Tarekat Naqsyabandiyah Syeikh Kadirun Yahya dan Pengalamannya di Kota Jambi Syamsur Ridjal Abstract: This study discusses the Naqsyabandiyah Shaykh Yahya Kadirun and experience held in the city of Jambi, on the grounds that the Naqshbandi grown rapidly. In addition, the congregation Naqsyabandiyah Kadirun Sheikh Yahya in Jambi city already has a caliph to enter the congregation. With this research will be able to reveal the purpose and benefits of experience Naqsyabandiyah in Jambi city communities, as it also opens the veil of form experience Kadirun Naqsyabandiyah Shaykh Yahya and positive influence of his experience for the city of Jambi. This is a qualitative study using flow analysis techniques. From this study it can be concluded that the congregation Naqsyabandiyah not found irregularities shari'ah and Aqeedah for his followers, everything goes well in accordance with the teachings of Islam. It is as described by Sheikh Yahya Kadirun that Naqsyabandiyah which he led, guidance remains from the past until now that is based on the Qur'an, hadith, ijma ', analogy, ahlussunnah ideology in the areas of faith, Shafi ideology in the field of jurisprudence and should not neglect or abandon the Shari'ah. Key words: Naqsyabandiyah, congregation, Islamic teaching
BAB I. PENDAHULUAN Agama bukan hanya untuk dipahami secara teori, akan tetapi yang terpenting adalah praktek dari pemahaman terhadap ajaran-ajaran pokok agama itu sendiri, dalam hal ini seseorang sangatlah perlu menghayati, mendalami dan menjalankan ajaran-ajaran pokok agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Agama juga mencakup tiga hal pokok yang tak terlepaskan, yaitu hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Murtadha
Muthahhari
mengatakan
bahwa
peranan
agama
yang
berlandaskan tauhid dan keyakinan sangatlah penting dalam kehidupan dunia.
Agama penting dalam menciptakan keselarasan lingkungan social yang sesuai dengan kehidupan individu, yaitu menciptakan keadilan social yang sesuai dengan kepentingan umum, begitu juga, agama penting dalam menciptakan keselarasan masing-masing jiwa individu dengan kepentingan-kepentingan luhur masyarakat. Kesepakatan dan keselarasan yang harus ada pada jiwa masing-masing individu terhadap kepentingan sosial itulah yang dinamakan pengorbanan, ihsan, dan berbuat kebajikan.1 Amin syukur, mengatakan bahwa tasawuf adalah bagian dari syari’ah Islam, yakni perwujudan dari ihsan, yang mana sebagai salah satu unsure dari tiga kerangka ajaran Islam, sedangkan kerangka ajaran islam yang lainnya adalah iman dan islam.2 Ketiga unsur pokok ajaran islam tersebut menyatu dalam satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Masalah iman dibahas dalam ilmu ushuluddin, masalah islam dibahas dalam ilmu fiqh dan masalah ihsan dibahas dalam ilmu tasawuf.3 Kamil Musthafa Syibi dalam bukunya berjudul “Al-Shilat Baina ALTasawuf wa Al Tasyayu” menjelaskan bahwa tarekat adalah organisasi bagi orang-orang sufi, atau organisasi bagi para pengikut sufi-sufi besar. Dimana para pengikut atau murid-murid sufi ini membentuk suatu organisasi dengan maksud dan tujuan untukmelestarikan ajaran-ajaran sufi terdahulu yang menjadi guru-guru mereka.4 Pendapat lain juga disampaikan oleh Abu Bakar Atjeh yang mengatakan bahwa tarekat adalah jalan, petunjuk dalam melakukan suatu ibadah. Yang dimaksud dengan ibadah disini adalah yang sesuai dan telah ditentukan oleh Nabi Muhammad SAW dan telah dicontohkannya. Kemudian secara turun temurun diamalkan oleh para sahabat dan tabi’in, selanjut nya dari tabi’in diterima oleh
1
Murtadha Muthahhari, Jejak-Jejak Ruhani (Bandung, Pustaka Hidayat, 1996) hal.17 Amin syukur, Tasawuf Sosial, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004), hal.12 3 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya, bina Ilmu tt), hal.48 4 Kamil Musthafa Syibi, Al-Shilat Baina At-Tasawuf wa Al Tasyayu’, (Mesir, Dar Al-Maarif), hal.443 2
guru-guru yang melanjutkannya dengan memberikan petunjuk dan bimbingan kepada para murid-muridnya demikian seterusnya.5 Tarekat ini banyak macam namanya, biasanya nama-nama tarekat dinisbahkan kepada pendiri dari tarekat tersebut. Diantaranya tarekat-tarekat yang mu’tabarah (yang diakui oleh ulama) adalah terkat naqsyabandiyah. Ahmad Amin menjelaskan bahwa ajaran tasawuf adalah tekun, beribadah mendekatkan diri kepada allah, mengasingkan diri dari orang ramai.6 Kemudian disisi lain dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai munculnya penemuan-penemuan tersebut adalah merupakan suatu tanda bahwa adanya kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh masyarakat dalam mengembangkan dan mengolah ilmu pengetahuan yang telah didapatnya. Suatu masyarakat disebut maju jika masyarakat tersebut hidupnya sejahtera. Hidup sejahtera dapat terwujud jika masyarakat tersebut menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, ilmu pengetahuan dan teknologi hanya dapat dikuasai oleh masyarakat yang tinggi peradabannya. Dengan kata lain, masyarakat maju adalah masyarakat sejahtera karena peradabannya yang tinggi.7 AS. Hikam berpendapat bahwa yang dikatakan dengan masyarakat modern civil society adalah masyarakat yang terorganisir dengan cirri kesukarelawanan, keswasembadaan, keswadayaan, kemandirian, dan taat hokum.8
Kerangka Teori 1. Pengertian Tarekat. Kata tarekat berasal dair bahasa Arab “thariqatun” jamaknya “thuruqun” yang secara etimologi berarti : jalan, cara (al kaifiyah), metode, system (al uslub), mazhab, aliran, haluan (al mazhab)9
5
Abu Bakar Atjeh, Pengatar Ilmu Tarekat :Uraian tentang Mistikt, (Solo, Ramadhani, 1985), hal.
5
6
Ahmad amin, Zduhru Al-Islam, Jilid IV (Mesir, Maktabah al-Nahdhah, 1969), hal. 151 Mujiyono Abdillah, Fiqih lingkungan : panduan spiritual berwawasan lingkungan, Cet. I, (Yogyakarta, UPP AMP YKPN, 2005), hal. 32 8 AS Hikam, Demokrasi dan Civil Society, Cet. I, (Jakarta, Pustaka LP3S, 1999), hal. 24 9 Djamaan Nur, Tasawuf dan Tarekat Naqsabandiyah Pimpinan Prof, dr. SS. Kadirun Yahya, Cet.II (Medan USU Press, 2002), hal.120 7
Sedangkan menurut isitlah tasawuf, tarekat adalah perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) dalam memuja Tuhan dengancara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh secara rohani dalam mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Allah SWT.10 Disamping itu tarekat merupakan pegangan pengikut tasawuf yang dijadikan metode pengarahan jiwa dan moral serta merupakan perjalanan menuju kepada Allah.11 Jadi sesungguhnya tarekat adalah ajaran islam yang klasik dan mampu memberikan jalan untuk mendapatkaan ketenangan bathin dan kebahagiaan dari para pengamalnya. Menurut Abu Bakar Atjeh, tarekat yang berkembang di Indonesia ini dan diakui kebenarannya oleh utama (mu’tabarah) tidak kurang dari 41 macam tarekat, di antaranya adalah tarekat naqsyabandiyah.12 2. Hubungan dengan tasawuf Sesungguhnya tasawuf adalah mendekatkan diri kepada allah, sedangkan tarekat adalah acara dan jalan yang ditempuj seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada allah. Jadi sesungguhnya hubungan tasawuf dengan tarekat ialah tarekat itu bermula dari tasawuf dan berkembang dengan berbagai macam paham dan aliran atau method yang tergambarkan dengan adanya thuruqush sufiyah (lembaga/aliran-aliran tarekat). 3. Dasar dan Tujuan Tarekat a. Dasar Meskipun nama tasawuf/tarekat dan sufi belum dikenal di zaman Nabi dan sahabat, namun kehidupan para sufi sesungguhnya sudah terdapat dalam diri Nabi Muhammad SAW maupun pada diri para sahabat beliau. Kehidupan Nabi merupakan kehidupan sufi murni yang menjadi intisari kehidupan islam yang sebenarnya. Segala contoh kehidupan yang murni dan
10
Ibid, A. Rivai Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Sufism (Jakarta, Raja Grafindo, Persada, 1999) hal.111 12 Abu Bakar Adjeh, Pengantar Ilmu Tarekat: Uraian Tentang Mistik, hal, 303 11
suci ini diteladani oleh sahabat beliau. Bakan ucapan Nabi banyak yang mengandung pelajaran yang menuju kearah kehidupan yang murni. Inilah yang menjadi panutan para sahabat, tabi’in dan tabi’in yang kemudian diikuti oleh sebagian umat islam yang senantiasa berusaha mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah dengan melakukan amalan-amalan yang pernah dilakukan oleh Rasul, dan inilah yang menjadi dasar timbulnya tasawuf/tarekat islam. Ilmu tasawuf dan al-Isyarat serta hakekat yang merekea miliki di dalamnya, tidak dimiliki seorang pun dari ahli bid’ah, bahkan meraka tidak mendapat ketenangan, kenikmatan serta ketentraman yang terdapat di dalamnya.13 b. Tujuan Tarekat Al-Ghazali dalah Atjeh menggap bahwa ilmu tasawuf itu adalah tuntutan yang dapat menyampaikan manusia kepada mengenal Tuhan dengan sebenar-benar ma’rifat dan oleh karena itu ia merupakan jalan atau thariqah yang sebaik-baik dengan akhlak yang seindah-indah, jauh lebih baik dari ilmu pengetahuan dan hikmah lahir semata-mata, karena semua ilmu dan kelakuan sufi yang merupakan keyakinan bathin itu terambil dari pada rahasia kenabian, dan tidak ada lagi sinar cahaya yang lebih besar di belakang rahasia kebenaran itu. Oleh sebab itu tujuan dari tasawuf/tarekat itu tidak lain dari pada membawa manusia setingkat demi setingkat kepada tuhannya, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Ghazali dalam kitab “Minhajul abiding” ada empat puluh tingkat, dan dua puluh di dunia dan dua puluh di akhirat.14 4. Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah Penganut tarekat naqsyabandiyah mengenal azaz atau ajaran dasar, delapan dari azaz (ajaran dasar) itu dirumuskan oleh Abdul Kholiq alGhujdawani dan tiga azaz (ajaran dasar) adalah berasal dari syekh al-Akbar Sayyid Muhammad Bahauddin al-Naqsyabandiyah ajaran dasar ini disebut dalam banyak kitab, termasuk dalam dua kitab pegangan utama pengikut 13 14
Abdul Hakim Mahmoed,Terj. Hal Ihwal Tasawuf. (Indonesia, Darul Ihya, tt), hal.297 Aboe bakar Atjeh, Pengantar Sejarah sufi dan Tasawuf, (Solo, Ramadhani, 1984), hal.36-37
Khalidiyah yaitu Jami’ al-Din Ghumusykhanawi yang dibawa abad 20 kemudian dalam kitab “Tanwir al-Qulub mu’alamati ‘allami al-ghuyub” karangan Muhammad Amin al-Kurdi yang sampai sekarang masih dipakai secara luas.15 Kesebelasan ajaran dasar tersebut adalah delapan azaz (ajaran) yang berasal dari abdul Kholiq al Ghujdawani adalah : Huwasy Dardam, Nazhar Marqadam, Safar Darwathan, Khalwat Daranjaman, ya Dakrad, Baz Kasyat, Nakah, dan Bad Dasyat, BAB II. Gambaran Umum Kota Jambi A. Sejarah dan Letak Geografis Kota Jambi 1. Sejarah Kota jambi adalah ibu kota Provinsi Jambi dan merupakan salah satu dari sepuluh daerah Kabupaten/Kota yang berada dalam Provinsi Jambi. Secara historis, Pemerintah Kota jambi di bentuk dalam ketepatan Bubernur sumatera no:103/1946 sebagai daerah otonom kota besar di Sumatera, kemudian diperkuat dengan undang-undang No: 9/1956 dan dinaytakan sebagai daerah otonom kota besar dalam lingkungan Provinsi Sumatera Tengah. 2. Geografis Kota Jambi adalah ibukota dari Provinsi Jambi wilayahnya dikelilingi oleh Kabupaten Muaro Jambi, atau dengan kata lain perbatasan Kota Jambi sebelah utara, selatan dan timur berbatasan degnan Kabupaten Muaro Jambi. Secara geografis posisi Jambi berada pada kordinat 010 300 2,980 – 010 400 1,07” lintang selatan dan 1030 400 1,67”-1030 400 0,23” bujur timur.
B. Keadaan Penduduk Data kependudukan yang disajikan pada “Kota Jambi” dalam rangka tahun 2009, merupakan hasil registrasi penduduk akhir tahun 2009 yang 15
Martin Van Bruinnessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia (Bandung, Mizan, 1992), hal.76
dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Jambi, dan pengumpulan datanya dilakukan oleh coordinator statistic kecamatan dalam Kota Jambi bekerjasama dengan bagian pemerintah di kecamatan.
C. Pendidikan Salah
satu
dari
kebijakan
pemerintah
Kota
Jambi
adalah
mengupayakan perluasan dan pemetaan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu, meningkatkan saran dan prasarana pendidikan, termasuk mengembangkan kesempatan daerah.16 Untuk itu di kota jambi terdapat sector pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai ke Perguruan Tinggi (PT), sedangkan pendidikan non formal merupakan pendidikan dan pelatihan di berbagai
bidang
pengetahuan
berupa
pendidikan
keterampilan
yang
dibutuhkan bagi pembangunan.
D. Agama Penduduk Kota Jambi yang jumlahnya 532.743 jiwa, tidak seluruhnya beragam Islam, yang beragam islam tercatat 407.557 jiwa, agama Kristen Katolik berjumlah 16.167 jiwa, agama Kristen Protestan berjumlah 20.812 jiwa, agama Budha berjumlah 14.937 jiwa, agama Hindu berjumlah 9.830 jiwa dan yang lainnya berjumlah 3612jiwa.17 BAB III. Tarekat Naqsyabandiyah Syeikh Kadirun Yahya A. Perkembangan Tarekat di Indonesia Pada abad ke 6 H/12 M, muncullah cikal bakal dari tarekat kenamaan, yang kemudian berjalin dalam suatu kekerabatan para sufi yang tersebar luas, dan mengakui seorang guru serta menerapkan disiplin dan ritus yang lazim. Tarekat yang pertama adalah tarekat yang diciptakan oleh Muhyiddin Abdul Qodir bin Abdullah al-Jilli (al-Jailani). Ia lahir di Jilan Persia pada tahun 471 H / 1078 M dan meninggal pada tahun 561H/1166 M. tarekatnya terkenal dengan nama tarekat Qodiriyah. 16 17
Bappeda kota Jambi, Last Updated (21-12-2009) Ibid, hal.122
Aboe Bakar Atjeh menjelaskan bahwa banyak sekali tarekat-tarekat yang merupakan induk sebagai ciptaan tokoh-tokoh tasawuf aqidah, disamping itu adapula tarekat yang merupakan pecahan dari tarekat induk yang sudah dipengaruhi oleh pendapat Syeikh yang mengamalkan di belakangnya.18
B. Riwayat hiduo Syeikh Kadirun Yahya 1. Tahun dan Tempat Kelahiran Syeikh Kadirun Yahya dilahirkan apda tanggal 20 juni 1917 di pangkalan Brandan Sumatera Utara. Ayahnya bernama Sutan Sori alam Harahao seorang pegawai perminyakan (BPM) Pangkalan Brandan, yang berasal dari kampong sikarang Karang Padang Sidempuan Tapanuli Selatan. Ibunya bernama Siti Dour Siregar, Syeikh Kadirun Yahya dilahirkan dari keluarga islamis religius,nenek dari pihak ayahnya dan nenek dari pihak ibunya adalah merupakan dua orang syeikh tarekat, yaitu Syeikh Yahya dari pihak ayahnya dan syeikh Abdul Manan dari pihak ibunya. Keluarga ini selalu dikunjungi oleh para Syeikh pada zaman dahulu.19 2. Riwayat Pendidikan Secara kronologis pendidikan yang ditempuh oleh syeikh Kadirun Yahya adalah sebagai berikut : a)H.I,S Negeri 1924-1931 (Tamat), b)MULO, B. Negeri 1931-1935 (Tamat dengan voorklasse) c) AMS. B. Negeri 1935-1938 (tamat dengan mahasiswa), d) Kuliah ilmu ketabiban 1938-1940 (lalu memutar haluan ke Kuliah ilmu jiwa Amsterdam 1940-1942), e) lulus ujian sarjana lengkap (Drs) dalam bahasa inggri tahun 1975.20 3. Riwayah Pekerjaan Sebelum tanggal 17 Agustus 1945 Syeikh Kadirun Yahya menjadi guru sekolah Muhammadiyah di Tapanuli Selatan dari tahun 1942-1945. Kemudian
18
Aboe Bakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat” (solo, CV. Ramadhani, 1985) hal.303 Djamaan Nur, Tasawuf dan Tarekat Naqsabandiyah Pimpinan Prof. dr. H. SS. Syeikh Kadirun Yahya (Medan, USU Pers, 2002) hal.337 20 http://2suaraukita,org/2009-2010/fillsprof.kadirunyahya. diakses pada tanggal 25-2-2011 19
setelah kemerdekaan Republik Indonesia (sesudah 17 Agustus 1945), beliau bekerja sebagai : a. Kepala industry perang merangkap guru bahasa Panglima Sumatera (Mayjen Suhardjo Harjo Wardoyo) dengan pangkan Kolonel Infantri, di Komendemen Sumatera Bukit Tinggi 1946-1950. b. Staff pengajar SPMA Negeri Padang 1950-1955 c. Staff pengajar SPMA Negeri Medan 1955-1961, dan kemudian pindah menjadi staff pada Departemen Pertanian Jakarta tahun 1961-1968. d. Ketua umum yayasan Syeikh Kadirun Yahya tahun 1956-1998. e. Guru besar USU, UNPAD, UNU, UNPAB, Unisyeikhtas Prof. Dr. Mustopo, SESKOWAD, UMSU,/AFHIM tahun 1960-1978. f. Rector Unisyeikhtas Pembangunan Panca Budi tahun 1961-1998. g. Asri Panglima Mandala I Sumatera, sebagai Kolonel Aktif pada masa Dwikora di bawah pimpinan Letjen a. Yunus Makoginta tahun 1964-1965 h. Aspri Panglima Mandala I sumatera sebagai Kolonel aktif pada penumpasan G.30 s/PKI di bawah pimpinan Letjen. A. Yunus Makoginta di Sumatera tahun 1965-1967. i. Anggota Dewan Kurator Seksi Ilmiah Unisyeikhtas Negeri Sumatera Utara tahun 1965-1970. 4. Riwayat Berguru Tarekat dan Silsilah. a. Riwayat Berguru Tarekat Syeikh Kadirun Yahya pada mulanya mengenal tarekat tahun 1943-1946 melalui seoarng khalifah dari syeikh Syahbuddin Aek Libung (Tapanuli Selatan), pada masa itu adalah masa pergolakan (penjajahan Jepang), dan beliau belum mendalami tarekat. b. Silsilah Silsilah adalah hubungan nama-nama yang saling bertalian satu dengan yang lainnya, silsilah bagi seorang Syeikh atau guru tarekat merupakan syarat yang terpenting untuk mengajar dan meimpin suatu tarekat. Siapa yang akan bergabung dengan suatu tarekat, hendaklah mengetahui dengan sungguh-sungguh nisbah atau hubungan guru-gurunya
yang sambung menyambung antara satu dengan yang lainnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Hal ini dikarenakan sangatlah dianggap perlu dan tidak boleh tidak, sebab bantuan kerohanian yang diambil dari guru-gurunya harus benar dan apabila tidak benar silsilahnya tidak sampai buhungnanya kepada Nabi Muhammad SAW, maka bantuan dianggap terputus dan tidak merupakan warisan dari Nabi Muhammad SAW. Mursyid yang tidak sampai silsilanya kepada Nabi Muhammad SAW berarti Mursyid itu tidak benar.21
C. Perkembangan Tarekat Naqsabandiyah Syeikh Kadirun Yahya Pada tahun 1950 Syeikh Kadirun yahya memulai mengembangkan tarekat Naqsabandiyah dengan memiliki surau sendiri, dan ini atas izin guru beliau yaitu Sayyidi syeikh M. hasyim Buaiyan beliau mengadakan suluk di tempat tinggal beliau di Bukit Tinggi. Pada tahun itulan dilahirkan sepuluh orang petoto (petoto adalah istilah pengganti khalifah). Syeikh KadirunYahya tidak memakai khalifah pada muridnya yang telah banyak suluk, menurut beliau kekhalifahan/pengganti biarlah ditentukan oleh allah SWT nanti.
D. Ajaran Tarekat Naqsabandiyah Syeikh Kadirun Yahya Dalam ajaran tarekat naqsabandiyah terdapat beberapa hal yang menjadi pembahasan pokok, antara lain masalah mursyid, wasilah/rabithah, suluk dan Dzikir. 1. Masalah Mursyid, mursyid atau guru atau pemimpin peramalan mempunyai kedudukan dan menempati posisi penting serta menentukan dalam suatu tarekat. 2. Masalah Wasilah dan Rabithah, a. Wasilah, diterjemahkan dengan penghubung atau hubungan khususnya hubungan dengan guru. b. Rabithah, artinya bertali, berkait dengan berhubungan. Dalam rohaniah murid dengan rohaniah guru, guna mendapatkan wasilah yang ada pada 21
Aboe Bakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat, hal.97
rohaniah syeikh Mursyid, dimana Syeikh murshid telah berhubungan, berhampiran dengan rohaniah Syeikh-syeikh murshid sebelumnya. Sampai dengan rohaniah arwanul muqaddasah Rasulullah SAW.22 c. Suluk, adalah menempuh jalan menuju Allah yang juga disebut Khalwat yaitu berada di tempat yang sunyi, agar dapat beribadah dengan khusuk dan sempurna, suluk juga disebut Iktikaf. Dengan kata lain suluk adalah ikhtiar menempuh jalan menuju kepada allah semata-mata untuk mencari keridhaan-Nya. Hakikat suluk adalah usaha, ikhtiar dengan sungguh-sungguh untuk membersihkan diri rohani maupun jasmani dengan bertobat dan mengosongkan diri dari sifatsifat suluk (maksiat lahir dan batin), dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji. Setiap orang yang suluk meyakini bahwa dirinya akan menajdi bersih dan tobatnya akan diterima oleh Allah, sehingga dia menjadi taqarrub, (dekat diri kepada Allah).23 BAB IV. Tarekat Naqsabandiyah dan Pegalamannya di Kota Jambi A. Perkembangan dan Motivasi Masyarakat Masuk Tarekat. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhammad Abduh dalam kitab tafsir “alManar” juz. 3, mejelaskan bahwa apabila dilihat dair segi intelektualnya manusia itu dapat dibagi menjadi tiga golongan yang masing-masing golongan memiliki cirri-ciri
khusus,
golongan
tersebut
adalah
(1)
Golongan
cerdik
pandai/cendekiawan, cirinya mereka ini berfikir secara kritis dan selektif cepat menangkap inti, problema serta cinta akan kebenaran seperti para ulama sarjana muslin dan lain-lain, (2) Golongan awam (orang kebanyakan) cirinya mereka belum dapat berfikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian yagn tinggi-tinggi seperti orang yang belum begitu paham terhadap agama, (3) Golongan menengah, cirinya singkat kecerdasannya berada di dialam
22
Djamaan Nur, Tasawuf dan Tarekat Naqsabandiyah Pimpinan Prof. dr. H. SS. Prof. Dr. H. SS. Syeikh Kadirun yahya, hal.204 23 Ibid, hal.250
antara kedua golongan tersebut, mereka suka membalas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu dan tidak sanggup secara mendalam.24 Sedangkan alasan mereka memilih tarekat Naqsabandiyah Syeikh Kadirun Yahya, jawaban mereka bervariasi, diantara jawabannya adalah : a. Mudah untuk mengamalkannya. b. Tiadak ada sumpah setia atau bai’at bagi yang masuk tarekat. c. Silsilah muthasil (bersambung) sampai ke Rasulullah. d. Organisasinya teratur dan baik. e. Keakraban diantara pengikutnya baik. f. Memiliki surau tempat wirid serta adanya pengajian-pengajian lain seperti aqidah, yang memotivasi, fiqh, tafsir tematik dan lain-lain.
B. Gambaran dan Struktur Organisasi Kesurauan. Pada tahun 1994 salah seorang pengikut naqsabandiyah syeikh Kadirun Yahya ini bernama Yahya Saleh, SH mewakafkan tanah seluas 500 m3 yang berlokasi di JL. Pagai Rt.21 no. 48 Kel. Kebun Handil Kec. Jelutung Kota Jambi. Kemudian pada tahun 1995 di atas tanah tersebut para pengikut tarekat naqsabandiyah Kota Jambi, secara gotong royong memulai pembangunan surau darurat yang terdiri dari kayu dan papan dengan luas lebih kurang 7x7 m. sejak berdirinya surau ini kegiatan wirid dan lain-lain dipusatkan di surau.
C. Pengalaman Tarekat Naqsabandiyah Syeikh Kadirun yahya di Kota Jambi. 1. Prosesi pemasukan Tarekat Naqsabandiyah syeikh Kadirun Yahya. 2. Jenis amalan atau Zikir yang Diamalkan oleh Penganut Tarekat Naqsabandiyah. Dalam tarekat Naqsabandiyah terdapat tujuh belas mata pelajaran zikir, yaitu : a. Zikir Ismu Zat, dengan menyebut nama zat Allah (Allah, Allah, Allah). b. Zikir Lataif, yaitu Zikir Ismu Zat sebanyak 11.000 kali yang tujuannya menghancurkan sifat mazmumah yang ada pada batin manusia dan 24
Muhammad Abduh, Tafsir Al-Manaf, jld.III cet.II (Beirut, Libanon, Darul Ma’arif, tt)hal.263
marupakan sarang iblis dan setan.25 Menurut para sufi bahwa di dalam tubuh manusia ada tujuh tempat sumber pembawa dosa, ketujuh tempat tersebut dikenal dengan tujuh lataif. 1) Latifatul Qalbi, 2) Latifatul ruh, 3) Latifatul Sirri, 4) Latifatul khofi, 5) Latifatul akhfa 6) Latifatul Nafsun Natiqah, dan 7) Latifatul Qullu Jasad. c. Zikir Nafi Isbath, yaiti mengucapkan kalimat la ila ha illallah dengan syarat-syarat tertentu, yaitu : 1) wukuf Qolbi, 2) Menahan nafas dari bawah pusat. 3) Memandang suratan zikir atau memandang daerah zikir la ila haillallah yaitu kalimah “la” dinaikkan dari bawah pusat sampai ke otak, kalimah “ilah” dari otak ke bahu kanan, kalimah “illallah” dari bahu kanan sampai ke hati sanubari. 4) Ingat akan makna zikir la ila haillallah. 5) Pukulkan yang keras kalimah illallah ke dalam hati sanubari. 6) Berhenti pada bilangan ganjil 3, 5, 7 sampai dengan 21 kali. d. Zikir Wukuf, diam dengan semata-mata mengingat allah yang dirangkaikan setelah selesai melaksanakan zikir ismu zat atau zikir lataif atau zikir naïf isbat. Pelaksanaannya adalah sebelum menutup zikir-zikir tersebut. e. Zikir Muroqobah, yaitu berkekalannya seorang hamba ingat bahwa drinya senantiasa di monitor oleh tuhannya dalam seluruh keadaan dan tinggah lakunya.
D. Pengaruh Positif Pengalaman Tarekat Naqsabandiyah Syeikh Kadirun Yahya. Dengan latihan kerohanian yang dipraktekan oleh seorang pengamal tarekat, di mana mereka selain melaksanakan seluruh kewajiban sebagaimana umumnya orang islam, mereka juga ditekankan seluruh kewajiban sebagaimana umumnya orang islam, mereka juga ditekankan untuk memperbanyak amalan-
25
Amin al Kurdi, Tanwinul Quluh, (Beirut, Darul fikr, 1994) 511-513
amalan yang sifatnya sunah, seperti : sholat sunnat, puasa sunnat, memperbanyak zikir, tobat dan lain-lain. Khusus mengenai zikir penganut tarekat mempunyai tarekat tersendiri dan jumlahnya sudak ditentukan setiap harinya baik itu zikir qolbi ataupun zikir lisan. Disamping itu mereka menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh agama, bahkan yang mubah ataupun yang makruh mereka hindari. Sesungguhnya pengaruh positif dari pengalaman tarekat Naqsabandiyah Syeikh Kadirun yahya di Kota jambi ini ada beberapa hal, antara lain : a. Bagi para pengamal yang memang tekun dan benar akan dapat merubah batinnya dari tidak baik menjadi baik, seperti dari pemarah menjadi penyabar, dari tidak tenang menjadi tenang, dari malas ibadah menjadi rajin ibadah, tidak sombong dan lain-lain. b. Dapat memacu seseorang untuk giat beramal shaleh. c. Dapar merubah pola piker dari negatif menjadi positif,
seperti dari
seorang preman menjadi orang baik, ahli ibadah dan lain-lain. d. Melatih untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. BAB V. Penutup Kesimpulan Berdasarkan temuan di lapangan dan analisa pada Bab-Bab terdahulu maka dapat dirumuskan bahwa masyarakat kota jambi tidak terpengaruh dengan isu yang menyatakan tarekat naqsabandiyah Syeikh Kadirun Yahya adalah sesat, hal ini dapat dilihat bahwa pengikut tarekat tersebut di Kota Jambi makin hari makin bertambah pengikutnya dari berbagai golongan seperti golongan awam sampai golongan cendekiawan, dari rakyat jelata sampai pejabat, mereka masuk dalam tarekat tersebut dengan kesadaran tersendiri serta mengharapkan ridha allah SWT. Dari itu maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Sejarah dan konsep ajaran tarekat Naqsabandiyah Syeikh Kadirun Yahya adalah berasal dari Syeikh Sulaiman Zuhri Jabal Kubis Makkah yang ditunkannya kepada anaknya Syeikh ali Ridha Jabal Kubis Makkah, kemudian dirutunkan kepada Maulana Sayiddi Syeikh Muhammad Hasim Al Khalidi
Buayan (Sumatera Barat). Dari Maulana Syayidi Syeikh Muhammad Hasim Buayan inilah turun kepada Syeikh Kadirun Yahya, disamping itu Kadirun Yahya mendapat ijazah juga dari beberapa Syeikh yang masyhur yaitu dari Maulana Saiyyidi Syeikh Sahbuddin Sayur Matinggi, dari Maulana Syayyidi Syeikh Abdul Majid Gubuk Solo dan dari Maulana Syayyidi syeikh Muhammad Said Bonjol. Dari keempat Sayyidi Syeikh inilah tarekat naqsabandiyah yang diajarkan Syeikh Kadirun Yahya sampai sekarang. Sedangkan konsep ajarannya tidak berbeda dengan tarekat naqsabandiyah yang lain, terutama tentang kewajiban syara’, aqidah, muamalah dan amalahamalan ini. Perbedaannya adalah apa yang diajarkan oleh syeikh Kadirun Yahya sejalan dengan pengetahuan modern, terutama dalam menjelaskan tarekat naqsabandiyah, beliau memakai dalil qath’I yaitu
al-Qur’an dan
Hadits dan juga dikuatkan dengan dalil-dalil eksakta yang sejalan dengan alQur’an dan Hadits. 2. Motivasi masyarakat kota Jambi masuk tarekat naqsabandiyah Syeikh Kadirun Yahya adalah karena mereka ingin belajar berzikir dengan benar (pakai metode) dan ingin mendapatkan ketenangan jiwa dalam menjalani kehidupan ini serta yang paling penting adalah dalam ranga mendekatkan diri dengan sedekat mungkin kepada Allah SWT untuk mendapatkan keridhaannya. Sedangkan alasan mereka memilih tarekat Naqsabandiyah Syeikh Kadirun Yahya adalah mudah mengamalkannya, tidak ada bai’at (sumpah setia), silsilahnya tidak terputus, terorganisir dengan baik dan memiliki surau temapt ibadah / wirid baik individu maupun berjamaah. 3. Bentuk pengamalan tarekat naqsabandiyah di Kota Jambi adalah mengadakan wirid (khatam tajwid) secara bersama-sama pada hari tertentu (Kamis malam Jum’at dan Senin malam Selasa). Sedangkan bentuk amalannya sama dengan amalah orang islam lain, hanya metode zikirnya berbeda-beda, tergantung banyak suluknya, makin banyak suluknya, makin banyak jenis zikirnya. Pada pengalaman tarekat naqsabandiyah Syeikh Kadirun Yahya di Kota Jambi tidak terdapat bentuk pengamalan maupun ajarannya yang menyimpang dari ajaran islam secara umum, karena sesunggungnya ajaran tarekat Naqsabandiyah
Syeikh Kadirun Yahya berdasarkan al-Qur’an dan As sunah, bermazhab ahlussunnah waljama’ah di bidang aqidah dan mazhab Syafi’I dibidang fiqih dan beliau sevagai penerus dari murshid terdahulu sehingga ajaran yang beliau sampaikan dengan murid-muridnya pada prinsipnya sama dengan tarekat Naqsabandiyah yang lain. 4. Pengaruh positif pengalaman tarekat naqsabandiyah syeikh Kadirun Yahya bagi masyarakat kota Jambi adalah bagi para pengamal yang tekun dan benar akan merasakan ketenangan jiwa / bathin dalam mengarungi kehidupan sekarang ini. Disamping itu dapat memacu seseorang untuk niat (tidak malas dalam beribadah kepada allah SWT), serta merubah pola piker dari negatif ke positif dan yang peling penting adalah melatih seseorang mendekatkan diri kepada allah untuk mendapatkan Ridha-nya.
BIBLIOGRAFI
Abdul Hakim Mahmoed,Terj. Hal Ihwal Tasawuf. (Indonesia, Darul Ihya, tt), Abu Bakar Atjeh, Pengatar
Ilmu Tarekat :Uraian tentang Mistikt, (Solo,
Ramadhani, 1985) A. Rivai Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Sufism (Jakarta, Raja Grafindo, Persada, 1999) Ahmad amin, Zduhru Al-Islam, Jilid IV (Mesir, Maktabah al-Nahdhah, 1969). Amin syukur, Tasawuf Sosial, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004). AS Hikam, Demokrasi dan Civil Society, Cet. I, (Jakarta, Pustaka LP3S, 1999) Bappeda kota Jambi, Last Updated (21-12-2009) Djamaan Nur, Tasawuf dan Tarekat Naqsabandiyah Pimpinan Prof, dr. SS. Kadirun Yahya, Cet.II (Medan USU Press, 2002) http://2suaraukita,org/2009-2010/fillsprof.kadirunyahya. diakses pada tanggal 252-2011 Kamil Musthafa Syibi, Al-Shilat Baina At-Tasawuf wa Al Tasyayu’, (Mesir, Dar Al-Maarif), Martin Van Bruinnessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia (Bandung, Mizan, 1992), Mujiyono Abdillah, Fiqih lingkungan : panduan spiritual berwawasan lingkungan, Cet. I, (Yogyakarta, UPP AMP YKPN, 2005) Murtadha Muthahhari, Jejak-Jejak Ruhani (Bandung, Pustaka Hidayat, 1996). Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya, bina Ilmu tt)
