perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DATA Sehubungan dengan masalah penelitian yang dibahas dalam skripsi ini, maka dalam analisis data dipaparkan mengenai penanda kohesi dan penanda koherensi serta karakteristik wacana antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil. Untuk lebih jelasnya, berikut ini diuraikan satu-persatu.
A. Penanda Kohesi Telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa sarana untuk membentuk wacana yang kohesif dan koheren yaitu penanda kohesi dan koherensi. Dalam penelitian terhadap Antologi Cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil ditemukan dua jenis penanda kohesi, yaitu penanda kohesi gramatikal dan penanda kohesi leksikal. Penanda kohesi gramatikal yang ditemukan berupa pengacuan (referensi) yang menggunakan pronomina, penyulihan (substitusi), pelesapan (elipsis), dan perangkaian (konjungsi). Penanda kohesi leksikal berupa repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (oposisi makna), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas-bawah), dan ekuivalensi (kesepadanan). Secara lebih detail, dapat dilihat uraiannya sebagai berikut.
commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
1. Penanda Kohesi Gramatikal a. Pengacuan (Referensi) Referensi merupakan pengacuan terhadap sesesuatu hal yang sedang dibicarakan atau ditulis sebelumnya atau sesudahnya baik di dalam atau di luar satuan gramatikal. Referensi diwujudkan dalam bentuk pronomina. Dalam penelitian ini ditemukan tiga jenis bentuk pronomina, yaitu pronomina persona (kata ganti orang), pronomina demonstratif (kata ganti penunjuk), dan pronomina komparatif (kata perbandingan). 1). Pronomina Persona Beberapa contoh kepaduan wacana yang didukung oleh kohesi gramatikal yang berupa pengacuan pronomina persona dapat dilihat pada datadata berikut ini. (1/1)
Aku wis pasrah wae! mangkono ngendikane Mbah Karji Kung sing dimirengake Mbah Karji Uti kaya nyendhal ati. (WK/H1/P2). ‘Aku sudah pasrah saja! begitulah perkataan kakek Karji yang didengarkan nenek Karji seperti menyenggol hati’ Penjelasan dari data (1/1) di atas yaitu terdapat referensi pronomina
persona I tunggal bentuk bebas yaitu aku ‘aku’ dengan realitas yang mengacu kepada tokoh yang bernama Mbah Karji Kung dalam cerkak berjudul wiring kuning. Maka termasuk pengacuan endofora kataforis karena acuannya berada di dalam teks dengan acuan Mbah Karji yang baru disebutkan di sebelah kanan pronomina aku ‘aku’. Kemudian data (1/1) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung commit to user (BUL) menjadi berikut.
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1/1a)
Aku wis pasrah wae! ‘Aku sudah pasrah saja!’
(1/1b)
mangkono ngendikane Mbah Karji Kung sing dimirengake Mbah karji Uti kaya nyendhal ati. ‘Begitulah perkataan kakek Karji yang didengarkan nenek Karji seperti menyenggol hati’ Setelah diuji dengan teknik BUL, maka selanjutnya data (1/1a) dianalisis
dengan teknik lesap menjadi berikut. (1/1c)
*Ø wis pasrah wae! ‘Ø sudah pasrah saja!’ Setelah dianalisis dengan teknik lesap data (1/1a) masih tetap gramatikal
dan berterima. Karena apabila kata Aku ‘aku’ dilesapkan informasi tetap jelas. Maka pronomina persona tersebut wajib hadir. Kemudian data (1/1a) dianalisis dengan teknik ganti menjadi sebagai berikut. (1/1d) Aku *Ingsun *Kula ‘ Aku Aku Saya
wis pasrah wae!
sudah pasrah saja!’
Hasil analisis data (1/1d) di atas, kata aku ‘aku’ merupakan ragam ngoko sehingga tidak bisa digantikan dengan kula ‘saya’, karena kata kula ’saya’ termasuk dalam ragam krama. Sementara itu, ingsun ‘aku’ juga tidak dapat menggantikan aku ‘aku’ karena ragam klasik dan hanya digunakan untuk Raja dan Tuhan. Oleh karena itu, kata ingsun ‘aku’ tidak tepat jika digunakan pada kalimat data di atas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
Data lain yang merupakan pronomina persona I tunggal adalah sebagai berikut. (2/82)
Mula bakal dakeling-eling selawase uripku yen njaragi wong meneng iku aja sok kenemenen, mengko yen ditinggal marahi gela lan kerantaranta. (L/H34/P18) ‘Maka akan ku ingat-ingat selamanya di hidupku jika menyengaja berbuat tidak baik kepada orang yang pendiam itu jangan keterlaluan, nanti jika ditinggal membuat kecewa dan sakit hati.’ Pronomina yang terdapat pada data (2/82) yaitu dak- pada kata dakeling-
eling ‘ku ingat-ingat’ yang merupakan pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kiri mengacu pada tokoh utama yaitu penulis dalam hal ini adalah Trinil. Maka pengacuan tersebut merupakan eksofora karena acuannya berada di luar teks. Selain itu pada data (2/82) terdapat pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan yaitu -ku ‘-ku’ pada kata uripku ‘hidupku’ yang merupakan pengacuan eksofora juga, sebab acuannya sama yaitu mengacu pada Trinil atau penulis cerkak ini sebagai tokoh utama. Kemudian data (2/82) dibagi menurut unsur langsungnya dengan teknil bagi unsur langsung (BUL) menjadi seperti berikut. (2/82a)
Mula bakal dakeling-eling selawase uripku yen njaragi wong meneng iku aja sok kenemenen ‘Maka akan kuingat-ingat selamanya di hidupku jika menyengaja berbuat tidak baik kepada orang yang pendiam itu jangan keterlaluan’
(2/82b)
mengko yen ditinggal marahi gela lan keranta-ranta. ‘ nanti jika ditinggal membuat kecewa dan sakit hati.’ Setelah dibagi menurut unsur langsungnya, maka data (2/82a) diuji dengan
teknik lesap menjadi seperti berikut. (2/82c)
*Mula bakal Øeling-eling selawase commit to useruripØ yen njaragi wong meneng iku aja sok kenemenen
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
‘Maka akan Øingat-ingat selamanya di hidupØ jika menyengaja berbuat tidak baik kepada orang yang pendiam itu jangan keterlaluan’ Hasil analisis pada data (2/82c) dengan teknik lesap ternyata pada pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kiri dak- ‘ku-’ pada kata dakeling-eling ‘kuingat-ingat’dan pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan –ku ‘-ku’ pada kata uripku ‘hidupku’ wajib hadir, karena jika pronomina tersebut dilesapkan maka wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima, karena apabila dilesapkan informasi menjadi tidak jelas. Setelah diuji dengan teknik lesap maka data (2/82a) diuji dengan teknik ganti seperti berikut. (2/82d)Mula bakal
dakeling-eling selawase takeling-eling *kula eling-eling
uripku * urip kula
yen njaragi wong
meneng iku aja sok kenemenen ‘Maka akan
kuingat-ingat selamanya dalam kuingat-ingat saya ingat-ingat
hidupku hidup saya
jika me-
nyegaja berbuat tidak baik kepada orang yang pendiam itu jangan keterlaluan.’ Hasil analisis data (2/82d) pada pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kiri dak- pada kata dakeling-eling ‘kuingat-ingat’, tidak bisa diganti dengan pronomina kula ‘aku’ karena pronomina dak- ‘ku-’ merupakan ragam ngoko. Begitu juga dengan pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan -ku ‘ku’
pada kata uripku ‘hidupku’ juga tidak bisa diganti dengan
pronomina kula ‘saya’ karena pronomina kula ‘saya’ termasuk ragam krama sehingga tidak dapat saling menggantikan karena commit to user berbeda ragam.
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Data yang menunjukkan pronomina persona II tampak pada data berikut. Aku iki wis ora duwe gaman Le, kabeh iki mono pacobane uripmu. Yen kowe kuwat duwe Pak kaya aku ngene ya apik […] (WK/H8/P37) […] Pak Yitno luluh atine. Mbah Karji Kung dirangkul rapet, ditangisi kemekelen kaya impene nalika ngekep jago wiring kuning sing gudrah getih. (WK/H8/P38) ‘Aku ini sudah tidak mempunyai aji-aji Nak, semua ini cobaan hidupmu. Jika kamu kuat mempunyai ayah seperti aku begini ya bagus […]’ ‘[…] Pak Yitno luluh hatinya. Kakek Karji dirangkul dengan rapat, ditangisi dengan histeris seperti mimpinya ketika mendekap ayam berbulu kuning yang berlumuran darah.’
(3/174)
Data (3/174) di atas terdapat pronomina persona II tunggal bentuk terikat lekat kanan yaitu –mu ‘-mu’ pada kata uripmu ‘hidupmu’. Pengacuan ini termasuk dalam pengacuan endofora kataforis karena acuannya berada di dalam teks yaitu tokoh bernama Pak Yitno yang merupakan anak dari Mbah Karji yang telah disebutkan sesudahnya dalam teks cerita sebagai berikut, Pak Yitno luluh atine. Mbah Karji Kung dirangkul rapet, ditangisi kemekelan […] ‘Pak Yitno luluh hatinya. Kakek Karji dirangkul rapat, ditangisi histeris […]’. Sedangkan pronomina kowe ‘kamu’ termasuk dalam pronomina persona II tunggal bentuk bebas. Acuannya sama yaitu Pak Yitno, dengan jenis yang sama pula termasuk pengacuan endofora kataforis. Kemudian data (3/174) dianalisis dengan taknik BUL menjadi berikut. (3/174a)
Aku iki wis ora duwe gaman Le, kabeh ini mono pacobane uripmu. ‘Aku ini sudah tidak mempunyai aji-aji Nak, semua ini cobaan hidupmu.’
(3/174b)
Yen kowe kuwat duwe Pak kaya aku ngene ya apik […] ‘Jika kamu kuat mempunyai ayah seperti aku begini ya bagus […]’
commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(3/174c)
[…] Pak Yitno luluh atine. Mbah Karji Kung dirangkul rapet, ditangisi kemekelen kaya impene nalika ngekep jago wiring kuning sing gudrah getih. ‘[…] Pak Yitno luluh hatinya. Kakek Karji dirangkul dengan rapat, ditangisi dengan histeris seperti mimpinya ketika mendekap ayam berbulu kuning yang berlumuran darah.’
Setelah dibagi dengan teknik BUL, selanjutnya data (3/174a) dan (3/174b) diuji dengan tenik lesap sebagai berikut. (3/174d) Aku iki wis ora duwe gaman Le, kabeh ini mono pacobane uripØ. ‘Aku ini sudah tidak mempunyai aji-aji Nak, semua ini cobaan hidupØ.’ (3/174e) Yen Ø kuwat duwe Pak kaya aku ngene ya apik […] ‘Jika Ø kuat mempunyai ayah seperti aku begini ya bagus […]’ Hasil analisis dengan teknik lesap di atas adalah bahwa pada pronomina persona II tunggal bentuk terikat lekat kanan -mu ‘-mu’ dan pronomina persona II tunggal bentuk bebas kowe ‘kamu’ tidak wajib hadir, karena jika pronomina tersebut dilesapkan maka wacana masih gramatikal dan berterima. Buktinya masih ada kata Le yang menunjukkan bahwa Mbah Karji berkomunikasi dengan putranya yang bernama Pak Yitno. Setelah diuji dengan teknik lesap, kemudian dilanjutkan dengan teknik ganti menjad i seperti berikut. (3/174f) Aku iki wis ora duwe gaman Le, kabeh iki mono pacobane uripmu *urip panjenengan ‘Aku ini sudah tidak mempunyai aji-aji Nak, semua ini cobaan hidupmu ’ *hidup anda
(3/174g)Yen
kowe kuwat duwe Pak kaya aku ngene ya apik […] *panjenengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
‘Jika
kamu
53 digilib.uns.ac.id
kuat mempunyai ayah seperti aku begini ya bagus […]’
*anda
Setelah diuji dengan teknik ganti maka pada data (3/174f) hasil analisisnya adalah pada pronomina persona II tunggal bentuk terikat lekat kanan -mu pada kata uripmu ‘hidupmu’ tidak dapat digantikan dengan pronomina panjenengan ‘anda’ karena panjenengan ‘anda’ merupakan ragam krama. Sedangkan –mu ‘-mu’ merupakan ragam ngoko. Hal ini tidak berbeda dengan analisis pada data (3/174g) pronomina persona II tunggal bentuk bebas kowe ‘kamu’ yang termasuk dalam ragam ngoko tidak dapat digantikan dengan satuan lingual panjenengan ‘anda’ yang termasuk dalam ragam krama. Sebab akan terjadi kejanggalan karena di dalam teks menceritakan bahwa Mbah Karji selaku ayah yang berkata kepada Pak Yitno selaku anak, sehingga tidak tepat jika ayah berkata kepada anaknya dengan ragam krama. Data yang menunjukkan pronomina persona III adalah sebagai berikut. (4/191)
Bu Singgih-Sumobito pancen bidhan kang kondhang ing sakiwatengene Jombang, Pare, nganti Kediri. Wiwit isih prawan biyen pancen dheweke iku wis nuduhake bakate ing babagan tetulung wong babaran. (AR/H44/P1) ‘Bu Singgih-Sumobito memang bidan yang terkenal di kiri-kanannya daerah Jombang, Pare sampai Kediri. Sejak masih gadis dulu memang dia sudah memperlihatkan bakatnya dalam hal menolong orang yang melahirkan.’ Pronomina yang terdapat pada data (4/191) yaitu dheweke (dia) yang
merupakan pronomina persona III tunggal bentuk bebas mengacu pada tokoh utama yaitu Bu Singgih-Sumobito. Maka pengacuan tersebut merupakan commit to user pengacuan endofora anaforis karena acuannya telah disebutkan pada kalimat
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertama. Selain itu pada data (4/191) juga terdapat pronomina persona III tunggal bentuk terikat lekat kanan yaitu -e ‘-e’ pada kata bakate ‘bakatnya’ yang merupakan pengacuan endofora anaforis juga, sebab acuannya sama yaitu mengacu kepada Bu Singgih-Sumobito. Data (4/191) di atas kemudian dibagi unsur langsungnya menjadi berikut. (4/191a)
Bu Singgih-Sumobito pancen bidhan kang kondhang ing sakiwatengene Jombang, Pare, nganti Kediri. ‘Bu Singgih-Sumobito memang bidan yang terkenal di kiri-kanannya daerah Jombang, Pare sampai Kediri.’
(4/191b)
Wiwit isih prawan biyen pancen dheweke iku wis nuduhake bakate ing babagan tetulung wong babaran. ‘Saat masih perawan dulu memang dia sudah memperlihatkan bakatnya dalam hal menolong orang yang melahirkan.’
Setelah dibagi unsur langsungnya, kemudian data (4/191b) diuji dengan teknik lesap menjadi seperti berikut. (4/191c)
*Wiwit isih prawan biyen pancen Ø iku wis nuduhake bakatØ ing babagan tetulung wong babaran. ‘Saat masih perawan dulu memang Ø sudah memperlihatkan bakatØ dalam hal menolong orang yang melahirkan.’
Hasil analisis dengan teknik lesap di atas adalah bahwa pada pronomina persona III tunggal bentuk bebas
dheweke ‘dia’ dan pronomina persona III
tunggal bentuk terikat lekat kanan -e ‘-e’ wajib hadir, karena jika pronomina tersebut dilesapkan maka wacana tidak gramatikal dan tidak berterima. Sehingga akan terjadi ketidaklengkapan sebuah informasi. Selanjutnya data (191b) dianalisis dengan teknik ganti sebagai berikut. (4/191d)
Wiwit isih prawan biyen pancen
dheweke
* piyambakipun commit to user
iku wis nuduhake
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bakate
ing babagan tetulung wong babaran.
*bakatipun ‘Saat masih perawan dulu memang
dia
sudah memperlihatkan
dia bakatnya
dalam hal menolong orang yang melahirkan.’
bakatnya
Setelah diterapkan dengan teknik ganti pada data (4/191d) kata dheweke ‘dia’ yang digantikan dengan kata piyambakipun ‘dia’ ternyata tidak dapat saling menggantikan dan tidak berterima karena berbeda ragam, antara ragam ngoko dan krama sehingga tidak sesuai dengan konteks kalimatnya. Demikian pula yang terjadi pada pronomina –e ‘-nya’ pada kata bakate ‘bakatnya’ yang digantikan dengan pronomina –ipun ‘nya’ pada kata bakatipun ‘bakatnya’ tidak sesuai karena juga berbeda ragam. 2). Pronomina Demonstratif Pronomina demonstratif dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pronomina demonstratif waktu dan pronomina demonstratif tempat. Pronomina demonstratif waktu yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pronomina demonstratif waktu kini, waktu lampau, waktu yang akan datang, dan waktu netral, sedangkan pronomina demonstratif tempat menunjuk secara eksplisit dan agak dekat dengan penutur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
Pronomina demonstratif waktu dapat dilihat dalam beberapa data berikut ini. Saiki Nila karo Alwi lagi mbukaki kadho saka kanca-kancane sing padha diundang. Sing ora teka sajake padha dititipake marang kancane sing teka ing resepsine. (K/H20/P5) ‘Sekarang Nila dan Alwi sedang membuka-buka kado dari temantemannya yang diundang. Yang tidak datang nampaknya dititipkan kepada yang datang di resepsinya.’
(5/267)
Pada wacana (5/267) di atas terdapat pronomina demonstratif waktu kini, yaitu kata saiki ‘sekarang’ yang mengacu pada waktu hari resepsinya Nila dan Alwi yang telah disebutkan pada akhir kalimat sehingga pengacuan ini bersifat endofora kataforis. Kemudian data (5/267) dibagi menurut unsur langsungnya menjadi berikut. (5/267a)
Saiki Nila karo Alwi lagi mbukaki kadho saka kanca-kancane sing padha diundang. ‘Sekarang Nila dan Alwi sedang membuka-buka kado dari temantemannya yang diundang.
(5/267b)
Sing ora teka sajake padha dititipake marang kancane sing teka ing resepsine. ‘Yang tidak datang nampaknya dititipkan kepada yang datang di resepsinya.’
Setelah dibagi menurut unsur langsungnya, data (267a) diuji dengan teknik lesap untuk mengetahui kadar keintian unsure yang dilesapkan. (5/267c)
Ø Nila karo Alwi lagi mbukaki kadho saka kanca-kancane sing padha diundang. ‘Ø Nila dan Alwi sedang membuka-buka kado dari teman-temannya yang diundang.
Setelah dilakukan pengujian terhadap data (5/267a) dengan teknik lesap ternyata dapat dinyatakan bahwa kalimat masih tetap gramatikal dan berterima. commit to user Tetapi informasi yang disampaikan kurang lengkap dan akan lebih lengkap dan
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
baik apabila pronomina demonstratif waktu tersebut tidak dilesapkan. Data (267a) kembali diuji dengan teknik ganti menjadi berikut. (5/267d)
Saiki
Nila kari Alwi lagi mbukaki kado saka kanca-kancane
*Sakmenika sing padha diundang. Sekarang
Nila dan alwi sedang membuka-buka kado dari
Sekarang teman-temannya yang diundang.
Analisis pada data (5/267d) dengan teknik ganti ternyata menunjukan bahwa pada pronomina demonstratif waktu kini saiki ‘sekarang’ tidak bisa diganti dengan kata samenika ‘sekarang’ yang termasuk ragam krama. Karena pada kalimat (5/267d) menggunakan ragam ngoko sehingga tidak sesuai apabila digantikan dengan kata ragam krama samenika ‘sekarang’. Selain pronomina demonstratif waktu kini juga terdapat pronomina demonstratif waktu lampu, seperti data di bawah ini. (6/262)
Dheweke eling nalika rong minggu kepungkur bapake klilipen grame wesi nalika mbeji. Disebulake sapa-sapa isih panggah ngeres wae. (WK/H2/P9) ‘Dia ingat saat dua minggu yang lalu ayahnya kemasukan pada matanya serbuk besi ketika membuat lubang pada besi. Ditiupkan siapa saja masih tetep sakit matanya.’
Pada data (6/262) di atas terdapat pronomina demonstratif waktu lampau pada kata kepungkur ‘yang lalu’. Pronomina tersebut merupakan pronomina endofora yang anaforis yang mengacu pada kata rong minggu ‘dua minggu’ yang disebutkan sebelum kata kepungkur ‘yangtolalu’. commit user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemudian data (6/262) dibagi unsur langsungnya menjadi sebagai berikut. (6/262a)
Dheweke eling nalika rong minggu kepungkur bapake klilipen grame wesi nalika mbeji. ‘Dia ingat saat dua minggu yang lalu ayahnya kemasukan pada matanya serbuk besi ketika membuat lubang pada besi.
(6/262b)
Disebulake sapa-sapa isih panggah ngeres wae. ‘Ditiupkan siapa saja masih tetep sakit matanya.’
Selanjutnya data (6/262a) dianalisis dengan teknik lesap sebagai berikut. (6/262c)
*Dheweke eling nalika Ø bapake klilipen grame wesi nalika mbeji. ‘Dia ingat saat Ø ayahnya kemasukan pada matanya serbuk besi ketika membuat lubang pada besi.
Setelah data (6/262c) diuji dengan teknik lesap, ternyata pronomina demonstratif waktu lampau yaitu pada kata kepungkur ‘yang lalu’ wajib hadir, karena apabila dilesapkan maka kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Kata kepungkur ‘yang lalu’ merupakan penjelasan dari kata sebelumnya yaitu rong minggu ‘dua minggu’. Kemudian data (6/262a) dianalisis dengan teknik ganti menjadi sebagai berikut. (6/262d)
Dheweke eling nalika rong minggu
kepungkur
bapake klilipen
*kepengker grame wesi nalika mbeji. ‘Dia ingat saat dua minggu
yang lalu
ayahnya kemasukan pada
yang lalu matanya serbuk besi ketika membuat lubang pada besi.’
Hasil analisis data (6/262d) di atas kata kepungkur ‘yang lalu’ tidak bisa
commit userkarena dua kata tersebut berbeda digantikan dengan kata kepengker ‘yangtolalu’
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
ragam. Kata kepungkur ‘yang lalu’ merupakan ragam ngoko sedangkan kata kepengker ‘yang lalu’ merupakan ragam krama. Dalam data (6/262) di atas menggunakan bahasa Jawa ngoko, sehingga kata yang paling tepat digunakan adalah kepungkur ‘yang lalu’ yang mempunyai kelas kata yang sama atau satu ragam. Selain pronomina demonstratif waktu lampau juga terdapat pronomina demonstratif waktu yang akan datang, seperti data di bawah ini. Ya wis, aku dak nyang Himapro sik ya, ndhekor nggo seminar sesuk!? (KS/H99/P5) ‘Ya sudah, aku ke Himapro dulu ya, membuat dekorasi untuk seminar besok !?’
(7/296)
Pada wacana (7/296) di atas terdapat pronomina demonstratif waktu yang akan datang, yaitu kata sesuk ‘besok’ mengacu pada hari Dies Natalis yang ditunjukkan pada kalimat sebelumnya yaitu Titah mung mesem banjur ngalih sawise nyelehake naskah Kereta Kencana karangane WS Rendra sing arep dakapalake kanggo Dies Natalis ‘Titah hanya tersenyum kemudian pergi setelah meletakkan naskah Kereta Kencana karangan WS Rendra yang akan kuhafalkan untuk Dies Natalis’, pengacuan ini bersifat endofora anaforis. Kemudian data (7/296) dibagi menurut unsur langsungnya menjadi berikut. (7/296a) (7/296b)
Ya wis, aku dak nyang Himapro sik ya, ‘Ya sudah, aku ke Himapro dulu ya’ ndhekor nggo seminar sesuk!? ‘membuat dekorasi untuk seminar besok !?’
Setelah dibagi menurut unsur langsungnya, data (7/296b) diuji dengan teknik lesap menjadi sebagai berikut. commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(7/296c)
ndhekor nggo seminar Ø!? ‘membuat dekorasi untuk seminar Ø!?’
Setelah dilakukan pengujian terhadap data (7/296b) dengan teknik lesap ternyata dapat dinyatakan bahwa data di atas masih tetap gramatikal dan berterima. Tetapi informasi yang disampaikan kurang lengakap dan akan lebih baik lagi apabila pronomina demonstratif tersebut tidak dilesapkan. Data (296b) kembali diuji dengan teknik ganti menjadi berikut. (7/296d)
ndhekor nggo seminar
sesuk
!?
*benjing ‘mendekor dekorasi untuk seminar
besok besok
!?’
Analisis data (7/296d) di atas menyatakan bahwa kata sesuk ‘besok’ tidak bisa digantikan dengan kata benjing ‘besok’ karena dua kata tersebut berbeda ragam. Kata sesuk ‘besok’ merupakan ragam ngoko sedangkan kata benjing ‘besok’ merupakan ragam krama. Dalam data (7/296) di atas menggunakan bahasa ngoko, sehingga kata yang paling tepat digunakan adalah sesuk ‘besok’ yang mempunyai kelas kata yang sama. Selain pronomina demonstratif waktu kini, waktu lampau, dan waktu yang akan datang, juga terdapat pronomina demonstratif waktu netral. Berikut ini merupakan data yang menunjukkan pronomina demonstratif waktu netral. (8/271)
Jam enem esuk Alwi wis adus kramas, banjur nggodhog banyu kanggo Nila. (K/H23/P23) ‘Jam enam pagi Alwi sudah mandi, kemudian memasak air untuk Nila.’
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada data (8/271) di atas menunjukkan adanya pronomina demonstratif waktu netral yaitu pada frasa jam enem esuk ‘jam enam pagi’ . Kata jam enem esuk ‘jam enam pagi’ mengacu pada waktu netral karena tidak menunjuk waktu lampau saja, waktu kini saja, atau waktu yang akan datang akan tetapi menunjukkan waktu pada saat Alwi sudah mandi. Kemudian data (8/271) diuji dengan teknil BUL menjadi berikut. (8/271a)
Jam enem esuk Alwi wis adus kramas, ‘Jam enam pagi Alwi sudah mandi keramas,’
(8/271b)
banjur nggodhog banyu kanggo Nila. ‘kemudian memasak air untuk Nila.’
Setelah dibagi unsur langsungnya, kemudian data (8/271a) diuji keintiannya dengan teknik lesap seperti berikut. Ø Alwi wis adus kramas, ‘Ø Alwi sudah mandi keramas,’
(8/271c)
Hasil analisis pada data (8/271a) setelah diuji dengan teknik lesap, ternyata wacana masih gramatikal dan berterima sehingga pronomina netral tersebut kehadirannya tidak wajib hadir. Setelah itu data (8/271) diuji dengan teknik ganti menjadi sebagai berikut. Kemudian data (8/271) diuji denganteknik ganti sebagai berikut. Jam enem esuk
(8/271d)
Alwi wis adus kramas.
*Jam papat esuk
‘
Jam enam pagi *Jam empat pagi
Alwi sudah mandi keramas.’
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada data (8/271d) di atas, setelah dianalisis dengan teknik ganti ternyata frasa jam enem esuk ‘jam enam pagi’ tidak bisa digantikan dengan jam papat esuk jam empat pagi’ karena peristiwa tersebut terjadi pada jam enam pagi bukan jam empat pagi. Dengan demikian tidak mungkin Alwi mandi jam empat pagi. Selain
pronomina
demonstratif
waktu
juga
terdapat
pronomina
demonstratif tempat. Data di bawah ini merupakan pronomina demonstratif tempat yang dekat penutur dinyatakan dengan kata kene ‘di sini’ dan agak dekat dengan penutur yaitu kata kono ‘di situ’. Mau rak neng kene? Upama kesenggol paling ya geser mrono sithik, adohe mung tekan kono […] (F/H14/P16) ‘Tadi kan di sini? Jika tersenggol paling ya bergeser ke situ sedikit, jauhnya hanya sampai situ […]’
(9/309)
Pada data (9/309) di atas tampak adanya kepaduan kalimat yang didukung dengan adanya penanda kohesi gramatikal yaitu pronomina demonstratif yang dekat dengan penutur yaitu pada kata kene ‘sini’ yang berarti dekat dengan penutur mengacu secara endofora kataforis yang mengacu pada cagak kamera ‘penyangga kamera’ pada kalimat sesudahnya yaitu […] Cagakane kamera teng mriki wau lo Pak! ‘[…] Penyangga kamera di sini tadi lo Pak!’. Sedangkan kata kono ‘situ’ menunjukkan agak jauh dengan penutur. Kemudian data (9/309) dibagi unsur langsungnya sebagai berikut. (9/309a)
Mau rak neng kene? ‘Tadi kan di sini?’
(9/309b)
Upama kesenggol paling ya geser mrono sithik, adohe mung tekan kono […] ‘Jika tersenggol paling ya bergeser ke situ dikit, jauhnya hanya sampai situ […]’ commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemudian data (9/309a) dan (9/309b) diuji dengan teknik lesap menjadi berikut. (9/309c)
*Mau rak neng Ø ? ‘Tadi kan di Ø?’
(9/309d)
*Upama kesenggol paling ya geser mrono sithik, adohe mung tekan Ø[…] ‘Jika tersenggol paling ya bergeser ke situ dikit, jauhnya hanya sampai Ø […]’
Hasil analisis pada data (309c) dan (309d) dengan teknik lesap pada pronomina demonstratif kene ‘sini’ dan kono ‘situ’ ternyata setelah dilesapkan kalimat masih tidak gramatikal dan tidak berterima, wacana menjadi tidak utuh serta informasi yang disampaikan tidak jelas. Dengan demikian, kata kene ‘sini’ dan kata kono ‘situ’ kehadirannya wajib dalam kalimat tersebut. Kemudian data diuji dengan teknik ganti sebagai berikut. (9/309e)
Mau rak neng
‘Tadi kan di
(9/309f)
kene *kono sini *situ
?
?’
Upama kesenggol paling ya geser mrono sithik, adohe mung tekan kono […] *kene ‘Jika tersenggol paling ya bergeser ke situ dikit, jauhnya hanya sampai situ […]’ *sini
Data (9/309c) dan (9/309d) setelah diuji dengan teknik ganti ternyata pada
commit to user pronomina demonstratif kene ‘sini’ sebagai penanda kohesi tidak dapat diganti
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan penanda kohesi pengganti kono ‘situ’ karena sudah berbeda tempat. Hal ini tidak berbeda dengan analisis data (9/309f) yaitu satuan lingual kono ‘situ’ tidak dapat digantikan dengan satuan lingual kene ‘sini’ karena tempatnya sudah berbeda. Pronomina demonstratif tempat menunjuk secara eksplisit dapat dilihat pada data-data berikut. (10/317)
Kurang sakminggu saka tekane Alwi, ibu lan bapake mulih nyang Pathi. Ora kuwat nyawang anake wedok pasa terus. (K/H26/P31) ‘Kurang dari satu minggu datangnya Alwi, bapak dan ibunya pulang ke Pathi. Tidak kuat melihat anak perempuannya puasa terus.’
Pada data (10/317) di atas terdapat pronomina demonstratif tempat yang menunjuk secara eksplisit pada nama sebuah kota di Jawa Tengah yaitu Pathi ‘Pati’. Kota Pati adalah sebuah kota di Jawa Tengah yang berada di daerah utara propinsi Jawa Tengah. Kemudian data (10/317) di atas di analisis dengan teknik BUL menjadi berikut. (10/317a) Kurang sakminggu saka tekane Alwi, ibu lan bapake mulih nyang Pathi. ‘Kurang dari satu minggu datangnya Alwi, bapak dan ibunya pulang ke Pathi.’ (10/317b) Ora kuwat nyawang anake wedok pasa terus. ‘Tidak kuat melihat anak perempuannya puasa terus.’ Kemudian data (10/317a) diuji dengan teknik lesap menjadi berikut. (10/317c) *Kurang sakminggu saka tekane Alwi, ibu lan bapake mulih nyang Ø. ‘Kurang dari satu minggu datangnya Alwi, bapak dan ibunya pulang ke Ø.’
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil analisis pada data (10/317a) jika penanda kohesi pronomina demonstratif eksplisit Pathi
‘Pati’ dilesapkan, maka kalimat menjadi tidak
gramatikal dan tidak berterima. Sehingga kehadiran penanda kohesi pronomina demonstratif eksplisit tersebut kehadirannya wajib. Kemudian adata diuji dengan teknik ganti menjasi seperti berikut. (10/317d) Kurang sakminggu saka tekane Alwi, ibu lan bpake mulih nyang Pathi. *Kudus ‘Kurang dari satu minggu datangnya Alwi, bapak dan ibunya pulang ke Pati ’ *Kudus
Hasil analisis data (10/317d) di atas dengan teknik ganti, ternyata pronomina demonstratif tempat yang menunjuk secara eksplisit pada nama kota Pathi ‘Pati’ tidak bisa digantikan dengan Kudus ‘ Kudus’ karena rumah ayah dan ibu Nila tersebut di Pati, bukan di tempat lain. Data lain yang merupakan pronomina demonstratif tempat yang menunjuk secara eksplisit adalah sebagai berikut. (11/337)
Ing dhapur kuwi aku weruh Pinah metu saka kamar mandhi, cenatcenit karo nyampirake andhuke ing pundhake. (S/H85/P12) ‘Di dapur itu aku melihat Pinah keluar dari kamar mandi, cenat-cenit sambil menyampirkan handuk di pundaknya.’
Pada data (11/337) di atas terdapat pronomina demonstratif tempat yang menunjuk secara eksplisit yaitu tang pertama adalah dhapur ‘dapur’ dan yang kedua adalah kamar mandhi ‘kamar mandi’. Kemudian data tersebui dibagi
commit to user menurut unsur langsungnya dengan teknik BUL menjadi seperti berikut.
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(11/337a) Ing dhapur kuwi aku weruh Pinah metu saka kamar mandhi, ‘Di dapur itu aku melihat Pinah keluar dari kamar mandi,’ (11/337b) cenat-cenit karo nyampirake andhuke ing pundhake ‘cenat-cenit sambil menyampirkan handuk di pundaknya.’ Selanjutnya data (11/337a) diuji dengan teknik lesap menjadi berikut. (11/337c) *Ing Ø kuwi aku weruh Pinah metu saka Ø, ‘Di Ø itu aku melihat Pinah keluar dari Ø,’ Tampak pada data (11/337c) setelah dianalisis yaitu unsur pronomina demonstatif eksplisit dhapur ‘dapur’ dan kamar mandhi ‘kamar mandi’ setelah dilesapkan hasilnya menjadi kalimat yang tidak gramatikal dan tidak berterima. Oleh karena itu kehadiran kedua penanda kohesi demonstratif eksplisit ini wajib. Kemudian data (11/337a) kembali diuji dengan teknik ganti menjadi seperti berikut. (11/337d) Ing
dhapur pawon
kuwi aku weruh Pinah metu saka kamar mandhi ’ jedhing kolah
Hasil analisis data (11/337d) di atas dengan teknik ganti, ternyata pronomina demonstratif tempat yang menunjuk secara eksplisit yaitu pada kata dhapur ‘dapur’ bisa digantikan dengan kata pawon ‘dapur’ karena dhapur ‘dapur’ merupakan sinonim dari kata pawon ‘dapur’. Begitu juga dengan kamar mandhi ‘kamar mandi’ dapat digantikan dengan jedhing ‘kamar mandi’ atau kolah ‘kamar mandi’ karena ketiganya mempunyai arti yang sama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
3). Pronomina Komparatif (Perbandingan) Pronomina komparatif atau perbandingan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/ wujud, sikap, sifat, watak dan sebagainya. (12/351)
Durung maneh akehe wong sepedhahmotoran lan sepedhah engkol sing motong jalur saka wetan dalan nrombol ngidul. Yen disawang saka ndhuwur kaya dhawet campur lagi diudheg. (F/H11/P8) ‘Belum lagi banyaknya orang yang bersepedamotoran dan sepeda kayuh yang memotong jalan dari timur jalan menerobos ke selatan. Jika dilihat dari atas seperti minuman dhawet campur yang sedang diaduk.’
Pada data (12/351) di atas terdapat pronomina komparatif yaitu pada kata kaya ‘seperti’. Pengacuan komparatif tersebut membandingkan antara pernyataan pada klausa pertama dengan klausa kedua, yaitu banyaknya orang yang bersepedamotoran dan sepeda kayuh yang memotong dari timur jalan kemudian menerobos ke selatan dan dibandingkan dengan minuman dhawet campur yang sedang diaduk jika dilihat dari atas. Kemudian data (12/351) dibagi menurut unsur langsungnya menjadi berikut. (12/351a) Durung maneh akehe wong sepedhahmotoran lan sepedhah engkol sing motong jalur saka wetan dalan nrombol ngidul. ‘Belum lagi banyaknya orang yang bersepedamotoran dan sepeda kayuh yang memotong jalan dari timur jalan menerobos ke selatan.’ (12/351b) Yen disawang saka ndhuwur kaya dhawet campur lagi diudheg. ‘Jika dilihat dari atas seperti minuman dhawet campur yang sedang diaduk.’
Kemudian data (12/351b) diuji dengan teknik lesap menjadi seperti commit to user berikut.
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(12/351c) *Yen disawang saka ndhuwur Ø dhawet campur lagi diudheg. ‘Jika dilihat dari atas Ø minuman dhawet campur yang sedang diaduk.’ Tampak pada data (12/351b) setelah kata kaya ‘seperti’ dilesapkan maka wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Oleh karena itu, kehadirannya wajib untuk mendukung kepaduan wacana. Selanjutnya data dianalisis dengan teknik ganti yaitu sebagai berikut. (12351d) Yen disawang saka ndhuwur diudheg. ‘Jika dilihat dari atas seperti seperti
kaya *kados
dhawet campur lagi
minuman dhawet campur yang
sedang diaduk.’
Setelah data (12/351b) diuji dengan teknik ganti, kata kados ‘seperti’ tidak dapat menggantikan kedudukan kata kaya ‘seperti’, karena kata kados ‘seperti’ merupakan bentuk krama, jadi apabila menggantikan kata kaya ‘seperti’ yang merupakan bentuk ngoko tidak akan berterima, karena berbeda ragam. Sehingga kata kaya ‘seperti’ lebih tepat digunakan dalam kalimat. Data lain yang menunjukkan pronomina komparatif (perbandingan) adalah sebagai berikut. (13/361)
Wusana ingkang minulya ayam menika wau lakok lumaksana magitagita kadya sirkus, lumaku mbat-mbatan sandhuwuring dhadhung […] (AY/H91/P7) ‘Akhirnya yang mulia ayam itu tadi malah berjalan dengan cepat seperti sirkus, berjalan merambat di atas tali dadung […]’
commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada data (13/361) di atas terdapat pronomina komparatif yaitu pada kata kadya ‘seperti’. Pengacuan komparatif tersebut
membandingkan
antara
pernyataan pada klausa awal yaitu sang ayam yang sedang berjalan dengan cepat di atas dadung yang dibandingkan dengan seperti sebuah sirkus. Kemudian data (13/361) dibagi menurut unsur langsungnya menjadi berikut. (13/361a) Wusana ingkang minulya ayam menika wau lakok lumaksana magitagita kadya sirkus, ‘Akhirnya yang mulia ayam itu tadi malah berjalan dengan cepat seperti sirkus,’ (13/361b) lumaku mbat-mbatan sandhuwuring dhadhung […] ‘berjalan merambat di atas tali dadung […]’ Selanjutnya data (13/361a) dianalisis dengan teknik lesap yaitu sebagai berikut. (13/361c) *Wusana ingkang minulya ayam menika wau lakok lumaksana magitagita Ø sirkus, ‘Akhirnya yang mulia ayam itu tadi malah berjalan dengan cepat Ø sirkus,’ Tampak pada analisis data (13/361c) di atas setelah kata kaya ‘seperti’ dilesapkan maka wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Oleh karena itu, kehadirannya wajib untuk mendukung kepaduan wacana. Selanjutnya data dianalisis dengan teknik ganti menjadi berikut. (13/361d) Wusana ingkang minulya ayam menika wau lakok lumaksana magita gita kadya sirkus, *kados ‘Akhirnya yang mulia ayam itu tadi malah berjalan dengan cepat seperti sirkus,’ seperti
commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil analisis data (13/361a) setelah diuji dengan teknik ganti yaitu kata kadya ‘seperti’ diganti dengan kata kados ‘seperti’ ternyata tidak berterima. Karena kata kados ‘seperti’ termasuk dalam ragam krama. Jadi, kata tersebut tidak sesuai dengan konteks kalimat. Dengan demikian, kata kadya ‘seperti’ lebih tepat digunakan dalam kalimat tersebut. Data-data pengacuan/referensi yang telah dianalisis di atas adalah sebagian kecil dari data yang terkandung dalam antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil. Data-data yang dianalisis di atas masing-masing berjumlah 4 untuk pronomina persona, 7 untuk pronomina demonstratif, dan 2 pronomina komparatif. Di dalam antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil ditemukan data pengacuan sebanyak 361 dengan rincian yaitu 260 data pronomina persona, 90 data pronomina demontratif, dan 11 data pronomina komparatif. Data-data yang lebih lengkap mengenai pengacuan/referensi dapat dilihat pada lampiran nomor 1 sampai 361.
b. Penyulihan (Substitusi) Aspek gramatikal kedua yang mendukung kepaduan wacana antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil adalah penyulihan atau substitusi. Substitusi merupakan proses atau hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar yang berfungsi untuk memperoleh unsur-unsur pembeda. Substitusi dibedakan menjadi substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal. Pada wacana antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil ini ditemukan keempat jenis substitusi tersebut.
commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut ini wacana yang di dalamnya terdapat penanda kohesi berupa substitusi nominal. (14/362)
Cagakane kamera iki mau lo, tak tinggal neng kene ora dakgawa merga obyeke neng kidul gek ndhelik kamangka dhetik pertama wis ora kapotret, dhetik kapindho wis berubah maneh kalingan trailer, dhetik katelu wis kelinglingan sirahe wong. Mula dakangkat wae tustele. (F/H14/P15) ‘Penyangga kamera ini tadi lo, kutinggal di sini tidak kubawa karena obyeknya di selatan apalagi sembunyi juga padahal detik pertama sudah tidak terpotret, detik kedua sudah berubah lagi tertutup trailer, detik ketiga sudah tertutup kepalanya orang. Makanya kuangkat saja kameranya.’
Pada data (14/362) di atas terdapat substitusi nominal. Tampak pada data tersebut kata kamera ’kamera’ sebagai unsur terganti pada awal kalimat pertama digantikan atau disulihkan dengan kata nominal tustel ’kamera’ sebagai unsur pengganti pada kalimat terakhir. Substitusi ini dilakukan untuk memperoleh unsur pembeda sehingga lebih bervariatif. Kemudian data (14/362) dibagi menurut unsur langsungnya menjadi berikut. (14/362a) Cagakane kamera iki mau lo ‘Penyangga kamera ini tadi lo.’ (14/362b) tak tinggal neng kene ora dakgawa merga obyeke neng kidul gek ndhelik kamangka dhetik pertama wis ora kapotret, ‘kutinggal di sini tidak kubawa karena obyeknya di selatan apalagi sembunyi juga padahal detik pertama sudah tidak terprotret’ (14/362c) dhetik kapindho wis berubah maneh kalingan trailer, ‘detik kedua sudah berubah lagi tertutup trailer,’ (14/362d) dhetik katelu wis kelinglingan sirahe wong ‘detik ketiga sudah tertutup kepalanya orang’. (14/362e) Mula dakangkat wae tustele. ‘Makanya kuangkat saja kameranya.’
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
Setelah dibagi menurut unsur langsungnya, data (14/362a) dan (14/362e) diuji dengan teknik lesap menjadi berikut. (14/362f) *Cagakane Ø iki mau lo ‘Penyangga Ø ini tadi lo.’ (14/362g) *Mula dakangkat wae Øe. ‘Makanya kuangkat saja Ønya.’ Hasil analisis pada data (14/362a) dan (14/362e) dengan teknik lesap, wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Sehingga kedua kata nominal tersebut wajib hadir dalam wacana supaya informasinya menjadi lebih jelas. Dengan demikian kadar keintian penanda kohesi tersebut tinggi. Data ini menampilkan adanya substitusi, maka dalam analisis ini dipandang tidak perlu mengujinya dengan teknik ganti, sebab unsur pengganti dan unsur tergantinya sudah dicantumkan. Berikut contoh data substitusi verbal. (15/363)
Mbah Karji Uti arep muwun. Wis prembik-prembik. Pak Yitno ngeriherih. Buk, ten napa kok ajeng nangis niku ? (WK/H4/P17) ‘Nenek Karji akan menangis. Sudah tersedu-sedu. Pak Yitno berbisik. Buk, ada apa kok akan menangis itu?’
Pada data (15/363) di atas terdapat substitusi verbal. Pada data tersebut unsur terganti muwun ’menangis’ pada awal kalimat pertama digantikan dengan unsur pengganti nangis ’menangis’ pada kalimat terakhir. Substitusi ini dilakukan untuk memperoleh unsur pembeda. Kemudian data (15/363) dibagi menurut unsur langsungnya menjadi berikut. (15/363a) Mbah Karji Uti arep muwun. ‘Nenek Karji akan menangis.’ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
73 digilib.uns.ac.id
(15/363b) Wis prembik-prembik. ‘Sudah tersedu-sedu’ (15/363c) Pak Yitno ngerih-erih. ‘Pak Yitno berbisik.’ (15/363d) Buk, ten napa kok ajeng nangis niku ? ‘Buk, ada apa kok akan menangis?’ Setelah dibagi menurut unsur langsungnya, data (15/363a) dan (15/362d) diuji dengan teknik lesap menjadi berikut. (15/363e) *Mbah Karji Uti arep Ø. ‘Nenek Karji akan Ø.’ (15/363f) *Buk, ten napa kok ajeng Ø niku ? ‘Buk, ada apa kok akan Ø itu?’
Setelah data (15/363a) dan (15/363d) dianalisis dengan teknik lesap, ternyata wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Sehingga kedua kata verbal yaitu muwun ‘menangis’ pada data (15/363a) dan nangis ‘menangis’ pada data (15/363d) wajib hadir dalam wacana supaya informasinya menjadi lebih jelas. Dengan demikian maka kadar keintian penanda kohesi tersebut tinggi. Data ini menampilkan adanya substitusi, maka dalam analisis ini dipandang tidak perlu mengujinya dengan teknik ganti, karena unsur pengganti dan unsur tergantinya sudah dicantumkan. Berikut contoh data substitusi frasal. (16/365)
Sajerone turu, Pak Yitno ngimpi kaya weruh ana pitik jago tarung. Sing siji wulune abang sembur ireng, sijine wiring kuning. Pitik loro mau padha rosane, tarung keket. (WK/H5/P22) ‘Di dalam tidurnya, Pak Yitno bermimpi seperti melihat ada ayam jantan bertarung. Yang satu bulunya merah campur hitam, yang satunya bulu dan kakinya kuning. Kedua ayam tadi sama kuatnya, bertarung sengit.’ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
Pada data (16/365) di atas tampak adanya penggantian satuan lingual antara frasa yaitu wulune abang sembur ireng ‘bulunya merah campur hitam’ dan frasa wiring kuning ‘bulu dan kakinya kuning’ dengan satuan lingual lain yang berkategori sama yaitu frasa pitik loro mau ‘kedua ayam tadi’. Frasa wulune abang sembur ireng ‘bulunya merah campur hitam’ dan wiring kuning ‘bulu dan kakinya kuning’ merupakan unsur terganti sedangkan frasa pitik loro mau ‘kedua ayam tadi’ merupakan unsur pengganti. Selanjutnya data (16/365) dibagi unsur langsungnya menjadi sebagai berikut. (16/365a) Sajerone turu, Pak Yitno ngimpi kaya weruh ana pitik jago tarung. ‘Di dalam tidurnya, Pak Yitno bermimpi seperti melihat ada ayam jantan bertarung.’ (16/365b) Sing siji wulune abang sembur ireng, sijine wiring kuning. Yang satu bulunya merah campur hitam, yang satunya bulu dan kakinya kuning.’ (16/365c) Pitik loro mau padha rosane, tarung keket. ‘Kedua ayam tadi sama kuatnya, bertarung sengit.’ Selanjutnya data (16/365b) dan (16/365c) diuji dengan teknik lesap sebagai berikut. (16/365d) *Sing siji Ø, sijine Ø. ‘Yang satu Ø, yang satunya Ø.’ (16/365e) *Ø padha rosane, tarung keket. ‘Ø sama kuatnya, bertarung sengit.’ Tampak pada data (16/365d) dan (16/365e) setelah diuji dengan teknik lesap wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Jadi, dapat dikatakan bahwa penanda kohesi tersebut kadar keintiannya tinggi sehingga frasa wulune abang sembur ireng ‘berbulu merah campur hitam’, frasa wiring kuning commit to user ‘berbulu dan berkaki kuning’ dan frasa pitik loro mau ‘kedua ayam tadi’wajib
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hadir dalam wacana. Analisis dengan teknik ganti tidak perlu dilakukan, karena kedua frasa tersebut sudah saling menggantikan. Berikut adalah data yang menunjukkan substitusi klausal. (17/368)
Banjur rikala kowe ngalem aku, apa-apa aku sing mbok kon njupukke, lambemu raged aku sing mbok kon ngelapi nganggo epek-epekku, difoto wartawan majalah aku sing mbok kon ndandani, nganti kringetmu gobyos wae aku sing kudu ngelapi nganggo saputanganku. Nganti aku sujana, duwe panyakrabawa ala, gek-gek mengko bojomu mbok kon ngladeni kabeh kebutuhanmu kaya ibumu wae, aku wegah yen duwe bojo ngaleme nganti kaya ngono kuwi. (KKM/H65/P2) ‘Kemudian pada saat kamu memujiku, apa-apa aku yang kau suruh mengambilkan, mulutmu kotor aku yang kau suruh membersihkan dengan telapak tanganku, difoto wartawan majalah aku yang kau suruh merias, sampai keringatmu bercucuran pun aku yang harus mengelapnya dengan saputanganku. Sampai aku jahat, mengira kejahatan, jangan-jangan nanti istrimu kau suruh meladeni apa kebutuhanmu seperti ibumu saja, saya tidak mau jika mempunyai suami manja sampai seperti itu.’
Pada data (17/368) terdapat substitusi klausal yaitu klausa apa-apa aku sing mbok kon njupukke, lambemu raged aku sing mbok kon ngelapi nganggo epekepekku, difoto wartawan majalah aku sing mbok kon ndandani, nganti kringetmu gobyos wae aku sing kudu ngelapi ‘apa-apa aku yang kau suruh mengambilkan, mulutmu kotor aku yang kau suruh membersihkan dengan telapak tanganku, difoto wartawan majalah aku yang kau suruh merias, sampai keringatmu bercucuran pun aku yang harus mengelapnya’ disubstitusikan dengan frasa ngono kuwi ‘seperti itu’. Frasa ngono kuwi ‘seperti itu’ mengacu pada perkiraan penulis sebagai tokoh utama terhadap seseorang yang diceritakan dalam teks cerita cerkak tersebut. Kemudian data (17/368) dibagi unsur langsungnya dengan teknik BUL yaitu sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
(17/368a) Banjur rikala kowe ngalem aku, apa-apa aku sing mbok kon njupukke, lambemu raged aku sing mbok kon ngelapi nganggo epek-epekku, difoto wartawan majalah aku sing mbok kon ndandani, nganti kringetmu gobyos wae aku sing kudu ngelapi nganggo saputanganku. ‘Kemudian pada saat kamu memujiku, apa-apa aku yang kau suruh mengambilkan, mulutmu kotor aku yang kau suruh membersihkan dengan telapak tanganku, difoto wartawan majalah aku yang kau suruh merias, sampai keringatmu bercucuran pun aku yang harus mengelapnya dengan saputanganku.’ (17/368b) Nganti aku sujana, duwe panyakrabawa ala, gek-gek mengko bojomu mbok kon ngladeni kabeh kebutuhanmu kaya ibumu wae, aku wegah yen duwe bojo ngaleme nganti kaya ngono kuwi. ‘Sampai aku jahat, mengira kejahatan, jangan-jangan nanti istrimu kau suruh meladeni apa kebutuhanmu seperti ibumu saja, saya tidak mau jika mempunyai suami manja sampai seperti itu.’ Kemudian data (17/368a) dan (17/368b) diuji dengan teknik lesap sebagai berikut. (17/368c) *Banjur rikala kowe ngalem aku, Ø nganggo saputanganku. ‘Kemudian disaat kamu memujiku, Ø dengan saputanganku.’ (17/368d) *Nganti aku sujana, duwe panyakrabawa ala, gek-gek mengko bojomu mbok kon ngladeni kabeh kebutuhanmu kaya ibumu wae, aku wegah yen duwe bojo ngaleme nganti kaya Ø. ‘Sampai aku jahat, mengira kejahatan, jangan-jangan nanti istrimu kau suruh meladeni apa kebutuhanmu seperti ibumu saja, saya tidak mau jika mempunyai suami manja sampai seperti Ø.’
Setelah data (17/368c) dan (17/368d) dianalisis dengan teknik lesap ternyata kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima, artinya kadar keintian penanda kohesi tersebut tinggi. Maka klausa apa-apa aku sing mbok kon njupukke, lambemu raged aku sing mbok kon ngelapi nganggo epek-epekku, difoto wartawan majalah aku sing mbok kon ndandani, nganti kringetmu gobyos wae aku sing kudu ngelapi ‘apa-apa aku yang kau suruh mengambilkan, commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mulutmu kotor aku yang kau suruh membersihkan dengan telapak tanganku, difoto wartawan majalah aku yang kau suruh merias, sampai keringatmu bercucuran pun aku yang harus mengelapnya’ dan frasa ngono kuwi ‘seperti itu’ wajib hadir dalam kalimat tersebut. Analisis data dengan teknik ganti tidak perlu dilakukan karena klausa dan frasa tersebut sudah saling menggantikan. Data-data penyulihan/substitusi yang telah dianalisis di atas masingmasing berjumlah 1 untuk substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal. Di dalam antologi
cerkak
“Wiring
Kuning”
karya
Trinil
ditemukan
data
penyulihan/substitusi sebanyak 7 data dengan rincian yaitu 1 data substitusi nominal, 2 data substitusi verbal, 2 data substitusi frasal, dan 2 data substitusi klausal. Data-data yang lebih lengkap mengenai penyulihan/substitusi dapat dilihat pada lampiran nomor 362 sampai 368.
c. Pelesapan (Elipsis) Pelesapan yaitu salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Unsur yang dilesapkan itu dapat berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat. Di dalam penelitian ini ditemukan beberapa elipsis (pelesapan). Berikut merupakan penanda kohesi elipsis yang terdapat dalam wacana antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil. (18/370)
Jare ben Menis ngerti dhewe yen Shomad ngono ora seneng mbeling marang wanita, ora jlalatan, ora thukmis lan mung setya marang commiting to mbesuke. user Menis sing bakal diningkahi (F/H12/P10)
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
‘Katanya biar Menis tahu sendiri bahwa Shomad begitu tidak suka nakal dengan wanita, tidak jlalatan, tidak sembarang tertarik dan hanya setia kepada Menis yang akan dinikahi besok.’ Pada data (18/370) di atas terdapat satuan lingual yang dilesapkan yaitu kata Shomad
yang dilesapkan sebelum frasa ora jlalatan ‘tidak jlalatan,’
sebelum frasa ora thukmis ‘tidak sembarang tertarik, dan sesudah kata lan ‘dan’. Dalam analisis wacana unsur konstituen atau satuan lingual yang dilesapkan itu biasa ditandai dengan konstituen nol atau zero (atau dengan lambang Ø) pada tempat terjadinya pelesapan unsur tersebut. Dalam hal ini, demi efektivitas kalimat, kepraktisan dan efisiensi bahasa, maka pada data (18/370) dilakukan pelesapan dan apabila kata tersebut tidak dilesapkan justru akan menghasilkan kalimat yang tidak efektif. Selanjutnya untuk menganalisis data (18/370) di atas akan dibagi menjadi dua bentuk yaitu bentuk yang dilesapkan dan bentuk utuhnya. Adapun bentuk data tersebut dapat dilihat di bawah ini. (18/370a) Jare ben Menis ngerti dhewe yen Shomad ngono ora seneng mbeling marang wanita, Ø ora jlalatan, Ø ora thukmis lan Ø mung setya marang Menis sing bakal diningkahi ing mbesuke. (F/H12/P10) ‘Katanya biar Menis tahu sendiri bahwa Shomad begitu tidak suka nakal dengan wanita, Ø tidak jlalatan, Ø tidak sembarang tertarik dan Ø hanya setia kepada Menis yang akan dinikahi besok.’ (18/370b) Jare ben Menis ngerti dhewe yen Shomad ngono ora seneng mbeling marang wanita, Shomad ora jlalatan, Shomad ora thukmis lan Shomad mung setya marang Menis sing bakal diningkahi ing mbesuke. (F/H12/P10) ‘Katanya biar Menis tahu sendiri bahwa Shomad begitu tidak suka nakal dengan wanita, Shomad tidak jlalatan, Shomad tidak sembarang tertarik dan Shomad hanya setia kepada Menis yang akan dinikahi besok.’
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
79 digilib.uns.ac.id
Tampak pada data (18/370a), setelah kata Shomad dilesapkan kalimat menjadi lebih efisien, praktis dan lebih padu. Pada data (18/370b) dari segi komunikasi kurang efisien dan praktis. Tetapi dari segi informasi lebih jelas dan lengkap. Data lain yang menunjukkan adanya pelesapan adalah sebagai berikut. (19/373)
Terase Pak Parto Waluyo pancen isih jembar, isih bisa ditanduri pelem lan jambu nganti ngrembuyung dhuwur, wohe ketel nyenengake, gawe krasane sapa wae sing lungguhan ing kono. (NG/H39/P22) ‘Terasnya Pak Parto Waluyo memang masih luas, masih bisa ditanami mangga dan jambu sampai lebat meninggi, buahnya lebat dan menyenangkan, membuat nyaman siapa saja yang duduk-duduk di situ.’
Pada data (19/373) terdapat satuan lingual yang dilesapkan yaitu kata terase ‘terasnya’ yang dilesapkan sebelum frasa isih bisa ditanduri ‘masih bisa ditanami,’ dan sebelum kalimat gawe ‘membuat’. Pelesapan ini dibutuhkan demi efektivitas kalimat, kepraktisan dan efisiensi bahasa, maka pada data (19/373) dilakukan pelesapan dan apabila kata tersebut tidak dilesapkan justru akan menghasilkan kalimat yang tidak efektif. Selanjutnya untuk menganalisis data (19/373) di atas akan dibagi menjadi dua bentuk yaitu bentuk yang dilesapkan dan bentuk utuhnya. Adapun bentuk data tersebut dapat dilihat di bawah ini. (19/373a) Terase Pak Parto Waluyo pancen isih jembar, Ø isih bisa ditanduri pelem lan jambu nganti ngrembuyung dhuwur, wohe ketel nyenengake, Ø gawe krasane sapa wae sing lungguhan ing kono. (NG/H39/P22) ‘Terasnya Pak Parto Waluyo memang masih luas, Ø masih bisa ditanami mangga dan jambu sampai lebat meninggi, buahnya lebat dan menyenangkan, Ø membuat nyaman siapa saja yang duduk-duduk di situ.’ commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(19/373b) Terase Pak Parto Waluyo pancen isih jembar, terase isih bisa ditanduri pelem lan jambu nganti ngrembuyung dhuwur, wohe ketel nyenengake, terase gawe krasane sapa wae sing lungguhan ing kono. (NG/H39/P22) ‘Terasnya Pak Parto Waluyo memang masih luas, terasnya masih bisa ditanami mangga dan jambu sampai lebat meninggi, buahnya lebat dan menyenangkan, terasnya membuat nyaman siapa saja yang duduk-duduk di situ.’ Tampak pada analisis data (19/373a) di atas terjadi peristiwa pelesapan, maka kalimat menjadi lebih efektif, efisien, wacana menjadi lebih padu (kohesif) dan praktis dalam berkomunikasi. Adapun data (19/373b) dari segi informasi lebih jelas dan lengkap akan tetapi kurang efektif. Data lain yang menunjukkan adanya pelesapan adalah sebagai berikut. (20/374)
Pak Singgih anggone kepranan dheweke kuwi ya merga saka olehe prigel nulungi ugi wong mbobot nganti nglairake bayi kuwi. Ngrumat bocah cilik wiwit bayi nganti umur limang taun, ngopeni gizine barang ya ora tau nguciwani. (AR/H44/P2) ‘Pak Singgih dalam hal menyukai dia itu ya karena dari dirinya pandai menolong orang yang hamil sampai melahirkan bayi. Merawat anak kecil dari bayi sampai umur lima tahun, menghidupi gizinya juga tidak pernah mengecewakan.’
Pada data (20/374) di atas terdapat satuan lingual yang dilesapkan yaitu kata dheweke ‘dia’
yang dilesapkan sebelum kalimat ngrumat bocah cilik
‘merawat anak kecil,’ dan sebelum kata ngopeni ‘menghidupi’. Pelesapan ini dibutuhkan demi efektivitas kalimat, kepraktisan dan efisiensi bahasa, maka pada data (20/374) dilakukan pelesapan dan apabila kata tersebut tidak dilesapkan justru akan menghasilkan kalimat yang tidak efektif.
commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selanjutnya untuk menganalisis data (20/374) di atas akan dibagi menjadi dua bentuk yaitu bentuk yang dilesapkan dan bentuk utuhnya. Adapun bentuk data tersebut dapat dilihat di bawah ini. (20/374a) Pak Singgih anggone kepranan dheweke kuwi ya merga saka olehe prigel nulungi ugi wong mbobot nganti nglairake bayi kuwi. Ø ngrumat bocah cilik wiwit bayi nganti umur limang taun, Ø ngopeni gizine barang ya ora tau nguciwani. (AR/H44/P2) ‘Pak Singgih dalam hal menyukai dia itu ya karena dari dirinya pandai menolong orang yang hamil sampai melahirkan bayi. Ø merawat anak kecil dari bayi sampai umur lima tahun, Ø menghidupi gizinya juga tidak pernah mengecewakan.’ (20/374b) Pak Singgih anggone kepranan dheweke kuwi ya merga saka olehe prigel nulungi ugi wong mbobot nganti nglairake bayi kuwi. Dheweke ngrumat bocah cilik wiwit bayi nganti umur limang taun, dheweke ngopeni gizine barang ya ora tau nguciwani. (AR/H44/P2) ‘Pak Singgih dalam hal menyukai dia itu ya karena dari dirinya pandai menolong orang yang hamil sampai melahirkan bayi. Dia merawat anak kecil dari bayi sampai umur lima tahun, dia menghidupi gizinya juga tidak pernah mengecewakan.’
Pada data (20/374a) di atas terjadi peristiwa pelesapan, sehingga kalimat menjadi lebih efektif, efisien, wacana menjadi lebih padu (kohesif) dan praktis dalam berkomunikasi. Sedangkan pada data (20/374b) dari segi informasi lebih jelas atau lengkap akan tetapi kurang efektif karena terlalu banyak mengulang kata dheweke ‘dia’. Data-data pelesapan/elipsis yang telah dianalisis di atas berjumlah 3 data. Di dalam antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil ditemukan data pelesapan sebanyak 7 data. Data-data yang lebih lengkap mengenai pelesapan/elipsis yang terdapat pada penelitian ini dapat disimak pada lampiran nomor 369 sampai 375.
commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Perangkaian (Konjungsi) Perangkaian adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana untuk menimbulkan pertalian semantik antarunsur yang dihubungkan. Dengan kata lain, konjungsi yaitu hubungan bentuk yang ditandai dengan kata sambung diantara dua kata, frasa, klausa atau paragraf. Dalam penelitian ini penanda kohesi berupa konjungsi yang berhasil ditemukan diantaranya sebagai berikut. 1). Konjungsi sebab-akibat (kausalitas) Konjungsi
sebab-akibat
(kausalitas)
adalah
konjungsi
yang
menerangkan hubungan sebab-akibat (hubungan kausalitas) antara dua proposisi yang dihubungkan tersebut. Beberapa data konjungsi sebab-akibat (kausalitas) pada penelitian ini adalah sebagai berikut. (21/377)
Socane mbah Kung kudu dadi korban. Operasine gagal merga Mbah Kung ora kena dibiyus gek ora tedhas karo peralatan bedhah. (WK/H7/P34) ‘Mata kakek harus jadi korban. Operasinya gagal karena kakek tidak dapat dibius juga tidak mempan dengan peralatan bedah.’
Tampak pada data (21/377) di atas terdapat konjungsi kausalitas yaitu pada kata merga ‘karena’. Konjungsi tersebut menyatakan hubungan sebab-akibat antara klausa operasine gagal ‘operasinya gagal’ sebagai akibat dengan klausa berikutnya yaitu Mbah Kung ora kena dibiyus gek ora tedhas karo peralatan bedhah ‘kakek tidak dapat dibius juga tidak mempan dengan peralatan bedah’ sebagai penyebabnya. Kakek tidak dapat dibius dan tidak mempan dengan commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peralatan bedah, sehingga operasinya gagal. Selanjutnya data (21/377) dibagi menurut unsur langsungnya menjadi sebagai berikut. (21/377a) Socane mbah Kung kudu dadi korban. ‘Mata kakek harus jadi korban.’ (21/377b) Operasine gagal merga Mbah Kung ora kena dibiyus gek ora tedhas karo peralatan bedhah. ‘Operasinya gagal karena kakek tidak dapat dibius juga tidak mempan dengan peralatan bedah.’ Selanjutnya data (21/377b) diuji dengan teknik lesap menjadi seperti berikut.
(21/377c) Operasine gagal Ø Mbah Kung ora kena dibiyus gek ora tedhas karo peralatan bedhah. ‘Operasinya gagal Ø kakek tidak dapat dibius juga tidak mempan dengan peralatan bedah.’ Hasil analisis data (21/377c) dengan teknik lesap ternyata konjungsi kausalitas merga ‘karena’ masih tetap gramatikal tetapi tidak berterima, karena setelah dilesapkan kalimat menjadi kurang jelas. Akan lebih baik jika penanda konjungsi tersebut dihadirkan sehingga hubungan antarkalimatnya menjadi lebih padu. Kemudian setelah dianalisis dengan teknik lesap, selanjutnya data (21/377b) akan diuji dengan teknik ganti menjadi sebagai berikut. merga Mbah Kung ora kena dibiyus gek ora jalaran amarga *amargi tedhas karo peralatan bedhah.’
(21/377d) Operasine gagal
karena kakek tidak dapat dibius juga tidak karena karena karena mempan dengan peralatan bedah.’ ‘Operasinya gagal
commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil analisis data (21/377d) dengan teknik ganti ternyata konjungsi kausalitas pada kata merga ‘karena’ dapat digantikan dengan kata jalaran ‘karena’dan amarga ‘karena’, sebab berterima dan masih dalam satu ragam yaitu ragam ngoko. Kata amargi ‘karena’ tidak berterima sebab kata tersebut termasuk dalam ragam krama. Berikut
data
konjungsi
yang
menyatakan
sebab-akibat
dengan
menggunakan kata sebab ‘sebab’ dalam penelitian ini. (22/396)
Mula aku neng telpun kuwi uga meling mawanti-wanti supaya Tito aja mbaleni nggombali aku. Sebab aku wis ora bakal percaya maneh. (KS/H105/P36) ‘Makanya aku di telfon itu juga mengingatkan denga serius supaya Tito jangan sampai mengulang merayu aku. Sebab aku sudah tidak akan percaya lagi.’
Tampak pada data (22/396) di atas terdapat konjungsi kausalitas yaitu pada kata sebab ‘sebab’. Konjungsi tersebut menyatakan hubungan sebab-akibat antara klausa Mula aku neng telpun kuwi uga meling mawanti-wanti supaya Tito aja mbaleni nggombali aku ‘Makanya aku di telfon itu juga mengingatkan dengan serius supaya Tito jangan sampai mengulang merayu aku’ sebagai akibat dengan klausa berikutnya yaitu aku wis ora bakal percaya maneh ‘aku sudah tidak akan percaya lagi’ sebagai penyebabnya. Selanjutnya data (22/396) dibagi menurut unsur langsungnya menjadi sebagai berikut. (22/396a) Mula aku neng telpun kuwi uga meling mawanti-wanti supaya Tito aja mbaleni nggombali aku. ‘Makanya aku di telfon itu juga mengingatkan denga serius supaya Tito jangan sampai mengulang merayu aku.’ (22/396b) Sebab aku wis ora bakal percaya maneh. ‘Sebab aku sudah tidak akan percaya lagi.’
commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selanjutnya data (22/396b) diuji dengan teknik lesap menjadi seperti berikut. (22/396c) Ø aku wis ora bakal percaya maneh. ‘Ø aku sudah tidak akan percaya lagi.’ Hasil analisis data (22/396c) dengan teknik lesap ternyata konjungsi kausalitas pada kata sebab ‘sebab’ masih tetap gramatikal dan berterima, karena setelah dilesapkan kalimat masih tetap jelas. Kemudian setelah dianalisis dengan teknik lesap, selanjutnya data (22/396b) akan diuji dengan teknik ganti menjadi sebagai berikut. (22/396d)
Sebab Jalaran Amarga *Amargi ‘ Sebab Karena Karena Karena
aku wis ora bakal percaya maneh.
aku sudah tidak akan percaya lagi’
Hasil analisis data (22/396d) membuktikan bahwa dengan teknik ganti ternyata konjungsi kausalitas pada kata sebab ‘sebab dapat digantikan dengan kata jalaran ‘karena’dan amarga ‘karena’, sebab berterima dan masih dalam satu ragam yaitu ragam ngoko. Kata amargi ‘karena’ tidak berterima sebab kata tersebut termasuk dalam ragam krama. Sehingga lebih tepat digantikan dengan kata jalaran ‘karena’ atau amarga ‘karena’.
commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2). Konjungsi Pertentangan Konjungsi pertentangan merupakan konjungsi yang menyambung dua klausa yang menyatakan makna kontra atau bertentangan antarunsur. Adapun data yang menunjukkan konjungsi pertentangan adalah sebagai berikut. (23/397)
Sejatine Menis ya rada wegah nanging minangka tandha kasetyane marang wong sing ditresnani kuwi, fotografer sing rada nekad kuwi, dheweke kepeksa nyaguhi (F/H12/P9) ‘Sesungguhnya Menis juga agak tidak berkenan tetapi sebagai tanda kesetiaannya kepada orang yang dicintainya itu, fotografer yang agak nekat itu, dia terpaksa menyetujui.’
Wacana pada data (23/397) di atas tampak kohesif, karena didukung dengan adanya konjungsi pertentangan yaitu kata nanging ’tetapi’ pada tengah kalimat. Kata nanging ’tetapi’ berfungsi menghubungkan kalimat yang saling berlawanan. Makna yang saling berlawanan tersebut adalah pada awal kalimat disebutkan bahwa sesungguhnya Menis tidak berkenan, tetapi sebagai tanda kesetiaan Menis kepada orang yang dicintainya itu dengan terpaksa Menis menyetujuinya. Kedua kalimat tersebut menunjukkan makna yang sangat kontras. Kemudian data (23/397) dibagi unsur langsungnya dengan teknik BUL sebagai berikut. (23/397a) Sejatine Menis ya rada wegah nanging minangka tandha kasetyane marang wong sing ditresnani kuwi, ‘Sesungguhnya Menis juga agak tidak berkenan tetapi sebagai tanda kesetiaannya kepada orang yang dicintainya itu,’ (23/397b) fotografer sing rada nekad kuwi, ‘fotografer yang agak nekat itu,’ (23/397c) dheweke kepeksa nyaguhi ‘dia terpaksa menyetujui.’
commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah dibagi menurut unsur langsungnya, data (23/397a) di atas kemudian diuji dengan teknik lesap. Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar keintian suatu satuan lingual. (23/397d) Sejatine Menis ya rada wegah Ø minangka tandha kasetyane marang wong sing ditresnani kuwi, ‘Sesungguhnya Menis juga agak tidak berkenan Ø sebagai tanda kesetiaannya kepada orang yang dicintainya itu,’
Data (23/397c) setelah diuji dengan teknik lesap, ternyata wacana tidak gramatikal dan namun tidak berterima. Penanda konjungsi pertentangan tersebut dilesapkan maknanya berubah dan kurang padu. Jadi, kadar keintian konjungsi nanging ‘tetapi’ pada wacana itu tinggi dan keberadaannya wajib hadir. Kemudian data tersebut diuji dengan teknik ganti menjadi berikut. (23/397e) Sejatine Menis ya rada wegah
nanging minangka tandha ning *ewasemana
kasetyane marang wong sing ditresnani kuwi, ‘Sesungguhnya Menis juga agak tidak berkenan
tetapi tetapi *meskipun demikian
sebagai tanda kesetiaannya kepada orang yang dicintainya itu,’
Hasil analisis data (23/397e) dengan teknik ganti yaitu kata nanging ‘tetapi’ ternyata dapat digantikan dengan konjungsi adversatif ning ‘tetapi’ karena secara semantis tidak mengubah makna dan berterima. Sedangkan konjungsi ewasemono ‘meski demikian’ tidak dapat menggantikan kata nanging ‘tetapi’ karena maknanya tidak tepat.
commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Contoh lain data yang mengandung konjungsi pertentangan adalah sebagai berikut. (24/405)
Nyawang angin-angin ndhuwur cendhela sambi ngelus-elus wetenge, Sri rumangsa wis krinan. Adate jam setengah lima wis sembahyang banjur mlaku-mlaku ngubengi omahe nanging merga ngimpi mau marahi Sri aras-arasen medhun. (NG/H35/P2) ‘Melihat ventilasi di atas jendela sekalian mengelus-ngelus perutnya, Sri merasa sudah kesiangan. Biasanya jan setengah lima sudah ibadah kemudian jalan-jalan mengelilingi rumahnya tetapi karena bermimpi tadi membuat Sri malas turun.’
Tampak pada data (24/405) di atas merupakan wacana yang padu, karena didukung dengan adanya konjungsi pertentangan yaitu kata nanging ’tetapi’ pada kalimat kedua, pada bagian tengah kalimat. Kata nanging ’tetapi’ berfungsi menghubungkan klausa yang saling berlawanan. Makna yang saling berlawanan tersebut adalah pada awal kalimat yang menyebutkan bahwa seharusnya Sri sudah bangun pagi jam setengah lima untuk salat subuh kemudian jalan-jalan mengelilingi rumahnya, tetapi karena Sri habis bermimpi maka dia malas untuk turun dari tempat tidurnya. Kedua klausa tersebut menunjukkan makna yang sangat kontras. Kemudian data (24/405) dibagi unsur langsungnya dengan teknik BUL sebagai berikut. (24/405a) Nyawang angin-angin ndhuwur cendhela sambi ngelus-elus wetenge, Sri rumangsa wis krinan. ‘Melihat ventilasi di atas jendela sekalian mengelus-ngelus perutnya, Sri merasa sudah kesiangan.’ (24/405b) Adate jam setengah lima wis sembahyang banjur mlaku-mlaku ngubengi omahe nanging merga ngimpi mau marahi Sri aras-arasen medhun. ‘Biasanya jan setengah lima sudah ibadah kemudian jalan-jalan mengelilingi rumahnya tetapi karena bermimpi tadi membuat Sri malas turun.’
commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemudian data (24/405b) di atas diuji dengan teknik lesap menjadi berikut. (24/405c) Adate jam setengah lima wis sembahyang banjur mlaku-mlaku ngubengi omahe Ø merga ngimpi mau marahi Sri aras-arasen medhun. ‘Biasanya jan setengah lima sudah ibadah kemudian jalan-jalan mengelilingi rumahnya Ø karena bermimpi tadi membuat Sri malas turun.’ Data (24/405c) yang telah diuji dengan teknik lesap, ternyata wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Penanda konjungsi pertentangan tersebut dilesapkan maknanya berubah dan masih kurang padu. Jadi, kadar keintian konjungsi nanging ‘tetapi’ pada wacana itu tinggi dan keberadaannya wajib hadir. Kemudian data tersebut diuji dengan teknik ganti menjadi berikut. (24/405d) Adate jam setengah lima wis sembahyang banjur mlaku-mlaku ngubengi omahe nanging merga ngimpi mau marahi Sri arasarasen medhun. ning *ewasemono ‘Biasanya jan setengah lima sudah ibadah kemudian jalan-jalan mengelilingi rumahnya tetapi karena bermimpi tadi tetapi *meskipun demikian membuat Sri malas turun. Hasil analisis data (24/405d) dengan teknik ganti yaitu kata nanging ‘tetapi’ ternyata dapat diganti dengan konjungsi adversatif ning ‘tetapi’ karena secara semantis tidak mengubah arti / makna dan berterima. Konjungsi ewasemono ‘meskipun demikian’ tidak dapat menggantikan kata nanging ‘tetapi’ karena maknanya tidak tepat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
90 digilib.uns.ac.id
3). Konjungsi Kelebihan (Eksesif) Konjungsi kelebihan (eksesif) ditandai dengan adanya makna perangkaian kata malah ’malah’. Data yang menunjukkan adanya konjungsi eksesif dapat dilihat pada data di bawah ini. (25/419)
E, lha kok sing ditakoni malah ndlosor karo nyembah-nyembah njaluk mati. Karo nangis gulung-koming, karo ngambungi sikile Pak Kamituwa. (AR/H52/P37) ‘E, kenapa yang ditanyai malah tersungkur dan menyembah-nyembah minta mati. Dan menangis histeris, dan menciumi kaki Pak Kamituwa.’
Pada data (25/419) di atas ditemukan konjungsi eksesif malah ‘malah’ yang menghubungkan klausa E, lha kok sing ditakoni ‘E, kenapa yang ditanyai’ dengan klausa yang mengandung kata malah ’malah’ itu sendiri, yakni malah ndlosor karo nyembah-nyembah njaluk mati ‘malah tersungkur dan menyembahnyembah minta mati’. Kemudian data tersebut diuji dengan teknik BUL sebagai berikut. (25/419a) E, lha kok sing ditakoni malah ndlosor karo nyembah-nyembah njaluk mati. ‘E, kenapa yang ditanyai malah tersungkur dan menyembah-nyembah minta mati.’ (25/419b) Karo nangis gulung-koming, karo ngambungi sikile Pak Kamituwa. ‘Dan menangis histeris, dan menciumi kaki Pak Kamituwa.’ Data (25/419) sudah dibagi menurut unsur langsungya menjadi data (25/419a) dan (25/419b). Kemudian data (25/419a) diuji dengan teknik lesap menjadi seperti berikut. (25/419c) E, lha kok sing ditakoni Ø ndlosor commit to user karo nyembah-nyembah njaluk mati.
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
‘E, kenapa yang ditanyai Ø tersungkur dan menyembah-nyembah minta mati.’ Hasil analisis data (25/419c) menerangkan bahwa setelah konjungsi eksesif malah ‘malah’ dilesapkan, ternyata data tersebut tetap gramatikal dan berterima. Namun, data akan lebih lengkap jika konjungsi eksesif tersebut dihadirkan. Data berikutnya yang mengandung konjungsi eksesif tersedia dalam data berikut. (26/421)
Segane sak piring munjung kok ya entek gusis, malah isih imbuh maneh sak pucuke enthong […] (JB/H58/P19) ‘Nasinya sepiring menjulang kok ya habis bersih, malah masih tambah lagi sepucuknya sendok nasi […]’
Pada data (26/421) di atas ditemukan konjungsi eksesif malah ‘malah’ yang menghubungkan klausa Segane sak piring munjung kok ya entek gusis ‘Nasinya sepiring menjulang kok ya habis bersih’ dengan klausa yang mengandung kata malah ’malah’ itu sendiri, yakni malah isih imbuh maneh sak pucuke enthong ‘malah masih tambah lagi sepucuknya sendok nasi […]’. Kemudian data tersebut diuji dengan teknik BUL sebagai berikut. (26/421a) Segane sak piring munjung kok ya entek gusis, ‘Nasinya sepiring menjulang kok ya habis bersih’ (26/421b) malah isih imbuh maneh sak pucuke enthong […] ‘malah masih tambah lagi sepucuknya sendok nasi […]’ Data (26/421) sudah dibagi menurut unsur langsungya menjadi data (26/421a) dan (26/421b). Kemudian data (26/421b) diuji dengan teknik lesap menjadi seperti berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
92 digilib.uns.ac.id
(26/421c) Ø isih imbuh maneh sak pucuke enthong […] ‘Ø masih tambah lagi sepucuknya sendok nasi […]’
Hasil analisis data (26/421c) menerangkan bahwa setelah konjungsi eksesif malah ‘malah’ dilesapkan, ternyata hasilnya pada data tersebut tetap gramatikal dan berterima. Namun, data akan lebih lengkap informasinya jika konjungsi eksesif tersebut dihadirkan. 4). Konjungsi Konsesif Konjungsi konsesif adalah suatu konjungsi yang menghubungkan secara konsesif dalam sebuah kalimat, biasanya ditandai dengan kata sanadyan ‘meskipun’ dan nadyan ‘meski’. Berikut adalah data yang menunjukkan konjungsi konsesif dalam penelitian ini. (27/424)
Umur-umurane Shomad iku ya durung ganep selawe taun, kulitane resik nadyan gaweyane kluyuran wayah awan. (F/H9/P2) ‘Umur-umuran Shomad itu ya belum genap dua puluh lima tahun, kulitnya bersih meski pekerjaannya kluyuran saat siang hari.’
Pada data (27/424) terdapat konjungsi konsensif yang ditunjukkan pada kata nadyan ‘meski’ yang menghubungkan secara konsensif. Sehingga data di atas menerangkan bahwa meski pekerjaannya kluyuran pada siang hari, Shomad mempunyai kulit yang bersih. Kemudian data (27/424) diuji dengan teknik BUL menjadi berikut. (27/424a) Umur-umurane Shomad iku ya durung ganep selawe taun, ‘Umur-umuran Shomad itu ya belum genap dua puluh lima tahun,’ (27/424b) kulitane resik nadyan gaweyane kluyuran wayah awan. ‘kulitnya bersih meski pekerjaannya kluyuran saat siang hari.’ commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada data (27/424) sudah dibagi menurut unsur langsungya menjadi data (27/424a) dan (27/424b). Kemudian data (27/424b) diuji dengan teknik lesap menjadi seperti berikut.
(27/424c) kulitane resik Ø gaweyane kluyuran wayah awan. ‘kulitnya bersih Ø pekerjaannya kluyuran saat siang hari.’ Setelah diuji dengan teknik lesap, tampak pada data (27/424c) di atas wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Sehingga konjungsi tersebut wajib hadir dalam kalimat karena kedudukannya sebagai penjelas dan pelengkap makna. Selanjutnya data tersebut diuji dengan teknik ganti menjadi seperti berikut. (27/424d) kulitane resik
‘kulitnya bersih hari.’
nadyan senadyan *sinaosa
meski meskipun walaupun
gaweyane kluyuran wayah awan.
pekerjaannya kluyuran saat siang
Setelah data (27/424b) diuji dengan teknik ganti, hasilnya adalah konjungsi konsesif pada kata nadyan ‘meski’
dapat digantikan dengan kata
senadyan ‘meskipun, karena senadyan ‘meskipun’ merupakan ragam ngoko, sehingga sama ragam dengan kata nadyan ‘meski’. Namun, kata sinaosa ‘walaupun’ tidak dapat menggantikan posisi nadyan ‘meski’ karena berbeda ragam, sebab sinaosa ‘walaupun’ commit merupakan ragam krama. to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5). Konjungsi Tujuan Konjungsi tujuan adalah konjungsi yang menyatakan makna tujuan dalam sebuah kalimat. Konjungsi tujuan biasanya ditandai dengan kata supaya/supados ‘supaya’ dan amrih ‘agar’, dan Adapun konjungsi tujuan dapat dilihat pada data di bawah ini. (28/430)
Kamangka niyate Nila pengin ngadho katresnan sing dituwuhake saka wiraga kang langsing, ora kaya wong aboh ngono kuwi. Mula bapak lan ibune Nila dijak Nila melu ngrewangi njaga supaya acarane Nila ngurokne awak bisa kasil. (K/H26/P30) ‘Padahal niat Nila ingin mengado cinta yang diwujudkan dengan raga yang langsing, tidak seperti memar membesar seperti itu. Maka ayah dan ibu Nila diajak ikut menjaga supaya acara Nila menguruskan badan dapat berhasil.’
Pada data (28/430) terdapat konjungsi tujuan yang ditunjukkan pada kata supaya ‘supaya’. Kata supaya ‘supaya’ menyatakan hubungan makna tujuan yaitu agar Nila berhasil menguruskan badan, maka ayah dan ibunya harus menjaga Nila. Kemudian data tersebut diuji dengan teknik BUL sebagai berikut. (28/430a) Kamangka niyate Nila pengin ngadho katresnan sing dituwuhake saka wiraga kang langsing, ora kaya wong aboh ngono kuwi. ‘Padahal niat Nila ingin mengado cinta yang diwujudkan dengan raga yang langsing, tidak seperti memar membesar seperti itu. (28/430b) Mula bapak lan ibune Nila dijak Nila melu ngrewangi njaga supaya acarane Nila ngurokne awak bisa kasil. ‘Maka ayah dan ibu Nila diajak ikut menjaga supaya acara Nila menguruskan badan dapat berhasil.’ Pada data (28/430) di atas sudah dibagi menurut unsur langsungya menjadi data (28/430a) dan (28/430b). Kemudian data (28/430b) diuji dengan teknik lesap menjadi seperti berikut.
commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(28/430c) Mula bapak lan ibune Nila dijak Nila melu ngrewangi njaga Ø acarane Nila ngurokne awak bisa kasil. ‘Maka ayah dan ibu Nila diajak ikut menjaga Ø acara Nila menguruskan badan dapat berhasil.’ Setelah data (28/430c) dianalisis dengan teknik lesap, informasi kalimat tetap jelas. Wacana tetap gramatikal dan berterima. Oleh karena itu, konjungsi tujuan pada kata supaya ‘supaya’ tidak wajib hadir dalam kalimat tersebut karena kadar keintiannya dalam kalimat ini rendah. Selanjutnya data tersebut diuji dengan teknik ganti sebagai berikut. (28/430d) Mula bapak lan ibune Nila dijak Nila melu ngrewangi njaga supaya acarane Nila ngurokne awak bisa kasil. *supados ‘Maka ayah dan ibu Nila diajak ikut menjaga Nila menguruskan badan dapat berhasil.’
supaya supaya
acaranya
Tampak pada data (28/430d) setelah dianalisis dengan teknik ganti ternyata kata supados ‘supaya’ tidak dapat menggantikan kata supaya ‘supaya, karena kedua kata tersebut mempunyai ragam yang berbeda. Kata supaya ‘supaya termasuk dalam ragam ngoko sedangkan supados ‘supaya’ termasuk dalam ragam krama. Oleh karena itu, apabila digabungkan kalimat menjadi tidak berterima. 6). Konjungsi Penambahan (aditif) Konjungsi penambahan (aditif) ditandai dengan adanya makna perangkaian lan ’dan’, uga/ugi ’juga’, dan sarta ’serta’. Data yang menunjukkan adanya konjungsi aditif dapat dilihat pada kalimat di bawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
(29/442)
96 digilib.uns.ac.id
Kernet sing awake separo semampir ing jendhela uga wis tanpa nyawa. Kap-e kol sing malih mlembung kaya apem uga dipotret dening Menis. (F/H13/P12) ‘Tukang karcis setengah tubuhnya tergolek di jendela juga sudah tanpa nyawa. Kapnya kol yang menjadi menggelembung seperti apem juga difoto oleh Menis.’
Pada data (29/442) di atas terdapat konjungsi aditif kata uga ‘juga’ pada kalimat pertama yang menghubungkan antara klausa pertama dengan klausa kedua. Selain itu, pada kalimat kedua juga terdapat konjungsi aditif uga ‘juga yang menghubungkan antara Kap-e kol sing malih mlembung kaya apem ‘Kapnya kol yang menjadi menggelembung seperti apem’ dengan dipotret dening Menis ‘difoto oleh Menis’. Kemudian data (29/442) diuji dengan teknik BUL sebagai berikut. (29/442a) Kernet sing awake separo semampir ing jendhela uga wis tanpa nyawa. ‘Tukang karcis setengah tubuhnya tergolek di jendela juga sudah tanpa nyawa.’ (29/442b) Kap-e kol sing malih mlembung kaya apem uga dipotret dening Menis. ‘Kapnya kol yang menjadi menggelembung seperti apem juga difoto oleh Menis.’ Setelah dibagi unsur langsungnya, data (29/442a) dan (29/442b) diuji dengan teknik lesap. Pengujian ini untuk menentukan seberapa kadar keintian dari konjungsi aditif tersebut. (29/442c) Kernet sing awake separo semampir ing jendhela Ø wis tanpa nyawa. ‘Tukang karcis setengah tubuhnya tergolek di jendela Ø sudah tanpa nyawa.’ (29/442d) Kap-e kol sing malih mlembung kaya apem Ø dipotret dening Menis. ‘Kapnya kol yang menjadi menggelembung seperti apem Ø difoto oleh Menis.’ commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tampak pada data (29/442a) dan (29/442b) di atas, setelah diuji dengan teknik lesap wacana masih tetap gramatikal dan berterima. Walaupun konjungsi aditif uga ‘juga’ dilesapkan, informasi kalimat masih jelas dan padu. Dengan demikian kadar keintian konjungsi aditif uga ‘juga’ pada kedua data tersebut rendah. Kemudian data diuji dengan teknik ganti sebagai berikut. (29/442e) Kernet sing awake separo semampir ing jendhela uga wis tanpa *ugi nyawa. ‘Tukang karcis setengah tubuhnya tergolek di jendela tanpa nyawa.’ (29/442f) Kap-e kol sing malih mlembung kaya apem uga *ugi Menis.
juga sudah juga
dipotret dening
‘Kapnya kol yang menjadi menggelembung seperti apem juga juga difoto oleh Menis.’ Pada Data (29/442e) dan (29/442f) setelah diuji dengan teknik ganti ternyata konjungsi aditif pada kata uga ‘juga’ tidak dapat digantikan dengan kata ugi ‘juga’ karena berbeda ragamnya. Kata uga ‘juga’ termasuk ragam ngoko, sedangkan kata ugi ‘juga’ merupakan ragam krama. Oleh karena itu, tidak berterima apabila digunakan pada data (29/442) yang menggunakan ragam ngoko. Pada data (29/442) di atas telah dijabarkan analisis konjungsi aditif uga ‘uga’. Data lain yang menunjukkan konjungsi aditif adalah sebagai berikut. (30/447)
Kurang seminggu saka tekane Alwi, ibu lan bapake mulih nyang Pathi. Ora kuwat nyawang anake wadon pasa terus. (K/H26/P31) ‘Kurang dari seminggu dari kedatangannya Alwi, ibu dan ayahnya commit to user pulang ke Pati. Tidak kuat melihat anak perempuannya puasa terus.’
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada data (30/447) di atas terdapat konjungsi aditif kata lan ‘dan’ pada kalimat pertama yang menghubungkan antara kata dengan kata yaitu ibu ‘ibu’ dengan bapake ‘ayahnya’.
Penanda konjungsi aditif lan ‘dan’ berfungsi
menghubungkan antara ibu ‘ibu’ dengan bapake ‘ayahnya’ supaya wacana lebih padu dan baik. Selanjutnya data (30/447) dibagi unsur langsungnya dengan teknik BUL sebagai berikut. (30/447a) Kurang seminggu saka tekane Alwi, ibu lan bapake mulih nyang Pathi. ‘Kurang dari seminggu dari kedatangannya Alwi, ibu dan ayahnya pulang ke Pati.’ (30/447b) Ora kuwat nyawang anake wadon pasa terus. ‘Tidak kuat melihat anak perempuannya puasa terus.’ Setelah dibagi unsur langsungnya, data (30/447a) diuji dengan teknik lesap. Pengujian ini untuk mengetahui kadar keintian konjungsi aditif tersebut. (30/447c) Kurang seminggu saka tekane Alwi, ibu Ø bapake mulih nyang Pathi. ‘Kurang dari seminggu dari kedatangannya Alwi, ibu Ø ayahnya pulang ke Pati.’ Setelah data (30/447c) dianalisis dengan teknik lesap ternyata kalimat tetap gramatikal dan berterima. Hal tersebut ditunjukkan dengan jelasnya informasi yang disampaikan. Oleh karena itu, konjungsi aditif pada kata lan ‘dan’ tidak wajib hadir dalam kalimat karena mempunyai kadar keintian yang rendah. Kemudian data tersebut diuji dengan teknik ganti menjadi berikut. (30/447d) Kurang seminggu saka tekane Alwi, ibu
nyang Pathi.
commit to user
lan bapake mulih sarta *saha *ugi
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
‘Kurang dari seminggu dari kedatangannya Alwi, ibu dan serta dan juga ayahnya pulang ke Pati.’
Hasil dari pengujian teknik ganti dari data (30/447d) di atas ternyata penanda-penanda
konjungsi
aditif
tersebut
tidak
semua
dapat
saling
menggantikan. Untuk penanda pada kata lan ‘dan’ dapat digantikan dengan kata sarta ‘serta’ karena masih dalam ragam yang sama, yaitu ngoko. Kata saha ‘dan’ dan kata ugi ‘juga’ tidak dapat menggantikan kata lan ‘dan’ karena kata tersebut digunakan dalam bentuk krama. 7). Konjungsi Pilihan (alternatif) Konjungsi pilihan adalah konjungsi yang menyatakan dua proposisi berurutan yang menunjukkan hubungan pilihan. Adapun data yang menunjukkan konjungsi pilihan atau alternatif pada penelitian ini adalah sebagai berikut. (31/483)
[…] nganti meh patang taun iki rak ya ora tau ana rasa apa-apa antarane aku marang Tito utawa Titah marang Tito, nanging geneya pirang-pirang dina iki aku kok rumangsa aneh. (KS/H98/P1) ‘[…] sampai hampir empat tahun ini aku tidak pernah ada rasa apa-apa antara aku kepada Tito atau Titah kepada Tito, tetapi ternyata beberapa hari ini aku merasa aneh.’
Pada data (31/483) di atas terdapat konjungsi pilihan (alternatif) yang
ditunjukkan pada kata utawa ‘atau’. Konjungsi tersebut terletak di antara dua kata yaitu Tito dan Titah yang berfungsi untuk menyatakan suatu pilihan antara aku marang Tito ‘aku kepada Tito’ dengan Titah marang Tito ‘Titah kepada Tito’. Kemudian data (31/483) di atas dibagi unsur langsungnya menjadi berikut. commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(31/483a) […] nganti meh patang taun iki rak ya ora tau ana rasa apa-apa antarane aku marang Tito utawa Titah marang Tito, ‘[…] sampai hampir empat tahun ini aku tidak pernah ada rasa apa-apa antara aku kepada Tito atau Titah kepada Tito,’ (31/483b) nanging geneya pirang-pirang dina iki aku kok rumangsa aneh. ‘tetapi ternyata beberapa hari ini aku merasa aneh.’ Data (31/483) telah selesai dibagi menurut unsur langsungnya. Kemudian data (31/483a) diuji dengan teknik lesap menjadi berikut.
(31/483c) *[…] nganti meh patang taun iki rak ya ora tau ana rasa apa-apa antarane aku marang Tito Ø Titah marang Tito, ‘[…] sampai hampir empat tahun ini aku tidak pernah ada rasa apa-apa antara aku kepada Tito Ø Titah kepada Tito,’ Konjungsi utawa ‘atau’ pada data (31/483c) setelah diuji dengan teknik lesap ternyata tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak padunya hubungan antarkalimat sehingga informasinya menjadi kurang jelas. Oleh karena itu, konjungsi pilihan pada kata utawa ‘atau’ wajib hadir. Dengan kata lain, konjungsi pilihan
utawa ‘atau’ mempunyai kadar
keintian yang tinggi. Kemudian data (31/483a) diuji lagi dengan teknik ganti menjadi seperti berikut. (31/483d) […] nganti meh patang taun iki rak ya ora tau ana rasa apa-apa antarane aku marang Tito utawa Titah marang Tito, *utawi ‘[…] sampai hamper empat tahun ini aku tidak pernah ada rasa apa-apa antara aku kepada Tito atau Titah kepada Tito,’ atau Hasil analisis data (31/483d) dengan teknik ganti ternyata konjungsi pilihan pada kata utawa ‘atau’ tidak dapat digantikan dengan kata utawi ‘atau’, commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena perbedaan ragam bahasa. Kata utawi ‘atau’ merupakan ragam krama, sedangkan data (31/483d) menggunakan ragam ngoko. Kata yang paling tepat yang digunakan dalam kalimat tersebut adalah kata utawa ‘atau’. 8). Konjungsi Harapan (Optatif) Konjungsi harapan (optatif) adalah konjungsi yang menyatakan suatu keinginan atau harapan (hope). Adapun data yang menunjukkan konjungsi harapan atau optatif pada penelitian ini adalah sebagai berikut. (32/484)
Muga-muga bisa gawe senenge anakku lanang ontang-anting wong pancen wis welasan taun olehe pengen adhi wadon. Apamaneh bojoku ya wis repot banget ing pamulange. (L/H34/P19) ‘Semoga bisa membuat senang anakku laki-laki satu-satunya memang sudah belasan tahun putraku ingin adik perempuan. Apalagi istriku sudah repot dalam pembelajarannya.’
Pada data (32/484) di atas terdapat konjungsi optatif yang menyatakan suatu harapan. Konjungsi itu terletak pada awal kalimat pertama yang berfungsi menghubungkan
keinginan / harapan terhadap melalui kata muga-muga
‘semoga’. Konjungsi ini menyatakan keinginan penulis sebagai tokoh untuk mempunyai anak perempuan. Kemudian data (32/484) dibagi unsur langsungnya menjadi berikut. (32/484a) Muga-muga bisa gawe senenge anakku lanang ontang-anting wong pancen wis welasan taun olehe pengen adhi wadon. ‘Semoga bisa membuat senang anakku laki-laki satu-satunya memang sudah belasan tahun putraku ingin adik perempuan.’ (32/484b) Apamaneh bojoku ya wis repot banget ing pamulange. ‘Apalagi istriku sudah repot dalam pembelajarannya.’ Setelah dibagi unsur langsungnya, data (32/484a) diuji dengan teknik
commit to user lesap. Pengujian ini untuk mengetahui kadar keintian konjungsi optatif tersebut.
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(32/484c) Ø bisa gawe senenge anakku lanang ontang-anting wong pancen wis welasan taun olehe pengen adhi wadon. ‘Ø bisa membuat senang anakku laki-laki satu-satunya memang sudah belasan tahun putraku ingin adik perempuan.’
Hasil analisis menjelaskan bahwa pada data (32/484c) jika konkungsi optatif dilesapakan maka kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Dengan demikian, konjungsi optatif wajib hadir untuk membentuk kalimat yang lengkap dan padu. Oleh karena itu, kadar keintian konjungsi optatif muga-muga ‘semoga’ tinggi. Kemudian data diuji dengan teknik ganti sebagai berikut. (32/484d) Muga-muga bisa gawe senenge anakku lanang ontang-anting *Mugi-mugi wong pancen wis welasan taun olehe pengen adhi wadon. ‘ Semoga Semoga
bisa membuat senang anakku laki-laki satu-satunya
memang sudah belasan tahun putraku ingin adik perempuan.’
Hasil analisis dengan teknik ganti ternyata kata muga-muga ‘semoga kedudukannya tidak bisa digantikan dengan kata mugi-mugi ‘semoga, karena kata mugi-mugi ‘semoga merupakan ragam krama, sedangkan muga-muga ‘semoga merupakan bentuk ngoko, jadi apabila digantikan kata mugi-mugi ‘semoga’ tidak tepat dan tidak akan berterima karena data (32/484) menggunakan ragam ngoko. 9) Konjungsi Urutan (sekuensial) Konjungsi urutan atau sekuensial merupakan konjungsi yang menyatakan suatu urutan atau rentetan suatu kejadian. Berikut
commit tourutan. user penelitia ini yang menunjukkan konjungsi
data dalam
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(33/503)
Tas kresek mau diselehake neng watu sing resik, banjur ditinggal nguyuh dhisik. Dheweke wis ora melu maneh marang lungane sing lanang. (AR/H48/P14) ‘Kantong plastik tadi diletakkan di batu yang bersih, lalu ditinggal buang air kecil. Dia sudah tidak ikut pergi lagi dengan suaminya.’
Pada data (33/503) di atas terdapat konjungsi urutan yang ditunjukkan pada kata banjur ‘lalu’ yang menyatakan urutan kejadian meletakkan kantong palstik di batu yang bersih, kemudian ditinggal buang air kecil. Selanjutnya data (33/503) diuji dengan teknik lesap sebagai berikut. (33/503a) Tas kresek mau diselehake neng watu sing resik, banjur ditinggal nguyuh dhisik. ‘Kantong plastik tadi diletakkan di batu yang bersih, lalu ditinggal buang air kecil.’ (33/503b) Dheweke wis ora melu maneh marang lungane sing lanang. ‘Dia sudah tidak ikut pergi lagi dengan suaminya.’ Setelah dibagi unsur langsungnya, data (33/503a) diuji dengan teknik lesap. Pengujian ini untuk mengetahui kadar keintian konjungsi sekuensial tersebut. (33/503c) Tas kresek mau diselehake neng watu sing resik, Ø ditinggal nguyuh dhisik. ‘Kantong plastik tadi diletakkan di batu yang bersih, Ø ditinggal buang air kecil.’
Setelah data (33/503c) diuji dengan teknik lesap ternyata wacana masih tetap menunjukkan makna rentetan sehingga bentuk penanda konjungsi tersebut dapat dilesapkan. Dengan demikian, konjungsi urutan pada kata banjur ‘lalu’ tidak wajib hadir. Kadar keintian konjungsi sekuensial banjur ‘lalu’ rendah. Tetapi wacana akan lebih padu jika konjungsi tersebut tetap dihadirkan agar
commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
informasinya lebih lengkap dan jelas. Kemudian data diuji lagi dengan teknik ganti menjadi berikut. (33/503d) Tas kresek mau diselehake neng watu sing resik,
banjur *lajeng
nguyuh dhisik. ‘Kantong plastik tadi diletakkan di batu yang bersih, ditinggal buang air kecil.’
ditinggal
lalu kemudian
Hasil analisis data (33/503d) dengan teknik ganti pada kata bajur ‘lalu’ tidak dapat digantikan dengan kata lajeng ‘kemudian’ karena perbedaan ragam bahasa. Ragam bahasa pada kata banjur ‘lalu’ merupakan ragam ngoko, sedangkan kata lajeng ‘kemudian’ merupakan ragam krama. Walaupun tidak merubah makna tetapi kurang tepat apabila menggunakan bentuk krama. 10). Konjungsi Waktu (temporal) Konjungsi waktu atau temporal adalah konjungsi yang menyatakan dan menunjukkan suatu waktu. Konjungsi yang mengacu pada aspek temporal dapat dilihat pada data sebagai berikut. (34/522)
Sawise perkutut digantung, bapake Sri banjur lungguh neng jejere Sri. Ketepakan banget kanggone Sri. (NG/H40/P24) ‘Setelah burung perkutut digantungkan, ayah Sri lalu duduk di samping Sri. Kebetulan sekali bagi Sri.’
Konjungsi temporal ditunjukkan pada data (34/522) yaitu pada kata sawise ‘setelah’ pada awal kalimat. Kata sawise ‘setelah’ menjelaskan klausa setelah konjungsi
sawise
‘setelah’
yang
menyatakan
commit to user
setelah
burung
perkutut
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digantungkan, kemudian ayah Sri duduk di samping Sri. Kemudian data diuji dengan teknik BUL. (34/522a) Sawise perkutut digantung, bapake Sri banjur lungguh neng jejere Sri. ‘Setelah burung perkutut digantungkan, ayah Sri lalu duduk di samping Sri.’ (34/522b) Ketepakan banget kanggone Sri. ‘Kebetulan sekali bagi Sri.’ Setelah dibagi unsur langsungnya, data (34/522a) diuji dengan teknik lesap. Pengujian ini untuk mengetahui kadar keintian konjungsi temporal tersebut.
(34/522c) * Ø perkutut digantung, bapake Sri banjur lungguh neng jejere Sri. ‘Ø burung perkutut digantungkan, ayah Sri lalu duduk di samping Sri.’ Setelah data (34/522c) dianalisis dengan teknik lesap ternyata wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Oleh karena itu, kata sawise ‘sesudah’ wajib hadir dalam kalimat supaya jelas informasinya. Dengan demikian, konjungsi temporal pada kata sawise ‘sesudah’ kadar keintian unsur konjungsi temporal yang dilesapkan tinggi. Kemudian data kembali diuji dengan teknik ganti sebagai berikut. (34/522d)
Sawise perkutut digantung, bapake Sri banjur lungguh Sabubare *Sasampunipun neng jejere Sri. ‘ Setelah burung perkutut digantungkan, ayah Sri lalu duduk di Setelah Setelah samping Sri.’
commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah dianalisis dengan teknik ganti, tampak pada data (34/522d) yaitu kata sawise ‘sesudah’ dapat digantikan dengan kata sabubare ‘sesudah’. Kata sawise ‘sesudah’ dan sabubare ‘sesudah’ berada pada ragam bahasa yang sama yaitu ngoko. Namun, konjungsi temporal sasampunipun ‘setelah’ tidak dapat menggantikan sawise ‘setelah’ karena sasampunipun ‘setelah’ termasuk dalam ragam krama. Adapun data lain yang merupakan konjungsi temporal sadurunge ‘sebelumnya’ dijelaskan pada data berikut ini. (35/531)
Sadurunge nutup rembug, Tito pesen supaya aku menyang warnet, ana guritan sing kudu dakwaca saka Tito. (KS/H106/P40) ‘Sebelumnya menutup percakapan, Tito berpesan supaya aku pergi ke warnet, ada geguritan yang harus aku baca dari Tito.’
Konjungsi yang mengacu pada aspek waktu pada data (35/531) ditunjukkan pada kata sadurunge ‘sebelumnya’ pada awal kalimat. Konjungsi temporal tersebut mengacu pada satuan lingual disebelah kanannya yaitu frasa nutup rembug ‘menutup percakapan’. Kata sadurunge ‘sebelumnya’ merupakan penjelas dari frasa sesudahnya yaitu nutup rembug ‘menutup percakapan’. Kemudian data dibagi menurut unsur langsungnya menjadi berikut. (35/531a) Sadurunge nutup rembug, ‘Sebelumnya menutup percakapan,’ (35/531b) Tito pesen supaya aku menyang warnet ‘Tito berpesan supaya aku pergi ke warnet,’ (35/531c) ana guritan sing kudu dakwaca saka Tito. ‘ada geguritan yang harus aku baca dari Tito.’
commit to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada data (35/531) di atas sudah dibagi menurut unsur langsungya menjadi data (35/531a), (35/531b), dan (35/531c). Data (35/531a) terlalu singkat, maka untuk menguji kadar keintiannya dengan teknik lesap harus dikembalikan ke data awal yaitu data (35/531). Pengujian teknik lesap atas data (35/531) sebagai berikut. (35/531d) Ø nutup rembug, Tito pesen supaya aku menyang warnet, ana guritan sing kudu dakwaca saka Tito. (KS/H106/P40) ‘Ø menutup percakapan, Tito berpesan supaya aku pergi ke warnet, ada geguritan yang harus aku baca dari Tito.’ Tampak pada data (35/531d) setelah diuji dengan teknik lesap wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal itu ditunjukkan dengan informasi kalimat yang kurang jelas. Oleh karena itu, kata sadurunge ‘sebelum’ wajib hadir agar hubungan antarklausa menjadi padu. Kadar keintian konjungsi temporal sadurunge ‘sebelum’ tinggi. Selanjutnya data diuji dengan teknik ganti sebagai berikut. (35/531e)
Sadurunge nutup rembug, Tito pesen supaya aku menyang *Saderengipun warnet, ana guritan sing kudu dakwaca saka Tito. (KS/H106/P40) ‘ Sebelum menutup percakapan, Tito berpesan supaya aku Sebelum pergi ke warnet, ada geguritan yang harus aku baca dari Tito.’
Hasil pengujian dengan teknik ganti pada kata sadurunge ‘sebelum’ ternyata tidak dapat digantikan dengan kata saderengipun ‘sebelum’ karena kata tersebut
merupakan
ragam
krama.
Konjungsi
temporal
ragam
krama
saderengipun ‘sebelum’ tidak berterima apabila menggantikan unsur yang termasuk dalam ragam ngoko.
commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
11). Konjungsi syarat Konjungsi syarat merupakan suatu konjungsi yang menyatakan makna perangkaian syarat. Data yang mengandung konjungsi syarat dapat dilihat pada data berikut. (36/535)
[…] dheweke sedina bleng dijak lungguh neng prapatan karo masang kamera ing cagake. Jare yen ana tabrakan sak wayah-wayah kareben kari njepretke wae. (F/H10/P4) ‘[…] dia sehari penuh diajak duduk di perempatan sembari memasang kamera pada penayangganya. Katanya jika ada kecelakaan sewaktuwaktu supaya tinggal menjepretkan saja.’
Data (36/535) terdapat makna perangkaian syarat yaitu pada kata yen ‘jika’ yang merupakan penghubung syarat untuk tinggal menjepretkan kamera jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan. Kemudian data (36/535) dibagi unsur langsungngya menjadi berikut. (36/535a) […] dheweke sedina bleng dijak lungguh neng prapatan karo masang kamera ing cagake. ‘[…] dia sehari penuh diajak duduk di perempatan sembari memasang kamera pada penayangganya.’ (36/535b) Jare yen ana tabrakan sak wayah-wayah kareben kari njepretke wae. ‘Katanya jika ada kecelakaan sewaktu-waktu supaya tinggal menjepretkan saja.’
Setelah dibagi unsur langsungnya, data (36/535b) yang mengandung unsur konjungsi syarat diuji dengan teknik lesap. Pengujian ini untuk mengetahui kadar keintian konjungsi syarat tersebut. (36/535c) *Jare Ø ana tabrakan sak wayah-wayah kareben kari njepretke wae. ‘Katanya Ø ada kecelakaan sewaktu-waktu supaya tinggal menjepretkan saja.’
commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Konjungsi syarat yen ‘jika’ pada data (36/535c) jika dilesapkan maka wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima, sehingga kehadirannya sangat diperlukan dan wajib hadir. Kadar keintian konjungsi syarat tersebut tinggi. Selanjutnya data (36/535b) dianalisis dengan teknik ganti yaitu sebagai berikut. (36/535d) Jare yen ana tabrakan sak wayah-wayah kareben kari njepretke menawa *menawi wae. ‘Katanya
jika jika jika
ada kecelakaan sewaktu-waktu supaya tinggal
menjepretkan saja.’
Hasil analisis data (36/535d) dengan teknik ganti menawi ‘jika’ kurang tepat jika menduduki posisi yen ‘jika’ karena tidak dapat saling menggantikan, sebab kata menawi ‘jika’ termasuk dalam bentuk krama, sedangkan yen ‘jika’ termasuk bentuk ngoko, apabila diganti wacana menjadi tidak berterima. Pada kata menawa ‘jika’ dapat menggantikan posisi yen ‘jika’ karena sama-sama dalam ragam ngoko dan apabila diganti dengan kata tersebut wacana masih tetap padu dan berterima. 12). Konjungsi cara Konjungsi cara adalah suatu konjungsi yang menyatakan makna perangkaian cara. Data yang mengandung konjungsi cara dapat dilihat pada data berikut.
commit to user
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(37/551)
Omahmu kosong, sing ana mung aku karo kowe. Mesthine aku ngerti yen aku wis kokundang kanthi spesial. (KKM/H65/P3) ‘Rumahmu kosong, yang ada hanya aku dan kamu. Harusnya aku tahu kalau aku sudah kamu undang dengan cara spesial.’
Data (37/551) terdapat makna perangkaian cara yaitu pada kata kanthi ‘cara’ yang merupakan penghubung cara dengan menerangkan bahwa aku sebagai tokoh utama diundang oleh kamu dengan cara spesial atau istimewa. Kemudian data (37/551) dibagi unsur langsungngya menjadi berikut. (37/551a) Omahmu kosong, sing ana mung aku karo kowe. ‘Rumahmu kosong, yang ada hanya aku dan kamu.’ (37/551b) Mesthine aku ngerti yen aku wis kokundang kanthi spesial. ‘Harusnya aku tahu kalau aku sudah kamu undang dengan cara spesial.’ Setelah dibagi unsur langsungnya, data (37/551b) yang mengandung unsur konjungsi cara diuji dengan teknik lesap. Pengujian ini untuk mengetahui kadar keintian konjungsi cara tersebut. (37/551c) Mesthine aku ngerti yen aku wis kokundang Ø spesial. ‘Harusnya aku tahu kalau aku sudah kamu undang dengan Ø spesial.’ Konjungsi cara kanthi ‘cara’ pada data (37/551c) jika dilesapkan maka wacana tidak gramatikal dan tidak berterima, sehingga kehadirannya wajib hadir. Kadar keintian konjungsi cara tersebut rendah. Selanjutnya data (37/551b) dianalisis dengan teknik ganti yaitu sebagai berikut. (37/551d) Mesthine aku ngerti yen aku wis kokundang
kanthi *mawi
spesial.
‘Harusnya aku tahu kalau aku sudah kamu undang dengan cara cara commit to user special.’
perpustakaan.uns.ac.id
111 digilib.uns.ac.id
Hasil analisis data (37/551d) dengan teknik ganti mawi ‘cara’ kurang tepat jika menduduki posisi kanthi ‘cara’ karena tidak dapat saling menggantikan, sebab kata mawi ‘cara’ termasuk dalam bentuk krama, sedangkan konteks kalimatnya menggunakan ragam ngoko, apabila diganti dengan ragam krama wacana menjadi tidak berterima. Data-data perangkaian/konjungsi yang telah dianalisis di atas masingmasing berjumlah 2 data untuk konjungsi sebab-akibat, pertentangan, kelebihan, penambahan, dan waktu. Sementara itu, yang berjumlah 1 data adalah untuk konjungsi konsesif, tujuan, alternatif, harapan, urutan, syarat, dan cara. Di dalam penelitian ini ditemukan data konjungsi sebanyak 183 data dengan rincian yaitu 21 data konjungsi sebab-akibat/kausalitas, 19 data konjungsi pertentangan, 7 data konjungsi kelebihan/eksesif, 4 data konjungsi konsesif, 12 data konjungsi tujuan, 36 data konjungsi penambahan/aditif, 9 data konjungsi pilihan/alternatif, 5 data konjungsi harapan/optatif, 28 data konjungsi urutan/sekuensial, 16 data konjungsi waktu, 8 data konjungsi syarat, dan 18 data konjungsi cara. Sementara itu, dalam penelitian ini tidak ditemukan data konjungsi perkecualian/ekseptif dan perlawanan. Data-data yang lebih lengkap mengenai perangkaian atau konjungsi dapat dilihat pada lampiran nomor 376 sampai 558. Beberapa data penanda kohesi gramatikal telah dianalisis pada uraianuraian di atas. Dengan demikian, telah diketahui jumlah data penanda kohesi gramatikal yang dianalisis sebanyak 37 data dengan rincian 13 data pengacuan yang terdiri dari pronomina persona, demonstratif, dan perbandingan; 4 data
commit to userverbal, frasal, dan klausal; 3 data substitusi yang terdiri dari substitusi nominal,
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
elipsis; serta 17 data konjungsi yang terdiri dari konjungsi sebab-akibat/kausalitas, pertentangan, kelebihan/eksesif, konsesif, tujuan, konjungsi penambahan/aditif, pilihan/alternatif, harapan/optatif, urutan/sekuensial, waktu, syarat, dan cara. Di dalam antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil ditemukan data pengacuan/referensi sebanyak 361 data, penyulihan/substitusi sebanyak 7 data, pelesapan/elipsis sebanyak 7 data, dan perangkaian/konjungsi sebanyak 183 data. Data penanda kohesi gramatikal yang lengkap terdapat pada lampiran nomor 1 sampai 558.
2. Penanda Kohesi Leksikal Penanda kohesi leksikal yang ditemukan dalam antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil ini berupa repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (lawan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas-bawah), dan ekuivalensi (kesepadanan). Berikut merupakan uraian msing-masing penanda kohesi leksikal. a. Repetisi (Pengulangan) Repetisi atau
pengulangan adalah penyebutan kembali unsur suatu
proposisi pada proposisi berikutnya. Peristiwa pengulangan ini dimaksudkan untuk memperjelas pesan dan memberi penekanan yang disampaikan oleh pernyataan dalam sebuah wacana, meskipun dalam penggunaan bahasa terkadang kurang ekonomis. Di dalam penelitian ini hanya ditemukan dua macam repetisi, yaitu repetisi epizeuksis dan repetisi tautotes. Repetisi epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata) yang commit to user dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Kata yang diulang dalam repetisi
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
epizeuksis adalah kata dasar. Dalam penelitian ini yang mengandung beberapa penanda kohesi leksikal repetisi epizeuksis dapat dilihat dalam wacana-wacana berikut. (38/559)
Sajerone turu, Pak Yitno ngimpi kaya weruh ana pitik jago tarung. Sing siji wulune abang sembur ireng, sijine wiring kuning. Pitik loro mau padha rosane, tarung keket. Jalune padha lincipe, dedege padha, kengkenge padha. (WK/H5/P22) ‘Di dalam tidurnya, Pak Yitno bermimpi seperti melihat ada ayam jantan bertarung. Yang satu bulunya merah campur hitam, yang satunya berbulu dan berkaki kuning. Kedua ayam itu sama kuatnya, bertarung ketat. Jalunya sama runcing, gagahnya sama, badannya sama.’
Pada data (38/559) di atas terdapat repetisi epizeuksis yaitu pengulangan pada kata padha ‘sama’ yang diulang sebanyak empat kali. Pengulangan kata padha ‘sama’ ini berfungsi untuk menjelaskan bahwa kata tersebut sangat penting dalam kalimat. Kata padha ‘sama’ berfungsi menerangkan bahwa kedua ayam tersebut sama kuatnya, sama-sama mempunyai jalu yang tajam, sama gagah dan besar tubuhnya. Kemudian data (38/559) dibagi unsur langsungnya sebagai berikut. (38/559a) Sajerone turu, Pak Yitno ngimpi kaya weruh ana pitik jago tarung. Sing siji wulune abang sembur ireng, sijine wiring kuning. ‘Di dalam tidurnya, Pak Yitno bermimpi seperti melihat ada ayam jantan bertarung.’ (38/559b) Sing siji wulune abang sembur ireng, sijine wiring kuning. ‘Yang satu bulunya merah campur hitam, yang satunya berbulu dan berkaki kuning.’ (38/559c) Pitik loro mau padha rosane, tarung keket. ‘Kedua ayam itu sama kuatnya, bertarung ketat.’ (38/559d) Jalune padha lincipe, dedege padha, kengkenge padha. ‘Jalunya sama runcing, gagahnya sama, badannya sama.’
commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah dibagi unsur langsungnya, data (38/559c) dan (38/559d) diuji dengan teknik lesap. Pengujian ini untuk menentukan seberapa kadar keintian dari repetisi tersebut. (38/559e) Pitik loro mau Ø rosane, tarung keket. ‘Kedua ayam itu Ø kuatnya, bertarung ketat.’ (38/559f) Jalune Ø lincipe, dedege Ø , kengkenge Ø. ‘Jalunya Ø runcing, gagahnya Ø, badannya Ø.’ Setelah dianalisis dengan teknik lesap wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Oleh karena itu, kata padha ‘sama’ wajib hadir dalam kalimat tersebut. Data lain yang mengandung repetisi epizeuksis dapat disimak pada data berikut ini. (39/564)
Kocapa Pak Salam, sajerone turu iku saka rumangsane dheweke ditekani sawijining wong bagus gedhe dhuwur, menganggo busana kaya begawan sarwa putih, jarite parang putih, udhenge putih, lan tangane kiwa mondhong kain putih. (JB/H60/P25) ‘Diceritakan Pak Salam, di dalam tidurnya itu dari perasaannya dia didatangi seseorang yang tampan besar tinggi, mengenakan busana seperti dewa serba putih, selendangnya bermotif parang putih, ikatnya putih, dan tangan kiri memegang kain putih yang ditempel di dada.’
Repetisi epizeuksis pada data (39/564) di atas ditunjukkan dengan kata putih ‘putih’ yang diulang sebanyak empat kali untuk menjelaskan bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam kalimat. Kata putih ‘putih’ sangat penting karena berfungsi menerangkan bahwa yang dipakai orang misterius itu identik dengan pakaian serba putih. Selanjutnya data (39/564) dibagi unsur langsungnya yaitu sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
115 digilib.uns.ac.id
(39/564a) Kocapa Pak Salam, sajerone turu iku saka rumangsane dheweke ditekani sawijining wong bagus gedhe dhuwur, ‘Diceritakan Pak Salam, di dalam tidurnya itu dari perasaannya dia didatangi seseorang yang tampan besar tinggi,’ (39/564b) menganggo busana kaya begawan sarwa putih, jarite parang putih, udhenge putih, lan tangane kiwa mondhong kain putih. ‘mengenakan busana seperti dewa serba putih, selendangnya bermotif parang putih, ikatnya putih, dan tangan kiri memegang kain putih yang ditempel di dada.’
Setelah dibagi unsur langsungnya, data (39/564b) diuji dengan teknik lesap. Pengujian ini untuk menentukan seberapa kadar keintian dari repetisi tersebut. (39/564c) menganggo busana kaya begawan sarwa Ø, jarite parang Ø, udhenge Ø, lan tangane kiwa mondhong kain Ø. ‘mengenakan busana seperti dewa serba Ø, selendangnya bermotif parang Ø, ikatnya Ø, dan tangan kiri memegang kain Ø yang ditempel di dada.’ Hasil analisis dengan teknik lesap terhadap data (39/564c) ternyata wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal itu disebabkan karena unsur yang penting dalam kalimat dihilangkan, sehingga wacana tidak kohesif. Dengan demikian, kata putih ‘putih’ mempunyai kadar keintian yang tinggi dan wajib hadir dalam kalimat. Repetisi tautotes merupakan pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Adapun data yang menunjukkan repetisi tautotes adalah sebagai berikut. (40/568)
Mula ora kesuwen maneh, Sri langsung matur kanthi bebas, runtut lan ngati-ati, alus nanging ngenani. Sri matur menawa runtike ibune kuwi dudu jalaran manuk nanging wanita. Sri uga matur bab pasrawungan to user sing keladuk antaranecommit liya jinis kuwi nadyan ora adhedhasar rasa
perpustakaan.uns.ac.id
116 digilib.uns.ac.id
tresna antarane priya lan wanita nanging tetep gawe kapitunane liyan. (NG/H40/P24) ‘Maka tidak kelamaan lagi, Sri langsung berbicara dengan bebas, urut dan berhati-hati, lembut tapi mengena. Sri berbicara jika masalah ibunya itu bukan karena burung tetapi wanita. Sri juga berbicara tentang pertemuan yang terlalu sering antara beda jenis kelamin itu walaupun bukan berdasarkan rasa cinta antara pria dan wanita tetapi tetap membuat kerugian orang.’ Data (40/568) di atas terdapat repetisi tautotes yang ditunjukkan pada kata matur ‘berkata’. Kata tersebut diulangi sebanyak tiga kali untuk menekankan sangat pentingnya kata tersebut dalam wacana. Selanjutnya data tersebut dibagi menurut unsur langsungya menjadi berikut. (40/568a) Mula ora kesuwen maneh, Sri langsung matur kanthi bebas, runtut lan ngati-ati, alus nanging ngenani. ‘Maka tidak kelamaan lagi, Sri langsung berbicara dengan bebas, urut dan berhati-hati, lembut tapi mengena.’ (40/568b) Sri matur menawa runtike ibune kuwi dudu jalaran manuk nanging wanita. ‘Sri berbicara jika masalah ibunya itu bukan karena burung tetapi wanita.’ (40/568c) Sri uga matur bab pasrawungan sing keladuk antarane liya jinis kuwi nadyan ora adhedhasar rasa tresna antarane priya lan wanita nanging tetep gawe kapitunane liyan. ‘Sri juga berbicara tentang pertemuan yang terlalu sering antara beda jenis kelamin itu walaupun bukan berdasarkan rasa cinta antara pria dan wanita tetapi tetap membuat kerugian orang.’ Setelah dibagi unsur langsungnya, data (40/568a), (40/568b), dan (40/568c) diuji dengan teknik lesap. Pengujian ini untuk menentukan seberapa kadar keintian dari repetisi tersebut. (40/568d) Mula ora kesuwen maneh, Sri langsung Ø kanthi bebas, runtut lan ngati-ati, alus nanging ngenani. ‘Maka tidak kelamaan lagi, Sri langsung Ø dengan bebas, urut dan berhati-hati, lembut tapi mengena.’ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
117 digilib.uns.ac.id
(40/568e) Sri Ø menawa runtike ibune kuwi dudu jalaran manuk nanging wanita. ‘Sri Ø jika masalah ibunya itu bukan karena burung tetapi wanita.’ (40/568f) Sri uga Ø bab pasrawungan sing keladuk antarane liya jinis kuwi nadyan ora adhedhasar rasa tresna antarane priya lan wanita nanging tetep gawe kapitunane liyan. ‘Sri juga Ø tentang pertemuan yang terlalu sering antara beda jenis kelamin itu walaupun bukan berdasarkan rasa cinta antara pria dan wanita tetapi tetap membuat kerugian orang.’ Hasil analisis dengan teknik lesap terhadap data (40/568d), (40/568e), dan (40/568f) ternyata wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima.. Dengan demikian, kata matur ‘berbicara’ mempunyai kadar keintian yang tinggi dan wajib hadir dalam kalimat. Repetisi mesodiplosis merupakan pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Adapun data yang menunjukkan repetisi mesodiplosis adalah sebagai berikut. (41/571)
Sing dibagekake maune sajak kaya ora ngewaki, nanging bareng wis rada sawetara, tangane wiwit saya semrikut anggone mbukaki tas kresek gawane saka Sumobito iku. Wis kabeh tas kresek iku dibukakbukaki, nanging sing digoleki meksa ora ketemu. Lha tas kresek sing isi ari-ari neng njero kendhil iki mau neng ngendi, batine. (AR/H49/P18) ‘Yang dipersilakan tadinya kelihatan seperti tidak membantu, namun setelah beberapa waktu, tangannya mulai semakin panik membukabuka kantong plastik bawaannya dari Sumobito itu. Sudah semua kantong plastik itu dibuka-buka, tetapi yang dicari tetap tidak ketemu. La Kantong plastik yang berisi tembuni di dalam periuk ini tadi dimana, batinnya.’
Data (41/571) di atas terdapat repetisi mesodiplosis yang ditunjukkan pada frasa tas kresek ‘kantong plastik’. Kata tersebut diulangi sebanyak tiga kali untuk menekankan betapa pentingnya frasa tersebut dalam wacana dalam data (41/571). commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Frasa tas kresek ‘kantong plastik’ penting karena frasa tersebut merupakan benda yang menjadi pusat perhatian pada penggalan paragraf dalam cerita tersebut. Selanjutnya data tersebut dibagi menurut unsur langsungya menjadi berikut. (41/571a) Sing dibagekake maune sajak kaya ora ngewaki, nanging bareng wis rada sawetara, tangane wiwit saya semrikut anggone mbukaki tas kresek gawane saka Sumobito iku. ‘Yang dibagikan tadinya kelihatan seperti tidak membantu, namun setelah beberapa waktu, tangannya mulai semakin panik membukabuka kantong plastik bawaannya dari Sumobito itu.’ (41/571b) Wis kabeh tas kresek iku dibukak-bukaki, nanging sing digoleki meksa ora ketemu. ‘Sudah semua kantong plastik itu dibuka-buka, tetapi yang dicari tetap tidak ketemu.’ (41/571c) Lha tas kresek sing isi ari-ari neng njero kendhil iki mau neng ngendi, batine. ‘La Kantong plastik yang berisi tembuni di dalam periuk ini tadi dimana, batinnya.’ Setelah dibagi unsur langsungnya, data (41/571a), (41/571b), dan (41/571c) diuji dengan teknik lesap. Pengujian ini untuk menentukan seberapa kadar keintian dari repetisi tersebut. (41/571d) Sing dibagekake maune sajak kaya ora ngewaki, nanging bareng wis rada sawetara, tangane wiwit saya semrikut anggone mbukaki Ø gawane saka Sumobito iku. ‘Yang dibagikan tadinya kelihatan seperti tidak membantu, namun setelah beberapa waktu, tangannya mulai semakin panic membukabuka Ø bawaannya dari Sumobito itu.’ (41/571e) Wis kabeh Ø iku dibukak-bukaki, nanging sing digoleki meksa ora ketemu. ‘Sudah semua Ø itu dibuka-buka, tetapi yang dicari tetap tidak ketemu.’ (41/571f) Lha Ø sing isi ari-ari neng njero kendhil iki mau neng ngendi, batine. ‘La Ø yang berisi tembuni di dalam periuk ini tadi dimana, batinnya.’
commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil analisis dengan teknik lesap terhadap data (41/571d), (41/571e), dan (41/571f) ternyata wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima.. Oleh karena itu, kata tas kresek ‘kantong plastik’ mempunyai kadar keintian yang tinggi dan wajib hadir dalam wacana tersebut supaya informasi lebih jelas dan lengkap. Data-data pengulangan/repetisi yang telah dianalisis di atas masingmasing berjumlah 1 untuk repetisi tautotes dan mesodiplosis, serta 2 untuk repetisi epizeuksis. Di dalam antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil ditemukan data pengulangan sebanyak 13 dengan rincian yaitu 6 data repetisi epizeuksis, 5 data repetisi tautotes, dan 2 data repetisi mesodiplosis. Sementara itu, dalam penelitian ini tidak ditemukan data repetisi anafora, epistrofa, simploke, epanalepsis,
dan
anadiplosis.
Data-data
yang lebih
lengkap
mengenai
pengulangan/repetisi dapat dilihat pada lampiran nomor 559 sampai 571.
b. Sinonimi (Padan Kata) Sinonimi merupakan suatu bentuk bahasa atau satuan lingual yang maknannya mirip atau sama dengan bentuk lain, baik kata, kelompok kata ataupun kalimat. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Sinonimi yang ditemukan pada antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil antara lain sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat), kata dengan kata, dan kata dengan frasa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
120 digilib.uns.ac.id
Wacana yang di dalamnya terdapat penanda kohesi leksikal yang berupa sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat) adalah sebagai berikut. (42/572)
Aku lagi rumangsa yen ana rasa tresna mili neng dalane getihku. Dhuh Gusti, kula nyuwun pangaksama […] (KKM/H67/P11) ‘Aku sedang merasa bahwa ada rasa cinta yang mengalir di jalan darahku. Duh Tuhan, saya minta maaf […]’
Pada data (42/572) di atas terdapat sinonimi jenis morfem bebas dengan morfem terikat. Morfem bebas aku ‘aku’ bersinonim dengan morfem terikat –ku ‘-ku’ pada kata getihku ‘darahku’. Kata getihku ‘darahku’ mempunyai arti getih ‘darah’ kepunyaan aku ‘aku’. Kemudian data tersebut dibagi menurut unsur langsungnya menjadi berikut. (42/572a) Aku lagi rumangsa yen ana rasa tresna mili neng dalane getihku. ‘Aku sedang merasa bahwa ada rasa cinta yang mengalir di jalan darahku.’ (42/572b) Dhuh Gusti, kula nyuwun pangaksama […] ‘Duh Tuhan, saya minta maaf […]’ Data (572) telah dibagi menurut unsur langsungnya. Kemudian data (42/572a) diuji dengan teknik lesap menjadi berikut. (42/572c) Ø lagi rumangsa yen ana rasa tresna mili neng dalane getihØ. ‘Ø sedang merasa bahwa ada rasa cinta yang mengalir di jalan darahØ.’ Hasil analisis dari data (42/572a) menjadi (42/572c) ternyata jika penanda kohesi leksikan sinonimi aku ‘aku’ dan –ku ‘-ku’ pada getihku ‘darahku’ dilesapkan, maka kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Sehingga kehadiran kedua penanda kohesi leksikal sinonimi tersebut wajib. Wacana yang di dalamnya terdapat penanda kohesi leksikal yang berupa
commit to user sinonimi kata dengan kata adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id
(43/576)
121 digilib.uns.ac.id
Sejatine Menis ora pati seneng dijak blakrakan mrana-mrana, nanging Shomad pinter ngepek atine Menis supaya gelem ngancani mblarah mrana-mrana. (F/H12/P10) ‘Sesungguhnya Menis tidak begitu suka diajak berpetualang kemanamana, tetapi Shomad pandai mengambil hati Menis supaya mau menemani berpetualang kemana-mana.’
Pada data (43/576) di atas, dilihat dari kekohesifan paragrafnya, terlihat bahwa pada kalimat-kalimatnya terdapat kohesi leksikal yang berupa sinonimi. Satuan lingual yang menunjukkan sinonimi itu dapat dilihat pada pemakaian kata blakrakan ‘berpetualang’ dengan kata mblarah ‘berpetualang’. Kedua kata tersebut memiliki makna yang sepadan. Kemudian data dianalisis dengan teknik BUL. (43/576b) Sejatine Menis ora pati seneng dijak blakrakan mrana-mrana, ‘Sesungguhnya Menis tidak begitu suka diajak berpetualang kemanamana,’ (43/576b) nanging Shomad pinter ngepek atine Menis supaya gelem ngancani mblarah mrana-mrana. ‘tetapi Shomad pandai mengambil hati Menis supaya mau menemani berpetualang kemana-mana.’ Setelah dibagi unsur langsungnya, data (576a) dan (576b) diuji dengan teknik lesap menjadi berikut. (43/576c) Sejatine Menis ora pati seneng dijak Ø mrana-mrana, ‘Sesungguhnya Menis tidak begitu suka diajak Ø kemana-mana,’ (43/576d) nanging Shomad pinter ngepek atine Menis supaya gelem ngancani Ø mrana-mrana. ‘tetapi Shomad pandai mengambil hati Menis supaya mau menemani Ø kemana-mana.’ Tampak pada data (43/576a) dan (43/576b) di atas setelah dianalisis dengan teknik lesap wacana tidak gramatikal dan namun tidak berterima. Oleh karena itu, kata blakrakan ‘berpetualang mblarah ‘berpetualang’ wajib hadir commit dan to user
perpustakaan.uns.ac.id
122 digilib.uns.ac.id
untuk mendukung kepaduan wacana. Analisis dengan teknik ganti tidak perlu diterapkan, karena kedua kata tersebut sudah saling menggantikan. Data lain yang menunjukkan sinonimi kata dengan kata adalah sebagai berikut. (44/577)
Sajake kok ngundamana, pancen aku paling mbeling, arang mulih nanging atiku ora lila yen dikira aku ora tresna marang sanakkadang. Aku banjur nyritakake olehku nakal marang Limaran […] (L/H33/P17) ‘Kelihatannya memang menghasut, memang aku yang paling nakal, jarang pulang tetapi hatiku tidak rela jika dikira aku tidak cinta terhadap saudara. Aku kemudian menceritakan nakalku kepada Limaran […]’
Pada data (44/577) di atas terdapat sinonimi kata dengan kata yang mendukung kepaduan wacana yaitu pada kata mbeling ‘nakal’ pada kalimat pertama dengan kata nakal ‘nakal’ pada kalimat kedua. Kedua kata tersebut memiliki makna yang sepadan. Selanjutnya data (44/577) dibagi unsur langsungnya sebagai berikut. (44/577a) Sajake kok ngundamana, pancen aku paling mbeling, arang mulih nanging atiku ora lila yen dikira aku ora tresna marang sanakkadang. ‘Kelihatannya memang menghasut, memang aku yang paling nakal, jarang pulang tetapi hatiku tidak rela jika dikira aku tidak cinta terhadap saudara.’ (44/577b) Aku banjur nyritakake olehku nakal marang Limaran […] ‘Aku kemudian menceritakan nakalku kepada Limaran […]’ Kemudian kedua data di atas diuji dengan teknik lesap sebagai berikut. (44/577c) Sajake kok ngundamana, pancen aku paling Ø, arang mulih nanging atiku ora lila yen dikira aku ora tresna marang sanak-kadang. ‘Kelihatannya memang menghasut, memang aku yang paling Ø, jarang pulang tetapi hatiku tidak rela jika dikira aku tidak cinta terhadap saudara.’ commit to user
123 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(44/577d) Aku banjur nyritakake olehku Ø marang Limaran […] ‘Aku kemudian menceritakan Øku kepada Limaran […]’ Tampak pada data (44/557c) dan (44/557d) di atas, kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima setelah diuji dengan teknik lesap. Oleh karena itu, kedua unsur tersebut wajib hadir dalam wacana. Pengujian dengan teknik ganti tidak perlu dilakukan, karena kata tersebut sudah saling menggantikan. Di bawah ini merupakan data yang di dalamnya terdapat penanda kohesi leksikal yang berupa sinonimi kata dengan frasa, berikut uraiannya. (45/583)
[…] rumangsa bungah dipercaya ngemban jejibahan penting minangka darma-baktine marang bendarane mau, Si Suryatmi sedhela-sedhela malah terus rumangsa kudu guyuh lan ngising wae. Eling-eling anggone ngabdi marang Pak Kamituwa mau wis luwih saka sepuliuh taun suwene. (AR/H45/P5) ‘[…] Merasa senang dipercaya mengemban kewajiban penting sebagai darma baktinya kepada majikannya tadi, Si Suryatmi sedikit-sedikit malah terus merasa harus buang air kecil dan buang air besar. Diingatingat dalam mengabdi kepada Pak Kamituwa tadi sudah lebih dari sepuluh tahun lamanya.’
Tampak pada data (45/583) di atas, kepaduan wacana didukung dengan adanya aspek leksikal yang berupa sinonimi antara kata dengan frasa. Kata ngabdi ‘mengabdi’ pada kalimat kedua bersinonim dengan frasa darma-baktine ‘darma baktinya’ pada kalimat pertama. Kedua satuan lingual tersebut mempunyai makna yang sepadan. Data (45/583) selanjutnya dibagi unsur langsungnya sebagai berikut. (45/583a) […] rumangsa bungah dipercaya ngemban jejibahan penting minangka darma-baktine marang bendarane mau, Si Suryatmi sedhela-sedhela malah terus rumangsa kudu guyuh lan ngising wae. ‘[…] Merasa senang dipercaya mengemban kewajiban penting sebagai darma baktinya kepada majikannya tadi, Si Suryatmi sedikit-sedikit malah terus merasa harus buang air kecil dan buang air besar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
124 digilib.uns.ac.id
(45/583b) Eling-eling anggone ngabdi marang Pak Kamituwa mau wis luwih saka sepuliuh taun suwene. ‘Diingat-ingat dalam mengabdi kepada Pak Kamituwa tadi sudah lebih dari sepuluh tahun lamanya.’ Kemudian data (45/583a) dan (45/583b) diuji dengan teknik lesap sebagai berikut. (45/583c) […] rumangsa bungah dipercaya ngemban jejibahan penting minangka Ø marang bendarane mau, Si Suryatmi sedhela-sedhela malah terus rumangsa kudu guyuh lan ngising wae. ‘[…] Merasa senang dipercaya mengemban kewajiban penting sebagai Ø kepada majikannya tadi, Si Suryatmi sedikit-sedikit malah terus merasa harus buang air kecil dan buang air besar. (45/583d) Eling-eling anggone Ø marang Pak Kamituwa mau wis luwih saka sepuliuh taun suwene. ‘Diingat-ingat dalam Ø kepada Pak Kamituwa tadi sudah lebih dari sepuluh tahun lamanya.’ Hasil pada data (45/583c) dan (45/583d) di atas, wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima, karena informasi yang disampaikan tidak jelas serta tidak ada kepaduan antarkalimatnya. Unsur-unsur yang dilesapkan tersebut hukumnya wajib hadir. Analisis dengan teknik ganti tidak perlu diterapkan karena kata ngabdi ‘mengabdi dengan frasa dharma-bektine ‘darma baktinya’ memiliki makna yang sepadan dan bisa saling menggantikan. Data-data sinonimi yang telah dianalisis di atas masing-masing berjumlah 1 untuk padan kata/sinonimi morfem bebas dengan morfem terikat dan kata dengan frasa, serta 2 untuk sinonimi kata dengan kata. Di dalam penelitian ini ditemukan data padan kata sebanyak 12 dengan rincian yaitu 3 data sinonimi antara morfem bebas dengan morfem terikat, 7 data sinonimi antara kata dengan kata dan 2 data sinonimi antara kata dengan frasa. Sementara itu, dalam penelitian ini tidak ditemukan data sinonimi anatara frasa dengan frasa, klausa dengan frasa, commit to user
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maupun klausa dengan klausa. Data-data yang lebih lengkap mengenai padan kata/sinonimi dapat dilihat pada lampiran nomor 572 sampai 583.
c. Antonimi (Oposisi Makna) Antonimi ialah hubungan antara kata yang satu dengan kata lain yang maknanya menyatakan kebalikan atau berlawanan. Jika dilihat berdasarkan sifatnya, antonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) oposisi mutlak, (2) oposisi kutub, (3) oposisi hubungan, (4) oposisi hirarkial, dan (5) oposisi majemuk. 1) Oposisi Mutlak Oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak. Penanda kohesi leksikal yang berupa oposisi mutlak dapat dilihat dalam data berikut. (46/588)
Sri uga katut melu nangis, trenyuh marang kapribadene bapake sing dingunguni wiwit cilik nganti tumekaning pati mbesuke. Mung siji kuwi manungsa sing dibiji dhuwur dening Sri ing selawase uripe […] (NG/H41/P24) ‘Sri juga ikut menangis, terharu kepada kepribadian ayahnya yang dianut dari kecil sampai mati besok. Hanya satu itu manusia yang dinilai tinggi oleh Sri selama hidupnya […]’
Tampak pada data (46/588) di atas terdapat antonimi yang berupa oposisi mutlak antara kata pati ‘mati’ dan kata uripe ‘hidupnya’. Kehadiran antonimi yang berupa oposisi mutlak tersebut dalam wacana, menghasilkan kalimat yang padu. Selanjutnya data (46/588) dibagi menurut unsur langsungnya sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
126 digilib.uns.ac.id
(46/588a) Sri uga katut melu nangis, trenyuh marang kapribadene bapake sing dingunguni wiwit cilik nganti tumekaning pati mbesuke. ‘Sri juga ikut menangis, terharu kepada kepribadian ayahnya yang dianut dari kecil sampai mati besok.’ (46/588b) Mung siji kuwi manungsa sing dibiji dhuwur dening Sri ing selawase uripe […] ‘Hanya satu itu manusia yang dinilai tinggi oleh Sri selama hidupnya […]’ Setelah dibagi menurut unsur langsungnya data diuji dengan teknik lesap menjadi berikut. (46/588a) Sri uga katut melu nangis, trenyuh marang kapribadene bapake sing dingunguni wiwit cilik nganti tumekaning Ø mbesuke. ‘Sri juga ikut menangis, terharu kepada kepribadian ayahnya yang dianut dari kecil sampai Ø besok.’ (46/588b) Mung siji kuwi manungsa sing dibiji dhuwur dening Sri ing selawase Øe[…] ‘Hanya satu itu manusia yang dinilai tinggi oleh Sri selama hidupnya […]’ Setelah dilakukan pengujian dengan teknik lesap terdahap data (46/588a) dan (46/588b), kata pati ‘mati’ dan kata uripe ‘hidupnya’ wajib hadir dalam kalimat. Kedua kata itu wajub hadir karena setelah kata tersebut dilesapkan, kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima, sehingga informasi pada kalimat tidak jelas. Dengan demikian, kadar keintian kedua unsur tersebut sangat tinggi. Data lain yang merupakan oposisi mutlak dapat disimak pada data berikut. (47/590)
Arba’i sida dioperasi mengko bengi jam sanga, Mas. Dak suwun pandongane panjenengan lan Mbak Armi ya? Selak mesakake, bolabali pijer wurung wae, ana-ana wae kok dhoktere kuwi. (JB/H54/P1) ‘Arba’i jadi dioperasi nanti malam jam sembilan, Mas. Saya minta doa kamu dan Mbak Armi ya? Keburu kasihan, berkali-kali masih tidak jadi saja, ada-ada saja dokternya itu.’ commit to user
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kata sida ‘jadi’ pada kalimat pertama dan kata wurung ‘tidak jadi’ pada kalimat ketiga di atas, menunjukkan adanya oposisi mutlak di antara keduanya. Kedua kata tetsebut membentuk wacana yang padu. Data (47/590) selanjutnya dianalisis dengan BUL sebagai berikut. (47/590a) Arba’i sida dioperasi mengko bengi jam sanga, Mas. ‘Arba’i jadi dioperasi nanti malam jam sembilan, Mas.’ (47/590b) Dak suwun pandongane panjenengan lan Mbak Armi ya? ‘Saya minta doa kamu dan Mbak Armi ya?’ (47/590c) Selak mesakake, bola-bali pijer wurung wae, ana-ana wae kok dhoktere kuwi. ‘Keburu kasihan, berkali-kali masih tidak jadi saja, ada-ada saja dokternya itu.’ Setelah data dibagi menurut unsure langsungnua, kemudian data yang mengandung antonimi yaitu data (47/590a) dan (47/590c) diuji dengan teknik lesap sebagai berikut. (47/590d) Arba’i Ø dioperasi mengko bengi jam sanga, Mas. ‘Arba’i Ø dioperasi nanti malam jam sembilan, Mas.’ (47/590e) Selak mesakake, bola-bali pijer Ø wae, ana-ana wae kok dhoktere kuwi. ‘Keburu kasihan, berkali-kali masih Ø saja, ada-ada saja dokternya itu.’
Hasil analisis pada data (47/590d) di atas, setelah kata sida ‘jadi’ dilesapkan, kalimat tetap gramatikal dan
berterima. Sehingga kadar keintian
satuan lingual sida ’jadi’ pada data (47/590a) rendah. Berbeda dengan data (47/590e) setelah dilakukan pelesapan pada kata wurung ’tidak jadi’ kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Sehingga kadar keintian satuan lingual wurung ’tidak jadi’ tinggi.
commit to user
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Oposisi Kutub Oposisi kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat gradasi. Dengan kata lain, terdapat tingkatan makna pada kata-kata yang beroposisi. Penanda kohesi leksikal yang berupa oposisi kutub ditemukan pada data berikut. (48/594)
Susumu kok cilik ta Lik, lha susune ibu kok gedhi? (L/H34/P17) ‘Payudaramu kenapa kecil Bi, payudara ibu kenapa besar?
Pada data (48/594) di atas terdapat oposisi kutub antara kata cilik ‘kecil’ pada klausa pertama dengan kata gedhi ‘besar’ pada klausa kedua. Kedua kata tersebut dikatakan beroposisi kutub karena terdapat gradasi di antara kedua oposisi tersebut, yaitu adanya realitas cilik banget ‘sangat kecil’, cilik ‘kecil’, rada cilik ‘agak kecil’, gedhi banget ‘sangat besar’, gedhi ‘besar’ dan rada gedhi ‘agak besar’. Kemudian data dibagi unsur langsungya dengan teknik BUL menjadi berikut. (48/594a) Susumu kok cilik ta Lik, ‘Payudaramu kenapa kecil Bi,’ (48/594b) lha susune ibu kok gedhi? ‘payudara ibu kenapa besar?’ Kemudian data (48/594a) dan (48/594b) diuji dengan teknik lesap menjadi berikut. (48/594c) Susumu kok Ø ta Lik, ‘Payudaramu kenapa Ø Bi,’ (48/594d) lha susune ibu kok Ø? ‘payudara ibu kenapa Ø?’
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
129 digilib.uns.ac.id
Setelah diuji dengan teknik lesap data (48/594c) dan (48/594d) menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima, wacana menjadi tidak kohesif karena penekanan kata yang penting dihilangkan. Maka kata cilik ‘kecil’ dan gedhi ‘besar’ kehadirannya wajib dan mempunyai kadar keintian yang tinggi. 2) Oposisi Hubungan Oposisi hubungan adalah oposisi makna yang bersifat saling melengkapi. Sehingga kata yang satu dimungkinkan ada kehadirannya karena kehadiran kata yang lain yang menjadi oposisinya. Data di bawah ini menunjukkan adanya penanda kohesi leksikal berupa oposisi hubungan yaitu sebagai berikut. (49/599)
Genahe ibune Sri kesinggung marang pasrawungan Bulik Camat marang bapake Sri. Angger sambang Sidoarjo mesthi ora karo Pak Camat. (NG/H37/P12) ‘Yang jelas ibunya Sri tersinggung atas pertemuan Bulik Camat kepada ayahnya Sri. Jika meninjau ke Sidoarjo pasti tidak dengan Pak Camat.’
Antonimi yang terdapat pada data (49/599) adalah antonimi yang berupa oposisi hubungan yaitu antara kata ibu ‘ibu’ pada satuan lingual ibune ‘ibunya’ dengan bapak ‘ayah’ pada satuan lingual bapake ‘ayahnya’. Kedua kata tersebut merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Kata ibu ‘ibu’ kehadirannya akan bermakna apabila ada kata bapak ‘ayah’, begitu juga sebaliknya. Selanjutnya data (49/599) dibagi unsur langsungnya menjadi berikut. (49/599a) Genahe ibune Sri kesinggung marang pasrawungan Bulik Camat marang bapake Sri. ‘Yang jelas ibunya Sri tersinggung atas pertemuan Bulik Camat kepada ayahnya Sri.’ (49/599b) Angger sambang Sidoarjo mesthi ora karo Pak Camat. ‘Jika meninjau ke Sodoarjo pasti tidak dengan Pak Camat.’ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
130 digilib.uns.ac.id
Kemudian data (49/599a) diuji dengan teknik lesap untuk mengetahui kadar keintian kedua penanda kohesi antonimi tersebut. (49/599c) Genahe Øne Sri kesinggung marang pasrawungan Bulik Camat marang Øe Sri. ‘Yang jelas Ønya Sri tersinggung atas pertemuan Bulik Camat kepada Ønya Sri.’ Tampak pada data (49/559c), setelah kata ibu ‘ibu’ dan bapak ‘bapak’ dilesapkan kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Karena kata tersebut merupakan aspek yang mendukung kepaduan kalimat tersebut, sehingga kehadirannya wajib. Dengan demikian, kadar keintian unsur yang dilesapkan tinggi. Data lain yang mengandung kohesi antonimi oposisi hubungan terdapat pada data berikut. (50/601)
Pokoke ora cocog karo jenengku sing kalem Hartini Lambangsari. Nanging nyatane aku ya isa nyuksesake Kereta Kencana kanthi karakter wanita alus, manut, asih, ngladeni priya kanthi tlaten. (KS/H102/P17) ‘Pokoknya tidak cocok dengan namaku yang kalem Hartini Lambangsari. Tetapi nyatanya aku juga bisa menyukseskan Kereta Kencana dengan karakter wanita halus, taat, cinta, melayani pria dengan cara cermat.’
Kepaduan wacana pada data (50/601) di atas didukung dengan adanya penanda kohesi leksikal antonimi yang berupa oposisi hubungan yaitu pada kata wanita ‘wanita’ dengan kata priya ‘pria. Kata wanita ‘wanita’ kehadirannya akan bermakna apabila dilengkapi dengan kata priya ‘pria’, begitu juga sebaliknya. Selanjutnya data (50/601) dianalisis dengan teknik BUL sebagai berikut. (50/601a) Pokoke ora cocog karo jenengku sing kalem Hartini Lambangsari. ‘Pokoknya tidak cocok dengan namaku yang kalem Hartini commit to user Lambangsari.’
131 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(50/601b) Nanging nyatane aku ya isa nyuksesake Kereta Kencana kanthi karakter wanita alus, manut, asih, ngladeni priya kanthi tlaten. ‘Tetapi nyatanya aku juga bisa menyukseskan Kereta Kencana dengan karakter wanita halus, taat, cinta, melayani pria dengan cara cermat.’ Setelah dibagu unsur langsungnya, kemudian data (50/601b) diuji dengan teknik lesap menjadi berikut. (50/601c) Nanging nyatane aku ya isa nyuksesake Kereta Kencana kanthi karakter Ø alus, manut, asih, ngladeni Ø kanthi tlaten. ‘Tetapi nyatanya aku juga bisa menyukseskan Kereta Kencana dengan karakter Ø halus, taat, cinta, melayani Ø dengan cara cermat.’ Pelesapan kata wanita ‘wanita’ dan priya ‘pria’ pada data di atas, menjadikan kalimat tidak gramatikal dan tidak berterima. Maka dari itu, kata wanita ‘wanita’ dan priya ‘pria’ wajib hadir agar informasi yang disampaikan jelas. Dengan demikian, kadar keintian kedua kata tersebut tinggi. 3) Oposisi Hirarkial Oposisi hirarkial adalah oposisi makna yang menyatakan suatu deret, jenjang, atau tingkatan. Berikut data yang menunjukkan penanda kohesi leksikal yang berupa oposisi hirarkial. (51/602)
Swarane iwak keprungu pating klubug saking akehe. Sadurunge disat kae wis tau dipirik, nalika iku iwake isih rada cilik-cilik. Nanging bareng disat saiki iwak sing mlumpuk wis gedhi-gedhi. Bandenge oleh karotengah ton, tambrane sak kwintal, mujaere telung prapat kwintal, badhere setengah kwintal. (JP/H56/P12) ‘Suara ikan terdengar dengan mantab karena saking banyaknya. Sebelum diambil airnya dulu pernah dicek, ketika itu masih kecilkecil. Tetapi setelah diambil airnya sekarang ikan yang berkumpul menjadi besar-besar. Bandengnya mendapat satu setengah ton, tambranya satu kuintal, mujahirnya tiga per empat kuintal, badernya setengah kuintal.’
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
132 digilib.uns.ac.id
Pada data (51/602) di atas terdapat oposisi hirarkial yaitu pada kata kwintal ‘kuintal’, dan ton ‘ton’. Satuan lingual tersebut menyatakan adanya suatu jenjang/tingkatan atau urutan yang menyatakan suatu berat barang, dalam hal ini adalah berat ikan. Kemudian data (51/602) dianalisi dengan teknik lesap menjadi seperti berikut. (51/602a) Swarane iwak keprungu pating klubug saking akehe. Sadurunge disat kae wis tau dipirik, nalika iku iwake isih rada cilik-cilik. Nanging bareng disat saiki iwak sing mlumpuk wis gedhi-gedhi. Bandenge oleh karotengah Ø, tambrane sak Ø, mujaere telung prapat Ø, badhere setengah Ø. (JP/H56/P12) ‘Suara ikan terdengar dengan mantab karena saking banyaknya. Sebelum diambil airnya dulu pernah dicek, ketika itu masih kecilkecil. Tetapi setelah diambil airnya sekarang ikan yang berkumpul menjadi besar-besar. Bandengnya mendapat satu setengah Ø, tambranya satu Ø, mujahirnya tiga per empat Ø, badernya setengah Ø.’ Pengujian dengan teknik lesap pada data (51/602a) di atas menjadikan wacana tidak gramatikal dan tidak berterima. Kata kwintal ‘kuintal’, dan ton ‘ton’memiliki kedudukan yang penting dalam kalimat di atas dan mempunyai kadar keintian yang tinggi, sehingga apabila dihilangkan akan mengurangi informasi yang disampaikan dan maksudnya menjadi tidak jelas. Oleh karena itu, kata kwintal ‘kuintal’, dan ton ‘ton’wajib hadir dalam kalimat tersebut. Data-data oposisi makna/antonimi yang telah dianalisis di atas masingmasing berjumlah 2 untuk oposisi mutlak dan hubungan, serta 1 untuk oposisi kutub dan hirarkial. Di dalam antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil ditemukan data oposisi makna sebanyak 19 dengan rincian yaitu 8 data oposisi mutlak, 6 data oposisi kutub, 4 data oposisi hubungan dan 1 data oposisi hirarkial. Di dalam penelitian ini tidak ditemukan data oposisi majemuk. Data-data yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
133 digilib.uns.ac.id
lebih lengkap mengenai oposisi makna/antonimi dapat disimak pada lampiran nomor 584 sampai 602.
d. Kolokasi (Sanding Kata) Kolokasi merupakan suatu asosiasi tertentu dalam penggunaan pilihan kata yang lebih cenderung digunakan secara berdampingan atau terdapat suatu hubungan antara kata satu dengan kata yang lain. Dalam wacana antologi cerkak “Wiring Kuning” yang mengandung penanda kohesi kolokasi terdapat pada beberapa data berikut. (52/603)
Angger Shomad ngirimake hasil pemotretane menyang kantoran majalah utawa koran mesthi direweli karo redhakture. (F/H10/P7) ‘Jika Shomad mengirimkan hasil pemotretannya ke kantor majalah atau koran pasti dikomplain oleh redakturnya.’
Pada data (52/603) di atas terdapat pemakaian kata majalah ‘majalah’, koran ‘koran’, dan redhaktur ‘redaktur’ pada satuan lingual redhakture ‘redakturnya’ yang saling berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana dalam paragraf tersebut. Istilah-istilah tersebut berkaitan dalam hal jurnalistik. Data (52/603) di atas jika diterapkan dengan teknik lesap dan teknik ganti, kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Apabila salah satu unsur kata saja dilesapkan akan mengurangi kebermaknaan wacana yang ada. Demikian juga dengan penggantian salah satu unsurnya, maka maknanya akan berubah. Data lain yang mengandung kolokasi tampak pada wacana berikut. (53/604)
Shomad ngakon Menis nunggoni kamerane sing dithenguk-thengukake ing cagake, ing ngisor jembatan layang marep ngidul sing karepe supaya bisa ngrekam kadadeyan lalu lintas sing semrawut antarane kol-kol sing tumuju luar kota, bemo tumuju kompleks perumahan commit to user anyar, trek-trek lan trailere pabrik, montor-montor pribadi lan
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sepedhah montor sing arep ngidul lan tempuk karo wong-wong dagang ing pasar lan uga wong-wong sing mlaku sesabrangan sakpenake. Durung maneh akehe wong sepedhahmontoran lan sepedhah engkol sing motong jalur saka wetan dalan nrombol ngidul. (F/H11/P8) ‘Shomad menyuruh menis menunggu kameranya yang disandarkan di penyangganya, di bawah jembatan layang menghadap ke selatan yang keinginannya supaya dapat merekam kejadian lalu lintas yang carut marut antara angkutan-angkutan umum yang menuju ke luar kota, bemo yang menuju ke kompleks perumahan baru, truk-truk dan trailernya pabrik, mobil-mobil pribadi dan sepeda motor yang akan menuju ke selatan dan bertemu dengan orang-orang pedagang di pasar dan juga orang-orang yang berjalan menyeberang seenaknya. Belum lagi banyaknya orang yang bersepedamotor dan bersepeda kayuh yang memotong jalur dari timur jalan menerobos ke selatan.’ Tampak pada data (53/604) di atas terdapat pemakaian frasa jembatan layang ‘jembatan layang’, lalu lintas ‘lalu lintas’,
kata kol-kol ‘angkutan-
angkutan umum’, bemo ‘bemo’, trek-trek ‘truk-truk’, trailer ‘trailer’ pada satuan lingual trailere ‘trailernya’, montor-montor ‘mobil-mobil’,
frasa sepedhah
montor ‘sepeda motor’, satuan lingual sesabrangan ‘berseberangan’,
frasa
sepedhah engkol ‘sepeda kayuh’, kata jalur ‘jalur’, dan dalan ‘jalan’. Kata-kata tersebut saling berkolokasi dan berkaitan dalam bidang lalu lintas dan transportasi. Hadirnya kata-kata tersebut membuat wacana menjadi kohesif dan padu. Apabila teknik lesap dan teknik ganti diterapkan, maka wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima, karena akan mengubah makna yang ada. Data lainnya adalah sebagai berikut. (54/605)
Bu Singgih-Sumobito pancen bidhan kang kondhang ing sakiwatengene Jombang, Pare, nagnti Kediri. Wiwit isih prawan biyen pancen dheweke iku wis nuduhake bakate ing babagan tetulung wong babaran. Kawitane dheweke, kuwi ya mung melu-melu Mbah KromoPerak, melu mider-mider ndhukun bayi, nanging suwening-suwe kok ya banjur klakon bisa nerusake sekolah kebidanan nang Surabaya barang. (AR/H44/P1) ‘Bu Singgih-Sumobito memang bidan yang terkenal di sekitar kiricommit to user kanannya Jombang, Pare, sampai Kediri. Saat masih perawan dulu
perpustakaan.uns.ac.id
135 digilib.uns.ac.id
memang dia sudah menunjukkan bakatnya dalam hal menolong orang yang melahirkan. Awalnya dia itu hanya ikut-ikutan Nenek KromoPerak, ikut berkeliling bidan bayi secara tradisional, tetapi lamakelamaan juga kemudian dapat meneruskan sekolah kebidanan di Surabaya juga.’ Data (54/605) di atas terkandung kata-kata yang saling berkolokasi yaitu pada kata bidhan ‘bidan’, babaran ‘melahirkan’, bayi ‘bayi’ dan kebidhanan ‘kebidanan’. Kata-kata yang saling berkolokasi tersebut berkaitan dalam bidang kelahiran. Penggunaan kata-kata tersebut pada paragraf di atas menjadikan wacana tampak kohesif. Sebaliknya, jika unsur-unsur tersebut dilesapkan dan diganti dengan kata yang lain tidak akan berterima dan tidak gramatikal. Di bawah ini merupakan data lain yang menunjukkan kata-kata yang saling berkolokasi. (55/606)
Iku mau pamrihe ing supaya samangsa-mangsa bayine mengko wis lair, Suryatmi terus bisa nggawa bali ari-arine. (AR/H45/P3) ‘Itu tadi tujuannya supaya saat bayinya lahir, Suryatmi terus dapat membawa tembuninya.’
Pada data (55/606) kata-kata yang saling berkolokasi adalah bayi ‘bayi’ pada satuan lingual bayine ‘bayinya’, lair ‘lahir’ dan ari-ari ‘tembuni’ pada satuan lingual ari-arine ‘tembuninya’. Kata-kata tersebut saling berasosiasi yang berkaitan dalam bidang kelahiran. Jika unsur-unsur tersebut dilesapkan dan diganti dengan kata yang lain tidak akan berterima dan tidak gramatikal. Data kolokasi yang terakhir adalah sebagai berikut. (56/607)
Aku kok lungguhake dhingklik, kok kalungi sampur, banjur kok kendhangi, kok kon njoged, kamangka umurku wis meh telungpuluh taun. (KKM/H64/P1) ‘Aku kamu dudukkan bangku pendek untuk tempat duduk, kamu kalungkan selendang tari, kemudian kamu mainkan kendang, kenapa kamu suruh menari, padah umurku sudah hampir tiga puluh tahun.’ commit to user
136 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tampak pada data (56/607) di atas terdapat pemakaian kata sampur ‘selendang tari’, kendhang ‘kendang’ dalam satuan lingual kendhangi ‘kendangkan’ dan joged ‘tari’ pada satuan lingual njoged ‘menari’ yang mendukung kepaduan wacana. Kata-kata tersebut saling berkolokasi dan berkaitan dalam bidang seni tari tradisi. Data-data sanding kata/kolokasi yang telah dianalisis di atas adalah sebanyak 5 data. Hal ini sama dengan data sanding kata/kolokasi keseluruhan yang ditemukan dalam antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil yaitu sebanyak 5 data. Data-data yang lebih lengkap mengenai kolokasi dapat dilihat pada lampiran nomor 603 sampai 607.
e. Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah) Hiponimi adalah hubungan antara kata yang mempunyai sifat atas-bawah atau dapat diartikan hubungan antara penggolong dengan anggota-anggota yang menjadi golongannya. Berikut data yang menunjukkan hiponimi. (57/608)
Pikirane tumlawung adoh, panyawange ngetutake ibere lawa lan kalong sing lagi bingung milih woh-wohan, jambu apa pelem. (NG/H41/P26) ‘Pikirannya terdengar suara dari kejauhan, penglihatannya mengikuti terbangnya kelelawar dan kalong yang sedang bingung memilih buahbuahan, jambu atau mangga.’
Pada data (57/608) di atas terdapat kohesi leksikal yang berwujud hiponimi yaitu kata woh-wohan ‘buah-buahan’ yang merupakan superordinat atau
commit to user
137 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hipernimnya, sedangkan hiponimnya adalah jambu ‘jambu’ dan pelem ’mangga’. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut.
woh-wohan
jambu
pelem
Bagan 4 : Hiponimi kata woh-wohan ‘buah-buahan’
Data lain yang menunjukkan hubungan hiponimi adalah sebagai berikut.
(58/609)
Swarane iwak keprungu pating klubug saking akehe. Sadurunge disat kae wis tau dipirik, nalika iku iwake isih rada cilik-cilik. Nanging bareng disat saiki iwak sing mlumpuk wis gedhi-gedhi. Bandenge oleh karotengah ton, tambrane sak kwintal, mujaere telung prapat kwintal, badhere setengah kwintal. (JB/H56/P12) ‘Suara ikan terdengar dengan mantab karena saking banyaknya. Sebelum diambil airnya dulu pernah dicek, ketika itu masih kecilkecil. Tetapi setelah diambil airnya sekarang ikan yang berkumpul menjadi besar-besar. Bandengnya mendapat satu setengah ton, tambranya satu kuintal, mujahirnya tiga per empat kuintal, badernya setengah kuintal.’
Data (58/609) di atas terdapat penanda kohesi leksikal hiponimi. Di dalam wacana tersebut terdapat satuan lingual yang berfungsi sebagai superordinat (hipernim) dan satuan lingual lain sebagai unsur-unsurnya (hiponim). Kata iwak ‘ikan’ merupakan superordinatnya dan unsur-unsurnya atau hiponimnya adalah kata bandeng ‘ikan bandeng’, tambra ‘ikan tambra’, mujaer ‘ikan mujahir’, dan badher ‘ikan bader’. Berikut adalah bagan yang menunjukkan hiponimi dari data (58/609) di atas.
commit to user
138 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
iwak
bandeng
tambra
mujaer
badher
Bagan 5 : Hiponimi kata iwak ‘ikan’ Data lain yang di dalamnya terkandung hiponimi adalah sebagai berikut. (59/610)
Apamaneh Armi olehe nyambelake nganggo trasi lan tomat. Lalapane kemangi karo timun enom, dikeceri jeruk pecel sithik. (JB/H58/P17) ‘Apalagi Armi dalam membuat sambal memakai terasi dan tomat. Lalapannya daun kemangi dan mentimun muda, diberi tetesan jeruk pecek sedikit.’
Pada data (59/610) di atas yang berfungsi sebagai superordinat atau hipernimnya adalah kata lalapan ‘lalapan’ pada satuan lingual lalapane ‘lalapannya’ yang memayungi kata-kata dibawahnya yaitu kemangi ‘daun kemangi’ dan timun enom ‘mentimun muda’ yang merupakan hiponimnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan 6 berikut.
lalapan
kemangi
timun enom
Bagan 6 : Hiponimi lalapan ‘lalapan’ Data terakhir kohesi leksikal hiponimi yang terdapat pada analisis
commit to user penelitian ini adalah sebagai berikut.
139 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(60/612)
[…] banjur busana muslim rega satus seket ewu sak pangadeg kanggo Yu Puji lan sarung cap gajah lungguh, kopyah, kemeja putih, lan clana dawa kain prensip kanggo Pak Parmin. (JM/H76/P13) ‘[…] kemudian busana muslim yang berharga seratus lima puluh ribu satu paket untuk kakak Puji dan sarung cap gajah duduk, kopyah, kemeja putih, dan celana panjang kain prensip untuk Pak Parmin.’
Data (60/612) di atas yang berfungsi sebagai superordinatnya adalah kata busana muslim ‘busana muslim’ sedangkan hiponimnya adalah sarung ‘sarung’, kopyah ‘kopiah’, kemeja putih ‘baju putih’, dan clana dawa ‘celana panjang’. Berikut adalah bagan yang menunjukkan hubungan hiponimi data (60/612) di atas. busana muslim
sarung
kopyah
kemeja putih
clana dawa
Bagan 7 : Hiponimi busana muslim ‘busana muslim’ Data-data hiponimi yang telah dianalisis di atas berjumlah 4 data. Di dalam antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil ditemukan data hubungan atas-bawah/hiponimi sebanyak 5 data. Data-data yang lebih lengkap mengenai hubungan atas-bawah dapat dilihat pada lampiran nomor 608 sampai 612.
f. Ekuivalensi (Kesepadanan) Ekuivalensi adalah makna yang sangat berdekatan antara kata satu dengan kata yang lain yang memiliki kesamaan bentuk morfem dasar dan merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
140 digilib.uns.ac.id
hasil proses afiksasi yang menunjukkan adanya hubungan kesepadanan. Adapun wacana yang di dalamnya terdapat ekuivalensi adalah sebagai berikut. (61/613)
Pak Yitno nyoba nulungi sing kuning nanging telat, sing abang-ireng wis nyucuk matane sing wiring kuning sisih tengen nganti ucul metu. Katut neng cucuke sing abang sembur ireng. (WK/H5/P23) ‘Pak Yitno mencoba menolong si kuning tetapi terlambat, si merah hiram sudah mematuk mata si kuning bagian mata kanan sampai lepas. Terbawa di paruhnya si merah hitam.’
Tampak pada data (61/613) di atas terdapat ekuivalensi yang berupa kata nyucuk ‘mematuk’ dengan cucuke ‘paruhnya’ yang menunjukkan adanya kesepadanan karena proses afiksasi yang berasal dari morfem dasar yang sama yaitu kata cucuk ‘paruh’. Data yang juga termasuk dalam ekuivalensi adalah sebagai berikut. (62/614)
Yen bengi wayah jam pitunan kae Shomad wis ora pati seneng motret amarga kanggone Shomad wong duwe gawe mantu, ulang taun utawa tontonan ing gedung-gedung pertunjukan ngana kae ora sreg yen dipotret, merga samubarange diatur luwih dhisik. (F/H9/P2) ‘Jika malam saat sekitar jam tujuh itu Shomad sudah tidak begitu suka memotret karena bagi Shomad orang punya hajat menikah, ulang tahun atau pertunjukan di gedung-gedung pertunjukan seperti itu tidak cocok jika dipotret, karena semuanya sudah diatur dahulu.’
Data (62/614) di atas terdapat ekuivalensi yaitu kata motret ‘memotret’ dan kata dipotret ‘dipotret’. Satuan lingual tersebut berasal dari morfem dasar yang sama yaitu dari kata potret ‘potret/ foto’ yang mengalami proses afiksasi yaitu prefiks nasal m- pada kata motret ‘memotret’ dan prefiks di– pada kata dipotret ‘dipotret’. Data lain yang menunjukkan adanya ekuivalensi adalah sebagai berikut. (63/615)
Lawong wesi kok sampeyan salap embong prapatan cedhak pasar commitwong to user mbak, nggih disaut tiyang, jaman sakniki, napa sing mboten
perpustakaan.uns.ac.id
141 digilib.uns.ac.id
kenging ditedha, jeneng mawon kenging didol damel tumbas tedhan kok! (F/H14/P19) ‘Besi kok kamu taruh di perempatan dekat pasar mbak, ya diambil orang, orang jaman sekarang, apa yang tidak bisa dimakan, nama saja bisa dijual untuk membeli makanan kok!’
Satuan lingual ditedha ‘dimakan’ dan kata tedhan ‘makanan’ pada data (63/615) di atas menunjukkan kesepadanan yang memiliki kesamaan bentuk yaitu berasal dari morfem dasar yang sama yaitu kata tedha. Satuan lingual ditedha ‘dimakan’ mendapat prefiks di-, sedangkan sufiks -an merupakan afiks pada kata tedhan ‘makanan’. Data lain yang mengandung ekuivalensi adalah sebagai berikut. (64/616)
Ulangtaune Alwi lan ulangtaune pengantenan kuwi wis dikadho nyawa dening Nila Candramustika. Pakpuh sing biyen ora ngadho nanging mung meling bab bancakan slametan manten kuwi mung bisa ngelus dhadha. (K/H27/P34) ‘Ulang tahunnya Nila dan ulang tahun pernikahannya itu sudah diberi kado nyawa oleh Nila Candramustika. Pakpuh yang dulu tidak memberi kado tetapi hanya mengingatkan tentang selamatan pengantin itu hanya bisa mengasihi.’
Tampak pada data (64/616) menunjukkan adanya hubungan kesepadanan, yaitu hubungan makna antara kata dikadho ‘diberi kado’ dengan kata ngadho ‘memberi kadho’. Kedua satuan lingual tersebut dibentuk dari morfem asal yang sama yaitu dari kata kadho ‘kado’ yang mengalami proses afiksasi. Kata dikadho ‘diberi kado’ mendapat prefiks di-, sedangkan pada kata ngadho ‘memberi kado’ mendapat nasal ng-. Data lain yang mengandung ekuivalensi pada penelitian ini adalah sebagai berikut. (65/617)
Ora entek-entek rasa ngungune Armi saben mikir anane wong jubahan putih sing wis nulungi bojone lan adhine lanang neng userarep dipikir-pikir terus, pikirane alaming impen kuwi. commit Nangingtoyen
perpustakaan.uns.ac.id
142 digilib.uns.ac.id
mosok bisaa ngramesi. Sing luwih becik iku sajake pancen tansah bisaa nggedhekake rasa syukur lan panarima ngana kae. (JP/H63/P42) ‘Tidak habis-habis rasa ketidakperayaan Armi setiap memikirkan adanya orang berjubah putih yang telah menolong suami dan adiknya di alam mimpi itu. Tetapi jika akan dipikir-pikir terus, pikirannya manjadi rusak. Yang lebih baik itu nampaknya memang harus selalu bisa membesarkan rasa syukur lan penerimaan seperti itu.’ Pada data (65/617) di atas terdapat kata mikir ‘memikir’, dipikir-pikir ‘dipikir-pikir’ dan pikirane ‘pikirannya’ yang memiliki makna yang sangat berdekatan karena berasal dari morfem asal yang sama yaitu pikir ‘pikir’. Kata mikir ‘memikir’ mendapatkan afiks yaitu nasal m-, kata dipikir-pikir ‘dipikirpikir’ mendapatkan prefiks di- pada awal kata, setelah mengalami proses perulangan kata dasar, sedangkan kata pikirane ‘pikirannya’ mendapatkan sufiks –an dan -e Jadi, kedua kata tersebut memiliki hubungan kesepadanan. Data-data kesepadanan/ekuivalensi yang telah dianalisis di atas berjumlah 4 data. Di dalam penelitian ini ditemukan data kesepadanan sebanyak 6 data. Data-data yang lebih lengkap mengenai kesepadanan/ekuivalensi dapat dilihat pada lampiran nomor 613 sampai 618. Beberapa data penanda kohesi leksikal telah dianalisis pada uraian-uraian di atas. Oleh karena itu, telah diketahui jumlah data penanda kohesi leksikal yang dianalisis sebanyak 27 data dengan rincian 4 data repetisi yang terdiri dari repetisi epizeuksis, tautotes, dan mesodiplosis; 4 data sinonimi yang terdiri dari sinonimi antara morfem bebas dengan morfem terikat, kata dengan kata, dan kata dengan frasa; 6 data antonimi yang terdiri dari oposisi mutlak, kutub, hubungan, dan hirarkial; 5 data kolokasi; 4 data hiponimi; serta 4 data ekuivalensi. Di dalam commit to user antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil ditemukan data
143 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengulangan/repetisi sebanyak 13 data, padan kata/sinonimi sebanyak 12 data, oposisi makna/antonimi sebanyak 19 data, sanding kata/kolokasi sebanyak 5 data, hubungan atas-bawah/hiponimi sebanyak 5 data, dan kesepadanan/ekuivalensi sebanyak 6 data. Data penanda kohesi leksikal yang lengkap terdapat pada lampiran nomor 559 sampai 618.
B. Penanda Koherensi Penanda koherensi dianalisis dengan tujuan untuk mengetahui wacana tersebut koheren atau tidak. Koherensi wacana dapat dicapai dengan memanfaatkan penanda hubungan yang ada. Dalam wacana antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil ditemukan beberapa penanda koherensi yaitu penekanan, simpulan/ hasil, dan contoh. Semua penanda koherensi tersebut diuraikan sebagai berikut. 1. Penanda Koherensi Berupa Penekanan Penanda koherensi penekanan dalam sebuah wacana bertujuan untuk menyatakan penekanan terhadap sesuatu maksud yang telah dinyatakan dalam kalimat sebelumnya. Adapun koherensi yang menyatakan penekanan ditemukan dalam data-data berikut. (66/628)
Dak sawang foto-foto ing ndhuwure bipet ireng kuwi kok sangsaya ora kopen sakploke adhiku Pamugkas omah-omah dhewe manggon neng Surabaya karo sisihane wanita getih campuran Menado lan Betawi. (L/H28/P1) ‘Kulihat foto-foto di atas lemari dan meja hitam tempat minuman itu kenapa semakin tidak terawat semenjak adikku Pamungkas berkeluarga sendiri bertempat tinggal Surabaya dengan istrinya yang berasal dari darah Menado dan Betawi.’ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
144 digilib.uns.ac.id
Pada data (66/628) penanda koherensi yang menyatakan penekanan ditunjukkan dengan kata sangsaya ‘semakin’ yang berfungsi untuk menyatakan penekanan maksud yang terdapat dalam wacana tersebut. Maksud dari wacana tersebut adalah tokoh aku (penulis) dalam cerita sedang melihat-lihat foto yang semakin tidak terawat setalah adiknya yang bernama Pamungkas berkeluarga di Surabaya. Kata sangsaya ‘semakin’ memberi tekanan pada konteks kalimat foto yang semakin tidak terawat. Data lain yang menunjukkan suatu koherensi penekanan adalah sebagai berikut. (67/633)
Sri wis apal yen bojone kuwi angger sakwulan pisan mesthi oleh tugas saka kantor ngladeni wong wayangan ing pendhapa kantore. (NG/H35/P3) ‘Sri sudah hafal jika suaminya itu setiap satu bulan sekali pasti mendapat tugas dari kantor melayani orang wayangan di pendapa kantornya.’
Kata mesthi ‘pasti’ pada data (67/633) di atas merupakan penanda koherensi yang berupa penekanan. Kata mesthi ‘pasti’ berfungsi menegaskan bahwa Sri sudah hafal dengan kegiatan suaminya yaitu setiap bulan sekali suaminya mendapatkan tugas dari kantornya untuk melayani orang yang menggelar wayang di pendapa kantor suaminya. Maksud dari wacana tersebut adalah memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa Sri sudah begitu hafal dengan kegiatan suaminya setiap sebulan sekali. Data lain yang menunjukkan koherensi penekanan adalah sebagai berikut. (68/635)
Bu Singgih-Sumobito pancen bidhan kang kondhang ing sakiwatengene Jombang, Pare, nagnti Kediri. Wiwit isih prawan biyen commit to user
145 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pancen dheweke iku wis nuduhake bakate ing babagan tetulung wong babaran. (AR/H44/P1) ‘Bu Singgih-Sumobito memang bidan yang terkenal di sekitar kirikanannya Jombang, Pare, sampai Kediri. Saat masih perawan dulu memang dia sudah menunjukkan bakatnya dalam hal menolong orang yang melahirkan.’ Wacana pada data (68/635) di atas tampak koheren dengan hadirnya penanda koherensi yang berupa penekanan yang ditunjukkan pada kata pancen ‘memang’ pada kalimat pertama dan kalimat kedua. Kata pancen ‘memang’ berfungsi menegaskan bahwa Bu Singgih dari Sumobito adalah bidan yang terkenal dan saat kecil dia memang sudah menunjukkan bakatnya. Maksud dari wacana tersebut adalah menjelaskan kepada pembaca supaya mengerti betapa terkenalnya Bu Singgih dari Sumobito di sekitar Jombang, Pare sampai Kediri dan supaya pembaca mengetahui bahwa bakatnya Bu Singgih sudah tercium dari saat masih perawan. Data berikut juga menunjukkan penanda koherensi yang berupa penekanan. (69/641)
Pancen bener sajake guneme wong-wong kae, yen wanita ayu kuwi ya wanita sing lagi nggarbini. (S/H81/P3) ‘Memang benar nampaknya perkataan orang-orang, jika wanita yang cantik itu ya wanita yang sedang hamil.’
Penanda koherensi penekanan pancen ‘memang’ pada data (69/641) di atas menjadikan kalimat lebih koheren. Penanda tersebut berfungsi menekankan bahwa memang benar perkataan orang-orang tentang wanita cantik itu adalah wanita hamil. Maksud dari pernyataan tersebut adalah wanita hamil dianggap lebih cantik daripada wanita yang tidak sedang hamil walaupun belum ada indikasi yang jelas untuk mengukur suatu kecantikan dengan memperbandingkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
146 digilib.uns.ac.id
wanita hamil dengan yang sedang tidak hamil. Data koherensi penekanan lain juga tampak pada data berikut. (70/644)
Kula belehe mawon, wong pancen pitik niki nakale setengah mati kok. Raisa angrem, ndhog limalas dicakari kabeh, ceblok kabeh, ora uman. (AY/H94/P17) ‘Saya sembelih saja, memang ayam ini nakalnya setengah mati. Tidak bisa mengerami, telur lima belas dicakari semua, jatuh semua, tidak kebagian.’
Penanda koherensi penekanan pada kata pancen ‘memang’ pada data (70/644) di atas menjadikan kalimat lebih padu dan koheren. Penanda tersebut mempinyai fungsi yaitu untuk menekankan maksud bahwa ayam (dalam cerita) adalah ayam yang sangat nakal sehingga disebut ayam yang nakalnya setengah mati. Maksud dari pernyataan tersebut penulis adalah memberi pengertian kepada pembaca bahwa ayam di dalam cerita itu sangat nakal. Hal ini dibuktikan pada kalimat kedua yaitu sang ayam tidak dapat mengerami telurnya tetapi malah mencakari telurnya sampai jatuh dan akhirnya sang pemilik ayam tidak mendapatkan bagaian telur. Data-data di atas merupakan data koherensi berupa penekanan (sangsaya ‘semakin’, mesthi ‘pasti’, pancen ‘memang’) yang telah dianalisis dan berjumlah 5 data. Di dalam penelitian ini ditemukan data koherensi berupa penekanan sebanyak 30 data. Data-data yang lebih lengkap mengenai koherensi berupa penekanan dapat dilihat pada lampiran nomor 619 sampai 648.
2. Penanda Koherensi Berupa Simpulan atau Hasil Penanda koherensi berupa penyimpulan berfungsi memberikan keterangan
commit to user hasil dari suatu penyimpulan dari suatu perkara. Adapun penanda koherensi
perpustakaan.uns.ac.id
147 digilib.uns.ac.id
berupa simpulan/ hasil yang ditemukan dalam wacana antologi cerkak “Wiring Kuning” adalah sebagai berikut. (71/649)
Aku matur bapak yen Limaran arep oleh bancakan saka langgar supaya Limaran diparengake ora mangan neng omah, dadi bageyane bisaa dakrapel nanging bapak malah menging, dhawuhe kabeh kudu mangan neng omah supaya ayem neng langgar […] (L/H32/P12) ‘Aku berkata kepada bapak bahwa Limaran akan mendapat makanan selamatan dari surau supaya Limaran diperbolehkan tidak makan di rumah, jadi bagiannya dapat kuambil tetapi bapak malah berpesan, perintahnya semua harus makan di rumah supaya tenang di surau […].’
Pada data (71/649) di atas mengandung koherensi penyimpulan yang ditandai dengan kata dadi ‘jadi’. Kata dadi ‘jadi’ berfungsi untuk memberikan penjelasan bahwa bagian makanannya Limaran dapat kuambil (penulis sebagai tokoh utama yang mengambil) karena Limaran akan mendapatkan makanan dari surau, namun demikian bapak dari aku (tokoh utama) dan Limaran tidak memperbolehkan aku (tokoh utama) mengambil bagian Limaran, bapak dari aku (tokoh utama) dan Limaran memerintahkan untuk tetap makan di rumah dahulu supaya di surau lebih tenang. Kata dadi ‘jadi’ memberikan kepaduan wacana sehingga wacana menjadi koheren. Data lain yang merupakan koherensi simpulan ada pada data berikut. (72/650)
Liyane ben aman saka maling uga ben ora wedi karo kucing, asu utawa lawa sing yen bengi pating bleber golek woh-wohan. Kejaba larang, manuk-manuk iki kalebu golongan sing ringkih lan aleman, dadi kudu diopeni kanthi ngati-ati. (NG/H40/P22) ‘Selain supaya aman dari pencuri juga agar tidak taku dengan kucing, anjing atau kelelawar yang saat malam beterbangan mencari buahbuahan. Selain mahal, burung-burung ini termasuk golongan yang rawan dan manja, jadi harus dirawat dengan berhati-hati.’
Pada data (72/650) di atas tampak Kata dadi ‘jadi’ mendukung terjadinya commit to user kekoherensian wacana. Kata dadi ‘jadi’ merupakan penanda koherensi yang
perpustakaan.uns.ac.id
148 digilib.uns.ac.id
berupa penyimpulan yang berfungsi memberikan keterangan simpulan bahwa burung-burung dalam cerita tersebut harus dirawat dengan berhati-hati. Ini merupakan simpulan karena mengingat burung-burung dalam cerita tersebut mempunyai harga jual yang mahal dan termasuk dalam hewan rawan dan manja. Kata dadi ‘jadi’ mendukung terjadinya kekoherensian wacana. Contoh data koherensi simpulan/ hasil yang lain berada pada data berikut. (73/651)
Ayeme merga biyasane nek dijak nang tambak iku mesthi gaweyane dhewe neng cevene ora kena ditinggal, kathik Salam kuwi pimpinane, dadi yen ninggal gaweyan ora kena sakpenake, wong ya dheweke iku wong sing paling tanggungjawab. (JP/H57/P16) ‘Tenangnya karena biasanya jika diajak ke tambak itu pasti pekerjaannya di cv-nya tidak boleh ditinggal, dan Salam iti pimpinannya, jadi jika meninggalkan pekerjaan tidak boleh seenaknya, dia itu orang yang paling bertanggungjawab.’
Kata dadi ‘jadi’ pada data (73/651) di atas merupakan penanda koherensi penyimpulan. Kata dadi ‘jadi’ memberikan kepaduan pada wacana data (73/651) di atas. Penanda koherensi simpulan ini menerangkan bahwa kesimpulan dari penggalan paragraf di atas adalah Salam tidak boleh meninggalkan pekerjaannya dengan seenaknya sendiri mengingat Salam adalah pimpinannya sehingga dia adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam pekerjaannya itu. Data lain yang juga mengandung koherensi simpulan/ hasil adalah sebagai berikut. (74/652)
Karuan omahe Salam kuwi isine wong patlikur, telung puluh enem sakanak-anake. Yen Salam karo Armi dhewe pancen ya mung kari sejodho, merga anake papat wis padha omah-omah dhewe neng omahe dhewe-dhewe sing dituku dhewe, merga nyedhaki papan, lan pagaweyane. Dadi, sing akeh kuwi, wong sing padha kost. Sing sisih kulon wae nem kamar, mburi rong kamar, durung sing ndhuwur patang kamar. (JP/H59/P22) ‘Yang jelas rumahnya Salam itu isinya dua puluh empat orang, tiga puluh enam dengan anak-anaknya. Jika Salam dan Armi sendiri memang hanya tinggal sepasang, karena anaknya empat yang sudah berumahtangga sendiri di rumahnya masing-masing yang dibelinya, commit user karena mendekati rumah, dantopekerjaannya. Jadi, yang banyak itu,
perpustakaan.uns.ac.id
149 digilib.uns.ac.id
orang-orang yang mengindekos. Sisi barat saja enam kamar, yang belakang dua kamar, belum lagi yang atas empat kamar.’ Pada data (74/652) di atas terdapat penanda koherensi simpulan/ hasil dadi ‘jadi’ pada kalimat terakhir. Penanda koherensi dadi ‘jadi’ membentuk kepaduan wacana data (74/652) dan menjelaskan bahwa yang terlihat ada banyak orang di rumah Salam itu adalah orang-orang yang mengindekos di rumah Salam, sehingga rumah Salam terlihat ramai karena banyak orang. Oleh karena itu, kata dadi ‘jadi’ pada data di atas merupakan penyimpulan atas pernyataan dalam cerita tersebut yaitu banyaknya orang di rumah Salam. Data-data koherensi berupa simpulan/hasil (dadi ‘jadi’) yang telah dianalisis di atas berjumlah 4 data. Hal ini sama dengan data koherensi berupa simpulan/hasil yang ditemukan dalam antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil sebanyak 4 data. Data-data yang lebih lengkap mengenai penenda koherensi berupa simpulan/hasil dapat dilihat pada lampiran nomor 649 sampai 652.
3. Penanda Koherensi Berupa Contoh Penanda koherensi yang berupa contoh mempunyai fungsi untuk memberi keterangan atau memberi penjelasan dari sebuah wacana sehingga wacana tersebut menjadi jelas maksudnya. Berikut adalah wacana yang menunjukkan penanda koherensi berupa contoh. (75/653)
Mau rak neng kene? Upama kesenggol-senggol wong paling ya geser mrono sithik, adohe ya mung tekan kono. (F/H14/P16) ‘Tadi kan di sini? Misal tersenggol kan paling bergeser ke situ sedikit, jauhnya hanya sampai situ.’ commit to user
150 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada data (75/653) di atas menunjukkan adanya penanda koherensi berupa contoh yaitu kata upama ‘misal’ pada kalimat kedua. Penanda tersebut berfungsi memberikan penjelasan atau keterangan mengenai contoh yaitu barang yang hilang di dalam cerita adalah penyangga kamera, penulis memberi pengertian misal tersenggol pasti tidak akan jauh bergesernya karena barang tersebut tadinya ada di dekatnya. Dengan hadirnya penanda koherensi upama ‘misal’ maka wacana menjadi padu. Data lain yang merupakan koherensi contoh adalah sebagai berikut. (76/654)
Upama cedhak kuburane, ora neng Sulawesi kana, aku bakal nyekar, njaluk palilahe nanging ora bisa […] (L/H34/P19) ‘Misal dekat makamnya, tidak di Sulawesi sana, aku akan menabur bunga di makamnya, meminta ijinnya tetapi tidak bisa […]’
Tampak pada data (76/654), penanda koherensi berupa contoh ditunjukkan pada kata upama ‘misal’. Hadirnya penanda tersebut mendukung kekoherensian dalam wacana. Kata upama ‘misal’ tersebut berfungsi memberikan penjelasan mengenai contoh jika makamnya dekat dan tidak di Sulawesi, maka tokoh utama akan mendatanginya dan meminta ijin tetapi tidak dapat. Data lain yang menunjukkan koherensi berupa contoh adalah sebagai berikut. (77/655)
Upama ajura, rak kendhile ta Ki, lha ari-arine rak ora. (AR/H50/P28) ‘Misal hancur, kan tempat menanak nasinya saja, tembuninya kan tidak.’
Kata upama ‘misal’ pada data (77/655) di atas mendukung kekoherensian pada wacana tersebut. Kata upama ‘misal’ berfungsi memberikan penjelasan tentang contoh jika hancur, paling-paling yang hancur hanya tempat menanak
commit to user
151 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nasinya saja, tembuninya tidak hancur. Penanda koherensi contoh upama ҅‘misal’ membentuk wacana yang padu. Data lain yang juga mengandung penanda koherensi contoh adalah sebagai berikut. (78/656)
[…] wong jubahan putih mau uga banjur wiwit miwir kain putih sing dipondhong, ngetokake sawernane alat-alate kaya dene peso, gunting, capit, cathut, pokoke alat-alate sapirang-pirang, ning ora ana grajine. (JP/H60/P27) ‘[…] orang berjubah putih tadi juga segera memulai merentangkan kain putih yang sebelumnya ditaruh di dadanya, mengeluarkan bermacam-macam alat-alat seperti pisau, gunting, pencapit, pencapit besar, yang pokok alat-alatnya bermacam-macam, tetapi tidak ada gergajinya.’
Tampak pada data (78/656), penanda koherensi berupa contoh ditunjukkan pada kata kaya dene ‘seperti. Hadirnya penanda tersebut mendukung kekoherensian dalam wacana. Kata kaya dene ‘seperti tersebut berfungsi memberikan penjelasan mengenai contoh alat-alat yang dibawa oleh orang berjubah putih. Contoh dari alat-alat itu adalah pisau, gunting, pencapit dan sebagainya. Data lain yang menunjukkan koherensi berupa contoh adalah sebagai berikut. (79/658)
Mas Tengsoe nyauri kaya ngono marahi abang raiku ngempet isin sing tanpa upama. (KS/H103/P23) ‘Kak Tengsoe menjawab seperti itu membuat wajahku merah menahan malu yang tanpa perumpamaan/contoh.’
Pada data (79/658) di atas tampak terdapat penanda koherensi contoh yang ditunjukkan pada kata upama ‘contoh’. Penanda koherensi tersebut membuat wacana menjadi padu dan dapat dipahami. Penanda koherensi upama ‘contoh’
commit to user
152 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjelaskan bahwa bagaikan tanpa contoh rasa malunya karena Kak Tengsoe mukanya merah setelah menjawab. Data-data koherensi berupa contoh (upama ‘misal’, kaya dene ‘seperti’) yang telah dianalisis di atas berjumlah 5 data. Secara keseluruhan, di dalam antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil telah ditemukan data penanda koherensi berupa contoh sebanyak 6 data. Data-data yang lebih lengkap mengenai penenda koherensi berupa contoh dapat dilihat pada lampiran nomor 653 sampai 658. Beberapa data penanda koherensi telah dianalisis pada uraian-uraian di atas. Dengan demikian, dapat diketahui jumlah data penanda koherensi yang dianalisis sebanyak 14 data dengan rincian 5 data penanda koherensi berupa penekanan, 4 data penanda koherensi berupa simpulan/hasil, dan 5 data penanda koherensi berupa contoh. Di dalam antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil ditemukan data penanda koherensi berupa penekanan sebanyak 30 data, penanda koherensi simpulan/hasil sebanyak 4 data, dan penanda koherensi berupa contoh sebanyak 6 data. Data penanda koherensi yang lengkap terdapat pada lampiran nomor 619 sampai 658.
C. Karakteristik Wacana Antologi Cerkak “Wiring Kuning” Karya Trinil Wacana antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil merupakan wacana yang mempunyai tingkat kepaduan yang tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan
commit to user secara bervariasi. Bahasa yang ditemukannya berbagai jenis kohesi dan koherensi
153 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digunakan dalam antologi ini adalah bahasa Jawa, sedangkan ragam yang paling dominan digunakan adalah bahasa Jawa ragam ngoko. Wacana antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil memiliki ciri tersendiri dibandingkan wacana jenis lain, karena di dalam kalimat-kalimat yang menyusun wacana tersebut disertai dengan kata-kata yang bervariasi untuk menarik pembacanya, terkadang alur cerita dapat terkesan serius, menegangkan, menghibur, dan sebagainya. Karakteristik wacana cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil dalam penelitian ini meliputi dua hal yaitu: (1) karakteristik penanda kohesi, (2) karakteristik penanda koherensi. Uraiannya dapat diperhatikan sebagai berikut. 1. Karakteristik Penanda Kohesi Karakteristik penanda kohesi dalam wacana cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil meliputi: penanda kohesi gramatikal dan penanda kohesi leksikal. Penanda kohesi gramatikal terdiri atas pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan (elipsis), dan konjungsi (perangkaian). Penanda kohesi gramatikal yang paling dominan pada wacana cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil adalah pengacuan (referensi) dengan persentase sebanyak 65%. Pada urutan terbanyak kedua adalah perangkaian (konjungsi) sebanyak 33%. Penanda kohesi gramatikal yang kurang dominan adalah pelesapan (elipsis) dan penyulihan (substitusi) yang masing-masing hanya 1%. Berikut merupakan tabel dominansi penanda kohesi gramatikal pada wacana cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil.
commit to user
154 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1. Dominansi Penanda Kohesi Gramatikal pada Wacana Antologi Cerkak “Wiring Kuning” Karya Trinil No. 1.
Penanda Kohesi Gramatikal
Jumlah
Pengacuan (Referensi) a. Pronomina Persona
Persentase 361
65 %
7
1%
7
1%
183
33 %
260
1. Pronomina Persona I
147
2. Pronomina Persona II
36
3. Pronomina Persona III
77
b. Pronomina Demonstratif
90
1. Pronomina Demonstratif
39
Waktu 2. Pronomina Demonstratif
51
Tempat c. Pronomina Komparatif 2.
11
Penyulihan (Substitusi) a. Substitusi Nominal
1
b. Substitusi Verbal
2
c. Substitusi Frasal
2
d. Substitusi Klausal
2
3.
Pelesapan (Elipsis)
4.
Perangkaian (Konjungsi) a. Sebab-akibat
21
b. Pertentangan
19
c. Kelebihan (eksesif)
7
d. Perkecualian (ekseptif)
-
e. Konsesif
4
commit to user
155 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f. Tujuan
12
g. Penambahan (aditif)
36
h. Pilihan (alternatif)
9
i. Harapan (optatif)
5
j. Urutan (sekuensial)
28
k. Perlawanan
-
l. Waktu
16
m. Syarat
8
n. Cara
18
Jumlah
558
100 %
Penanda kohesi leksikal dalam wacana antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (oposisi makna), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), ekuivalensi (kesepadanan). Penanda kohesi leksikal yang paling dominan digunakan dalam wacana antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil adalah antonimi (oposisi makna) dengan persentase sebanyak 32%. Urutan terbanyak kedua yaitu repetisi sebanyak 22%, disusul sinonimi sebanyak 20 % pada urutan ketiga. Sedangkan ekuivalensi 10%, kolokasi 8%, hiponimi sebanyak 8%. Berikut merupakan tabel dominansi penanda kohesi leksikal pada wacana antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil Wiring Kuning” karya Trinil.
commit to user
156 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2. Dominansi Penanda Kohesi Leksikal pada Wacana Antologi Cerkak “Wiring Kuning” Karya Trinil No. 1.
2.
3.
Penanda Kohesi Leksikal
Jumlah
Repetisi (Pengulangan) a. Repetisi Epizeuksis
6
b. Repetisi Tautotes
5
c. Repetisi Anafora
-
d. Repetisi Epistrofa
-
e. Repetisi Simploke
-
f.Repetisi Mesodiplosis
2
g. Repetisi Epanalepsis
-
h. Repetisi Anadiplosis
-
Sinonimi (Padan Kata) a. Sinonimi morfem bebas dengan morfem terikat
3
b. Sinonimi Kata dengan Kata
7
c. Sinonimi Kata dengan Frasa
2
d. Sinonimi Frasa dengan Frasa
-
e. Sinonimi Klausa dengan Frasa
-
f.Sinonimi Klausa/kalimat dengan Klausa/kalimat
-
Antonimi (Oposisi Makna) a. Oposisi Mutlak
8
b. Oposisi Kutub
6
c. Oposisi Hubungan
4
d. Oposisi Hirarkial
commit to user
1
Persentase 13
22 %
12
20 %
19
32 %
157 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Oposisi Majemuk
-
4.
Kolokasi (Sanding kata)
5
8%
5.
Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah)
5
8%
6.
Ekuivalensi (Kesepadanan)
6
10 %
Jumlah
60
100 %
2. Karakteristik Penanda Koherensi Penanda koherensi dalam penelitian ini meliputi: penanda koherensi berupa penekanan, penanda koherensi berupa simpulan/hasil, dan penanda koherensi berupa contoh. Penanda koherensi berupa penekanan berfungsi menyatakan penekanan terhadap suatu maksud yang dinyatakan dalam sebuah kalimat, penanda koherensi simpulan/hasil berfungsi untuk memberikan keterangan hasil dari suatu proses atau penyimpulan dari suatu penelitian, dan fungsi dari penanda koherensi berupa contoh yaitu untuk memberikan keterangan atau memberi penjelas dari sebuah kalimat sehingga kalimat tersebut jelas maksudnya. Penanda koherensi yang paling dominan digunakan dalam wacana antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil adalah penanda koherensi berupa penekanan dengan persentase sebanyak 75%, dan yang dominan kedua adalah penanda koherensi berupa contoh yaitu hanya 15%, kemudian disusul paling tidak dominan adalah koherensi berupa simpulan/hasil dengan persentase 10%. Berikut merupakan tabel dominansi penanda koherensi pada wacana antologi cerkak “Wiring Kuning” karya Trinil.
commit to user
158 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3. Dominansi Penanda Koherensi pada Wacana Antologi Cerkak “Wiring Kuning” Karya Trinil No.
Penanda Koherensi
Jumlah
Persentase
1.
Penekanan
30
75 %
2.
Simpulan/ hasil
4
10 %
3.
Contoh
6
15 %
Jumlah
40
100 %
commit to user