$# $ydߊqè%ur #Y‘$tR ö/ä3‹Î=÷dr&ur ö/ä3|¡àÿRr& (#þqè% (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$# $pkš‰r'¯»tƒ öNèdt•tBr& !$tB ©!$# tbqÝÁ÷ètƒ žw ׊#y‰Ï© ÔâŸxÏî îps3Í´¯»n=tB $pköŽn=tæ äou‘$yfÏtø:$#ur tbrâ•sD÷sム$tB tbqè=yèøÿtƒur Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim [66]: 6)10 Selain adanya neraka bagi orang-orang yang kafir, Allah juga menyediakan surga bagi orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana firman Allah dalam surat Maryam [19] ayat 63 :
$|‹É)s? tb%x. `tB $tRÏŠ$t6Ïã ô`ÏB ß^Í‘qçR ÓÉL©9$# èp¨Zpgø:$# y7ù=Ï? Artinya: “Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hambahamba Kami yang selalu bertakwa.” (Q.S. Maryam [19]: 63).11 Menurut Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi, iman terdiri dari empat tingkatan, yaitu: 1.
Iman orang-orang munafik, yakni iman yang hanya di lisan mereka, tetapi tidak dengan hati. Iman mereka hanya bermanfaat bagi mereka di dunia, untuk memelihara darah dan harta mereka. Sedangkan di akhirat, mereka akan dimasukkan ke dalam neraka. 10 11
Ibid., hlm. 560. Ibid., hlm. 309.
78
2.
Iman kebanyakan orang mukmin. Mereka beriman dengan hati dan lisan, tetapi mereka berperilaku tidak sesuai dengan tuntunan-tuntunan iman.
3.
Iman orang-orang yang di dekatkan kepada Allah. Mereka adalah orangorang yang senantiasa berusaha menghadirkan simpul-simpul keimanan, dan batin mereka tercetak demikian. Mereka tidak sedikit pun menolak perbuatan-perbuatan-Nya,
tidak
pula
hukum-hukum-Nya.
Mereka
melihat akhirat adalah tempat menetap abadi. 4.
Iman orang-orang yang sudah fana di dalam tauhid dan tenggelam di dalam musyahadah (penyaksian Allah). Salah seorang ‘Arif berkata, “Aku melihat Tuhanku dengan hatiku. Maka aku berkata: tidak ragu lagi Engkau adalah Engkau.”12 Tingkatan iman yang ke-empat inilah yang sudah melekat dalam diri
seorang mursyid dan pemuka tarekat. Mereka tidak dapat melihat selain tuhan di sekeliling mereka. Sebagaimana halnya yang dikatakan oleh seorang ‘Arif : Sejak aku mengenal Tuhan, aku tidak melihat selain Dia Demikian pula yang selain Dia, bagiku terlarang Sejak aku berkumpul, aku tidur khawatir berpisah Sungguh, sekarang aku telah sampai dan berkumpul.13 Begitu besarnya keimanan mereka sehingga tidak ada satu makhluk pun yang dapat menggantikan posisi tuhan di dalam hatinya. Hati mereka selalu memanggil nama tuhan setiap detik, setiap nafas, dan masuk dalam aliran darah mereka. Posisi seperti inilah yang terjadi bila seseorang 12
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwirul Qulub, Menerangi Qalbu Manusia Bumi Manusia Langit. Alih Bahasa: M. Nur Ali (Bandung: Pustaka Hidayah, 2013), hlm. 158-160. 13 Ibid., hlm. 160.
79
mengamalkan ajaran-ajaran tarekat dengan sesungguhnya. Hingga begitu besarnya kecintaan mereka terhadap Allah, kemana pun arah mereka memandang, pandangan mereka tetap tertuju kepada-Nya. Hal ini menjadi bukti betapa besarnya ajaran akidah yang ada dalam ajaran tarekat ini. Lalu bagaimana dengan keadaan kita? Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk dan hidayahnya kepada kita semua, Amin.
C. Analisis Nilai Pendidikan Syari’ah Perkataan syari’ah berasal dari kata syari’, secara harfiah berarti jalan yang harus dilalui oleh setiap muslim. Selain akidah (pegangan hidup), akhlak (sikap hidup), syari’ah (jalan hidup) adalah salah satu bagian dari pendidikan agama Islam. Menurut ajaran Islam, syari’ah ditetapkan Allah menjadi patokan hidup setiap muslim. Sebagai jalan hidup, ia merupakan the way of life umat Islam. Menurut Imam Syafi’i dalam kitabnya ar-Risalah, sebagaimana dikutip oleh Mohammad Daud Ali, syari’ah adalah peraturanperaturan lahir yang bersumber dari wahyu dan kesimpulan-kesimpulan yang berasal dari wahyu itu mengenai tingkah laku manusia.14 Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi, syari’ah adalah hukum-hukum yang diturunkan kepada Rasulullah yang dipahami oleh para ulama dari al-Qur’an dan sunnah yang tekstual maupun melalui istinbath (analogi).15 Dengan adanya modernitas seperti yang terjadi sekarang ini manusia tidak akan puas dengan ibadah-ibadah pokok saja. Masyarakat modern 14 15
Mohammad Daud Ali, Op. Cit., hlm. 235. Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi, Op. Cit., hlm. 183.
80
memerlukan pengalaman keagamaan yang lebih intens di dalam pencarian makna keberibadatannya. Ibadah yang seperti ini dalam agama Islam hanya dikemas oleh lembaga-lembaga tarekat. Lebih dari itu tarekat merupakan bagian dari tasawuf, maka sudah barang tentu mempunyai ruang untuk bisa menembus batas-batas yang sempit. Sehingga diharapkan mampu menembus atau meneropong hubungan manusia dengan Sang Kholiq. Tujuan dari ajaran tarekat Naqsyabandiyah adalah pengamalan syari’ah dengan sungguh-sungguh, melakukan sunnah Nabi, tidak berlebihan dalam hal mubah, menjauhi kemakruhan serta menjauhi semua larangan Allah SWT. Allah berfirman dalam surat adz-Dzariyat [51] ayat 56 :
Èbr߉ç7÷èu‹Ï9 žwÎ) }§RM}$#ur £`Ågø:$# àMø)n=yz $tBur Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku.” (Q.S. AdzDzariyat [51]:56).16 Ciri dari tarekat Naqsyabandiyah ini adalah ibadah terus menerus. Di antaranya
yaitu
dengan
jalan
tawajuhan
yang
dilakukan
dengan
memperbanyak zikir kepada Allah. Dengan zikir manusia akan semakin mudah untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan dengan zikir pulalah setidaknya manusia akan mendapatkan dua hal dari Allah, yaitu: 1.
Orang tersebut akan selalu di telungkupi oleh rahmat Allah.
2.
Orang tersebut akan selalu mendapatkan ketenangan di dalam hidupnya. Jika manusia dalam hidupnya sudah di telungkupi oleh rahmat Allah,
sudah barang tentu akan merasakan ketenangan di dalam hidupnya. Jika 16
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op. Cit., hlm. 523.
81
demikian halnya, maka yang ada hanyalah beribadah kepada Allah dengan lebih khusuk, karena mereka sudah yakin kalau yang dapat menciptakan ketenangan hanyalah Allah. Hal ini dapat mengarahkan kepada kita untuk dapat memahami hakikat dari tujuan hidup manusia, yaitu tercapainya keselamatan hidup di dunia dan di akhirat, dan pada akhirnya tujuan hidup tersebut akan dapat di capai. Allah berfirman dalam surat al-Ma’idah [5] ayat 35 :
(#r߉Îg»y_ur s's#‹Å™uqø9$# Ïmø‹s9Î) (#þqäótGö/$#ur ©!$# (#qà)®?$# (#qãZtB#uä šúïÏ%©!$# $yg•ƒr'¯»tƒ šcqßsÎ=øÿè? öNà6¯=yès9 ¾Ï&Î#‹Î6y™ ’Îû Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Ma’idah [5]: 35).17 Inti dari ajaran tarekat Naqsyabandiyah adalah pembiasaan diri untuk berzikir, dan zikir itu adalah mengingat kepada Allah dalam keadaan apa pun, kapan pun, dan di mana pun kita berada, selalu merasa diawasi oleh Allah. Maka selanjutnya yang harus dilakukan oleh setiap manusia adalah bagaimana bisa beribadah dengan benar sesuai dengan ajaran Islam. Ajaran Islam yang demikian inilah sebenarnya dapat kita temukan di dalam tarekat.
D. Analisis Nilai Pendidikan Akhlak Akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaq, bentuk jamak dari khuluq atau al-khuluq, yang secara etimologis berarti antara lain budi pekerti, perangai, 17
Ibid., hlm. 113.
82
tingkah laku atau tabi’at. Dalam kepustakaan, akhlak diartikan juga sikap yang melahirkan perbuatan (perilaku, tingkah laku) mungkin baik, mungkin buruk, yang dapat kita ketahui maknanya dalam percakapan sehari-hari. 18 Pendidikan akhlak berarti pendidikan yang mengajarkan manusia untuk menghiasi diri dengan perilaku-perilaku terpuji dan mengosongkan diri dari akhlak dan sifat-sifat yang buruk. Pendidikan akhlak ini, didasarkan atas pedoman hidup umat Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Al-Qur’an sebagai dasar akhlak menjelaskan tentang kebaikan Rasulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT:
©!$# (#qã_ö•tƒ tb%x. `yJÏj9 ×puZ|¡ym îouqó™é& «!$# ÉAqß™u‘ ’Îû öNä3s9 tb%x. ô‰s)©9 #ZŽ•ÏVx. ©!$# t•x.sŒur t•ÅzFy$# tPöqu‹ø9$#ur Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 21).19 Perkataan akhlak, budi pekerti dan lain-lainnya, kini sering diganti dengan kata moral. Moral berasal dari bahasa Latin mores, jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Moral artinya ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti, akhlak. Moral adalah Istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas suatu
18 19
Mohammad Daud Ali, Op. Cit., hlm. 246. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op. Cit., hlm. 420.
83
sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik maupun buruk.20 Bagaikan cerita bersambung, setiap hari media cetak dan elektronik menyanjikan berita dan informasi kerusakan moral dengan segala modus operandinya. Berita pagi membahas tentang para penyelenggara negara yang sekaligus sebagai pelaku pencurian uang negara, korupsi, pungutan liar, manipulasi, penyalahgunaan jabatan, dan perbuatan sejenisnya dalam jumlah yang fantastis adalah merupakan satu bentuk pelanggaran moral yang sudah sampai pada tingkat kronis dan membahayakan berbagai sendi kehidupan bangsa. Pada berita siang berkumandang lagi informasi dalam bentuk perbuatan melanggar adat, akhlak dan sopan santun yang dipertunjukkan orang-orang dewasa, anak-anak muda, bahkan ada anak-anak di bawah umur, seperti perbuatan cabul, pemerkosaan, perzinaan dan sebagainya, baik yang dilakukan manual maupun dengan bantuan teknologi informatika, HP dan sejenisnya, ini adalah sisi lain menunjukkan begitu rapuhnya benteng akhlak anak bangsa ini. Ketika malam hari pun, mata, teliga dan pikiran kita masih saja diganggu oleh informasi kebobrokan akhlak yang hadir dalam bentuk pembiaran dan pelecehan terhadap hukum. Kekerasan atas nama agama, yang melahirkan radikalisme dan penyimpangan keagamaan seperti aliran sesat dan sejenisnya, pelecehan terhadap kaum perempuan dan orang-orang lemah,
20
Mohammad Daud Ali, Op. Cit., hlm. 353.
84
perdagangan manusia, tawuran pelajar dan mahasiswa, pelanggaran akhlak pegawai kantoran, itu semua merupakan kerusakan akhlak yang sangat memiriskan hati. Penyakit kerusakan akhlak yang begitu endemic dan mewabah, ibarat penyakit kronis, tentu harus segera dicarikan upaya penanggulanggan, penyehatan dan
terapi yang jitu dan mumpuni. Salah satu upaya dalam
mengobati kerusakan akhlak tersebut adalah dengan menjalankan ajaranajaran yang diterapan dalam tarekat, khususnya tarekat Naqsyabandiyah ini. Tarekat bukanlah sistem yang tersusun atas aturan atau sains, namun tarekat merupakan aturan moral. Bila tarekat merupakan sebuah sains, tentu hanya akan diketahui melalui serangkaian instruksi, sedangkan akhlak kepada Tuhan tidak akan dapat diwujudkan hanya melalui serangkaian aturan atau sains. Jika kita melihat orang mengaku telah mengikuti kegiatan tarekat tetapi hati dan perilakunya belum menunjukkan sebagaimana yang di gambarkan dalam kegiatan kesehariannya, maka orang tersebut belum dapat kita namakan sebagai pelaku tarekat yang sebenarnya. Karena yang namanya orang bertarekat-tasawuf intinya adalah pada pembentukan akhlak atau pembiasaan berperilaku baik, baik itu akhlak kepada sesama manusia, akhlak kepada makhluk lain maupun akhlak kita kepada Allah SWT. Dalam pengamalannya harus ada keseimbangan antara hablum minallah (hubungan baik dengan Allah) dan hablum minannasnya (hubungan baik dengan sesama manusia).
85
Implikasinya terhadap para pengikut tarekat Naqsabandiyah adalah melalui tarekat mereka dapat meminimalisir adanya krisis spiritualitas. Tarekat Naqsyabandiyah menekankan pada pembentukan akhlakul karimah, dimana dalam ajaran Islam juga ditekankan mengenai pengamalan akhlakul karimah. Bagaimana tidak, di dalam tarekat sangat ditekankan untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Jika demikian maka manusia akan merasa selalu di awasi oleh Allah di mana dan kapanpun berada (muroqobah). Juga karena tarekat adalah perilaku yang dilaksanakan Nabi, dan Nabi sendiri ada di dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak yang belum sempurna kepada akhlak yang sempurna (akhlakul karimah). Sebagaimana sabda beliau: “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” Firman Allah dalam surat al-Qalam [68] ayat 4 yang berbunyi:
5OŠÏàtã @,è=äz 4’n?yès9 y7¯RÎ)ur Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam [68]: 4).21 Allah juga berfirman dalam ayat lainnya:
©!$# (#qã_ö•tƒ tb%x. `yJÏj9 ×puZ|¡ym îouqó™é& «!$# ÉAqß™u‘ ’Îû öNä3s9 tb%x. ô‰s)©9 #ZŽ•ÏVx. ©!$# t•x.sŒur t•ÅzFy$# tPöqu‹ø9$#ur Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
21
Ibid., hlm. 564.
86
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 21).22 Oleh sebab itu, bagi para pengikut tarekat Naqsyabandiyah sudah menjadi hal yang wajib untuk melaksanakan akhlak seperti halnya akhlak Nabi Muhammad SAW. Karena tarekat sendiri sejatinya adalah ajaran yang diajarkan oleh Nabi yang turun temurun kepada generasi sekarang ini. Ada banyak sekali akhlak yang harus kita lakukan dalam menjalani kehidupan ini, misalnya saja; akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap saudara sesama muslim, akhlak terhadap guru, akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap makhluk lain dan lain sebagainya. Akhlak terhadap Allah, salah satunya yaitu dengan cara qana’ah yaitu merasa puas dengan sesuatu yang telah ada dan pasrah kepada-Nya. Ini merupakan salah satu ajaran tarekat yang harus dilakukan bagi para pengikutnya. Mereka senantiasa menerima apa saja yang Allah berikan, karena sejatinya dunia dan seisinya adalah milik-Nya, dan tidak ada alasan apa pun untuk kita takabur kepada-Nya. Untuk berakhlak kepada Allah kita harus menyempurnakan ibadah kita baik lahir maupun batin, menjauhi semua larangan-Nya dan melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala sesuatu selain daripada Allah, dan untuk dapat dekat dengan Allah tarekat Naqsyabandiyah mengajarkan kita untuk selalu berzikir kepada-Nya disetiap langkah, gerak dan nafas yang kita hembuskan setiap saat.
22
Ibid., hlm. 420.
87
Di dalam terkat Naqsyabandiyah juga kita diajarkan untuk menjaga tali persaudaraan sesama muslim, salah satunya dengan cara menjaga adab, yaitu bertutur-kata dan bertingkah-laku serta memuliakan mereka dengan semestinya seperti halnya yang contohkan Rasulullah SAW. Seseorang dianggap berbuat jahat bila dia menghinakan saudaranya sesama muslim. Sungguh Allah telah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum menghinakan kaum lainnya…” Yakni jangan sampai engkau menghinakan orang lain, karena bisa jadi orang yang kamu hinakan itu dalam pandangan Allah lebih mulia daripada dirimu. Taat kepada guru adalah salah satu akhlak yang ditekankan bagi pengikut tarekat Naqsyabandiyah. Patuh dan taat terhadap guru merupakan hal yang utama. Karena seorang syaikh atau guru merupakan sosok atau figur yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya proses mereka belajar. Maka dari itu sudahlah pantas apabila sosok guru mendapatkan porsi dihormati yang istimewa dari seorang murid atau salik. Sebab kita tahu bahwa peranan guru di dalam tarekat bukanlah semata-mata memberikan pengajaran kepada seorang salik, namun lebih dari itu adalah bahwa syaikh atau guru dalam tarekat adalah memang mereka yang benar-benar mempunyai kompetensi di bidangnya. Hal ini dapat kita lihat pada penjelasan di atas, di mana setidaknya ada banyak hal yang harus di lakukan di dalam mengikuti tarekat ini, karena di sana kita akan tahu bahwa di dalam tarekat tersebut tentunya banyak melakukan latihan-latihan dan menerima ajaran-ajaran dari seorang syaikh, yang merupakan ritualitas yang harus dijalani oleh salik. Oleh sebab itu
88
menjaga prasangka terhadap syaikhnya dan senantiasa ta’dzim terhadapnya adalah suatu hal yang harus dilakukan bagi seorang pengikut tarekat. Sayyidina ‘Ali k.w. di dalam kitab Ta’lim al Muta’alim karya Imam Az-Zarnuji di sana menuturkan bahwa: “Aku adalah sahaya (budak) orang yang mengajarkanku walau hanya satu huruf, jika dia mau silahkan menjualku atau memerdekakan aku, atau tetap menjadikan aku sebagai budaknya.”23 Dari perkataan sayyidina ‘Ali di atas, menunjukkan bahwa begitu besarnya penghormatan beliau terhadap gurunya. Sehingga, raga dan jiwanya seakan-akan tidak dapat menggantikan posisi ilmu yang telah ia dapatkan dari gurunya. Ia merasa pasrah dan menjalankan semua yang diperintahkan oleh gurunya, karena ia yakin bahwa seorang guru tidak akan pernah menjerumuskan muridnya. Akhlak seperti inilah yang harus kita amalkan, karena akhlak pencerminan dari keimanan seseorang. Iman yang kuat pasti melahirkan akhlak (budi pekerti) yang kuat. Begitu sebaliknya rusaknya akhlak (budi pekerti) pasti akibat lemahnya iman, atau karena hilangnya iman disebabkan oleh terlampau besarnya perbuatan jahat dan kebodohan seseorang.
23
Syaikh Az-Zarnuji, Ta’lim Muta’allim. Alih Bahasa: Abdul Kadir Aljufri (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2012), hlm. 28.