BAB IV ANALISIS
A. Profil Masyarakat Kabupaten Brebes Jawa Tengah 1. Kondisi Geografi Kabupaten Brebes sebagai salah satu daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah, letaknya disepanjang pantai utara laut Jawa, memanjang ke selatan berbatasan langsung dengan wilayah Banyumas. Sebelah selatan wilayah Brebes berbatasan dengan wilayah Kabupaten dan Kota Tegal serta sebelah barat berbatasan dengan wilayah Jawa Barat. Letak Kabupaten Brebes antara 6044` 7021` Lintang Selatan dan antara 108041 dan 109011`. Luas wilayah Kabupaten Brebes adalah 1.661,17 km2, terdiri dari 17 kecamatan dan 297 kelurahan atau desa. Menurut penggunaan tanah dibagi menjadi tanah sawah dan tanah kering. Pada tahun 2007 luas sawah sebesar 634,42 km2 (38,19%) dan luas tanah kering sebesar 1.026,75 km2 (75,44%). Sebagian besar luas tanah sawah (pertanian) merupakan sawah berpengairan 29.731 Ha (75,44%), baik merupakan irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana maupun irigasi desa, sedangkan sisanya (24,56%) merupakan tanah persawahan tadah hujan. Keadaan alam Kabupaten Brebes termasuk wilayah bersuhu sedang. Keadaan tanahnya subur sehingga banyak masyarakat Brebes yang mengandalkan tanah pertanian untuk hidupnya. Sistem pertaniannya selain mengandalkan air dari waduk juga mengandalakan tadah hujan.
27
28
Pola Perwilayahan Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Brebes termasuk Wilayah Pembangunan II dengan pusat di Tegal. Kabupaten Brebes sendiri dalam
perwilayahan
pembangunan
dibagi
menjadi
3 Sub Wilayah
Pembangunan (SWP) yaitu: 1. SWP Ia, dengan pusat di Brebes, meliputi Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Jatibarang dan Kecamatan Songgom. Sektor yang dapat dikembangkan adalah pertanian, khususnya sub sektor perikanan, sektor perdagangan atau jasa dan sektor pemerintahan. 2. SWP Ib, dengan pusat di Tanjung, meliputi Kecamatan Tanjung, Kecamatan Losari dan Kecamatan Bulakamba. Sektor yang dapat dikembangkan adalah sektor perdagangan dan pertanian. 3. SWP
II,
dengan
pusat
di
Ketanggungan,
meliputi
Kecamatan
Ketanggungan, Banjarharjo, Larangan dan Kersana. Sektor yang dapat dikembangkan di wilayah ini adalah sektor pertanian khususnya sub sektor tanaman pangan antara lain meliputi sayur mayur, bawang merah dan lombok serta sektor pemerintahan. 4. SWP III, dengan pusat di Bumiayu, meliputi Kecamatan Bumiayu, Tonjong, Sirampog, Paguyangan, Bantarkawung dan Salem. Sektor yang dikembangkan adalah sektor pertanian, industri kecil, pariwisata dan perdagangan. Nama-nama Kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes yaitu : Salem, Bantarkawung, Bumiayu, Paguyangan, Sirampog, Tonjong, Larangan, Ketanggungan, Banjarharjo, Losari, Tanjung, Kersana, Bulakamba, Wanasari, Songgom, Jatibarang dan Brebes.
29
Batas wilayah Kelurahan atau Desa Brebes dan Kecamatan Brebes adalah sebagai berikut : a. Batas Desa Brebes 1). Sebelah Utara
: Kelurahan Pasarbatang.
2). Sebelah Selatan
: Desa Pulosari dan Desa Padasugih.
3). Sebelah Timur
: Desa Gandasuli dan Limbangan Kulon.
4). Sebelah Barat
: Sungai Pemali atau Kecamatan Wanasari.
b. Batas wilayah Kecamatan Brebes 1). Sebelah Utara
: Laut Jawa.
2). Sebelah Selatan
: Kecamatan Jatibarang.
3). Sebelah Timur
: Kabupaten Tegal atau Kota Tegal.
4). Sebelah Barat
: Kecamatan Wanasari.
c. Wilayah Kabupaten Brebes berbatasan dengan : 1). Sebelah Utara
: Laut Jawa
2). Sebelah Timur
: Kab. Tegal dan Kota Tegal
3). Sebelah Selatan
: Kab. Banyumas dan Kab. Cilacap.
4). Sebelah Barat
: Provinsi Jawa Barat atau Cirebon.
Kelurahan atau Desa Brebes mempunyai jarak dengan pusat ibukota sebagai berikut : a. Jarak dengan Ibukota Kecamatan
: 1 Km.
b. Jarak dengan Ibukota Kabupaten
: 150 Km.
c. Jarak dengan Ibukota Propinsi
: 178 Km.
d. Jarak dengan Ibukota Negara
: 315 Km.
30
Kabupaten Brebes beriklim sedang dengan curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Jatibarang sebesar 4.559 mm, sedangkan rata-rata hari hujan terbanyak adalah 140 hari terjadi di Kecamatan Paguyangan. Pada tahun 2007, Kabupaten Brebes mengalami rata-rata curah hujan 2.467 mm, sedangkan rata-rata hujan pada tahun 2007 118 hari. 2. Demografi Masyarakat Berdasarkan data terkini yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Brebes dan dari Bappeda, keadaan penduduk Kabupaten Brebes sampai dengan Desember 2007 adalah 1.743.195 jiwa. Dengan perincian laki-laki berjumlah 869.109 Jiwa sedangkan perempuan berjumlah 874.086 jiwa. Untuk lebih mengetahui profil masyarakat di Kabupaten Brebes, lihat tabel di bawah ini :
31
Tabel 1 Jumlah penduduk Kabupaten Brebes Tahun 2007
NO
KECAMATAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
DISTRICT
MALE
FEMALE
TOTAL
1
Salem
28.518
27.823
96.341
2
Bantarkawung
45.623
45.883
91.506
3
Bumiayu
51.244
51.856
103.100
4
Paguyangan
46.078
46.275
92.353
5
Sirampog
29.630
30.899
60.529
6
Tonjong
34.285
34.764
69.049
7
Larangan
69.575
69.799
139.374
8
Ketanggungan
64.871
66.293
131.164
9
Banjarharjo
57.470
58.446
115.916
10
Losari
61.790
61.867
123.597
11
Tanjung
46.406
47.285
93.691
12
Kersana
31.625
31.173
62.798
13
Bulakamba
79.466
78.414
157.880
14
Wanasari
68.768
68.636
137.404
15
Songgom
36.932
36.483
73.415
16
Jatibarang
39.520
40.053
79.577
17
Brebes
77.308
78.193
155.501
KAB. BREBES
869.109
874.086
1.743.195
Sumber data : Bappeda, Kelurahan Brebes dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes dalam tahun 2007.
32
Tabel 2 Jumlah Penduduk Kabupaten Brebes menurut kelompok umur Tahun 2007
NO
KELOMPOK
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
UMUR
MALE
FEMALE
TOTAL
1
0 – 4 Tahun
90.367
87.384
177.751
2
5 – 9 Tahun
101.812
97.108
198.920
3
10 – 14 Tahun
103.928
99.366
203.294
4
15 – 19 Tahun
98.749
91.189
189.938
5
20 – 24 Tahun
73.261
76.676
149.937
6
25 – 29 Tahun
69.656
72.304
141.960
7
30 – 34 Tahun
60.525
62.351
122.876
8
35 – 39 Tahun
57.279
60.177
117.456
9
40 – 44 Tahun
50.879
50.619
101.498
10
45 – 49 Tahun
41.317
41.157
82.474
11
50 – 54 Tahun
36.301
35.944
72.245
12
55 – 59 Tahun
24.742
26.203
50.945
13
60 – 64 tahun
24.788
29.687
54.475
14
65 – 69 Tahun
14.789
18.848
33.637
20.716
25.073
45.789
869.109
874.086
1.743.195
15
70 + KAB. BREBES
Sumber data : Bappeda, Kelurahan Brebes dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes dalam tahun 2007.
33
Tabel 3 Jumlah desa atau kelurahan, dusun, RW dan RT di Kabupaten Brebes 2007
NO
KECAMATAN
DESA
KELURAH DUSU AN
N
RW
RT
1
Salem
21
-
82
60
254
2
Bantarkawung
18
-
114
93
393
3
Bumiayu
15
-
116
89
538
4
Paguyangan
12
-
151
73
495
5
Sirampog
13
-
137
63
262
6
Tonjong
14
-
82
83
301
7
Larangan
11
-
49
80
627
8
Ketanggungan
21
-
66
107
562
9
Banjarharjo
25
-
59
127
570
10
Losari
22
-
47
99
561
11
Tanjung
18
-
30
79
338
12
Kersana
13
-
13
77
384
13
Bulakamba
19
-
16
150
729
14
Wanasari
20
-
38
154
683
15
Songgom
10
-
27
58
243
16
Jatibarang
22
-
37
91
385
17
Brebes
18
5
48
132
677
JUMLAH 2007
292
5
1.112
1.615
8.002
Sumber data : Bappeda, Kelurahan dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes dalam tahun 2007.
34
Tabel 4 Jumlah Pegawai Negeri Sipil/CPNS pemerintah Kabupaten Brebes tahun 2007
NO 1
2
3
4
GOLONGAN
JUMLAH
Golongan IV :
1.758
IV/A
1.668
IV/B
72
IV/C
16
IV/D
2
IV/E
-
Golongan III :
8.021
III/A
1.488
III/B
2.012
III/C
2.204
III/D
2.317
Golongan II :
3.271
II/A
1.392
II/B
514
II/C
714
II/D
651
Golongan I :
362
I/A
58
I/B
1
I/C
207
I/D
96
Sumber data : Bappeda, Kelurahan Brebes dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes dalam tahun 2007.
35
3. Kondisi Sosial Budaya Pemerintah Kabupaten Brebes dalam segi perkembangan wilayah dan penataan wilayahnya, telah mengalami banyak perkembangan dan kemajuan. Hal
ini
bisa
dilihat
dari
berkembangnya
fasilitas-fasilitas
sosial
masyarakatnya. Di bidang pendidikan merupakan bagian penting dalam meningkatkan pembangunan bangsa. Kemajuan suatu bangsa diperoleh dari kemajuan pendidikannya. Untuk meningkatkan mutu pembangunan yang mengarah pada peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) maka Pemerintah Kabupaten Brebes meningkatkan faktor pendidikan. Pendidikan dalam hal ini berperan untuk meningkatkan ketrampilan, kreatifitas warga, teknologi, kemampuan management serta kepemimpinan yang efektif. Pemerintah Kabupaten Brebes sangat memperhatikan pendidikan, sehingga sudah tersedia sarana pendidikan mulai pendidikan dasar TK, SD, SMP/sederajat sampai dengan pendidikan menengah; SMA/sederajat. Karena pemerintah daerah Brebes sadar betul bahwa pembangunan daerah tidak bisa hanya mengandalkan pada kekayaan SDA (Sumber Daya Alam) semata akan tetapi mutu atau kualitas pendidikan bagi generasi muda perlu lebih ditingkatkan. Berikut tabel jumlah sarana pendidikan yang ada di Kabupaten Brebes :
36
Tabel 5 Jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Brebes tahun 2007
NO
SEKOLAH / PERGURUAN
NEGERI
SWASTA
TINGGI
(BUAH)
(BUAH)
JUMLAH
1
Taman Kanak-kanak (TK)
2
293
295
2
Sekolah Luar Biasa (SLB)
1
-
1
3
Sekolah Dasar (SD)
881
11
892
4
Madrasah Ibtidaiyah (MI)
7
193
200
5
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
73
44
117
6
(SLTP)
4
78
82
7
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
16
16
32
8
SMA dan SMK
2
21
23
9
Madrasah Aliyah (MA)
-
3
3
Perguruan Tinggi (Umum dan Agama)
Sumber data : Bappeda, Kelurahan Brebes dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes dalam tahun 2007. Tingkat sadar kesehatan masyarakat Brebes cukup baik, hal ini bisa dilihat dari tersedianya Puskesmas, Rumah Sakit, jasa praktek dokter umum, rumah bersalin untuk ibu, posyandu dan bidan desa. Terciptanya kondisi tersebut, tidak terlepas dari peranan tenaga medis, para medis baik bidan, mantri kesehatan maupun dukun bayi terlatih yang secara rutin melakukan pembinaan. Berikut tabel yang menunjukan jumlah tenaga medis di Kabupaten Brebes :
37
Tabel 6 Jumlah sarana pelayanan kesehatan di Kabupaten Brebes tahun 2007
NO
1.
2.
URAIAN
TAHUN
TAHUN
TAHUN
2005
2006
2007
Rumah Sakit Umum : -
Pemerintahan
1
1
1
-
Swasta
4
5
5
Puskesmas : -
Puskesmas Induk
28
28
28
-
Puskesmas Pembantu
62
62
62
-
Puskesling
32
32
39
3
Rumah Bersalin
7
8
-
4
Poliklinik/Balai
100
9
9
5
Pengobatan
117
152
179
6
Praktek Dokter
1
1
1
7
Gudang Farmasi
31
49
60
Apotik
Sumber data : Bappeda, Kelurahan Brebes dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes dalam tahun 2007.
38
Tabel 7 Jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Brebes
No
URAIAN
TAHUN
TAHUN
TAHUN
2005
2006
2007
1
Dokter Umum
95
72
89
2
Dokter Spesialis
16
15
18
3
Dokter Gigi
14
18
19
4
Perawat
366
178
407
5
Bidan
435
191
558
6
Ahli Kesehatan
23
32
36
7
Masyarakat
38
24
52
8
Apoteker / Farmasi
41
28
39
9
Ahli Gizi
24
11
37
10
Analsis Laboratorium
13
2
12
11
Ahli Rontgen
38
33
29
12
Ahli Penyehatan
343
276
398
Lingkungan Bidan Desa
Sumber data : Bappeda, Kelurahan Brebes dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes dalam tahun 2007. Masyarakat di Kabupaten Brebes adalah masyarakat yang memahami akan pentingnya nilai-nilai seni budaya yang menganut adat Ketimuran. Kepedulian ini terlihat dari adanya beberapa paguyuban atau perkumpulan kesenian yang merupakan wujud perwakilan masyarakat Brebes. Perkumpulan yang ada adalah Seni kosidah, seni dangdut dan seni tari. Adapun kesenian yang dimaksud sangat bermanfaat sebagai sarana penyaluran bakat minat seni baik warga Kabupaten maupun Kelurahan Brebes maupun masyarakat
39
kelurahan lainnya. Untuk menunjang perkembangan kesenian tersebut pemerintah daerah memberikan dukungan sepenuhnya. Wilayah Kabupaten di Brebes khususnya Kelurahan-kelurahan yang ada di Brebes telah tumbuh dan berkembang lembaga atau perkumpulan keagamaan seperti Jamiyah Yasinan dan Tahlil bagi pria atau wanita, pengajian atau perkumpulan keagamaan ini memberikan bantuan yang baik untuk masyarakat Brebes dalam mengembangkan serta lebih mendalami agamanya. Dalam hal kerukunan umat beragama Kabupaten dan Kelurahan Brebes juga memberikan bukti yang cukup mengembirakan dengan terciptanya kerukunan antar umat beragama yang baik hingga saat ini. Walaupun agama Islam paling mendominasi di Kabupaten Brebes sekitar 1.737.234 dan di Desa Brebes sekitar 20. 593 Jiwa, akan tetapi kerukunan antara penganut agama Katholik, Kristen, Budha dan Hindu sudah tercapai. Hal ini ditandai dengan saling menghormati dan menghargai serta tidak saling mencela dan mengunjing antar agama yang satu dengan agama yang lainnya. Dari segi kerukunan suku dan ras di Kabupten dan Desa Brebes juga sudah tercapai kerukunan yang baik, antara suku Tionghoa, Jawa mupun Sunda. Sehingga di Kabupaten Brebes tidak ada perselisihan atau perang antara suku, agama, ras maupun golongan dengan demikian kehidupan antar masyarakat Brebes telah tercapai kerukunan, damai serta sejahtera. Berikut tabel kondisi kehidupan beragama di Kabupaten Brebes :
40
Tabel 8 Kondisi kehidupan beragama di Kabupaten Brebes tahun 2007 NO
1
2
URAIAN
TAHUN
TAHUN
TAHUN
2005
2006
2007
1.712.880
1.732.585
1.737.234
Jumlah Pemeluk Agama : -
Islam
-
Kristen
1.546
1.556
1.558
-
Katholik
1.629
1.736
1.737
-
Hindu
177
175
176
-
Budha
347
348
348
-
Konghucu
-
-
-
Jumlah Sarana Ibadah -
Masjid
1.051
1.119
1.057
-
Mushola
5.104
5.104
5.403
-
Gereja
16
30
21
-
Pura
-
-
-
-
Vihara/Kelenteng
2
2
2
125
125
150
25.103
15.103
16.546
3
Jumlah Pondok
4
Pesantren
5
Jumlah Santri
680
1.083
1.083
6
Jumlah Jamaah haji
16
NA
NA
Jumlah KBIH
Sumber data : Bappeda, Kelurahan Brebes dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes dalam tahun 2007.
41
Bidang ekonomi, masyarakat Kabupaten dan Desa Brebes rata-rata bekerja sebagai petani, pedagang, buruh, tukang ojek, tukang becak, guru. Akan tetapi sektor pertanian adalah penyangga utama kegiatan ekonomi di samping juga sektor yang lain seperti jasa dan perdagangan. Kegiatan perekonomian di Kecamatan Brebes didominasi oleh perdagangan dan jasa. Di daerah pesisir, umumnya penduduk bermatapencaharian sebagai nelayan dan petani tambak (ikan bandeng, udang) dan peternak bebek; sedangkan di daerah selatan, umumnya bermatapencaharian sebagai petani bawang merah dan buruh tani. Sementara itu sebagai salah satu daerah yang terletak dalam wilayah pantai utara Pulau Jawa, Kabupaten Brebes mempunyai 5 wilayah kecamatan yang cocok untuk mengembangkan produksi perikanan yakni Brebes, Wanasari, Bulakamba, Tanjung dan Losari. Hasil produksi perikanan yang menonjol meliputi; kepiting, rajungan, bandeng, lele, udang, udang windu, teri nasi dan berbagai jenis ikan laut yang lain. Hasil produk perikanan ini selain dikonsumsi masyarakat Brebes bahkan oleh masyarakat setempat telah dikembangkan menjadi usaha penambah pendapatan bagi keluarga, yaitu usaha pembuatan bandeng presto duri lunak dan terasi yang berkwalitas. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trade mark atau hasil bumi ungulan bagi kawasan yang kaya akan sumber daya alam ini, sampai saat ini posisis bawang merah dan kualitasnya tidak diragukan lagi sehingga mampu memenuhi kebutuhan nasional. Namun bukan hanya di sektor pertanian atau bawang merahnya saja sebagai sektor yang paling dominan, akan tetapi masih ada berbagai komoditi lain yang memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan bagi para investor baik yang berasal dari
42
dalam maupun dari luar Kabupaten Brebes antara lain: kentang granula, cabe merah dan pisang raja. Sektor di luar pertanian, Kabupaten Brebes juga mempunyai potensi unggulan dibidang makanan ternak yang melimpah dan tersebar hampir di setiap kecamatan. Kondisi mengguntungkan menjadikan kabupaten Brebes berkembang menjadi berbagai usaha peternakan. Ternak di daerah Brebes berupa ternak sapi, kerbau, kambing, kelinci, ayam petelur, ayam potong, itik, menthog, blengong atau tiktok (hewan persilangan antara menthog dan itik). Hasil peternakan di Kabupaten Brebes ada lagi yang membanggakan dan menjadikannya makanan khas masyarakat Kabupaten Brebes yang tidak diragukan lagi kualitasnya yaitu telor asin. Telor asin khas Brebes sangat terkenal bahkan sangat disukai oleh masyarakat dari daerah lain yang berkunjung ke Brebes. Telur itik yang dijadikan telor asin ini didapatkan dari peternak itik di daerah Brebes. Berikut tabel yang menunjukan mata pencaharian di Kabupaten Brebes :
43
Tabel 9 Jumlah Penduduk Kabupaten Brebes berdasarkan mata pencaharian usia 10 tahun ke atas Tahun 2007
NO
JENIS MATA
JUMLAH
%
PENCAHARIAN 1
Petani / Peternak
304.947
30,02
2
Buruh Tani
412.916
40,65
3
Nelayan
25.420
2,50
4
Pengusaha
7.332
0,72
5
Buruh Industri
41.030
4,04
6
Buruh Bangunan
72.997
7,19
7
Pedagang
77.410
7,62
8
Pengangkutan
14.909
1,47
9
Pegawai Negeri Sipil
25.221
2,48
10
(PNS)
6.790
0,67
11
Pensiunan
26.749
2,63
1.015.721
100
Lain-lain JUMLAH
Sumber data : Bappeda, Kelurahan Brebes dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes dalam tahun 2007. 4. Tradisi dan Budaya Masyarakat Kabupaten dan Desa Brebes terletak di bagian barat Provinsi Jawa Tengah, dan berbatasan langsung dengan wilayah Provinsi Jawa Barat. Brebes
44
sebagai wilayah Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah merupakan Kabupaten yang cukup luas bahkan sebagian wilayahnya merupakan dataran rendah. Bagian barat daya merupakan dataran tinggi (dengan puncaknya Gunung Pojoktiga dan Gunung Kumbang), sedangkan bagian tenggara terdapat pegunungan yang merupakan bagian dari Gunung Slamet. Kondisi tersebut menjadikan kawasan ini sangat potensial untuk pengembangan produk pertanian seperti tanaman bawang merah yang merupakan komoditas unggulan, padi, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan sebagainya. Kenyataan bahwa ada sebagian penduduk di Kabupaten Brebes yang bertutur kata dalam bahasa Sunda dan banyak nama tempat yang dinamai dengan bahasa Sunda menunjukan bahwa pada masa lalu wilayah ini adalah bagian dari wilayah Sunda, batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali (sekarang disebut sebagai Kali Brebes atau Kali Pemali yang melintasi pusat kota Brebes) dan Ci Serayu (yang saat ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa Tengah. Jika dilihat dari cara hidup dan keragaman inilah maka masyarakat Brebes memiliki beragam aktivitas kemasyarakatan yang telah lama sekali berkembang dan kuat menjadi suatu tradisi. Kegiatan kemasyarakatan Brebes bisa terlihat dengan adanya ritual sosial keagamaan bahkan upacara memperingati hari-hari besar. Untuk mengetahui tradisitradisi yang ada di Kabupaten Brebes lihat data-data berikut ini : a. Tradisi memperingati Jaka Poleng atau Mbah Jaka Tradisi memperingati biasanya dilaksanakan setiap tanggal 18 Januari tiap tahunnya. Tradisi memperingati diadakan dialun-alun Brebes
45
dan di Pendapa Kabupaten Brebes untuk memperingati dan mengenang adanya Jaka Poleng atau Mbah Jaka. Usaha memperingati dimaksudkan untuk tetap menghidupkan tradisi silaturahmi atau berkumpul sesama warga masyarakat Brebes bahkan merupakan usaha masyarakat untuk memberikan penghormatannya pada sesepuh Brebes terutama JP / Mbah Jaka. b. Tradisi Ngasa di Gunung Sagara atau Gunung Kumbang. Ziarah di Gunung Sagara (terkenal dengan nama gunung Gora) diadakan pada Selasa Kliwon Mulud. Banyak makna yang di dapatkan ketika mengikuti ritual ritual Ngasa di Gunung Sagara yang terletak di selatan timur Salem tepatnya di perbukitan desa Gandoang Kecamatan Salem. Gunung Sagara dipercaya masyarakat untuk mencari berkah serta dipercaya sebagai tempat bertapanya Jaka Poleng atau MJ. Untuk mencapai lokasi peziarah harus menaiki kendaraan sepeda motor ke desa Gandoang dan menitipkanya dahulu di rumah masyarakat setempat untuk selanjutnya melakukan pendakian ke gunung Sagara dengan berjalan kaki. Tempat yang selalu dijadikan upacara Ngasa atau sedekah hutan Gunung Sagara dinamakan Gedong. Biasanya ritual diadakan bukan pada pagi hari, tapi pada siang hari untuk menunggu Ki Juru Kuncen naik ke puncak. Ritual di Gunung Sagara biasanya diadakan doa-doa atau mantramantra untuk kepentingan para peziarah yang dipimpin olek Ki Juru Kuncen. Sambutan dan doa Ki Juru Kuncen juga berisi larangan serta anjuran untuk tidak merusak dan mencemari hutan. Ritual banyak dihadiri oleh para peziarah dari dalam kota dan luar kota baik dari Kuningan,
46
Subang, Cirebon maupun luar daerah lainnya. Setelah sambutan serta mantra-mantra doa dari Ki Juru Kuncen tahap selanjutnya biasanya ada acara makan bersama yang telah disiapkan terlebih dahulu oleh masyarakat setempat. Biasanya menu dari santap bersama itu adalah berupa nasi jagung yang gurih dengan lauk sayur rebung muda. c. Tradisi penghormatan bagi orang yang telah meninggal. Ø Brobosan Yang dimaksud dengan brobosan adalah ritual berjalan sambil jongkok melewati bawah jenazah yang dimulai dari keluarga tertua sampai dengan keluarga termuda sebelum jenazah dibawa ke pemakaman. Ritual ini biasanya dilakukan untuk jenazah yang kedudukan di dalam keluarga sebagai orang tua. Ø Geblak Tradisi selametan yang dilakukan pada saat geblak (waktu meninggalnya). Ø Pendak Siji Tradisi selamatan yang dilakukan ketika setahun setelah geblak. Ø Pendak Loro Tradisi selametan yang dilakukan ketika dua tahun setelah geblak. Ø
Nyewu Tradisi selametan yang dilakukan seribu (1000) hari setelah geblak. Bagi sebagian masyarakat Brebes, nyewu adalah selametan terakhir.
Ø Kol Selametan setelah 1000 hari, yang biasa disebut dengan istilah nge-kol-
47
i. Yaitu selametan yang dilakukan setiap tahun setelah nyewu dilakukan. Jamuan yang dilakukan dari mulai Geblak sampai dengan Kol sama saja, yaitu berupa Sego Asahan (nasi karon) dan sego wuduk (nasi uduk). Biasanya ketika nyewu ditambah dengan memotong kambing untuk dibuat sate dan gule. d. Tradisi menghitung hari baik di Sindangheula Tadisi ini masih berlaku di kalangan sesepuh adat di Sindangheula Brebes. Sistem penghitungan hari baik sama seperti masyarakat Baduy, dihitung berdasarkan rumus paten yang sudah berusia ratusan tahun. Salah satu yang sangat menarik adalah tradisi penggantian nama seorang anak laki-laki yang telah menikah. Jika seorang laki-laki Sindangheula menikah, maka dia sudah dianggap telah dewasa, dan nama kecilnya pun harus segera diganti berdasarkan perhitungan hari baik. Tradisi ini masih berlaku sampai sekarang walau terkadang sering menimbulkan masalah ketika berhubungan dengan tertib administrasi di pemerintahan. Masih banyak warga yang menjalankan tradisi ganti nama. Akan tetapi ada pula masyarakat yang tidak lagi lagi menjalankan tradisi karena menganggap seni tradisi Sunda tidak sesuai dengan Islam. Sampai pada saat ini para sesepuh adat mampu bersikap bijaksana kepada warganya dalam memilih adat dan agama, semua diberi kebebasan untuk memilih jalan dan keinginannya masing-masing. e. Tradisi Sedekah Bumi Masyarakat Desa Pulogading, Kecamatan Bulakamba, Brebes mempunyai tradisi bersih desa. Acara ritual berupa tradisi sedekah bumi
48
biasanya berbarengan dengan tradisi usap rambut anak yatim. Dalam acara tersebut biasanya akan menampilkan pentas wayang golek dan pada ritual sedekah bumi pada hari Senin malam tanggal 27 Februari 2006 dipentaskan oleh dalang Ki Enthus Susmono dengan judul Brawijaya Paras. f. Tradisi Sambut Ramadhan dengan Mandi Bersama Air Bertuah. Desa Siwuluh, Kecamatan Bulakamba, Brebes mempunyai tradisi sambut bulan Ramadhan dengan mandi bersama. Tradisi sambutan sudah dilaksanakan warga desa secara turun-menurun. Bahkan, sekarang tidak hanya warga setempat yang mengikuti, tetapi ada juga dari desa sekitar dan luar. Masyarakat segaja datang berkunjung untuk melakukan ritual mandi bersama menggunakan air yang dipercaya bertuah dari sumur masjid. Ritual tersebut biasanya diadakan pada hari Rabu, 20 September 2006 di komplek Masjid As Syuhada Desa Siwuluh, Kecamatan Bulakamba, Brebes. Masjid tersebut berada di tepi jalan KlampokBajaratma. Banyaknya warga melakukan ritual bersih diri setiap Jumat Kliwon, menjelang datangnya bulan Ramadan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga kondisi tubuh dan jiwa agar benar-benar bersih serta sehat, sehingga ibadah puasa dapat dijalankan dengan baik akan tetapi juga tradisi untuk membersihkan diri. Bahkan, banyak dari ibu-ibu yang sengaja membawa serta putra-putrinya atau balitanya mandi di tempat tersebut untuk mendapat berkah. Selain itu, banyak warga juga membawa pulang air untuk diminum keluarga. Sebab, mereka percaya air yang
49
bersumber dari masjid tersebut bertuah dan bisa menyembuhkan penyakit. Sebelumnya, ritual mandi bersama ini diawali terlebih dulu dengan pengajian di dalam masjid. Begitu terdengar suara bedhug pertanda masuknya waktu shalat Jumat, pintu pemandian umum dibuka petugas. Warga yang telah lama menunggu di pelataran masjid langsung berusaha masuk sambil membawa peralatan mandi seperti ember dan gayung. Mereka kemudian beramai-ramai mandi bersama dengan diiringi doa-doa khusuk agar permintaannya terkabul dan mendapatkan berkah.
B. Perbandingan Cerita Rakyat Jaka Poleng
1. Versi Lisan Mitologi adalah cerita suci yang akan terus diturunkan kegenerasi selanjutnya melalui tradisi oral (mulut ke mulut) sehingga dalam perkembangan selanjutnya telah banyak mengalami pengurangan dan penambahan yang mengakibatkan munculnya bermacam-macam versi cerita rakyat. Versi lisan cerita rakyat JP di Kabupaten Brebes ada 2 versi, yaitu versi A atau versi kulit ular Poleng (belang-belang) dan versi B atau versi telur ular Poleng (belang-belang). Versi A mengisahkan bahwa penyebab utama tubuh Jaka berubah menjadi ular naga besar berbelang-belang adalah karena pada awalnya Jaka menelan sisa kulit ular belang yang ditemukannya ketika sedang mencari rumput. Sedangkan versi B mengisahkan bahwa penyebab utama tubuh Jaka berubah menjadi ular naga besar berbelang-belang adalah
50
karena pada awalnya Jaka memakan telur yang ditemukannya ketika sedang mencari rumput. Berikut perbandingan kedua versi yang ada : a. Versi A Versi A didapat dari 21 informan melalui wawancara, baik wawancara bebas dan resmi serta didapatkan dari angket. Versi ini menjelaskan bahwa penyebab utama tubuh Jaka berubah menjadi ular naga besar belang-belang adalah karena Jaka menelan sisa kulit ular Poleng (belang-belang) yang ditemukannya. Jaka tidak mau sisa kulit ular Poleng yang ditemukannya itu jatuh ketangan Gusti Bupati K.A.Arya Singasari Panatayuda I, karena ketakutannya itu lah maka ketika keduanya berebut sisa kulit ular Poleng itu Jaka yang terdesak segera memasukan benda itu ke dalam mulutnya. Tapi sayang tanpa segaja benda tersebut tertelan, itu lah yang menjadi penyebab tubuh Jaka berubah. Menurut keyakinan masyarakat Brebes ular Poleng (belang-belang) adalah salah satu jenis ular langka yang memiliki kekuatan ghaib. Karena kekuatan ghaib yang dimiliki ular jenis inilah maka tidak heran jika sisa kulitnya saja masih mempunyai kekuatan hebat. Berbeda dengan ular biasa yang akan meninggalkan begitu saja sisa kulitnya selesai berganti kulit, maka berbeda dengan jenis ular ini jika ngelungsumi (berganti kulit) maka sisa kulitnya ini akan segera dimakan olehnya sendiri. Jenis ular Poleng ini jarang diketemukan, bahkan orang yang melihatnya dipercaya akan mendapatkan berkah. Berikut deskripsi isi cerita rakyat Jaka Poleng : 1). Asal-usul Jaka Poleng v Berasal dari Karawang Jawa Barat.
51
v Abdi Kyahi Sura atau K.A.Arya Singasari Panatayuda I. v Gagah dan tampan. 2). Jaka Poleng adalah Pekathik (pemelihara kuda) v Rajin dalam bekerja. v Disukai K.A.Arya Singasari Panatayuda I 3). Jaka Poleng bertemu ular Poleng. v Jaka mencari rumput. v Jaka mendapatkan sisa kulit ular Poleng. 4). Kulit ular pusaka v Sisa kulit ular Poleng yang dibawa di dalam sakunya masih memiliki kekuatan sakti ular Poleng sehingga tubuh Jaka tidak tampak. v Jaka membuat semua orang ketakutan. 5). Bupati ingin memiliki sisa kulit ular Poleng yang terkenal sakti v Jaka menolak menyerahkan sisa kulit ular Poleng yang telah ditemukannya. v Terjadi perebutan antara Jaka dan K.A.Arya Singasari Panatayuda I. v Jaka tanpa sengaja menelan sisa kulit ular Poleng. 6). Jaka berubah menjadi naga besar belang-belang v Tubuh manusia Jaka berubah menjadi seekor naga besar belangbelang. v Minta dibuatkan kamar dan pendapa. v Berjanji akan selalu melindungi dan menjaga rakyat Brebes.
52
7). K.A.Arya Singasari Panatayuda I membangun Pendapa dan kamar khusus Jaka Poleng. v Kamar sederhana dengan desain khas Brebes dibuat khusus untuk Jaka. v Sampai sekarang bangunan Pendapa dan kamar Mbah Jaka masih ada. b. Versi B Versi B ini di dapatkan dari 4 informan, baik wawancara bebas dan resmi serta didapatkan dari angket. Versi ini menjelaskan bahwa penyebab utama tubuh Jaka berubah menjadi ular naga besar belang-belang adalah karena Jaka memakan telur yang ditemukannya ketika mencari rumput. Jaka tidak tahu bahwa kulit telur yang ditemukannya itu adalah telur ular Poleng yang terkenal sakti. Karena memakan telur ular Poleng itulah tubuh Jaka yang semula manusia berubah menjadi naga besar belang-belang. Versi ini tidak ada peristiwa perebutan antara Jaka dan K.A.Arya Singasari Panatayuda I, hal ini dikarenakan setelah memakan telur ular itu tubuh Jaka yang terasa panas langsung menceburkan diri ke dalam sumur dan seketika tubuh manusianya berubah menjadi ular naga besar. Setelah tubuh Jaka berubah menjadi ular maka gemparlah seluruh masyarakat Kabupaten Brebes sehingga Bupati K.A.Arya Singasari Panatayuda I yang ikut mendengarnya segera mendatangi sumur tempat kungkum (berendam) Jaka, barulah setelah itu Jaka yang telah berubah minta kepada Gusti Bupati untuk dibuatkan Pendapa dan kamar khusus untuknya serta Jaka
53
berjanji akan selalu melindungi masyarakat Brebes. Berikut deskripsi isi dari cerita rakyat Jaka Poleng versi B atau versi telur ular Poleng : 1). Asal-usul Jaka Poleng v Berasal dari Karawang Jawa Barat. v Abdi Kyahi Sura atau K.A.Arya Singasari Panatayuda I. v Gagah dan tampan. 2). Jaka Poleng adalah Pekathik (pemelihara kuda) v Rajin dalam bekerja v Disukai K.A.Arya Singasari Panatayuda I 3). Jaka Poleng menemukan telur ular Poleng v Jaka mencari rumput. v Jaka mendapatkan telur ular Poleng. 4). Telur ular pusaka v Karena rasa lapar selesai mencari rumput Jaka langsung memakan telur yang ditemukannya. v Setelah menyantap telur tersebut tubuh Jaka terasa panas sekali. 5). Jaka berubah menjadi naga besar belang-belang v Tubuh manusia Jaka berubah menjadi seekor naga besar belangbelang. v Perubahan Jaka membuat semua orang ketakutan. v Gusti Bupati K.A.Arya Singasari Panatayuda menemui Jaka yang sedang kungkum di dalam sumur. v Minta dibuatkan kamar dan pendapa. v Berjanji akan selalu melindungi dan menjaga rakyat Brebes.
54
6). K.A.Arya Singasari Panatayuda I membangun Pendapa dan kamar khusus Jaka Poleng. v Kamar sederhana dengan desain khas Brebes dibuat khusus untuk Jaka. v Sampai sekarang bangunan Pendapa dan kamar Mbah Jaka masih ada. 2. Versi Tulis Versi tulis dari cerita rakyat Jaka Poleng yang ada di Brebes merupakan salah satu varian yang menambah keindahan cerita rakyat Jaka Poleng yang ada. Versi tulis Jaka Poleng selain sebagai usaha untuk melestarikan cerita rakyat tersebut akan tetapi sebuah usaha nyata pendokumentasian. Versi tulis ini didapatkan dari 4 buku, keempat buku tersebut yaitu 1). buku Legenda dan Kumpulan Cerita Rakyat Kabupaten Brebes Jaka Poleng yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes, 2). buku Jaka Poleng Cerita Rakyat Kabupaten Brebes yang diterbitkan oleh Kantor Kabupaten Brebes, 3). buku Cerita Rakyat dari Brebes Babad Bumi Pakuwon karya Yudiono KS yang diterbitkan oleh PT.Grasindo Jakarta tahun 2005, dan yang terakhir 4). buku Babad Pakuan atau Babad Pajajaran yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta tahun 1977. Keempat versi tertulis dari Jaka Poleng yang telah dibukukan tersebut memiliki banyak perbedaan serta kesamaan, perbedaan tersebut terletak dari segi tokoh-tokohnya dan tempat-tempatnya. Sedangkan persamaan dari versi tulis tersebut terletak pada kesamaan tempat, seperti dalam cerita diceritakan
55
tentang Sungai Cipamali atau Pemali. Versi tulis Babad Pakuan perbedaannya lebih mencolok di dalamnya menceritakan tentang tokoh sentralnya yaitu Ciung Wanara dan perkembangan kerajaan Galuh di Jawa Barat, sedangkan tokoh Jaka Poleng tak disinggung sedikitpun. Tokoh JP diceritakan secara utuh dalam buku Legenda dan Kumpulan Cerita Rakyat Kabupaten Brebes Jaka Poleng, sedangkan dalam buku Jaka Poleng Cerita Rakyat Jaka Poleng serta Cerita Rakyat Dari Brebes Babad Bumi Pakuwon karya Yudiono KS tokoh Jaka Poleng tidak diceritakan sebagai tokoh utama akan tetapi peranannya sebagai guru spiritualnya Ciung Wanara yang terkenal sakti. Berikut akan dijelaskan tentang deskripsi isi dari cerita rakyat Jaka Poleng : a. Versi C 1). Judul Legenda dan Kumpulan Cerita Rakyat Kabupaten Brebes Jaka Poleng. 2). Penulis anonim. 3). Penerbit Kabupaten Brebes tahun 1988. 4). Tebal buku sekitar 0,4 cm, Ukuran buku 15 x 22 cm, jumlah halaman 74 halaman, Sampul bergambar seorang pemuda berpakain biasa dengan membawa arit serta wadah untuk mengumplan rumput, ada gambar Pendapa Kabupaten Brebes serta bergambar Sumur Upas yang merupakan peninggalan Jaka Poleng. 5). Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia. 6). Dibagi menjadi III bab, bab I terdiri dari A khusus yang berkaitan dengan pribadi Tumenggung Puspanegara dan B khusus yang berkaitan dengan pribadi Tumenggung Puspanegara. Sedangkan Bab II
56
cerita rakyat yang bersifat babad (semi sejarah). Dan bab III cerita rakyat yang bersifat dongeng (legenda). 7). Cerita rakyat Jaka Poleng terdapat di Bab III Dalam buku ini diceritakan tentang kisah hidup dan sifat-sifat dari Tumenggung Puspanegara yang merupakan Bupati Brebes sebelum K.A.Arya Singasari Panatayuda I. Buku dengan ukuran sekitar 15 x 22 cm di dalamnya menceritakan asal usul suatu desa atau tempat-tempat yang ada daerah Brebes. Ditulis sebagai bentuk pelestarian atau inventarisasi cerita rakyat yang ada didaerah Brebes, selain itu buku ini dipersembahkan sebagai hadiah bagi Kabupaten Brebes yang ketika itu tahun 1988 merayakan hari jadinya yang ke-310. Cerita dalam buku ada juga yang merupakan terjemahan bebas dari Volkskunde van Java IV door J.W. van Dapperen. Bupati Puspanegara merupakan bupati Brebes yang juga terkenal sakti dan terkenal hingga Cirebon dan Surakarta yaitu jaman pemerintahan Kangjeng Sunan Paku Buwana VII diperkirakan sekitar tahun 1830 – 1850. Bupati Puspanegara diceritakan mempunyai kumis dan janggut tebal, serta tokoh ini dikenal sebagai orang yang anti atau sangat menentang pemerintahan Hindia Belanda. Oleh sebab itu Bupati Puspanegara yang merasa Kangjeng Sunan Paku Buwana VII dari Surakarta sudah diperalat oleh penjajah Belanda sehingga beliau mengambil sikap tidak mau lagi tunduk di bawah kekuasaan raja yang telah diperalat Belanda. Akan tetapi sikap Bupati Puspanegara dianggap sang raja KSPB VII sebagai sikap mbalela (memberontak).
57
Antara Bupati Puspanegara dan Kangjeng Sunan Paku Buwana VII terlibat perselisihan sehingga sang raja memerintah banyak abdinya untuk menghancurkan Bupati Puspanegara, akan tetapi karena kesaktian yang dimiliki Bupati Puspanegara semua akal licik untuk melenyapkannya bisa selalu diatasinya. Baru setelah adik kandungnya sendiri
yang bernama Adipati Puspaningrat diperintah untuk
membunuhnya maka Bupati Puspanegara mengalah. Ketika adiknya menyampaikan dengan sedih bahwa dirinya diperintah untuk melenyapkannya maka tersentuhlah hatinya, akhirnya dengan mantap beliau mengundurkan diri dari jabatan bupati dan memutuskan untuk berkelana secara rahasia, belau lalu bergelar Ki Hajar Prabangkara kemudian bertapa serta menetap di pertapaan Petirgunung. Diceritakan juga yang menjadi guru spiritual Adipati Puspaningrat dan Puspanegara adalah Kyahi Poleng atau Jaka Poleng. Dikutip dari cerita yang ada di dalam buku tersebut yaitu ”Peristiwa di Kasultanan Cirebon itu makin menambah kemurkaan Sri Sunan di Surakarta. Maka baginda segera memanggil Adipati Puspaningrat dari Karawang dengan maksud agar membunuh Adipati Puspanegara. Puspaningrat kembali ke Kerawang dengan hati sangat ricuh (gundah gulana). Kalau titah baginda tidak dipenuhi berarti dia mengingkari sumpah kesetiaan akan tugas kewajiban, tetapi kalau perintah tersebut dilaksanakan berarti dia harus membunuh kakak kandungnya yang amat dicintainya. Tidak dilaksanakan berarti akan menerima hukuman berat, akan melaksanakan akan tetapi rasanya tidak sampai hati. Berhari-hari
58
Adipati Puspaningrat menjauhkan diri dari alam ramai untuk memohon ”wangsit”
dari
Yang
Maha
Kuasa
agar
dapat
menemukan
pemecahannya. Akhirnya cahaya terang membuka hatinya, dia teringat akan gurunya yang menjadi guru kakandanya juga, yakni Kyahi Poleng yang bertapa di Sumur Jalatunda di bawah kaki Gunung Ceremai. Kyahi Poleng bukanlah insan manusia, melainkan suatu makhluk bersifat seperti Jin yang menjelma dalam perwujudan seekor ular belang. Ki Jaga, juru kunci tempat keramat itu segera mengadakan peralatan untuk Sang Adipati dan kemudian Adipati Puspaningrat bersemedi untuk membangunkan Kyahi Poleng dari pertapaannya. Tak berapa lama terdengarlah suara halus : ”O Puspaningrat satu-satunya jalan keluar yang baik yang harus kau tempuh, pergilah engkau menghadap kakandamu Puspanegara di Brebes. Ceritakan dengan terus terang apa yang menjadi beban pikiran itu, akan kubantu menyadarkan dan melelahkan hati Puspanegara dengan ghaibku. Mudah-mudahan terhindarlah kamu dari kesulitan sekarang ini’. Maka Adipati Puspaningrat segera berangkat ke Brebes. Dan selesailah tugasnya sehingga beliau mendapat hadiah dari Sri Baginda menjadi Bupati Brebes mengantikan kakandanya yang sebenarnya tidak dibunuhnya. Cerita ini juga terdapat dalam buku Naga Siluman Sawer Wulung Bagian I jilid III, diterbitkan oleh U.P. Marga Jaya Surakarta. b. Versi D 1). Berjudul Jaka Poleng Cerita Rakyat Kabupaten Brebes. 2). Penulis anonim.
59
3). Penerbit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah Kantor Kabupaten Brebes. Tahun terbit tidak diketahui karena diketik dengan mesin tik bukan komputer. 4). Tebal buku sekitar 0,4 cm, Ukuran buku 21 x 30 cm, jumlah halaman 7 halaman, Sampul bergambar Pendapa Kabupaten Brebes. 5). Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia. 6). Di dalamnya langsung menceritakan tentang asal mula cerita. c. Versi E 1). Berjudul Cerita Rakyat Dari Brebes Babad Bumi Pakuwon. 2). Penulis Yudiono K.S. 3). Penerbit PT.Grasindo Jakarta tahun 2005. 4). Ukuran buku 16 x 23 cm, jumlah halaman v + 61 halaman, Sampul bergambar ayam jago khusus petarung, ayam jago ini merupakan lambang dari ayam jago aduan milik Ciung Wanara. 5). Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia. 6). Di dalamnya menceritakan asal mula kerajaan Daha di Bumi Ayu daerah Brebes yang dipimpin oleh Prabu Kameswara dengan istana bernama Bumi Pakuwon. Beliau memiliki Permasuri bernama Dewi Ningrum dan selir bernama Dewi Pangrenyep. Beliau juga mempunyai adik yang bernama Patih Pakebonan yang kemudian mengantikannya sebagai raja dengan gelar Prabu Silihwangi II. Putra Dewi Ningrum yang dibuang atas kelicikan Dewi Pangrenyep bernama Ciung Wanara. Peramal Prabu Kamesawara bernama Pendekar gunung Padang yang kemudian dibunuhnya, lalu setelah kematiannya pendeta atau Pendekar
60
Gunung Pandang berubah wujud menjadi naga besar belang-belang yang diberi nama Jaka Poleng. Untuk selanjutnya bertapa di ketempat asalnya yaitu Gunung Padang. Setelah lama dibuang Ciung Wanara kembali keistana dengan menantang bermain tarung ayam jago dengan sang Prabu, Ciung Wanara memenangkan pertarungan dan sebagai hadiahnya ia menerima separuh kerajaan yang dipimpin Prabu Silihwangi II itu. Ayam jago aduan Ciung Wanara bernama Si Tajem. Barulah diketahui kemudian bahwa Ciung Wanara adalah Putra Sang Prabu Silihwangi I dari Permaisuri Dewi Ningrum. Jaka Suruh yang pada waktu itu bergelar Arya Bangah mendapatkan setengah wilayah bagian Timur, sedangkan Ciung Wanara sang adik menerima setengah bagian wilayah Barat. Batasnya adalah sebuah sungai yang mengalir dari pengunungan di Selatan ke Laut Utara. Sungai itu bernama Sungai Cipamali sekarang dikenal dengan Pemali. d. Versi F 1). Berjudul Babad Pakuan atau Babad Pajaran. 2). Penulis anonim. 3). Diterbitkan
oleh
Proyek
Pengembangan
Media
Kebudayaan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta tahun 1977. 4). Ukuran buku 21 x 30 cm, jumlah halaman 167 halaman, Sampul bergambar arca atau patung Prabu Silihwangi dengan seekor harimau yang dijadikan lambang kekuatannya. 5). Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia.
61
6). Di dalamnya langsung menceritakan tentang asal mula cerita Prabu Ciung Wanara selama hidupnya dan keturunannya. Buku ini menceritakan dengan jelas bagaimana perjalanan hidup Ciung Wanara dan keturunannya. Cerita dalam buku diambil dari buku wawacan Babad Pakuan / Babad Pajajaran yang terdiri dari 9 pupuh. Naskah merupakan saduran dari babon yang lebih tua. Menurut penjelasan penulisnya, bagian pertama sampai penobatan Siliwangi (mungkin juga dimaksudkannya Guru Gantangan, karena ia hanya menyebut Sang Nata), disebut Babad Ratu Sunda yang menjadi pegangan silsilah para Bupati Priangan. Sejak periode burak Pajajaran sampai pemerinntahan Geusan Ulum di Sumedanglarang disebut Babad Sumedang. Babon yang dijadikan sumber kutipan mulai ditulis pada hari Rabu tanggal 6 Jumadil Akhir tahun Dhal, Hijrah 1230 (Masehi 1816), dan selesai pada hari Kamis tanggal 8 Muharam 1231, Hijrah 1231 (Masehi 1816). Disempurnakan pada bulan Rajab tahun Bo, Hijrah 1232 (Masehi 1817). Jadi pada waktu Sumedang didalemi Pangeran Kornel (Aria Kusuma Dinata). Bahasa yang digunakan Jawa Sunda yang pada dasarnya masih sama dengan naskah-naskah atau dialek Cirebon. Isi naskah bagian pertama mengisahkan keadaan Pulau Jawa yang masih kosong sebagai pengantar untuk permulaan berdirinya kerajaan Galuh. Bagian ini ditutup dengan penobatan Prabu Siliwangi. Sebagian besar bagian ini berisi kisah Aria Banga (Rahiang Banga) dengan Ciung Wanara (Manarah) dengan mengikuti pola babad yang
62
umum yang mengarah kepada pembagian kekuasaan di Pulau Jawa antara Majapahit dan Pajajaran. Di dalamnya juga diceritakan Sugai Cipamali atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Sungai Pemali sebagai sungai pembatas antara kerajaan yang dipimpim Rahiang Banga dengan kerajaan yang dipimpin Ciung Wanara. Bahasa asli dari Babad Pajajaran adalah ”Bahasa Jawa Cirebon” abad ke-19 dengan campuran unsur Sunda, sehingga banyak kata-kata yang tidak dikenal oleh orang Jawa dan orang Cirebon dewasa ini, juga dalam kamus-kamus bahasa Jawa. 3. Perbandingan Tokoh cerita rakyat Jaka Poleng Menurut versi-versi Jaka Poleng yang ada ada banyak perbedaan baik ceritanya maupun para tokoh-tokohnya. Sebut saja dalam cerita rakyat Jaka Poleng versi lisan Brebes dan tertulis. Dalam versi yang ditulis Yudiono K.S menyebutkan bahwa tokoh sentral adalah Ciung Wanara sedangkan Jaka Poleng berperan sebagai Guru spiritual yang sakti dari Ciung Wanara. Kedudukan Jaka Poleng disini sangat dihormati persis sama dengan cerita yang ada di buku Jaka Poleng terbitan Kantor Kabupaten Brebes.
Tabel. 10 versi lisan : No 1
2
3
Nama Penguasa
Asal Penguasa
Asal Jaka
Versi A Kulit Ular
Versi B Telur Ular
K.A.Arya Singasari
K.A.Arya Singasari
Panatayuda I
Panatayuda I
Patih Karawang Jawa
Patih Karawang Jawa
Barat
Barat
Karawang Jawa Barat
Karawang Jawa Barat
63
4
Nama Awal Jaka
Jaka
Jaka atau Laksito
5
Penyebab
Menelan sisa kulit ular
Memakan telur ular
Perubahan Jaka
Poleng (belang)
Poleng (belang)
Nama Akhir Jaka
Jaka Poleng, Kyahi
Jaka Poleng atau Mbah
Poleng, Mbah Jaka
Jaka
6
7
Pekerjaan Jaka
Pekathik
Pekathik
8
Bahasa
Indonesia dan Jawa dialek
Indonesia dan Jawa dialek
Cirebon
Cirebon
Anonim
Anonim
9
Pengarang
Tabel. 11 versi tertulis : No
Versi C
Versi D Buku
Versi E Buku
Versi F Babad
Legenda dan
Jaka Poleng
Cerita Rakyat
Pajajaran atau
Kumpulan
Kabupaten
dari Brebes
Babad Pakuan
Cerita Rakyat
Brebes
(Babad Bumi
Kab. Brebes 1
Nama
-
Penguasa 2
Asal
-
Penguasa 3
4
Gelar Raja
Permaisuri
-
-
Pakuwon) Raja
Raja
Kameswara
Kameswara
Daha Jawa
Daha Jawa
Timur
Timur
Prabu Silih
Prabu
Wangi
Silihwangi
Dewi Ningrum
Dewi
-
Jawa Barat
-
-
Ningrum 5
Selir
-
Dewi
Dewi
Pangrenyep
Pangrenyep
-
6
Patih
-
Pakebonan
Pakebonan
Mangkubumi
7
Bahasa
Indonesia
Indonesia
Indonesia
IndonesiaJawa-Sunda dialek Cirebon
64
8
9
Kerajaan
Pendeta
-
-
Peramal
Bumi
Bumi
Medang
Pakuwon
Pakuwon
Agung Galuh
Resi Sidi
Ki Ajar
Pendeta
Wacana/Ki
Gunung
Gunung Sirata
Ajar Gunung
Padang
Padang 10
Pengarang
Anonim
Anonim
Anonim
Anonim
11
Penerbit
Kab.Brebes
Kabupaten
PT. Grasindo
Depdikbud
Brebes
Jakarta
Jakarta
12
Tahun Terbit
-
-
2005
1977
13
Naga Besar
-
Jaka Poleng
Jaka Poleng
-
14
Gelar Patih
-
Silih Wangi II
Silihwangi II
-
-
Ki Lengser
Ki Demang
-
(Jadi Raja) 15
Abdi Setia
Lengser 16
Putra Dewi
-
Ciung Wanara
Ningrum
Ciung
Ciung Wanara
Wanara
dan Raden Tanurang Aria Banga
17
Putra Dewi
-
Arya Banga
Arya Bangah
-
-
Pemali
Pemali
Pamali/Pemali
Pangrenyep 18
Sungai Pembatas
19
Sungai
/Baribis -
Pemali
Pemali
Citanduy
-
Aki
Ki Gede
Aki
Balangantran
Pengalasan
Balangantrang
Arya Banga
Arya Bangah
Tanurang
Pembuangan 20
Penolong Bayi
21
Penguasa
-
Timur 22
Penguasa
Aria Banga -
Ciung Wanara
Barat 23
Pembagian
Ciung
Ciung Wanara
Wanara -
Bumi
Bumi
Bumi Pakuan
65
Kerajaan
24
Jumlah
74 halaman
Pakuwon
Pakuwon
Pajajaran
Barat dan
Barat dan
Barat dan
Bumi
Bumi
Timur
Pakuwon
Pakuwon
Timur
Timur
7 halaman
61 Halaman
-
Halaman
Tokoh-tokoh yang ada dalam cerita rakyat JP antara versi cerita lisan dan tertulis, terdapat perbedaan atau ketidaksamaan peran tokoh di dalamnya. Tokoh-tokoh yang terdapat di dalam versi lisan adalah
bupati Brebes
K.A.Arya Singasari Panatayuda I, Jaka yang selanjutnya menjadi Jaka Poleng dan tokoh terakhir Bibi Ojah yang merupakan pembantu dalam memasak. Sedang menurut versi tertulis dalam buku Legenda dan kumpulan cerita rakyat Kabupaten Brebes, adalah bupati Brebes yang bernama K.A.Arya Singasari Panatayuda I, Jaka dan pembantu wanita gusti bupati. Menurut versi tertulis buku berjudul Jaka Poleng Cerita-cerita Rakyat Kabupaten Brebes yang dikeluarkan oleh Kantor Kabupaten Brebes, tokohtokoh ceritanya adalah Raja Kameswara (Silih Wangi I), permaisuri beliau yang bernama Dewi Ningrum, selir beliau yang bernama Dewi Pangrenyep, adik lelaki beliau yang bernama Patih Pakebonan (Silih Wangi II), Ciung Wanara yang merupakan putera dari permaisuri Dewi Ningrum, Arya Banga atau Jaka Suruh yang merupakan putra dari selir Dewi Pangrenyep, Resi Sidi Wacana atau Ki Ajar Gunung Padang (Jaka Poleng), Ki Lengser, Aki dan Nini Balangantran. Versi cerita tertulis keluaran Kantor Kabupaten Brebes isi ceritanya hampir mirip dengan isi cerita dari buku berjudul Cerita Rakyat dari
66
Brebes Babad Bumi Pakuwon karya Yudiono KS. Selain sama dengan versi tertulis dari Yudiono KS, isi ceritanya juga hampir sama dengan versi cerita lisan dan tertulis dari Jawa Barat, versi terulis ada dalam Babad Pajajaran / Babad Pakuwon. Perbedaannya hanya terletak pada nama-nama tokohnya. Seperti nama raja dan permaisuri juga selir dalam Babad Pajajaran tidak disebutkan, nama patih bernama Kyai Patih Mangkubumi, nama putra raja bernama Ciung Wanara dan Tanuriang Arya Banga, nama pendeta peramal yaitu Begawan Luhung dari Gunung Sirata, nama penemu bayi Ciung Wanara adalah Aki Balangantrang. Dan nama sungai pembuangan bayi Ciung Wanara adalah Sungai Citanduy yang masih ada di daerah Jawa Barat. Kesemua versi lisan dan buku Legenda dan kumpulan cerita rakyat Kabupaten Brebes, terkait dengan ketokohan Jaka Poleng. Kandungan hampir sama, hanya saja versi dari Kabupaten Brebes hampir beda dari isi cerita dan tokoh-tokohnya. Versi buku Jaka Poleng tokoh utamanya lebih condong ke Ciung Wanara dan Arya Banga, sedang kedudukan Jaka Poleng sebagai guru spiritual Ciung Wanara. Sedang versi lisan dan tertulis dalam Babad Pajajaran atau Babad Pakuwon peran Jaka Poleng tidak ada, tokoh sentral adalah Ciung Wanara dan Arya Banga. Dalam Babad Pajajaran menguraikan dengan jelas bagaimana awal mula kelahiran kerajaan serta awal mula kelahiran Ciung Wanara hingga dewasa dan berkuasa di Pajajaran. Adanya nama tokoh Prabu Silih Wangi dalam cerita yang ada di Brebes, karena pada masanya dulu antara Brebes dan Jawa Barat sudah menjadi satu kesatuan utuh dalam satu wilayah. Itu sebabnya di daerah Brebes masih ada bahasa bahkan kebudayaan Sunda, contohnya saja daerah Salem.
67
Nama-nama sungai dan tempat yang ada di Brebes juga dinamai dengan bahasa Sunda seperti sungai Cipamali, sungai Cisanggarung, dan desa Cilongok. 4. Suntingan Teks Berdasarkan berbagai versi cerita di atas maka dapat disimpulkan suntingan cerita berdasarkan teks yang ada yaitu : Menurut buku Legenda dan Kumpulan Cerita Rakyat Kabupaten Brebes Jaka Poleng, yang menjadi guru Bupati Adipati Puspaningrat dan Bupati Adipati Puspanegara adalah Kyahi Poleng, disebutkan bahwa Kyahi Poleng bukan insan manusia melainkan suatu makhluk bersifat Jin yang menjelma dalam perwujudan seekor ular belang. Tempat keramat Kyahi Poleng bertapa adalah di Sumur Jalatunda yaitu di bawah kaki Gunung Ceremai. Gunung Ceremai bagi masyarakat Brebes terkenal dengan aura angkernya yang kuat sehingga tidak ada yang berani macam-macam, apalagi karena dipercaya sebagai tempat bertapanya Kyahi Poleng maka gunung Ceremai terkenal sebagai tempat yang wingit (angker). Sedangkan menurut cerita dalam versi tulis tokoh pada awalnya Jaka Poleng merupakan seorang pertapa yang sakti, karena kesaktiannya beliau sangat dihormati. Ada banyak nama sebutan untuk beliau yaitu Mbah Jaka, Jaka Poleng, Ki Jaka Poleng, Kyahi Poleng bahkan dalam buku yang ditulis Yudiono KS menceritakan bahwa tokoh ini awalnya bernama Ki Ajar Gunung Padang setelah dibunuh secara tidak adil oleh Prabu Kameswara tubuhnya ketika akan dimakamkan bertiuplah angin lesus besar yang menderu dan terasalah gempa yang mengguncang. Kemudian muncullah seekor naga besar berkulit belang-belang
68
dengan suaranya mendesah-desah. Namun dalam sekejap naga pun menghilang setelah berpamitan secara ghaib dengan Prabu yang kembali termangu. Ular naga besar itu oleh Sang Prabu Kameswara diberi nama Jaka Poleng dan beliau memerintah untuk tidak mengganggu kalau kebetulan melihat kehadirannya. JP menurut cerita dalam buku ini selanjutnya kembali ke tempat asalnya untuk bertapa di Gunung Padang. Selanjutnya JP juga membantu pemerintahan Ciung Wanara atau putra Prabu Kameswara sendiri, peran JP di sini bukan sebagai abdi dalem Ciung Wanara akan tetapi guru spiritual yang sangat dihormati oleh Ciung Wanara. Sebagai guru spiritual Jaka Poleng sering memberikan petuah-petuah bijak serta petunjuk-petunjuk yang harus dilakukan Ciung Wanara dalam memimpin kerajaannya. Jaka Poleng juga membantu Ciung Wanara dalam menetaskan telur ayam yang kemudian menjadi ayam jago aduan Ciung Wanara yang hebat. Ayam jago yang diberi nama Si Tajem mampu menundukan ayam jago aduan milik raja SilihWangi II dan membuatnya mampu bertahta kembali dikerajaan yang seharusnya menjadi milikknya. Ketika Ciung Wanara berperang melawan kakaknya yang bernama Arya Bangah, maka Jaka Poleng sebagai guru juga ikut membantu memberikan petunjuk-petunjuk yang mampu membuat Ciung Wanara unggul dalam perang. Dikutip dalam buku cerita karya Yudiono KS bahwa ” Ternyata segala rencana Pakuwon Timur telah diketahui oleh Raja Muda Ciung Wanara. Sumbernya adalah seorang kakek tampan yang pada suatu malam secara mendadak sudah berada di kamar peraduan. Sadarlah Raja Muda Ciung Wanara bahwa kakek tersebut pastilah Pendekar Jaka Poleng yang berjanji akan selalu membantunya. Setelah memberikan petunjuk untuk
69
membuat Pasanggrahan yang diminta Pakuwon Timur, akan tetapi Ciung Wanara disuruh untuk menyiapkan pasukan yang tangguh dan minta petunjuk Ki Demang Lengser (ayah angkatnya yang mengasuhnya ketika bayi) dan Jaka Poleng menyuruh Ciung Wanara untuk membangun Pasanggrahan seperti Bale Si Gala-gala seperti dalam cerita perang antara Pandawa dan Kurawa. Pemerintahan K.A.Arya Singasari Panatayuda I, Jaka adalah seorang pemuda tampan dan berbadan tegap. Jaka dibawa ke Brebes oleh K.A.Arya Singasari Panatayuda I yang asalnya sama-sama dari daerah Karawang Jawa Barat. K.A.Arya Singasari Panatayuda I pada awalnya memerintah daerah Karawang sebagai Bupati disana, baru kemudian menjabat bupati didaerah Brebes mengantikan bupati Brebes yang lama. Ayahanda K.A.Arya Singasari Panatayuda I adalah bupati yang pada awalnya adalah Patih Karawang yang bernama Raden Singanegara sedangkan ibunda beliau bernama Raden Ayu Singasari Kusuma. Jaka dibawa Gusti Bupati ke Brebes untuk membantunya dalam bekerja sebagai pemelihara kuda (gamel, pekathik, Jawa) milik Kanjeng Gusti Bupati Ariya Singasari Panatayuda I. Kuda selain sebagai hewan peliharaan kesayangan Gusti Bupati juga digunakan sebagai alat transportasi dan ada kegunaan-kegunaan lainnnya. Sehingga keberadaan Jaka sebagai Pekathik sangat dibutuhkan, karena kepatuhan serta kerajinannya dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai Pekathik maka Kanjeng Gusti Bupati K.A.Arya Singasari Panatayuda I menyukai hasil kerja Jaka, setiap kerja yang dilakukan Jaka tidak ada yang mengecewakan Gusti Bupati.
70
Pada suatu hari yang cerah sebagaimana biasanya, jejaka itu menjalankan tugas memotong rumput untuk makanan kuda di sawah. Sambil membawa arit (clurit) dan karung, Jaka berjalan menyusuri pematangpematang sawah untuk mencari rumput-rumput yang lebat dan hijau. Setelah sampai disebuah tanah lapang, dia langsung bersemangat bekerja, dengan riang ia bergumam. “Ehm, di sini nih rumputnya hijau-hijau sekali, pasti si genta (nama kuda) lahap makannya”. Jaka kemudian mulai mengambil kuda-kuda untuk membabat semua rumput yang ada di depannya. Perlahan-lahan tapi pasti rumput demi rumput ia potong dengan sabar, setelah sesuai dengan ukuran ia masukan ke dalam karung yang ia bawa. Sesekali Jaka mengusap keringat yang mengucur di dahi dengan punggung tangannya. Jaka terus membabat rerumputan hijau tanpa kenal lelah. Setelah didapatkannya satu karung penuh rumput dan merasa lelah baru kemudian Jaka seperti biasa beristirahat dibawah pohon yang rindang. Sambil beristirahat diminumnya air kendi yang dibawanya dari rumah. Keringat bercucuran membasahi raut muka dan tubuhnya. Jaka setengah berbaring
untuk
menghilangkan
lelahnya
sambil
mengipas-ngipaskan
selembar daun yang jatuh dari pohonnya. Ketika Jaka hendak memejamkan mata, tiba-tiba saja dia melihat ada seekor ular Poleng (belang-belang) yang berjalan di depanya. Jaka teramat penasaran dengan tingkah mencurigakan hewan tersebut yang tidak seperti ular pada umumnya, sehingga dengan teliti mengikuti kemana ular tersebut pergi. Jaka berjalan pelan-pelan agar tidak terlihat apalagi menakuti ular tersebut. Setelah diamati cukup lama baru kemudian ia tahu bahwa ular itu
71
sedang mencari tempat aman untuk berganti kulit. Setelah sampai disemaksemak rimbun dan dirasa aman ular tersebut kemudian bersiap-siap untuk berganti kulit. Jaka sedari tadi mengikuti ikut berhenti. Mata pemuda itu sangat serius memandangi ular poleng (belang) yang sedang melakukan pelepasan kulitnya. Kejadian itu diamati secara sabar dan jeli. Beberapa menit setelah itu, ular tersebut berhasil melepaskan seluruh kulitnya, tapi biasanya ular poleng (belang) jika beganti kulit sisa kulitnya akan langsung ditelannya tapi saat itu ular Poleng itu meninggalkan begitu saja sisa kulitnya. Jaka baru berani mendekati tempat tersebut setelah ular poleng (belang) itu pergi. Kemudian Jaka mengambil bekas kulit ular Poleng itu dan segera memasukannya dengan hati-hati ke dalam saku celananya, ada cerita lain yang mengatakan bahwa sisa kulit ular itu dimasukan ke dalam Slotoh (tempat tembakau atau rokok). Pemuda itu kemudian kembali ketempat semula untuk melanjutkan pekerjaannya. Dua karung rumput harus ia kumpulkan untuk memenuhi makan hewan peliharaannya. ”Ukh, akhirnya keranjang ini penuh juga, sekarang sudah selesai pulang ah, sudah lapar”. Gumam Jaka sembari mengikat kedua karung berisi rumput yang telah dikumpulkannya. Setelah pekerjaannya selesai, kemudian Jaka pulang dan menaruh hasil kerjakerasnya di dalam kandang kuda. Untuk selanjutnya segera pergi ke dapur mendekati bibi tukang memasak untuk mengisi perutnya yang sudah kelaparan. Ketika sampai di dapur Jaka melihat Bi Ojah yang sedang asyik memasak makanan, hm....bau harum masakan khas racikan Bi Ojah tercium dihidung
72
Jaka sehingga rasa lapar makin mengelitik perut Jaka. Dengan tenang Jaka mendekati Bi Ojah yang tidak sadar ada kehadiran pemuda itu. Baru lah pemuda itu bersuara karena Bi Ojah masih asyik memasak dan mengacuhkan kehadirannya. ” Bi, aku lapar bi, mau makan”. Seru Jaka bersemangat. Bi Ojah berpaling mencari asal suara. Jaka kemudian mengulang perkataannya. ”Lho Jaka, kamu di mana?”. Teriak Bi Ojah terkejut, mata tuanya masih sibuk mencari keberadaan pemuda tersebut. ”Aku disamping Bibi”. Jawab Jaka heran. Jaka pikir Bibi Ojah bercanda. “Jangan bercanda dong Jaka.......Bibi tidak melihatmu ada disini.” Kata Bibi Ojah dengan raut muka ketakutan. Jaka kemudian mendekat, ”Aku disini Bi”. Seru Jaka dengan memegang tangan Bibi Ojah yang mulai ketakutan. Bibi Ojah kaget bukan kepalang ketika dia merasakan tangannya ada yang memegang, tetapi tidak ada sosok manusiapun yang terlihat. Merasakan keganjilan yang membuat bulu kuduknya berdiri, Bi Ojah langsung berteriak histeris dan segera lari masuk ke rumah Kanjeng Bupati Arya Singasari Panatayuda I untuk mengadu. Jaka hanya terheran-heran kenapa Bi Ojah bisa bersikap aneh seperti itu. Setelah beberapa menit, Bi Ojah kembali ke dapur kali ini bersama Kanjeng Gusti Bupati Arya Singgasari Panatayuda I. Ketakutan masih tetap terpancar dari wajah tua Bi Ojah.
73
”Dimana bi.......?”. Tanya Kanjeng Gusti Bupati Ariya Singasari Panatayuda I penasaran atas apa yang telah diceritakan Bi Ojah. ”Ampun Kanjeng, suaranya tadi ada disini Gusti”. Bi Ojah yang masih ketakutan mencoba meyakinkan Kanjeng Gusti Bupati Arya Singasari Panatayuda I . ”Jaka! Kamu dimana?”. Teriak Kanjeng Gusti Bupati. ”Ampun Gusti, saya disini, disamping Gusti”. Jawab Jaka dengan penuh hormat. ”Lho Lho lho lho, ko kamu tidak kelihatan”. Seru Kanjeng Bupati terperanjat, sementara mata bupati tetap memandang disekitarnya yang kosong. ”Ampun Gusti hamba tidak mengerti”. Jawab Jaka Bingung. Sejenak Kanjeng Gusti Bupati Merenung. Matanya tetap mencari sesosok Jaka disekitarnya. “Ada kejadian apa yang kamu alami sebelum ini”. Tanya Gusti Bupati, Jaka terdiam sejenak mencoba berfikir keras. Akhirnya ia ingat kejadian janggal apa yang barusan ia alami ketika mengarit (menebas rerumputan) rumput tadi. ”Oh iya Gusti, tadi sewaktu hamba mencari rumput disawah, hamba melihat ular poleng (belang) dengan kepala yang mengkilat, ular itu berganti kulit, setelah ular itu berganti kulit dan ular itu pergi saya baru berani mengambil kulitnya”.
74
Kanjeng Gusti Bupati akhirnya mengerti. ”Oh..... oh....seperti itu, sekarang sisa kulit ular itu dimana?.” Tanya Gusti Bupati, beliau berharap banyak bahwa Jaka akan jujur padanya. ”Sekarang saya masukan ke saku hamba Kanjeng Gusti”. Jawab pemuda itu polos. ”Sekarang kamu keluarkan benda itu dari sakumu dan taruh dimeja!”. Perintah Kanjeng Bupati. ”Nggih Gusti”. Tanpa pikir panjang Jaka menuruti. Benar juga, setelah kulit sisa ular tersebut dikeluarkan dari saku celana Jaka dan diletakan dimeja, seketika tubuh tegap Jaka-pun terlihat dengan jelas. Ini membuat Bi Ojah yang sedari tadi masih ketakutan dan terdiam langsung lebih terperanjat sekaligus heran. Bi Ojah bersuara setelah dapat menguasai diri. ” Wah Jaka, kamu sudah terlihat”. Jaka pun tersenyum lega dengan diiringi senyum Kanjeng Bupati “Jaka, kulit ular itu akan ku simpan”. Kata Gusti Bupati sambil telunjuknya menunjuk kulit ular tersebut memberi isyarat kepada Jaka untuk di ambilkan dan kemudian diserahkan ke Kanjeng Gusti Bupati Arya Singasari Panatayuda I. Jaka menolak dengan halus permintaan sekaligus perintah dari Gusti Bupati, baginya kulit ular yang sakti itu adalah miliknya karena dialah yang pertamakali menemukannya. ”Ampun Gusti Bupati kulit ini adalah milikku.” ”Buat apa Jaka, benda itu tidak ada gunanya untukmu.” Bujuk Gusti bupati.
75
“Ampun Gusti Bupati, karena yang menemukan selongsong kulit ular ini adalah saya, maka sudah tentu sayalah yang berhak terhadap kulit ular ini.” Jawab Jaka menolak dengan tegas. “Tidak ada gunannya untukmu, cepat berikan padaku!” Teriak Gusti Bupati memaksa Jaka. “Ampun Gusti, tetap tidak bisa. Pendirian Jaka tetap keras kepala untuk mempertahankan yang menurutnya menjadi miliknya. Kanjeng Gusti Bupati Brebes pun jadi tidak sabar, ia tidak menyangka Jaka yang biasanya selalu patuh sekarang menjadi pembangkang sejati bahkan menolak permintaannya dengan tegas. Terjadilah perebutan benda itu antara Jaka dan Kanjeng Gusti Bupati Arya Singasari
Panatayuda
I.
Keduanya
tetap
sama-sama
keras
kepala
menginginkan sisa kulit ular itu. Cukup lama ketika keduanya berebut sisa kulit ular poleng itu. Karena Jaka takut benda itu jatuh ke tangan Gusti Bupati, maka dengan sangat terpaksa Jaka buru-buru memasukkan benda itu ke dalam mulutnya, dan tanpa disengaja benda tersebut langsung tertelan. Gusti Bupati hanya bisa menahan emosinya, saat melihat kulit ular Poleng (belang) itu tertelan dimulut Jaka. Setelah menelan sisa kulit ular poleng itu mendadak tubuh Jaka terasa panas sekali, seakan-akan terbakar di dalam api yang panas membara. Karena tidak sanggup menahan panas tubuhnya, terpaksa tanpa pikir panjang lagi Jaka segera terjun kedalam sumur untuk kungkum (berendam, Jawa). Sesuatu yang ajaib dan tidak disangka-sangka terjadi, setelah kungkum secepat kilat tubuh manusianya berubah menjadi ular naga besar berbelang-
76
belang. Ketika tubuhnya masih terasa panas Jaka pun kembali merendam seluruh tubuhnya kedalam air sumur. Setelah berendam atau kungkum itulah kemudian tubuh Jaka berubah total menjadi ular naga berbelang-belang. “Maafkan saya Gusti, saya sudah berani dengan Gusti”. Kata Jaka lirih diiringi sesal yang mendalam. ”Bukan msksud saya membangkang perintah Gusti, akan tetapi aneh saja sisa kulit ular itu tanpa segaja tertelan oleh hamba. Hamba juga tidak tahu apa penyebab setelah menelan benda tersebut tubuh hamba terasa sangat panas sekali seerti terbakar rasanya.” Kanjeng Gusti Bupati menghela nafas panjang, beliau yang berisifat bijaksana segera tersenyum, kemarahannya mereda. “Kulit ular yang tanpa sengaja tertelan olehmu itu adalah sisa kulit ular Poleng yang memiliki kekuatan, Aku juga menyesal sudah memaksamu Jaka, sebenarnya kulit ular itu memang seharusnya menjadi hakmu, tetapi aku memaksa, jadi akhirnya begini, maafkan aku Jaka.” ”Maafkan saya juga Gusti.” Ulang Jaka menyesal, mata pemuda itu tak mampu menatap wajah Gustinya. Gusti Bupati menjawab dengan lembut nnyaris tanpa tekanan kemarahan akan tetapi yang keluar adalah nada penyesalan yang hampir sama dengan Jaka ”Ini mungkin sudah menjadi takdirmu Jaka, kamu sudah menjadi ular dan bukan seperti manusia biasa lagi”. ”Ya Gusti saya mengerti, saya menerima takdir ini dengan lapang dada. Tapi saya meminta permintaan pada Gusti, tolong buatkan sebuah rumah dan kamar untukku. Saya berjanji pada Gusti bahwa untuk selanjutnya saya tidak
77
akan mengganggu rakyat Brebes akan tetapi akan selalu menjaga rakyat Brebes.” Gusti Bupati Arya Singasari Panatayuda I berpikir sejenak, kemudian berkata dengan lembut ”Permintaanmu itu akan kukabulkan, rumah dan kamar yang kamu minta akan segera kubuatkan. Ya aku juga meminta dengan sangat, tolong jaga dengan baik rakyatku yaitu rakyat Brebes dan jangan sekali-kali kamu mengganggu rakyat Brebes. Karena kamu masih jejaka dan memakan kulit ular Poleng (belang-belang) sekarang kamu kuberi nama Jaka Poleng! Untuk selanjutnya setelah kubuatkan kamar dan pendapa kamu Jaka untuk tinggal di dalamnya”. Jaka menyanggupi segala permintaan Gusti Bupati. Setelah itu tubuh Jaka yang berbentuk ular menghilang atau makareman.
Mbah Jaka atau Jaka
Poleng dipercaya sampai sekarang masih hidup dan bertahta sebagai penguasa alam Jin. Karena janjinya itulah sampai saat ini masyarakat Brebes percaya Jaka Poleng benar-benar menjaga serta melindugi rakyat Brebes. Banyak penduduk sering melihat perwujudan Jaka Poleng dalam bentuk ular naga besar belang-belang mengawal datangnya air dari sungai-sungai penting yang ada di Brebes. Ritual perayaan tiap 18 Januari diadakan sebagai bentuk penghormatan masyarakat serta pemimpin Brebes untuk Jaka Poleng, sebuah usaha untuk mengenang kembali serta sebagai usaha terimakasih karena Mbah Jaka masih mau menjaga rakyat Brebes sehingga terciptanya kedamaian serta hasil panen masyarakat yang melimpah.
78
C. Analisis Cerita Rakyat Jaka Poleng 1. Bentuk Cerita Peradaban yang terbentuk di masyarakat Brebes merupakan aturan moral yang diterapi unsur-unsur elemen religius. Masyarakat Brebes mempercayai cerita rakyat Jaka Poleng PKB bisa dijadikan suritauladan tentang sifat-sifat yang baik dan sebagai usaha untuk menghormati alam sekitar serta leluhur. Bagi masyarakat Brebes, hal ini tercermin dalam “lakun“-nya (nglakoni), atau menjalani suatu cara hidupnya sehingga mereka akan sampai pada suatu tahapan keseimbangan antara alam semesta dengan tujuan hidupnya. CRJP yang ada di Brebes merupakan mitos, karena cerita ini dianggap benar-benar terjadi serta keberadaannya dianggap suci oleh yang empunya cerita, ditokohi oleh para Dewa atau makhluk setengah Dewa (Bascom dalam James Danandjaja, 1984 : 2). Mitos yang ada di Kabupaten Brebes bisa menjadi fenomena keteladanan, sekalipun dipakai pada masa era kemajuan teknologi saat ini. Mitos menjadi sangat penting terutama dalam memandu nilai-nilai kehidupan yang baik serta memahami fenomena-fenomena asal-mula kehidupan itu sendiri. Mitos berfungsi sebagai alat kontrol sosial dan sebagai identitas sosial masyarakat sehingga menuntut kepada anggota masyarakat tersebut untuk mengikutinya agar dapat diterima dalam kelompok warga masyarakatnya serta sebagai usaha untuk mencapai ketentraman dalam hidupnya. Bagi masyarakat Jawa khususnya masyarakat Brebes, mitos Jaka Poleng adalah sebuah sistem ide yang digunakan sebagai "cara untuk menjelaskan dunia". Layaknya sebuah cerita tradisional, cerita Jaka Poleng lahir sebagai
79
hasil dari pembicaraan mulut ke mulut secara turun temurun. CRJP adalah suatu kekayaan budaya yang patut dilestarikan. Mitos Jaka Poleng yang ada di Brebes menceritakan kisah seorang abdi dalem yang setia, Jaka, dengan tuannya, K.A.Arya Singasari Panatayuda I. Sumur berjumlah tiga buah peninggalan Mbah Jaka yang ada di pendapa konon airnya mempunyai khasiat dapat digunakan untuk segala macam tujuan menurut kepercayaan masingmasing. Sedangkan Sumur Upas konon airnya jika untuk mandi atau mencuci muka, mempunyai khasiat bisa awet muda serta niat atau cita-citanya akan mudah tercapai. Masyarakat Brebes yang dalam kehidupannya adalah agraris, Mbah Jaka atau JP merupakan tokoh yang cukup terkenal terutama di kalangan masyarakat petani. Di samping dikenal sebagai pelindung masyarakat Brebes dari ancaman bahaya, Jaka Poleng sering diidentikkan sebagai sesepuh Brebes yang mampu memberikan kesuksesan, ketenaran, kemakmuran serta berkah yang melimpah bagi masyarakat Brebes. Jaka Poleng sebagai tokoh mitologis dari Brebes yang dapat memberikan berkah, dengan kekuatan supranatural yang dimilikinya, mampu berperan sebagai pelindung pertanian. Oleh karena kesakralan cerita Jaka Poleng tersebut maka pada umumnya masyarakat Brebes enggan mempertontonkan adegan cerita Jaka Poleng dalam bentuk pertunjukan. Keegannan mereka dikarenakan rasa hormat yang tinggi serta takut jika melanggar pantangan maka akan membuat Mbah Jaka marah dan keberkahan tanah pertanian mereka menjadi hilang. Dari apa yang sudah diuraikan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa cerita rakyat Jaka Poleng merupakan mitos.
80
Dari apa yang sudah diuraikan di atas maka bentuk cerita rakyat “Jaka Poleng Pendapa Kabupaten Brebes” adalah mitos. Mitos JP yang berkembang dan dikenal oleh masyarakat Brebes mampu membius masyarakat untuk menciptakan kreasi-kreasi kesenian khususnya dalam perayaan menyambut hari jadi Kabupaten Brebes. 2. Fungsi Mitos Jaka Poleng Mitos bagi masyarakat Brebes dipakai sebagai pegangan hidup dalam bertingkah laku. CRJP merupakan salah satu mitologi yang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Brebes. Hampir setiap orang yang menjadi warga masyarakat Brebes mengenal tokoh Jaka Poleng sebagai makhluk halus penguasa Pendapa Kabupaten Brebes, sebagai makhluk halus tokoh Jaka Poleng juga dipercaya sebagai penjaga Kabupaten Brebes. Keadaan ini jelas membuktikan bahwa tokoh Jaka Poleng telah menjadi warisan berharga yang akan terus diwariskan secara turun-temurun ke generasi muda dan selanjutnya akan terus dilestarikan. CRJP bagi masyarakat Brebes memiliki fungsi yaitu : a. Fungsi mitos yang pertama adalah menyadarkan manusia tentang adanya kekuatan ghaib, berarti mitos memberikan pemahaman pada manusia tentang adanya kekuatan ghaib di dunia, tetapi tidak memberikan bahan secara detail mengenai informasi mengenai kekuatan-kekuatan ghaib itu. Akan
tetapi
meyadarkan
manusia
agar dapat
menghayati
serta
menghormati kekuatan-kekuatan ghaib yang ada di dunia. Dengan adanya kekuatan ghaib manusia sadar bahwa ia adalah manusia biasa yang tidak punya daya upaya serta kekuatan yang bisa dibandingkan dengan Tuhan
81
Yang Maha Esa. Kesadaran itu akan membentuk sikap tidak sombong serta senantiasa menghormati sesama makhluk Tuhan yang ada di bumi. Kekuatan ghaib bisa menjelaskan pada manusia bahwa di dunia manusia bukan satu-satunya makhluk ciptaan Tuhan, bahwa di dunia seberang sana yang berbeda dengan dunia manusia ada dunia lain yang ada penghuninya. Dunia itu kasat mata dan tidak bisa ditembus dengan panca indera manusia. b. Fungsi mitos yang kedua adalah memberikan jaminan pada masa kini. Bisa terlihat jelas di mana jaminan keselamatan masyarakat Brebes didapatkan dari JP yang sakti. Misalnya di Brebes dilakukan sebuah ritual atau upacara-upacara untuk memperingati Jaka Poleng, tiap tahunnya setiap hari Senin Kliwon dan Jumat Kliwon diadakan sebuah ritual di alunalun Brebes dengan hiburan wayang golek dan jika ada warga masyarakat ingin mendapat berkah bisa melakukan tirakatan atau laku. Tapi dalam hal CRJP, karena dianggap kesakralannya maka dalam bentuk dan suasana apapun tidak ada yang berani menampilkan (dipentaskan), sedang wayang golek yang dipentaskan dengan cerita yang berbeda. Kegiatan untuk menghormati Jaka Poleng dilakukan untuk menjalin hubungan baik antara Jaka Poleng dan abdi-abdinya. Masyarakat Brebes percaya bahwa usaha dalam menjalin hubungan baik dengan tokoh Jaka Poleng akan menjamin keselamatan hidup mereka. c. Fungsi mitos yang ketiga adalah memberikan pengetahuan tentang dunia, artinya mitos memberikan sumbangan pada manusia berupa ilmu pengetahuan yang bemanfaat bagi manusia. Ilmu pengetahuan yang
82
didapat dalam cerita rakyat bisa menjadi suatu ilmu yang berharga bahkan ajaran-ajaran di dalamnya membantu manusia menemukan karakter manusia yang baik serta mendidiknya untuk menjadi lebih baik. Pengetahuan yang di dapat dari CRJP adalah pengetahuan asal-usul terjadinya suatu tempat, seperti asal-usul Sungai Cipamali yang ada di Brebes. Sungai ini dulunya merupakan pembatas antara kerajaan Majapahit sebelah Timur yang dipimpin oleh Arya Banga dan kerajaan Pajajaran disebelah Barat yang dipimpin oleh Ciung Wanara. Pengetahuan lain yang di dapat dari cerita rakyat Jaka Poleng adalah asal keselamatan yaitu Jaka Poleng sebagai penguasa alam ghaib juga sebagai penguasa Brebes. d. Fungsi yang keempat adalah sebagai pedoman tingkah laku manusia. CRJP bagi masyarakat Brebes mempunyai nilai magis religius bagi masyarakat pendukungnya, konon bisa memberi berkah kepada siapa pun yang mengajukan permohonan dengan niat dan maksud baik. Dalam CRJP juga tersirat nilai-nilai positif yang memiliki manfaat nyata dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya cerita Jaka Poleng yang di dalamnya berisi ajakan untuk tidak membunuh ular / ajakan untuk menghormati keberadaan ular. Masyarakat Kabupaten Brebes menganggap tokoh JP (Mbah Jaka) adalah seorang tokoh sesepuh Brebes, beliau memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi. Kekuatan yang dimilikinya dipercaya merupakan kekuatan ghaib tanpa batas, oleh sebab itu CRJP dianggap sebagai mitos. e. Secara mitis, mitologi Jaka Poleng memiliki peranan yang penting dalam sistem pemerintahan atau kekuasaan di Brebes, karena kepemimpinan di
83
Brebes tidak dapat dipisahkan dengan kekuatan ghaib yang dimiliki oleh Jaka Poleng. Atau dengan kata lain mitos Jaka Poleng mampu menguatkan legitimasi kekuasaan pemimpin yang berkuasa. Mitos Jaka Poleng yang diturunkan secara lisan dan turun temurun mampu dipercayai dengan adanya praktik-praktik keagamaan yang ditujukan kepada penguasa bangsa lelembut yang sakti yaitu Mbah Jaka. Praktik-praktik keagamaan, seperti upacara memperingati JP, persembahan berbagai macam kesenian yang ada di Brebes serta pemberian sesaji secara periodik merupakan sebuah usaha dari para penguasa yang memimpin dalam mengumpulkan kekuatan serta agar pamor kewibawaannya tetap melekat kuat di dirinya. Tokoh JP sebagai bangsa lelembut yang terkenal sakti, mampu memberikan pesonanya pada masyarakat Brebes dalam bertindak dan bertingkah laku terutama terhadap pemimpinnya. Mitos Jaka Poleng mampu menyadarkan para penguasa bahwa di sekelilingnya atau di dunia terdapat kekuatan-kekuatan supranatural yang harus tetap dihormati. Mitos JP digunakan sebagai penjamin keselamatan dan ketentraman hidup pemerintahan Kabupaten Brebes serta mampu digunakan sebagai alat perantara antara manusia dengan daya-daya kekuatan supranatural yang tanpa batas. f. Mitos JP yang ada di Brebes mampu memberikan pesonanya sehingga ritual-ritual peghormatan kepada Mbah Jaka tetap ada sampai sekarang. Ritual-ritual dan sesaji dimaksudkan untuk menghormati keberadaan Mbah Jaka sebagai sesepuh Brebes serta sebagai cara untuk tetap berhubungan dengan sesepuh yang terkenal sakti, bahkan dengan adanya
84
hal tersebut maka para penguasa mampu menunjukan kewibawaan pemerintahan yang dipimpinnya di hadapan rakyatnya. Adanya ritualritual dan sesaji diharapkan mampu memberikan berkah, keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Brebes, dan perlindungan sesepuh sangat diharapkan agar mara bahaya dan kehancuran tidak mendekat di Kabupaten Brebes. Penguasa di Brebes adalah tokoh dengan intelektual yang tinggi, di samping itu dalam menjalankan pemerintahannya dilandasi dengan agama yang kuat. Kewibawaan yang terpancar merupakan bukti adanya kekuatan dari Tuhan YME yang menyetujui kepemimpinan mereka. Dengan adanya tokoh Jaka Poleng juga dipercaya akan memancarkan kekuatan magis yang mampu menjamin kesejahteraan serta dapat memberi berkah kepada masyarakat Brebes. Terjadinya hubungan antara penguasa, masyarakat dan MJ dipercaya tanpa adanya paksaan akan tetapi karena kesadaran masing-masing. Hubungan itu mampu memberikan pengaruh dalam memperkuat hubungan antara penguasa dan rakyatnya, aktifitas ritual dan sesaji yang diadakan mempunyai maksud dan tujuan yaitu untuk mencapai tujuan bersama yaitu dalam mencapai kesejahteraan, berkah, kebahagiaan dan perlindungan bersama. Dengan demikian, mitos JP yang dihayati melalui praktik-praktik keagamaan oleh masyarakat Brebes, secara mitis mempunyai hubungan yang erat dengan ketentraman, kesejahteraan dan kelangsungan sistem pemerintahan yang ada di daerah Brebes. Mitos Jaka Poleng yang sangat dipercaya masyarakat Brebes digunakan sebagai
85
sarana untuk mempersatukan segala perbedaan yang ada di daerah Brebes menjadi satu dalam praktik keagamaan. Sesaji yang dipersembahkan yang berupa rangkaian bunga-bunga, air sesaji tidak manis serta kemenyan, dipercaya sebagai makanan pokok bangsa lelembut. g. Naskah babad dalam kurun waktu tertentu mempunyai manfaat atau kegunaan dalam hidup dan kehidupan masyarakat pencipta naskah atau sekaligus masyarakat pemilik naskah. Fungsi sosial naskah di Brebes misalnya hingga kini (teks-teks) babad Pajajaran mempunyai arti (significance) serta fungsi dalam budaya Brebes. Teks-teks babad dianggap penting karena dalam teks-teks babad tersebut termuat silsilah para leluhur (sesepuh) di dalamnya juga berisi cerita yang berkaitan dengan sikap, perbuatan, dan perilaku para leluhur. Fungsi sosial naskah babad selain sebagai pengikat keerabatan antar anggota masyarakat juga merupakan ajaran moral, dengan meneladani sikap serta perilaku yang baik dan terpuji dari para leluhurnya. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mitos diyakini kebenarannya merupakan suatu hal yang unik, suci, penting bagi manusia serta apa yang ada di dalamnya mampu memberikan pendidikan bagi manusia, bahkan mampu memberikan ajaran-ajaran yang bisa dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. 3. Nilai-nilai Cerita Rakyat Jaka Poleng Keberadaan cerita Jaka Poleng, selain memiliki fungsi juga memiliki nilai-nilai yang sampai saat ini akan terus dilestarikan oleh masyarakat Brebes
86
tanpa kenal lelah. Di bawah ini akan diuraikan nilai yang ditimbulkan cerita Jaka Poleng, yaitu : a. Nilai pelestarian alam CRJP merupakan sebuah usaha cerdas serta kreatif dari para sesepuh jaman dulu untuk tetap memperhatikan dan menghormati alam dengan menjaga kelestariannya. Adanya CRJP menciptakan larangan untuk membunuh ular sehingga masyarakat sekitar mematuhi larangan tersebut karena takut dengan kekuasaan Mbah Jaka. Ular sebagai hewan melata merupakan reptil yang berguna bagi pertanian di daerah Brebes. Keberadaannya diperlukan untuk menjaga keseimbangan alam, keseimbangan alam akan terciptanya dengan lestarinya spesies ular maka spesies tikus sebagai musuh petani juga akan terkendalikan. Jika spesies ular punah maka terjadilah ledakan hebat dari spesies tikus yang mengancam tanaman-tanaman pertanian. Ancaman serius itu berakibat fatal pada kesediaan pangan untuk masyarakat, karena sudah tentu petani akan gagal panen dan keberadaan beras akan sangat langka. Keseimbangan tersebut tercipta dengan kesadaran masyarakat untuk tidak membunuh ular secara sembarangan. Dengan kata lain pesan yang hendak disampaikan dalam CRJP adalah menghargai fungsi dan manfaat ular dalam mempertahankan keseimbangan ekologi. Menurut versi Ciung Wanara juga disebutkan bahwa usaha membuka lahan untuk kawasan ibu kota dilaksanakan dengan hati-hati dengan maksud agar keseimbangan alam tetap terjaga. Ketika membuka lahan tidak serampangan atau sembarangan, karena ketika manusia
87
bertindak sesuka hatinya tanpa memperhatikan alam disekitarnya sudah tentu alam akan murka. Ketika alam murka manusia lah yang menuai akibatnya. b. Nilai pelestarian air Air bagi masyarakat Brebes sebagai kebutuhan utama yang tidak bisa diganti dengan apapun. Dalam CRJP peran air dipakai sebagai sarana kungkum (berendam) Jaka Poleng, maksudnya bahwa peran air selain sebagai pemenuhan kebutuhan hidup (di minum) juga sebagai sarana penyujian diri dari hadas dan najis. Peran sumur Upas peninggalan Jaka Poleng adalah air sumur Upas berguna sebagai sarana obat penyembuh berbagai penyakit. Keberadaan air yang terjaga maka keseimbangan ekosistem bumi juga terjaga, karena tanpa air manusia dan makhluk hidup yang lainnya tidak bisa bertahan hidup. c. Nilai Pedagogis (Pendidikan) Nilai lebih Cerita rakyat ”Jaka Poleng Pendapa Kabupaten Brebes” adalah banyak mengandung nilai-nilai pendidikan positif bagi masyarakat Brebes. Selain CRJP sebagai simbol petuah penguasa Brebes juga dalam CRJP para tokoh utamanya memberikan pendidikan yang baik. Seperti halnya tokoh JP. Beliau sebagai pekathik (pengurus kuda) milik kanjeng gusti Bupati selalu mengerjakan tugas-tugasnya dengan rajin dan tanpa mengenal lelah. Kepatuhannya pada atasannya ditunjukkan dengan mengerjakan segala tugas-tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Dari apa yang sudah diuraikan di atas sudah jelas bahwa CRJP memiliki fungsi pedagonis (pendidikan), ajaran nilai yang didapatkan dari uraian cerita di
88
atas adalah bahwa sebagai bawahan harus senantiasa patuh pada atasan, kepatuhan itu jika atasan menyuruh kepada kebaikan-kebaikan. Tugastugas yang diberikan atasan seharusnya senantiasa dilaksanakan dengan baik dan penuh tanggung jawab. Dalam bekerja juga harus bekerja dengan baik dan tepat waktu. Jaka Poleng bekerja sebagai Pekathik (pemelihara kuda), pekathik jika dicermati dalam kehidupan sekarang ini seolah-olah mengumpamakan sebagai kehidupan dari pengawai pemerintahan. Pegawai pemerintahan senantiasa bekerja keras pada pagi hari dan bekerja sesuai apa yang menjadi tanggung jawabnya. Kerja kerasnya hanya dilakukan untuk negara dan segala pengorbanannya hanya dibaktikan untuk negara. Cerita lisan JP di dalamnya juga diriwayatkan tentang bagaimana K.A.Arya Singasari Panatayuda I berbesar hati mau memaafkan Jaka Poleng yang sudah berani atau lancang menentang perintahnya. Dalam konteks ini maka didapatkan nilai luhur yang patut ditiru, yaitu jika bawahan atau orang lain berbuat salah maka harus berbesar hati mau memaafkannya. Dengan begitu harus melepaskan segala rasa dendam yang ada ketika kesalahan orang lain itu menyakiti hati. Diceritakan bahwa JP meminta dibuatkan Pendapa serta meminta dibuatkan kamar pada K.A.Arya Singasari Panatayuda I, bahkan Jaka Poleng berjanji tidak akan mengganggu rakyat Brebes malah justru melindugi rakyat Brebes. Dari uraian cerita tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sebagai manusia harus memenuhi segala janji yang telah ucapkan. Bentuk pemenuhan janji K.A.Arya Singasari Panatayuda I
89
adalah dengan tetap membuatkan Pendapa dan kamar yang diminta Jaka Poleng, pemenuhan janji beliau itu sebagai wujud penyetaraan karena beliau tidak memandang JP hanya sebagai Pekatik saja. Walaupun Jaka adalah pembantunya akan tetapi beliau tetap memenuhi janjinya tanpa melihat perbedaan. Sedangkan JP dalam perwujudannya yang baru beliau juga senantiasa memenuhi janjinya terhadap K.A.Arya Singasari Panatayuda I yaitu tetap menjaga masyarakat Brebes serta tidak mengganggu masyarakat Brebes. Janji itu terwujud selamanya, bahkan tidak terbatas waktu karena beliau sudah menjadi makhluk gaib yang akan hidup sepanjang waktu. Cerita lisan Jaka Poleng di dalamnya juga diceritakan tentang bagaimana keberanian Jaka Poleng untuk meminta maaf kepada gusti bupati K.A.Arya Singasari Panatayuda I atas kelancangannya berbuat berani kepada gustinya. Dalam konteks ini maka dapat diambil nilai positif lagi bagi masyarakat Brebes yaitu kebesaran hati untuk segera sadar akan kesalahan-kesalahannya. Segeralah minta maaf apabila telah berbuat salah, untuk selanjutnya kesalahan itu dijadikan pengalaman dan jangan diulang kembali. Sedangkan orang yang dimintai maaf sudah seharusnya memaafkan kesalahan orang yang berbuat salah. Menurut cerita versi Ciung Wanara ada berbagai nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya. Nilai itu berupa sebagai sesama saudara dilarang keras (Pamali) saling menyakiti apalagi berperang. Ketika adanya perang saudara yang terjadi, bukan hanya keluarga, bapak dan ibu yang tersakiti akan tetapi semuanya. Perang saudara amat merugikan bagi diri
90
sendiri dan semuanya. Nilai pendidikan dalam cerita Ciung Wanara bisa menjadi contoh, seperti bagaimana gigihnya dan pantang menyerahnya Ciung Wanara dalam mencari ilmu kepada Jaka Poleng serta betapa gigihnya Ciung Wanara dalam mencari jati dirinya atau keluarganya. d. Nilai Kearifan Lokal (Local Wisdom) CRJP memberikan manfaat atau sumber kearifan lokal. Seperti mitos Sungai Pemali di mana warga Brebes tidak mempan untuk disantet, hal ini dimaksudkan agar masyarakat Brebes memiliki ketangguhan spiritual. Sedangkan tafsir ikhwal kamar khusus Mbah Jaka dimaksudkan sebagai kamar kontemplasi, sedhakep siniku tunggal (sholat Tahajjud). Tafsir ini dimaksudkan idealnya pemimpin Brebes di setiap jajaran birokrasi memiliki kualifikasi sebagai figur yang cerdas baik secara intelektual, spiritual, maupun emosional. Sedang mitos pekathik, harus dimaknai bahwa pemimpin adalah pelayan masyarakat yang harus melayani dengan cepat, tepat, murah, ramah, serta penuh kesungguhan hati, sehingga mampu mewujudkan pelayanan prima bagi masyarakat (Atmo Tan Sidiq, 2005: 3). Kearifan lokal (local wisdom) yang dapat ditangkap dari CRJP adalah di tengah proses revolusi hijau dan modernisasi pertanian yang dilakukan oleh pemerintah tanpa menghargai aspek kelestarian ekologis. Sungguh merupakan respon cerdas, sebab terbukti kemudian bahwa paradigma pembangunan pertanian yang kurang memperhatikan kearifan teknologi lokal menyisakan persoalan serius berupa semakin menurunnya kualitas lingkungan yang berakibat pada terjadinya bencana alam seperti
91
tanah longsor, dan kebanjiran, serta berubahnya musim tanam sampai yang tidak teratur kepada pemanasan global atau global warming (Atmo Tan Sidik, 2005, 4). Petani yang ada di Brebes masih mau menghormati alam, sehingga kualitas lingkungan alam sampai sekarang masih terjaga keasrianya. Adanya global warming atau pemanasan suhu global tentu mengakibatkan kerugian pada manusia, akan tetapi dengan diiringi dengan penghormatan kepada alam dan perkembangan habitat ular yang ada mampu menghambat semua itu. e. Sebagai Wisata Ziarah Pendapa Kabupaten Brebes sebagai tempat milik Mbah Jaka banyak dikunjungi oleh pengunjung. Sedangkan makam atau Pesarean bupati K.A.Arya Singasari Panatayuda I, II dan III juga selalu dikunjungi oleh para peziarah. Kedatangan mereka selain ingin mendapatkan berkah juga dengan maksud agar permohonan mereka dapat terkabul melalui perantaraan doa sesepuh mereka. Para peziarah agar keinginannya terkabul sering mengadakan ritual dan slametan. Ritual ini sebagai bentuk ketulusan hati orang mempunyai hajat agar permintaanya segera dikabulkan Tuhan. Ritual yang sering diadakan di makam tersebut biasanya dilakukan perorangan. Mereka yang mempunyai hajat datang ke makam lalu dengan niatan yang baik dan tulus berpuasa. Puasa yang dilakukan biasanya puasa sehari penuh dan menu berbukanya dengan menu seadanya. Di samping berpuasa mereka biasanya bermalam di areal makam, waktu luang yang
92
ada dimanfaatkan untuk berzikir, berdoa, membaca ayat suci Al’quran, kitab berjanji bahkan mengerjakan sholat sunah seperti sholat tahajud disepertiga malam yang terakhir sambil terus khusuk berdoa. f. Nilai Pelestarian Budaya CRJP sudah dikenal oleh masyarakat Brebes, tokoh-tokohnya telah dikenal oleh masyarakat walaupun mereka belum pernah berjumpa secara langsung. Sifat-sifat mereka dapat dijadikan tuntunan dan suri tauladan yang baik. Adanya cerita Jaka Poleng memberikan pengenalan pada masyarakat bagaimana pola kebudayaan, pemerintahan dan kehidupan pada masa itu (jaman dulu). Fungsi pelestarian budaya ini memberikan jaminan bahwa berbagai seni tradisi, adat istiadat, serta upacara ritual yang ada tetap dilaksanakan dan dilestarikan. CRJP memberikan transfer pengetahuan tentang terjadinya namanama tempat dan hubungannya dengan cerita-cerita lainnya. Dengan begitu dengan mengetahui cerita Jaka Poleng maka akan mengetahui bagaimana asal muasal nama tempat, seperti asal muasal nama sungai Cipamali, asal muasal nama Kedung Bokor, asal muasal dibangunnya Pendapa Kabupaten Brebes, asal muasal adanya 3 sumur dan pasanggrahan Mbah Jaka di areal Pendapa. Cerita rakyat juga memberikan ragam pengetahuan tentang bentuk pemerintahan jaman dulu, yaitu jaman pemerintahan Ciung Wanara dan Arya Banga (Galuh Pakuan, Majapahit dan Pajajaran) serta susunan pemerintahan pada masa itu. Keberadaan CRJP yang ada dari jaman dulu menjadi penghubung dengan dunia sekarang, yaitu menuntut generasi muda untuk tetap
93
mengenal, mengenang serta melestarikan artefak-artefak peninggalan budaya pada masa lalu. Artefak-artefak yang berhubungan dengan CRJP perlu dilestarikan untuk pengenalan budaya kepada generasi Brebes selanjutnya. Jika artefak tidak dijaga kelestariannya, maka sudah dipastikan kelak anak cucu tidak mengenal kebudayaan dan tradisi Brebes. Selanjutnya generasi muda akan kehilangan arah, karena tidak merasa memiliki budaya. g. Nilai Sosial Keagamaan Nilai sosial keagamaan yang ada di dalam CRJP Pendapa Kabuapaten Brebes adalah manusia harus mempunyai sifat-sifat luhur, berbakti kepada orang tua (sesepuh), tetap menjalin tali silaturahmi serta bagaimana sebagai sesama saudara dilarang saling menyakiti apalagi berperang. Sesama saudara dilarang saling menyakiti bahkan perang perebutan kekuasaan. Hal ini bisa dilihat dalam cerita perang saudara antara Raden Ciung Wanara dan Arya Banga. Selanjutnya sebagai manusia yang beragama dituntut untuk bergerak sesuai norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat serta berusaha menjauhi sifat-sifat yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Sifat-sifat yang merugikan tersebut adalah sifat dendam, mengambil paksa milik orang lain, tidak menghormati orang lain (orang tua) serta berbohong. Sifat dendam jelas sangat merugikan, bukan hanya bagi diri sendiri akan tetapi untuk orang lain. Dendam biasanya merupakan awal dari permusuhan dan kehancuran. Dendam merupakan media perusak
94
persaudaraan yang paling ampuh. Untuk itu sebagai manusia janganlah memelihara dendam. Dalam CRJP dapat ditiru contoh yang baik dari K.A.Arya Singasari Panatayuda I tentang sifatnya yang tidak pendendam kepada abdinya yang bernama Jaka Poleng, walaupun abdinya ini telah menyakiti hatinya serta berani membantah perintahnya. Sifat selanjutnya adalah mengambil secara paksa milik orang lain, diceritakan bahwa K.A.Arya Singasari Panatayuda I ingin memiliki benda yang bukan haknya dan dengan berbagai cara harus didapatkannya. Seharusnya sebagai manusia jangan mengambil barang milik orang lain. Walaupun maksud K.A.Arya Singasari Panatayuda I baik dengan meminta kulit ular sakti milik Jaka Poleng, akan tetapi cara yang dilakukannya dengan memaksa itu adalah salah. Seharusnya jika si pemilik benda yang diminta tidak setuju memberikan miliknya maka, sudah tentu tidak baik memaksanya. Jika mengambilnya secara paksa maka apa bedanya dengan merampok, dengan kata lain mencuri secara terang-terangan. Agama Islam dan juga agama-agama lainnya melarang keras umatnya untuk tidak berbohong atau menipu. Sifat ini sangat merugikan sekali, sifat tidak berbohong perlu ditiru dari Jaka Poleng. Sebagai orang biasa ketika memiliki kekuatan, ketika ditanya Gusti Bupati selalu berkata jujur. h. Nilai Ekonomi Keberadaan CRJP Pendapa Kabupaten Brebes memberikan sumbangannya untuk kemajuan pemerintahan daerah dalam bidang ekonominya. Dengan adanya CRJP dibangunlah Pendapa Kabupaten
95
Brebes, adanya pendapa memberikan income (masukan) bagi pendapatan daerah. Bagi masyarakat sendiri dengan adanya pendapa maka memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru, seperti berdagang di dekat pendapa. Barang-barang dagangan bisa berupa masakan khas, oleh-oleh, barang-barang kerajinan, hasil bumi, maupun jasa. Dan yang menjadikan bukti bahwa pendapa serta alun-alun Brebes memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar adalah dengan banyaknya pedagang di sekitar pendapa dan alun-alun Brebes. Areal alun-alun pada malam hari juga menjadi pasar malam, untuk memanjakan lidah pengunjung dengan jajanan khas kaki lima. Pengunjung yang datang di pasar malam alun-alun Brebes juga tidak hanya semata-mata untuk wisata kuliner, akan tetapi sebagai ajang kumpul-kumpul antara sesama warga masyarakat sehingga mempererat tali persaudaraan di antara mereka. Ajang kumpul kumpul sambil lesehan tersebut tidak lepas akan keberadaan tempe mendoan dan ngeteh bersama. Teh yang disajikan cukup unik yaitu disajikan panas-panas dalam poci (tempat yang terbuat dari tanah liat). Teh yang digunakan pun teh asli hasil bumi Brebes serta hasil racikan mantap dari perusahaan asli daerah. Sedangkan poci tanah liat yang digunakan sebagai wadah teh juga merupakan hasil kerajinan dari masyarakat Brebes. Keberadaan
artefak-artefak
yang
berhubungan
dengan
JP
memberikan kesempatan bagi kuliner Brebes, seperti telor asin dan sate blenggong untuk dikenal oleh masyarakat luas. Karena pengunjung dari luar daerah yang datang untuk berwisata atau berziarah sudah pasti
96
membeli oleh-oleh khas untuk keluarga serta kerabat mereka di rumah. Jadi dengan adanya CRJP sangat membantu perekonomian masyarakat setempat. i. Nilai Kepemimpinan Keberadaan cerita rakyat ”Jaka Poleng Pendapa Kabupaten Brebes” ini memberikan sumbangannya pada nilai-nilai positif. Menurut cerita masyarakat sekitar bahwa K.A.Ariya Singasari Panatayuda I, II dan III merupakan sosok bupati atau pemimpin yang dicintai dan dikagumi rakyatnya. Itu karena sebagai pemimpin mereka tidak pernah membedabedakan orang, sebagai pemimpin beliau-beliau selalu bertindak adil dan bijaksana. Contoh dari tidak membeda-bedakan orang adalah ketika K.A.Arya Singasari Panatayuda I berjanji pada JP untuk membuatkan Pendapa. Walau permintaan itu berasal dari bawahannya karena beliau sudah terlajur berjanji, maka beliau tetap memenuhi janjinya dengan membangun Pendapa Kabupaten Brebes. Bukti bahwa mantan-mantan bupati Brebes dicintai dan dihormati rakyatnya adalah dengan masih tetap dikunjungi makam-makam mereka oleh masyarakat sekitar. Kedatangan mereka ke makam bukan hanya sekedar silaturahmi meminta berkah, akan tetapi berdoa untuk para pemimpin mereka yang telah mendahului mereka. Mendoakan bertujuan agar sesepuh yang telah di alam kubur mendapatkan siraman rahmat serta limpahan pahala dari Tuhan YME. Sebagai pemimpin atau Bupati Brebes K.A.Ariya Singasari Panatayuda
berjuang
demi
kesejahteraan
rakyatnya
bahkan
kepemimpinanya tetap berpegang teguh pada hukum-hukum agama Islam.
97
Cerita versi Ciung Wanara juga menyumbangkan nilai-nilai kepemimpinan. Seperti seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau mengayomi masyarakatnya, bertindak adil dan bijaksana, serta memiliki watak-watak baik. Ciung Wanara dalam memimpin kerajaan Pajajaran dilaksanakan dengan kesetaraan dan kebijaksanaan. Sebagai pemimpin Ciung Wanara tak segan-segan turun langsung kemasyarakat untuk merasakan keluh kesah dan apa yang rakyatnya rasakan. j. Nilai Legitimasi Kekuasaan Penguasa Setempat Legitimasi dalam ilmu politik, diartikan seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan atau
kebijakan
yang diambil oleh seorang pemimpin. CRJP Pendapa Kabupaten Brebes berfungsi sebagai legitimasi kekuasaan. Pada umumnya efektivitas kepemimpinan politik akan ditentukan oleh legitimasi yang kuat dari masyarakat. Dalam budaya Kejawen, legitimasi mitis yang telah menjadi mitos rakyat masih turut menentukan proses politik yang berlangsung dalam masyarakat. Dalam hal ini kepemimpinan seorang tokoh takkan terlalu kuat tanpa adanya dukungan mitis dari kekuasan calon pemimpin mereka. Dalam legitimasi kekuasaan pemimpin Brebes (bupati) menggunakan sumber kekuatan dari Jaka Poleng, dengan demikian dapat melanggengkan kekuasan
para
pemimpin di Brebes di mata rakyatnya. Dengan demikian, CRJP memberikan fungsinya dalam hal penjagaan wibawa para pemimpin Brebes sehingga tetap terjaga proses pemerintahan yang harmonis.
98
Tugas yang ditunjukan pada Jaka Poleng untuk menjaga masyarakat Brebes dapat ditafsirkan dalam arti yang luas. Tugas tersebut bisa berupa membentengi dari ancaman musuh yang menyerang dari luar atau pun yang menyerang dari dalam. Penjagaan ini bisa juga menjaga wibawa penguasa dan rakyat Brebes dari pengaruh kemerosotan moral yang dapat merugikan pemerintahan Brebes. JP dipercaya dengan kekuasannya mampu memberikan pertanda atau peringatan-peringatan kepada bupati yang memerintah akan datangnya bahaya yang mengancam pemerintahan Kabupaten Brebes untuk itu bupati dan warganya agar tetap waspada. Contoh dari kemrosotan moral para pemimpin yang patut dijauhi adalah korupsi, bertindak tidak bijaksana dan tidak adil, lebih mengedepankan kepentingan pribadi dari pada kepentingan rakyat. 4. Ritual Jaka Poleng Keberadaan CRJP selain memiliki nilai juga memiliki kekuatan budaya yang sampai saat ini mampu menumbuhkan ritual yang akan terus dilestarikan oleh masyarakat Brebes tanpa kenal lelah. Mitos Jaka Poleng dipandang masih mempunyai fungsi-fungsi, terutama bagi kehidupan masyarakat Brebes yang masih memegang teguh keberadaannya melalui penghayatannya. Di bawah ini akan diuraikan ritual dan kekuatan budaya yang ditimbulkan cerita Jaka Poleng, yaitu : a. Ritual Memperingati Jaka Poleng Tradisi memperingati Jaka Poleng atau Mbah Jaka bukan tradisi haul atau memperingati kematian beliau. Karena beliau dipercaya makareman atau menjadi bangsa lelembut dan sampai saat ini masih hidup
99
(belum mati), maka setiap tanggal 18 Januari diadakan acara dalam rangka mengingat beliau serta untuk meminta berkah dari sesepuh Brebes tersebut. Acara peringatan tersebut sekaligus menjadi hari peringatan hari jadi Kabupaten Brebes. Tradisi memperingati Jaka Poleng biasanya dilangsungkan secara meriah oleh berbagai kalangan warga masyarakat Kabupaten Brebes. Acara biasanya dimulai dengan kirab Bupati Brebes serta Muspida dari Desa Kaligangsa Wetan menuju Pendapa Kabupaten Brebes. Prosesi kirab yang terkenal kental dengan atmosfer budaya masyarakat Brebes pada masa lampau masih tetap dilestarikan. Yang menjadi pusat perhatian penonton kirab adalah peserta kirab yang memakai pakaian kebesaran kerajaan, tiga kereta kencana yang mengangkut Bupati Brebes beserta isteri serta Wakil Bupati Brebes dan isteri serta satu kereta yang digunakan untuk mengangkut keluarga bupati dan wakil bupati Brebes. Belum lagi ada sekitar 100 dokar atau kereta kuda yang mengikuti arak-arakan tersebut. Dalam arak-arakan tersebut juga diikuti oleh pesta pawai dari beragam kesenian yang ada di daerah Kabupaten Brebes. Satu lagi yang tak kalah menarik, yaitu sejumlah prajurit bawang merah yang mengawal kereta kencana utama. Para prajurit berjumlah sekitar 30 personil, para prajurit tidak menggunakan kereta kuda kencana akan tetapi hanya berjalan kaki saja. Menyambut peringatan juga diadakan pawai obor, lomba gerak jalan hingga ziarah ke makam mantan bupati Brebes. Seperti ziarah kemakam Bupati Brebes K.A.Arya Singasari Panatayuda II dan III di desa Klampok serta ziarah ke makam bupati
100
Brebes K.A.Arya Singasari Panatayuda I di Desa Sura Pesarean Jatibarang. b. Ritual Menyediakan Sesaji di Gunung Sagara Gunung Sagara dipercaya masyarakat Brebes sebagai tempat penuh dengan kekuatan supranatural dan angker, karena tempat bertapa Mbah Jaka dalam menyempurnakan ilmu-ilmu ghaibnya. Dulunya penduduk di sekitar beragama Hindu, selain merupakan kawasan alam yang eksotik juga banyak menyimpan peninggalan jaman Hindu. Peninggalanpeninggalan sebagaian tersimpan sebagai koleksi Museum Nasional di Jakarta dan Museum Purbakala (Oudheidkundig Museum) di Leiden, negara Belanda. Banyak orang dari karesidenan Banyumas, Bagelen, Cirebon dan dari
karesidenan
mempersembahkan
Tegal sesaji.
berdatangan Para
petani
ke
Gunung
memohon
Sagara agar
untuk
tanaman-
tanamannya bisa mendapat berkah dan panen berlimpah tanpa ada gangguan, para pedagang memohon agar barang-barang dagangannya bisa laris, sedang para penganggur bersama-sama memohon agar bisa segera mendapatkan pekerjaan. Hari sesaji dan penuh berkah biasanya pada hari Selasa Kliwon atau Garakasih (Anggara Kasih). c. Ritual Ziarah ke makam sesepuh Tradisi ziarah ke makam sesepuh bagi masyarakat Brebes tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Bagi mereka tradisi ziarah sama saja silaturahmi atau mengunjungi sesepuh yang sudah lama meninggal, bahkan adakalanya mereka datang untuk meminta berkah serta
101
doa restu pada sesepuh. Bagi masyarakat Jawa tradisi ziarah merupakan tradisi penting. Makam tidak dianggap sebagai tempat biasa akan tetapi tempat suci, sakral serta selalu dihormati. Keberadaan makam di daerah Brebes disebut sebagai pesarean yang keberadaannya sangat dihormati. CRJP memiliki kekuatan positif bagi masyarakat Brebes, yaitu memberikan pengaruh baik bagi pemikiran masyarakat Brebes. Dengan adanya CRJP maka masyarakat Brebes mengenal adanya kekuatan supranatural atau kekuatan hebat dari Mbah Jaka dengan begitu mereka sadar bahwa di atas kekuatan supranatural yang dimiliki Mbah Jaka, maka sudah tentu ada kekuatan yang jauh lebih besar dan agung. Dan semua kekuatan agung itu ada pada Tuhan Yang Maha Esa. CRJP mengenalkan masyarakat Brebes akan manfaat baik dari tradisi ziarah yaitu mengunjungi makam sesepuh dan mendoakan mereka sebagai bentuk bakti generasi muda kepada yang lebih tua. K.A.Arya Singasari Panatayuda sebagai bupati Brebes adalah tokoh yang memiliki kesaktian dan ilmu pengetahuan yang cukup luas, kepatuhannya kepada ajaran serta larangan Tuhan membuatnya dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa, itu sebabnya para peziarah mengharap dengan mengunjungi makam beliau maka berkah serta permohonan yang mereka minta akan cepat terkabul dengan perantara melalui K.A.Ariya Singasari Panatayuda I. Tradisi ziarah di makam K.A.Arya Singasari Panatayuda I, II dan III adalah dengan membawa bunga telon (melati, mawar dan kantil) yang biasanya untuk sesaji ataupun untuk ditaburkan di
102
atas makam. Kegiatan ziarah di makam beliau tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan norma-norma adat yang ada. d. Ritual Kenduren Tradisi kenduren masyarakat Brebes sebenarnya merupakan tradisi slametan (selamatan) atau upacara sebagai bentuk ucapan rasa syukur kepada Tuhan YME ketika apa yang diinginkan terkabul. Tradisi slametan biasanya diadakan oleh perseorangan atau keluarga. Maksud upacara slamatan bukan pesta pora atau berlebih-lebihan akan tetapi ucapan syukur orang yang hajatnya terpenuhi. Pengunjung yang merasa hajatnya terkabulkan dan sebagai ucapan terimakasih biasanya mereka mengadakan acara slametan. Acara slametan berlangsung di rumah atau di makam, dengan berbagai macam sesaji yang disajikan untuk sesepuh dan juga makanan yang mungkin nantinya akan dimakan bersama-sama taupun dibawa pulang. Upacara slametan biasanya juga ada pada saat pesta pernikahan, pesta sunatan, bersih desa, sedekah bumi atau sedekah laut dan kelahiran. Dalam slametan kematian yang ada di daerah Brebes bukan berarti pesta pora dan senang akan adanya kematian, akan tetapi upacara yang berisi doa-doa tahlilan serta pembacaan kitab suci Al’quran yang ditujukan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal. Orang yang menghadiri tahlilan di daerah Brebes biasanya setelah selesai acara akan membawa pulang berkat (sajian atau makanan). Berkat biasanya makanan berupa nasi putih beserta lauk pauknya yang berupa masakan, tempe goreng, sambal goreng tempe, sambal goreng kentang, 1 butir telur rebus atau telor asin, daging
103
ayam goreng atau dimasak,
ikan pethek (ikan asin) lalapan (sayur-
sayuran), dan tambahan-tambahan lainnya, semuanya dimasukan jadi satu dalam tempat (wadah) yang bernama besek atau cepon. Tradisi slametan (selamatan) di makam Pendapa Kabupaten Brebes dan di makam bupati K.A.Ariya Singasari Panatayuda I, II dan III sudah sering dilakukan. Slametan di Pendapa Kabupaten Brebes diadakan setiap Jumat atau hari-hari besar. Tokoh Jaka Poleng dan K.A.Arya Singasari Panatayuda I sangat dekat di hati masyarakat Brebes dan kedekatan itu diwujudkan dengan mengenang beliau dengan tetap mengunjungi makam beliau untuk mendoakan. e. Apresiasi Seni Cerita rakyat Jaka Poleng Pendapa Kabupaten Brebes mampu membangkitkan apresiasi seni bagi masyarakat Brebes. Apresiasi seni yang bangkit dari adanya cerita rakyat ”Jaka Poleng Kabupaten Brebes” adalah kesenian dogdog kaliwon, calung, serta berbagai kesenian lainnya yang berasal dari Kabupaten Brebes. Dengan adanya cerita rakyat ”Jaka Poleng Pendapa Kabupaten Brebes” maka setiap tanggal 18 Januari diadakan upacara memperingati serta slametan (selamatan). Peringatan biasanya diikuti dengan diadakannya apresiasi seni dari masyarakat Brebes. Apresiasi seni di samping mengenalkan pada generasi muda tentang kekayaan seni masyarakat Brebes, juga mampu memberikan ruang bagi ragam kesenian yang ada untuk tetap tumbuh serta lestari walau dalam perkembangan jaman modern.
104
Ragam kesenian yang mampu bertahan adalah batik tulis khas Brebes. Batik lebih banyak dihasilkan di daerah Salem, dengan keberadaannya kecamatan Salem menjadi sebuah wilayah ber-etnik Sunda, tetapi di bawah pengelolaan pemerintahan ber-etnik Bahasa Jawa. Awalnya masyarakat di Salem hanya memproduksi batik untuk setelan kebaya saja. Motif yang dihasilkan berupa motif- motif klasik, seperti kopi pecah, manggar, sawat rantai, ukel, uneg, dan motif kangkung. Warna yang digunakan lebih dominan warna hitam dan putih. Selanjutnya motif dan warna batik Salem mulai lebih bervariasi sebab masyarakat mulai memanfaatkan batik tersebut untuk bahan pakaian, seperti baju. Motifmotif baru atau kontemporer yang dihasilkan di antaranya mahkota, mahkota rama, sayur asem, dan anggur. Warna yang digunakan pun lebih mencolok, seperti warna oranye, merah, ungu, hijau dan biru. Cerita rakyat ”Jaka Poleng Pendapa Kabupaten Brebes”: sangat sakral sehingga tidak ada orang yang berani untuk mementaskan ceritanya, baik dalam bentuk wayang, ketoprak, seni tari, drama, film ataupun lainnya. Kecuali pendokumentasian cerita rakyat tersebut dalam bentuk lisan (didengarkan dengan cara diceritakan melalui mulut ke mulut bukan dalam bentuk pertunjukan) serta tertulis (dibukukan). Pada peringatan hari 18 Januari pemerintah Kabupaten Brebes juga mengadakan acara nonton bersama seni pertunjukan wayang yang biasanya menampilkan dalangdalang berkualitas. Pertunjukan wayang yang ditampilkan bukan menampilkan cerita Jaka Poleng akan tetapi biasanya menampilkan cerita yang lainnya. Dengan kata lain petunjukan wayang juga mengenalkan
105
pada generasi muda akan seni pertunjukan wayang agar digemari generasi penerus. Dalam pertujukan wayang juga memberikan kesempatan pada dalang-dalangnya untuk mengasah keterampilannya agar lebih maju lagi. Sedang untuk calon dalang-dalang muda memberikan pengajaran baru baginya untuk lebih giat belajar lagi. CRJP memberikan nilai lebih bagi terjaganya kelestarian kebudayaan yang ada di Brebes. Tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita juga memiliki peran yang berguna dalam memberikan contoh sifat-sifat yang baik. Peran pemimpin khususnya bupati bagi masyarakat Brebes adalah sebagai pengayom dan pemimpin yang selanjutnya akan memberikan angin segar bagi kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah Brebes. Seorang bupati selain perannya sebagai pemimpin juga keberadaannya dipercaya dilingkupi kekuatan-kekuatan supranatural. Kekuatan supranatural yang melingkupinya ditunjang dengan keberadaan Jaka Poleng dan perlambangan itu terpancar kuat dalam bentuk bangunan seperti Pendapa. Dengan demikian, pendapa sebagai tempat tinggal bupati dipandang sebagai pusat yang keramat. Berdasarkan uraian ini maka dapat disimpulkan bahwa peran PKB sebagai tempat tinggal Jaka Poleng yang mampu memancarkan kesan sakral sebagai penunjang kekuasaan bupati Brebes yang memerintah. Masyarakat Brebes dihari Jumat dan tanggal 18 Januari memberikan berbagai macam sesaji sebagai tanda pertalian atau penghormatan kepada sesepuh Brebes yang dipercaya sebagai makhluk halus penguasa Pendapa Kabupaten Brebes. Pendapa oleh masyarakat
106
Brebes sebagai tempat yang dilingkupi kekuatan supranatural. Maksud dari penyedian sesaji adalah untuk membina dan memperbaharui hubungan kerjasama, kerukunan serta untuk minta berkah perlindungan bagi seluruh masyarakat Brebes agar terhindar dari hal-hal buruk yang tak diinginkan. Beragam sesajen yang dipersembahkan untuk Mbah Jaka berarti masyarakat Brebes masih mengakui keberadaan Jaka Poleng sebagai sesepuh Brebes, penyajian sesaji juga memberikan gambaran bahwa masyarakat Brebes menghormati Jaka Poleng yang dipercaya nantinya akan memberikan berkah kepada seluruh masyarakat Brebes serta melindungi daerah Brebes. Mitos Jaka Poleng dan para tokohnya tidak terlepaskan dari tradisi kebudayaan masyarakat Brebes. Bukti bahwa cerita Jaka Poleng di daerah Brebes pernah ada adalah dengan ditunjang bukti-bukti atau artefakartefak yang sampai saat ini masih ada. Hingga sekarang pun masyarakat Brebes percaya bahwa Jaka Poleng akan selalu melindungi masyarakat Brebes bahkan adanya kamar khusus Mbah Jaka Poleng juga menjadi bukti bahwa kesakralan serta kekuatannya takan lekang dimakan waktu. Bukti lain adanya cerita ini yaitu adanya Desa Terlaya yang berasal dari bahasa Jawa Kuna yaitu ”Perlaya” yang berarti mati, kata tersebut di lugaskan menjadi Terlaya. Untuk tempat bertapanya Dewi Ningrum atau ibunda Raden Ciung Wanara juga ada di daerah Bumiayu tempat bernama Hutan Larangan, hutan Larangan terkenal sebagai hutan yang terlarang untuk dimasuki orang.
107
5. Bukti-bukti artefak terkait cerita rakyat Jaka Poleng Cerita rakyat ”Jaka Poleng Pendapa Kabupaten Brebes” dari dulu hingga sekarang masih populer di kalangan masyarakat Kabupaten Brebes. Keberadaannya tidak diragukan lagi dengan ditunjang bukti-bukti artefak yang sampai saat ini masih ada. Artefak-artefak yang berhubungan dengan Jaka Poleng atau Mbah Jaka adalah Pendapa Kabupaten Brebes, Kamar khusus Mbah Jaka, 3 sumur peninggalan Mbah Jaka, gamelan, pring gading atau pring kuning, pasanggrahan Mbah Jaka, Makam bupati Brebes K.A.Ariya Singasari Panatayuda II dan III serta Mbah Rubi di Desa Klampok, Makam Bupati Brebes K.A.Ariya Singasari Panatayuda I di Suro Jatibarang, sungai Pemali, Sungai Babakan, Sungai Cisanggarung dan Gunung Kumbang atau Gunung Sagara. Berikut tradisi yang berkaitan dengan artefak-artefak yang terkait dengan ”cerita rakyat Jaka Poleng Pendapa Kabupaten Brebes”, yaitu : a. Pendapa dan Alun-alun Kabupaten Brebes Pendapa Kabupaten Brebes didirikan oleh Kyahi Sura atau K.A.A. Singasari Panatayuda I atas permintaan Jaka Poleng atau abdinya yang memelihara kuda-kuda miliknya, Beliau menjadi bupati Brebes sekitar tahun 1809 sampai 1836. Kyahi Sura merupakan bupati dari Kerawang yang selanjutnya menjadi Bupati Brebes setelah mengalahkan Puspanegara (bupati Brebes sebelumnya). Kota Brebes sebagaimana wilayah pesisir Pulau Jawa lainnya merupakan wilayah yang secara regional mendapat pengaruh dari Demak dan Cirebon.
108
Pendapa Kabupaten Brebes selain dulunya sebagai tempat tinggal dari Jaka Poleng, sekarang menjadi rumah dinas bupati Brebes. Bangunan Pendapa berdiri kokoh dengan teknik arsitektur Jawa asli serta percampuran arsitek atau teknik bangunan Sunda. Bagian muka pendapa terdapat pintu gerbang yang berdiri kokoh. Setelah pintu gerbang selanjutnya taman bunga dengan pohon beringin mungil yang berdiri kokoh. Setelah taman bunga selanjutnnya berdiri kokoh pendapa dengan tiang penyangga terbuat dari kayu ukiran berwarna coklat. Bentuk ukiran dari tiang penyangga pendapa Kabupaten Brebes berbentuk ukiran khas Jawa khususnya khas Brebes, ukiran tiangnya bergambarkan tumbuhtumbuhan serta bawang merah yang menjadi produk andalan. Bangunan Pendapa Kabupaten Brebes sudah lama berdiri serta sudah mengalami berbagai perombakan untuk perbaikan. Setelah bangunan pendapa berikutnya adalah bangunan rumah dinas bupati Brebes. Bangunan yang berdiri di Desa Brebes dan menjadi kebanggaan masyarakat Kabupaten Brebes cukup unik. Di depan bangunan pendapa ada alun-alun Kabupaten Brebes. Bentuk visual alun-alun kota Brebes mendapatkan pengaruh dari pihak pemerintahan kolonial Belanda. Pusat institusi pemerintahan (kabupaten) berada disebelah selatan alun-alun dan masjid berada disebelah baratnya. Kantor Kabupaten Brebes melengkapi keberadaan alun-alun yang berada di sebelah utaranya. Kemudian terdapat deretan rumah permanen dan lokasi kegiatan di kampung Pecinan di sebelah utara.
109
Perkembangan selanjutnya muncul kepentingan pihak pemerintah kolonial Belanda pada alun-alun kota, yaitu dengan memasukan penjara dan sekolah untuk murid-murid pribumi (yang dikenal dengan Sekolah Pesantunan). Pada waktu-waktu tertentu Belanda mengadakan pasar malam yang menempati areal alun-alun. Dari penambahan-penambahan yang ada maka tata spasial pendukung alun-alun sudah merupakan gabungan antara arsitektur tradisional dengan kolonial Belanda. Bentuk figure ground alun-alun dan sekitarnya yang terjadi pada waktu kolonial adalah fungsi-fungsi tapak kantor kabupaten, alun-alun serta masjid ditambah
penggunaan
tapak
bangunan
kolonial
berupa
penjara,
pengadilan, di sebelah timur alun-alun serta regol atau panggung yang masuk ke dalam lingkungan kantor kabupaten Brebes. Sekarang kantor Kabupaten yang kemudian dipindahkan keluar alun-alun, sedang kabupaten difungsikan sebagai rumah dinas bupati Brebes. Pendapa selain digunakan sebagai rumah dinas Bupati Brebes, juga sering dikunjungi oleh masyarakat yang ingin tirakatan atau ngalap berkah. Biasanya mereka datang mengikuti acara ritual setiap malam Jumat. Acara ritual tirakatan biasanya disertai dengan adanya sesaji yang disediakan untuk Jaka Poleng atau Mbah Jaka. Sesaji yang disediakan biasanya berupa kembang telon (melati, mawar dan kantil), air degan (kelapa muda) atau air kelapa muda, teh pahit, kopi pahit, air putih, rokok kretek cap perahu layar, kemenyan dan lain-lainnya.
110
b. Kamar Khusus Jaka Poleng atau Mbah Jaka Kamar Mbah Jaka ada di dalam Pendapa Kabupaten Brebes dan dibuat khusus oleh Bupati K.A.Ariya Singasari Panatayuda I untuk Jaka Poleng atau Mbah Jaka. Setiap hari Jumat kamar kramat selalu diberi sesaji sebagai bentuk penghormatan pada Jaka Poleng atau Mbah Jaka. Setiap pagi kamar Mbah Jaka selalu dibersihkan dan ditata oleh juru kunci yang bernama Mang Jhon. Menurut cerita para pekerja di Pendapa, kamar Mbah Jaka tidak ada yang memakainya untuk tidur, anehnya pada pagi harinya kamar akan selalu tampak berantakan seperti ada orang yang baru memakainya untuk tidur. Memasuki kamar kramat pengunjung tidak bisa sembarangan. Disamping harus berkelakuan sopan, pengunjung juga wajib untuk mengucap salam terlebih dahulu kepada Mbah Jaka serta didampingi oleh juru kunci. Pengunjung juga dilarang keras membawa alat-alat elektronik seperti kamera, handphon dan lain-lain ke dalam kamar Mbah Jaka. Sepengetahuan
penulis
untuk
masuk
kamar
kramat
juru
kunci
mendampingi dan membaca doa-doa serta mantra-mantra. Menurut pengalaman penulis, saat akan melakukan pemotretan sesaji pada hari Jumat juru kunci mendampingi dan sebelum masuk mengucakan mantramantra serta salam. Saat di dalam pun masih membacakan doa-doa atau mantra-mantra yang salah satu isinya minta ijin kepada Mbah Jaka untuk melakukan pemotretan sesaji. Sesaji yang dihaturkan untuk Mbah Jaka di dalam kamar ini biasanya adalah setiap hari Jumat, ragam sesajinya berupa air kembang
111
telon yang merupakan bunga kesukaan Mbah Jaka (melati, mawar dan kantil atau kenanga), air putih, air kopi pahit, air teh pahit, dan rokok kretek merek Praoe Layar. Untuk malam Jumat Kliwon biasanya yang hadir adalah para pengunjung yang ingin mengikuti ritual guna ngalap berkah. Sesaji yang disajikan biasanya juga berupa air bunga telon (melati, mawar dan kantil), air putih, air kopi pahit, air teh pahit, air degan atau air kelapa muda, kemenyan, pisang raja satu tandan, nasi putih, sayuran, lalapan, daging ayam lengkap, Juada Pasar (jajanan pasar), buah-buahan hasil bumi. Di dalam kamar Mbah Jaka terdapat berbagai barang-barang milik Mbah Jaka. Masyarakat sekitar teramat menghormati kamar Mbah Jaka, bahkan orang tidak bisa sembarangan masuk kamar Mbah Jaka. Hanya orang-orang tertentu lah yang bisa masuk kamar kramat. Barang-barang milik Mbah Jaka berupa : tempat tidur lengkap dengan kasur, bantal dan sprei berwarna putih, kursi goyang berwarna hitam, sendal-sendal berwarna hitam, tempat duduk dan meja berwarna hitam yang biasanya untuk menaruh sesaji di hari Jumat, lemari pakaian yang di dalamnya berisi pakaian dengan warna putih, tempat pembakaran kemenyan, karpet dan sajadah untuk tempat sholat Mbah Jaka serta tempat untuk menaruh dupa. c. Tiga Sumur Bertuah Peninggalan Mbah Jaka Sumur bertuah berada di dalam areal Pendapa Kabupaten Brebes. Sumur kramat bertuah merupakan peninggalan Jaka Poleng atau Mbah Jaka. Sumur bertuah berjumlah 3 buah dan dalam keyakinan masyarakat
112
sekitar sebenarnya sumur kramat bukan hanya berjumlah 3 saja, akan tetapi berjumlah 7 buah. Yang terlihat oleh mata manusia biasa hanya 3 sedang sisanya yang 4 itu ghaib. Masyarakat percaya bahwa salah satu dari sumur ghaib yang hilang bernama sumur Jalatunda, sumur tersebut dipercaya terdapat di Gunung Sagara dan tidak bisa dilihat oleh mata manusia biasa. Ketiga sumur yang ada di dalam pendapa dipercaya oleh masyarakat sekitar membawa berkah. Karena air sumur kramat dipercaya sebagai penyembuh, maka banyak masyarakat yang datang dari dalam dan luar daerah untuk minta air sumur milik Mbah Jaka. Bahkan setiap hari Jumat sumur kramat selalu diberi sesaji, biasanya dalam bentuk bunga telon yang dimasukan ke dalam air sumur. Salah satu sumur yang berada di samping pendapa dan berukuran lebih besar dari ukuran sumur yang lainnya bernama Sumur Upas atau Sumur Wisa (wisa :Bisa). Sumur kramat dipercaya sebagai sumur yang dipakai Jaka Poleng atau Mbah Jaka ketika berendam dan ketika sebelum berubah menjadi ular poleng (belang-belang). Nama sumur Upas hanya sebagai sebutan saja bukan karena air sumur Upas berbisa / beracun. Pemberian nama sumur Upas karena sumur Upas dianggap sebagai sumur bertuah. Sumur Upas dipercaya sebagai sumur tempat JP kungkum (berendam). Bertuahnya sumur Upas dikenal oleh masyarakat luas, mereka yang percaya datang ke Pendapa untuk meminta air sumur Upas sebagai berkah dan penyembuh berbagai penyakit. Tak heran sudah banyak orang yang memanfaatkan khasiat sumur Upas.
113
d. Gamelan Gamelan sakral di simpan dengan baik di dalam Pendapa Kabupaten Brebes. Gamelan sering dipergunakan dalam acara-acara penting di pendapa termasuk saat adanya ritual di pendapa. Keunikan dari gamelan sakral adalah motif keseluruhannya naga, seolah-olah menggambarkan Jaka Poleng atau Mbah Jaka. Warna dari gamelan juga seperti warna gamelan Jawa pada umumnya, akan tetapi unsur warna merah menyala lebih ditekankan. e. Bambu Kuning (Pring Gading) Bambu berwarna kuning dipercaya masyarakat Brebes sebagai bambu sakral peninggalan Jaka Poleng atau Mbah Jaka. Sebagai bambu kesayangan Jaka Poleng atau Mbah Jaka sampai saat ini bambu kuning tidak ada yang berani mengusik atau pun menebangnya, itu sebabnya bambu berwarna kuning tetap dibiarkan hidup. Tinggi bambu kuning sekitar 150 cm dan tumbuh secara rapi tidak seperti bambu-bambu biasa. Keunikan dari bambu peninggalan atau bambu kesayangan Mbah Jaka adalah pertumbuhan bambu kuning terkesan tertata, berwarna kuning gading, tumbuh lurus keatas tanpa adanya cabang-cabang yang tidak beraturan, daunnya berbentuk kecil-kecil dengan warna hijau dan berbatang kecil mungil tapi bukan kerdil. Bambu kuning gading tumbuh di areal belakang Pendapa Kabupaten Brebes berdekatan dengan Pasanggrahan Mbah Jaka. Sampai sekarang kelestarian bambu kuning Gading tetap terjaga.
114
f. Pasanggrahan Mbah Jaka Pasanggrahan kesayangan Jaka Poleng atau Mbah Jaka merupakan tempat kesukaan beliau untuk beristerirahat setelah kelelahan seharian penuh mencari rumput untuk makanan kuda. Biasanya sambil istirahat di pasanggrahan Jaka Poleng meminum air degan atau air kelapa muda. Menurut cerita dari masyarakat sekitar dan Mang Jhon, Jaka Poleng atau Mbah Jaka sangat menyukai air kelapa muda, apalagi diminum setelah selesai bekerja. Jika setelah bekerja keras seharian tidak meminum air degan atau air kelapa muda Mbah Jaka atau Jaka Poleng akan merasa pegal-pegal dan tidak bisa tidur. Sekarang Pasanggrahan kesayangan Jaka Poleng atau Mbah Jaka masih ada. Keberadaannya akan tetap dilestarikan karena bukan hanya tempat kesayangan Mbah Jaka, akan tetapi merupakan benda peninggalan Mbah Jaka serta diyakini oleh masyarakat sekitar merupakan tempat yang wingit atau angker bahkan masih dipakai Jaka Poleng atau Mbah Jaka untuk beristerirahat. Menurut cerita dari masyarakat sekitar Pasanggrahan Mbah Jaka sering dijadikan acara tirakatan atau ritualan para pendatang yang ingin ngalap berkah. Setiap hari Jumat, Pasanggrahan sering diberi sesaji berupa bunga telon yaitu bunga mawar, melati dan kantil. Ketiga bunga telon dipercaya sebagai bunga kesukaan Jaka Poleng atau Mbah Jaka. Pasanggrahan berukuran kecil dan terbuat dari bambu utuh tanpa adanya campuran kayu lain, kecuali tali untuk menyatukan bagian-bagian bambu terbuat dari tali ijuk. Atapnya bukan terbuat dari genting akan
115
tetapi terbuat dari daun tebu yang di anyam dengan baik. Bentuk pasangrahan Mbah Jaka terkesan unik karena mirip dengan rumah kecil tempo dulu atau rumah biasa milik para petani dengan segala kesederhanaannya. Pasanggrahan Mbah Jaka dipercaya sangat wingit atau angker, itu sebabnya masyarakat sekitar tidak ada yang berani macammacam di Pasanggrahan ataupun menghancurkannya. g. Pesarean (makam) Bupati Brebes K.A.Arya Singasari Panatayuda I di Desa Sura Pagerbarang. Pesarean (makam) bupati K.A.Arya Singasari Panatayuda I adalah di Desa Sura Pasarean Jatibarang Kabupaten Tegal. Desain makam bupati masih terkesan kuno dengan pemanfaatan tumbuh-tumbuhan serta pohonpohon besar sebagai penambah keeksotikan alam hutan. Makam beliau sering dikunjungi oleh masyarakat yang ingin ngalap berkah ataupun yang ingin mengunjungi sesepuh Brebes. Karena masyarakat peziarah percaya bahwa beliau memiliki ilmu dunia akhirat yang mumpuni. Makam bupati berdekatan dengan makam isteri beliau serta ibunda K.A.Arya Singasari Panatayuda I yang bernama Raden Ayu Singasari Kusuma. Raden Ayu Singasari Kusuma merupakan isteri dari Raden Singanegara Patih asal Kerawang. Makam para sesepuh Brebes dilindugi oleh rumah makam yang cukup besar dan terbuat dari batu bata. Nisan beliau menggunakan kayu jati asli berukiran langgam Tegal Kuna. Begitu juga nisan isteri dan ibunda beliau berukiran langgam Tegal Kuna, akan tetapi ukiran ketiga nisan tidak sama. Bahkan untuk ukuran makam yang dilingkari kayu jati berukiran juga tidak sama, untuk makam bupati
116
K.A.Arya Singasari Panatayuda I ini lebih besar dari pada ukuran kayu jati yang melingkari makam isteri dan ibundanya. Pesarean (makam) bupati Brebes K.A.Arya Singasari Panatayuda I juga satu areal pemakaman dengan Makam Pangeran Atas Angin yang berada di sebelah utara makam bupati K.A.Arya Singasari Panatayuda I serta makam keturunan Bupati Puspanegara, yaitu R.Joned Puspanegara dan isterinya. Pangeran Atas Angin dikenal sebagai Muballigh yang menyiarkan agama Islam di Kabupaten Brebes. Makam sesepuh merupakan makam yang sangat menarik ketika jaman penjajahan Belanda, bangunan makam Pangeran Atas Angin berada di dalam sebuah bangunan cungkup berdinding batu, di mana atapnya telah diberi hiasan mahkota berupa sebuah penggalan puncak yang indah, sementara bangunan cungkup makam yang kecil juga digunakan sebagai tempat untuk sembahyang. Di makam juga tersimpan barang-barang peninggalan dari Pangeran Atas Angin yang berupa jimat-jimat. Jimat-jimat berupa sebuah kudi yang sangat indah serta sebuah tombak kecil dengan sebuah bagian pegangan yang diberi nama si Pelantar, yang bagian pucuknya telah hilang entah dimana, begitu juga keris milik Pangeran Atas Angin yang bernama Keris Song Keyan kini juga telah hilang. Pada jaman Belanda dahulu barangbarang yang berupa jimat milik Pangeran Atas Angin telah dimuliakan dalam sebuah kain tenun kuna yang dipercaya berasal dari tanah Jawa dengan pola kuna. Dasarnya berwarna biru sedang gambarnya berwarna
117
putih, pola kuna yang ada pada kain tersebut pada tahun 1930-an sudah tidak dikenal lagi. Kain tenun motif kuna disebut Tuluh Watu, menurut cerita-cerita pada masa dahulu, aslinya merupakan kain sorban milik Pangeran Atas Angin. Pada jaman Belanda dulu, setiap hari Jumat Kliwon dan pada masa Saban tahun baru Jawa (Asyura) di makam Pangeran Atas Angin sering diadakan sesaji juga pembacaan doa. Areal pemakaman beliau merupakan areal wingit atau angker bagi penduduk sekitar. Sesaji yang disajikan untuk beliau adalah bunga telon (melati, mawar dan kantil). h. Pesarean (makam) Mbah Rubi dan Makam Bupati Brebes K.A.Arya Singasari Panatayuda II dan III di Desa Klampok. Pesarean bupati Brebes berada di Desa Klampok dan merupakan makam dari Bupati Brebes yaitu K.A. Arya Singasari Panatayuda II dan III. Disamping ada makam mantan bupati Brebes ada juga makam Mbah Rubi. Beliau ini merupakan sesepuh desa Brebes yang juga merupakan alim ulama yang disegani karena kesaktian serta kepandaiannya. Kedua mantan Bupati Brebes yang dimakamkan di Desa Klampok merupakan putera kandung dari K.A.Arya Singasari Panatayuda I yang berasal dari Karawang. Makam sesepuh masih masuk ke dalam daerah Brebes. Untuk makam K.A.Arya Singasari II dimakamkan berdekatan dengan makam isteri beliau serta keponakan dari isteri beliau. Nisan dan pelindung makam beliau menggunakan kayu jati asli yang berisi ukiranukiran bercorak keindahan tumbuh-tumbuhan, begitu juga nisan makam
118
isteri beliau dan kemenakan isteri beliau berupa kayu jati asli. Yang membedakan antara makam ketiganya adalah ukuran makam beliau yang lebih besar dari makam isteri beliau dan makam kemenakan isteri beliau. Banguanan yang melindungi makam beliau terbuat dari batu bata dan genting. Makam K.A.Arya Singasari Panatayuda III berdekatan juga dengan makam isteri beliau. Corak ukiran makam serta nisan beliau hampir sama dengan corak ukiran makam kakaknya. Walaupun dimakamkan dalam satu areal pemakaman, akan tetapi makam kakak beradik tidak jadi satu tetapi diareal cungkup makam yang berbeda. Makam keduanya hanya beberapa meter saja dan hanya terpisah oleh bangunan pelindung makam. Para peziarah yang datang kemakam selain ingin berziarah dan tirakatan dimakam bupati Brebes juga ingin berziarah ke makam Mbah Rubi. Masyarakat sekitar percaya bahwa jika melakukan tirakatan dimakam sesepuh maka akan mendapatkan berkah bahkan apa yang dicitacitakan akan terkabul. Untuk mengunjungi makam para peziarah biasanya membawa bunga telon dan uang seiklasnya untuk Juru Kunci. Uang biasanya dipakai oleh juru kunci untuk membelikan segala persayaratan ritual pada hari Jumat. Tirakatan yang dilakukan oleh para peziarah biasanya mereka berdiam diri selama yang mereka inginkan diareal makam atau masjid. Tirakatan biasanya disertai dengan puasa pada pagi harinya dan buka dengan hanya menggunakan lauk seadanya atau bahkan hanya air putih dan singkong. Ketika pada pagi harinya berpuasa, maka pada malam
119
harinya para peziarah mengadakan acara doa-doa atau pengajian. Pada sepertiga malam terakhirnya mereka melakukan sholat tahajud selanjutnya disertai dengan zikir, pembacaan kitab suci Al-Quran dan Kitab Perjanji. Sesaji yang dihaturkan dalam ritual dimakam adalah pisang raja satu tandan, singkong, air putih, nasi liwet dengan daging ayam satu ekor lengkap, dan ada ikannya pecek lele, dan kembang telon (bunga tiga rupa yaitu melati, mawar dan kantil), air wedang teh manis, kopi manis, air putih dan rokoknya rokok kretek laras (sejenis rokok tanpa filter). Keutamaan dari datang kemakam Bupati Brebes K.A.Arya Singasari Panatayuda II dan III atau Mbah Rubi adalah ziarah kemakam sesepuh, meminta berkah atau restu dari ketiga sesepuh Brebes, mengingat akan adanya kematian dan lebih mendekatkan diri lagi pada Tuhan Yang Maha Esa. i. Gunung Gunung Sagara Gunung Sagara yang terletak di sebelah timur Salem tepatnya di perbukitan desa Gandoang Kecamatan Salem Kabupaten Brebes. Sejak berabad-abad yang lalu Kecamatan Salem berbahasa dan berkebudayaan Sunda. Dahulunya menurut cerita-cerita para sesepuh di daerah gunung Sagara merupakan termasuk wilayah Kerajaan Galuh dan Kerajaan Pajajaran. Berbagai macam peninggalan kuna terdapat disitus Gunung Sagara termasuk naskah yang ditulis di daun lontar yang menggunakan Bahasa Sunda Kuna. Naskah ditemukan sekitar abad ke-19 yaitu pada pemerintahan bupati Brebes yang bernama R.AA. Tjandranagara, dahulu
120
naskah kuna tersebut diserahkan kepada pemerintahan Belanda untuk diteliti oleh ahli bahasa yang bernama KF.Holle. Jumlahnya terhitung ada dua naskah Sunda yang terkenal, yaitu Sewaka Darma dari Kabuyutan Ciburuy, Garut dan Carita Ratu Pakuan, yang menyebutkan sendiri bahwa (isi) naskahnya berasal dari (dan hasil bertapa dari) Gunung Kumbang (1218). Gunung Kumbang masa lampau mungkin adalah sebuah tempat lemah dewasasana, kabuyutan, dan tempat bagi para intelektual masa kerajaan Sunda. Mungkin di gunung Kumbang termasuk pula Gunung Sagara, di mana Gunung Sagara terletak di lereng selatan Gunung Kumbang. Hubungan antara gunung Kumbang dengan Jaka Poleng adalah gunung Kumbang dipercaya sebagai tempat bertapanya Jaka Poleng. Karena terkenal akan tempat bertapa Jaka Poleng maka banyak pengunjung yang datang untuk meminta berkah di gunung Sagara walaupun wingit (angker). Di gunung Sagara juga dipercaya ada salah satu sumur yang bernama sumur Jalatunda milik Jaka Poleng, akan tetapi keberadaan sumur Jalatunda masih misterius. Jaman pemrintahan Bupati Arya Tjandra Negara pada tanggal 21 November tahun 1882 telah mengunjungi Gunung Sagara. Di gunung Sagara ada candi Gedong Jimat. Di dalam bangunan gedong tersimpan arca-arca dan barang-barang kuna lainnya. Arca yang berada ditengah bernama Bathara Windu Buana, yang berada disebelah kiri bernama Griyang Buntutan, sedang yang berada disebelah kanan ialah matahari, bulan, dua buah bintang dan dua ekor naga. Untuk mengikuti acara ritual
121
di gunung Sagara peziarah akan mendengar ngasa (doa) atau mantramantra berbahasa Sunda. j. Sungai Pemali Sungai Pemali berada di daerah Brebes, awal mulanya sungai Pemali bernama sungai Cinta Manis (menurut Babad Pajaran). Sedangkan menurut masyarakat Brebes sungai Pemali bernama Baribis. Di antara Salem-Bantarkawung terdapat gunung bernama ”Baribis” dari gunung tersebut lah mengalir sungai Baribis yang mengalir melalui dataran bagian utara bermuara di laut Jawa dan setelah bergabung dengan aliran sungaisungai yang lain merupakan sungai besar di pantai utara Jawa. Konon sungai Baribis pada jaman dahulunya dianggap sebagai sungai yang bertuah (angker) dan konon sungai Baribis juga banyak buayanya. Orang-orang tua pada jaman dahulu, banyak yang melarang anak cucunya untuk datang, menyebrangi, mandi dan sebagainya di sungai tersebut. Untuk menyakinkan hal ini, maka terungkaplah sebuah legenda perang antara Raden Arya Banga dengan Raden Ciung Wanara. Ada yang percaya akibat menyebrangi sungai Pemali Raden Arya Banga menderita kekalahan. Orang yang meninggal tenggelam di sungai Pemali jarang jasadnya ditemukan, masyarakat percaya jasad orang yang tenggelam dijadikan tumbal atau santapan buaya penunggu sungai angker tersebut. Masyarakat sekitar juga percaya bahwa sungai angker tersebut memiliki supranatural yang kuat, yaitu sungai Pemali sebagai penolak bala. Karena segala macam ilmu hitam yang melewati sungai maka akan
122
sirna atau hancur. Apalagi jika ada seseorang yang akan berbuat jahat dan melewati sungai maka diperjalanan akan mendapatkan musibah. Berasal dari kepercayaan akan hal tersebut maka sampai sekarang sungai Baribis dijadikan peringatan/epenget/pepeling/pepali/larangan. Hubungan antara sungai Pemali dengan Jaka Poleng adalah sungai percaya dijaga Jaka Poleng dan abdi-abdinya termasuk sungai Babakan di Desa Ketanggungan dan sungai Cisanggarung (perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat). k. Sungai Babakan Sungai Babakan ada di Desa Ketanggungan. Keberadaan sungai Babakan dipercaya masyarakat sebagai sungai yang angker. Masyarakat sekitar percaya bahwa jembatan sungai dijaga ketat atau dipanggul oleh seekor ular besar,
yang pada saat tertentu akan menampakan
perwujudannya. Perwujudan ular naga besar tersebut ada yang menyebut Jaka Poleng, bahkan ada yang menyebut abdi Jaka Poleng. Debit air di sungai ketika musim hujan sangat banyak, itu sebabnya sungai Babakan bagi masyarakat Brebes mempunyai peranan yang sangat penting. Kontur tanah diareal sungai sangat subur akan tetapi bangunan jembatan disungai terasa kurang terlalu kuat, sehingga jika ada beberapa truk besar yang melewati jembatan akan terasa kalau jembatan bergoyanggoyang. Tidak ada ritual batin di areal sungai Babakan yang terkenal angker, akan tetapi jika ada orang yang hilang karena tenggelam di sungai, maka dukun akan mengadakan ritual agar jasad korban bisa ditemukan
123
syukur-syukur
ditemukan
selamat.
Biasanya
sesajen
ritual
yang
dilaksanakan di sungaii Babakan adalah kembang telon (melati, mawar dan katil), ingkung atau daging ayam lengkap, jajan pasar, nasi tumpeng serta sesajian yang diminta penunggu. Kesemua sesajian biasanya diminta oleh penunggu sungai (dipercaya abdi dalem Mbah Jaka) kepada keluarga korban, sedang Dukun hanya sebagai perantara upacara agar semua berjalan lebih baik dan tanpa halangan. 6. Kekuatan Budaya cerita rakyat Jaka Poleng a. Ritual Memperingati Jaka Poleng Tradisi memperingati Jaka Poleng atau Mbah Jaka bukan tradisi haul atau memperingati kematian beliau. Karena beliau dipercaya makareman atau menjadi bangsa lelembut dan sampai saat ini masih hidup (belum mati), maka setiap tanggal 18 Januari diadakan acara dalam rangka mengingat beliau serta untuk meminta berkah dari sesepuh Brebes tersebut. Acara peringatan tersebut sekaligus menjadi hari peringatan hari jadi Kabupaten Brebes. Tradisi peringatan biasanya dilangsungkan secara meriah oleh berbagai kalangan warga masyarakat Kabupaten Brebes. Acara biasanya dimulai dengan ditandai dengan kirab Bupati Brebes serta Muspida dari Desa Kaligangsa Wetan menuju Pendapa Kabupaten Brebes. Prosesi kirab yang terkenal kental dengan atmosfer budaya masyarakat Brebes pada masa lampau masih tetap dilestarikan. Yang menjadi pusat perhatian penonton kirab adalah peserta kirab yang memakai pakaian kebesaran kerajaan, tiga kereta kencana yang
124
mengangkut Bupati Brebes beserta isteri serta Wakil Bupati Brebes dan isteri serta satu kereta yang digunakan untuk mengangkut keluarga bupati dan wakil bupati Brebes. Belum lagi ada sekitar 100 dokar atau kereta kuda yang mengikuti arak-arakan tersebut. Dalam arak-arakan tersebut juga diikuti oleh pesta pawai dari beragam kesenian yang ada didaerah Kabupaten Brebes. Satu lagi yang tak kalah menarik, yaitu para prajurit bawang merah yang mengawal kereta kencana utama. Para prajurit berjumlah sekitar 30 personil, para prajurit tidak menggunakan kereta kuda kencana akan tetapi hanya berjalan kaki saja. Menyabut peringatan juga diadakan pawai obor, lomba gerak jalan hingga ziarah kemakam mantan bupati Brebes. Seperti ziarah kemakam Bupati Brebes K.A.Arya Singasari Panatayuda II dan III di desa Klampok serta ziarah kemakam bupati Brebes K.A.Arya Singasari Panatayuda I di Desa Sura Pasarean Jatibarang. Acara slametan biasanya di adakan di dalam Pendapa sebagai wujud ucapan syukur dan sebagai wujud masih mengingat Mbah Jaka sebagai sesepuh Brebes. Sesajian yang dihaturkan khusus untuk Mbah Jaka berupa Kembang telon. Nasi tumpeng kuning lengkap, air degan (kelapa muda), terus wedang jeruk, air putih, air teh tanpa gula, kolak waluh, uraban (lalapan sayur matang atau mentah yang telah dicampur dengan kelapa parut yang diberi bumbu rempah-rempah), sate. Sate berupa jerohan ayam (dalaman atau organ dalam ayam, seperti hati, paru-paru dan jantung), nasi putih. Sebangsa ikan ya ikan petek (sejenis ikan asin berukuran lebar khas Brebes), tempe, tahu, telor (telur ayam), Juada Pasar
125
(jajan pasar:Brebes), sayur-sayuran dan buah-buahan hasil bumi Brebes (pisang raja, pisang emas,jambu), kacang-kacangan (kacang tanah, kacang ijo, kacang merah, kacang panjang) dan umbi-umbian (ketela, gembili, ubi, ui). Acara tirakatan biasanya jauh lebih tertutup dan tergantung para pelakunya. Menurut cerita lisan masyarakat Brebes biasanya acara tirakatan dilakukan oleh mereka yang ingin keinginanya terkabul, seperti naik pangkat atau jabatan, penglaris dagangan, mendapatkan pekerjaan dan lainnya. Bahkan ada juga tujuan dari tirakatan hanya ingin bertemu sesepuh atau Mbah Jaka agar mendapat wejangan-wejangan. Tirakatan di Pendapa bukan hanya laku batin saja, akan tetapi bisa hanya mengunjungi dan ikut slametan di Pendapa juga dipercaya mendapat berkah dan keinginan bisa terkabul. Menurut cerita lisan dari masyarakat Brebes tirakatan biasanya diawali denga laku batin seperti berpuasa, menjalankan serta menjauhi perintah agama. Untuk yang ingnin bertemu Mbah Jaka biasanya laku atau olah batin lebih ditekankan, seperti berpuasa mutih dan puasa biasa selama 40 hari berturut-turut dan menu berbukanya harus sederhana dan harus singkong rebus dan air putih. Tirakatan seperti itu dipercaya akan mempertemukan dengan Mbah Jaka. b. Ritual Menyediakan Sesaji di Gunung Sagara Gunung Sagara dipercaya masyarakat Brebes sebagai tempat penuh dengan kekuatan ghaib dan angker, bahkan konon karena keangkerannya gunung Sagara dijadikan sebagai tempat bertapanya Mbah Jaka dalam
126
menyemprurnakan ilmu-ilmu ghaibnya. Dulunya penduduk disekitar beragama Hindu, gunung Sagara selain merupakan kawasan alam yang eksotik juga banyak menyimpan peninggalan jaman Hindu. Peninggalanpeninggalan sebagian tersimpan sebagai koleksi Museum Nasional di Jakarta dan Museum Purbakala (Oudheidkundig Museum) di Leiden, negara Belanda. Dahulu dikawasan Gunung Sagara terdapat tiga buah papan berukir dan arca-arca Hindu, Tuhan yang biasanya mereka sembah dipercaya bernama Batara Windu Buana. Semuanya disembah dan sangat dihormati oleh Penduduk sekitar. Bahkan orang-orang dari karesidenan Banyumas, Bagelen, Cirebon dan dari karesidenan Tegal sendiri telah banyak berdatangan ke gunung Sagara untuk mempersembahkan sesaji. Para petani memohon agar tanaman-tanamannya bisa mendapat berkah dan paneh berlimpah tanpa ada gangguan, para pedagamg memohon agar barang-barang dagangannya bisa laris, sedang para pengangguran bersama-sama memohon agar bisa segera mendapatkan pekerjaan. Hari sesaji dan penuh berkah biasanya pada hari Selasa Kliwon atau Garakasih (Anggara Kasih). Di gunung Sagara juga ada bangunan yang sangat dianggap kramat yang diberi nama Gedong Jimat. Berikut salah satu mantera yang diucapkan juru kunci biasanya dengan posisi duduk berjongkok sambil membakar kemenyan dan mengucapkan mantra Ngasa (doa) sebagai berikut : Kutipan : Pun arek ngaturakeun aci kukus mayang putih, terus ka aci dewata, ka luhur ka manggung ka sang rumuhun, ka handap
127
ka sang batara jaya, ing kang nugrahan, aci kukus mayang putih, ka basukana ka basukina, panghaturaken aci kukus mayang putih ka Batara Windu Buwana”. Terjemahan : Ananda ingin mempersembahkan sesaji dari kemenyan putih, lurus pada sari dewa-dewa, ke atas pada leluhur, ke bawah pada batara yang telah memberikan anugerah, sari sesaji kemenyan putih, dari raja ular dan dari ratu ular sampaikanlah sesaji kemenyan putih itu kepada Batara Windu Buwana (Sejarah hari jadi Brebes, 2005:25-26). Juru
kunci
kemudian
memberikan
sembah.
Sembah
itu
dilakukannya dengan cara yang berbeda dari biasanya. Kalau di tempattempat lain orang menyembah dengan membungkukan diri dan menyatukan kedua tangannya, lalu mengangkatnya ke arah dahinya hingga ujung-ujung ibu jarinya mengenai ujung hidungnya. Maka juru kunci digunung Sagara berbeda, yaitu melakukannya dengan cara mengangkat ke dua buah pergelangan tangannya ke atas dahinya, hingga jari-jarinya mengacung ke atas kepalanya. Sambil menyembah Juru Kunci selanjutnya mengucapkan ngasa (doa) yang berbunyi sebagai berikut : Kutipan : Pun sadupun arek ngiman keun titiwaluri ka nu baheula, titiwaluri ti bahari, taratas tilas nu baheula, cuwang mumunjang anak putu sakalih, ka indung ka bapa, ka nini, ka aki, ka buyut, ka bao, ka bumi, ka langit ka kabaruang, ka peuting, ka basukana, ka basukina, ka nu antek keluhuran, ka nu antek kararahaban, ka nu suci pawista anu kadi srengenge katinggangeun ka nu kadi buntang kapurnaman ka nu kadi bulan Kaopatwelasna, ka nu kadi salaka jinibar, ka nu kadi emas winasuhan, ka nu kadi inten winantaya, ka nu kadi ujan mencrany kapoyanan, ka nu kadi lintang johar, ditiya inng suwargan anu dadi hyang luhur pamuhunan, nuhun aub bapa, nuhun aub bapa yung kawula sakabeh, sadupun pun cuwang sadukeun, sadupun cuwang pastikeun, cuwang sampurnakeun sadupun pun.
128
Terjemahan : Ananda bertekad melakukan, ananda ingin menuruti perbuatan-perbuatan, ajaran-ajaran nenek moyang, yang ditinggalkan oleh masa dahulu kala yang telah ditetapkan oleh nenek moyang. Anak-anak dan cucu-cucu, marilah bersama-sama menyatakan penghormatan kita kepada ayah dan ibu kita, nenek-nenek dan kakek-kakek kita, kepada bumi, kepada langit, kepada siang dan malam, kepada rajaraja ular dan ratu ular, kepada yang sampai di atas sekali, sampaikanlah hendaknya dengan sempurna, kepada dewanya dewa, kepada yang menjadi matahari, bintang utama, bulan purnama, perak yang gilap, emas yang mengkilap, intan yang bersinar, matahari langit, yang berjatuhan gemerlapan dalam cahaya matahari, bintang yang gemilang, matahari langit, dewa yang mulia yang di atas, siapakah orangnya yang mengirimkan persembahan doa, kita hanya menunjukkan untuk berlindung di bawah pemeliharannya. Yang demikian itu, biaranlah kepastiannya, biarkanlah kesempurna-annya (Sejarah hari jadi Brebes, 2005:25-26).
Berakhirnya doa selanjutnya para pengunjung menyebutkan katakata ”pun sadupun” (Ananda bertekad) sebanyak tiga kali dan juru kunci selanjutnya memberi penghormatan sekali. Sesajian yang disediakan dalam selamatan biasanya berupa nasi jagung, bodin (ketela pohon), ui (sejenis ubi berwarna putih), gembili, bentul (ubi dari daun talas), ketela, pisang, kentang, dan kacang. Lauk pauknya terdiri dari dage yakni bungkil kacang tanah, sambal dan sayursayuran, akan tetapi tanpa memakai terasi, karena dalam selamatan itu dilarang keras memakai daging, ikan atau makanan yang mengandung nyawa hewan-hewan. Di samping itu dilarang menggunakan pinggan atau piring. sebagai gantinya digunakan daun pisang, daun jati atau dedaunan yang berukuran lebar. Sebelum selamatan diakhiri terlebih dahulu dibakar kemenyan, disertai dengan ngasa (doa) yang sama seperti doa pertama
129
tersebut di atas. Selanjutnya dengan tata cara yang sama doa yang kedua diucapkan. Setelah selesai, barulah yang hadir menikmati makanan selamatan yang disajikan. c. Ritual Ziarah ke Pesarean Sesepuh Tradisi ziarah ke makam sesepuh bagi masyarakat Brebes tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Bagi mereka tradisi ziarah sama saja silaturahmi atau mengunjungi sesepuh yang sudah lama meninggal, bahkan adakalanya mereka datang untuk meminta berkah serta doa restu pada sesepuh. Bagi masyarakat suku Jawa tradisi ziarah merupakan tradisi penting. Pesarean (makam) di Brebes tidak dianggap sebagai tempat biasa, akan tetapi tempat suci, sakral serta selalu dihormati. Cerita rakyat Jaka Poleng memiliki kekuatan positif bagi masyarakat Brebes, yaitu memberikan pengaruh baik bagi pemikiran masyarakat Brebes. Dengan adanya cerita rakyat Jaka Poleng maka masyarakat Brebes mengenal adanya kekuatan supranatural atau kekuatan hebat dari Mbah Jaka dengan begitu mereka sadar bahwa di atas kekuatan supranatural yang dimiliki MJ, maka sudah tentu ada kekuatan yang jauh lebih besar dan agung. Dan semua kekuatan agung itu ada pada Tuhan Yang Maha Esa. CRJP Pendapa Kabupaten Brebes mengenalkan masyarakat Brebes akan manfaat baik dari tradisi ziarah yaitu mengunjungi makam sesepuh dan mendoakan mereka sebagai bentuk bakti generasi muda kepada yang lebih tua. K.A.Arya Singasari Panatayuda I sebagai bupati Brebes adalah tokoh yang memiliki kesaktian dan ilmu pengetahuan yang cukup luas,
130
kepatuhannya kepada ajaran serta larangan Tuhan membuatnya dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa, itu sebabnya para peziarah mengharap dengan mengunjungi makam beliau maka berkah serta permohonan yang mereka minta akan cepat terkabul dengan perantara melalui K.A.Ariya Singasari Panatayuda I. Tradisi ziarah di makam K.A.Arya Singasari Panatayuda I, II dan III adalah dengan membawa bunga telon (melati, mawar dan kantil) yang biasanya untuk sesaji ataupun untuk ditaburkan di atas makam. Kesaktian bupati mampu membuat makamnya banyak dikunjungi para peziarah dari dalam dan luar daerah. Kegiatan ziarah di makam beliau tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan norma-norma adat yang ada. Tirakatan (laku) dari para pengunjung biasanya dilakukan sesuai nazar pengunjung. Ritual biasanya diawali dengan berpuasa, bisa puasa mutih (tanpa merasakan makanan berasa asin dan manis), puasa patigeni (puasa 24 jam penuh) dan puasa biasa selama satu hari penuh. Dalam puasa amalan-amalan yang dilakukan adalah : dilarang keras berbohong, berbuat jahat, membunuh, bersenggama, mencuri, dan perbuatanperbuatan lain yang dilarang agama. Sedangkan yang harus dilakukan adalah rajin membaca kitab suci Al’quran setiap setelah sholat fardu dan sunah. Tahlil dan merenungi segala dosa-dosa, berbuat kebaikan kepada sesama, melakukan niatan-niatan baik dan tidak lupa mendoakan para sesepuh. Menu berbuka dalam laku puasa biasanya menu yang sederhana, terkadang menu berbuka dalam tirakatan hanya tela (ubi) atau singkong rebus dan air putih saja.
131
Tirakatan di pesarean Mbah Rubi dan K.A.Arya Singasari Panatayuda I, II dan III biasanya berguna untuk melatih jiwa dan raga para peziarah dalam menghadapi hidup. Memberikan pandangan bahwa sebagai manusia biasa kita tidak boleh sombong, senantiasa hormat dan mendoakan sesepuh, dan dalam hidup harus tetap kuat berjuang mesti banyak halangan yang melintang. d. Ritual Slametan di Pesarean K.A.Arya Singasari Panatayuda I, II dan III. Selamatan atau dalam dialek sehari-hari dilafalkan menjadi slametan merupakan ajaran Jawa, yang intinya untuk menyelamatkan jiwa orang yang telah mati. Kalau dirunut sejarahnya, ajaran ini sudah ada sejak zaman Hindu dan Budha ada di tanah Jawa. Dalam perjalanannya slametan telah berganti-ganti mantra dan doanya. Setelah Islam masuk ke Jawa yang dibawa oleh para wali, berbagai tata cara dan mantranya diubah disesuaikan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Tradisi Slametan yang diadakan juga merupakan upacara sebagai bentuk ucapan rasa syukur kepada Tuhan YME ketika apa yang diinginkan terkabul. Tradisi slametan biasanya diadakan oleh perseorangan atau keluarga. Maksud upacara slamatan bukan pesta pora atau berlebihlebihan, akan tetapi ucapan syukur orang yang hajatnya terpenuhi. Upacara selamatan berupa syukuran, slametan karena apa yang diinginkan sudah tercapai lancar serta aman, atau berdoa supaya mendapatkan keselamatan ketika akan melakukan suatu kegiatan. Upacara slametan biasanya upacara yang berisi doa-doa tahlilan serta pembacaan kitab suci Al’quran yang ditujukan untuk mendoakan
132
orang yang sudah meninggal. Orang yang menghadiri slametan di daerah Brebes biasanya setelah selesai akan membawa pulang berkat (sajian atau makanan). Berkat biasanya makanan berupa nasi putih beserta lauk pauknya yang berupa Jangan (masakan), tempe goreng, sambal goreng tempe, sambal goreng kentang, sambal goreng hati ayam atau hati sapi, 1 butir telur rebus atau telor asin, daging ayam goreng atau dimasak, ikan pethek (ikan asin), lalapan (sayur-sayuran), dan tambahan-tambahan lainnya, kesemua makanan dimasukan jadi satu ke dalam tempat (wadah) yang bernama besek atau cepon (wadah yang terbuat dari anyaman bambu). Atau bisa juga makanan yang disajikan untuk undangan slametan dimakan bersama-sama, sebagai bentuk untuk lebih mempertebal rasa kebersamaan antar warga masyarakat Brebes. Sedangkan sesajian lainnya adalah makanan tradisional, yaitu nasi kuning, Juada Pasar (jajan pasar), buah-buahan dan sayur-sayuran hasil bumi, umbi-umbian hasil bumi, kelapa muda, dan lainnya. Tradisi slametan (selamatan) Pendapa Kabupaten Brebes dan di Pesarean (makam) bupati K.A.Ariya Singasari Panatayuda I, II dan III sudah sering dilakukan. Slametan di Pendapa Kabupaten Brebes biasanya di adakan setiap Jumat atau hari-hari besar. Pengunjung pesarean yang merasa hajatnya terkabulkan dan sebagai ucapan terimakasih biasanya mereka mengadakan acara slametan. Acara slametan biasanya bisa berlangsung dirumah atau dimakam, dengan berbagai macam sesaji yang disajikan untuk sesepuh dan juga makanan
133
yang mungkin nantinya akan dimakan bersama-sama taupun dibawa pulang. e. Apresiasi Seni Cerita rakyat ”Jaka Poleng Pendapa Kabupaten Brebes” mampu membangkitkan apresiasi seni bagi masyarakat Brebes. Apresiasi seni yang bangkit dari adanya cerita rakyat ”Jaka Poleng Kabupaten Brebes” adalah kesenian dogdog kaliwon, calung, serta berbagai kesenian lainnya yang berasal dari Kabupaten Brebes. Dengan adanya cerita rakyat ”Jaka Poleng Pendapa Kabupaten Brebes” maka setiap tanggal 18 Januari diadakan upacara memperingati serta slametan (selamatan). Peringatan biasanya diikuti dengan diadakannya apresiasi seni dari masyarakat Brebes. Apresiasi seni disamping mengenalkan pada generasi muda tentang kekayaan seni masyarakat Brebes terutama wayang, juga mampu memberikan ruang bagi ragam kesenian yang ada untuk tetap tumbuh serta lestari walau dalam perkembangan jaman modern. Ragam kesenian yang mampu bertahan adalah batik tulis khas Brebes. Batik khas Brebes lebih banyak dihasilkan di daerah Salem, dengan keberadaannya Kecamatan Salem menjadi sebuah wilayah beretnik Sunda, tetapi dibawah pengelolaan pemerintahan ber-etnik Bahasa Jawa. Awalnya masyarakat Salem hanya memproduksi batik untuk pribadi serta sebagai setelan kebaya saja. Motif yang dihasilkan berupa motifmotif klasik, seperti kopi pecah, manggar, sawat rantai, ukel, uneg, dan motif kangkung.
134
Warna yang digunakan dalam batik Brebes lebih dominan warna hitam dan putih. Selanjutnya motif dan warna batik Salem mulai lebih bervariasi sebab masyarakat mulai memanfaatkan batik tersebut untuk bahan pakaian, seperti baju. Motif-motif baru atau kontemporer yang dihasilkan di antaranya mahkota, mahkota rama, sayur asem, dan anggur. Warna yang digunakan pun lebih mencolok, seperti warna oranye, merah, ungu, hijau dan biru. CRJP sangat sakral sehingga tidak ada orang yang berani untuk mementaskan ceritanya, baik dalam bentuk wayang, kethoprak, seni tari, drama, film ataupun lainnya. Kecuali pendokumentasian cerita rakyat tersebut dalam bentuk lisan (didengarkan dengan cara diceritakan melalui mulut ke mulut bukan dalam bentuk pertunjukan) serta tertulis (dibukukan). 7. Makna sesajen yang dihaturkan untuk Jaka Poleng Sesaji sangat penting didalam setiap upacara tradisonal. Sebenarnya maksud dan tujuan sesaji adalah seperti sebuah doa. Kalau doa diucapkan dengan kata-kata, sedangkan sesaji diungkapkan. Melalui sesaji yang berupa kemenyan, berbagai bunga, dedaunan dan hasil bumi yang lain. Tujuan sesaji adalah : Mengagungkan asma Gusti, Tuhan dan merupakan permohonan tulus kepada Gusti supaya memberikan berkah dan perlindungan. Mengingat dan menghormati para pinisepuh, supaya mendapat tempat tentram dialam keabadian. Supaya rangkaian upacara dapat berjalan lancar dan sukses, tidak diganggu apapun, termasuk manusia dan mahluk-mahluk halus jahat. Berikut sajian sesajen untuk Mbah Jaka yaitu :
135
a. Kemenyan Kemenyan / dupa dibakar sebelum pelaksanaan upacara oleh seorang juru kunci. Kemenyan mempunyai arti sebagai wangi dari alam yang kasat mata. Persembahan kemenyan dipercaya sebagai santapan para bangsa lelembut dan memberikan tanda adanya pelaksanaan upacara. b. Bunga Telon Bunga telon terdiri dari bunga tiga warna yaitu : kenanga, mawar dan kantil. Ketiga jenis bunga ini dipercaya sebagai bunga kesukaan Mbah Jaka serta sebagai pengharum ruangan selain parfum. c. Kopi Pahit, Teh pahit dan air putih (Asrep-asrepan) Ketiga jenis minuman merupakan minuman kesukaan Mbah Jaka. Ketiga minuman disajikan dengan tanpa gula (asrep). Asrepnya ketiga minuman dipercaya sebgai perlambangan alam lelembut yang tanpa rasa. d. Rokok kretek Rokok kretek merupakan rokok yang dibuat khusus tanpa adanya filter, kadang rokok kretek diracik sendiri. Sesajian rokok dipercaya kesukaan Mbah Jaka. Rokok menandakan kejantanan kaum Adam selain sebagai pemimpin rumah tangga. e. Air Degan atau air kelapa muda Air kelapa muda dipercaya sebagai minuman kesukaan Mbah Jaka. Makna dari buah kelapa muda ini semoga masyarakat Brebes menjadi orang yang berguna dalam berbagai hal seperti tumbuhan kelapa. Air degan yang terasa manis mengandung doa semoga kehidupan rakyat Brebes selalu manis (sejahtera). Dan rasa buah kelapa muda yang segar
136
menandakan bahwa semoga seluruh rakyat Brebes selalu sehat dan dijauhi berbagai macam penyakit yang merugikan. f. Juada Pasar (jajanan pasar) Sesaji ”jajan pasar” tujuh macam yang dibungkus dalam jumlah ganjil. Misalnya klepon lima bungkus, cenil lima bungkus, gethuk lima bungkus, tape lima bungkus ataupun jenis jajan pasar yang lain. Makna Juada Pasar adalah keberagaman hidangan pasar dengan suka rela dipersembahkan untuk sesepuh. g. Buah-buahan dan kacang-kacangan hasil alam pertanian Brebes Buah-buahan ditujukan kepada Mbah Jaka supaya tidak mengganggu masyarakat dan memberikan berkahnya. h. Pisang Ayu Pisang Ayu bermakna ”mangayu-ayuning bawono murih raharjaning praja” dalam arti semua keberadaan di muka bumi dari Tuhan wajib kita lestarikan. i. Nasi Tumpeng Sajen tumpeng diwujudkan dalam tumpeng (nasi putih yang dibuat bentuk kerucut) dililit kacang panjang yang sudah masak melingkar sampai puncak tumpeng, di atas tumpeng diberi bawang merah dan paling atas lombok merah, di bagian kanan kiri tumpeng terdapat sayur-sayuran dan lauk-pauk yang sudah di masak. Sayuran yang dipakai antara lain: kacang panjang, kecambah, wortel, daun so, daun kangkung, kubis, daun bayam dan daun singkong. Sedang lauknya terdiri dari: tempe goreng, sambal gorang hati, ayam goreng, ikan asin (Pethek) dan telur ayam atau
137
asin yang sudah dimasak. Tumpeng dan perlengkapannya itu ditaruh di atas tampah yang sudah dialasi dengan daun pisang. Nasi tumpeng yang dikelilingi dengan sayuran menumbuhkan kehidupan dan menandakan peringatan para arwah leluhur yang telah mendahului kita menghadap Tuhan YME. Serta agar semua permintaan yang baik-baik terkabul dan yang jahat menjauh. Tumpeng bisa juga diartikan sebagai sarana pemujaan arwah leluhur yang sudah tiada. Nasi tumpeng dengan bentuknya yang dibentuk kerucut juga menandakan bahwa kekuasan Tuhan melebihi kekusaan manusia jadi maknanya manusia harus selalu ingat kepada kekuasaan Tuhan. j. Sayur-sayuran hijau (lalapan) Kacang panjang mengandung makna bahwa setiap orang dalam menempuh hidup di dunia, penuh dengan halangan yang panjang. Sementara itu warnanya yang hijau melambangkan kesuburan. Hiasan cabe mengandung makna kehidupan dunia yang penuh dengan kritikan. Cabe hijau melambangkan kritik yang membangun, sedangkan cabe merah melambangkan kritik tajam yang menyakitkan. k. Telur ayam kampung rebus atau telur asin Telur menandakan cikal bakal kehidupan didunia, bahwa manusia terbentuk dari rahim seorang wanita. Bulat telur melambangkan dunia dan kehidupan. l. Ingkung ayam (daging ayam kampung utuh) Menandakan bahwa manekung kepada Sang Pencipta atau Tuhan YME.
138
m. Ketupat (kadang ada kadang tidak ada) Ketupat terdiri dari beras (nasi) yang dibungkus daun kelapa muda dan janur (bahasa Jawa). Beras (nasi) adalah simbol nafsu dunia. Sedangkan Janur yang dalam budaya Jawa Jarwa dhosok adalah “Jatining nur” (sejatinya nur), yaitu hati nurani. Jadi ketupat dimaksudkan sebagai lambang nafsu dan hati nurani, yang artinya agar nafsu dunia dapat ditutupi oleh hati nurani.