BAB III TENTANG GUNUNGAN WAYANG SADAT
A. Pengertian Gunungan Dalam Wayang Sadat Peralatan pagelaran wayang purwo seperti kelir, gedebok, blencong, cempaka, dan lain-lain. Semuanya merupakan ciptaan orang Jawa sendiri dan mengandung lambang atau mempunyai makna tertentu. Ketentuan itu dapat kita jumpai dalam kakawin Arjuna wiwaha atau serat centini jilid IX, yang berbunyi: Janma tama karya lejem mring pandulu Sasmitaning Hyang sejati Dhalang lan wayang dinunung Pamanggone Hyang mawarna Karya upameng pandulon Kelir jagad gumelan wayang pinanggung Asnapun mahlukin-Widi Gedebug bantala wegung Blencong padhanging uring Gamelan gendinging lakon. Gambar pohon dalam kayon melambangkan pohon surga, pohon hidup, pohon budi (pengetahuan), Kalpataru (pohon penghargaan) dan merupakan bagian utama dari kekayon yang diartikan sebagai sumber pengetahuan atau pohon pengayon. Pagelaran wayang baik wayang golek maupun wayang kulit selalu ditampilkan gunungan. Gambar pohon dalam kayon melambangkan pohon surga, pohon hidup, pohon hidup, pohon budi (pengetahuaan), kalpataru, (pohon penghargaan) dan merupakan bagian utama dari kekayon,yang diartikan sebagai sumber pengetahuan
atau pohon pengayom. Disebut
gunungan karena bentuknya seperti gunung yang berisi mitos sangkang
31
32
paraning dumadi, yaitu asal mulanya kehidupan ini dan disebut juga kayon.1 Gunungan memuat ajaran filsafat tentang ilmu kebijaksanaan.
Hal ini
menunjukkan bahwa lakon wayang berisi tentang nilai-nilai yang tinggi dan mendalam. Gunungan dalam bahasa Kawi disebut dengan meru atau mahameru artinya gunung besar Mahameru, sebagai gambaran gunung Himalaya dengan segala penghuninya.
Mahameru dianggap sebagai gunung surga, kadang-
kadang gunung dunia, kedua-duanya bersifat kudus.
Sehubungan dengan
anggapan tersebut maka mahameru mengandung berbagai unsur hidup dan unsur mati. pemujaan.
2
Oleh karena itu, pada lazimnya mahameru dijadikan pusat Wayang gunungan merupakan lambang pusat kehidupan dan
bermakna sebagai lambang pusat kehidupan dan bermakna sebagai lambang ketuhanan adapula yang menyebutkan lambang alam bagi wayang dan mempunyai makna bahwa hidup yang melalui mati atau hidup di alam fana. Gunungan (kayon) dalam wayang sadat merupakan salah satu pokok falsafah bagi wayang itu sendiri, dan merupakan baku wayang (dalam cerita wayang) atau merupakan inti dari falsafah (wayang sadat) kesenian Islam,3 yang mempunyai tujuan kesempurnaan hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Internalisasi nilai jiwa dan Islam dalam aspek wayang merupakan salah satu bagian yang khas dari proses perkembangan budaya di Jawa. Wayang yang merupakan suatu produk budaya manusia yang terkandung di dalamnya seni estetis.
Wayang yang sahulu mempunyai fungsi sebagai
tontonan kini juga berfungsi sebagai tuntunan kehidupan bagi manusia. Wayang gunungan mempunyai makna lebih jauh dan mendalam karena mengungkapkan gambaran hidup semesta (wewayang urip). Wayang dapat memberikan gambaran lakon kehidupan umat manusia dengan segala
1 2
http://www.langsing.net/gunung/artikel/gunung.html. Suwaji Bastomi, Gelis Kenal Wayang, Semarang: IKIP Semarang Press, 1992, hlm.
260. 3
Wawancara dengan Ki Suryadi Wanasukarja, 06 Agustus 2005.
33
masalahnya. Dalam dunia pewayangan tersimpan nilai-nilai pandangan hidup jiwa dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan dan kesulitan hidup.4 Fungsi kayon (gunungan) dalam pertunjukan wayang adalah sangat penting; tanpa kayon pertunjukkan wayang tidak dapat berjalan. Kayon itu mengandung unsur keislaman yang sangat mendalam, justru di dalamnya mengandung ajaran keimanan terhadap kekuasaan Allah dalam menghidupkan segala zat hidup yang ada di langit dan bumi beserta isinya.5 Gunungan wayang sadat mempunyai fungsi sebagai pembuka dan penutup dalam pementasan atau berfungsi sebagai batas singget.
Dalam
pertunjukkan wayang sadat, wayang maupun gunungan tidak diajarkan ke kanan dan ke kiri (seperti wayang purwo, tetapi cukup ditumpuk dalam kotak). Gunungan wayang sadat ditengahnya tergambar sebuah masjid Demak dan bertuliskan kalimat syahadat. Ciri khas dari gunungan wayang sadat yang menjadikan gunungan ini berbeda dengan gunungan wayang kulit yang lain,6 diantaranya 1. Puncak dari gunungan wayang sadat yang bertulis Allah menjadi tujuan utama dari cerminan gunungan yaitu mencapai kesempurnaan hidup bahagia dunia-akhirat 2. Nilai yang terkandung dalam gunungan wayang sadat adalah ajaran Islam atau falsafah kehidupan Islam tentang ketauhidan dan syari’at 3. Gunungan wayang sadat memuat seni Islam yang mencerminkan falsafah kehidupan Islam yang tentang ketauhidan dan syariat dengan bentuk yang indah dan berisi ajaran yang luhur 4. Setiap gambar mempunyai makna yang dalam terlihat dalam gunungan wayang sadat, dan masing-masing gambar mempunyai makna yang sangat dalam.
4 5
Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jiwa, Yogyakarta: Gama Media, 2000, hlm. 173. Effendi Zarkasi, Unsur-unsur Islam dalam Pewayangan, Solo: Mardikunto, 1977, hlm.
114. 6
Wawancara dengan Ki Suryadi Wanasukarja, 06 Agustus 2005.
34
Sebenarnya wayang sadat mempunyai gunungan yang berjumlah enam dan tiap-tiap gunungan mempunyai lukisan dan fungsi yang berbeda-beda, yaitu: 1. Gunungan wayang sadat, terdapat gambar masjid Demak dan tulisan kalimat syahadat, yang berfungsi sebagai pembuka dan penutup pagelaran dalam pertunjukan wayang 2. Gunungan masjid, dalam gunungan ini terdapat gambar masjid dan gambar dua gunung (tugu monas dan tugu pahlawan), mempunyai fungsi sebagai singgetan atau pembatas 3. Gunungan simbul wayang, terdapat gambar flora dan fauna yang menggambarkan kehidupan manusia dan gambar bunga dengan fungsi sebagai pembatas adegan 4. Dan tiga gunungan lainnya memiliki corak lukisan yang sama dengan wayang gunungan dalam wayang kulit purwo dan mempunyai fungsi yang sama pula yaitu sebagai singgetan. Figur wayang gunungan jika dibandingkan dengan wayang yang lain adalah termasuk jenis wayang yang paling rumit, penuh sunggingan, tatahan (patahan) serta penuh dengan makna. Gagasan budaya jiwa yang tercermin dalam figur wayang gunungan adalah konsep keseimbangan.7
Konsep
keseimbangan ini bagi masyarakat Jawa adalah sangat penting dan tercermin aktivitas kebudayaan.
Dan semua lukisan itu sebagai cerminan gagasan
keseimbangan hidup. Dunia pewayangan ikut serta dan ambil bagian dalam mendewasakan masyarakat berupa pembekalan konsepsi-konsepsi yang mudah diresapi dan dirasakan oleh setiap orang, sehingga setiap orang mampu menghadapi persoalan hidup yang beraneka ragam, filsafat pewayangan membuat para pendukungnya merenungkan hakikat hidup, asal dan tujuan hidup. Hubungan
7
Soetarno, et.all., Dewa Ruci Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni, Surakarta: Program Pendidikan Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI), hlm. 34.
35
ghoib antara dirinya dengan Tuhan, serta kedudukan manusia dalam alam semesta yang gumelar ini.8 Inti falsafah gunungan dalam wayang sadat ini adalah kesenian Islam dengan ciri khas yang berbeda, salah satunya lama pertunjukan (pementasan), corak lukisan pada gunungan dan lain sebagainya.
Gelarnya gunungan
wayang sadat ini adalah seni Islam yang indah, isinya berupa ajaran luhur dan bertujuan untuk mencapai kesempurnaan hidup. Unsur-unsur budaya Jawa yang termuat dalam wayang kulit dan wayang dalam wayang sadat dapat diimplementasikan untuk peningkatan sumber daya manusia, serta mengajarkan kebijaksanaan serta melengkapi bagian-bagian kitab suci dari agama menuju terciptanya manusia yang utuh baik lahir maupun batin.9 B. Asal-Usul Gunungan Wayang Sadat Masuknya kebudayaan India di Indonesia memberi pengaruh terhadap agama Islam ke Indonesia sejak abad XIII yang memberi pengaruh besar terhadap budaya wayang terutama pada konsep kepercayaan dan falsafah wayang itu sendiri. Pada awal abad XV yakni zaman kerajaan Demak, mulai digunakan blencong dan wayang sebagai alat untuk berdakwah.10
Sejak
zaman Mataram di Kartosura gubahan wayang yang berinduk pada Ramayana dan Mahabarata makin jauh dari aslinya, dan mulai dari situ masyarakat penggemar wayang mengenal istilah tokoh wayang. Perkembangan Islam di Indonesia akrab sekali dengan jasa dan kiprah para mubaligh dan para wali yang memiliki kualitas ilmu, perjuangan dan informatif. Unsur Islam dalam pewayangan banyak sekali macam ragamnya yang dikemas dalam berbagai cerita.
Bentuk metode para wali dalam
berdakwah menggunakan seni wayang dengan segenap perangkatnya.
8
Edi Sedyawati dan Sapardi Djoko Damono, Seni Dalam Masyarakat Indonesia Bunga Rampai, Jakarta: PT. Gramedia, 1983, hlm. 53. 9 Soetarno, et.all., op.cit., hlm. 37. 10 Suwaji Bastami, Kekerasan Dalam Pewayangan, Semarang: Seminar IAIN Walisongo, 2003, hlm. 5.
36
Wayang merupakan media yang tepat untuk melakukan dakwah Islam. Sebab wayang adalah salah satu jenis kesenian tradisional yang paling digemari oleh masyarakat. Selain itu juga mempunyai peranan sebagai alat pendidikan serta komunikasi langsung dengan masyarakat yang dipandang dapat dimanfaatkan untuk penyiaran agama Islam.
Wayang masih serba
mistik dan penuh kemusrikan, dan perlu dibenahi dan diisi dengan ajaran Islam. Sehingga ajaran Islam dapat tersiar dan tertanam ke dalam masyarakat melalui wayang. Untuk merealisasi tujuan da’wah Islam lewat wayang dan agar lebih mudah diterima oleh masyarakat, wayang perlu dirubah dan disempurnakan dan diisi dengan nilai budi luhur yang bernafaskan keislaman. Sunan Kalijaga (Raden Syahid) salah satu diantara para wali yang berhasil dalam berdakwah dengan wayang.
Unsur baru berupa ajaran Islam dimasukkan dalam
pewayangan. Beliau membuat pakem pewayangan baru yang bernafaskan Islam seperti cerita Jamus Kalimo Sodo atau Petruk Dadi Ratu, dengan cara menyelipkan ajaran agama Islam dalam pakem pewayangan yang asli. Disamping dalam cerita wayang terdapat unsur falsafah dalam perlengkapan wayang. Gunungan pertama kali diciptakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, seorang wali dari jajaran sembilan Walisango pada zaman Demak tahun 1443 saka. Namun untuk gunungan wayang sadat ini diciptakan pada tahun 1990 oleh seorang mubaligh atau da’i yang berasal dari Klaten yaitu Ki Suryadi Wanasukarja. Ide penciptaan gunungan wayang sadat ini seni Islam.
Ia
merasa berkewajiban untuk menampilkan seni Islam dan menggali konsepsi seni Islam itu ada dan diajarkan oleh Nabi.11 Asal mulanya gunungan wayang sadat, menurut Ki Suryadi Wanasukarja adalah gunungan wayang sadat merupakan konsepsi seni Islam yang memuat falsafah dari wayang sadat dan merupakan penjelmaan dari rasa pengabdian kepada Allah dalam bentuk yang indah berisi ajaran luhur untuk mencapai tujuan kesempurnaan hidup. 11
Gunungan wayang sadat memuat
Wawancara dengan Ki Suryadi Wanasukarja, 06 Agustus 2005.
37
kalimat syahadat lambang dari ajaran luhur dengan arahnya ke atas (puncak) yaitu Allah. Dan bertujuan mencapai kesempurnaan hidup sebagai konsepsi Islam dengan menghadap kepada Allah (dekat pada-Nya). Unsur atau nilai yang terkandung dalam gunungan wayang sadat ini adalah konsep dan ajaran seni Islam serta falsafah kehidupan Islam bahwa masyarakat Islam pusat kehidupannya di masjid artinya hidup orang Islam sehari-hari harus berpedoman pada ajaran masjid atau Islam dengan tetap berpijak pada al-Qur’an dan hadits. Gambaran konsepsi addin (agama) mengenai masjid sebagai lembaga yang pertama dengan utama adalah sebagai tempat ibadah dari takwa dan dari kebudayaan.12 Islam menjadikan masjid sebagai pusat kehidupannya. Pada manusia pusat kehidupannya adalah roh (jiwa). Addin (agama) adalah untuk manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa masjid pusat kehidupan dan merupakan jiwa Islam. Islam itu merupakan perpaduan antara keindahan dengan kebaikan, karena keindahan itu menimbulkan kesenangan. ditimbulkan oleh estetika haruslah bersifat baik.
Kesenangan yang Islam menolak bila
keindahan tersebut tidak bersifat baik, sehingga Islam mempertimbangkan antara estetika dan etika. Seni itu merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Dan tujuan
kesenian itu sama dengan tujuan itu sendiri. Tujuan hidup setiap muslim adalah kebahagiaan spiritual dan material di dunia dan di akhirat dan menjadi rahmat bagi segenap alam di bawah naungan keridlaan Allah Swt. Ditinjau dari segi fungsinya seni merupakan media mensyukuri nikmat Tuhan dengan menganugerahi manusia dengan berbagai potensi, baik potensi rohani dan potensi indrawi.
Dan Islam menginginkan kesenian yang islami dalam
wayang, dalam hal ini tercermin dan terwujud dalam bentuk gunungan wayang sadat yang memuat falsafah unsur Islam dengan tetap berpedoman pada al-Qur’an dan hadits (as-sunnah). 12
Sidi Gazaiba, Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, cet. v, t.th., hlm. 252.
38
C. Makna Ornamen Lukisan dalam Gunungan Wayang Sadat Pertunjukan wayang kulit secara samara-samar mengungkapkan filsafat Jawa yang menyatakan pentingnya memahami jalannya hukum alam. Filsafat itu secara tersirat maupun tersurat disampaikan dalam bentuk wejangan dalang. Konsep-konsep Jawa yang diejawantahkan dalam perilaku tokoh wayang, secara tidak sengaja diresapi dan dijadikan pedoman dalam menjalankan hidup oleh sebagian orang Jawa. Kebudayaan Jawa yang terungkap lewat pertunjukkan wayang kulit, menggambarkan tindakan manusia yang jahat dan yang luhur, beserta konsekuensinya masing-masing, agar manusia dapat mencapai keseimbangan yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan alam adikodrati, hubungan manusia dengan masyarakat, serta hubungan manusia dengan alam sehingga manusia mampu mencegah kehancuran.13 Figur wayang gunungan menjadi sangat penting dalam setiap pertunjukan berbagai jenis wayang kulit. Jenis wayang gunungan yang paling rumit, penuh sunggingan, tatahan (pahatan) serta penuh akan makna ini bila dilihat dari kesenirupaan bentuk gunungan adalah simbolik, dekonatif, ekspresif, dan tradisional. Gunungan yang diciptakan oleh Ki Suryadi Wanasukarja ini mempunyai
fungsi
sebagai
media
hiburan
(tontonan),
media
ntuk
meningkatkan pengetahuan agama Islam, media dalam memberikan nasihat (petuah-pitutur), media pendidikan masyarakat dan sebagai media penyegaran iman. Selain itu mempunyai maksud (makna). Tujuan yang sesuai dengan cita-cita penciptaan dan yang selaras dengan ajaran Islam. Wayang gunungan yang dimiliki wayang sadat ini berjumlah enam dengan ornamen dan fungsi yang berbeda, tiga gunungan yang menjadi ciri khas dari wayang sadat dengan ornamen yang berbeda dengan jenis gunungan wayang kulit yang lain dan tiga jenis gunungan yang lain sama halnya dengan gunungan jenis wayang kulit biasa.
13
Soetarno, et.all., op.cit., hlm. 36.
Tiga jenis wayang gunungan yang
39
mempunyai lukisan di dalamnya berbeda dengan gunungan yang lain juga mempunyai nama tersendiri antara lain: 1. Gunungan syahadat, dengan berbagai gambar dan makna yaitu a. Kaligrafi syahadat
ﻮﹶﻟﻪ ﺳ ﺭ ﻭ ﻩ ﺪ ﺒﻋ ﺪﺍ ﻤ ﺤ ﻣ ﷲ ِ ﻪ ِﺍ ﱠﻻ ﺍ ( ﹶﻻ ِﺍﻟTidak ada Tuhan
selain Allah Muhammad Rasulullah), merupakan suatu pernyataan sebagai kunci dalam memasuki gerbang Islam.
Pernyataan bahwa
Allah (Yang Esa) satu-satunya Tuhan yang wajib disembah, merupakan pokok ajaran yang menjadi misi segala Nabi yang pernah diutus oleh Allah ke bumi sepanjang sejarah kehidupan manusia.14 Syahadat diibaratkan sebagai ikatan janji antara seseorang kepada Allah dan rasul-Nya, yang menjadikan seseorang menjadi muslim yaitu tunduk patuh, taat hanya kepada Allah dengan mengikuti praktekpraktek yang telah di contohkan rasul-Nya itu. Kalimat syahadat ini dalam gunungan wayang sadat merupakan isi dari kehidupan ajaran Islam. Kalimat tauhid ini sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi:
ﷲ ِ ﻪ ِﺍﻻﱠ ﺍ ﻀﻞﹸ ﺍﻟ ﱢﺬ ﹾﻛ ِﺮ ﹶﻻ ﺍِﻟ ﹶﺍ ﹾﻓ Artinya: lafadz dzikir yang paling utama ialah kalimat “laa illaha illallahu” (tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah taala). Hadits di atas dalam riwayat Ad-Dailami dari Anas ra bahwa dzikir kepada Allah taala merupakan obat hati, yakni dapat menyembuhkan penyakit-penyakit hati, artinya dapat menyembuhkan hati dari nodanoda kedzliman dan kelalaian. b. Pada puncak gunungan bertuliskan
ﺍﷲ,
merupakan tujuan dari seni
Islam, bahwa orang hidup akan mati (untuk kembali pada 14
hlm. 41.
)ﺍﷲdengan
Kaelany HD, MA., Islam dan Aspek Kemasyarakatan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000,
40
melaksanakan ibadah yang difardhukan untuk lebih dekat dengan Allah dan kaidah sunnah apabila dikerjakan secara terus menerus Allah akan mencintai manusia. c. Sayap yang berada di kanan dan kiri masing-masing berjumlah lima merupakan lambang dari rukun Islam. d. Surat al Ibrahim: 24
ﺎﻋﻬ ﺮ ﻭﹶﻓ ﺖ ﺎ ﺛﹶﺎِﺑﺻﹸﻠﻬ ﺒ ٍﺔ ﹶﺃﻴﺮ ٍﺓ ﹶﻃ ﺠ ﺸ ﺒ ﹰﺔ ﹶﻛﻴﻤ ﹰﺔ ﹶﻃ ﻣﹶﺜﻠﹰﺎ ﹶﻛِﻠ ﻪ ﺏ ﺍﻟﱠﻠ ﺮ ﺿ ﻒ ﻴﺮ ﹶﻛ ﺗ ﻢ ﹶﺃﹶﻟ ﺎ ِﺀﺴﻤ ﻓِﻲ ﺍﻟ Artinya: Tidaklah kamu perhatikkan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Ayat di atas menggambarkan proses pendakian spiritual yang berpijak dari kehidupan sehari-hari. Perumpamaan yang disebut adalah perkataan yang baik yaitu mengajak pada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran.
Kata-kata seperti itu diumpamakan dengan kalimat
talbiah sebagai pohon yang baik dalam peradaban Indonesia digambarkan akahrnya tempat bersila, batangnya tempat bersandar, daunnya tempat bernaung, buahnya lezat dimakan, dan memberikan manfaat yang baik.15 Ayat di atas berkaitan dengan ayat sesudahnya yaitu ayat 25-27 dari surat al-Ibrahim.
ﻭ ﹶﻥﺘ ﹶﺬ ﱠﻛﺮﻳ ﻢ ﻌﻠﱠﻬ ﺱ ﹶﻟ ِ ﺎﻣﺜﹶﺎ ﹶﻝ ﻟِﻠﻨ ﻪ ﺍﹾﻟﹶﺄ ﺍﻟﱠﻠﻀ ِﺮﺏ ﻳﻭ ﺎﺑﻬﺭ ﲔ ِﺑِﺈ ﹾﺫ ِﻥ ٍ ﺎ ﹸﻛ ﱠﻞ ِﺣﺆﺗِﻲ ﹸﺃ ﹸﻛﹶﻠﻬ ﺗ ﻦ ﺎ ِﻣﺎ ﹶﻟﻬﺽ ﻣ ِ ﺭ ﻕ ﺍﹾﻟﹶﺄ ِ ﻮ ﻦ ﹶﻓ ﺖ ِﻣ ﺘﱠﺜﺟ ﺧﺒِﻴﹶﺜ ٍﺔ ﺍ ﺮ ٍﺓ ﺠ ﺸ ﺧﺒِﻴﹶﺜ ٍﺔ ﹶﻛ ﻤ ٍﺔ ﻣﹶﺜﻞﹸ ﹶﻛِﻠ ﻭ (25) ﻭﻓِﻲ ﺎﻧﻴﺪ ﺎ ِﺓ ﺍﻟﺤﻴ ﺖ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟ ِ ﻮ ِﻝ ﺍﻟﺜﱠﺎِﺑ ﻮﺍ ﺑِﺎﹾﻟ ﹶﻘﻣﻨ ﻦ ﺀَﺍ ﻪ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﺖ ﺍﻟﱠﻠ ﻳﹶﺜﺒ (26) ﺍ ٍﺭﹶﻗﺮ .(27) ﺎ ُﺀﻳﺸ ﺎﻪ ﻣ ﻌﻞﹸ ﺍﻟﱠﻠ ﻳ ﹾﻔﻭ ﲔ ﻪ ﺍﻟﻈﱠﺎِﻟ ِﻤ ﻀﻞﱡ ﺍﻟﱠﻠ ِ ﻭﻳ ﺮ ِﺓ ﺍﻟﹾﺂ ِﺧ 15
A. Hafizh Dasuki, MA., dkk., Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid v, juz 13-14-15, Semarang: Citra Effhar, 1993, hlm. 170-171.
41
Artinya: 25. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap muslim dengan seijin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya selalu ingat. 26. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun 27. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang dia kehendaki. Agama Islam mengajarkan kepada umatnya agar membiasakan diri mengucapkan yang baik yang berfaedah bagi dirinya dan bermanfaat bagi orang lain. Ucapan seseorang menunjukkan watak dan kepribadian serta adab dan sopan santunnya. e. Gambar masjid Demak, merupakan gambar pusat kehidupan Islam (masyarakat Islam) bukan hanya sekedar kegiatan sholat (ibadah), dan tiga tingkatan (atap masjid) menandakan tiga pokok ajaran Islam yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak (Islam, iman, ikhsan), ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh yang harus dipegang secara bulat tanpa meninggalkan salah satu diantaranya. 2. Gunungan Masjid a. Pohon dan batang menggambarkan proses kehidupan manusia b. Masjid Demak sebagai pusat kehidupan umat Islam dengan tiga tingkatan yang merupakan pokok ajaran Islam: iman, Islam, ikhsan. c. Dua tugu yaitu tugu monas dan tugu pahlawan sebagai ciri khas dari Indonesia d. Enam bintang di atas masjid dan akar pohon yang berjumlah enam menunjukkan dari rukun iman e.
Sayap kanan dan kiri berjumlah masing-masing lima menunjukkan rukun Islam.
3. Gunungan simbul wayang sadat a. Pohon, batang serta gambar flora dan fauna yang menggambarkan proses kehidupan manusia
42
b. Sayap yang berjumlah lima di kanan dan kiri menunjukkan dari rukun Islam c. Gambar bunga, menggambarkan keindahan dengan terdiri dari tiga bagian yaitu -
Iman ditunjukkan gambar lingkaran kecil ditengah
-
Islam ditunjukkan gambar kelopak dari bunga, dan
-
Ikhsan ditunjukkan gambar bunga.
4. Tiga gunungan yang lain mempunyai ornamen yang sama dengan gunungan wayang kulit yang lain, tiga gunungan ini mempunyai fungsi sebagai singgetan dari pertunjukan wayang dan sangat jarang sekali untuk dipergunakan. a. Gambar raksasa, menurut ilmu watak benda berarti bilangan lima, maksudnya bahwa rukun Islam itu ada lima perkara b. Gambar gapura berwatak sembilan, menggambarkan jumlah walisongo c. Kanan dan kiri pintu ada dua raksasa artinya bahwa manusia selalu diawasi oleh dua malaikat raqib dan atit d. Samping
wuwung
terdapat
tatwa
artinya
kehidupan
manusia
dipengaruhi oleh lingkungan e. Kayon terdapat bermacam-macam binatang menggambarkan nafsu manusia yaitu -
Harimau: nafsu amanah
-
Banteng: nafsu lawwamah
-
Kera: nafsu shufiyah
-
Burung: nafsu mutmainah.16
Wayang Islam menginginkan konsep seni Islam dengan tujuan kesempurnaan hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dan seni Islam itu muatannya indah (gelarnya), isinya ajaran luhur, tujuannya mencapai kesempurnaan hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat dalam bentuk seni apa saja.
16
Ajaran Islam itu harus dikembangkan dan
Effendi Zarkasi, op.cit., hlm. 115-117.
43
diterapkan di dalam kehidupannya, yang mencakup semua aspek kehidupan seperti ibadah, seni, dan lain sebagainya.