56
BAB III TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA HAK MILIK DIATAS TANAH YANG DIKUASAI PIHAK LAIN
A. Pengertian Sengketa Hak Atas Tanah Sengketa pertanahan dirumuskan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, selanjutnya disebut PMNA/KBPN 1/1999, yaitu : “ perbedaan pendapat antara pihak yang berkepentingan mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, pendaftaran hak atas tanah, termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang merasa mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan terpengaruh oleh status hukum tanah tersebut.” Menurut Sarjita, sengketa pertanahan adalah : “perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang merasa atau dirugikan pihak-pihak tersebut untuk penggunaan dan penguasaan hak atas tanahnya, yang diselesaikan melalui musyawarah atau melalui pengadilan.”48 Sifat permasalahan dari suatu sengketa ada beberapa macam :49 1. Masalah yang menyangkut prioritas untuk dapat ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atas tanah yang belum ada haknya.
48
Sarjita, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, Tugujogja Pustaka, Yogyakarta, 2005, Hal. 8 49 Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung, 1991, Hal. 23
56
Universitas Sumatera Utara
57
2. Bantahan terhadap sesuatu alas hak/bukti perolehan yang digunakan sebagai dasar pemberian hak. 3. Kekeliruan/kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang/tidak benar. 4. Sengketa/masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis (bersifat strategis). Jadi dilihat dari substansinya, maka sengketa pertanahan meliputi pokok persoalan yang berkaitan dengan : 1. Peruntukan dan/atau penggunaan serta penguasaan hak atas tanah; 2. Keabsahan suatu hak atas tanah; 3. Prosedur pemberian hak atas tanah; dan 4. Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya. Sedangkan tipologi masalah tentang pendaftaran hak, antara lain:50 1. Sertipikat ganda; 2. Sertipikat palsu; 3. Konversi hak yang cacat hukum; 4. Peralihan hak yang cacat hukum dan cacat administrasi; 5. Permohonan pemblokiran/skorsing.
50
Kanwil BPN Propinsi Sumatera Utara, Bahan Pembinaan Teknis Penyelesaian Masalah Pertanahan, Medan : Kanwil BPN Propinsi Sumatera Utara, 2005, Hal. 4
Universitas Sumatera Utara
58
Penyebab terjadinya sertipikat yang dipemasalahkan bersumber dari ketidakjujuran pemohon dalam membeikan data teknis atau data yuridis. Fenomena ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran hukum pemilik tanah dan terbatasnya akses bagi aparat untuk mendapatkan kebenaran materiil data dan keterangan yang disampaikan pemohon pada saat pendaftaran tanah. Potensi lainnya yang menyebabkan timbulnya Sertipikat bermasalah juga dapat disebabkan ketidak cermatan aparat dalam proses pendaftaran tanah baik karena ketidak cermatan aparat dalam proses pendaftaran tanah baik karena ketidak akuratnya data dari pemohon maupun kurang lengkapknya pengambilan data teknis dilapang, serta keterbatasan akses dalam verifikasi bukti pemilikan. Selanjutnya indikator ketidaktahuan pemilik tanah dan aparat mengenai kepastian letak lokasi dan batas-batas tanah dilapang, juga dapat menjadi penyebab timbulnya sengketa. Sebagaimana telah diuraikan bahwa tujuan penerbitan hak milik atas tanah adalah dalam rangka memberikan tanda bukti hak kepemilikan tanah yang berkepastian hukum . Namun mengingat sistem pendaftaran tanah yang digunakan adalah sistem negatif, dengan berdasarkan bukti-bukti pemilikan tanah tanpa pengujian
secara
materiil,
maka
hak
kepemilikannya
masih
mengandung
ketidakpastian hukum, karena kebenaran datanya tidak dijamin sepenuhnya oleh pemerintah, sehingga dapat dipersoalkan oleh orang lain bahkan dipekarakan di lembaga peradilan.
Universitas Sumatera Utara
59
Dengan demikian sertipikat hak milik atas tanah yang merupakan produk pendaftaran tanah akan mempunyai kepastian hukum setelah memperoleh putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara atau Peradilan Umum yang telah mempunyai kekuatan hukum dan menyatakan sertipikat diterbitkan secara sah. B. Penyelesaian Sengketa Melalui Instansi Badan Pertanahan Nasional Untuk menangani sengketa pertanahan, secara struktural menjadi tugas dan fungsi Sub Direktorat Penyelesaian Sengketa Hukum pada BPN, Seksi Penyelesaian Masalah Pertanahan pada Kantor Wilayah BPN Propinsi dan Sub Seksi Penyelesaian Masalah Pertanahan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Selain itu berdasarkan PMNA/KBPN No. 1 Tahun 1999, dibentuk Sekretariat Penanganan Sengketa Pertanahan pada Badan Pertanahan Nasional yang secara fungsional bertugas untuk membantu penanganan sengketa pertanahan. Ketentuan tersebut berlaku mutatis-mutandis bagi Kantor Wilayah BPN Propinsi maupun Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. 51 Penyelesaian melalui Instansi Badan Pertanahan Nasional (BPN), dilakukan melalui langkah-langkah : a.
Adanya pengaduan Sengketa hak atas tanah timbul karena adanya pengaduan atau keberatan dari orang/badan hukum yang berisi kebenaran dan tuntutan terhadap suatu keputusan
51
Badan Pertanahan Nasional, Pengarahan Direktur Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah pada Rapat Konsultasi Teknis Para Kepala Bidang Hak-Hak Atas Tanah Seluruh Indonesia,Jakarta: 15 Juli 2003, Hal. 13
Universitas Sumatera Utara
60
Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional, dimana keputusan Pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang tanah tertentu. Sengketa hak atas tanah meliputi beberapa macam antara lain mengenai status tanah, siapa-siapa yang berhak, bantahan terhadap bukti-bukti perolehan yang menjadi dasar pemberian hak atau pendaftaran dalam buku tanah Dalam pengaduan berisi hal-hal dan peristiwa yang menggambarkan bahwa pengadu adalah pihak yang berhak aas tanah yang dipersengketakan atau tanah konflik dengan dilampiri bukti-bukti serta mohon penyelesaian dengan disertai harapan agar terhadap tanah tersebut dapat dicegah mutasinya sehingga tidak merugikan pengadu. b.
Penelitian dan pengumpulan data Setelah berkas pengaduan diterima pejabat yang berwenang mengadakan penelitian terhadap data/administrasi maupun hasil di lapangan/fisik mengenai penguasaannya sehingga dapat disimpulkan pengaduan tersebut beralasan atau tidak untuk diproses lebih lanjut.
c.
Pencegahan (mutasi) Mutasi tidak boleh dilakukan agar kepentingan orang atau badan hukum yang berhak atas tanah yang disengketakan tersebut mendapat perlindungan hukum. Apabila dipandang perlu setelah
Kepala Kantor Pertanahan setempat
mengadakan penelitian dapat dilakukan pemblokiran atas tanah sengketa atau
Universitas Sumatera Utara
61
dilakukan pencegahan/penghentian sementara terhadap segala bentuk perubahan (mutasi) tanah sengketa. d.
Musyawarah Penyelesaian melalui cara musyawarah merupakan langkah pendekatan terhadap para pihak yang bersengketa, seringkali menempatkan pihak instansi/Kantor Pertanahan sebagai mediator dalam penyelesaian secara kekeluargaan ini, sehingga diperlukan sikap tidak memihak dan tidak melakukan tekanan-tekanan, justru mengemukakan cara penyelesaiannya.
e.
Pencabutan/Pembatalan Surat Keputusan Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan oleh Kepala BPN. Penanganan dan Penyelesaian sengketa hak atas tanah di Kantor Pertanahan
Kota Medan sebagai tempat penelitian penulis dilaksanakan oleh Seksi Sengketa Konflik dan Perkara. Seksi ini dipimpin oleh seorang Kepala Seksi dan membawahi dua orang kasubsi yaitu Sub Seksi Perkara dan Sub Seksi Sengketa dan Konflik yang masing-masing dipimpin oleh seorang Kasubsi serta membawahi beberapa orang staf. Tata Cara penanganan dan penyelesaian sengketa di kantor Pertanahan Kota Medan dilaksanakan apabila terdapat keberatan/sanggahan terhadap sertipikat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan, maka Kepala Seksi beserta stafnya melakukan penelitian dan pemeriksaan atas alas hak penerbitan Sertipikat yang disanggah yang dituangkan dalam bentuk Berita Acara. Apabila penelitian dan
Universitas Sumatera Utara
62
pemeriksaan data yuridis dirasa sudah cukup maka pihak yang melakukan sanggahan (pengadu) beserta pemegang Sertipikat Hak atas tanah diundang ke Kantor Pertanahan Kota Medan untuk melakukan mediasi pada waktu dan tanggal yang telah ditentukan dan kepada para pihak yang bersengketa diwajibkan membawa bukti-bukti surat kepemilikan atas tanah tersebut. Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan selaku Mediator akan bertindak netral dan tidak akan memihak kepada salah satu pihak yang bersengketa. Mediasi merupakan pengendalian sengketa petanahan yang diulakukan dengan cara membuat konsensus diantara dua pihak yang bersengketa untuk mencari pihak ketiga yang berkedudukan netral sebagai mediator dalam penyelesaian konflik. Dalam menyelesaikan sengketa melalui cara mediasi, kedua belah pihak sepakat mencari nasehat dari pihak ketiga. Penyelesaian sengketa melalui bentuk ini dilakukan atas dasar kesepakatan kedua pihak yang bersengketa bahwa masalah mereka akan diselsaikan melalui bantuan seorang atau beberapa penasehat ahli maupun melalui seorang mediator. Pihak ketiga yang memberikan bantuan ini bersifat netral (tidak memihak) serta independen, dalam artian tidak dapat diintervensi oleh pihak lainnya. Apabila dalam musyawarah tersebut tercapai kesepakatan diata para pihak, maka dibuatkan perjanjian bersama untuk didaftarkan di Pengadilan. Tetapi jika gagal, mediator menyampaikan anjuran tertulis kepada kedua belah pihak. Apabila anjuran tertulis yang diberikan oleh mediator tidak
Universitas Sumatera Utara
63
mendapat tanggapan atau ditolak pihak yang bersengketa maka dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan. C. Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan Penyelesaian ini dilakukan apabila usaha-usaha musyawarah tidak tercapai, demikian pula apabila penyelesaian secara sepihak dari Kepala BPN karena mengadakan peninjauan kembali atas Keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkannya tidak dapat diterima oleh pihak yang bersengketa, maka penyelesaiannya harus melalui Pengadilan. Penyelesaian sengketa pertanahan melalui jalur pengadilan sering memakan waktu yang lama. Lamanya berperkara ini banyak disebabkan karena kemungkinan berperkara sekurang-kurangnya 3 (tiga) sampai 4 (empat) tahap. Pertama pada tingkat pengadilan negeri yang akan berlangsung relatif cepat sekarang ini, karena ada petunjuk Mahkamah Agung (MA) bawah sedapatnya harus dibatasi berperkara sampai kurang lbih 6 (enam) bulan. Namun dalam praktek bisa berbulan-bulan, kadang-kadang setahun. Kedua, pada tingkat pengadilan tinggi seperti halnya dalam pengadilan negeri, perkara sering berlangsung lama. Disamping itu pemeriksaan perkara melalui pengadilan sering kali dihantui adanya anggapan bahwa pengadilan lebih mementingkan kepentingan dirinya sendiri saja atau lebih dikenal dengan sebutan mafia peradilan.
Universitas Sumatera Utara
64
Ketiga pada tingkat kasasi, sering terjadi keterlambatan dalam pemeriksaan. Hal ini disebabkan karena antrian pemeriksaan dalam acara kasasi yang lama sekali disebabkan banyaknya perkara kasasi yang ditangani. Keempat, pada peninjauan kembali juga memakan waktu yang sangat lama dalam pemeriksaannya Apabila Penggugat mengajukan gugatan Tata Usaha Negara karena disebabkan usaha musyawarah melalui mediasi yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan tidak menemui titik temu, sehingga harus diselesaikan melalui Lembaga Peradilan. Gugatan karena dianggap telah salah menerbitkan Sertipikat diatas tanah yang dikuasainya. Gugatan ditujukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan akan bertindak sebagai Tergugat. Dalam praktek biasanya Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan selaku Tergugat akan memberikan kuasa hukum kepada Kepala Seksi Sengketa Konflik dan Perkara, Kasubsi Perkara dan Kasubsi Sengketa dan Konflik serta Staf yang ditunjuk untuk mewakili Kepala Kantor dihadapan Pengadilan. Selama proses pemeriksaan di Pengadilan Kuasa hukum Kepala Kantor akan mempertahankan Sertipikat yang diterbitkan dan untuk mendukungnya pihak Kuasa Hukum Kepala Kantor akan menyarankan kepada Majelis Hakim untuk memanggil/menarik pemegang Sertipikat hak atas tanah yang menjadi objek sengketa agar ikut sebagai pihak didalam perkara, sehingga pemegang hak dapat membela kepentingannya didepan Pengadilan. Kepala
Universitas Sumatera Utara
65
Kantor Pertanahan Kota Medan dan Pemegang Hak bersama-sama dan saling mendukung mempertahankan sertipikat objek sengketa sampai upaya hukum terakhir. Sementara menunggu Putusan Pengadilan sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap, dilarang bagi Pejabat Tata Usaha Negara (Kepala Kantor) untuk mengadakan mutasi atas tanah yang bersangkutan. Hal tersebut untuk menghindari terjadi masalah dikemudian hari yang menimbulkkan kerugian bagi pihak-pihak yang berpekara maupun pihak ketiga. Untuk itu Pejabat Tata Usaha Negara (Kepala Kantor Pertanahan )y harus menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, yaitu untuk melindungi semua pihak yang berkepentingan sambil menunggu adanya putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (In Kracht Van Gewijsde) yang menyatakan sertipikat sah atau tidak berkekuatan hukum sebagai alat bukti hak. Surat-surat tanda bukti hak yang diberikan berupa Sertipikathak atas tanah dikatakan sebagai alat pembuktian yang kuat, hal ini berarti bahwa keteranganketerangan yang tercantum di dalam Sertipikat mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar oleh hakim selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya oleh pihak lain. Apabila pihak lain dapat membuktikan sebaliknya maka yang berwenang memutuskan alat pembuktian mana yang benar adalah Pengadilan.52
52
Maria Soemardjono, Op. Cit, 1982,Hal. 24
Universitas Sumatera Utara
66
Apabila Sertipikat Hak atas tanah yang digugat dinyatakan batal oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, maka pihak Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan akan melakukan upaya hukum banding dan jika ditingkat banding tetap membatalkan sertipikat tersebut maka Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan akan mengajukan upaya hukum sampai ketingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Jika ternyata upaya hukum yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan tetap ditolak hingga upaya Peninjauan Kembali, maka Kepala kantor Pertanahan Kota Medan atas pertintah putusan Pengadilan akan membatalkan sertipikat dan disertai permohonan yang diajukan oleh Penggugat. Akan tetapi oleh karena sistem peradilan di Indonesia mengenal adanya 4 (empat) macam lingkungan peradilan dibawah Mahkamah Agung sabagai salah satu puncak kekuasaan kehakiman yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara yang masing-masing berbeda dalam yurisprudensi dan kompetensi (wewenang), dapat mengakibatkan seringkali terjadi adanya perkara yang pokok sengketanya saling bersentuhan (khususnya masalah pertanahan) dimana disatu sisi termasuk dalam yuridiksi peradilan umum (perdata) dan disisi lainnya termasuk dalam yuridiksi Peradilan Tata Usaha Negara, sekalipun keduanya terdapat dalam satu perkara yang sama atau dua perkara yang saling berkaitan erat.
Universitas Sumatera Utara
67
Apabila sengketa tersebut diperiksa dan diadili secara terpisah dan diputus sendiri-sendiri oleh kedua macam peradilan tersebut, maka ada kemungkinan besar bahwa dapat terjadi adanya dua putusan yang saling berbeda dan bertentangan walaupun dalam praktek ada banyak juga yang saling mendukung. Terhadap putusan yang saling bertentangan akan mengakibatkan sulitnya melaksanakan isi putusan, misalnya jika putusan Pengadilan Tata Usaha Negara membatalkan sertipikat yang telah diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan, sementara dalam putusan Pengadilan Negeri mensahkan kepemilikan pemegang hak atas Sertipikat tanah yang disengketakan. Hal ini tentunya akan membuat Pejabat Tata Usaha Negara (Kepala Kantor Pertanahan)menjadi serba salah
untuk
melaksanakan kedua isi putusan yang saling bertolak belakang. 1.
Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah Pembatalan Hak Atas tanah dalam Pasal 1 angka 12 Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah, selanjutnya disebut PMNA/KBPN 3/1999, yaitu: “Pembatalan keputusan mengenai pemberian suatu hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum dalam penerbitannya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.” Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak
Universitas Sumatera Utara
68
Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, selanjutnya disebut PMNA/KBPN 9/1999, pengertian Pembatalan Hak Atas Tanah yaitu : “Pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah atau Sertipikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.” Pembatalan Hak Atas Tanah dalam Pasal 104 ayat (1) PMNA/KBPN No. 9/1999 meliputi 3 (tiga) produk pelayanan BPN yaitu : 1. Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah 2. Sertipikat Hak Atas Tanah 3. Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah dalam rangka Pengaturan Penguasaan Tanah. Pasal 107 PMNA/KBPN 9/1999 menguraikan hal-hal yang dikategorikan sebagai cacat hukum administrasi yaitu bilamana dalam ketiga produk pelayanan BPN di atas terdapat : 1. Kesalahan prosedur; 2. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan; 3. Kesalahan subyek hak; 4. Kesalahan obyek hak; 5. Kesalahan jenis hak; 6. Kesalahan perhitungan luas;
Universitas Sumatera Utara
69
7. Terdapat tumpang tindih hak atas tanah; 8. Terdapat ketidakbenaran pada data fisik dan/atau data yuridis; atau 9. Kesalahan lainnya yang bersifat hukum administratif. 2.
Tata Cara Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah Ada 3 (tiga) tata cara pembatalan hak atas tanah, yaitu : 53 1. Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi yang diterbitkan karena permohonan. Dasar hukum : Pasal 108 sampai dengan 118 PMNA/KBPN 9/ 1999. Pengajuan permohonan pembatalan diajukan secara tertulis, dengan memuat : (a) Keterangan mengenai pemohon, baik pemohon perorangan maupun badan hukum. Keterangan ini disertai foto copy bukti diri termasuk bukti kewarganegaraan bagi pemohon perorangan, dan akta pendirian perusahaan serta perubahannya bila pemohon badan hukum. (b) Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik tanah yang sedang disengketakan. Data memuat nomor dan jenis hak, letak, batas, dan luas tanah, jenis penggunaan tanahnya. Keterangan ini dilengkapi dengan melampirkan foto copy surat keputusan dan/atau Sertipikat hak atas tanah dan surat-surat lain yang diperlukan untuk mendukung permohonan pembatalan hak atas tanah.
53
Hasran Basri Nata Menggala; Sarjita, Op. Cit, Hal. 54-58
Universitas Sumatera Utara
70
(c) Permohonan disampaikan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. (d) Kantor pertanahan selanjutnya akan menyampaikan kepada pihak ke-3 yang berkepentingan (termohon) perihal adanya permohonan pembatalan, untuk kemudian diminta tanggapannya dalam waktu satu bulan. (e) Selanjutnya, permohonan akan diperiksa dan diteliti substansinya. Bilamana diperlukan, kantor pertanahan akan melaksanakan penelitian berkas/warkah dan/atau rekonstruksi atas obyek hak yang disengketakan. Hasil penelitian dituangkan dalam berita acara penelitian data fisik dan data yuridis yang menjadi dasar dalam menjawab permohonan pembatalan. (f) Jawaban atas permohonan pembatalan ini baik berupa keputusan pembatalan hak atau penolakan pembatalan akan disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan kepada yang berhak. 2. Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi yang diterbitkan tanpa ada permohonan. Bilamana suatu keputusan pemberian hak dan/atau Sertipikat hak atas tanah diketahui mengandung cacat hukum administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 106 serta ditemukan pelanggaran atas kewajiban pemegang hak
Universitas Sumatera Utara
71
sebagaimana diatur dalam Pasal 103 PMNA/KBPN 9/1999, maka tanpa ada permohonan
pembatalan,
Kepala
Badan
Pertanahan
Nasional
dapat
mengeluarkan keputusan pembatalan hak tersebut. Proses pembatalannya sebagai berikut : i. Pembatalan hak atas tanah Terlebih dahulu dilakukan penelitian data fisik dan data yuridis terhadap keputusan pemberian hak atas tanah dan/ Sertipikat hak atas tanah yang diduga terdapat kecacatan. ii. Hasil penelitian kemudian disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi dengan menyertakan hasil dari penelitian data fisik dan data yuridis dan telaahan/pendapat kantor pertanahan pemeriksa. iii. Bilamana berdasarkan data fisik dan data yuridis yang telah diteliti, dinilai telah cukup untuk mengambil keputusan, maka Kepala Kanwil BPN Provinsi menerbitkan keputusan yang dapat berupa pembatalan atau penolakan pembatalan. Keputusan yang diambil memuat alasan dan dasar hukumnya. iv. Bilamana kewenangan pembatalan terletak pada Kepala BPN, maka Kanwil mengirimkan hasil penelitian beserta hasil telaahan dan pendapat. v. Kepala BPN selanjutnya akan meneliti dan mempertimbangkan telaahan yang ada, untuk selanjutnya mengambil kesimpulan dapat atau tidaknya dikeluarkan keputusan pembatalan hak. Bilamana dinilai telah cukup
Universitas Sumatera Utara
72
untuk mengambil keputusan, maka Kepala BPN menerbitkan keputusan pembatalan atau penolakan yang disertai alasan-alasannya. 3. Pembatalan hak atas tanah karena melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. a. Keputusan pembatalan hak atas tanah ini dilaksanakan atas permohonan yang berkepentingan. b. Putusan pengadilan yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan adalah putusan yang dalam amarnya meliputi pernyataan batal atau tidak mempunyai kekuatan hukum atau yang pada intinya sama dengan itu (Pasal 124 ayat (2) PMNA/KBPN 9/1999). c. Proses pelaksanaan pembatalannya, yaitu : (a) Permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala BPN atau melalui Kanwil BPN Provinsi atau kantor pertanahan. (b) Setiap satu permohonan disyaratkan hanya memuat untuk satu atau beberapa hak atas tanah tertentu yang letaknya berada dalam satu wilayah kabupaten/kota. (c) Permohonan memuat : (1) Keterangan pemohon baik pemohon perorangan maupun badan hukum. Keterangan ini disertai foto copy bukti diri termasuk bukti kewarganegaraan bagi pemohon perorangan, dan akta pendirian perusahaan serta perubahannya bila pemohon badan hukum.
Universitas Sumatera Utara
73
(2) Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik tanah yang sedang disengketakan. Data memuat nomor dan jenis hak, letak, batas, dan luas tanah, jenis penggunaan tanahnya. Keterangan ini dilengkapi dengan melampirkan surat keputusan dan/atau Sertipikat hak atas tanah dan surat-surat lain yang diperlukan untuk mendukung pengajuan pembatalan hak atas tanah. (3) Alasan-alasan mengajukan permohonan pembatalan. (4) Foto copy putusan pengadilan dari tingkat pertama hingga putusan yang berkekuatan hukum tetap. (5) Berita acara eksekusi, apabila untuk perkara perdata atau pidana. (6) Surat-surat lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan. (7) Berdasarkan berkas permohonan dan bukti-bukti pendukung yang telah disampaikan dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota/Kanwil BPN Provinsi, selanjutnya Kepala Badan Pertanahan Nasional : a) Memutuskan
permohonan
tersebut
dengan
menerbitkan
keputusan pembatalan hak atas tanah. b) Memberitahukan bahwa amar putusan pengadilan tidak dapat dilaksanakan
disertai
pertimbangan
dan
alasan
untuk
selanjutnya Kepala BPN meminta fatwa kepada Mahkamah
Universitas Sumatera Utara
74
Agung tentang amar putusan pengadilan yang tidak dapat dilaksanakan tersebut. c) Terhadap
permohonan
baik
yang
dikabulkan
dengan
menerbitkan surat keputusan pembatalan hak atas tanah, atau penolakan karena amar putusan pengadilan yang tidak dapat dilaksanakan (non executable), disampaikan melalui surat tercatat
atau
cara
lain
yang
menjamin
sampainya
keputusan/pemberitahuan kepada pihak yang berhak. D. Dasar Pemeriksaan Gugatan Pembatalan Sertipikat Tanah dalam Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Sedangkan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, selanjutnya disebut UU 5/1986 dinyatakan bahwa : “seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi.”
Universitas Sumatera Utara
75
Sedangkan Keputusan Tata Usaha Negara menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 UU 5/1986 adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Berkaitan dengan Sertipikat tanah, Sertipikat tanah dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional selaku Badan Tata Usaha Negara ditujukan kepada seseorang atau badan huku (konkret, individual) yang menimbulkan akibat hukum pemilikan atas sebidang tanah yang tidak memerlukan persetujuan lebih lanjut dari instansi atasan atau instansi lain (final).54 Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 UU 5/1986 dan dari segi muatan (isi), pejabat yang mengeluarkan, maksud dan kepada siapa ditujukan serta apa yang ditetapkan di dalamnya, maka Sertipikat tanah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Gugatan Tata Usaha Negara menurut Pasal 1 angka 5 UU 5/1986 adalah : “permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan.” Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam mengajukan gugatan menurut Pasal 53 ayat (2) UU 5/1986 adalah :
54
Z.A. Sangaji, Kompetensi Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Gugatan Pembatalan Sertipikat Tanah, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, Hal. 36
Universitas Sumatera Utara
76
1. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangandengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut; 3. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut. Menurut Indroharto, alasan-alasan yang dapat digunakan untuk menggugat tersebut juga merupakan dasar-dasar untuk menguji (toetsingsgronden) bagi Hakim TUN pada waktu menilai apakah keputusan TUN yang disengketakan itu bersifat melawan hukum atau tidak. 55 Dasar-dasar untuk menguji Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat adalah :56 1. Bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, dianggap demikian karena :
55
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku II, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994, Hal. 164 56 Ibid, Hal. 172-184
Universitas Sumatera Utara
77
a. Badan/Jabatan TUN yang bersangkutan mengira memiliki suatu wewenang untuk mengeluarkan atau menolak mengeluarkan suatu keputusan, padahal sebenarnya ia tidak berwenang untuk berbuat demikian. b. Berdasarkan peraturan yang bersangkutan memang benar ada wewenang untuk mengeluarkan suatu keputusan, tetapi wewenang tersebut sebenarnya bukan diberikan kepada instansi yang telah mengeluarkan keputusan yang sedang digugat. c. Wewenang yang dimaksud memang ada dasarnya dalam suatu peraturan perundang-undangan, tetapi keputusan yang disengketakan itu sendiri bertentangan dengan peraturan dasarnya atau peraturan perundangundangan yang lain. d. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya penetapan yang bersangkutan sebenarnya malah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. e. Penetapan yang disengketakan itu dikeluarkan menyimpang dari peraturan prosedur yang harus diterapkan. 1. Melanggar larangan de’tournement de pouvoir, maksudnya : Wewenang untuk mengeluarkan suatu keputusan itu diberikan dengan maksud dan tujuan tertentu. Jadi kalau ada Badan/Jabatan TUN menggunakan wewenang yang diberikan kepadanya itu menyimpang
Universitas Sumatera Utara
78
dari maksud dan tujuan tersebut maka perbuatan demikian itu bersifat melawan hukum. 2. Menyimpang dari nalar yang sehat (melanggar larangan Willekeur), yaitu : Apabila pertimbangan dalam keputusan yang bersangkutan mengenai kepentingan-kepentingan
pihak-pihak
yang
tersangkut
dengan
keputusan itu yang dilakukan oleh instansi tersebut menurut nalar tidak dapat dipertahankan lagi, maka barulah keputusan tersebut harus dibatalkan. Apa yang diperbuat instansi dengan penetapannya itu sama saja dengan perbuatan semau gua atau bersifat sewenang-wenang (bersifat willekeurig) 3. Bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, yaitu: a. Asas-asas formal mengenai pembentukan keputusan, yang meliputi : 1) Asas Kecermatan Formal, dalam arti : Kecermatan pada waktu mempersiapkan pembentukan keputusan beserta yang disebut asas fair play atau sikap yang jujur dari instansi yang mengeluarkan keputusan tersebut. Jadi pada waktu mempersiapkan keputusan itu instansi yang bersangkutan harus sudah memperoleh gambaran yang jelas mengenai semua faktafakta yang relevan maupun semua kepentingan yang tersangkut, termasuk kepentingan pihak ketiga.
Universitas Sumatera Utara
79
2) Asas Fair Play, yaitu : Bahwa instansi yang akan mengeluarkan keputusan itu harus bersikap tidak akan menghalang-halangi kesempatan seseorang yang berkepentingan untuk memperoleh suatu keputusan yang akan menguntungkan baginya. b. Asas-asas formal mengenai formulasi keputusan, yang meliputi : 1) Asas Pertimbangan, yaitu : Apabila suatu keputusan itu tidak murni bersifat menguntungkan, maka ia harus disertai dengan suatu pertimbangan yang memadai. Pertimbangan dari suatu keputusan itu harus didukung oleh faktafakta yang benar dan relevan serta dapat mendukung keputusan yang bersangkutan. f. Asas Kepastian Hukum Formal, yaitu : Bahwa keputusan yang dikeluarkan itu harus cukup jelas bagi yang bersangkutan. c. Asas-asas material mengenai isi keputusan, yang meliputi : 1) Asas Kepastian Hukum Material, yaitu bahwa keputusan yang bersifat membebani itu tidak boleh diberlakukan mundur (secara surut). 2) Asas Kepercayaan atau Asas Harapan-harapan yang telah ditimbulkan,
yaitu
apabila Badan/Jabatan
TUN itu telah
Universitas Sumatera Utara
80
menimbulkan harapan-harapan dengan janji-janji kepada warga masyarakat yang bersangkutan, maka janji-janji semacam itu jangan diingkari. 3) Asas Persamaan, yaitu bahwa hal-hal atau keadaan-keadaan yang sama harus diperlakukan secara sama pula. Hal-hal dan keadaankeadaan tersebut harus relevan dari segi kepentingna-kepentingan yang akan diperhatikan dengan pengeluaran keputusan yang bersangkutan. 4) Asas Kecermatan Material, yaitu agar kerugian yang ditimbulkan kepada seseorang jangan sampai melampaui yang diperlukan untuk melindungi suatu kepentingan yang harus dilakukan dengan cara mengeluarkan keputusan yang bersangkutan. 5) Asas Keseimbangan, yaitu apabila Badan/Jabatan TUN itu menerapkan sanksi-sanksi, maka ia harus menjaga adanya keseimbangan antara sanksi yang diterapkan dengan bobot pelanggaran yang telah dilakukan. Meskipun telah ada lembaga peradilan yang disediakan oleh pemerintah untuk menyelesaikan sengketa yang timbul, masyarakat kadang memilih cara lain yaitu melalui penyelesaian diluar pengadilan atau non legitasi atau penyelesaian alternatif. Alternatif penyelesaian sengketa dalam kenyataannya masih eksis dan menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi setiap warga masyarakt. Lembaga
Universitas Sumatera Utara
81
Peradilan yang diciptakan oleh Pemerintah yang dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan dalam kehidupan masyarakat khususnya bagi mereka yang berperkara, belum dapat memenuhi kebutuhan warga masyarakat untuk menciptkan keadilan. Mencermati mekanisme penyelesaian sengketa tanah serta hambatan yang berlangsung selama ini, maka berbagai alternatif penyelesaian secara konprehensif perlu segera dikaji dan dikembangkan. Gagasan penyelesaian sengketa tanah muncul berpangkal pada ketidakpuasan terhadap lembaga peradilan yang berwenang menyelesaikannya. Para pihak yang bersengketa merasa bahwa lembagai peradilan tidak memberikan penyelesaian secara akomodatif, sehingga senantiasa dilakukan upaya hukum terhadap putusan pengadilan tersebut. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan cara non litigasi atau alternatif Dispute Resolution (ADR) sebenarnya merupakan model penyelesaian sengketa yang sangat cocok dengan karakter dan cara hidup masyarakat yang bersifat kekeluargaan, dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan yang cenderung bersifat konfrontatif, lebih memperhitungkan menang atau kalah, lebih memperhitungkan aspek yang bersifat materialistik dan mengabaikan unsur sosial dalam masyarakat yang bersifat kekluargaan dan gotong royong. Digulirkannnya
berbagai
konsep
pemikiran
dan
gagasan
mengenai
pembentukan lembaga penyelesaian sengketa tanah diluar pengadilan, disebabkan karena sampai saat ini masih terdapat celah yang merupakan kekkurangan dari konsep penyelesaian sengketa tanah ditanah air. Karena salah satu hambatan
Universitas Sumatera Utara
82
penyelesaian sengketa tanah melalui pengadilan adalah sulitnya melaksanakan putusan pengadilan, dalam hal terdapat putusan pengadilan perdata, pidana dan tata usaha negara sampai dengan kasasi, bahkan peninjauan kembali yang tidak konsisten satu sama lain terhadap satu objek sengketa. E. Tertib Acara Pemeriksaan Gugatan Pembatalan Sertipikat Tanah dalam Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ketentuan hukum acara yang menjadi dasar acuan tertib acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia diatur dalam Bab IV Pasal 53 sampai dengan Pasal 132 UU 5/1986. Tertib acara pemeriksaan gugatan Tata Usaha Negara pada prinsipnya sama dengan tertib acara pemeriksaan gugatan perdata. a. Tenggang waktu menggugat Hak menggugat seseorang atau badan hukum perdata terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) selain harus menurut ketentuan Pasal 53 ayat (1) UU 5/1986, juga dibatasi elemen waktu. Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak saat diterima atau diumumkan Keputusan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (Pasal 55 UU 5/1986). Berkaitan dengan tenggang waktu menggugat, Mahkamah Agung melalui SEMA Nomor 2 tahun 1991 memberikan petunjuk sebagai berikut : 1.
Perhitungan
tenggang
waktu
sebagaimana
dimaksud
Pasal
55
terhenti/ditunda (geshort) pada waktu gugatan didaftarkan di kepaniteraan PTUN yang berwenang;
Universitas Sumatera Utara
83
2.
Sehubungan dengan Pasal 62 ayat (6) dan pasal 63 ayat (4) maka gugatan baru hanya dapat diajukan dalam sisa tengang waktu sebagaimana dimaksud pada butir 1;
3.
Bagi mereka yang tidak dituju oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, tetapi yang merasa kepentingannya dirugikan maka tenggang waktu yang dimaksud dalam Pasal 55 dihitung secara kasuistis sejak saat ia merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan.
b. Tergugat selalu Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara Dalam gugatan tata usaha negara, Penggugat adalah pihak (orang atau badan hukum perdata) yang dituju Keputusan Tata Usaha Negara atau yang berkepentingan dengan suatu Keputusan Tata Usaha Negara, sedangkan Tergugat selalu Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara (Pasal 1 angka 6 UU 5/1986). c. Hakim Aktif Dalam PTUN Hakim sangat aktif, peran aktif Hakim ditunjukkan sejak pemeriksaan persiapan hingga pada tahap-tahap pemeriksaan pokok perkara. Pada tahap Pemeriksaan Persiapan, ketentuan Pasal 63 UU 5/1986 menentukan :
Universitas Sumatera Utara
84
1. Hakim
wajib
memperbaiki
memberikan gugatan
dan
nasihat
kepada
melengkapinya
Penggugat dengan
data
untuk yang
diperlukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari; 2. Hakim dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.” Pada tahap persidangan, Pasal 80 UU 5/1986 menentukan: “demi kelancaran pemeriksaan sengketa, hakim Ketua Sidang berhak di dalam sidang memberikan petunjuk kepada para pihak yang bersengketa mengenai upaya hukum dan alat bukti yang dapat digunakan oleh mereka dalam sengketa.” Lebih lanjut, Pasal 85 UU 5/1986 menegaskan : (1)
Untuk kepentingan pemeriksaan dan apabila hakim Ketua Sidang memandang perlu ia dapat memerintahkan pemeriksaan terhadap surat yang dipegang oleh Pejabat Tata Usaha Negara atau pejabat lain yang menyimpan surat atau meminta penjelasan dan keterangan tentang sesuatu yang bersangkutan dengan sengketa;
(2)
Selain hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim Ketua Sidang dapat memerintahkan pula supaya surat tersebut diperlihatkan kepada Pengadilan dalam persidangan yang akan ditentukan untuk keperluan itu.”
Pada tahap pembuktian, Pasal 107 UU 5/1986 menegaskan :
Universitas Sumatera Utara
85
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim”. d. Prosedur dismisal (dismissal procedure) Dalam tertib acara PTUN, gugatan yang didaftar, terlebih dahulu mengalami pemeriksaan administratif. Prosedur dismissal (rapat permusyawaratan) merupakan tahapan pemantapan gugatan untuk menyatakan suatu gugatan tidak dapat diterima, jika memenuhi kriteria yang ditentukan Pasal 62 UU 5/1986 : 1. pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan; 2. syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh Penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan diperingatkan; 3. gugatan tersebut tidak berdasarkan pada alasan-alasan yang layak; 4. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang digugat; 5. gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya. e. eriksaan persiapan Dalam tahap Pemeriksaan Persiapan, gugatan yang tidak sempurna dapat diperbaiki dan dilengkapi justru oleh Hakim Tata Usaha Negara (Pasal 63 UU 5/1986).
Universitas Sumatera Utara
86
Bahwa Sertipikat Hak Milik No.1961 Kelurahan Helvetia Timur atas nama Yusriati Patinduri telah di batalkan berdasarkan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Nomor 06/Pbt/BPN.12.VII/2011 tanggal 5-3-2011. Permohonan Pembatalan Sertipikat Hak Milik No.1961 Kelurahan Helvetia ini diajukan oleh Primawati kepada kepala Kantor Pertanahan Kota Medan dengan alasan sebagai berikut : a. Status Tanah yang disengketakan : -
Berasal dari tanah Negara yang dikuasai oleh Primaati yang diperoleh dari K Silalahi berdasarkan Surat Pernyataan Melepaskan Hak Atas Tanah tanggal 5 Nopember 1997 yang dilegasisasi dihadapan Camat Medan Helvetia dengan No.469/LEG/XI/1997 tanggal 5 Nopember 1997 ;
-
K Silalahi memperoleh tanah tersebut dari Drs. J.Pakpahan berdasarkan Surat Keterangan No.134/SKT/MS/1975 tanggal 10 Desember 1975 daaan membagun pagar atas tanah dimaksud.
b. Bahwa tahun 2004 tanah tersebut dijual oleh Kasih Dewi kepada Yusriati Parinduri berdasarkan akte Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi No.7 tanggal 21 Juli 2004 yang diperbuat dihadapan Elvina Yuliana, Sarjana Hukum, Notaris di Medan. c. Bahwa pada tanggal 7 Okotber 2004 atas tanah tersebut diterbitkan Sertipikat Hak Milik No.1961/Helvetia Timur atas nama Yusriati Parinduri, berdasarkan Surat
Universitas Sumatera Utara
87
Keputusan Kepala kantor Pertanahan Kota Medan No.1707-520.1-22,01-2004 tanggal 27 Agustus 2004 ; d. Bahwa terhadap penerbitan Sertipikat Hak Milik no.1961/Helvetia Timur diajukan keberatan oleh Primawati karena diterbitkan diatas tanah miliknya yang diperoleh berdasarkan surat Pelepasan Hak Atas Tanah antara K.Silalahi dengan Sdr.Primawati tanggal 5 Nopember 1997 yang dilegalisasi oleh Camat Medan Helvetia dengan Nomor 469/LEG/XI/1997 tanggal 5 Nopember 1997, atas tanah terletak di Jalan guru sinumba I, Kelurahan Helvetia timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara. e. Bahwa tanah tersebut secara fisik dikuasai oleh Primawati sesuai dengan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang tanah tanggal 7 September 2009 yang diketahui Lurah Helvetia Timur. Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, Primawati mengajukan pembatalan atas Sertipikat Hak Milik No.1961/Helvetia Timur tersebut. Dengan
adanya
permohonan
pembatalan
Sertipikat
Hak
Milik
No.1961/Helvetia Timur yang diajukan oleh Primawati yang didasarkan kepada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara menunjukkan bahwa tujuan pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum belum tercapai, karena meskipun tanah tersebut telah terdaftar dengan Sertipikat, namun masih dimungkinkan pembatalannya. Keadaan ini tentunya akan menimbulkan kurangnya keinginan masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya. Karena Hal ini menunjukkan bahwa Setipikat
Universitas Sumatera Utara
88
bukanlah alat bukti satu-satunya yang dapat dipertahankan oleh pemegang hak didepan hukum, karena jika ada pihak lain yang merasa berhak atas tanah tersebut dapat mengajukan gugatan pembatalan Sertipikat tersebut. Dengan demikian kekuatan hukum suatu sertipikat tidak mendapat jaminan yang pasti dari pemerintah sebelum adanya putusan dari pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa sertipikat tersebut adalah sah sebagai alat bukti hak atas tanah.
Universitas Sumatera Utara
89
BAB IV ANALISIS KASUS SENGKETA SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS PERKARA No. 39/G.TUN/2006/PTUN.MDN
A. Pihak-Pihak Yang Berperkara Dalam Perkara Tata Usaha Negara Perkara No. 39/G.TUN/2006/PTUN.MDN 1. Identitas Penggugat NYONYA PRIMAWATI, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, bertempat tinggal di Komplek Citra Wisata Blok IV Nomoe I, Kelurahan Pangkalan Mansyhur, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, dalam perkara ini diwakili oleh kuasa hukumnya yang bernama ALI PANCA SIPAHUTAR, S.H, Advokat/Pengacara di Medan beralamat di Jalan Karya Wisata I No. 3 Medan, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 10 Oktober 2006. 2. Identitas Tergugat KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN, berkedudukan di Jalan Jenderal Abdul Haris Nasution Pangkalan Masyhur Kota Medan, yang diwakili oleh : 1. MANGASI TAMBUNAN, S.H, 2. ARMAYA, S.H, 3. JONGGARA TAMBUNAN, S.H, 4. ISMEI SARJONO, S.H, DAN 5. ERLINA, SH
89
Universitas Sumatera Utara
90
Berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 03 Nopember 2006, Nomor: 0001701. 3. Tergugat II Intervensi YUSRIATI PARINDURI, Warga Negara Indonesia, 4. Objek Gugatan Keputusan Tata Usaha Negara berupa Sertipikat Hak Milik No.1961 Kelurahan Helvetia Timur terdaftar atas nama Yusriati Parinduri dan Sertipikat Hak Milik No.1896 Kelurahan Helvetia Timur terdaftar atas nama Janne Rooselyna Silitonga . B. Duduk Perkara Dasar gugatan Penggugat dalam perkara ini adalah : -Penggugat adalah pemilik yang sah atas 2 (dua) bidang tanah masing-masing seluas 435M2 sehingga berjumlah 870 M2 yang terletak dijalan Guru Sinumba, Kaveling 61 dan Kaveling 62, Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, berdasarkan Akte Pemindahan Dan Penyerahan Hak Dengan Ganti Rugi Nomor : 76 Tanggal 29 April 1999 yang dibuat dihadapan Notaris Alina Hamum, SH dan Surat Pernyataan Melepaskan Hak Atas tanah tanggal 5 Nopember 1997 yang dilegalisasi dihadapan Camat Medan Helvetia dengan Nomor : 469/Leg/XI/1997 tanggal 5 Nopember 1997; -
Bahwa terhadap dua bidang Kaveling No. 61 serta Kaveling No.62 yang terletak di Jalan Guru Sinumba, Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia,
Universitas Sumatera Utara
91
Kota Medan telah diterbitkan Sertipikathak milik berdasarkan Surat Keputusan Tergugat yaitu: a. Surat
Keputusan
tentang
penerbitan
Sertipikat
Hak
Milik
Nomor
1961/Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 7 Oktober 2004 atas nama Yusriati Parinduri; b. Surat
Keputusan
tentang
penerbitan
Sertipikat
Hak
Milik
Nomor
1896/Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 25 Juni 2004 atas nama Janne Diana Rooselyna Silitonga; -
Bahwa Penggugat adalah pemilik yang sah atas tanah kaveling No.61 serta Kaveling No.62 tersebut diatas, sesuai dengan Akte Pemindahan Dan Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Nomor 76 tanggal 29 April 1999 dan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah yang dilegalisasi oleh Camat Medan Helvetia Dengan Nomor :469/Leg/XI/1997 tanggal 5 Nopember 1997;
-
Bahwa Tergugat dalam mengeluarkan Surat-Surat Keputusan tentang penerbitan Sertipikat-Sertipikat Hak Milik No 1961 dan 1896 Kelurahan Helvetia Timur tersebut diatas adalah berdasarkan alas hak yang tidak sah/tidak benar sesuai dengan Surat Keterangan Kelurahan Helvetia Timur Nomor : 593.2/2544 tanggal 29 Desember 2005 dan Nomor 593.2/3542 tanggal 29 Desember 2005.
-
Bahwa Tergugat dalam menerbitkan Sertipikat-Sertipikat Tanah Hak Milik No.1961/Kelurahan Helvetia Timur dan No.1896/Kelurahan Helvetia Timur yang menjadi objek gugatan dalam perkara ini adalah tanpa memeriksa dan
Universitas Sumatera Utara
92
meneliti secara cermat kelengkapan data yuridis dan fakta pengusaaan physik atas tanah-tanah tersebut diatas dan karenanya perbuatan Tergugat adalah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat a dan Pasal 24 ayat (1) dan (2) dan Pasal 25 Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 dan gugatan ini diatur dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986. -
Bahwa perbuatan Tergugat menerbitkan Sertipikat-Sertipikat tanah atas nama orang lain sedangkan tanah-tanah tersebut adalah milik Penggugat merupakan perbuatan hukum yang sangat merugikan secara moral dan finansial Penggugat dan perbuatan Tergugat tersebut sangat bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik;
-
Bahwa berdasarkan dalil-dalil yang disampaikan diatas Penggugat memohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa dan mengadili serta memberikan keputusan dalam perkara ini dengan amar putusan sebagai berikut: a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; b. Menyatakan batal atau tidak sah surat-surat keputusan Tergugat tentang penerbitan Sertipikat Tanah Hak Milik No.1961/Kelurahan Helvetia Timur tanggl 7 Oktober 2004 atas nama Yusriati Parinduri dan Sertipikat Hak Milik
Universitas Sumatera Utara
93
No. 1896/Kelurahan Helvetia Timur tanggal 25 Juni 2004 atas nama Janne Diana Rooselyna Silitonga. c. Memerintahkan atau mewajibkan Tergugat membatalkan dan mencabut Sertipikat Tanah hak Milik No.1961/Kelurahan Helvetia Timur tanggal 7 Oktober 2004 atas nama Yusriati Parinduri dan Sertipikat Tanah Hak Milik No. 1896/Kelurahan Helvetia Timur tanggal 25 Juni 2004 atas nama Janne Diana Rooselyna Silitonga. Bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat dan Tergugat II Intervensi telah memberikan jawaban yang pada pokoknya sebagai berikut : -
Dalam eksepsi
1.
Tentang Kewenangan Absolut (Kompetensi Absolut) - Bahwa Penggugat dalam dalil gugatannya mengemukakan ”sebagai pemilik atas 2 (dua) bidang tanah masing-masing seluas 435m2 yang terletak di Jalan Guru Sinumba, Keveling 62, Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, berdasarkan Akte Pemindahan dan Penyerahan Hak Dengan Ganti rugi No.76 tanggal 29 April 1999 yang dibuat dihadapan Notaris Alina Hanum, SH dan Surat Pernyataan Melepaskan Hak Atas Tanah tanggal 5 Nopember 19976 yang dilegalisasi dihadapan Camat Medan helvetia dengan No.469/Leg/XI/1997 tanggal 5 Nopember 1997; - Bahwa dalil tersebut membuktikan yang menjadi permasalahan dari perkara aquo adalah menyangkut sengketa kepemilikan atas tanah antara Penggugat
Universitas Sumatera Utara
94
dengan pemegang Sertipikat Hak Milik No.1961 dan Hak Milik No.1896/Helvetia Timur, oleh karena itu menurut ketentuan hukum yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara aquo adalah Peradilan Umum bukan Peradilan Tata Usaha Negera (vide Pasal 77 ayat 1 Undang-Undang No.5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang No.9 Tahun 2004), dengan demikian adalah beralasan hukum jika Majelis Hakim aquo berkenan menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima; 2.
Tentang Gugatan Penggugat Telah Lewat Waktu (Pasal 55 Undang-Undang No.5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang No.9 Tahun 2004) - Bahwa Sertipikat Hak Milik No.1961/Helvetia Timur atas nama Yusriati Parinduri dan Hak Milik No.1896/Helvetia Timur atas nama Janne Diana Rooselyna Silitonga yang menjadi objek sengketa diterbitkan oleh Tergugat masing-masing pada tanggal 7 Oktober 2004 dan tanggal 25 Juni 2004, sedangkan gugatan Penggugat didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan pada tanggal 16 Oktober dan perbaikan formal pada tangggal 8 Nopember 2006, dengan demikian jadi sebelum gugatan Penggugat diajukan (2 tahun sebelumnya), Sertipikat objek sengketa telah diterbitkan oleh Tergugat. - Bahwa dalil Penggugat yang menyatakan baru mengetahui keberadaan objek sengketa pada tanggal 4 Agustus 2006 yaitu melalui Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB) dari Kantor
Universitas Sumatera Utara
95
Pelayanan PBB Medan Satu hanyalah dalil sepihak dan rekayasa semata, karena didalam SPPT-PBB dimaksud tidak tercantum Nomor dan Jenis Sertipikatdimaksud. 3.
Gugatan Penggugat dalam Menentukan Objek Menyebabkan Gugatan Kabur (Obscuur Lilebls) - Bahwa Penggugat mendalilkan mempunyai 2 (dua) bidang tanah yang terletak di Jalan Guru Sinumba, Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, masing-masing seluar 435 m2, sementara berdasarkan Sertipikat Hak Milik No.1960/Helvetia Timur terletak di Jalan Guru Sinumba I bukan di Jalan Guru Sinumba, seluas 422m2 buan seluar 435m2, demikian juga dengan SertipikatHak Milik No.1896/Helvetia Timur terletak di Jalan Guru Sinumba I bukan Jalan Guru Sinumba, seluas 420m2 bukan seluar 435m2 sebagaimana didalilkan oleh Penggugat.
4. Kepentingan Penggugat Tidak Ada Dirugikan Dengan Terbitnya SertipikatHak Milik No.1961 dan Hak Milik No.1896/Helvetia Timur. - Bahwa Penggugat tidak mempunyai hubungan hukum langsung dengan tanah perkara, karena SertipikatHak Milik No.1961/Helvetia Timur terdaftar atas nama Yusriati Parinduri dan Hak Milik No.1896/Helvetia Timur atas nama Janne Rooselyna Silitonga, sehingga dengan demikian Penggugat tidak mempunyai hak apapun atas tanah objek sengketa selain dari pada pemegang Sertipikatobjek sengketa, oleh karena itu dengan diterbitkannya kedua Sertipikattersebut tidak ada merugikan kepentingan Penggugat, sehingga
Universitas Sumatera Utara
96
Penggugat tidak berhak mengajukan gugatan atas tanah terperkara (Pasal 53 ayat 2 sub a dan b Undang-Undang No.5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang No.9 Tahun 2004); Dalam Pokok Perkara : -
Bahwa tidak benar Penggugat adalah pemilik yang sah atas sertipikat Hak Milik No.1961 dan Hak Milik No.1869/Helvetia timur, karena kedua sertipikat tersebut bukan terdaftar atas nama Penggugt melainkan terdaftar atas nama orang lain, sehingga tidak ada alasan Penggugat menyatakan sebagai pemilik yang sah atas tanah terperkara.
-
Bahwa tidak benar Tergugat didalam menerbitkan kedua sertipikat obejk sengketa terdapat kekeliruan/tidak sah, karena Tergugat telah menempuh prosedur penerbitan sertipikat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah.
-
Bahwa tidak benar Tergugat didalam menerbitkan sertipikat aquo tanpa memeriksa dan meneliti secara cermat kelengkapan data yuridis dan fakta penguasaan fisik atas tanah-tanah terperkara justru sebaliknya Tergugat telah melakukan pemeriksaan data fisik yaitu dengan jalan melakukan pengukuran fisik bidang tanah sehingga didapat luasnya sebagaimana tercantum dalam surat ukur kedua sertipikat tersebut dan meneliti data yuridis dengan jalan memeriksa surat-surat/bukti-bukti kepemilikan pemegang sertipikat, sehingga diperoleh
Universitas Sumatera Utara
97
suatu kesimpulan bahwa yang berhak atas tanah objek sengketa adalah Yusriati Parinduri dan Janne Diana Roselyna Silitonga. -
Maka berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Tergugat mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutuskan yang amarnya sebagai berikut : 1. Menerima dalil jawaban Tergugat baik dalam eksepsi maupun dalam pokok perkara untuk seluruhnya ; 2. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima ; 3. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.
5.
Analisis Terhadap Putusan Perkara No. 39/G.TUN/2006/PT.TUN.MDN Berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dan Pasal 31 serta
Pasal 32 PP 24/1997, Sertipikat sebagai surat tanda bukti hak atas tanah seseorang yang didalamnya memuat data fisik dan data yuridis yang telah di daftar dalam buku tanah, merupakan pegangan kepada pemiliknya akan bukti-bukti haknya yang tertulis. Oleh karenanya dalam penerbitan Sertipikat hak atas tanah harus melalui proses pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam PP No 24 Tahun 1997. Demikian hal nya dengan perkara Nomor : 39/G.TUN/2006/PTUN-MDN, bahwa SertipikatHak Milik No.1961/Kelurahan Helvetia dan SertipikatHak Milik No.1896/Kelurahan Helvetia atas 2 bidang tanah yang terletak di Jalan Guru
Universitas Sumatera Utara
98
Sinumba, Kaveling 61 dan Kaveling 62 Medan Kelurahan Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan masing-masing terdaftar atas nama YUSRIATI PARINDURI dan ROOSELYNA SILITONGA. Atas diterbitkannya Sertipikat tanah tersebut ternyata timbul masalah dikarenakan diatas tanah tersebut ada pihak lain yang mengaku juga sebagai pemilik dari kedua bidang tanah tersebut yaitu nyonya PRIMAWATI yang menurut pengakuannya sesuai dengan gugatan perkara Nomor : 39/G.TUN/2006/PTUN-MDN sebagai pemilik yang sah atas tanah kaveling No 61 dan Kaveling No 62 tersebut sesuai dengan Akte Pemindahan dan Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Nomor 76 tanggal 29 April 1999 dan Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah yang dilegalisasi oleh Camat Medan Helvetia dengan Nomor 469/Leg/XI/1997. Dengan demikian, telah terjadi penerbitan Sertipikat diatas tanah orang lain yang secara yuridis bertentangan dengan Undang-undang Peraturan Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun1997 tentang Pendaftaran Tanah. Terjadinya kesalahan atau kebenaran dalam penerbitan Sertipikatbaru dapat diketahui dan dibuktikan dengan adanya gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, yaitu pada saat dilakukannya pemeriksaan persiapan oleh Hakim PTUN, sesuai prosedur yang telah ditentukan dalam UU No. 5/1986. Dalam Peradilan Tata Usaha Negara sebelum dilakukan sidang pemeriksaan terhadap pokok Perkara, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan persiapan secara tertutup oleh Hakim dan Hakim dalam PTUN berperan aktif yaitu sejak pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
99
persiapan hingga tahap pemeriksaan pokok perkara, berbeda dengan peradilan Umum, hakim bersikap pasif para pihak wajib membuktikan atas hak yang dimilikinya. Sesuai dengan ketentuan pasal 63 UU 5/1986 hakim wajib memberikan nasehat kepada Penggugat untuk memperbaiki gugatannya dan hakim juga dapat meminta penjelasan kepada Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Dalam pemeriksaan persiapan ketika Hakim meminta penjelasan dari Kantor Pertanahan Kota Medan selaku Pejabat Tata Usaha Negara dalam perkara ini, Kantor Pertanahan Kota Medan yang diwakili oleh kuasanya menyerahkan data-data ke- 2 Sertipikat Hak Milik yang di duga terbit diatas tanah yang masih dikuasai oleh orang lain. Adapun kebenarannya baru dapat diketahui pada saat dilakukannya pembuktian dan pemeriksaan di tempat pada saat persidangan berlangsung. Dari hasil pemeriksaan persidangan yang berlangsung, dapat diketahui bahwa faktor penyebab terbitnya Sertipikat yaitu karena adanya pemberian hak baru oleh Kantor Pertanahan Kota Medan pada tanggal 25 Juni 2004 penerbitan Sertipikat nomor 1896/Helvetia dan pada tanggal 7 Oktober 2004 penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 1961 keduanya terletak di Kelurahan Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan yang diperoleh berdasarkan proses permohonan pendaftaran tanah oleh si pemegang hak dalam hal ini Tergugat YUSRIATI PARINDURI. Berhubung Sertipikat Hak Milik No.1896/Kelurahan Helvetia atas nama ROOSELYNA SILITONGA telah ada akta perdamaian dengan Penggugat sehingga
Universitas Sumatera Utara
100
pemeriksaan terhadap Sertipikat tersebut tidak dilanjutkan dengan kata lain dikesampingkan, maka dengan demikian penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 1961 atas nama YUSRIATI PARINDURI yang menjadi objek gugatan dalam perkara nomor 39/G.TUN/2006/PTUN-MDN. Majelis Hakim yang telah memeriksa dan mengadili perkara tersebut telah memutuskan untuk membatalkan Sertipikat Hak Milik No.1961/Kelurahan Helvetia Timur dan memerintahkan kepada Tergugat (Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan) untuk mencabut Sertipikat Hak Milik No.1961/Kelurahan Helvetia Timur atas nama YUSRIATI PARINDURI tersebut. Adapun yang mendasari putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan No.39/G.TUN/2006/PTUN-MDN tanggal 22 Pebruari 2007, karena Majelis Hakim didalam pertimbangan hukumnya menilai bahwa Tergugat (Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan) didalam menerbitkan Sertipikat tersebut masih terdapat kekurangan
persyaratan
terutama
bila
dikaitkan
dengan
asas-asas
umum
pemerintahan yang baik khususnya asas ketelitian, kehati-hatian dan kecermatan (principle of carefullness) karena data fisik yang berkenaan dengan penguasaan/orang yang mengusahai tanah dilokasi terbitnya Sertipikat tersebut secara riil dikuasai oleh Penggugat (PRIMAWATI). Hal ini sejalan dengan keterangan saksi-saksi yang dimajukan kehadapan persidangan dan kemudian pada saat pemeriksaan lapangan terlihat secara nyata (riil) bahwa tanah tersebut tidak dikuasai oleh pemegang sertipikat (YUSRIATI PARINDURI) melainkan dikuasai oleh PRIMAWATI.
Universitas Sumatera Utara
101
Sedangkan alasan Kantor Pertanahan Kota Medan menerbitkan Sertipikat Hak Milik tersebut adalah telah menempuh prosedur penerbitan Sertipikat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu ketentuan sebagaimana diatur dalam PP No 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah maka oleh karena itu menurut dalil Tergugat bahwa penerbitan Sertipikat tersebut telah sesuai dengan mekanisme pendaftaran tanah. Mengenai dalil dari Penggugat yang mengatakan bahwa penerbitan Sertipikat tersebut sudah sesuai dengan mekanisme yang ada salah satunya berdasarkan datadata fisik dan yuridis yang ada pada pemohon Sertipikat atas nama YUSRIATI PARINDURI sesuai bukti yuridis yang diperoleh dari Kasih Dewi Yuliana sebagaimana diuraikan dalam Akta Pelepasan Hak dan Ganti Rugi Nomor 7 tertanggal 21 Juli 2004 yang diperbuat dihadapan Notaris ELVINA YULIANA, Sarjana Hukum Notaris di Medan dan Kasih Dewi Yuliana membeli tanah tersebut dari M. Simanungkalit pada tahun 1997. Dengan demikian menurut Penggugat bukti kepemilikan yuridis berupa surat telah sesuai dengan prosedur yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah, yang menyatakan bahwa penerbitan suatu Sertipikat untuk kepentingan pemegang hak harus sesuai dengan data fisik dan yuridis.
Universitas Sumatera Utara
102
Demikian juga Penggugat dalam dalil gugatannya mengaku sebagai pemilik sah atas tanah kaveling No. 61 serta kaveling No.62 sesuai dengan Akte Pemindahan Hak Dan Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Nomor 76 tanggal 29 April 1999 dan Surat Pernyataan Pelepasan hak Atas Tanah yang dilegalisasi oleh Camat Medan Helvetia dengan Nomor :469/Leg/XI/1997 tanggal 5 Nopember 1997. Berkaitan
dengan
uraian
pada
gugatan
perkara
Nomor
39/G.TUN/2006/PTUN-MDN menurut penulis Tergugat I yaitu Badan Pertanahan Nasional selaku pelaksana administrasi pertanahan dalam melakukan pengecekan data-data yuridis terkait dalam permohonan YUSRIATI PARINDURI untuk penerbitan Sertipikatsudah melakukan hal sebagaimana mestinya yang persyaratkan oleh PP No 24 Tahun 1997 dengan melakukan pengecekan ke lapangan dan meneliti data yuridis yang dimiliki oleh YUSRIATI PARINDURI selaku Tergugat II Intervensi dalam perkara TUN tersebut. Pada saat pemeriksaan saksi yang diajukan oleh Tergugat II Intervensi diperoleh keterangan bahwa Tergugat telah melakukan pengukuran kelokasi tanah objek sertipikat tersebut dan disertai oleh seorang pegawai kelurahan, sehingga pengumpulan data fisik telah dilakukan oleh Tergugat (Kepala Kantor Pertanahan) selaku pejabat Tata Usaha Negara yang berwenang menerbitkan Sertipikat atas tanah. Selanjutnya menurut bukti-bukti yang diajukan oleh Tergugat dan Tergugat II Intervensi membuktikan bahwa Tergugat telah melakukan penelitian data yuridis yang dituangkan dalam Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah ”A”.
Universitas Sumatera Utara
103
Sebaliknya menurut saksi yang diajukan Penggugat diperoleh keterangan bahwa tanah objek sengketa merupakan milik Penggugat yang diperoleh secara sah dari pemilik tanah terdahulu yang bernama K. Sihaloho. Bahwa putusan Majelis Hakim yang telah membatalkan Sertipikat Hak Milik No.1961/Helvetia Timur atas nama Yusriati Parinduri karena menurut pertimbangan hukum Majelis Hakim berdasarkan bukti-bukti surat dan
fakta-fakta dilapangan
diketahui tanah tersebut tidak dikuasai secara fisik oleh pemegang Sertipikat Hak Milik No.1961/Helvetia Timur melainkan dikuasai oleh Primawati (Penggugat). Sedangkan bukti-bukti surat kepemilikan Yusriati Parinduri yaitu Surat Keterangan Lurah Helvetia Timur No.593.2/1492 tanggal 29 Juni 2004 yang turut dilampirkan pada saat Yusriati Parinduri mengajukan permohonan penerbitan Sertipikat tersebut telah dibatalkan oleh Lurah yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan keterangan saksi Abu Bakar (mantan Lurah) yang turut hadir pada saat pemeriksaan lokasi tanah objek sertipikat, sehingga menurut Majelis Hakim seluruh perbuatan hukum yang didasarkan kepada Surat Keterangan tersebut adalah batal dan tidak sah. Oleh karena jual beli yang terjadi antara Yusriati Parinduri didasarkan kepada Surat Keterangan Lurah Helvetiat Timur yang telah dibatalkan maka jual beli tersebut dinyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum. Namun bagaimana perlindungan hukum terhadap Sdr. Yusriati Parinduri seandainya dirinya adalah pembeli yang mempunyai itikad baik. Hal ini tentunya harus dibuktikan terlebih dahulu melalui putusan Peradilan Umum yang telah berkekuatan hukum tetap.
Universitas Sumatera Utara
104
Akan Halnya penerbitan Sertipikat Hak Milik No.1961/Helvetia Timur tersebut dinyatakan batal oleh Majelis Hakim karena penerbitannya juga didasarkan kepada Surat Keterangan Lurah Helvetia Timur yang telah dibatalkan dan Majelis Hakim berpendapat Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan didalam menerbitkan /Sertipikat tidak meneliti secara cermat dan secara teliti bukti-bukti yuridis yang diajukan oleh Yusriati Parinduri, sehingga Sertipikat tersebut dianggap cacat administrasi karena telah memenuhi unsur-unsur pasal 107 PMNA/KBPN No.9/1999. Hal ini terjadi karena sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh Peraturan Pemerintah No.24/1997 tentang Pendaftaran Tanah menganut Sistem Negatif, dimana pihak Kantor Pertanahan Kota Medan tidak memeriksa dan meneliti secara mendalam surat-surat bukti kepemilikan tanah tersebut, sehingga penelusuran surat-surat tersebut tidak sampai kepada pembuktian kebenaran materil suatu surat. Bahwa oleh karena pembuktian kebenaran suatu surat harus melalui lembaga peradilan umum maka seharusnya Majelis Hakim dalam perkara TUN tersebut dapat menerima eksepsi dari Tergugat dalam hal menyangkut kompetensi absolut tentang wewenang pengadilan yang mengadili dalam perkara TUN tersebut dikarenakan yang dipermalasahkan oleh Penggugat dalam perkara tersebut adalah menyangkut mengenai kepemilikan namun dalam hal melakukan upaya hukum perdata biasanya terlebih dahulu diajukan Gugatan TUN oleh pihak yang merasa dapat membuktikan bahwa ia sebagai pemilik yang sah.
Universitas Sumatera Utara
105
Jika dicermati YUSRIATI PARINDURI sebagai Tergugat Intervensi juga adalah sebagai pemilik atas tanah berdasarkan bukti-bukti yuridis yang dimiliki yaitu Akta Pelepasan Hak dan Ganti Rugi Nomor 7 tertanggal 21 Juli 2004 yang diperbuat dihadapan Notaris ELVINA YULIANA, Sarjana Hukum, Notaris di Medan dan Kasih Dewi Yuliana membeli tanah tersebut dari M. Simanungkalit pada tahun 1997. Namun untuk membuktikan kebenaran materil dari Akta Jual Beli dan adanya itikad baik dari YUSRIATI PARINDURI sebagai pembeli dan pemegang Sertipikat hak milik haruslah dibuktikan melalui Lembaga Peradilan Umum.Jika diperhatikan lagi keterangan saksi-saksi pada saat pemeriksaan perkara di Peradilan Tata Usaha Negara diketahui bahwa pada saat jual beli tanah tersebut dari Kasih Dewi Yuliana kepada Sdr. Yusriati Parinduri diatas tanah tersebut telah terdapat bangunan tembok yang mengelilingi tanah tersebut, akan tetapi baik Yusriati Parinduri maupun Kasih Dewi Yuliana tidak mengetahui dan tidak berusaha menanyakan siapa yang membangun tembok tersebut, sehingga penelitian mendalam terhadap tanah sebagai objek jual beli tidak dilakukan oleh para pihak yang melakukan jual beli. Disamping itu Yusriati Parinduri sebagai pemegang Sertipikat tidak pernah menguasai tanah tersebut.Hal ini tentunya bertentangan dengan fungsi sosial yang dianut dalam UUPA, dimana tanah harus diurus dan dirawat serta tidak boleh diterlantarkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUUPA. Disamping itu Sertipikat Hak Milik No.1961/Helvetia Timur diterbitkan dengan
secara tidak cermat karena tidak
Universitas Sumatera Utara
106
melakukan penelitian data fisik dan data yuridis menjadikan Sertipikat secara hukum telah cacat administratif, sehingga harus dibatalkan. Selanjutnya dikarenakan adanya 4 (empat) macam lembaga peradilan yang diakui di indonesia, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan dalam perkara No.39/G.TUN/2006/PTUN-MDN yang telah membatalkan Sertipikat Hak Milik No.1961 Kelurahan Helvetia Timur, sebaiknya dilaksanakan setelah diikuti oleh suatu putusan pengadilan dari lembaga peradilan umum (Pengadilan Negeri)
yang
mendukung putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut, karena apabila putusan Pengadilan Negeri justru menyatakan sah dan berkekuatan hukum alas hak Sdr. JUSRIATI PARINDURI sebagai pemegang hak, maka tentunya akan sulit untuk melaksanakan kedua putusan yang saling bertolak belakang.
Universitas Sumatera Utara
107
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1.
Prosedur pemberian Sertipikat Hak Milik atas tanah meliputi pengukuran, pemetaan, pendaftaran dan peralihan hak-hak atas tanah, dan pemberian suratsurat tanda bukti. Kemudian melakukan penerbitan Sertifikat Hak Milik terhadap tanah-tanah yang sudah ada surat ukurnya. Sertipikat Hak Milik yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan menurut
pertimbangan
hukum
Pengadilan
Tata
Usaha
Negara.
No.
39/G.TUN/2006/PTUN.MDN telah melanggar prosedur penerbitan Sertipikat, karena tidak sesuai dengan penyelenggaraan pendaftaran tanah, yaitu ketidakcermatan dan ketidaktelitian BPN yang menerbitkan sertipikat tersebut sebagaimana yang dipersoalkan Penggugat seyogianya diperlukan pemeriksaan lanjutan dengan meneliti data-data fisik dan data yuridis baik secara langsung di lapangan maupun dalam hal penyelidikan riwayat tanah dan penilaian kebenaran alat bukti pemilikan atau penguasaan tanah sehingga dapat diperoleh kebenaran materil siapa pemilik yang sebenarnya. 2.
Ada beberapa faktor penyebab terbitnya sertipikat diatas tanah yang dikuasai pihak lain yaitu faktor Intern dan Ekstern. Faktor Intern diantaranya terjadi karena tidak dilaksanakannya undang-undang pokok agraria dan peraturan pelaksanaannya secara konsekuen dan bertanggung jawab disamping masih
107
Universitas Sumatera Utara
108
adanya orang yang berbuat untuk memperoleh keuntungan pribadi. Sedangkan faktor ekstern karena ketidakjujuran pemohon dalam memberikan data teknis atau data yuridis. 3.
Bahwa oleh karena pemegang Sertipikat Hak MilikNo.1961/Helvetia Timur tidak menguasai secara fisik tanahnya dan adanya ketidak jujuran dari Yusriati Parinduri pada saat mengajukan permohonan karena tidak memberikan data yuridis dan data fisik secara lengkap, menunjukkan adanya itikad tidak baik dari Yusriati Parinduri untuk menguasai dan memiliki tanah tersebut,sehingga mengakibatkan Sertipikat Cacat hukum administratif dan pemegang hak tidak mendapat perlindungan hukum. Namun untuk membuktikan adanya itikad tidak baik haruslah berdasarkan putusan Peradilan Umum yang telah berkekuatan hukum tetap.
B. Saran 1.
Hendaknya asas publisitas yang diterapkan dalam pendaftaran tanah oleh Kantor Pertanahan dalam perkara ini pelaksanaan pengumuman tidak hanya terbatas di Kantor Kelurahan ataupun melalui mas media saja, namun juga dilakukan di tingkat RT, RW, sehingga dapat menjangkau kepentingan pihak ketiga yang terkait dengan akibat diadakannya pendaftaran tanah tersebut, sehingga apabila terjadi keberatan dapat diajukan sedini mungkin sebelum terlanjur diterbitkannya Sertipikat.
108
Universitas Sumatera Utara
109
2.
Dalam hal pembatalan Sertipikat seharusnya ada pembatasan ataupun aturan mengenai pengajuan pembatalan Sertipikat melalui Peradilan Tata Usaha Negara sebelum adanya pengajuan pembatalan oleh Peradilan Tata Usaha Negera seyogianya diadakan terlebih dahulu pembuktian materiil melalui peradilan umum untuk mengetahui pemilik yang sebenarnya baru selanjutnya putusan tersebut dipergunakan sebagai landasan untuk pengajuan pembatalan melalui peradilan Tata Usaha Negara.
3.
Untuk melakukan pembatalan suatu Sertipikat Hak Milik yang cacad hukum administrasi yang didasarkan atas putusan
Peradilan Tata Usaha Negara
sebaiknya disertai dengan putusan Peradilan Umum yang telah berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa alas hak/bukti-bukti surat yang dilampirkan pada saat penerbitan Sertipikat adalah cacat hukum dan untuk menghindari terjadinya kesalahan prosedur didalam pendaftaran Tanah sebaiknya Kantor Pertanahan melalui aparatnya agar lebih hati-hati, lebih cermat dan teliti memeriksa data fisik dan data yuridis bidang tanah yang dimohonkan agar pemberian hak tepat sasaran sehingga tujuan pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum dapat tercapai.
Universitas Sumatera Utara