BAB III PRAKTEK MONOPOLI JUAL BELI KERANG DI DESA BUNGO KECAMATAN WEDUNG KABUPATEN DEMAK
A. Keadaan Umum Desa Bungo Kecamatan Wedung Kabupaten Demak 1. Letak Geografis Secara geografis Desa Bungo adalah merupakan salah satu desa dari dua puluh desa di Kecamatan Wedung Kabupaten Demak. Desa ini terletak 18 KM sebelah utara Kota Demak. Untuk menuju pusat Kota Demak tersedia transportasi yang memadai, sehingga memudahkan penduduk untuk beraktivitas di pusat kota. Adapun batas wilayah Desa Bungo, yaitu : - Sebelah Utara
: Desa Mutih
- Sebelah Selatan : Desa Brahan - Sebelah Barat
: Desa Menco
- Sebelah Timur : Desa Tempel.1
2. Keadaan Wilayah Luas wilayah Desa Bungo 6,088 Ha, yang terdiri dari areal pemukiman, tambak, persawahan, sungai dan lain sebagainya, dan masingmasing areal tersebut luasnya secara rinci sebagaimana tabel I berikut ini.
1
Observasi tentang deskripsi Wilayah Desa Bungo, pada tanggal 7 Desember 2004.
43
44 Tabel I Luas Wilayah Desa Bungo Per-Area 2 No 1.
Jenis Penggunaan Tanah
Luas Ha
Tanah sawah : - Sawah irigasi ½ teknis
300
- Sawah tadah hujan
400
2.
Pemukiman
6
3.
Tanah Kas Desa
24
4.
Lapangan
0,750
5.
Perkantoran Pemerintah
3,607
6.
Lain-lain
55,593
3. Keadaan Demografi Sesuai dengan demografi desa, penduduk Desa Bungo berjumlah 6.445 jiwa yang terdiri dari 3.275 laki-laki dan 3.170 perempuan. Adapun jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin sebagaimana dalam tabel II berikut ini. Tabel II Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin3 No
Umur
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
0–4
381
392
773
2.
5–9
404
413
817
2
Data Demografi Desa Bungo tahun 2003.
3
Data Wilayah Kependudukan Desa Bungo Tahun 2003.
45 3.
10 – 14
355
375
720
4.
15 – 19
313
335
648
5.
20 – 24
256
281
537
6.
25 – 29
230
221
451
7.
30 – 39
403
394
797
8.
40 – 49
266
274
540
9.
50 – 59
184
192
376
10.
60 +
176
260
336
Di samping itu di Desa Bungo juga terdapat sarana pendidikan formal yang terdiri dari Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Diniyyah. Selain pendidikan formal, juga terdapat sarana pendidikan non formal seperti : tempat pengajian ilmu agama yang bertempat di Masjid dan Mushalla. Adapun tingkat pendidikan penduduk di Desa Bungo adalah sebagaimana tabel III berikut ini.
Tabel III Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan4 No
4
Jenis/ Tingkat Pendidikan
Jumlah
1.
Tamat Akademik / Perti
30 orang
2.
Tamat SLTA / sederajat
382 orang
3.
Tamat SLTP / sederajat
814 orang
Daftar Isian Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa.
46 4.
Tamat SD / sederajat
2.334 orang
5.
Tidak tamat SD
2.213 orang
6.
Belum tamat SD
242 orang
7.
Tidak sekolah
549 orang
4. Keadaan Keagamaan Desa Bungo merupakan salah satu Desa di Kecamatan Wedung Kabupaten Demak yang masyarakatnya homogen, dalam arti warga masyarakat Bungo kebanyakan orang-orang pendatang Tiong Hua, maupun pribuminya. Hal ini yang melatarbelakangi kehidupan beragama di Bungo heterogen. Berdasarkan data statistik yang penulis peroleh yang berisi tentang klasifikasi penduduk berdasarkan pemeluk agama yaitu: 1.
Agama Islam
: 2518 orang
2.
Agama Katholik : 52 orang
3.
Agama Protestan : 42 orang
4.
Budha
: 2 orang
5.
Hindu
: 3 orang
6.
Kepercayaan
: 2 orang.5
Melihat data di atas, di Desa Bungo terdapat kemajemukan di bidang agama. Namun demikian kehidupan beragama dalam masyarakat terjalin harmonis.6 5
Daftar Monografi Desa Bungo Kec. Wedung Kab. Demak
47 Sebagai
kegiatan
kerohaniahan
untuk
meningkatkan
dan
mempertebal keimanan, para tokoh Agama Islam yang berada di wilayah nelayan mengadakan kegiatan keagamaan yang berupa : pengajian malam Jum’at bagi ibu-ibu dengan cara berkeliling di rumah mereka, pengajian malam Senin bagi bapak-bapak dengan cara berkeliling juga.7 Adapun kegiatan Agama Islam yang ada di Desa Bungo sudah berjalan lancar, hal ini terlihat dalam PHBI Masjid Bungo dan Mushalla mengadakan peringatan dengan cara mengadakan pengajian umum untuk kegiatan Mingguan diadakan Ja’iyyah Tahlil, Dziba’iyah dan Majlis Ta’lim, untuk Selapanan diadakan setiap Hari Sabtu yang diikuti lima desa yang ada di sekitar wilayah tersebut. Kegiatan ini sudah terorganisir, bahkan dari kegiatan ini sudah mempunyai barang-barang inventaris untuk keperluan kelompok, misalnya kendaraan roda empat/ mobil, tenda, piring, gelas dan pengeras suara. Sedangkan kegiatan tahunan yaitu bila datang Hari Raya Idul Fitri, para remaja Masjid atau Mushalla membentuk kepanitiaan untuk menangani zakat fitrah dan takbir keliling.8 5. Keadaan Sosial Ekonomi Perekonomian di Desa Bungo ini lebih benyak ditunjang oleh sektor pertanian. Hal ini disebabkan dari mayoritas dari masyarakat tersebut adalah petani, meskipun terdapat pula pegawai dan pedagang.
6
Wawancara dengan K.H. Abdul Hamid sebagai tokoh agama tanggal 18 Januari 2005.
7
Ibid.
8
Wawancara dengan K.H. Abdul Fathir Imam Masjid sebagai tokoh agama tanggal 18 Januari 2005.
48 Namun mereka hanya minoritas, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel V sebagai berikut. Tabel V Jenis Pekerjaan/ Profesi Masyarakat Desa Bungo Kecamatan Wedung Kab. Demak 9 No
9
Jenis Pekerjaan
Jumlah
1.
Buruh
1.335 orang
2.
Petani
727 orang
3.
Pedagang / Wiraswasta
240 orang
4.
Pengrajin
3 orang
5.
Pegawai Negeri Sipil
9 orang
6.
TNI / POLRI
8 orang
7.
Penjahit
66 orang
8.
Montir
3 orang
9.
Sopir
21 orang
10.
Pramuwisa
26 orang
11.
Karyawan Swasta
284 orang
12.
Kontraktor
2 orang
13.
Tukang Kayu
13 orang
Laporan Monografi Data Dinamis Bulan Desember 2003, hlm. 9.
49 14.
Tukang Batu
18 orang
15.
Guru Swasta
13 orang.
Sedangkan dari segi mata pencaharian penduduk Desa Bungo bersifat hiterogen, artinya terdiri dari dari bebrapa jenis mata pencaharian seperti petani, buruh tani, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tabel V. Di samping itu, terdapat juga kelembagaan ekonomi seperti industri kerajinan, usaha perikanan dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel VI berikut. Tabel VI Jumlah Kelembagaan Ekonomi 10 No
10
Jenis Lembaga Ekonomi
Unit
Jumlah
1.
Industri Kerajinan
3
9 orang
2.
Industri Pakaian
2
6 orang
3.
Industri Makanan
4
8 orang
4.
Warung Kelontong
38
26 orang
5.
Angkutan
16
30 orang
6.
Pasar
1
-
7.
Tengkulak
-
240 orang
Ibid., hlm. 10.
50 8.
Usaha Peternakan
42
42 orang
9.
Usaha Perikanan
448
1.320 orang
Saran transportasi yang ada di Desa Bungo sudah cukup memadai, akan tetapi alat transportasi menuju ke pusat kota masih kurang, sebagaimana dalam tabel VII berikut ini. Tabel VII Jumlah Sarana Transportasi11 No
Jenis Alat Transportasi
Jumlah
1.
Ojek
60 orang
2.
Becak
1 orang
3.
Dokar
1 orang
4.
Mini bus
5 orang
5.
Perahu bermotor
165 orang
6.
Sepeda motor
126 orang
7.
Mobil
16 orang
B. Keadaan Khusus Desa Bungo Kecmatan Wedung Kabupaten Demak Sebagai obyek penelitian, penulis mengambil daerah nelayan yang ada di Desa Bungo Kec. Wedung Kab. Demak. Sebab di Desa ini terdapat
11
Ibid., hlm. 11.
51 praktek monopoli dalam jual beli, yaitu jual beli kerang hasil tangkapan para nelayan. Pada dasarnya kelompok nelayan atau warga nelayan ini tidak beda jauh dengan warga Desa di Wilayah Kecamatan Wedung Kab. Demak. Hal ini disebabkan di sebelah utara Desa Bungo terdapat sungai yang bermuara di laut Jawa yang terletak di sebelah barat Desa Bungo. Jadi Desa Bungo sangat strategis bagi nelayan untuk melaut. Sebab jarak antara perkampungan dengan laut dapat ditempuh dengan waktu 15 menit. Keadaan geografis ini yang mempermudah bagi nelayan untuk melaut, sebab mereka bisa berangkat melaut mulai pukul 06.00 WIB dan pulang sekitar pukul 14.00 WIB. Dari hasil pendapatan nelayan setiap harinya bisa mencapai Rp. 50.000,-. Pendapatan ini bisa bertambah juga bisa menurun. Hal ini tergantung dengan keadaan alam. Bila musim buratan dan kerang banyak didapat, maka penghasilan nelayan akan bertambah banyak. Akan tetapi jika musim paceklik tiba, banyak nelayan yang menukarkan barang-barang/ perabotnya untuk sekedar memenuhi kebutuhan keluarganya.12 Para nelayan Desa Bungo sudah mengenal istilah jasa Perbankan. Situasi ini mereka gunakan sebagai sarana simpan pinjam. Bank dalam hal ini sangat membantu para nelayan. Hal ini dapat dilihat bagaimana para nelayan dapat membeli peralatan untuk melaut. Mereka justru menggunakan jasa Perbankan untuk meminjam uang sebagai modal. Bank yang ada di Kecamatan Wedung, yaitu BRI Unit Wedung, BPR dan KOSPIN. Selain dari 12
Wawancara dengan Said, seorang nelayan pada tanggal 09 Januari 2005.
52 bank mereka juga menerima pinjaman dari KUD Sarana Minu Primer Juana melalui organisasi tengkulak dengan nama Organisasi Tengkulak “Hidayatul Iman” yang berada di komplek TPI Bungo.13 Pemanfaatan KUD oleh warga nelayan selain digunakan sebagai peminjaman yang sebagai modal usaha juga digunakan sebagai penyimpanan uang mereka. Hal ini dimaklumi karena pendapatan nelayan tidak menetap. Terkadang hasil tangkapannya banyak, dan pada suatu ketika juga menurun hingga untuk kebutuhan sehari-hari saja merasa kekurangan. Untuk itulah mereka sangat membutuhkan jasa dari bank untuk menabung atau meminjam uang. Keberadaan KUD “Sarana Minu Primer Juana” dalam hal ini juga sangat membantu dalam memberikan bantuan sosial.14 Pada umumnya seroang nelayan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Mereka mempunyai watak keras dan teguh pendirian, sangat fanatik terhadap agama dan rasa sosial yang tinggi. Hal ini tercermin dari keberhasilan para nelayan dalam membangun mushalla “al Jannah” yang paling megah di Desa Bungo. Sedangkan jama’ah putrinya juga berhasil membangun mushalla yang sangat megah pula yang diberi nama “Al-Mujahidin”.15
13
Wawancara dengan Samanhudi sebagai Koordinator Daerah KUD Desa Bungo, 08 Januari 2005. 14
Wawancara dengan Bapak Ruchani seorang tokoh masyarakat Desa Bungo, 29 Januari
2005. 15
Wawancara dengan Bapak Suharnoto sebagai tokoh masyarakat Desa Bungo, 29 Januari 2005.
53 C. Pelaksanaan Jual Beli Kerang Desa Bungo Kecamatan Wedung Kabupaten Demak Setelah penulis mengadakan observasi di Desa Bungo Kecamatan Wedung Kabupaten Demak terdapat berbagai macam problematika yang ada di desa tersebut. Menurut petani nalayan hasil tangkapan kerang ditampung oleh makelar untuk kemudian ditimbang, sedang petani nelayan telah mendapatkan upahnya atau bayaran sesuai dengan hasil tangkapan secara kilon. Dari makelar masuk ke penampung atau tengkulak dengan selisih harga Rp. 500,00 /Kg. Setelah itu kerang-kerang tersebut dibawa ke luar kota antara lain Jakarta, Surabaya, Kudus, Jepara dan Semarang. Bagi para petani nelayan selalu menjual hasil tangkapannya kepada tengkulak yang telah biasa menampung tangkapan mereka. Mengenai harga kerang ini tengkulak cenderung untuk mematok dengan harga sangat murah dibanding dengan harga di pasar. Tetapi ketika tengkulak menjual ke pasar dengan harga yang mahal. Perbandingan harga yang tidak seimbang terkadang membuat keterpaksaan para nelayan dalam menjual hasil tangkapannya. Sedangkan di sisi lain para petani nelayan mempunyai keluarga yang membutuhkan biaya besar. Sehingga di saat mendapatkan hasil yang sedikit, mereka tidak sekedar harus rela hidup irit tetapi terpaksa mencari hutang kepada tengkulak. Menurut Bapak Ciptono dan Bapak Sukarno bahwa kerang-kerang yang dihasilkan dari melaut sebelumnya sudah dipilah-pilah, antara kerang mahal dan kerang biasa/ murah. Untuk kemudian Bapak Ciptono dan Bapak
54 Sukarno menimbang, mencatat hasil tangkapan tersebut dan kemudian memberikan upahnya kepada petani nelayan. Bila buruh nelayan itu ada empat atau lima maka itu merupakan tanggungan petani nelayan untuk membayarnya. Jadi upah buruh di sini berdasarkan hasil tangkapan. Makin banyak tangkapan kerang makin banyak pula bayaran bagi para buruh nelayan. Menurut Bapak Samanhudi, petani nelayan merupakan pekerjaan yang biasa dikerjakan orang dewasa sedangkan tenaga buruh atau buruh jasa bisa dikerjakan oleh orang muda sebagai kuli antar dengan gerobak maupun roda dua. Selain itu ada juga yang menjadi buruh lembur biasa dikerjakan pada malam hari untuk menguliti kerang, sehingga kerang yang terkelupas siap diantar ke luar kota dibawa truk-truk pengangkut kerang bila malam hari dengan tujuan Jepara, Kudus, Surabaya, Semarang. Di kota-kota besar tersebut dipasarkan dengan harga yang lebih tinggi, artinya jika kerangkerang itu sudah sampai pada pasar-pasar besar maka masyarakat membeli kerang itu dengan harga tinggi dibandingkan pada saat kerang masih di tangan petani nelayan. Lagi pula kerang yang sudah masuk pada pasar-pasar besar kualitas dan rasa kerangpun sudah berbeda (agak layu).
55 Di Desa Bungo Kecamatan Wedung Kabupaten Demak Terdapat paguyuban dalam bentuk organisasi16, dengan tujuan memasarkan hasil tangkapan nelayan dan lancarnya transaksi jual beli kerang di Desa Bungo tersebut. Organisasi ini didirikan pada tanggal 20 Oktober 1971, yang bernama “Hidayatul Iman”. Organisasi ini merupakan suatu wadah bagi sekumpulan orang yang mempunyai kepentingan bersama dan telah mempunyai program yang telah ditentukan. Struktur organisasi “Hidayatul Iman” pada saat sekarang adalah sebagai berikut : Ketua Umum
: Bpk. Samanhadi
Ketua Kelompok I
: Bpk. Ahadi
Ketua Kelompok II
: Bpk. Slamet
Ketua Kelompok III
: Bpk. Sundarto
Ketua Kelompok IV
: Bpk. Daeromi
Ketua Bidang Sosial
: Bpk. Rohmat sukoyo
Sekretaris
: Bpk. Sutrisno
Bendahara
: Bpk. Suharto
Pembantu
: Bpk. Muhadi Bpk. Masrum Bpk. Rohman
16
Yang dimaksud struktur organisasi menurut The Liang Gie (1981 : 95) adalah : Suatu kerangka yang menunjukkan hubungan-hubungan di antara pejabat maupun bidang-bidang kerja satu sama lain, sehingga jelas kedudukannya wewenang beserta tanggung jawab masing-masing dalam suatu kebulatan yang tertentu.
56 Bpk. Karnyong Bpk. Karman Bpk. Kamto Bpk. Jarno Bpk. Masdi Bpk. Suyatno Keterangan : Ketua Umum Bertanggung jawab sepenuhnya terhadap aktivitas organisasi antara lain : - Memegang kekuasaan dan keputusan serta mengemudikan jalannya organisasi. - Mengawasi dan mengkoordinir semua anggota jam’iyyah guna mencapai tujuan organisasi. - Menentukan
perencanaan,
pengorganisasian,pelaksanaan
pengawasan. Pembantu - Membantu ketua dalam menjalankan tugasnya. - Membantu dalam melaksanakan program-program.
serta
57 Sekretaris Membantu menyelenggarakan administrasi antara lain : - Mencatat dan mendistribusikan surat masuk. - Menyimpan data untuk keperluan rapat dan mencatat hasil rapat. - Merupakan perantara antara pimpinan dan bawahan. Bendahara - Bertanggung jawab atas keluar masuknya uang kas. - Mengadakan pencatatan semua transaksi yang berhubungan dengan kas. Ketua Kelompok Tugas masing-masing ketua kelompok antara lain : Ketua Kelompok I : Betugas masalah jam’iyyah yang dalam tugasnya dibantu oleh beberapa orang. Ketua Kelompok II : Bertugas di bagian sosial, ia juga dinatu oleh beberapa orang bersamanya. Ketua Kelompok III : Bertugas di bagian penangkapan dan keamanan. Ketua Kelompok IV : Bertugas di bagian pemasaran, ia juga dinatu oleh beberapa orang.
58 Personalia Organisasi 1. Jumlah Perahu Adapun jumlah perahu 225 buah, terdiri dari perahu besar sebanyak 250 perahu dan perahu kecil 5 perahu. 2. Jumlah nelayan Dalam melaut guna mencari kerang dan sebagainya terdapat jumlah nelayan sebanyak 655 orang, yang meliputi : tenaga kerja pria, mereka dibagian : Bungo Utara
: 125 orang
Bungo Tengah : 22 orang Bungo Barat Jumlah
: 67 orang : 214 orang
Selebihnya sebagai buruh jasa. 3. Hasil tangkapan ikan Adapun hasil tangkapan nelayan meliputi : kijing, kerang, udang, kiser, kepiting, dan lain-lain. 4. Harga Daftar harga yang tertera berikut ini adalah hasil wawancara langsung dengan pengelola organisasi adalah sebagai berikut:
59 No
Jenis
Berat/Perahu
Harga / Kg
(Kg)
(Rp)
1.
Kijing
70 Kg
1.200,00 - 1.700,00
2.
Kerang
40 Kg
2.500,00 - 4.000,00
3.
Kiser
25 Kg
400,00 - 1.100,00
4.
Udang
15-20 Kg
6.500,00 - 12.000,00
5. Alat nelayan Adapun alat yang digunakan petani nelayan dalam menangkap hasil tangkapannya sebagai berikut : a. Garuk Adalah jenis alat yang diguanakan nelayan terbuat dari kawat untuk menghasilkan ikan dan biasanya diletakkan di belakang perahu. b. Corok Adalah sejenis garuk besar penghasil berbagai macam ikan, udang, kerang, kepiting, rajungan, dan lain-lain. Alat inilah yang dilarang oleh pemerintah karena merusak alam sekitarnya. c. Jaring Ialah alat yang digunakan nelayan untuk menaring udang atau ikan dalam jumlah besar.
60 6. Jaminan Sosial Seperti halnya organisasi lainnya yang menginginkan anggota jam’iyyahnya merasa aman dan nyaman, maka organisasi Hidayatul Iman memberikan sesuatu jaminan sosial. Jaminan sosial diberikan dengan harapan untuk merangsang jam’iyyah mempunyai loyalitas pada organisasi Hidayatul Iman. Adapun jaminan yang diberikan kepada anggota jam’iyyah antara lain : a. Beberapa tunjangan, meliputi : 1) Tunjangan Hari Raya 2) Tunjangan kesehatan, dengan pengobatan secara gratis di Puskesmas b. Bantuan kecelakaan di laut sebesar 10% dari 500 harga kerusakan perahu. c. Sumbangan kematian yang diberikan kepada keluarga jam’iyyah yang tertimpa musibah. Kematian perorang ditarik Rp. 1.000,00 d. Sedekah laut, yaitu diadakan selamatan tiap hari Rabu Legi Bulan Muharram. Selain hal tersebut di atas, latar belakang terjadinya praktek monopoli jual beli kerang di TPI Desa Bungo disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
61 1. Nelayan mengharapkan dalam setiap menjual hasil tangkapannya langsung mendapatkan bayaran secara kontan. Dalam hal ini tengkulak sanggup memenuhi harapan mereka untuk membayar kontan.17 2. Bila musim kemarau datang, perahu di dermaga TPI Bungo tidak bisa bersandar karena penuh lumpur. Dalam keadaan demikian tidak memungkinkan para nelayan untuk berlabuh ke dermaga TPI. Akibatnya mereka menjual hasil tangkapannya di luar TPI Desa Bungo.18 3. Menghindari adanya potongan pembayaran pajak di TPI bagi nelayan dan bakul kerang. Walaupun pada dasarnya hasil pembayaran pajak tersebut akan kembali kepada nelayan itu sendiri dan pajak ini adalah merupakan Peraturan Pemerintah melalui PERDA No. I Tahun 1984, Perda tersebut berisi antara lain sebagai berikut: BAB IV tentang Pungutan, PASAL 6 (1) : “Setiap pengguna tempat pelelangan ikan, dikenakan pungutan sebesar 8% dari hasil lelang dengan perincian sebagai berikut : a. 5 % di pungut dari nelayan. b. 3 % di pungut dari bakul.”19 Dengan adanya potongan sebagai pajak atau sewa TPI tersebut, membuat para nelayan dan tengkulak menghindarinya.20 Akhirnya para
17
Wawancara dengan Suwardi sebagai bendahara TPI Desa Bungo, tanggal 08 Januari
18
Wawancara dengan Pandu seorang nelayan, tanggal 16 Januari 2005.
19
Perda No. I/1984, hlm. 3.
20
Wawancara dengan Judi sebagai buruh nelayan, tanggal 20 Januari 2005.
2005.
62 tengkulak berinisiatif untuk menguasai TPI tersebut sebagai tempat transaksi jual beli kerang. 4. Manajemen dan mekanisme kerja di TPI yang kurang bagus. Seperti jam kerja karyawan yang tidak pasti, dan terkadang pembayaran dari hasil pelelangan kerang tidak kontan. 5. Kurangnya penyuluhan terhadap nelayan dan tengkulak oleh instansi terkait.21 Dengan adanya faktor-faktor tersebut di atas menyebabkan para nelayan dan tengkulak tidak melaksanakan mekanisme jual beli di TPI sebagai sarana dan prasarana resmi dari pemerintah setempat. Mereka hanya melakukan aktivitas yang telah dilakukan selama ini. Sejalan dengan aktivitas jual beli kerang selama ini di Desa Bungo, terdapat praktek monopoli jual beli kerang oleh para tengkulak terhadap nelayan. Seperti yang penulis utarakan bahwa warga Desa Bungo mayoritas adalah nelayan, sehingga setiap hari para nelayan itu tidak akan terlepas dari kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan atau hasil laut lainnya. Mulai dari membenahi peralatan melaut, jual beli ikan, proses pelelangan kerang dan lain sebagainya. Semuanya ini membuktikan bahwa para nelayan itu sangat menggantungkan penghidupannya pada alam, yaitu di laut. Sebagai salah satu usaha, sebagai nelayanpun bila keadaan alam itu sedang baik atau yang biasanya disebut dengan musim buratan di mana para nelayan itu bisa memperoleh penghasilan yang lebih banyak. Seperti pada nelayan kecil di 21
Wawancara dengan Samanhudi, loc. cit.
63 Desa Bungo, pendapatannya bisa mencapai Rp. 50.000,- setiap kali melaut. Musim ini biasanya adalah jatuh pada Bulan April-Agustus.22 Setelah musim buratan itu berlalu, kemudian datanglah bulan-bulan di mana laut tidak banyak menghasilkan kerang. Keadaan seperti ini dikenal dengan musim paceklik, bila musim ini datang pendapatan nelayan sangat memprihatinkan sekali. Sebab dalam melaut mereka hanya bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp.10.000,- dan bahkan ada yang pulang tanpa hasil sama sekali. Hal inilah yang mengakibatkan nelayan rugi karena telah mengeluarkan biaya melaut untuk membeli bahan bakar motor penggerak perahu. Agar pembahasan ini lebih jelas dan rinci, maka penting untuk diketahui tentang beberapa komponen yang terdapat dalam proses melaut, yaitu terdiri dari : a. Juragan Yaitu orang yang mempunyai seperangkat alat untuk melaut yang berupa perahu, jaring, pancing, mesin motor serta peralatan lain yang mendukung untuk melaut.23 b.
Juru Mudi Yaitu orang yang bertanggung jawab terhadap keselamatan perahu dan sarana lain pada saat melaut. Juru mudi ini yang diwajibkan untuk lebih mengetahui daerah mana yang banyak kerangnya.24
22
Wawancara dengan Said, loc. cit.
23
Wawancara dengan Pandu, loc. cit.
24
Wawancara dengan Said, loc. cit.
64 c. Pandego Yaitu orang yang ikut melaut sebagai pembantu juru mudi, tugasnya adalah membenahi peralatan, mengumpulkan hasil tangkapan kerang, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan kelancaran melaut. Biasanya pandego ini terdiri dari dua orang.25 Sedangkan dalam jual beli kerang terdapat beberapa pihak yang terlibat secara langsung, antara lain : 1. Nelayan Nelayan dalam hal ini adalah orang yang mangkap ikan dilaut dan termasuk di dalamnya adalah pandego, juru mudi dan orang-orang yang ikut membantu dalam penangkapan ikan atau kerang di laut. Sebagai nelayan dia sangat dominan dalam jual beli ini, sebab jadi atau tidaknya jual beli kerang tergantung pada nelayan. Bila nelayan sudah setuju dengan harga yang ditentukan dari tengkulak, maka jual beli tersebut jadi. Sedangkan bila nelayan itu tidak setuju, maka jual beli itu tidak jadi. Walaupun demikian dalam jual beli tersebut sebenarnya mereka tidak bisa berbuat banyak dalam menentukan harga, karena harga pasaran sudah dipatok oleh tengkulak.26 Nelayan terbagi menjadi 3, yaitu : a. Nelayan yang punya perahu tapi tidak melaut. b. Nelayan yang punya perahu juga melaut. c. Orang tidak punya perahu tapi melaut atau disebut buruh. 25
Ibid.
26
Wawancara dengan Judi, loc. cit.
65 Bagi para nelayan tersebut bila menginginkan bayaran kontan dari hasil penjualan kerangnya maka mereka akan menjualnya pada tengkulak. Sebab selama ini tengkulak yang menjadi pemborong tunggal terhadap berapapun banyaknya kerang hasil nelayan. 2. Tengkulak Kerang Tengkulak adalah pihak yang akan memborong semua hasil tangkapan nelayan berupa kerang dengan cara menghadang nelayan yang baru saja lepas dari melaut sebelum para nelayan membawa hasil tangkapannya sampai ke TPI. Jadi mereka telah siap dengan perabot jual beli kerang, seperti timbangan, uang pembayaran dan peralatan lainnya di dekat dermaga. Jadi, mereka mengadakan transaksi tidak di TPI melainkan di dekat dermaga sebagai tempat jual beli kerang dan berbagai tangkapan nelayan saat melaut.27
D. Dampak Positif dan Negatif Praktek Monopoli Jual Beli Kerang di Desa Bungo Kec. Wedung Kab. Demak Praktek monopoli jual beli kerang sebagai aktivitas jual beli di Desa Bungo mempunyuai dampak positif dan negatif. a. Dampak Positif Dampak positif dari praktek monopoli jual beli kerang di Desa Bungo bagi nelayan maupun tengkulak itu sendiri adalah:
27
Wawancara dengan Parlan sebagai tengkulak,, tanggal 19 Januari 2005.
66 1) Bagi nelayan -
Nelayan akan mendapatkan kemudahan dalam pembayaran, sebab dalam prakteknya ketika kerang telah ditimbang kemudian uang segera diberikan kepada nelayan tersebut. Pembayaran kontan seperti inilah yang diharapkan oleh para nelayan untuk mencukupi kebutuhan sehai-hari mereka.
-
Para nelayan dapat melakukan transaksi secara langsung di tempat untuk menentukan seberapa besar harga kerang tersebut, kemudian baru terjadilah kesepakatan mengenai harga.
-
Biaya transportasinya murah dan bahkan tanpa uang untuk biaya transportasi mereka, seperti tidak harus ke pasar umum atau TPI untuk menjual hasil tangkapannya.
-
Tidak terkena potongan 5% dari penghasilan nelayan, seperti halnya yang diberlakukan oleh Perda No. I Tahun 1984. Karena para nelayan tidak menggunakan sarana jual beli di TPI, sehingga tidak banyak mengurangi penghasilan nelayan.
-
Mudah mendapatkan bantuan/ pinjaman uang sebagai modal usaha.
-
Mendapat bantuan modal berupa peralatan bila perlatan yang digunakan
rusak
menangkap kerang.
atau
perlu
penambahan
peralatan
untuk
67 2) Bagi tengkulak -
Tengkulak di Desa Bungo akan mendapatkan barang dagangan dengan mudah karena tidak terdapat saingan.
-
Tengkulak dapat menentukan sendiri harga pasarannya sehingga harga yang dipatoknya memungkinkan lebih rendah dari harga kerang di pasar secara umum, sehingga tengkulak mendapat keuntungan jauh lebih besar.
-
Tengkulak tersebut tidak dikenakan pajak 3%, atas pemberlakuan Perda No. I Tahun 1984, karena tidak menggunakan TPI sebagai sarana jual belinya.
b. Dampak Negatif 1) Bagi nelayan -
Dalam melakukan transaksi jual beli, mereka tidak mengetahui seberapa besar harga kerang di pasaran umum, sehingga transaksi itu didasarkan atas harga penawaran yang dilakukan tengkulak dan harga yang disepakati adalah harga tertinggi di bawah harga umum di pasaran.
-
Tidak terdapatnya tempat yang layak untuk sarana transaksi, karena semua itu dilakukan bukan di TPI atau pasar umum.
-
Terkadang timbul ketidakpuasan atas kerugian yang dialami setelah mengetahui harga umum di pasaran saat itu yang terkadang lebih tinggi dari harga penjualan saat itu.
68 2) Bagi tengkulak Konsekuensinya bagi tengkulak harus menyediakan uang lebih dari cukup, karena mereka harus membayarnya dengan uang kontan. Selain itu tengkulak harus menyediakan biaya transportasi berlipat, karena rute perjalanan untuk mendapatkan kerang tersebut tidak bisa dijangkau dengan mobil. Dengan demikian para tengkulak harus mengangkutnya dengan gerobak dorong dengan tanaga manusia atau naik sepeda motor (ojek) untuk menuju jalan raya yang bisa dilalui kendaraan roda empat (mobil). Setelah itu baru bisa dibawa ke sasaran atau kota-kota besar yang menjadi agen pemasaran selama ini, seperti: Jepara, Kudus, Semarang, Surabaya dan bahkan ke Jakarta. Di sisi lain kerugian dialami oleh instansi terkait. Sebab sebagai akibat dari praktek monopoli tersebut, Pemerintah Daerah Dati II Demak dalam hal ini pengelola TPI di Desa Bungo Kec. Wedung Kab. Demak mengalami
kerugian.
Pemerintah
tidak
mendapatkan
pajak
atas
penggunaan sewa TPI sebesar 8% dengan perincian 3% dari nelayan dan 5% dari pedagang/ pembeli kerang. Selain itu, pihak instansi pemerintah merasa kesulitan untuk mendata para nelayan dan kesulitan juga dalam mengontrol aktivitasnya di laut serta seberapa banyak hasil tangkapannya. Karena pihak pemerintah hanya bisa mengetahui segala aktivitas para nelayan tersebut melalui TPI sebagai tempat resmi jual beli hasil tangkapan nelayan di laut.