BAB IV ANALISIS Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis terhadap data, hasil yang diperoleh beserta kaitannya dengan aktivitas Gunung Semeru, kinerja dari perangkat lunak GMTSAR. 4.1 Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mentah yang direkam oleh satelit ALOS PALSAR. Dari data tersebut dibentuk 7 pasang data yang memiliki interval pengambilan data terkecil. Setelah itu, data diolah dengan menggunakan perangkat lunak bernama GMTSAR. Ada dua mode data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu mode FBS (Fine Beam Single Polarisation) dan FBD (Fine Beam Double Polarisation). Data dengan mode FBS dimiliki oleh data 20091007, 20091122, 20100710, 20100825, 20101010, dan 20101125. Untuk mode FBD datanya adalah 20110110 dan 20110225. Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa ada enam perbedaan nilai parameter (ditandai dengan warna kuning) yang ada pada kedua mode tersebut. Enam parameter ini mencirikan karakteristik dari perekaman yang dilakukan oleh satelit. Sedangkan parameter berbeda lainnya seperti waktu dan tinggi satelit dianggap wajar karena kedua hal tersebut memang selalu berubah. Paket program pengolahan DInSAR yang disediakan oleh GMTSAR mampu mengolah citra yang memiliki range sample rate yang berbeda. Akan tetapi, untuk melakukan itu perlu kejelian, karena pengolahan yang dilakukan adalah penukaran citra master. Sehingga hasil yang diperoleh harus disesuaikan tandanya. Data FBS memiliki informasi orbit yang kurang baik karena orbit satelit ALOS tidak terkontrol dengan baik. Hal ini menyebabkan pasangan yang terkait dengan data mode FBS masih memiliki efek orbit pada interferogramnya. Sehingga perlu dilakukan penanganan khusus pada pasangan tersebut. Efek orbit ini masih tetap ada walaupun panjang baseline tegaklurus pasangan tersebut kecil (< 1000 m). Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah melakukan penghapusan trend pada citra unwrap yang telah terbentuk.
38
Tabel 4.1 Perbandingan file PRM citra 20091007 dengan citra 20110110 Parameter num_valid_az nrows first_line deskew caltone st_rng_bin Flip_iq offset_video az_res nlooks 1) chirp_ext scnd_rng_mig rng_spec_wgt rm_rng_band rm_az_band Rshift Ashift stretch_r stretch_a a_stretch_r a_stretch_a first_sample SC_identity 2) rng_samp_rate input_file
3) num_rng_bins 4) bytes_per_line 5) good_bytes_per_line PRF pulse_dur near_range num_lines num_patches SC_clock_start SC_clock_stop led_file date
Citra 20091007
9216 16384 1 n 0 1 n n 5 1 500 n 1 0 0 0 0 0 0 0 0 206 5 16000000 IMG-HHALPSRP197297020H1.0__A.raw 5652 10800 10716 2145.923 2.70E-05 849265 35193 3 2009280.641 2009280.641 LED-ALPSRP197297020H1.0__A 091007
Citra 20110110 9216 16384 1 n 0 1 n n 5 1 1000 n 1 0 0 0 0 0 0 0 0 206 5 32000000 IMG-HHALPSRP264397020H1.0__A.raw 11304 21100 21020 2145.923 2.70E-05 848815 35193 3 2011010.638 2011010.638 LED-ALPSRP264397020H1.0__A 110110
39
Tabel 4.1 Perbandingan file PRM citra 20091007 dengan citra 20110110 (lanjutan) Parameter orbdir radar_wavelength 6) chirp_slope 2) rng_samp_rate I_mean Q_mean SC_vel earth_radius equatorial_radius polar_radius SC_height SC_height_start SC_height_end fd1 fdd1 fddd1 sub_int_r sub_int_a
Citra 20091007
A 0.236057 -5.19E+11 1.60E+07 15.5 15.5 7205.475794 6377621.138 6378137 6356752.314 699610.5596 699658.8365 699561.9358 0 0 0 0 0
Citra 20110110 A 0.236057 -1.04E+12 3.20E+07 15.5 15.5 7205.243823 6377621.012 6378137 6356752.314 699492.5402 699541.2551 699443.4804 0 0 0 0 0
Model tinggi digital yang digunakan adalah DEM eksternal SRTM3. Kegunaan model tinggi digital ini adalah untuk mengurangi fase topografi yang ada pada fase interferogram yang terbentuk dari dua citra untuk mendapatkan fase deformasi. Akan tetapi, fase topografi yang ada tidak 100% hilang karena resolusi citra SAR dan model tinggi berbeda. Sehingga ada kemungkinan interferogram yang diperoleh tidak menunjukkan adanya deformasi karena efek topografi tersebut masih ada dan besarnya lebih besar dari fase deformasi itu sendiri. Hal ini akan dibahas dibagian tiga bab ini. Model tinggi digital tersebut kemudian disimulasikan dengan menggunakan data parameter dari citra master. Simulasi ini akan mengakibatkan DEM tersebut menjadi fase topografi dan merepresentasikan kondisi DEM saat dilakukan pemindaian citra master. 4.2 Hasil Untuk melakukan analisis interferogram yang terbentuk dengan aktivitas Gunung Semeru, terlebih dahulu akan dibahas hubungan antara data dengan aktivitas yang terekam seperti yang dijelaskan di bab 2. Agar lebih mudah dipahami hubungan tersebut, penyajian yang lebih sederhana diperlihatkan pada gmbar 4.1. 40
Gambar 4.1 Hubungan data dengan aktivitas yang terekam Karena penelitian ini tujuannya untuk memantau, pasangan yang akan diperhatikan adalah pasangan dari data yang berurutan. Penelitian ini menggunakan 8 data, artinya terdapat 7 pasang interferogram dengan menggunakan interval waktu data terpendek. Dengan menganalisis setiap pasangan, dapat diperoleh hubungan antara aktivitas Gunung Semeru yang direkam dan dilaporkan seperti pada tabel 2.1. Dari analisis setiap pasangan tersebut kemudian digabungkan sehingga dapat dianalisis aktivitas Gunung Semeru secara periodik menurut data yang ada. Untuk itu, dalam penelitian ini akan dianalisis hasil yang diperoleh pasangan demi pasangan agar analisisnya lebih mendalam. 1. Pasangan 20091007-20091122 Gambar 4.2 menunjukkan hasil interferogram yang telah difilter dari pasangan 20091007-20091122. Daerah yang ada di dalam lingkaran merupakan lokasi Gunung Semeru. Tampak di dalam gambar tersebut ada banyak piksel – piksel yang memiliki efek noise terutama di daerah di sebelah utara Gunung Semeru. Hal ini apabila dikorelasikan dengan citra koherensi seperti yang tampak pada gambar 4.3 daerah yang mengandung banyak noise itu memiliki nilai koherensi yang rendah. Nilai koherensi yang tampak pada gambar 4.2 menunjukkan koherensi yang kecil di sekitar Gunung. Hal tersebut disebabkan oleh tutupan lahan di gunung ini adalah hutan hujan tropis yang memiliki laju pertumbuhan yang tinggi sehingga dengan periode 46 hari, sinyal pantulan dari daerah tersebut akan memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Ditambah selang Indonesia sedang musim penghujan. 41
Gambar 4.2 Citra fase yang telah difilter pasangan 20091007-20091122 (daerah di dalam lingkaran merupakan lokasi gunung)
Gambar 4.3 Citra koherensi pasangan 20091007-20091122 Agar lebih fokus ke lokasi penelitian, dilakukan pemotongan di daerah Gunung Semeru. Gambar 4.4 menunjukkan interferogram (a) Gunung Semeru dan hasil unwrapping-nya (b). Dari kedua gambar tersebut tampak bahwa adanya pemendekan LOS sekitar 6 radian (~11 cm) sepanjang arah timur laut barat daya melalui badan Gunung Semeru.
42
a)
b)
Gambar 4.4 Interferogram Gunung Semeru dan unwrap-nya pasangan 2009100720091122 (segitiga merupakan lokasi kawah gunung) 2. Pasangan 20091122-20100710 Hasil filter interferogram yang terbentuk dari pasangan 20091122-20100710 dapat dilihat pada gambar 4.5. Pasangan ini memiliki panjang baseline tegaklurus dan interval waktu paling panjang dari semua pasangan (lihat tabel 3.2). Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, lamanya waktu antara kedua data mengurangi koherensi pasangan ini sehingga banyak piksel yang kosong karena pada tahap pemfilteran dan unwrapping, fase – fase yang kecil di-mask. Nilai koherensi pasangan ini merupakan nilai yang paling buruk dari semua pasangan yang ada. Tampak pada gambar 4.6 citra koherensi dari pasangan ini. Ini mengindikasikan perlunya suatu teknik untuk meningkatkan koherensi pasangan citra. Tutupan lahan juga mempengaruhi rendahnya koherensi pasangan ini.
Gambar 4.5 Interferogram pasangan 20091122-20100722 (daerah di dalam lingkaran menunjukkan lokasi gunung) 43
Gambar 4.6 Citra koherensi pasangan 20091022-20100710 Interferogram dan citra unwrap pada daerah sekitar Gunung Semeru dapat dilihat pada gambar 4.7. Banyaknya piksel yang kosong pada gambar tersebut menyebabkan sukarnya menganalisis pergeseran LOS pada badan gunung. Akan tetapi, di daerah sekitar kawah gunung dapat dilihat dengan jelas bahwa adanya pemendekan LOS sekitar -18 rad (~33 cm). Besarnya pemendekan LOS ini lebih disebabkan karena kelemahan perangkat lunak. Karena banyak piksel yang kosong maka proses unwrapping yang dilakukan tidak memberikan hasil yang baik.
a)
b)
Gambar 4.7 Interferogram Gunung Semeru dan unwrap-nya pasangan 2009112220100710 (segitiga merupakan lokasi kawah gunung) 3. Pasangan 20100710-20100825 Pasangan ini memiliki nilai koherensi yang baik seperti tampak pada gambar 4.8. Hal ini diantaranya disebabkan oleh musim pada saat pemindaian kedua citra adalah musim kemarau sehingga perubahan tutupan lahannya tidak signifikan. Selain itu, interval pemindaian data juga pendek. 44
Gambar 4.8 Citra koherensi pasangan 20100710-20100825 Hasil interferogram pasangan ini dapat dilihat pada gambar 4.9. Di gambar itu, ada fringe yang aneh di selatan Gunung Semeru (lihat anak panah). Fringe tersebut menunjukkan adanya pemanjangan LOS. Ada kemungkinan fringe ini merupakan pseudo deformasi yang disebabkan oleh atmosfer. Apabila fringe tersebut disebabkan oleh atmosfer, cara menghilangkannya adalah dengan memberikan koreksi atmosfer. Akan tetapi, ini tidak dilakukan karena paket program pada GMTSAR tidak menyediakan program untuk hal tersebut. Untuk membuktikan fringe tersebut adalah efek atmosfer, harus dibandingkan dengan pasangan sebelumnya dan setelah pasangan ini. Pada pasangan sebelum ini fringe serupa tidak ditemukan.
Gambar 4.9 Interferogram pasangan 20100710-20100825 (daerah di dalam lingkaran menunjukkan lokasi gunung) 45
Gambar 4.10 menunjukkan interferogram daerah Gunung Semeru dan unwrap-nya. Karena efek dari fringe yang berada di selatan gunung, pergeseran LOS pada badan gunung sukar dianalisis. Sedangkan di daerah puncak menunjukkan adanya pemendekan LOS sekitar 3 radian (~6 cm).
a)
b)
Gambar 4.10 Interferogram Gunung Semeru dan unwrap-nya pasangan 2010071020100825 (segitiga merupakan lokasi puncak gunung) 4. Pasangan 20100825-20101010 Pada interferogram pasangan ini juga dijumpai kasus fringe seperti pada pasangan sebelumnya seperti tampak pada gambar 4.11 (lihat anak panah). Apabila dibandingkan dengan fringe yang terbentuk pada pasangan sebelumnya, pola keduanya berlawanan yang artinya fringe tersebut disebabkan oleh efek atmosfer. Data yang mengandung efek tersebut adalah data 20100825.
Gambar 4.11 Interferogram pasangan 20100825-20101010 (daerah di dalam lingkaran menunjukkan lokasi gunung) 46
Nilai koherensi dari pasangan data ini cukup baik seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.12.
Gambar 4.12 Citra koherensi pasangan 20100825-20101010 Interferogram dan citra unwrap untuk daerah sekitar Gunung Semeru, tampak pada gambar 4.13. Karena adanya fringe akibat efek atmosfer, pergeseran LOS di badan gunung sukar dideskripsikan. Dari gambar b), tampak bahwa mayoritas daerah yang ada di sekitar Gunung Semeru mengalami pemendekan yang bervariasi dari nol hingga 1.5 rad (0 – 3 cm/ warna kuning dan hijau).
a)
b)
Gambar 4.13 Interferogram Gunung Semeru dan unwrap-nya pasangan 2010082520101010 (segitiga merupakan lokasi puncak gunung) 5. Pasangan 20101010-20101125 Gambar 4.14 dan 4.15 secara berurutan adalah citra koherensi dan interferogram yang terbentuk dari pasangan 20101010-20101125. Nilai koherensi di puncak Gunung Semeru diindikasikan dengan warna putih yang artinya baik. Hal ini disebabkan oleh tutupan lahan di puncak Gunung Semeru adalah batuan vulkanik 47
dan tidak ada tumbuhan. Sedangkan di kaki gunung, tampak koherensinya lebih kecil (tampak pada gambar berwarna lebih hitam).
Gambar 4.14 Citra koherensi pasangan 20101010-20101125
Gambar 4.15 Interferogram pasangan 20101010-20101125 (daerah di dalam lingkaran menunjukkan lokasi gunung) Hasil pemotongan di bagian Gunung Semeru dapat dilihat pada gambar 4.16. Pada gambar tersebut (b) tampak di badan gunung terdapat pemendekan LOS (warna ungu) sekitar 18 radian (~30 cm). Besarnya pergeseran LOS pada pasangan ini mengindikasikan adanya fase bukan deformasi yang masih terdapat dalam interferogram. Pada gambar 4.16 b), tampak ada dua daerah yang mengalami pemendekan (lihat anak panah). Diperkirakan hal tersebut disebabkan oleh adanya awan panas yang dikeluarkan oleh Gunung Semeru di daerah tersebut dan terekam 48
pada data master namun pada data slave awan tersebut telah hilang. Untuk mengkonfirmasi hal tersebut harus dilakukan pengecekan di lapangan aatau dari data sekunder lainnya yang mendukung seperti satelit optis yang merekam pada saat yang sama dengan pemindaian data master.
b)
a)
Gambar 4.16 Potongan interferogram dan unwrap pasangan 20101010-20101125 (segitiga merupakan lokasi puncak gunung) 6. Pasangan 20101125-20110110 Pasangan data ini adalah pasangan data mode FBS dan FBD. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, apabila tidak dilakukan pemrosesan lebih lanjut maka interferogram yang dihasilkan memiliki efek orbit dan tampak seperti pada gambar 4.17 a). Efek orbit pada interferogram yang terbentuk dapat dikurangi dengan melakukan detrending. Akan tetapi, walaupun telah di-detrend, bukan berarti efek orbitnya hilang. Pada penelitian ini digunakan planar trend dalam proses detrending. Citra yang di-detrend adalah citra unwrap. Gambar 4.18 merupakan citra unwrap sebelum dan setelah di-detrend. a)
b)
Gambar 4.17 Interferogram pasangan 20101125-20110110 49
a)
b)
Gambar 4.18 Citra unwrap yang belum dan telah di-detrend Pada gambar 4.18 tampak efek dari proses detrend yang dilakukan secara visual tidak banyak. Secara kuantitas, efeknya besar yaitu sekitar 12 radian. Ini dapat dilihat dari batasan nilai yang ada pada scalebar. Citra unwrap yang telah di-detrend dari daerah Gunung Semeru dapat dilihat pada gambar 4.19. Dari gambar tersebut terdeteksi pemendekan LOS sekitar 12 radian (~23 cm) pada hampir seluruh daerah. Ini mengindikasikan masih adanya efek orbit dalam citra ini.
Gambar 4.19 Citra unwrap bagian Gunung Semeru pasangan 20101125-20110110 (segitiga merupakan lokasi puncak gunung) 7. Pasangan 20110110-20110225 Pasangan ini merupakan pasangan data mode FBS-FBS. Interferogam dari pasangan data ini tampak seperti pada gambar 4.20 a). Apabila dibandingkan dengan pasangan sebelumnya, fringe pada interferogram pasangan ini tampak lebih rapat ini menunjukkan pada pasangan ini kedua citra memiliki efek kesalahan orbit yang besar dan tidak terkoreksi. Gambar 4.20 b) merupakan citra koherensi dari pasangan ini. Tampak bahwa koherensi pasangan ini cukup baik untuk proses pengolahan. 50
a)
b)
Gambar 4.20 Interferogam pasangan 20110110-20110225 Sama seperti pasangan sebelumnya, untuk dapat melihat lebih baik hasil yang ditampilkan oleh pasangan ini, interferogram yang ada harus di-unwrap dan didetrend. Gambar 4.21 menunjukkan hasil unwrap dan detrend dari pasangan 20110110-20110225. Dari gambar tersebut, tampak bahwa pola fringe yang terbentuk telah membaik walaupun hasilnya juga belum memuaskan. Secara kuantitatif, selang fase mutlak pada kedua citra berbeda jauh yaitu hingga 36 radian. Ini mengindikasikan adanya efek – efek lain diluar efek orbit dalam interferogram yang terbentuk dan GMTSAR belum bisa mengatasi masalah tersebut. a)
b)
Gambar 4.21 Hasil unwrap dan detrend pasangan 20110110-20110225 Gambar 4.22 menunjukan potongan daerah sekitar Gunung Semeru. Tampak pada gambar tersebut adanya pemendekan LOS sekitar 12 radian (~23 cm) disebelah utara Gunung Semeru dan sekitar 3 radian (~6 cm) di selatan gunung.
51
Gambar 4.22 Citra unwrap yang telah di-detrend dari Gunung Semeru pasangan 20110110-20110225 4.3 Hubungan Aktivitas Gunung Semeru dengan Hasil Secara garis besar gambar 4.23 merangkum rekaman aktivitas Gunung Semeru, data SAR dan hasilnya. Dari gambar tersebut tampak bahwa ada ketidak konsistenan antara hasil yang diperoleh dengan rekaman aktivitas yang ada. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hasil yang diperoleh dari pengolahan data ALOS PALSAR dengan perangkat lunak GMTSAR masih mengandung efek – efek lain yang tidak diinginkan, seperti adanya efek atmosfer, orbit, dan lain – lain. Kemudian, paket program GMTSAR masih belum mampu mengatasi masalah tersebut sehingga diperlukan pengetahuan dan keahlian tambahan untuk dapat memperoleh hasil yang representatif.
Gambar 4.23 Hubungan aktivitas Gunung Semeru dengan hasil pengolahan 52
Terkait dengan analisis aktivitas Gunung Semeru dari hasil yang diperoleh, tahapan tersebut belum dapat dilakukan karena banyaknya kesalahan yang masih terdapat pada hasil yang diperoleh. Apabila diasumsikan tidak ada kesalahan pada hasil, artinya hasil yang diperoleh sudah merupakan fase deformasi saja, maka dapat dikatakan bahwa karakteristik aktivitas Gunung Semeru selama bulan Oktober 2009 hingga Februari 2011 selalu inflasi (mengembang). Akan tetapi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa hasil yang diperoleh masih mengandung banyak kesalahan sehingga tahapn analsis aktivitas Gunung Semeru dari pengolahan data SAR dengan menggungakan GMTSAR belum dapat dilakukan.
53