BAB III PENGEMBANGAAN OBYEK WISATA MALIOBORO
A. Perkembangaan Malioboro
Malioboro yang menjadi salah satu simbol bagi kota Yogyakarta telah mengalami banyak perubahan. Melihat malioboro sekarang menunjukkan kemajuan yang ada di Malioboro dari segi fisik sudah banyak perubahan. Namun perubahan tersebut tidak mengurangi suasana pada waktu lampau yang pernah ada, misalnya keteduhan sepanjang jalan kawasan malioboro. Meskipun malioboro menjadi tempat berdagang pada masa lampau maupun sekarang, tetapi ada suasana lain yang tidak bisa ditemui ditempat lain, setidakya ada sentuhan kultural. Malioboro pada tahun 1936 menunjukan perubahan pada masa lampau dan sekarang, dan ini artinya Malioboro dan sekitarnya telah mengalami banyak perubahan. Apalagi jika melihat Malioboro tahun 1949 pada saat Republik Indonesia belum lama merdeka, Malioboro telah mengalami perubahan, padahal hanya selisih 13 tahun. Malioboro pada masa lampau setidaknya bisa membuka ingatan masa silam menyangkut Malioboro dan menaruhnya pada realitas malioboro masa sekarang (http://jadul.blogspot.com/2008/06/malioboro-jogja-1936.html). Jalan
Malioboro
membentang
sebagai
sumbu
imajiner
yang
menghubungkan antara Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak Gunung Merapi, jalan ini terbentuk menjadi suatu lokalitas perdagangan setelah Sri
1
Sultan Hamengku Buwono I mengembangkan sarana perdagangan melalui sebuah pasar tradisional semenjak tahun 1758. Setelah berlalu 248 tahun, tempat itu masih bertahan sebagai suatu kawasan perdagangan bahkan menjadi salah satu ikon Yogyakarta yang terkenal. Malioboro merupakan sejarah, serpihan kenangan masa lampau kita ketika mengenang kota Yogyakarta. Sebuah jalan pada kota ini adalah suatu kumpulan kenangan yang tergabung secara kolektif bagi penghuninya. Malioboro bukan saja hanya menyimpan kisah para sastrawan di kota Yogyakarta era 1970-an yang dengan hatinya memupuk sastrawan-sastrawan seperti Linus Suryadi, Korie Layun Rampan, Emha Ainun Nadjib dan masih banyak yang lainnya. Tata kota dalam kebudayaan Jawa bukan saja berarti fungsi tapi juga bermakna berbagai macam struktur pola pikir orang Jawa yaitu kekuasaan, harmoni dan kepekaan terhadap alam. Jalan lurus Malioboro merupakan gambaran bagaimana seorang raja Jawa yang memiliki hubungan horisontal kepada rakyatnya. Malioboro sebagai tempat berbisnis bagi kelompok Tionghoa yang dimasa lalu memiliki sejarah hubungan naik turun dengan kekuasaan Kesultanan Yogyakarta. Di Kotagede, kaum Tionghoa tidak diperbolehkan berdagang karena memang sudah ada mayoritas pebisnis pribumi seperti kelompok Kalang dan kelompok pedagang santri (Muslim) yang melingkar dalam organisasi Muhammadiyah. Di tengah kota kelompok Tionghoa ini menjadikan Malioboro sebagai daerah modal untuk mengembangkan bisnisnya ( http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism- of-interest/malioboro/ ).
2
B. Daya Tarik Obyek Wisata Malioboro
Dalam pengelolaan kepariwisataan secara umum, Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) memberikan makna penting bagi kesinambungan suatu kawasan wisata, disamping sarana dan prasarana pendukung, serta publikasinya. Kejelian didalam melihat potensi wisata sangatlah penting agar tercipta keragaman ODTW di suatu kawasan, serta mengemasnya menjadi ODTW yang unggul, dan menarik untuk dikunjungi wisatawan. Penanganan ODTW memerlukan keseriusan pihak pengelola kawasan wisata, baik didalam menggali potensi ODTW yang ada maupun upaya pengelolaannya. Dalam pengelolaan ODTW, maka pemahaman sifat atau karakteristik ODTW sangat diperlukan guna mencari bentuk pengelolaan yang tepat. Didalam penyusunan RIPPOW (Rencana Induk Pembangunan Pariwisata dan Objek Wisata) juga diperlukan di dalam pengelolaan kepariwisataan secara berkelanjutan, agar dicapai fungsi manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Obyek wisata Malioboro terletak di Jalan Malioboro, Daerah Istimewa Yogyakarta dan hanya sekitar 800 meter dari Keraton Yogyakarta. Jalan Malioboro membentang dari hotel Garuda sampai ke Ketandan, memasuki kawasan ini wisatawan tidak dipungut biaya. Tempat yang setiap hari ramai oleh pengunjung tersebut harus dibangun secara sinergis khususnya dalam hal sadar wisata sehingga kawasan ini tidak mengalami kejenuhan minat di kalangan wisatawan dengan memperbanyak atraksi wisata dan sense of tourism yang kontinue, maka Malioboro akan tetap dikenang dan dikunjungi
3
banyak wisatawan. Dinas
Pariwisata propinsi DIY akan terus menggelar
Festival di Malioboro untuk menarik wisatawan yang berkunjung. Festival di Malioboro ini tidak hanya untuk mengangkat citra pariwisata Yogyakarta, tetapi juga kesempatan untuk membangun sinergitas antar pelaku pariwisata di Yogyakarta. Karena Malioboro kini milik banyak
orang termasuk
masyarakat luar Jogja yang memiliki ikatan emosional dengan Malioboro di masa lalu. Malioboro yang indah, tertib, nyaman sekaligus ramah lingkungan. Tidak hanya parade wisata dan budaya, festival lain juga telah digelar seperti pameran kuliner dan atraksi musik yang menghibur. Moh. Halim selaku penanggung jawab acara dalam rapat awal di aula dinas pariwisata jalan Malioboro no. 56 pada tanggal 15 April 2009 berharap kegiatan festival seperti ini akan memberi gairah baru suguhan pariwisata yang mendidik, menghibur sekaligus nyaman untuk dinikmati bagi semua masyarakat. Sebagai ikon pariwisata, kawasan Malioboro sangat layak untuk diangkat dalam sebuah festival yang lebih besar ( http://www.mediaindonesia.com ). Berbagai atraksi seni budaya, festival dan pameran yang telah dilaksanakan di Malioboro untuk menarik wisatawan antara lain: 1. Pentas kesenian reguler Mulai tanggal 19 April 2008 yang lalu diselenggarakan pentas seni reguler yang menampilkan potensi kesenian di wilayah maupun komunitas yang ada di Kota Yogyakarta. Pentas ini dimulai pada pukul 19.00 sampai 21.00 WIB dengan mengambil beberapa titik di sepanjang Malioboro. Sebagai
4
penampilan awal dilaksanakan di bangunan eks LIBI Taman Abu Bakar Ali dan depan Benteng Vredeburg. 2. Pentas Seni Reguler Dinas Parsenibud kembali menggelar pentas seni reguler di Kawasan Malioboro pada malam minggu, 26 April 2008. Kesenian yang ditampilkan adalah kesenian berbasis religi dari Kelurahan Gowongan. 3. Pameran Seni Rupa Rai Gedhek Pameran ini dibuka pada tanggal 23 Juni hingga 3 Juli 2009 di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY). Pada pameran ini, para perupa menampilkan karyanya baik berupa lukisan, instalasi, maupun patung. Bentara Budaya Yogyakarta mengadakan pameran seni rupa dengan melibatkan sekitar 30 perupa dari Yogyakarta dan Jakarta. Dalam pameran bertema ”Rai Gedheg” ini, para perupa menyoroti fenomena munculnya orang- orang yang kehilangan rasa malu. 4. Pawai seni dan budaya HUT LPK Tari Natya Lakshita Tanggal 14 Maret 2009, di kawasan Malioboro dilangsungkan pawai/karnaval seni dan budaya. Karnaval ini salah satu bentuk atraksi wisata yang semakin gencar diadakan di Yogyakarta, khususnya di kawasan Jalan Malioboro. Untuk pawai kali ini, kegiatan diselenggarakan dalam rangka HUT LPK Tari Natya Lakshita Pawai ini dimulai dari kawasan Lapangan Parkir Abu Bakar Ali sebelah ujung utara Jalan Malioboro dan berakhir di Monumen Satu Maret.
5
5. Pekan budaya Tionghoa Yogyakarta Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta yang dilaksanakan mulai tanggal 5 sampai 9 Februari 2009 bertempat di Ketandan, Malioboro Yogyakarta. Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta disamping sebagai perayaan datangnya tahun baru Imlek juga bertujuan untuk melestarikan dan memperkenalkan budaya etnis Tionghoa terutama yang ada di Yogyakarta. 6. Jogja Kuliner Expo 2008 Pemerintah Kota Yogyakarta menggelar Festival Makanan Tradisional ke9 tahun 2008 yang dikemas dalam event bertajuk Jogja Kuliner Expo 2008. Gelaran yang menampilkan Seminar Boga (21/8/2008 di Hotel Garuda), Bazar & Bursa Makanan di halaman Plaza SO 1 Maret (2224/8/2008 jam 09.00-21.00 WIB), Senam Massal (24/8/2008 jam 06.00 WIB) di jalan Malioboro sampai A. Yani, dan Festival Makanan (24/8/2008 jam 07.00-17.00 WIB) di Benteng Vredeburg. Event ini digelar untuk mengangkat makanan khas yang bisa ditemui di Jogja. 7. Jogja Java carnaval Jogja Java carnaval diadakan pada tanggal 25 Oktober 2008, merupakan event yang menampilkan night carnaval dengan mengambil lokasi di Malioboro. Event ini diharapkan dapat diikuti oleh masyarakat internasional khususnya negara yang memiliki hubungan kerjasama dengan Kota Yogyakarta.
6
8. Yogyakarta Gamelan Festival 2009 Event tahunan Yoyakarta Gamelan Festival yang ke 14 di gelar pada tanggal 16, 17 dan 18 juli 2009. Tempat penyelenggaraan event ini di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta kawasan Malioboro. 9. Festival Kesenian Yogyakarta 2008 Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) diadakan selama bulan Juni sampai dengan Agustus 2008 untuk yang ke-20 kalinya. Acara ini merupakan rangkaian berbagai atraksi kesenian, bukan hanya kesenian yang dimiliki oleh Yogyakarta, namun juga kota-kota lain, bahkan termasuk dari negara lain. Festival Kesenian Yogyakarta diadakan dari tanggal 7 Juni sampai 7 Agustus 2008. 10. Festival Kesenian Yogyakarta 2009 http://www.flickr.com/photos/yanrf/3610141966/Festival
Kesenian
Yogyakarta 2009 (FKY XXI 2009) diselenggarakan mulai tanggal 7 hingga 30 Juni 2009. Disemarakkan dengan Pasar Seni di Benteng Vredeburg dan dimeriahkan beragam acara seni budaya lainnya. 11. Gebyar Budaya Nusantara Gebyar Budaya Nusantara menyuguhkan berbagai kesenian dari seluruh nusantara berlangsung selama 5 hari mulai tanggal 29 Oktober 2008 sampai tanggal 2 November 2008. Kegiatan dilaksanakan di Plasa Monument SO 1 Maret Jl. A. Yani Yogyakarta yang menampilkan kesenian daerah dari seluruh pelosok nusantara seperti daerah Bangka, DKI Jakarta, Madura, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Riau,
7
Sulawesi tengah, Maluku Utara, Sulawesi Selatan, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Bali, NTT, Nangro Aceh Darussalam, Papua dan lain-lain yang dimulai pukul 19.00 WIB. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta bekerjasama dengan Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Daerah yang sedang belajar di Yogyakarta.
Dengan adanya penampilan atraksi wisata secara terus menerus dengan rutin diharapkan Kota Yogyakarta semakin banyak dikunjungi wisatawan yang nantinya akan memperpanjang lama tinggal wisatawan di Kota Yogyakarta (http://pariwisata.jogja.go.id/index/extra.arsip/32/2/42). Ujung jalan Malioboro yang satu terhubung dengan jalan Mangkubumi dan dibatasi oleh stasiun kereta api Tugu dan ujung satunya lagi terhubung dengan jalan Ahmad Yani. Dalam areal kawasan Malioboro dan sekitarnya banyak lokasi lain yang dapat dikunjungi misalnya Keraton Jogjakarta, Pasar Beringhardjo, Benteng Vredeburg, Gedong Senisono, Museum Sono Budoyo dan lainnya. Saat ini Malioboro bisa dikatakan sebagai jantung keramaian kota Jogja, karena banyaknya pedagang dan pengunjung. Kawasan yang sangat ramai baik di dua sisi jalan yang berkoridor maupun pada jalan kendaraan walaupun satu arah dari jalan Mangkubumi akan tetapi berbagai jenis kendaraan melaju dan memenuhi di jalan tersebut serta tidak mengherankan kalau
terjadi
kemacetan.
Dari
kendaraan
tradisional
seperti
becak,
dokar/andong/delman, sepeda, gerobak maupun kendaraan bermesin seperti mobil, taxi, bis kota, angkutan umum, sepeda motor dan lainnya.
8
Kawasan Malioboro juga sebagai salah satu kawasan wisata belanja andalan kota Yogyakarta. Kawasan Malioboro meliputi jalan Sosrowijayan, jalan Ahmad Yani, jalan Perwakilan sampai jalan Kepatihan yang didukung oleh adanya pertokoan, rumah makan, pusat perbelanjaan, dan tidak ketinggalan para pedagang kaki limanya. Di obyek ini juga disemarakkan dengan nama barang merk terkenal dan ada juga nama-nama barang lokal. Barang yang diperdagangkan dari kebutuhan sehari-hari sampai dengan barang elektronika, mebel dan lain-lain. Disini juga menyediakan aneka kerajinan, misalnya kerajinan bambu, gantungan kunci, lampu hias, hiasan rotan, wayang, ayaman, blangkon (topi khas Jawa/Jogja), kerajinan perak, gerabah, kain batik, kerajinan kayu, kulit, tas dan lain sebagainya. Terdapat pula tempat penukaran mata uang asing, bank, hotel bintang lima hingga tipe melati. Untuk menelusuri jalan Malioboro tersebut bisa dengan berjalan kaki dari ujung ke ujung pada dua sisi jalan, atau dengan menggunakan dokar/delman/andong dan becak khas Jogja. Di siang hari kawasan Malioboro sangat ramai pengunjung baik warga sekitar maupun wisatawan luar daerah, terlebih lagi bila musim liburan sekolah tiba atau pada hari libur nasional yang cukup panjang. Jalan Malioboro dari ujung ke ujung hanya berjarak tidak lebih dari satu kilometer , dan pada dua sisinya banyak toko, kantor, rumah makan dan mall serta pusat perbelanjaan. Menariknya lagi banyak sekali pedagang kaki lima yang berjajar dibawah koridor jalan yang memayungi dari terik panas matahari maupun
9
hujan. Keramian ini dimulai sejak pagi hingga pukul sembilan malam ( Wawancara dengan Wahyudi, 3 Juni 2009 ). Malioboro memang sengaja dibangun di jantung kota Yogyakarta oleh pemerintah Kolonial Hindia-Belanda di awal abad ke-19 sebagai pusat aktivitas perekonomian dan pemerintahan. Kawasan ini secara simbolis juga berfungsi untuk menandingi dominasi kekuasaan Sultan Mataram melalui kemegahan keratonnya. Untuk tujuan tersebut, didirikanlah Benteng Vredeburg pada tahun 1765 yang kini menjadi museum dan arena wisata publik, Istana Karisidenan Kolonial, gedung Agung di tahun 1832 M, Pasar Beringharjo, Hotel Garuda (tempat menginap dan berkumpul para elite kolonial ketika itu) dan kawasan pertokoan (perekonomian) Malioboro itu sendiri. Posisi semua bangunan tersebut berada di depan (utara) alun-alun yang menjadi halaman keraton. Bangunan-bangunan bersejarah peninggalan kolonial yang terletak di kawasan Malioboro tersebut menjadi saksi perjalanan kota yang disebut kota pelajar ini dari masa ke masa. Kawasan ini direncanakan akan menjadi sebuah kawasan pedestrian agar mengurangi kemacetan kendaraan bermotor dan polusi udara dalam kota (Wawancara dengan Wahyudi, 3 Juni 2009). Sebagai kawasan wisata, Malioboro menyajikan berbagai variasi aktivitas berbelanja. Mulai dari cara-cara berbelanja tradisional khas Malioboro, hingga bentuk-bentuk aktivitas belanja modern. Beragam cara berbelanja khas Malioboro salah satunya ialah proses tawar-menawar berbagai cenderamata yang dijajakan oleh pedagang kaki lima yang berjajar di
10
sepanjang trotoar di kawasan ini. Seringkali para pedagang menawarkan souvenir maupun barang dagangan lainnya dengan harga yang tinggi. Misalnya dengan harga Rp 50.000, tawaran seperti ini harus disusul dengan proses tawar-menawar dari wisatawan. Sehingga, harga dapat turun drastis hingga pedagang melepasnya dengan harga Rp 10.000 saja. Hal ini juga dapat wisatawan lakukan ketika mengunjungi Pasar Tradisional Beringharjo yang masih satu area dengan Malioboro. Inilah keunikan dari tradisi wisata belanja di Malioboro (Wawancara dengan Anisa, 3 Juni 2009). Di toko-toko sekitar kawasan Malioboro wisatawan juga dapat membeli barang-barang yang diinginkan tanpa ada proses tawar-menawar. Di sini terlihat bahwa Malioboro juga hadir sebagai kawasan perbelanjaan modern. Malioboro dekat dengan obyek wisata yang lain seperti obyek-obyek wisata sejarah yang berada di sekitar Malioboro di antaranya adalah Keraton Yogyakarta dan alun-alunnya, Masjid Agung, Benteng Vredeburg, Museum Sonobudoyo, dan Kampung Kauman. Untuk wisata arsitektur peninggalan kolonial di Yogyakarta yang masih dapat disaksikan seperti Gedung Societet (sekarang menjadi Taman Budaya), Hotel Inna Garuda, Bank Indonesia, dan Bank BNI‘46. Kemudian dua obyek wisata belanja tradisional yang dekat kawasan ini yaitu Pasar Ngasem dan Pasar Beringharjo. Selain itu, bagi wisatawan yang gemar membaca, kawasan ini juga menyediakan perpustakaan umum milik Pemerintah Provinsi DIY. Selain berbagai keragaman suasana di Malioboro, wisatawan juga dapat menyaksikan kekhasan lain Malioboro berupa puluhan becak dan
11
andong wisata khas Yogyakarta yang diparkir paralel di sebelah kanan jalan di jalur lambat kawasan ini yang siap mengantar wisatawan berkeliling Malioboro dan sekitarnya. Di sebelah kiri jalan, wisatawan dapat melihat ratusan sepeda motor diparkir berjajar di sepanjang trotoar Malioboro yang menjadi tanda bahwa Malioboro adalah kawasan ramai pengunjung. Saat pusat perbelanjaan telah mulai tutup, namun denyut kehidupan kawasan Malioboro tidak pernah berhenti karena sudah siap digantikan oleh warungwarung lesehan yang menggelar dagangannya. Ketika malam hari tiba, Malioboro menyuguhkan kepada wisatawan nuansa makan malam dengan berbagai pilihan menu di warung-warung lesehan khas Yogyakarta yang berjejer rapi di tepi jalan Malioboro. Untuk bermalam di sekitar Malioboro juga sangat mudah mendapatkan penginapan dari hotel tipe melati hingga hotel berbintang lima. Mulai dari hotel berbintang lima dengan harga sewa kamar per malamnya mencapai ratusan ribu bahkan jutaan hingga motel-motel atau homestay yang harga sewa tiap kamarnya hanya berkisar Rp 20.000 per malam. Bagi yang berminat menginap, wisatawan dapat mencarinya di sekitar Jalan Mangkubumi, Jalan Dagen, Jalan Sosrowijayan, Jalan Malioboro, Jalan Suryatmajan, dan Jalan Mataram. Atau mencari penginapan di bagian barat kawasan ini, yakni Jalan Ngasem yang terletak di dekat Pasar Burung Ngasem dan daerah Wijilan yang letaknya tidak jauh dari obyek Malioboro. Para wisatawan dapat menikmati hari-hari liburannya di kota Jogja hingga larut malam. Mereka juga dapat menikmati hidangan di warung lesehan di sepanjang jalan Malioboro,
12
makanan yang disediakan dan ditawarkan dari jenis makanan mulai dari angkringan (warung berbentuk gerobak yang menyediakan makanan lokal) yang letaknya di utara Stasiun Tugu dan sepanjang jalan Malioboro, masakanmasakan khas Yogyakarta seperti gudeg, nasi goreng, lalapan, ayam goreng dan sebagainya yang disajikan dengan suasana lesehan. Berbagai masakan Cina, sampai fastfood atau masakan-masakan Barat seperti steak, beef lasagna, dan lain-lain dalam restoran atau cafe-cafe yang ada di sekitar Malioboro. Saat menikmati hidangan yang disajikan, wisatawan akan dihibur oleh musik dari pedagang dan pengamen jalanan yang cukup banyak mulai dari yang hanya sekedar membawa gitar maupun yang membawa peralatan musik lengkap. Ada sebuah perhatian khusus bagi wisatawan yang ingin menikmati warung lesehan yaitu dengan menanyakan terlebih dahulu harga makanan yang ingin dipesan sebelum ada sebuah tagihan yang kurang berkenan dihati, sampai-sampai hal ini menjadi perhatian khusus dari pemerintah daerah yaitu dengan menggantung papan di kawasan Malioboro yang bertuliskan “Mintalah daftar harga sebelum anda memesan”. Carilah warung makan yang dianggap wajar dalam memberi harga dari sebuah hidangan makan dan minuman yang disajikan, memang perbuatan menaikan tarif yang tidak wajar ini sangat menurunkan citra warung lesehan yang ada di kawasan Malioboro. Fasilitas yang menunjang di kawasan ini tak hanya berupa akomodasi dan tempat makan saja, melainkan juga pos informasi bagi wisatawan, polisi pariwisata, tempat ibadah, kios-kios money changer, ATM, kios telepon,
13
warung internet, tempat parkir yang luas sampai Stasiun Kereta Api Tugu. Jika wisatawan ingin membeli oleh-oleh untuk sanak keluarga di rumah, cukup berkunjung di sekitar Jalan Mataram atau di sebelah barat Malioboro yang menyediakan berbagai macam makanan khas Jogja, seperti bakpia, geplak, yangko, dan puluhan jenis keripik. Malioboro menjadi kawasan andalan pariwisata di Yogyakarta, wisatawan memiliki banyak pilihan transportasi yang sesuai untuk sampai di Malioboro. Wisatawan dapat menggunakan bus kota (menggunakan jalur 4) dan bus Transjogja (trayek 3A atau 3B). Semua jenis bus ini dapat ditemui di terminal pusat Giwangan atau halte-halte yang ada di seputar Jogja. Tarif bus kota saat ini Rp 2.000, sedangkan untuk bus Transjogja sebesar Rp 3.000 (April 2008). Ada pula taksi yang bisa dijadikan pilihan lain bagi wisatawan, baik pesan via telephon dari penginapan maupun mencari di jalan sekitar Yogyakarta. Jika ingin menikmati suasana Kota Yogyakarta, maka bisa dipilih andong wisata maupun becak untuk berkeliling menikmati indahnya Malioboro.
Potensi obyek wisata Malioboro dilihat dari pendekatan 4A antara lain: 1. Atraksi Atraksi yang menjadi daya tarik wisata dapat digolongkan menjadi: Daya tarik alam, Daya tarik budaya, dan Daya tarik buatan manusia. Atraksi alam adalah berupa panorama keindahan alam yang menakjubkan seperti gunung, lembah, sungai, air terjun, danau, waduk, pantai. Atraksi budaya
14
berupa hasil olah budi manusia seperti kesenian, peninggalan sejarah dan adat istiadat masyarakat. Sedangkan atraksi atau daya tarik buatan adalah daya tarik yang diciptakan oleh manusia. Atraksi wisata yang ada di obyek wisata Malioboro adalah Festival kesenian seperti pementasan seni budaya, Festival Kesenian Yogyakarta 2009, Pentas Seni Reguler, tari jathilan, reog dan lainnya. Selain itu, pentas gamelan juga dijadwalkan tampil di areal parkir Abubakar Ali dan acara musik tradisional yang diadakan di halaman Dinas Pariwisata Propinsi Yogyakarta pada waktu tertentu. 2. Aksesibilitas Aksesibilitas atau disebut juga keterjangkauan obyek merupakan jarak tempuh dan waktu yang diperlukan untuk mencapai obyek. Malioboro yang letaknya sangat strategis yaitu di pusat kota Yogyakarta, sehingga obyek wisata ini mudah dijangkau, sarana yang diperlukan wisatawan mudah ditemukan, misalnya ada transportasi darat seperti bus, kereta api Pramex, sepeda motor. Ada transportasi udara seperti pesawat terbang dari kota masing-masing kemudian turun di bandara Adisucipto Jogja yang selanjutnya naik transportasi lokal untuk menuju Malioboro. Transportasi lokal disediakan bus Trans Jogja, angkuta, becak, andong untuk menuju ke Malioboro. Jalan yang dilewatipun sudah sangat baik dan nyaman. Jarak obyek ini dari kota Solo sekitar 80 km, dengan waktu tempuh 2 jam dari pusat kota Solo. Dapat ditempuh dengan menggunakan sepeda motor, bus dan kereta api Pramex jurusan Jogja. Jika dari Semarang dapat menggunakan transportasi bus jurusan Jogja. Kemudian dari arah barat juga
15
dapat menggunakan transportasi bus. Untuk wisatawan dari luar kota dapat menggunakan transportasi bus maupun pesawat terbang yang nanti turun di bandara Adisucipto Jogja kemudian selanjutnya naik transportasi lokal untuk menuju Malioboro. 3. Amenitas Di obyek wisata Malioboro juga tersedia fasilitas-fasilitas seperti: penginapan, restoran, tempat hiburan, transportasi lokal, fasilitas perbankan, fasilitas kesehatan, tourist information center, Dispampar (polisi pariwisata), toilet umum, tempat parkir dan sebagainya. Beberapa hotel di kawasan Malioboro yaitu: Hotel Garuda, Hotel Istana Batik Yogyakarta di Jl. Pasar Kembang No. 29 Yogyakarta, Hotel Grage Yogyakarta di Jl. Sosrowijayan No. 242 Yogyakarta, hotel Melia Purosani, Hotel Ibis Malioboro, Hotel Mataram Yogyakarta, Hotel Grage Yogyakarta, dan FM Cafe & Resto di Jl. Sosrowijayan No. 10 Yogyakarta. Tanggapan dan tingkah laku masyarakat sekitar Malioboro yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai pedagang tersebut sangat ramah dan menyenangkan sehingga akan membuat wisatawan merasa senang, betah dan ingin kembali mengunjunginya. 4. Aktifitas Di Malioboro aktifitas yang dapat dilakukan adalah belanja, belajar melukis, belajar membatik, memahat, bersepeda santai pada waktu pagi dan sore hari, aktifitas wisatawan beberapa diantaranya dapat dilakukan dengan cara membeli paket wisata. Selain itu, pengunjung yang datang biasanya hanya untuk bersantai menikmati pemandangan dan keramaian Malioboro.
16
C. Potensi Yang Dapat Dikembangkan di Malioboro Sebagai Daya Tarik Wisata
Kawasan Malioboro yang setiap hari sangat ramai aktivitas masyarakat harus memiliki hubungan sinergis antar para pelaku wisata di kawasan itu khususnya konsep sadar wisata. Agar wisatawan tidak jenuh saat berkunjung ke kawasan Malioboro, perlu diperbanyak atraksi wisata dan membangun rasa cinta pariwisata secara kontinue, sehingga Malioboro akan tetap dikenang dan dikunjungi banyak wisatawan. Dinas Pariwisata DIY menggelar Festival Malioboro 2009 yang tujuannya tidak saja mengangkat citra pariwisata kota Yogyakarta, tetapi juga kesempatan menjalin hubungan yang sinergis antar para pelaku pariwisata di daerah ini. Malioboro milik masyarakat, termasuk masyarakat di luar Yogyakarta. Mereka bahkan memiliki ikatan emosi dengan Malioboro di masa lalu. Karena itu dalam festival yang akan ditonjolkan adalah suasana yang indah, tertib, nyaman sekaligus ramah lingkungan kepada wisatawan. Festival ini diharapkan mampu memberikan gairah baru di bidang pariwisata terutama pariwisata yang mendidik, menghibur sekaligus nyaman untuk dinikmati
semua
kalangan
masyarakat.
Festival
Malioboro
akan
diselenggarakan setiap hari Sabtu. Ini sebagai salah satu kegiatan untuk memperkenalkan kegiatan wisata di Yogyakarta khususnya seputar seni dan budaya di kawasan Malioboro setiap akhir pekan pada sore hari. Kegiatan ini akan berkoordinasi dengan instansi terkait termasuk Dinas Pariwisata Kota
17
Yogyakarta. Dalam festival tersebut akan digelar parade wisata dan budaya, pameran kuliner, serta pentas musik yang menghibur masyarakat. Sejumlah seniman asal Yogyakarta akan dihadirkan untuk memeriahkan festival tersebut. Kawasan Malioboro akan diperkaya dengan berbagai pementasan seni budaya untuk menambah daya tarik bagi wisatawan mancanegara dan nusantara yang berkunjung ke kota Yogyakarta. Panggung hiburan dibangun di empat titik di kawasan Malioboro untuk pementasan seni budaya seperti tari jathilan, reog dan lainnya setiap akhir pekan atau pada hari-hari tertentu. Selain itu, pentas gamelan dijadwalkan tampil di areal parkir Abubakar Ali. Berbagai atraksi seni budaya akan disuguhkan pada waktu-waktu tertentu untuk wisatawan mancanegara. Pentas seni reguler juga akan diselenggarakan secara berkelanjutan yang menampilkan potensi kesenian di wilayah maupun komunitas yang ada di Kota Yogyakarta. Pentas ini mengambil beberapa titik di sepanjang Malioboro. Sebagai penampilan awal, dilaksanakan di bangunan eks LIBI Taman Abu Bakar Ali dan depan Benteng Vredeburg. Upaya menata Malioboro dengan kemasan seni budaya itu merupakan langkah konkret pemerintah kota dalam mendukung pelaksanaan Visit Indonesia Year (VIY) 2008 yang lalu dan menjadikan Yogyakarta sebagai kota pariwisata berbasis budaya. Dengan penataan ini diharapkan Malioboro tidak hanya dikenal dengan tempat lesehan, pusat cenderamata dan wisata belanja, tetapi juga menjadi pusat atraksi seni budaya di kota Yogyakarta.
18
Suguhan atraksi seni budaya ini tidak hanya akan ditampilkan di kawasan Malioboro tetapi juga di objek wisata potensial lainnya di kota Yogyakarta. Setiap objek wisata akan ditata sedemikian rupa terutama tempat untuk mementaskan kegiatan seni budaya. Dinas Parsenibud kota Yogyakarta akan menyusun berbagai kegiatan wisata untuk menarik wisatawan nusantara dan mancanegara. Misalnya untuk menarik wisatawan mancanegara akan dikembangkan kegiatan wisata minat khusus dan wisata budaya seperti membatik, membuat wayang kulit (menyungging) serta atraksi budaya lain yang selama ini sudah menjadi tradisi masyarakat ( Wawancara dengan Bisri Romli, 4 agustus 2009 ).
D. Usaha Pengembangan Malioboro Sebagai Salah Satu Aset Wisata di Kota Yogyakarta
1. Pembenahan kawasan Malioboro Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Yogyakarta berencana lebih mengembangkan sekaligus membenahi wisata malam yang berada di sepanjang jalan Malioboro, perencanaan membuat dan menata area parkir umum agar mampu menampung lebih banyak wisatawan dan tertata dengan rapi, penambahan toilet umum, penataan kios-kios, pengarahan dan pembinaan bahasa inggris kepada para tukang becak, peningkatan sadar wisata dan sapta pesona kepada para pelaku pariwisata. Pengembangan Malioboro sebagai kawasan pedestrian (pejalan kaki) mulai diseriusi
19
kembali. Pemkot Yogyakarta bersama Pemprop DIY, Kraton Yogyakarta, serta PT Kereta Api (KA) merealisasi rencana pengembangan kawasan pedestrian tersebut. Untuk mendukung kawasan pedestrian, maka diperlukan daya tampung parkir yang cukup besar. Rencana ke depan, kawasan parkir tersebut dialihkan tempatnya, yakni akan dibangun di bawah Stasiun Tugu Yogyakarta karena kawasan parkir untuk menampung para pejalan kaki yang akan masuk ke Malioboro, rencananya dibangun di bawah Stasiun Tugu. Diharapkan pada tahun ini atau setidaknya tahun depan sudah ada perkembangan yang bisa dilihat dari rencana pembangunan kawasan pedestrian tersebut. Khusus untuk Stasiun Tugu, salah satu alternatifnya akan dijadikan kawasan multi fungsi yang nantinya ada semacam pusat belanja, perkantoran, penghubung transportasi antarmoda, pusat parkir dan sebagainya tanpa harus mengganggu keberadaan bangunan fisik yang secara heritage harus dilindungi dan dilestarikan. Rencana Pemkot Yogyakarta menjadikan Malioboro sebagai kawasan pedestrian akan dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan keinginan masyarakat sekitarnya. Tahap awal dimulai dari kawasan sekitarnya, seperti jalan Abubakar Ali yang akan dipasang paving block.
Pemkot Yogyakarta tidak ingin memaksakan
program tersebut dengan melakukan perubahan drastis, tetapi dilakukan secara bertahap agar masyarakat memahami rencana menjadikan kawasan Malioboro sebagai kawasan pedestrian.Setelah kawasan jalan Abubakar Ali
20
selesai ditata, akan dilanjutkan ke jalan Ahmad Yani dan sekitar kawasan Istana Negara Gedung Agung Yogyakarta. Selain pembangunan parkir, penataan Malioboro juga terus dilakukan. Seperti para PKL maupun pedagang lesehan Malioboro. PKL harus berizin, juga diwajibkan mematuhi aturan-aturan yang ada. Misalnya masalah tarif jual makanan di lesehan, PKL sudah diminta memasang tarif di papan secara jelas, sehingga pembeli mendapatkan kepastian harga dan tidak ada lagi wisatawan yang mengeluh karena dithuthuk harganya (harga dinaikkan). Kalau tidak mau mematuhi, para pedagang akan ditertibkan, bahkan sanksi terberatnya tidak boleh berjualan di Malioboro. Kebijakan ini diambil karena jika ada pedagang yang curang di Malioboro, tentu akan memperburuk wisata di Malioboro. Wisata malam di Malioboro juga akan dibenahi, termasuk wisata kuliner yaitu lesehan dan pentas-pentas seni yang diadakan di sudut-sudut Malioboro. Keseriusan pemerintah kota menata Malioboro sehingga dapat lebih dikembangkan sebagai kawasan wisata malam yang menarik, dengan menata lampu-lampu jalan. Penataan lampu jalan tersebut akan membuat wajah Malioboro menjadi lain dan lebih menyenangkan ketika malam hari. Selain membenahi wisata
malam,
Dinas
Pariwisata
Seni
dan
Budaya
juga
terus
menginformasikan berbagai kalender acara, seperti rencana kegiatan di Taman Sari atau Keraton Yogyakarta, FKY dan lain sebagainya ( Wawancara dengan Bisri Romli, 4 agustus 2009 ).
21
2. Sarana transportasi di obyek Malioboro Selain pengembangan tersebut, juga dilakukan mempercantik tampilan sarana transportasi tradisional seperti becak dan andong. Usaha mempercantik tampilan sarana angkutan tradisional itu akan melibatkan sejumlah industri pariwisata di Yogyakarta, khususnya hotel, restoran dan kafe yang ada di Malioboro dan tempat wisata lainnya di Yogyakarta. Pihak hotel dan restoran berinisiatif memberikan warna-warni pada becak agar tampilan becak lebih menarik bagi wisatawan. Pihak hotel, retoran dan kafe boleh memasang logonya di badan becak tersebut. Dibutuhkan kerja sama yang baik dari masing-masing pihak dan sudah mendapat persetujuan sejumlah industri pariwisata di Yogyakarta. Begitu juga bagi pengemudi becak dan penarik andong, busananya harus diatur dengan rapi. Pihak industri wisata juga diberi kesempatan untuk menyiapkan busana khusus bagi para penarik becak dan andong. Kemudian, pihak industri wisata harus memasang logo-logo usaha kepariwisataannya di busana yang dikenakan para penarik becak atau penarik andong. Mereka para penarik andong dan becak harus diberi tips jika datang ke hotel membawa tamu hotel untuk menginap. Ini kerja sama yang baik, dan bahkan kerja sama seperti ini telah diterapkan sejumlah industri cendera mata atau kuliner di Yogyakarta. Jadi, jika ada penarik becak atau andong membawa tamu ke lokasi jualan kaos khas Yogyakarta seperti Dagadu, atau kue-kue khas Yogya lainya seperti bapia pathok dan lain-lain pasti pengelola industri cendera mata dan kaus khas Yogyakarta itu akan memberi oleh-oleh khusus
22
untuk penarik becak dan andong ( Wawancara dengan Wahyudi, 3 Juni 2009 ). Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Yogyakarta bekerjasama dengan JTTC ( Jogja Tourism Training Center UGM ) pada tahun 2008 mengadakan pembekalan pariwisata bagi 1000 tukang becak. Kegiatan pembekalan dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 di Aula Kelurahan Sosromenduran selama 7 hari dan diikuti oleh 350 orang pengemudi becak, sedangkan pada bulan Nopember 2008 dilaksanakan selama 13 hari bertempat di Museum Sonobudoyo Yogyakarta dan diikuti 650 orang pengemudi becak. Pembekalan ini bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan tentang bagaimana seharusnya seorang pengemudi becak dalam melayani wisatawan,
baik etika, penampilan diri, cara memberikan
informasi maupun berkomunikasi. Dengan dilaksanakannya pembekalan pariwisata, para pengemudi becak diharapkan dapat bersikap lebih ramah kepada wisatawan, mengetahui obyek-obyek
wisata, tempat-tempat
penjualan cinderamata dan informasi publik lainnya. Disamping itu juga dapat bersikap profesional, jujur, toleran dan berpenampilan menarik, sehingga wisatawan mendapatkan rasa aman, nyaman dan merasa terlindungi. Para pengemudi becak juga akan mendapatkan fasilitas berupa sebuah ID Card, Rompi dan sertifikat pelatihan. Disamping itu, pengemudi becak dapat benar-benar memahami Obyek dan Daya Tarik Wisata yang ada di Yogyakarta, serta memahami Sapta Pesona Pariwisata. Pembekalan
23
merupakan upaya Pemerintah untuk lebih memberdayakan pengemudi becak dan menghilangkan kesan yang kurang baik terhadap pengemudi becak yang selama ini ada di masyarakat maupun wisatawan ( Wawancara dengan Bisri Romli, 4 agustus 2009 ) 3. Bidang seni dan budaya Pariwisata di kota Yogyakarta menjadi lokomotif perekonomian karena menyumbang 38 persen dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD), di antaranya dari pajak restoran atau hotel. Karena menjadi lokomotif ekonomi, pemerintah kota berharap agar seluruh elemen pariwisata di Yogyakarta dapat memberikan pelayanan yang baik kepada wisatawan yang berkunjung. Pada 2008 yang lalu, Dinas Pariwisata Seni dan Budaya kota Yogyakarta menargetkan jumlah wisatawan yang berkunjung 1.450.000 wisatawan. Hingga akhir September, sudah tercatat satu juta wisatawan, ditambah 100.000 wisatawan selama 10 hari libur Lebaran pada Oktober tahun yang lalu. Diharapkan untuk tahun ini agar lebih meningkat dengan adanya berbagai atraksi wisata pendukung, baik atraksi seni budaya reguler, kuliner, maupun festival budaya yang lain. Kondisi wilayah di kota Yogyakarta yang sempit bila dibandingkan kabupaten lain di Provinsi DIY membuat pemerintah kota harus memutar otak untuk memaksimalkan potensi yang sudah ada karena peluang untuk menambah tempat wisata sangat kecil. Yang bisa dilakukan sekarang adalah mengintensifkan tempat wisata yang ada.
24