BAB III TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN PELAKSANAANNYA DI KECAMATAN KALINYAMATAN A. Pengertian Perkawinan Di Bawah Umur Perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang dilakukan pada usia relatif muda, yakni dilakukan pada usia di bawah ketentuan Undangundang yaitu di bawah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita. Di bawah 19 tahun bagi pria dan dibawah 16 tahun bagi wanita menurut kebanyakan ahli psikologi digolongkan usia remaja. Dalam bukunya Elizabeth B. Hurlock disebutkan bahwa seseorang dikatakan dewasa apabila telah berusia 21 tahun. 1 World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual, ada tiga kriteria yaitu biologis, psikologik dan sosial ekonomi, dengan batasan usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut : a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. 2 Adapun mengenai batasan ukuran pada usia-usia tertentu menurut 1 2
Hurluck, Psikology Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1999), hlm. 248 Sumiati dkk, Kesehatan Jiwa Remaja dan Konseling, (Jakarta: Trans Info Media, 2009),
hlm. 9.
39
40
Elizabeth B. Hurlock yang disetujui oleh Andi Mappiare, apabila dibagi berdasarkan bentuk-bentuk perkembangan dan pola perilaku yang nampak khas bagi usia-usia tertentu adalah : Umur 1 – 6 tahun
: masa kanak-kanak awal
Umur 6 – 11 tahun
: masa kanak-kanak akhir
Umur 11 – 14 tahun
: pubertas
Umur 14 – 17 tahun
: masa remaja awal
Umur 17 – 21 tahun
: masa remaja akhir
Umur 21 – 40 tahun
: masa dewasa
Umur 40 – 60 tahun
: masa setengah baya
Umur 60 keatas
: masa tua 3
Dalam pembagian tersebut bahwa usia remaja adalah 14 sampai dengan 21 tahun. Demikian juga beberapa ahli di Indonesia dalam menentukan usia remaja tidak jauh dari pendapat tersebut, menurut Winarno Suracmad dan Singgih Gunarsa menentukan batasan usia remaja di Indonesia antara 12 sampai dengan 22 tahun. 4 Terkait hal tersebut, menurut Sarlito W. Sarwono, status perkawinan sangat menentukan status remaja atau dewasa. Di masyarakat kita, status perkawinan masih sangat penting. Seseorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh. 5 Perkawinan di bawah umur identik dengan perkawinan usia remaja. Dan menurut para ahli psikologi, bahwa usia tersebut belum dapat dikatakan 3
Andi Mappiare, Psikologi Remaja, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 26. Ibid, hlm. 26. 5 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 19. 4
41
dewasa. Maka dengan demikian perkawinan yang dilakukan pada usia yang belum dewasa tentu saja mempunyai akibat-akibat tertentu.
B. Dasar Hukum Perkawinan Di Bawah Umur Dasar hukum perkawinan di bawah umur termuat di dalam Pasal 7 ayat 1 UU No. 1 tahun 1974, penjelasan Umum UU No. 1 tahun 1974, pasal 29 KUHPerdata, Passal 20 UU No. 1 tahun 1974, Peraturan Menteri Agama No. 3 tahun 1975, Kompilasi Hukum Islam dan PP No. 9 tahun 1975 pada pasal 6. Sekalipun dalam pasal 7 ayat 1 UU No. 1 tahun 1974 telah ditentukan secara tegas bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun tetapi dalam praktek masih terdapat orang-orang yang usianya belum mencapai batas minimal usia untuk melangsungkan perkawinan, berkehendak melangsungkan perkawinan. Penentuan mengenai batas minimal usia untuk melangsungkan perkawinan sangatlah penting, sebab perkawinan sebagai suatu ikatan antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri haruslah dilakukan oleh mereka yang sudah cukup matang baik dari segi jasmani maupun rohani. Hal ini untuk mewujudkan tujuan perkawinan yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam penjelasan umum UU. No 1 tahun 1974 bagian empat huruf d dijelaskan bahwa calon suami isteri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, supaya dapat mewujudkan tujuan
42
perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Di samping itu, perkawinan juga mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Ternyata bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi. Berhubungan dengan itu, maka Undang-undang ini menentukan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun bagi wanita, ialah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita. Menurut pasal 20 UU No. 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa Pegawai Pencatat Perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan pasal 7 ayat (1), pasal 8, pasal 9, pasal 10 dan pasal 12 undangundang ini meskipun tidak ada pencegahan perkawinan. Dalam hal penyimpangan terhadap ketentuan pasal 7 ayat 1 UU No. 1 tahun 1974 untuk dapat melangsung perkawinan itu harus ada dispensasi dari pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria ataupun pihak wanita. Perkawinan di bawah batas usia minimal dapat dilangsungkan apabila calon mempelai sudah mendapatkan dispensasi untuk melangsungkan perkawinan dari pengadilan setempat atau pejabat yang berwenang di daerah hukumnya. Peraturan Menteri Agama No. 3 tahun 1975 juga mengatur tentang pemeriksaan nikah dan dispensasi nikah. Pada pasal 8 huruf d disebutkan
43
bahwa orang yang hendak melangsungkan perkawinan harus membawa surat dispensasi dari Pengadilan Agama bagi calon suami yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi calon istri yang belum mencapai 16 tahun, demikian juga bunyi pasal 13 Peraturan Menteri Agama No. 3 tahun 1975 juga mengatur hal yang sama yakni apabila kedua calon belum mencapai umur maka harus mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama. 6 Kompilasi Hukum Islam pasal 15 ayat 1 juga mengatur tentang syarat perkawinan yakni perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur sekurang-kurangnya 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita. Pasal 29 KUHPerdata menentukan seorang jejaka yang belum mencapai umur genap 18 tahun, seperti seorang gadis yang belum mencapai 15 tahun, tidak diperbolehkan mengikat dirinya dalam perkawinan. Sementara itu, dalam hal adanya alasan-alasan yang penting, Presiden berkuasa meniadakan larangan ini dengan memberikan dispensasi.
C. Pelaksanaan Perkawinan Di Bawah Umur Untuk menganalisa mengenai perkawinan di bawah umur ini, sudah barang tentu di dasarkan atas hasil penelitian yang diperoleh di lapangan di kaitkan dengan literatur yang ada. Untuk dapat melaksanakan perkawinan di bawah umur harus melalui tahap permohonan dispensasi kawin kepada Pengadilan Agama atau 6
94
Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976), hlm.
44
Pengadilan Negeri di daerah hukum dimana akan dilangsungkan perkawinan karena hanya Pengadilan saja yang berwenang untuk memberikan dispensasi. Untuk mengajukan permohonan dispensasi diperlukan adanya syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon. Apabila syarat-syaratnya itu tidak terpenuhi maka permohonan dispensasi untuk melangsungkan perkawinan ditolak. Adapun syarat-syarat yang harus di penuhi adalah sebagai berikut : 7 1. Fotokopi akta kelahiran dari calon mempelai baik pria maupun wanita yang diberi materai cukup. 2. Fotokopi kartu tanda penduduk dari orang tua pemohon dan fotokopi kartu tanda penduduk calon mempelai yang diberi materai cukup. 3. Fotokopi surat nikah orang tua calon mempelai yang diberi materai cukup. 4. Kartu keluarga. 5. Surat keterangan atau pernyataan dari Kepala Desa atau Lurah setempat dan orang tua yang menyebutkan adanya hal-hal penting sehingga yang bersangkutan
perlu
memperoleh
dispensasi
untuk
melangsungkan
perkawinan. 6. Surat permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam atau ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri bagi yang beragama non Islam. 7.
Biaya perkara. Adapun prosedur permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur
adalah sebagai berikut :
7
Hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jepara.
45
1. Mengajukan permohonan dispensasi perkawinan dibawah umur, orangtua calon mempelai atau calon mempelai itu sendiri membuat surat permohonan dispensasi untuk kawin yang formulirnya sudah disediakan di pengadilan dan tinggal mengisi, yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan setempat atau pejabat yang berwenang untuk itu. Permohonan tersebut dilampiri suratsurat yang diperlukan dari Kepala Desa yang sudah disahkan oleh Camat. Dalam permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur yang berhubungan dengan syarat-syarat permohonan dispensasi harus dipenuhi dan apabila tidak dipenuhi maka permohonan itu tidak diterima dan dikembalikan supaya untuk dipenuhi maka permohonan itu tidak diterima dan dikembalikan supaya untuk dilengkapi, setelah syarat-syaratnya dipenuhi maka permohonan dispensasi baru diterima dan kemudian pemohon menunggu hari sidang. 2. Sidang pengadilan permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur, setelah syarat-syarat yang telah ditentukan dalam permohonan dispensasi perkawinan dipenuhi dan surat permohonan tersebut diterima oleh pengadilan dengan mempertimbangkannya mengenai hal-hal sebagai berikut : a. Kesiapan fisik maupun mental calon mempelai. b. Kedua calon mempelai perlu didengar keterangannya. c. Dilihat secara biologis calon mempelai masih anak-anak atau sudah kelihatan dewasa. d. Kemungkinan sudah hamil dahulu dan telah melakukan hubungan seperti
46
layaknya suami-isteri yang sah. e. Mendengarkan keterangan-keterangan dari orangtua calon mempelai. f. Calon mempelai sudah bekerja atau belum sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap calon isterinya atau tidak. 8 Dalam pemeriksaan di persidangan ini keterangan dari pemohon yang minta dispensasi untuk kawin adalah sangat penting karena berhubungan dengan dikabulkan atau tidaknya permohonan dispensasi itu. Apabila keterangan-keterangan dari pemohon memenuhi syarat untuk mendapat dispensasi perkawinan di bawah umur, maka permohonan itu bisa dikabulkan. 9 3. Putusan dispensasi perkawinan di bawah umur oleh pengadilan. Setelah diperiksanya surat permohonan dispensasi untuk kawin tersebut di persidangan, Ketua Pengadilan akan memberikan jawaban atau keputusan dalam persidangan. Pengadilan sebelum mengambil keputusan, akan memanggil semua pihak yaitu calon mempelainya beserta kedua orang tuanya masing-masing untuk dimintakan beberapa keterangan dan alasanalasannya mengapa meminta dispensasi kawin. Kemudian setelah ketua pengadilan mempelajari permasalahan itu, maka dapat memberikan keputusan. Keputusan tersebut dapat berupa memberikan dispensasi untuk kawin atau menolak permohonan dispensasi untuk kawin, karena tidak setiap pengajuan permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur harus di kabulkan, tetapi 8 9
Hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jepara. Ibid.
47
harus mempertimbangkan keterangan-keterangan dari calon mempelai. Apabila dikabulkan dispensasi untuk kawin di bawah umur dari pengadilan setempat atau pejabat yang berwenang untuk itu maka putusannya yakni mengabulkan permohonan dispensasi perkawinan dibawah umur tersebut, maka calon mempelai tersebut dapat melangsungkan perkawinannya. Tetapi jika permohonan dispensasi untuk kawin ditolak oleh pengadilan maka calon mempelai tidak dapat melangsungkan perkawinannya dan ditunda perkawinannya. Biasanya pengadilan dalam hal mengabulkan permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur dikarenakan alasan-alasan yaitu demi perlindungan hukum bagi anak yang akan lahir di kemudian hari serta demi rasa kemanusiaan maka dispensasi dapat diberikan kepada anak pemohon untuk melangsungkan perkawinan. Atau dengan kata lain supaya anak yang lahir berstatus hukum sebagai anak yang mempunyai bapak. Adapun pengadilan yang berwenang mengabulkan permohonan dispensasi kawin adalah pengadilan yang berada diwilayah hukum setempat, yaitu Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan pengadilan negeri bagi yang beragama non Islam.
D. Terjadinya Perkawainan Di Bawah Umur di Kecamatan Kalinyamatan. Perkawinan di bawah umur yang terjadi di Jepara dilihat dari bulan Januari s/d April 2015 laki-laki sebanyak 15 dan perempuan 21. Dilihat dari data di atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa masih terdapat
48
pelaksanaan perkawinan yang dilaksanakan di bawah batas minimal usia untuk melangsungkan perkawinan. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa selama 4 bulan terdapat 36 perkawinan di bawah umur . Berdasarkan jumlah perkawinan di bawah umur tersebut di kecamatan Kalinyamatan selama 4 bulan telah terdapat 6 orang yang melakukan perkawinan di bawah umur, akan tetapi di dalam prakteknya patut dapat diduga jumlahnya lebih dari angka tersebut. Hal ini disebabkan karena masih banyak diantara mereka yang melakukan perkawinan di bawah umur tetapi dengan cara menambahkan umur mereka. Padahal ini merupakan tindakan yang sangat tidak bijaksana dan merupakan penyelewengan terhadap Undang-undang perkawinan. Tepatnya telah melanggar pasal 7 Undang-undang perkawinan. Bahkan yang sangat mengejutkan adalah fakta di lapangan dimana ditemukan perkawinan di bawah umur tanpa dicatatkan di KUA dan jumlahnya tidak sedikit. Dari sekian jumlah perkawinan di bawah umur yang ada, apabila ditinjau dari tingkat pendidikan kebanyakan mereka tingkat pendidikannya rendah, seperti tamat SD, tamat SMP, bahkan dari mereka ada yang tidak tamat sekolah atau putus sekolah. Dengan melihat kenyataan yang ada maka dapat dilihat bahwa ternyata tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perilaku seseorang khususnya mengenai perkawinan. Mengenai jenis pekerjaan dari mereka yang melakukan perkawinan dibawah umur sebagian besar bertani, buruh, wiraswasta, bahkan ada yang belum mempunyai pekerjaan tetap. Pada usia tersebut umumnya mereka baru
49
mulai dalam berkarir, sehingga ia masih harus belajar dari yang lebih berpengalaman,
sebab
keterbatasan
keahlian
dan
kemampuan
yang
dimilikinya. Setelah penyusun memaparkan tentang pelaksanaan perkawinann di bawah umur dan tingkat terjadinya perkawinan di bawah umur di kecamatan Kalinyamatan, selanjutnya akan dikemukakan faktor pendorong pelaksanaan perkawinan di bawah umur yang banyak terjadi di kecamatan Kalinyamatan. Beberapa faktor yang mendorong terjadinyanya perkawinan di bawah umur antara lain : 1. Faktor media massa Sering dengan perkembangan zaman dan tidak luputnya dari pengaruh masuknya kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan norma-norma agama dan susila, maka tidak menutup kemungkinan terjadinya pergeseran nilainilai yang hidup di masyarakat. Sekarang ini disekitar kita makin banyak hal-hal yang merangsang nafsu seksual remaja seperti film porno, bacaan porno, pornografi, serta didukung dengan tidak adanya penanaman pendidikan seks kepada remaja sejak dini secara benar. Akibatnya banyak remaja yang mencoba-coba bahkan meniru perilaku seks yang dilihatnya, sehingga terjadilah kejadian yang tidak diinginkan yakni kehamilan sebelum nikah. Apabila kejadian ini sampai terjadi pada suatu keluarga walaupun anak yang bersangkutan masih di bawah umur maka jalan terbaik adalah segera menikah.
50
Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya seks bebas adalah dengan cara melakukan penyitaan terhadap VCD-VCD porno atau film-film porno yang beredar di kalangan masyarakat dewasa ini oleh pihak-pihak yang berwenang. 2. Faktor pendidikan yang rendah Tingkat pendidikan yang rendah juga berpengaruh terhadap tingkah laku seorang, khususnya di bidang perkawinan. Mereka tidak tahu adanya Undang-undang Perkawinan yang mengaturnya, apalagi memahami isinya. Mereka menganggap itu sudah wajar dilakukan oleh setiap orang. Maka banyak perkawinan di bawah umur dilakukan orang dalam taraf pendidikan yang rendah. Namun pendidikan yang cukup atau pendidikan yang tinggi inipun tidak mutlak dan menjamin bahwa tidak ada yang melangsungkan perkawinan di bawah umur, tetapi setidak-tidaknya dengan pendidikan yang cukup atau pendidikan yang tinggi dapat mengurangi terjadinya perkawinan di bawah umur. Upaya hukum yang dapat dilakukan adalah dengan cara meningkatkan pendidikan dan kesadaran hukum khususnya hukum perkawinan dengan cara memberi penyuluhan hukum tentang Undang-undang Perkawinan di kalangan masyarakat. 3. Faktor Pergaulan Bebas Faktor pergaulan bebas ini dapat dikatakan sebagai salah satu penyebab dari terjadinya perkawinan di bawah umur karena pergaulan seseorang
51
berhubungan dengan lingkungan di sekeliling manusia. Dalam pergaulan sehari-hari dalam lingkungan masyarakat, manusia akan mendapatkan dua hal yaitu hal-hal yang bersifat positif dan hal-hal yang bersifat negatif. Halhal yang bersifat negatif misalnya adalah pergaulan bebas antara pria dan wanita, pencurian dan lain sebagainya, itu semua tidak luput dari lingkungan masyarakat yang tidak baik. Sedangkan hal-hal yang bersifat positif dalam masyarakat adalah melakukan kegiatan yang beragama misalnya pengajian, gotong royong, kegiatan karang taruna dan lain sebagainya. Dengan pengaruh lingkungan yang tidak baik maka anak-anak yang sedang menginjak masa dewasa ini akan terkena dampaknya yaitu meniru tingkah laku orang-orang disekitarnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekarang ini pergaulan bebas semakin merajalela, terutama di daerah perkotaan. Hal ini tidak terlepas dari adanya pengaruh lingkungan yang buruk di sekitar mereka, seks bebas banyak dilakukan para remaja yang baru mulai beranjak dewasa. Untuk itu diperlukan adanya pengarahan dan pengawasan dari pihak orangtua supaya anak tidak salah pergaulan atau salah memilih teman bergaul mereka. 4. Faktor dari anak itu sendiri. 10 Terjadinya perkawinan di bawah umur didorong karena adanya keinginan sendiri atau kesadaran pribadi dari individunya itu sendiri untuk segera menikah, daripada melakukan perbuatan yang amoral atau berbuat hal-hal yang melanggar norma-norma lebih baik segera menikah.
10
Ibid.
52
5. Faktor orang tua Kebiasaan orang tua di daerah pedesaan untuk segera menikahkan anaknya agar ia dapat segera menimang cucu, terutama yang mempunyai anak perempuan walaupun masih di bawah umur, karena mempunyai anak perempuan yang sudah besar akan menjadi beban pikiran bagi orang tuanya bila tidak lekas mendapatkan jodoh, takut dinilai tidak laku dan menjadi perawan tua. Menurut pandangan mereka, terutama bagi anak perempuan tidak perlu sekolah yang tinggi, sebab nantinya juga hanya bekerja di dapur. Umumnya orangtua hanya melihat secara fisiknya saja dari si anak tanpa melihat kesanggupan dalam memikul tanggung jawab berumah tangga. 6. Faktor agama Faktor agama ini dapat dikatakan sebagai penyebab dari terjadinya perkawinan di bawah umur. Pendidikan agama itu penting sekali, tanpa melupakan pengamalannya, meskipun sudah diberikan pelajaran tentang pendidikan agama yang cukup tetapi tidak diamalkan di dalam masyarakat atau tidak diwujudkan dalam bertingkah laku maupun perbuatan baik dalam masyarakat maka bisa menyebabkan seseorang melakukan perkawinan di bawah umur. Seseorang yang pendidikan agamanya cukup dan baik serta mengamalkan ajaran-ajaran agamanya mereka akan tahu mana perbuatan yang diperbolehkan maupun perbuatan yang dilarang dalam bertingkah laku di masyarakat, lebih-lebih pendidikan agamanya itu sudah ditanamkan sejak
53
kecil dengan baik maka akan menjadi dasar, fundamen yang baik bagi perkembangan anak selanjutnya, sehingga walaupun mungkin anak tersebut hidup dalam lingkungan yang tidak baik atau lingkungan yang buruk mereka akan tetap menjadi anak yang saleh karena sudah mempunyai dasar, tabiat yang saleh, dengan adanya anak-anak yang saleh bisa mengurangi perbuatan-perbuatan yang tidak baik yaitu salah satunya melakukan hubungan badan seperti layaknya suami isteri yang bisa mengakibatkan hamil di luar nikah. 7. Faktor dari aparat pemerintah. 11 Maksudnya disini adalah dimungkinkan adanya penyelewengan dari berbagai pihak, baik dari aparat pemerintahan setempat maupun para pihak yang akan melangsungkan perkawinan. Akibat penyelewengan tersebut tidak mustahil banyak terjadi perkawinan di bawah umur. tindakan yang salah dari para pihak itu adalah adanya pemalsuan umur atau manipulasi umur agar dapat melangsungkan perkawinan. Mereka merasa prosesnya lama dan belum tentu di kabulkan, juga karena perhitungan biayanya yang dirasa cukup mahal. Sehingga jalan pintas yang diambil dengan cara menambahkan umur mereka.
11
Ibid.