BAB IV ANALISIS DATA Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data baik yang berasal dari wawancara, observasi, maupun dokumen. Peneliti melakukan kegiatan analisis guna mendapatkan temuan fakta dari lapangan berdasarkan fokus permasalahan. Penelitian ini
merupakan
penelitian studi
kasus, maka
peneliti
menggunakan teknik analisa data deskriptif komparatif untuk membandingkan pelaksanaan terapi bermain lompat jingkat angka di lapangan dan di dalam teori serta membandingkan kondisi awal konseli sebelum bersinggungan dengan terapi bermain lompat jingkat angka dengan kondisi setelah pelaksanaan terapi bermain lompat jingkat angka. Berikut adalah analisis data yang diperoleh berdasar penyajian data: A. Analisis
Proses
Terapi
Bermain
Lompat
Jingkat
Angka
untuk
Mengembangkan Kognitif dalam Mengenal Angka pada Anak Down Syndrom di PAUD Inklusi Melati Trisula Sidoarjo. Analisis
proses
terapi
bermain
lompat
jingkat
angka
untuk
mengembangkan kognitif dalam mengenal angka pada anak Down Syndrom digunakan agar pembaca mengetahui perbedaan ataupun persamaan proses terapi bermain lompat jingkat angka di teori dengan proses terapi bermain lompat jingkat angka di lapangan. Penerapan terapi lompat jingkat angka mengadopsi dari permainan tradisional engklek. Pada versi aslinya, permainan ini bertujuan melempar sebuah spidol (batu gepeng, kantung pasir, dan lain-lain) ke dalam kotak yang 131
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
132
masing-masing bernomor teratur, melompat ke atas segiempat kecil dengan salah satu kaki dan melampaui kotak dimana spidol mendarat, namun dalam penelitian ini, permainan engklek atau lompat jingkat dimodifikasi sedemikian rupa agar dapat menjadi media pengembangan kognitif bagi anak down syndrom dalam mengenal angka. Terapi bermain lompat jingkat angka di dalam lapangan penelitian, memanfaatkan media karpet puzzle yang terdiri dari sepuluh persegi sama sisi, pada masing-masing persegi sama sisi tersebut terdapat satu digit angka yaitu angka 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Tiap-tiap persegi sama sisi disusun hingga menjadi sebuah persegi panjang yang selanjutnya digunakan sebagai area bermain lompat jingkat angka. Selain itu peneliti juga memanfaatkan nyanyian ‘mengenal angka dan bentuknya’ sebagai penunjuk bagi konseli di persegi (papan angka) mana ia harus mendarat. Ketika konseli berhenti pada tiap papan angka, ia harus mengucapkan angka yang diinjak ,serta mengacungkan tangan sesuai dengan angka yang diinjaknya. Permainan ini melatih ingatan anak pada bentuk angka, melatih konsentrasi penglihatan dan pendengaran anak, serta melatih anak untuk mengeluarkan suara yang bermakna. Terapi bermain lompat jingkat angka dapat dikombinasikan dengan langkah-langkah bimbingan konseling islam khususnya pada tahap treatment. Berikut adalah analisis data dari tiap tahapan bimbingan konseling islam yang dilakukan oleh peneliti:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
133
1. Identifikasi Masalah Anas Salahuddin menyatakan bahwa identifikasi masalah bertujuan untuk mengenal konseli beserta gejala-gejala yang tampak. Teori ini sangat sesuai dengan keadaan lapangan yang dilalui oleh peneliti. Usai membangun hubungan dengan konseli peneliti berusaha mengenali dan mencari informasi mengenai hambatan dan potensi yang dimiliki konseli melalui kegiatan wawancara, observasi berperan dan dokumentasi. Selain mengenal potensi dan hambatan konseli, tahap identifikasi dalam penelitian ini juga bermaksud menentukan permasalahan mana yang terlebih dahulu harus diselesaikan oleh konseli. Berdasar data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa konseli memiliki masalah belum mengenal angka di usia 9 tahun, mudah mogok dalam beraktifitas (ngambek), sulit berbicara, dan bertindak asal-asalan. 2. Diagnosis Diagnosis yaitu langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi anak beserta latar belakangnya. Dalam langkah ini, kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan data menggunakan berbagai teknik pengumpulan data. Teori ini sesuai dengan keadaan di lapangan, setelah mengenal konseli peneliti berusaha menetapkan permasalahan yang dialami konseli untuk selanjutnya menentukan bantuan apa yang cocok untuk membantu konseli. Berdasar pengamatan yang dilakukan peneliti, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku konseli berupa belum mengenal angka di usia 9 tahun,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
134
mudah ngambek, sulit berbicara, dan bertindak asal-asalan disebabkan oleh terhambatnya perkembangan kognitif konseli. Perkembangan kognitif atau kemampuan berpikir konseli kurang terasah karena selama ini fokus dari orang tua, pengajar, dan terapis ada pada bidang kemandirian dan rasa percaya diri konseli. Padahal, perkembangan kognitif yang baik memungkinkan anak berkebutuhan khusus, khususnya anak down syndrom dapat melakukan bina diri dengan mandiri dan berkomunikasi dengan masyarakat sekitarnya. Perkembangan kognitif sangat erat kaitannya dengan perkembangan bahasa, karena Abu Ahmadi mengatakan bahwa berbicara (menggunakan bahasa) adalah aktifitas berpikir yang dilisankan. Konseli mengalami kesulitan berbahasa, ia tidak bisa menyebutkan simbol-simbol yang mewakili segala hal, termasuk perasaan hatinya. Terkadang ia ingin bermain namun ia tidak dapat mengungkapnya, orangorang di sekitarnyapun menafsirkan dengan terkaan, bila tak sesuai konseli marah dengan melakukan aksi mogok dalam segala aktifitas. 3. Prognosis Teori
mengatakan
bahwa
prognosis
merupakan
langkah
menetapkan jenis bantuan yang akan dilaksanakan untuk membantu konseli menyelesaikan masalahnya. Langkah ini ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam diagnosis, yaitu setelah ditetapkannya masalah dan latar belakang. Di dalam lapangan, peneliti berusaha memberikan alternatif penyelesaian masalah konseli berdasar latar belakangnya, sehingga didapat
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
135
terapi bermain lompat jingkat angka untuk mengembangkan kognitif anak down syndrom. Kognitif/ kemampuan berpikir konseli diusahakan dapat mencapai perkembangan positif, salah satu kiat yang digunakan untuk menstimulasi perkembangan otak anak adalah dengan mengajarinya mengenal angka. Terapi
bermain
lompat
jingkat
angka
digunakan
karena
mengenalkan angka pada anak down syndrom tentu tak semudah membalikkan telapak tangan, peneliti perlu menciptakan aktivitas menyenangkan, dan sesuai dengan minat konseli agar dapat membantu konseli
mengenal
angka
sekaligus
mengembangkan
kemampuan
berfikirnya dengan mudah. Berdasarkan data yang diperoleh melalui identifikasi masalah, didapatkan fakta bahwa konseli adalah sosok anak ceria, dan suka menari ketika mendengar musik. Lompat jingkat angka yang dikombinasikan dengan nyanyian ‘mengenal angka dan bentuknya’ yang berfungsi sebagai sarana untuk membantu konseli mengembangkan kognitifnya. Pada permainan ini, anak diajak untuk melatih mengeluarkan suara bermakna sesuai dengan angka yang ia injak, misalnya saat peneliti mengatakan “5, perut gendut” anak harus mendarat pada persegi yang memuat angka lima dan mengatakan angka lima sembari mengacungkan jari tangan sejumlah lima. Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik reinforcement berupa penguatan positif (pemberian pujian, hadiah) untuk mempertahankan perilaku adaptif yang muncul dan pemberian penguatan negatif (pengabaian beberapa saat)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
136
ketika konseli menunjukkan perilaku non adaptif, misalnya saat mogok dalam beraktifitas. 4. Treatment Treatment yaitu langkah pelaksanaan bantuan. Langkah ini merupakan pelaksanaan yang ditetapkan dalam langkah prognosis. Di dalam lapangan, proses terapi/treatment tidak sepenuhnya sesuai dengan rancanganrancangan yang telah ditetapkan di dalam prognosis. Karena ketika melakukan intervensi berupa terapi bermain lompat jingkat angka peneliti tidak terlalu memaksakan prosedur-prosedur yang harus dilalui konseli, peneliti mengutamakan kenyamanan konseli namun juga tidak terlalu mengikuti kemauan konseli. Perencanaan yang disusun peneliti dalam tahap prognosis, proses konseling diawali dengan berwudlu. Namun di dalam lapangan konseli tidak mau berwudlu dengan sempurna, konseli hanya mau mengusap wajah dan membasuh kakinya, peneliti tak bisa memaksa karena salah satu prinsip dari Bimbingan Konseling adalah tidak boleh memaksakan kehendak kepada konseli selain itu Peneliti juga menyadari, bahwa aktifitas yang terlihat sederhana bagi kita belum tentu sederhana bagi mereka. Walaupun ia tidak mau melakukan wudlu dengan sempurna, namun peneliti tetap menganggap itu sebagai progress karena ia mau mengusap wajah, membasuh kaki, dan mengetahui bahwa aktifitas yang tengah ia lakukan ini adalah bagian dari ritual keagamaan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
137
Usai berwudlu, peneliti dan konseli melakukan doa sebelum belajar, kami berharap agar Allah mempermudah segala proses bimbingan dan konseling yang akan kami jalani. Dalam tahap ini, Konseli mau berdoa, ia mengangkat kedua tangan namun suara yang keluar dari pita suaranya hanya “wuuua....wuuuaaa” Pengujian terhadap kemampuan aritmatika konseli dilakukan usai berwudlu dan berdoa menggunakan buku gambar angka. Dalam pengujian ini konseli terfokus pada gambar, ia menunjukkan isyarat bahwa gambar di dalam buku tersebut bisa dimakan, ia bahkan tidak mengetahui nama dan bentuk angka. Aktifitas yang seharusnya disebut sebagai sarana untuk menguji, dalam lapangan sarana itu berubah sebagai media belajar mengenal angka. Melalui buku itu peneliti mengajarinya tentang bentuk dan makna angka, “mbak Nisa, kuenya lezat ya? Emmmm nyam...nyam.... kuenya ada berapa ya? Kita hitung yuk! Satu.... dua.... tiga... wah, mbak Nisa punya tiga kue lezat, coba bunda pengen lihat, kalau tiga tangannya gimana?” Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan terapi bermain, dalam rancangan pelaksanaan terapi, peneliti berharap konseli melompat sendiri sesuai dengan instruksi yang diarahkan peneliti melalui nyanyian ‘mengenal angka dan bentuknya’. Namun, realitas yang terjadi di lapangan, konseli tidak mau. Ia bahkan terlihat sangat tidak tertarik bermain permainan ini. Penelitipun akhirnya memberi contoh terlebih dahulu pada konseli, peneliti meloncat di area permainan sambil bernyanyi untuk
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
138
menarik perhatian konseli, pada putaran ke dua konseli menunjukkan perhatiannya pada permainan ini, ia mulai tersenyum tersipu sembari sesekali mengacungkan jarinya meniru peneliti. Di putaran ke empat ia mulai mau melakukan permainan ini akan tetapi harus didampingi peneliti dan guru pendamping PAUD Inklusi Melati Trisula Sidoarjo. Walau pelaksanaan di lapangan tak sesuai dengan rencana yang telah disusun peneliti, namun hakikatnya konseli tetap melakukan esensi yang menjadi tujuan pada permainan ini, konseli tetap dilatih berkonsentrasi, konseli tetap melihat angka yang diinjaknya, konseli juga tetap mengacungkan jarinya sebagai perwakilan angka yang dimaksud. Konseli berhasil mengucapkan angka 1,2, dan 3 dengan ucapan “tu, ua, a...” maka ia pun berhak mendapatkan penguatan positif berupa pujian dari peneliti “ waah, mbak Nisa hebat, pinter banget” sembari memberi pelukan hangat pada konseli. 5. Evaluasi/Folllow up Langkah terakhir adalah memantau keberhasilan proses Bimbingan dan Konseling Islam menggunakan terapi bermain lompat jingkat angka untuk mengembangkan kognitif dalam mengenal angka pada anak down syndrom. Setelah melakukan kegiatan terapi bermain lompat jingkat angka terdapat beberapa evaluasi guna perbaikan pada proses bimbingan dan konseling berikutnya, yaitu Pelaksanaan terapi bermain lompat jingkat angka hendaknya diawali dengan teknik modelling, hal ini penting karena
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
139
seperti yang diungkap oleh Aqila Smart, bahwa salah satu cara menerapkan perilaku disiplin pada anak down syndrom adalah dengan melakukan percontohan. Selain itu, untuk menanggulangi sikap konseli yang mudah bosan, peneliti menggunakan cara bermain yang berbeda namun tetap memiliki essensi yang sama dalam melakukan terapi bermain ini. Misalnya dengan melepaskan gambar angka dari persegi sama sisi dan meminta konseli memasangnya kembali, dll. Terapi bermain lompat jingkat angka sedikit banyak telah membantu mengembangkankan kognitif dalam mengenal angka pada anak down syndrom, setelah melakukan terapi ini konseli sudah mengenal dan mampu membilang angka 1, 2, dan 3. Konseli juga mengetahui bahwa jari-jari tangan dapat mewakili angka yang kita maksud, menurut keterangan bunda Pipit selaku guru pendamping di PAUD Inklusi Melati Trisula Sidoarjo, melalui permainan ini konseli menunjukkan kecepatan dalam merespon sesuatu yang linier dalam konteks (nyambung), misalnya saat mendapat instruksi melompat ke angka berikutnya ia tak lagi lama-lama menunggu akan tetapi ia langsung melompat. Terapi ini harus dilanjutkan hingga anak mengenal angka 0 sampai dengan angka 9. Namun, pelaksanaan terapi bermain lompat jingkat angka tidak harus didampingi oleh peneliti, konseli dapat melakukan terapi bermain ini dengan guru pendamping, guru kelas PAUD Inklusi Melati Trisula Sidoarjo atau dengan orang tua konseli.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
140
B. Analisa
Hasil
Terapi
Bermain
Lompat
Jingkat
Angka
untuk
Mengembangkan Kognitif dalam Mengenal Angka pada Anak Down Syndrom di PAUD Inklusi Melati Trisula Sidoarjo. Pada bagian ini, peniliti menganalisis perbedaan perilaku konseli sebelum dan sesudah diterapkan terapi bermain lompat jingkat angka. Perubahan yang terjadi memang tak signifikan akan tetapi peneliti menganggap bahwa perubahan sedikit itu merupakan sebuah kemajuan positif bagi anak down syndrom. Sebelumnya, konsentrasi konseli mudah teralihkan, ia juga tidak memahami angka secara komperehensif. Namun setelah diajak melakukan terapi bermain lompat jingkat angka, konsentrasi konseli dapat bertahan cukup lama, selain itu walaupun belum komperehensif, konseli telah mengetahui/ mengenal
angka 1, 2, dan 3. Sedangkan impact dalam kehidupan sehari-
harinya didapatkan berdasar keterangan dari ibu konseli, menurut beliau semenjak Annisa mengenal angka beliau tak lagi bingung untuk membelikan atau memberikan sesuatu kepada putrinya. misalnya ketika ibu konseli membelikan susu, dulu Annisa selalu ngambek dan marah-marah karena ibu konseli tidak mengetahui maksudnya, namun sekarang beliau tak lagi bingung, karena konseli mampu mengungkapkan inginnya untuk membeli susu sebanyak dua buah, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pengembangan kognitif dapat meminimalisir intensitas ngambek konseli. Pun,
perkembangan
bahasa
konseli
juga
berkembang
seiring
dikembangkannya kognitif. Menurut bunda Pipit walaupun belum sempurna,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
141
konseli sudah bisa mengeluarkan suara yang bermkna, misalnya pada saat itu bunda pipit menanyakan keberadaan tas konseli, biasanya konseli tidak menjawab namun pada hari itu ia menjawab dengan jawaban “ga onok”. Sebelum menentukan hasil dari proses terapi bermain lompat jingkat angka, peneliti menyajikan lima indikator yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan proses konseling ini, kelima indikator tersebut adalah konseli mau melakukan proses konseling, konseli sanggup berkonsentrasi, konseli dapat memahami angka secara komperehensif, konseli mampu mengingat bentuk angka, dan konseli dapat memecahkan masalah. Penjelasan ini telah ditulis pada BAB III, berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses konseling ini berhasil karena kognitif seorang anak down syndrom dapat dikembangkan melalui terapi bermain lompat jingkat angka.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id