BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Letak dan Luas Wilayah Jawa Tengah terletak di antara 108° 30’ B.T -- 111° 30’ B.T dan 6° 30’ L.S -8° 30’ L.S. Propinsi ini terletak di bagian tengah Pulau Jawa dengan batas wilayah: a) Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Jawa Barat, b) Sebelah Timur berbatasan dengan Jawa Timur, c) Sebelah Utara dibatasi dengan Laut Jawa dan, d) Sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Aspek Kependudukan dan Angkatan Kerja Jumlah Penduduk Propinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk tahun 2010 adalah 32.382.657 jiwa, yang terdiri atas 16.091.112 laki - laki dan 16.291.545 perempuan. Penyebaran penduduk Propinsi Jawa Tengah terbanyak berada di Kabupaten Brebes (1.733.869 jiwa), kabupaten Cilacap (1.642.107 jiwa) dan kota Semarang (1.555.984). Daerah yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Surakarta (113 jiwa/Ha) dan yang paling rendah adalah Kabupaten Blora 5 jiwa/Ha.
65
66
Propinsi Jawa Tengah kondisi angkatan kerjanya dapat digambarkan sebagai berikut: Bila dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah angkatan kerja pada sampai Agustus 2011 kelompok yang paling besar adalah berasal dari jenjang≤ SD yaitu dengan total 9.400.219 orang. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, jumlah angkatan kerja terlihat lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 9.760.426 orang, dan perempuan berjumlah 7.158.371 orang. 3. Aspek Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun 2010 yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yaitu 5,84 % sedangkan tahun 2009 sebesar 5,14 %. Hal ini diperkuat dengan kondisi perekonomian yang relatif terus membaik sejak krisis global tahun 2008. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 8,41 %, namun peranannya terhadap PDRB hanya sekitar 1,05 %. Dan untuk sektor yang mengalami pertumbuhan paling rendah adalah sektor pertanian yaitu sebesar 2,51 % namun masih mempunyai peranan yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi, karena mampu member andil sebesar 19,44%.
B. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan agar dapat memberikan gambaran terhadap variabel-variabel yang digunakan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan empat variabel independen yang bertujuan untuk mengetahui pajak daerah, retribusi daerah, DAU dan DAK terhadap belanja modal. Variabel dependen dalam penelitian ini
67
adalah Belanja modal. Deskriptif variabel atas penelitian ini dalam periode 3 tahun, yaitu tahun 2010-2012 berjumlah 33 Pemerintah Kabupaten/Kota. 1. Pajak Daerah Berikut ini adalah data dari Pajak Daerah selama 3 tahun dari tahun 2010 – 2012 Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang menjadi objek penelitian sebagaimana tampak dalam tabel 4.1 berikut : Tabel 4.1. Realisasi Pajak Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2010-2012
2010
PAJAK DAERAH 2011
2012
Kab. Banjarnegara
9.265
12.377
13.613
2
Kab. Banyumas
29.101
45.246
54.752
3
Kab. Batang
10.056
14.38
17.246
4
Kab. Blora
9.427
11.177
11.487
5
Kab. Boyolali
14.094
19.257
23.282
6
Kab. Brebes
16.181
20.958
24.104
7
Kab. Cilacap
46.31
59.511
64.773
8
Kab. Demak
13.473
24.451
31.743
9
Kab. Grobogan
15.105
14.99
18.691
10
Kab. Jepara
18.703
25.022
28.435
11
Kab. Kebumen
12.766
17.327
20.375
12
Kab. Kendal
23.672
25.891
34.623
13
Kab. Klaten
19.55
28.262
30.472
14
Kab. Kudus
21.682
36.688
38.572
No
Nama Daerah
1
68
15
Kab. Magelang
22.351
29.334
42.915
16
Kab. Pati
17.694
30.247
25.003
17
Kab. Pekalongan
10.686
15.09
17.63
18
Kab. Pemalang
12.97
15.848
18.172
19
Kab. Purbalingga
11.371
15.894
19.432
20
Kab. Purworejo
8.285
12.014
12.114
21
Kab. Rembang
13.358
14.568
21.691
22
Kab. Semarang
26.229
39.433
47.193
23
Kab. Sragen
17.659
20.594
22.662
24
Kab. Tegal
14.464
21.861
25.224
25
Kab. Temanggung
7.389
11.213
11.47
26
Kab. Wonogiri
9.599
10.867
12.029
27
Kab. Wonosobo
6.736
8.823
9.441
28
Kota Magelang
6.718
9.464
12.547
29
Kota Pekalongan
12.35
19.912
30.602
30
Kota Salatiga
9.206
15.9
18.695
31
Kota Semarang
177.68
360.084
597.52
32
Kota Surakarta
61.642
118.816
151.905
33
Kota Tegal
13.101
20.891
29.255
Total 718.873 1.146.393 Sumber :http://djkd.depdagri.go.id&http://djpk.depkeu.go.id
1.537.671
Dari data diatas didapat informasi (Dalam jutaan rupiah) sebagai berikut : a) Nilai terendah pajak daerah tahun anggaran 2010 sebesar Rp.6.718 yang dimiliki oleh Kota Magelang. Sedangkan Nilai terendah pajak daerah tahun anggaran 2011 s/d 2012 sebesar Rp. 8.823 dan Rp. 9.441 yang dimiliki oleh Kab. Wonosobo.
69
b) Nilai tertinggi pajak daerah tahun 2010 s/d 2012 sebesar Rp.177.680, Rp.360.084 dan Rp. 597.520 yang dimiliki oleh Kota Semarang. c) Pajak Daerah memiliki nilai rata – rata selama 3 tahun Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah sebesar Rp 1.134.312. 2. Retribusi Daerah Berikut ini adalah data dari Retribusi Daerah selama 3 tahun dari tahun 2010 – 2012 Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang menjadi objek penelitian sebagaimana tampak dalam tabel 4.2 berikut : Tabel 4.2 Retribusi Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 20102012
No
Nama Daerah
1
RETRIBUSI DAERAH 2010
2011
2012
Kab. Banjarnegara
39.761
42.227
25.21
2
Kab. Banyumas
34.543
43.42
40.752
3
Kab. Batang
24.688
29.644
16.304
4
Kab. Blora
23.935
8.747
8.818
5
Kab. Boyolali
25.383
20.137
36.721
6
Kab. Brebes
32.902
13.912
16.592
7
Kab. Cilacap
40.808
41.413
45.566
8
Kab. Demak
30.306
11.08
14.469
9
Kab. Grobogan
48.75
14.262
15.135
10
Kab. Jepara
10.572
13.779
13.601
11
Kab. Kebumen
35.327
16.417
24.787
70
12
Kab. Kendal
16.015
14.743
17.525
13
Kab. Klaten
14.765
15.533
19.209
14
Kab. Kudus
55.624
54.599
13.866
15
Kab. Magelang
36.812
37.114
25.023
16
Kab. Pati
17.157
21.566
29.38
17
Kab. Pekalongan
48.127
58.776
23.129
18
Kab. Pemalang
44.575
42.21
20.128
19
Kab. Purbalingga
55.759
62.833
27.426
20
Kab. Purworejo
11.574
12.202
14.621
21
Kab. Rembang
19.173
21.051
26.29
22
Kab. Semarang
59.029
66.26
27.368
23
Kab. Sragen
16.695
17.179
21.169
24
Kab. Tegal
10.184
11.995
17.146
25
Kab. Temanggung
33.365
37.984
14.039
26
Kab. Wonogiri
27.916
14.587
21.221
27
Kab. Wonosobo
36.329
13.017
17.622
28
Kota Magelang
4.619
5.282
6.97
29
Kota Pekalongan
13.647
14.938
17.72
30
Kota Salatiga
7.283
7.559
10.186
31
Kota Semarang
80.56
84.487
84.877
32
Kota Surakarta
41.588
47.671
55.057
33
Kota Tegal
9.578
14.112
19.826
Total 1.007.350 930.738 Sumber :http://djkd.depdagri.go.id&http://djpk.depkeu.go.id
787.752
Dari data diatas didapat informasi (Dalam Jutaan Rupiah) sebagai berikut : a) Nilai terendah retribusi daerah pada tahun 2010 s/d 2012 Sebesar Rp.4.619, Rp.5.282, dan Rp. 6.970 yang dimiliki oleh Kota Magelang.
71
b) Nilai Tertinggi retribusi daerah pada tahun 2010 s/d 2012 Sebesar Rp.80.560, Rp.84.487, dan Rp. 84.877 yang dimiliki oleh Kota Semarang. c) Retribusi Daerah memiliki nilai rata – rata selama 3 tahun Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah sebesar Rp.908.613. 3. Dana Alokasi Umum Berikut ini adalah data dari DAU selama 3 tahun dari tahun 2010 – 2012 Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang menjadi objek penelitian sebagaimana tampak dalam tabel 4.3 berikut : Tabel 4.3 Dana Alokasi Umum Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 20102012
No
Nama Daerah
1
DAU 2010
2011
2012
Kab. Banjarnegara
506.783
562.288
681.396
2
Kab. Banyumas
720.191
835.61
991.945
3
Kab. Batang
414.494
472.131
577.238
4
Kab. Blora
487.917
547.17
673.181
5
Kab. Boyolali
587.574
641.483
780.302
6
Kab. Brebes
738.27
800.183
981.051
7
Kab. Cilacap
793.267
876.994
1.057.810
8
Kab. Demak
493.497
544.46
658.971
9
Kab. Grobogan
617.827
668.995
812.991
10
Kab. Jepara
670.275
592.164
712.74
11
Kab. Kebumen
642.798
731.981
906.222
72
12
Kab. Kendal
520.677
569.224
702.708
13
Kab. Klaten
726.234
793.293
967.285
14
Kab. Kudus
463.013
488.82
637.615
15
Kab. Magelang
604.522
668.922
816.733
16
Kab. Pati
620.577
692.179
850.377
17
Kab. Pekalongan
490.039
553.66
678.714
18
Kab. Pemalang
619.896
672.43
827.163
19
Kab. Purbalingga
464.789
521.932
640.265
20
Kab. Purworejo
528.061
585.851
711.742
21
Kab. Rembang
411.435
468.745
570.455
22
Kab. Semarang
508.915
567.856
691
23
Kab. Sragen
561.675
618.443
778.668
24
Kab. Tegal
640.042
703.779
860.568
25
Kab. Temanggung
438.091
482.938
584.158
26
Kab. Wonogiri
616.996
682.033
828.48
27
Kab. Wonosobo
442.37
485.766
597.858
28
Kota Magelang
260.113
292.58
348.498
29
Kota Pekalongan
266.793
293.53
347.39
30
Kota Salatiga
238.069
262.653
325.71
31
Kota Semarang
640.186
715.701
936.866
32
Kota Surakarta
499.448
473.889
595.223
33
Kota Tegal
244.581
265.483
334.819
Total 17.479.414 19.133.166 Sumber :http://djkd.depdagri.go.id&http://djpk.depkeu.go.id
22.775.833
Dari data diatas di dapat informasi (Dalam Jutaan Rupiah) sebagai berikut : a) Nilai terendah DAU pada tahun 2010 dan 2011 Sebesar Rp.238.069 dan Rp.262.653 yang dimiliki oleh Kota Salatiga. Sedangkan Nilai terendah
73
DAU pada tahun 2012 Sebesar Rp.691 yang dimiliki oleh Kabupaten Semarang. b) Nilai Tertinggi DAU pada tahun 2010 s/d 2012 Sebesar Rp.793.267, Rp.876.994, dan Rp. 1.057.810 yang dimiliki oleh Kab Cilacap. c) DAU memiliki nilai rata – rata selama 3 tahun Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah sebesar Rp. 19.796.138. 4. Dana Alokasi Khusus Berikut ini adalah data dari DAK selama 3 tahun dari tahun 2010 – 2012 Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang menjadi objek penelitian sebagaimana tampak dalam tabel 4.4 berikut : Tabel 4.4 Dana Alokasi Khusus Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2010-2012
No
Nama Daerah
1
DAK 2010
2011
2012
Kab. Banjarnegara
60.954
65.367
67.731
2
Kab. Banyumas
76.326
93.892
118.902
3
Kab. Batang
46.457
57.219
54.674
4
Kab. Blora
82.515
77.094
53.99
5
Kab. Boyolali
55.664
67.161
60.361
6
Kab. Brebes
66.824
65.322
84.451
7
Kab. Cilacap
100.844
102.076
87.652
8
Kab. Demak
56.535
67.852
81.553
9
Kab. Grobogan
67.472
78.239
97.055
74
10
Kab. Jepara
-
70.692
76.461
11
Kab. Kebumen
65.819
79.151
100.103
12
Kab. Kendal
58.545
67.345
63.885
13
Kab. Klaten
70.542
80.954
74.502
14
Kab. Kudus
30.502
38.321
58.347
15
Kab. Magelang
100.912
78.341
103.595
16
Kab. Pati
66.73
65.372
80.449
17
Kab. Pekalongan
63.846
63.703
77.029
18
Kab. Pemalang
61.66
67.464
92.869
19
Kab. Purbalingga
44.809
67.533
75.99
20
Kab. Purworejo
56.528
60.942
69.568
21
Kab. Rembang
48.878
62.327
78.351
22
Kab. Semarang
51.31
69.002
67.737
23
Kab. Sragen
51.645
71.612
69.378
24
Kab. Tegal
59.003
61.333
74.555
25
Kab. Temanggung
46.794
57.034
87.304
26
Kab. Wonogiri
72.348
77.832
75.052
27
Kab. Wonosobo
55.333
62.281
55.97
28
Kota Magelang
15.047
24.342
20.668
29
Kota Pekalongan
20.788
24.675
27.127
30
Kota Salatiga
21.182
23.541
27.64
31
Kota Semarang
30.292
48.402
72.271
32
Kota Surakarta
29.118
34.895
28.972
33
Kota Tegal
24.69
23.569
30.555
Total 1.759.914 2.054.883 Sumber :http://djkd.depdagri.go.id&http://djpk.depkeu.go.id
2.294.746
75
Dari data diatas didapat informasi (Dalam Jutaan Rupiah) sebagai berikut : a) Nilai terendah DAK pada tahun 2010 Sebesar Rp.0 yang dimiliki oleh Kabupaten Jepara. Nilai terendah DAK pada tahun 2011 Sebesar Rp.23.541 yang dimiliki oleh Kota Salatiga. Nilai terendah DAK pada tahun 2012 Sebesar Rp.20.668 yang dimiliki oleh Kota Magelang. b) Nilai tertinggi DAK pada tahun 2010 Sebesar Rp. 100.912 yang dimiliki oleh Kabupaten Magelang. Nilai tertinggi DAK pada tahun 2011 Sebesar Rp.102.276 yang dimiliki oleh Kabupaten Cilacap. Nilai tertinggi DAK pada tahun 2012 Sebesar Rp.118.902 yang dimiliki oleh Kabupaten Banyumas. c) DAK memiliki nilai rata – rata selama 3 tahun Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah sebesar Rp. 2.036.514. 5. Belanja Modal Berikut ini adalah data dari Belanja Modal selama 3 tahun dari tahun 2010 – 2012 Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang menjadi objek penelitian sebagaimana tampak dalam tabel 4.5 berikut : Tabel 4.5 Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2010-2012
No
Nama Daerah
1 2
Belanja Modal 2010
2011
2012
Kab. Banjarnegara
155.215
160.076
158.301
Kab. Banyumas
103.063
169.316
234.952
76
3
Kab. Batang
25.479
88.042
133.48
4
Kab. Blora
53.347
105.829
219.108
5
Kab. Boyolali
100.101
138.437
207.759
6
Kab. Brebes
131.399
142.729
192.983
7
Kab. Cilacap
163.912
203.565
308.872
8
Kab. Demak
126.893
234.922
339.018
9
Kab. Grobogan
91.688
161.322
190.075
10
Kab. Jepara
119.766
212.928
297.197
11
Kab. Kebumen
118.772
187.138
295.209
12
Kab. Kendal
134.271
199.99
192.582
13
Kab. Klaten
40.142
130.546
182.607
14
Kab. Kudus
165.093
125.457
178.143
15
Kab. Magelang
97.926
84.9
95.351
16
Kab. Pati
68.355
89.665
174.15
17
Kab. Pekalongan
73.291
97.246
124.487
18
Kab. Pemalang
77.174
128.206
128.367
19
Kab. Purbalingga
43.188
66.386
126.673
20
Kab. Purworejo
62.069
87.865
149.105
21
Kab. Rembang
92.13
187.993
200.204
22
Kab. Semarang
76.039
160.539
264.417
23
Kab. Sragen
86.364
70.837
125.506
24
Kab. Tegal
131.061
145.856
303.315
25
Kab. Temanggung
44.834
93.034
162.08
26
Kab. Wonogiri
103.312
111.32
185.814
27
Kab. Wonosobo
39.161
119.761
189.467
28
Kota Magelang
47.661
81.027
79.136
29
Kota Pekalongan
56.559
82.344
103.506
30
Kota Salatiga
89.643
77.409
124.905
77
31
Kota Semarang
216.489
305.704
351.854
32
Kota Surakarta
79.762
128.443
186.15
33
Kota Tegal
66.12
93.963
73.304
Total 3.080.280 4.472.794 Sumber :http://djkd.depdagri.go.id&http://djpk.depkeu.go.id
6.278.077
Dari data diatas didapat informasi (dalam jutaan rupiah) sebagai berikut : a) Nilai terendah Belanja Modal pada tahun 2010 Sebesar Rp.25.479 yang dimiliki oleh Kabupaten Batang. Nilai terendah Belanja Modal pada tahun 2011 Sebesar Rp 66.386 yang dimiliki oleh Kabupaten Purbalingga. Nilai terendah Belanja Modal pada tahun 2012 Sebesar Rp.73.304 yang dimiliki oleh Kota Tegal. b) Nilai tertinggi Belanja Modal pada tahun 2010 s/d 2012 Sebesar Rp.216.489, Rp. 305.704 dan Rp. 351.854 yang dimiliki oleh Kota Semarang. c)
Belanja Modal memiliki nilai rata – rata selama 3 tahun Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah sebesar Rp. 4.610.384.
C. Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik ditujukan untuk mendeteksi apakah terdapat pelanggaran asumsi baik itu normalitas, autokorelasi, multikolinieritas, ataupun homoskedastisitas yang menyebabkan persamaan regresi menjadi tidak layak dipakai untuk melakukan peramalan.
78
1. Uji Normalitas Uji normalitas data dilakukan untuk melihat bahwa suatu data terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan PP plot standardized residual cumulative probability. Apabila histogram terdistribusi normal maka data dinyatakan normal, sementara itu apabila PP plot membentuk garis diagonal maka data dinyatakan normal. Pada Gambar4.1 diperlihatkan titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebaran mengikuti arah garis diagonal. Jadi dapat disimpulkan bahwa setelah dilakukan pengolahan data dengan bantuan program SPSS for Windows, persamaan regresi tetap memenuhi asumsi normalitas sebagaimana tampak dalam gambar 4.1 berikut : Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas
Sumber : Data Primer yang Diolah (2014)
79
2. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi ditujukan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi ditemukan adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada variabel satu dengan variabel lainnya. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, penulis melihat angka Durbin Watson (DW) yang dihasilkan. Jika angka DW berada antara -2 sampai +2, maka tidak terjadi autokorelasi, yang artinya model regresi sesuai dengan kriteria/standar. Hasil uji autokorelasi untuk data yang diolah sebagaimana tampak dalam tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi b
Model Summary
Model 1
R
R Square
.650
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.422
.398
54836.061
Durbin-Watson 1.611
a. Predictors: (Constant), DAK, PD, RD, DAU b. Dependent Variable: BM
Sumber : Data Primer yang Diolah (2014) Berdasarkan tabel 4.6 di atas pada kolom Durbin Watson (DW) diperoleh angka sebesar 1,611 (model 1) yang berarti model regresi tidak terdapat masalah autokorelasi,
karena angka DW masih berada di antara -2 sampai +2. dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi layak dipakai.
80
3. Uji Homoskedastisitas Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji ada tidaknya kesamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain.Untuk menguji hal ini digunakan Scatterplot, di mana sumbu X adalah nilai-nilai prediksi ZPRED= Regresion standardizedpredicted value dengan sumbu Y adalah nilai yaitu ZRESID= Regressionstandardizedpredicted value. Bila grafik yang diperoleh menunjukkan adanya pola tertentu yang dihasilkan oleh titik-titik yang ada, maka dikatakan terjadi Heteroskedastisitas, namun bila tidak membentuk pola tertentu maka dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas sebagaimana tampak dalam gambar 4.2 berikut : Gambar 4.2 Hasil Uji Homoskedastistitas
Sumber : Data Primer yang Diolah (2014)
81
Dari gambar 4.2 diatas dapat diketahui pola sebaran data tidak membentuk pola tertentu. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa data homogen dan tidak terjadi heteroskedastisitas. 4. Uji Multikolonieritas Uji Multikolinearitas digunakan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent yang satu terhadap variabel independent. Suatu model regresi yang baik haruslah terbebas dari masalah Multikolinearitas. Suatu model regresi yang terbebas dari masalah multikolinearitas haruslah mempunyai angka toleransi yang mendekati 1 dan nilai VIF di bawah angka 10. Dari hasil tabel 4.7 di bawah dilihat pada kolom Collinearity Statistics bahwa model regresi (model1) layak di pakai, karena memenuhi kriteria yang ada, dimana nilai tolerance<1,000 dan nilai VIF >1,000. jadi dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi tidak mengalami multikolinearitas. Hasil uji Multikolinearitas untuk data yang telah diolah tampak dalam tabel 4.7:
82
Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients
a
Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
VIF
PD
.611
1.637
RD
.665
1.505
DAU
.437
2.289
DAK
.458
2.183
a. Dependent Variable: BM
D. Analisis Uji Hipotesis 1. Analisis Regresi Linier Berganda Pengujian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh pajak daerah, retribusi daerah dana alokasi umum dan dana alokasi khusus terhadap belanja modal, analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda, sehingga dari variabel tersebut akan membentuk model persamaan : Ŷ = bo + b1x1i + b2x2i + . . . + bkxki. Analisis regresi linier berganda ini menggunakan program SPSS 22 yang terlihat dalam tabel 4.8:
83
Tabel 4.8 Analisis Regresi Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model
B
1
(Constant)
Coefficients
Std. Error
40338.092
20047.688
PD
.501
.100
RD
-.683
DAU DAK
Beta
T
Sig.
2.012
.047
.504
5.027
.000
.381
-.172
-1.793
.076
.100
.044
.271
2.281
.025
.660
.361
.212
1.827
.071
a. Dependent Variable: BM
Sumber : Data Primer yang Diolah (2014) Dari hasil analisis regresi tersebut diketahui bahwa: Nilai a
= 40338.092
Nilai b1
= 0.501
Nilai b2
= -0.683
Nilai b3
= 0.100
Nilai b4
= 0.660
Berdasarkan nilai tersebut, maka dapat dibuat persamaan regresi berganda: Y
= a + b1X1+ b2X2 + b3X3 + b4X4 = 40338.092+ 0.501X1+ (-0.683X2)+
0.501X1+ 0.100X3+0.660X4 Keterangan:
84
a) Nilai a sebesar 40338.092, artinya bila X1 (Pajak Daerah), X2 (Retribusi Daerah), X3 (DAU) dan X4 (DAK) dikontrol, maka nilai Y (Belanja Modal) adalah sebesar 40338.092. b) Nilai b1 sebesar 0.501, artinya X2 (Retribusi Daerah ), X3 (DAU) dan X4 (DAK) dikontrol, maka setiap perubahan satu satuan X1 (Pajak Daerah) akan meningkatkan Y (Belanja Modal) sebesar 0.501satuan. c) Nilai b2 sebesar -0.683, artinya X1 (Pajak Daerah), X3 (DAU) dan X4 (DAK) dikontrol, maka setiap perubahan satu satuan X2 (Retribusi Daerah) akan mengurangi Y (Belanja modal) sebesar 0.683satuan. d) Nilai b3 sebesar 0.100, artinya X1 (Pajak Daerah), X2 (Retribusi Daerah), dan X4 (DAK) dikontrol, maka setiap perubahan satu satuan X3 (DAU) akan meningkatkan Y (Belanja Modal) sebesar 0.100satuan. e) Nilai b4 sebesar 0.660, artinya X1 (Pajak Daerah), X2 (Retribusi Daerah) dan X3 (DAU) dikontrol, maka setiap perubahan satu satuan X4 (DAK) akan meningkatkan Y (Belanja modal) sebesar 0.660 satuan. Dari tabel regresi dapat dilihat besarnya t hitung untuk variabel X1 sebesar 5,027 dengan nilai signifikan 0,000. Hasil uji statistik tersebut dapat menyimpulkan t hitung adalah 5,027, sedangkan t tabel adalah 1,98, sehingga t hitung > t tabel (5,027>1,98), maka X1 secara parsial berpengaruh
signifikan
terhadap
Y.
Signifikansi
penelitian
juga
menunjukkan angka lebih besar dari 0,05 (0,000< 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya X1 berpengaruh signifikan terhadap Y.
85
Tabel di atas juga menunjukkan besarnya t hitung untuk variabel X2 sebesar
-1.793
dengan nilai signifikan 0,076 , sedangkan t tabel adalah
1,98, sehingga t hitung < t tabel (-1.793<1,98), maka X2 secara parsial tidak berpengaruh
signifikan
terhadap
Y.
Signifikansi
penelitian
juga
menunjukkan angka lebih besar dari 0,076 (0,076< 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya X2 tidak berpengaruh signifikan terhadap Y. Nilai t hitung untuk variabel X3 adalah sebesar
2.281
dengan nilai
signifikan 0,025, sedangkan t tabel adalah 1,98, sehingga t hitung > t tabel (2.281< 2,021), maka X3 secara parsial berpengaruh terhadap Y. Signifikansi 0,025 menyimpulkan bahwa signifikansi penelitian lebih kecil dari 0,05 (0,025 < 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya X3 berpengaruh terhadap Y. Tabel di atas juga menunjukkan besarnya t hitung untuk variabel X4 sebesar 1.827, sedangkan t tabel adalah 0,071, sehingga t hitung < t tabel (1.827<1,98), maka X4 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Y. Signifikansi penelitian juga menunjukkan angka lebih kecil dari 0,071 (0,071 < 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya X4 tidak berpengaruh signifikan terhadap Y.
86
Setelah model regresi linier sederhana ini telah sesuai dengan kriteria, maka langkah selanjutnya adalah menguji apakah variabel-variabel independen mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian-pengujian yang dilakukan meliputi koefisien determinasi (R Square) dan Anova. Pengujian ini menggunakan program SPSS 22 yang terlihat didalam tabel-tabel 4.9 dan 5.1 dibawah ini : Tabel 4.9 b
Model Summary
Model 1
R .650
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.422
.398
54836.061
Durbin-Watson 1.611
a. Predictors: (Constant), DAK, PD, RD, DAU b. Dependent Variable: BM
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS yang nampak pada tabel 4.9 di atas, diketahui nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,650 artinya pajak daerah, retribusi daerah, DAU dan DAK memiliki hubungan yang Sedang (berdasarkan table korelasi) dengan belanja Modal. Sedangkan nilai koefisien determinasi (KD) sebesar 0,398 menunjukkan bahwa 39,8% (Batas Signifikan diatas 50,00%) belanja daerah dipengaruhi oleh pajak daerah, retribusi daerah, DAU dan DAK. Sementara sisanya sebesar 60,2% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti seperti Pertumbuhan Ekonomi, Bagian laba usaha daerah dan Lain-lain PAD yang sah yang merupakan penelitian yang telah dilakukan dilakukan oleh
87
Darwanto dan Yustikasari (2007) dengan judul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Tabel 5.1 Anova b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
2.066E11
4
5.166E10
Residual
2.827E11
94
3.007E9
Total
4.893E11
98
F 17.180
Sig. .000
a
a. Predictors: (Constant), DAK, PD, RD, DAU b. Dependent Variable: BM
Sumber : Data Primer yang Diolah (2014)
Berdasarkan perhitungan F Hitung sebesar 17.180 lebih besar dari F Tabel sebesar 2,47. Sedangkan angka signifikansi pada tabel ANOVA sebesar 0,000 < dari 0,05 H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya pengaruh yang signifikan Pajak Daerah , Retribusi Daerah, DAU dan DAK terhadap Belanja Modal secara simultan. Dengan demikian model regresi diatas sudah layak dan benar.
E. Hasil Penelitian Salah satu sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa
88
imbalan
langsung
perundangundangan
yang yang
seimbang, berlaku
yang
yang
dipaksakan
digunakan
untuk
berdasarkan membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Menurut Sianturi (2009), terdapat keterkaitan antara pajak daerah dengan alokasi belanja modal. Semakin besar pajak yang diterima oleh Pemerintah Daerah, maka semakin besar pula PAD. Pemerintah Daerah mempunyai wewenang untuk mengalokasikan pendapatannya dalam sektor belanja langsung ataupun untuk belanja modal. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa hasil penelitian menunjukan Pajak Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal. Daerah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan penerimaan daerah. Pendapatan Asli Daerah secara statistik berpengaruh tarhadap alokasi belanja modal dapat memberi sedikit acuan bahwa Pendapatan Asli Dearah sangat berperan penting dalam pembangunan daerah tersebut. Oleh karena itu daerah hendaknya lebih terpacu lagi untuk memanfaatkan sumber daya daerah untuk dapat digunakan dalam rangka kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan. Dengan meningkatnya Pendapatan Asli Daerah dapat memberi keleluasaan kepada daerah tersebut untuk mengalokasikan ke kegiatan atau pengeluaran yang dapat memberi dampak terhadap peningkatan pembangunan dareh terutama pembangunan infrasturktur. Peningkatan alokasi belanja modal dalam bentuk aset tetap seperti infrastruktur dan peralatan merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perekonomian karena semakin tinggi belanja modal semakin tinggi pula produktivitas perekonomian. Dari peningkatan
89
produktovitas perekonomian akan memberi dampak positif pada peningkatan pendapatan daerah tersebut.
Kemandirian daerah dapat diwujudkan dengan salah satu cara yaitu dengan meningkatkan PAD dari sektor retribusi daerah. Jika retribusi daerah meningkat, maka PAD juga akan meningkat sehingga dapat meningkatkan pengalokasian belanja modal untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Retribusi daerah didefenisikan sebagai pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa hasil penelitian menunjukan retribusi Daerah tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Hal ini disebabkan karena retribusi Daerah lebih banyak digunakan untuk membiayai belanja yang lain, seperti belanja rutin / belanja operasional. Selain itu peningkatan retribusi Daerah suatu daerah belum tentu diikuti dengan peningkatan anggaran belanja modal, tergantung pada situasi dan kondisi tiap-tiap daerah.
Sumber pendapatan daerah yang memiliki peran penting dalam memberikan pendapatan bagi daerah selain PAD adalah dana perimbangan. Dana perimbangan meliputi Dana Bagi Hasil Pajak/Non-Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima Pemerintah Daerah dapat dialokasikan untuk belanja modal. Penelitian Holtz-Eakin et. Al. (1985) dalam Darwanto (2007) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan belanja Pemerintah Daerah.
90
Meskipun
otonomi
daerah
telah
diberlakukan
sejak
lama,
namun
kenyataannya masih terdapat beberapa Kab/Kota yang masih menggantungkan sumber pendanaan pemerintahan daerahnya pada dana perimbangan (dana transfer dari Pemerintah Pusat). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa hasil penelitian menunjukan DAU berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. DAU memungkinkan daerah menggunakan sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka ontonomi daerah. Karena dengan adanya transfer DAU dari Pemerintah Pusat maka Pemerintah Daerah bisa mengalokasikan pendapatannya untuk membiayai belanja modal.
Sumber dana perimbangan yang kedua adalah dana lokasi khusus. Dengan adanya DAK, maka membantu mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang ditanggung oleh Pemerintah Daerah. Lembaga penelitian SMERU (2008), mengungkapkan bahwa sumber pendanaan untuk belanja modal salah satunya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa hasil penelitian menunjukan DAK tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Hasil ini memberikan adanya indikasi yang kuat bahwa perilaku belanja modal tidak dipengaruhi dari sumber penerimaan DAK. Hal ini kemungkinan tejadi Pemanfaatan DAK diarahkan kepada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan publik dengan umur ekonomis panjang.