BAB III PENGATURAN YAYASAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004
A. Pembentukan Yayasan Pendirian suatu yayasan di dalam hukum perdata disyaratkan dalam dua aspek, yaitu: 1. Aspek materiil a. harus ada suatu pemisahan kekayaan; b. suatu tujuan yang jelas; c. ada organisasi (nama, susunan dan badan pengurus). 2. Aspek formil, pendiri yayasan dalam wujud akta otentik. 50 Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang 16 Tahun 2001, yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal. Yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perorangan (person) dan badan hukum (artificial person). 51 Artinya hanya bisa didirikan oleh orang perorangan saja atau boleh badan hukum saja. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan tidak memberikan kemungkinan pendirian campuran orang perorangan dengan badan hukum. Hal ini berkaitan erat dengan adanya kewajiban dari para pendiri yayasan untuk memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal yayasan.
50
Chatamarrasjid, Op. cit., hal. 18. Pengertian artificial person menurut Black’s Law Dictionary adalah “Person creatid and devised by human laws for the purposes of society and government, as disting uished from natural person.” 51
Universitas Sumatera Utara
Yayasan yang didirikan oleh satu orang perorang, dapat didirikan karena: 1. Kehendak orang yang masih hidup untuk memisahkan (sebagian) harta kekayaannya sebagai modal awal yayasan; atau 2. Kehendak orang yang masih hidup untuk memisahkan (sebagian) harta kekayaannya sebagai modal awal yayasan yang akan berlaku apabila orang tersebut meninggal dunia dengan mendasarkan pada surat wasiat. Dalam hal ini, penerima wasiat akan bertindak mewakili pemberian wasiat. Pendirian yayasan dengan surat wasiat ini memungkinkan berdasarkan Pasal 9 ayat (3) UUY. Undang-Undang Yayasan juga memberikan kemungkinan bagi pendiri yayasan dalam rangka pembuatan akta pendirian yayasan untuk diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa (Pasal 10 ayat 1 UUY). Pemberian kuasa tersebut dimaksudkan karena pada prinsipnya si pendiri harus hadir pada saat pembuatan akta pendirian, namun apabila ia berhalangan maka ia dapat diwakili oleh orang lain dengan membuat dan memberikan surat kuasa yang sah. Dalam hal yayasan didirikan dengan surat wasiat, penerima wasiat akan bertindak mewakili pemberian wasiat,
dan karenanya
ia,
atau
kuasanya,
wajib
menandatangani akta pendirian yayasan. Penerima wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat, hal ini merupakan konsekuensi logis, karena pemisahan harta kekayaan si pemberi wasiat baru terjadi pada saat si pemberi wasiat meninggal dunia, dan pada saat itu ia tidak dapat hadir dan sudah tidak dapat lagi melakukan perbuatan hukum untuk mendirikan yayasan, sehingga kepentingannya diwakili oleh sipenerima wasiat (yang masih hidup). Dalam hal surat wasiat tersebut tidak dilaksanakan, maka atas
Universitas Sumatera Utara
permintaan pihak yang berkepentingan, Pengadilan dapat memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat tersebut.52 Sebagaimana halnya suatu tindakan atau perbuatan hukum di bidang perdata, tindakan atau perbuatan hukum pembuatan akta pendirian yayasan dapat dikuasakan oleh pihak yang berkehendak mendirikan yayasan (pendiri) kepada pihak lain untuk hadir dan menghadap di hadapan notaris yang bertugas untuk membuat akta pendirian yayasan tersebut. Meskipun undang-undang tidak mensyaratkan bentuk pemberian kuasa, namun sebaiknya pemberian kuasa tersebut dibuat secara tertulis. Mengenai pemisahan harta kekayaan pribadi para pendiri dalam bentuk uang atau benda sebagai modal awal yayasan, undang-undang menentukan adanya persyaratan tertentu. Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 14 ayat (4) Undangundang Yayasan, persyaratan jumlah minimum harta kekayaan awal dalam bentuk uang atau benda yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri sebagai modal awal yayasan dicantumkan dalam anggaran dasar. Apabila yayasan didirikan oleh lebih dari satu orang (baik orang perorangan atau badan hukum) dan memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka yayasan tersebut merupakan perjanjian. Pendirian yayasan tidak sama seperti pendirian badan usaha lain seperti perseroan terbatas, perseroan komanditer, firma dan persekutuan perdata, di mana badan usaha tersebut sudah pasti merupakan perjanjian diantara para pemilik modalnya.
52
Pasal 10 ayat (3) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004 mensyaratkan bahwa akta pendirian yayasan harus dibuat dengan akta notaris. 53 Hal ini merupakan syarat mutlak bagi pendirian (bestaan svoorwaarde) suatu yayasan, sehingga syarat-syarat formalitas keotentiksitasnya suatu akta notaris, yakni pembacaan akta oleh notaris, penandatanganan minuta akta di wilayah kerja notaris dan dalam waktu dan tanggal tertentu, mutlak harus dipenuhi, dan apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka pendirian yayasan dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar; voidable). Dalam hal akta pendirian tersebut tidak dibuat di hadapan notaris Indonesia dan tidak dibuat dalam bahasa Indonesia, maka pendirian tersebut batal demi hukum (nietig; nul and void). Pendirian yayasan harus dilakukan melalui akta notaris, sehingga akta pendirian merupakan akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 54 Menurut Pasal 14 ayat (1) UUY, akta pendirian yayasan memuat: 1. Anggaran Dasar; dan 2. Keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu. Tata cara pendirian yayasan sebagaimana di atur dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 13 Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, para pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian yayasan secara tertulis kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
53
Pasal 9 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan 54 Berdasarkan Pasal 1868 KUH Perdata, persyaratan agar suatu akta dapat mememnuhi sebagai akta otentik adalah: (a) akta haus dibuat oleh (door) atau di hadapan (onderstaan) seorang pejabat umum; (b) akta harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang; (c) pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.
Universitas Sumatera Utara
Kewenangan pemberian pengesahan akta pendirian yayasan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tersebut diberikan kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan yayasan. Dalam hal pemberian pengesahan tersebut memerlikan pertimbangan dari instansi terkait, maka pengesahan diberikan atau tidak diberikan dalam jangka waktu: 1. Paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan pertimbangan diterima dari instansi terkait; atau 2. Setelah lewat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan pertimbangan kepada instansi terkait tidak diterima. Apabila permohonan pengesahan tidak diterima (ditolak), maka Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berkewajiban untuk memberitahukan secara tertulis disertai alasannya kepada pemohon mengenai penolakan tersebut, alas an penolakan dimaksud karena permohonan yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Yayasan dan/atau peraturan pelaksanaannya. Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengesahan akta pendirian yayasan, maka pengurus atau kuasanya wajib mengajukan permohonan pengumuman pendirian yayasan. Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UUY ditegaskan bahwa yayasan memperoleh status badan hukum saat akta pendirian yayasan memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
B. Pengelolaan Yayasan Kehadiran UU Yayasan atau Badan Hukum Nir Laba sudah barang tentu akan memberi kepastian hukum yang selama ini tidak ada. Bahkan UU Yayasan
Universitas Sumatera Utara
atau Badan Hukum Nir Laba dapat menjadi dasar untuk menindak apabila terjadi penyimpangan. Hanya saja apabila Undang-undang Yayasan hanya berisi tentang prosedur pendirian belaka atau prosedur-prosedur lainnya, walaupun baik tetapi tidak optimal. Undang-undangYayasan atau Badan Hukum Nir Laba harus berisi pula ketentuan yang dapat memaksa pengurus beserta organ lainnya untuk mengelola yayasan secara profesional dan baik. Akhir-akhir ini di Indonesia sering didengungkan tentang prinsip governance. Masalah governance yang berkaitan dengan pemerintahan dikenal dengan istilah good governance, sementara yang berkaitan dengan perusahaan dikenal dengan istilah corporate governance. Walaupun prinsip-prinsip yang dikandung berbeda satu sama lain, namun ada persamaan mendasar diantara keduanya. Persamaan ini terletak pada konsep dasar dari governance yaitu perlunya kontrol berdasarkan aturan terhadap para pengelola, karena stakeholder yang sangat variatif sulit diharapkan mengkontrol pengurus yang bertanggung jawab atas kegiatan sehari-hari. Dalam good governance yang menjadi stakeholder adalah rakyat, lembaga legislatif dan lain sebagainya, sementara yang menjadi pengurus adalah pemerintah (eksekutif). Sedangkan dalam corporate governance yang menjadi stakeholder adalah pemegang saham yang bukan mayoritas, konsumen dan lain sebagainya, sementara yang menjadi pengurus adalah direksi. Kontrol terhadap pengelola perlu dilakukan karena bagi pengurus sulit menafsirkan apa yang menjadi keinginan para stakeholder. Hal ini memberi peluang kepada pengelola untuk menjalankan aktivitas yayasan berdasarkan tafsirannya tentang apa yang dikehendaki oleh stakeholder. Peluang menafsirkan
Universitas Sumatera Utara
inilah yang sangat berbahaya apabila tidak ada kontrol karena cenderung disalahgunakan (abuse). Adapun kontrol yang dilakukan tidak dapat dilakukan oleh para stakeholder secara langsung. Kontrol dilakukan dengan cara membatasi kewenangan pengurus. Batasan inilah yang disebut sebagai prinsip governance. Dari
prinsip
governance
dilahirkan
prinsip-prinsip
keadilan
(fairness),
transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability) dan pertanggung jawaban (responsibility). 55 Pengurus harus memperhatikan prinsip governance ini dalam menjalankan kepengurusan sehari-hari sehingga para stakeholder tidak dirugikan. Agar prinsip governance mempunyai kekuatan hukum dan dipatuhi ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama adalah dengan mengakomodasikannya dalam suatu code of conduct yang bukan peraturan perundang-undangan. Cara kedua adalah dengan mengakomodasikannya dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Cara kedua ini mensyaratkan keterlibatan negara (legislatif) dalam hal-hal yang bersifat hubungan perdata. Keterlibatan negara ini didasarkan pada argumentasi bahwa negara harus melindungi pihak yang lemah. Prinsip governance dapat juga diterapkan dalam pengelolaan yayasan. Tujuan dari penerapan prinsip ini adalah agar tidak terjadi penyimpangan dalam pengelolaan yayasan sehingga stakeholder dirugikan. Supaya prinsip governance ini benar-benar dipatuhi, dalam konteks Indonesia perlu ditempuh cara kedua yaitu mengakomodasikannya dalam peraturan perundang-undangan. Apabila diperhatikan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan,
55
Empat prinsip ini merupakan prinsip governance yang dihasilkan oleh OECD.
Universitas Sumatera Utara
dapat disimpulkan bahwa banyak hal dalam prinsip governance yang telah diakomodasi. Dalam undang-undang telah dipilah-pilah organ yayasan, yaitu Pembina, Pengurus dan Pengawas serta tugas dan tanggung jawab masingmasing. 56 Dalam konteks governance hal ini penting mengingat dibutuhkan kejelasan tentang siapa yang harus mempertanggungjawabkan apa (prinsip responsibility). Bahkan ketentuan Pasal 31 ayat (3) yang melarang Pengurus merangkap sebagai Pembina atau Pengawas merupakan hal penting untuk menjaga profesionalisme pengurus. 57 Selanjutnya wujud dari diterapkannya prinsip governance dalam Undangundang Yayasan adalah pengaturan tentang tujuan dari Yayasan yang sangat limitatif sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa tujuan yayasan adalah dibidang sosial, keagamaan dan kemanusian. 58 Bahkan apabila diperhatikan Bagian Umum dari Penjelasan undang-undang Yayasan disebutkan bahwa, “Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan Yayasan dengan maksud untuk berlindung dibalik status badan
hukum
Yayasan,
yang
tidak
hanya
digunakan
sebagai wadah
mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan dan kemanusian, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para pendiri, pengurus, dan pengawas.” 59
56
Lihat Pasal 2 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang menyebutkan “Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas: a. Pembina; b. Pengurus; dan c. Pengawas. Selanjutnya organ ini dijabarkan lebih lanjut dalam Bab VI yang berjudul Organ Yayasan. 57 Bunyi lengkap dari Pasal 31 ayat (3) adalah sebagai berikut, “Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengawas.” 58 Secara lengkap Pasal 1 Angka 1 berbunyi sebagai berikut, “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. 59 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Universitas Sumatera Utara
Penegasan ini menunjukkan bahwa yayasan tidak boleh lagi digunakan untuk tujuan-tujuan yang bersifat komersial. Dalam konteks prinsip governance hal ini berarti bahwa stakeholder (termasuk para donatur) dapat memastikan bahwa yayasan tidak dijadikan kedok belaka. Ada dua kritik yang dapat disampaikan sehubungan dengan pengaturan tentang pengaturan tujuan yayasan. Pertama adalah pengaturan tentang tujuan dari yayasan yang tidak diatur dalam pasal tersendiri. Dalam Undang-undang Yayasan pengaturan tentang tujuan dari yayasan hanya diatur dalam pasal definisi. Kritik yang kedua adalah tujuan yayasan yang disebutkan dalam undang-undang belum dilakukan secara tajam walaupun dalam penjelasan Pasal 7 disebutkan bahwa cakupan dari bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan antara lain adalah hak asasi manusia, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan. 60 Ketidaktajaman formulasi tentang tujuan yayasan dapat berakibat pada dilakukakannya praktek-praktek masa silam. Apakah sebuah kantor konsultan dibidang lingkungan yang melakukan kegiatannya secara komersial dapat mendirikan yayasan? Hal ini mengingat lingkungan hidup tercakup dalam bidang sosial, agama dan kemanusiaan. Bukankah yang menjadi ukuran untuk menentukan tujuan yayasan adalah pada kegiatannya? Artinya kegiatan yayasan dilihat apakah mengejar keuntungan atau tidak. Tujuan yayasan seharusnya tidak didasarkan pada bidang kegiatan sebagaimana diatur dalam undang-undang Yayasan.
60
Penjelasan Pasal 7 mengatakan sebagai berikut, “Maksud dan tujuan Yayasan bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 mempunyai cakupan yang luas antara lain; hak asasi manusia, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan.”
Universitas Sumatera Utara
Berikutnya dalam konteks penerapan prinsip governance yang telah mendapat pengaturan dalam undang-undang Yayasan adalah larangan yayasan mendirikan badan usaha yang penyertaannya melebihi dari 25% dari seluruh kekayaan yayasan. 61 Sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 7 ayat (2), ketentuan ini dimaksudkan agar yayasan tidak menyimpang dari tujuan didirikannya dan lebih mengejar aspek komersial. 62 Walaupun sudah baik, namun kekurangan dari ketentuan Pasal 7 ayat (2) ini adalah masih dapat digunakannya yayasan sebagai nominee untuk mendirikan perseroan terbatas. Demikian pula dengan prinsip transparansi dari governance yang telah mendapat pengaturan dalam undang-undang Yayasan, yaitu Bab VII tentang Laporan Tahunan. Dalam Pasal 52 ayat (1), misalnya, disebutkan bahwa ikhtisar laporan tahunan yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor yayasan. 63 Bahkan dalam Pasal 52 ayat (3) ada kewajiban bagi yayasan untuk diaudit oleh Akuntan Publik. 64 Di samping hal-hal tersebut diatas dalam Undang-undang Yayasan disanasini sudah diserap prinsip governance. Seperti apa yang diatur dalam Pasal 35 ayat (2). Pasal tersebut menyebutkan bahwa Pengurus mempunyai kewajiban untuk menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. 65
61
Hal ini diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang mengatur sebagai berikut, “Yayasan dapat mendirikan badan usaha dengan ketentuan penyertaan kekayaan Yayasan paling banyak 25% (dua puluh lima) persen dari seluruh kekayaan Yayasan 62 Penjelasan Pasal 7 ayat (2) menyebutkan sebagai berikut, “Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar setiap Yayasan mempertimbangkan dengan cermat apabila mendirikan badan usaha. Hal ini untuk menghindari agar Yayasan tidak menyimpang dari maksud dan tujuan pendirian Yayasan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan.” 63 Lihat: Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. 64 Pasal 52 ayat (3) 65 Bunyi lengkap dari Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan adalah, “Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan
Universitas Sumatera Utara
Demikian pula dengan ketentuan yang mengatur tentang benturan kepentingan antara Pengurus dengan Yayasan serta pembatasan kewenangan dari Pengurus sehubungan dengan pengelolaan kekayaan yang dimiliki oleh yayasan. 66 Kemudian Undang-undang Yayasan mensyaratkan keberadaan Pengawas sebagai suatu keharusan. 67 Hanya saja dalam ketentuan tersebut tidak diatur secara rinci bahwa Pengawas haruslah orang yang independen baik terhadap Pengurus maupun Pembina. Sehingga dalam menjalankan tugasnya Pengawas akan bekerja secara profesional. Ketentuan lain yang sesuai dengan prinsip governance adalah kewenangan Pengawas untuk memberhentikan sementara anggota Pengurus. 68 Kewenangan demikian penting untuk memberikan “gigi” bagi Pengawas dalam menjalankan tugasnya. Tanpa kewenangan tersebut dikhawatirkan Pengurus akan mengelola yayasan tanpa takut ada sanksi yang dikenakan padanya.
C. Pembubaran Yayasan Apakah alasan yang dapat menyebabkan bubarnya suatu yayasan? Suatu yayasan dapat bubar karena: 69 1. Alasan sebagaimana dimaksud dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar berakhir. Untuk suatu yayasan yang ditetapkan jangka
66
Pasal yang mengatur ketentuan tentang benturan kepentingan adalah Pasal 36 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang berbunyi sebagai berikut, “Setiap anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Yayasan apabila: a. terjadi perkara di depan pengadilan antara Yayasan dengan anggota Pengurus yang bersangkutan; atau b. anggota Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Yayasan.” 67 Pasal 40 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang berbunyi: “Yayasan memiliki Pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang pengawas yang wewenang, tugas dan tanggung jawabnya diatur dalam Anggaran Dasar. 68 Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang berbunyi sebagai berikut, “Pengawas dapat memberhentikan sementara anggota Pengurus dengan menyebutkan alasannya.” 69 http://irmadevita.com/2008/pembubaran-yayasan-1. Diakses tanggal 8 Oktober 2010.
Universitas Sumatera Utara
waktu berdirinya, maka yayasan tersebut akan secara otomatis bubar jika jangka waktu yang sudah ditetapkan berakhir. 2. Tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai
atau tidak tercapai. Misalnya, ada suatu yayasan yang didirikan khusus untuk memberantas buta huruf di desa tertentu, kemudian seluruh desa tersebut sudah bebas dari buta huruf, dan para pendiri (pembina) sudah merasa bahwa tujuan yayasan tersebut tercapai dan bermaksud untuk membubarkannya, atau sebaliknya. 3. Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap berdasarkan
alasan: a. Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan b. Tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau c. Harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utanng setelah pernyataan pailit dicabut. Dalam hal Yayasan bubar sebagaimana diatur dalam huruf a dan huruf b, maka Pembina dapat menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan Yayasan. Likuidator inilah yang bertugas untuk menghitung seluruh asset Yayasan yang pertama-tama akan digunakan untuk menyelesaikan kewajiban yayasan dan jika ada asset yang masih tersisa, dapat diberikan kuasa dari Pembina (pendiri) atau Pengurus dengan persetujuan pembina untuk melakukan penjualan atas assetasset tersebut. Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, maka penguruslah yang dapat bertindak sebagai likuidator
Universitas Sumatera Utara
Pembubaran Yayasan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Pembina yang dihadiri paling sedikit ¾ (tiga per empat) dari jumlah anggota Pembina dan disetujui paling sedikit ¾ (tiga per empat) dari jumlah anggota Pembina yang hadir. Apabila terjadi pembubaran yayasan, maka Yayasan tersebut tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi yayasan di maksud. Yayasan yang sedang dalam proses likuidasi, diwajibkan untuk mencantumkan kata-kata “dalam likuidasi” di belakang nama Yayasan. Contohnya: “Yayasan Amanah Bunda (Dalam Likuidasi). mengapa demikian? Hal ini tentu saja untuk memberikan status yang lebih jelas atas yayasan tersebut kepada pihak ketiga. 70 Apabila Yayasan bubar karena putusan pengadilan, maka pengadilan juga menunjuk likuidator. Dengan demikian, pihak ketiga yang akan melakukan perbuatan
hukum
dengan
yayasan
tersebut
ataupun penjualan atas asset-
asset yayasan, dapat tetap dilakukan melalui perantaraan likuidator yayasan dimaksud. Dalam hal pembubaran Yayasan karena pailit, berlaku peraturan perundang-undangan di bidang kepailitan. Ketentuan
mengenai
penunjukan,
pengangkatan,
pemberhentian
sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, serta pengawasan terhadap pengurus, berlaku juga bagi likuidator. Likuidator atau kurator yang ditunjuk untuk melakukan pemberesan kekayaan Yayasan yang bubar atau dibubarkan, paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal penunjukan wajib mengumumkan pembubaran Yayasan dan proses likuidasinya
70
http://irmadevita.com/2008/pembubaran-yayasan-2. Diakses tanggal 8 Oktober 2010.
Universitas Sumatera Utara
dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia. Likuidator atau kurator dalam jangka waktu paing lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir, wajib mengumumkan hasil likuidasi dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia. 71 Likuidator atau kurator dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir wajib melaporkan Pembubaran Yayasan kepada Dewan Pembina yayasan. Dalam hal laporan mengenai pembubaran Yayasan dan pengumuman hasil likuidasi sebagaimana dimaksud di atas tidak dilakukan, maka bubarnya Yayasan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Pengaturan mengenai kapan mulai berlakunya pembubaran yayasan tersebut adalah sama dengan pembubaran perseroan terbatas berdasrakan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007, yakni yayasan efektif bubar setelah likuidator selesai melaksanakan proses likuidasi, melaporkan hasil likuidasi tersebut kepada RUPS atau hakim pengawas yang mengangkatnya. Untuk kemudian mengajukan mengenai pembubaran tersebut ke sisminbakum. Bubarnya PT efektif sejak laporan perihal pembubaran PT oleh likuidator tersebut diterima oleh Menteri Hukum dan HAM RI. 72
71 72
Ibid Ibid
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KEDUDUKAN HUKUM TANAH WAKAF DALAM HAL TERJADINYA PEMBUBARAN YAYASAN
A. Pembubaran yayasan dan akibat hukumnya Berdasarkan pasal 39, pasal 47 dan pasal 62 Undang-undang Yayasan, yayasan dapat dinyatakan pailit. Dengan dinyatakannya pailit suatu yayasan, maka seluruh kekayaan akan tercakup dalam harta pailit (boedel) dengan pengecualian harta kekayaan yang berasal dari wakaf. Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian dari pengurus dan ternyata apabila harta kekayaan yayasan tidak cukup untuk menutupi kerugian tersebut, maka sesuai ketentuan pasal 39 Undang-undang Yayasan, anggota pengurus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian pihak ketiga (para kreditor yayasan). Pengaturan mengenai pembubaran yayasan sangat penting, mengingat yayasan adalah suatu badan hukum. Dengan menyimpulkan ketentuan alinea pertama, pasal 8 Staatsblad 1870 No. 64 Rechtpersoonlijkheid van Vereenigingen dimana pada dasarnya keberadan badan hukum bersifat permanent, artinya suatu badan hukum tidak dapat dibubarkan hanya dengan persetujuan para pendiri dan anggotanya. Dengan demikian, yayasan sebagai badan hukum hanya dapat dibubarkan jika telah dipenuhi segala ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan dalam anggaran dasarnya, yang menjadi sumber eksistensi badan hukum tersebut.73
73
Ari Kusumaastuti Maria Suhardiadi, Op. cit, hal. 138.
Universitas Sumatera Utara
Yayasan dapat dibubarkan hanya dengan alasan-alasan yang dibatasi oleh undang-undang. Adapun alasan pembubaran yayasan sebagaimana diatur dalam pasal 62 Undang-undang yayasan adalah sebagai berikut: 1. Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir 2. Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai 3. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan: a. Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan b. Tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau c. Harta kekayaan yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah dinyatakan pailit Sehubungan dengan berlakunya Undang-undang yayasan, maka bagi yayasan yang pada saat undang-undang yayasan ini berlaku: 1. Telah didaftarkan di pengadilan negeri dan diumumkan dalam tambahan berita Negara Republik Indonesia; atau 2. Telah didaftarkan di pengadilan negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait. Tetap diakui sebagai badan hukum, dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak dimulai berlakunya Undang-undang yayasan ini, yakni terhitung sejak tanggal 6 Oktober 2004, maka yayasan tersebut wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan undang-undang yayasan ini. Yayasan tersebut wajib memberitahukan kepada menteri paling lambat satu tahun sejak pelaksanan penyesuaian.
Universitas Sumatera Utara
Apabila yayasan dibubarkan, yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi. Bila yayasan dibubarkan akibat putusan pengadilan, maka pengadilan dapat menunjuk likuiditor. Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan yang bubar. Selanjutnya jika hasil likuidasi tidak diserahkan kepada yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama, maka sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan tersebut. Dengan dinyatakan pailitnya suatu yayasan, maka seluruh harta kekayaan yayasan akan tercakup dalam harta pailit (boedel failliet).
B. Status Tanah Wakaf dalam hal Terjadinya Pembubaran Yayasan Seringkali dipertanyakan siapa sesungguhnya pemilik yayasan. Bila bertolak dari teori badan hukum tentang kekayaan, maka jelas bahwa kekayaan itu tidak ada pemiliknya. Pendiri jelas bukan pemiliknya, karena ia telah memisahkan kekayaannya untuk menjadi milik badan hukum yayasan dan pengurus bukanlah pemilik karena ia hanya diangkat untuk mengurus organisasi yayasan. Dengan demikian, tinggallah kemungkinan bahwa yayasan adalah milik masyarakat. Bahwa yayasan bukan milik pembina, pengurus, dan atau pengawas terungkap antara lain dari ketentuan pasal 3 dan pasal 5 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang melarang pemberian bagi organ-organ yayasan tersebut, yakni pembina, pengurus, dan atau pengawas. Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan:
Universitas Sumatera Utara
(2) Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, pengurus dan pengawas Pasal 5 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan: Kekayaan yayasan, baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, pengurus, pengawas, karyawan atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan. Undang-undang Yayasan secara implisit memperlihatkan bahwa yayasan adalah milik masyarakat. Hal ini terlihat dari ketentuan-ketentuan dalam pasal 68 Undang-undang Yayasan yang berbunyi sebagai berikut: (1) Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada yayasan yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan yang bubar (2) Dalam hal sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan tersebut. Ketentuan di atas memerlihatkan bahwa kekayaan yayasan adalah milik dari “tujuan yayasan” itu sendiri, yakni masyarakat. Selanjutnya, dapat dikemukakan bahwa pengadilan Alkmaar dalam putusannya tanggal 27 November 1980 (Nederlandse Jurisprudentie 1981 No. 602) tidak mengabulkan perubahan tujuan yayasan yang dimaksud untuk memberi tunjangan kepada kerabat sedarah (ahli waris) dari pendiri yayasan. Dengan demikian, Undang-undang yayasan menegaskan bahwa pemilik yayasan adalah masyarakat dan bukan para pendiri/ Pembina, pengurus, dan atau pengawas.
Universitas Sumatera Utara
Pengelolaan organisasi nirlaba seperti yayasan, tidaklah sama dengan mengelola bisnis. Perbedaan utama yang mendasar terletak pada cara organisasi memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitasnya. Kinerja finansial (return on investment, profit margin, dll) dapat dilakukan relatif lebih murah pada perusahaan. Tetapi bagi yayasan, sekalipun kinerja finansial itu penting, tidaklah mudah untuk menentukannya. 74 Sebagaimana telah dijelaskan terlebih dahulu, sumber dana utama yayasan diperoleh dari sumbangan dari pendiri dan donator lainnya yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari yayasan tersebut. Maka, bila sumber penerimaan kas yayasan semata-mata dari donasi atau bantuan menjadikan yayasan tersebut tidak mandiri. Jika suatu saat sumbangan atau bantuan dari para donator tersebut berkurang atau berhenti, maka kegiatan operasional yayasan menjadi terancam. Meskipun yayasan diperbolehkan meminjam dana dari bank, namun injaman tersebut harus dilakukan secara hati-hati. Ada kemungkinan yayasan akan mengalami kesulitan dalam mengembalikan pinjaman (dan bunga), karena kegiatan pokok yayasan belum tentu memberikan cashflow positif. Kalau pinjaman dilakukan untuk menopang kegiatan komersialnya, tentu pinjaman tersebut dapat diperhitungkan dengan prospek atau estimasi pendapatan dari kegiatan komersial. Bila di kemudian hari keputusan pinjaman uang ini menyebabkan yayasan menjadi pailit sehingga pengurus yayasan dianggap melakukan kesalahan, maka konsekuensinya akan ditanggung secara renteng oleh pengurus yayasan, sesuai dengan ketentuan pasal 39 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang berbunyi sebagai berikut: 74
Budi Untung, Reformasi Yayasan Perspektif Hukum Dan Manajemen, (Yogyakarta: Andi, 2002), hal. 134.
Universitas Sumatera Utara
(1) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalain pengurus dan kekayaan yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. (2) Anggota pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab seara tanggung renteng atas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) (3) Anggota pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan yayasan yang menyebabkan kerugian yayasan, masyarakat atau Negara berdasarkan putusan pengadilan, maka dalam jangka waktu lima tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi pengurus yayasan manapun. Kepailitan yayasan dilakukan berdasarkan Undang-undang Kepailitan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Bila yayasan tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit atau harta kekayaan tidak cukup untuk melunasi hutangnya, maka yayasan tersebut dapat dibubarkan. Ketentuan ini menjadikan beban pengurus yayasan terasa makin berat.75 Sejalan dengan diundangkannya Undang-undang yayasan, banyak muncul kritik terhadap undang-undang ini. Secara umum, timbul dua kritik besar terhadap Undang-undang yayasan dari perspektif gerakan filantropi76. Kritik tersebut adalah:
75
Ibid, hal. 136 Filantropi adalah tindakan seseorang yang mencintai sesama (manusia) sehingga menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain. Istilah ini umumnya 76
Universitas Sumatera Utara
1. Undang-undang yayasan mengedepankan sifat kontrol dan intervensi Kentalnya sifat mengontrol dan intervensi dari undang-undang yayasan ini mengemuka dalam beberapa hal, yang dapat dicontohkan di sini yaitu dalam pengaturan mengenai pendirian yayasan dan struktur internal organisasi. Dalam pendirian yayasan, tidak adanya kemudahan dalam hal proses pendirian sebuah yayasan merupakan salah satu bukti indikator bahwa undang-undang ini kental semangat kontrolnya. Proses pendirian sebuah lembaga filantropi seharusnya dibuat semudah mungkin sehingga akan mengakomodasi secara maksimal keinginan dan harapan dari setiap orang. Hal inilah yang tidak terlihat dalam undang-undang yayasan. Permasalahan utama pada proses pendirian yayasan ini adalah adanya proses pengesahan dari menteri kehakiman dan HAM (pasal 11 Undangundang Yayasan). Proses pengesahan ini secara intervensif, juga jelas menghambat lahirnya inisiatif-inisiatif masyarakat dalam pendirian yayasan-yayasan sehingga aspek-aspek mudah, cepat dan biaya ringan tadi tidak dapat tercapai. 77 Pendirian yayasan seharusnya dapat dibuat dengan mekanisme yang lebih efektif, yaitu pendaftaran. Proses pendaftaran cukup dengan akta notaris, bukannya proses pengesahan, seperti dilaksanakan di Belanda dan untuk organisasi non profit di beberapa Negara civil law lainnya (Bolivia, Brazil,
diberikan pada orang-orang yang memberikan banyak dana untuk amal. Seorang ini biasanya seorang kaya raya yang sering menyumbang kaum miskin. 77 Eryanto Nugroho, Undang-undang Yayasan Mempersempit Ruang Gerak Berorganisasi, (Jakarta: Koalisi Ornop Untuk RUU Yayasan, 2003), hal. 186.
Universitas Sumatera Utara
dan Italia) 78, contoh konkrit dan paling dekat dengan konteks hukum Indonesia adalah Wet op Stichtingen (Undang-undang Yayasan) Negara Belanda. Di dalam Wet op Stichtingen Stb. 327 tanggal 31 Mei 1986 masalah pendaftaran dapat dilihat pada pasal 7 Undang-undang Yayasan yang berbunyi: 79 “Pengurus berkewajiban, agar yayasan beserta nama, depan dan tempat tinggal dari pendiri atau pendiri-pendiri dan nama, nama depan dan tempat tinggal pengurus didaftarkan di dalam daftar pusta umum yang disediakan dan lagi pula pengurus harus mengusahakan agar salinan akta pendirian itu diumumkan pula. Selama pendaftaran dan pengumuman yang pertama belum dilaksanakan, adalah di samping yayasan, para pengurus untuk perbuatannya yang dilakukan atas nama yayasan bertanggung jawab tanggung menanggung”. Berdasarkan pasal 7 Undang-undang Yayasan tersebut dapat dilihat bahwa menurut Wet op Stishtingen, dalam melahirkan badan hukum yayasan di Belanda tidak diperlukan adanya pengesahan dari menteri kehakiman melainkan cukup hanya dengan mendaftarkan pada suatu register terpusat yang disediakan 80 untuk kemudian diumumkan. Pengaturan yang seperti ini jelas akan mendorong inisiatif-inisiatif masyarakat dalam melakukan aktivitas sosial yang pasti juga akan berdampak positif bagi perkembangan gerakan filantropi. Dibandingkan dengan yayasan di Belanda yang hanya perlu mendaftarkan diri di sebuah register terpusat di Kamer Van koopehendel en Fabrieken, yayasan di Indonesia harus mendapatkan pengesahan dari seorang menteri
78
The International Center for Non Profit Law, Handbook on Good Practices for Law Relating to Non Goernmental Organization (Discussion Draft), (World Bank, 1997), hal. 26. 79 Ali Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 117. 80 Registrasi dilakukan pada register umum di Kamar Dagang dan Pabrik (Kamer van Koophandel en Farieken). Lihat Chatamarrasjid, Op. cit, hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
kehakiman terlebih dahulu untuk diakui sebagai badan hukum yayasan. Belum lagi jika dilihat dalam Undang-undang Yayasan ada embel-embel “dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait” dalam proses pendirian sebuah yayasan. Pada struktur internal organisasi, undang-undang yayasan mengatur secara rigid/ kaku dan detail tentang internal organisasi sebuah yayasan. Undangundang yayasan telah mengatur mulai dari struktur baku organ-organ yayasan (Pembina, pengurus, pengawas), pengangkatan, pemberhentian, penggantian organ yayasan, hingga kuorum rapat. Pengaturan tentang internal governance dalam undang-undang yayasan ini nampaknya kurang didasari oleh kesadaran akan keberagaman jenis yayasan yang ada di Indonesia sehingga melahirkan pengaturan yang berlebihan seperti itu. Penyeragaman itu sebenarnya tidak perlu. Seharusnya undang-undang yayasan hanya mengatur hal-hal yang pokok saja mengenai internal organisasi ini. Dengan demikian, untuk pengaturan detail lebih lanjutnya diserahkan pada masing-masing organisasi yang akna dituangkan dalam anggaran dasar organisasi tersebut. 2. Undang-undang Yayasan cenderung menghambat, tidak memberikan fasilitas/ insentif Tidak ada
insentif bagi masyarakat
dalam
melakukan aktivitas
kedermawanannya. Klausul pelarangan untuk memberikan gaji bagi pengurus yayasan dan sama sekali tidak diaturnya fasilitas pajak bagi yayasan mencerminkan bahwa pembuatan undang-undang yayasan ini
Universitas Sumatera Utara
tidak disertai niat untuk mendorong semangat aktivitas filantropi di Indonesia. Tidak diperbolehkannya yayasan untuk menggaji pengurusnya banyak dipandang sebagai pengaturan yang tidak masuk akal. Berbeda dengan pendirian yayasan, adalah wajar bagi pengurus yang menjalankan roda kegiatan yayasan untuk mendapatkan honor ataupun gaji tetap. Sementara jika berbicara tentang kebijakan pajak di sektor filantropi ini, ada dua mekanisme yang biasa diterapkan dalam hal ini. Yang pertama ialah pengecualian pajak bagi lembaga (tax exemption) dan yang kedua adalah pengurangan pajak bagi donator (tax deduction). Dalam hal Undang-undang yayasan menyatakan bahwa pengaturan pajak tidak dimasukkan di sini dengan alasan akan dimuat dalam undang-undang pajak, tidaklah dapat diterima. Adalah benar bahwa pengaturan detail mengenai mekanisme perpajakannya akan diatur dalam undang-undang pajak, namun prinsip-prinsip fasilitas seperti tax exemption dan tax deduction sebenarnya bisa dicantumkan dalam Undang-undang yayasan. 81 Dalam hal yayasan tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 ayat (1) Undang-undang Yayasan berikut penjelasannya. Yayasan tersebut dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan, yakni pihak-pihak yang mempunyai kepentingan langsung dengan yayasan.
81
Eryanto Nugroho, Op. cit, hal. 186.
Universitas Sumatera Utara
Kekayaan yayasan yang berasal dari wakaf oleh Undang-undang Yayasan secara tegas ditentukan dalam pasal 26 ayat (3) bahwa kekayaan tersebut diatur berdasarkan ketentuan perwakafan. Ini sekaligus harus dijelaskan bahwa kekayaan yang berasal dari wakaf tidak dimasukkan dalam harta pailit, jika ketentuan perwakafan diberlakukan. 82 Mengapa demikian? Karena harta wakaf merupakan benda di luar perdagangan (res extra commercium) yang tidak dapat dijadikan objek jaminan dan oleh karna itu tidak dapat disita dan dieksekusi. 83 Dalam hal sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama sebagaimana dalam pasal 68 ayat (1) undang-undang yayasan, maka sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada negara dan tujuan yayasan tersebut (pasal 68 ayat (2) Undang-undang Yayasan). Dengan demikian, yayasan yang bubar dan masih memiliki sisa kekayaan, sisa kekayaannya tidak kembali kepada pendiri atau donator atau pembina atau pengurus atau pengawas, melainkan diserahkan kepada yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan yang bubar atau setidaknya kepada negara dengan penggunaan sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan tersebut. Jelas bahwa pendiri atau donator tidak dapat menerima kembali apa yang telah dipisahkan dan diserahkan dari sebagian hartanya kepada yayasan, dan organ yayasan tidak menerima sedikitpun bagian sisa dari kekayaan yayasan. Artinya kekayaan yayasan murni ditujukan untuk kegiatan yayasan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan.
82
Ignaius Ridwan Widhyadharma, Badan Hukum Yayasan (Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001), (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2001), hal. 38. 83 Fred B. G. Tumbuan, Kedudukan Hukum Yayasan dan Tugas Serta Tanggung Jawab Organ Yayasan, Lokakarya Sosialisasi Undang-undang Yayasan, diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Hukum Perseroan dan Kenotariatan (PPHN), Jakarta, 14 Agustus 2001, hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka apabila suatu yayasan berdiri di atas tanah yang berasal dari wakaf, maka tanah wakaf tersebut merupakan bagian dari harta kekayaan yayasan. Oleh karena itu, apabila terjadi pembubaran yayasan, maka tanah wakaf tempat yayasan berdiri tidak akan beralih kepada pihak manapun, termasuk dalam hal ini adalah kepada pendiri atau donator atau pembina atau pengurus atau pengawas, bahkan kepada waqif (yang mewakafkan), tetapi tanah wakaf akan diserahkan kepada yayasan lain yang memiliki maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan yang telah dibubarkan. Hal ini mengingat agar peruntukan tanah wakaf yang tidak berubah, yakni sesuai dengan yang dimaksudkan oleh pewakif (pihak yang mewakafkan).
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syari’ah. Pengaturan wakaf dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. 2. Sebelumnya adanya undang-undang yang mengatur tentang yayasan, kedudukan yayasan sebagai badan hukum (rechtspersoon) sudah diakui, dan diberlakukan sebagai legal entity, namun status yayasan sebagai badan hukum dipandang masih lemah karena tunduk pada aturan-aturan yang bersumber dari kebiasaan atau yurisprudensi. Yayasan diatur dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang yayasan dan telah diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 menyatakan bahwa yayasan merupakan badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. 3. Kekayaan yayasan yang berasal dari wakaf oleh Undang-undang Yayasan secara tegas ditentukan bahwa kekayaan tersebut diatur berdasarkan ketentuan perwakafan, maka kekayaan yang berasal dari wakaf tidak dimasukkan dalam harta pailit, jika ketentuan perwakafan diberlakukan,
Universitas Sumatera Utara
karena harta wakaf merupakan benda di luar perdagangan (res extra commercium) yang tidak dapat dijadikan objek jaminan dan oleh karena itu tidak dapat disita dan dieksekusi.
B. Saran 1. Hendaknya dalam undang-undang yayasan ditegaskan kembali mengenai pemisahan kekayaan dari pendiri kepada yayasan dilaksanakan dengan penyerahan hak milik kepada yayasan, sehingga menegaskan terjadinya hak milik atas kekayaan yang dipisahkan oleh pendirinya kepada yayasan. 2. Perlu adanya penyesuaian undang-undang yayasan dengan memberikan pengaturan yang tegas untuk melindungi kekayaan yayasan dengan memberikan pembatasan mengenai jenis-jenis kekayaan yayasan yang dapat dimiliki oleh suatu yayasan. Karena ketidakadaan pembatasan jenis kekayaan yang dapat diperkenankan untuk dimiliki yayasan, berarti tidak dapat secara tuntas menyelesaikan permasalahan dalam hal melindungi nilai kekayaan yayasan yang pada hakikatnya bersifat sosial tersebut. 3. Perlu ditentukan dengan jelas kedudukan tanah wakaf yang di atasnya telah didirikan suatu bangunan, kemudian yayasan dibubarkan atau dinyatakan pailit. Bagaimana dengan status tanah wakaf tersebut? Sedangkan bangunan di atasnya masuk dalam boedel pailit.
Universitas Sumatera Utara