BAB III PEMBACAAN QS. YŪSUF, QS. MARYAM, DAN QS. LUQMᾹN DALAM TRADISI TINGKEBAN
A. Tradisi Tingkeban di Medono Pekalongan Tingkeban merupakan upacara yang diadakan oleh wanita yang hamil pertama kali ketika janin atau kandungannya genap berusia tujuh bulan.1Dalam penyelenggaraan ritual ini ada beberapa rangkaian yang harus dilaksanakan diantaranya siraman, pembacaan surat al-Qur’an dan slametan. Dalam slametan banyak dijumpai adanya makanan-makanan yang mempunyai makna dan simbol yang terkandung didalamnya. Adapun ritual tingkeban yang setiap daerah maupun kelompok bisa berbeda, hal ini dikarenakan intensitas pengaruh budaya luar antara daerah yang satu dengan daerah yang lain berbeda. Pelaksanaan ritual tingkeban dalam suatu daerah atau kelompok masyarakat, ada yang berdasarkan
nilai-nilai
penyelenggaraan
ritual
ajaran Islam
tetapi
kebiasaan
terhadap
tingkeban itu tidak berdasarkan pada ketentuan
ajaran Islam, walaupun dalam Islam tidak ada larangan terhadap tradisi tersebut. Menurut Fathonah pelaksanaan tradisi atau ritual
tingkeban di
Medono pekalongan yaitu: “Tradisi tingkeban ten ndeso Medono benten kalih liyane, kerono dipon utamakake ten pengaosan tigo surat yoiku surah Maryam, Luqmān lan Surah Yūsuf. Pelaksanaanipon pengaosan tigo surat meniko inggih puniko 1
Mohdi Abdul Manaf, Buku Pintar Do’a dan Dziki rdari Kelahiran hingga Kematian, Penyunting Mohammad Nor Ichwan, (Semarang: Walisongo Publishing, 2012), hlm. 9.
40
41
diwaosaken ing dalu ingkang dipon pimpin kaliyan kyai sepuh, nanging sak derengipon pelaksanaanipon di kawiti tiang jama’ah ngususake dongo kalian si jabang bayi ingdalem kandunganipon ibu mbobot”.2 (Tradisi Tingkeban di Desa Medono berbeda dengan yang lain, karena di fokuskan pada pembacaan tiga surah yaitu surah Maryam, Luqmān dan Surah Yūsuf. Prosesi pembacaan tiga ayat tersebut di bacakan pada pagi hari yang di pimpin oleh kyai yang hafal qur`an dan ada sekitar 9 orang lainya yang bertugas hanya sebagai penyimak bacaan kyai tadi, akan tetapi sebelumnya prosesi di mulai terlebih dulu para jama’ah memanjatkan doa yang di khususkan untuk si jabang bayi yang ada dalam kandungan). Mengenai proses tradisi tingkeban di Medono Pekalongan tidak sama seperti yang dilakukan di tempat-tempat lain. Proses tradisi tingkeban di Medono Pekalongan melalui tahap pelaksanaan berurutan, bermula dari siraman, Slametan dan pembacaan QS. Maryam, QS. Yūsuf, dan QS. Luqmān. Berikut seperti yang di katakan oleh Muhibah adalah “Tradisi tingkeban dipon wiwiti kalian siraman ingkang gadahi arti puniko nyuciake serto calan simak lan jabang bayi ingdalem kandungan, lahiripon serto batinipon. Siraman dipon wiwiti teng pasugatan ingkang mpon dipon siapke khusus lan dipon toto ingkang awon, inggih puniko biasanipon jenengipon Krobogan utawi saget dipon laksanaake teng kamar Siram. Lajengipon yoiku ngaos surah Maryam, Luqmān dan Surah Yūsuf iku teng wektu tingkeban. Di waosaken enggal kalih tiang-tiang lajeng dipun semburke ing banyu banyunipon dipon unjuk kalih ibu ingkan mbobot lan dipon eluske ing ibu ingkang mbobot kalih ngarep keberkahanipon supados babaranipon babaranipon saget gampil. Serto ingkang paripurno yoiku lajeng iku prosesi selamatan dipon suguhake daharana margi kangge ngutarake roso syukur amargo mehipon angsal diparinggi lare puniko serto seneng lan akhiripon tradisi meniko dipon tutup kaih waosan dongo. (Tradisi tingkeban diawali dengan proses siraman yang artinya membersihkan serta menyucikan calon ibu dan bayi yang sedang dikandung, lahir maupun batin. Siraman dilakukan di tempat yang disiapkan secara khusus dan di dekor indah, disebut krobogan atau bisa juga dilakukan di kamar mandi. Selanjutnya ialah membacakan surah Maryam, Luqmān dan Surah Yūsuf itu pada waktu tingkeban. Dibacakan langsung oleh orang-orang pintar terus di tiupkan pada air dan airnya itu untuk diminum ibu hamil serta dioleskan pada perut ibu hamil dengan harapan agar anaknya dapat berkah 2
Fathonah, Warga Medono yang sedang hamil 6 Bulan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 8 Maret 2016.
42
sehingga bisa lahir dengan mudah. Selanjutnya yang terakhir, setelah itu prosesi selamatan yang menyuguhkan makanan sebagai rasa syukur karena akan dilahirkannya seorang anak dan diakhiri dengan do’a).3 Sedangkan pelaksanaan tradisi tingkeban menurut Mimin Suciati, menambahkan bahwa: “Tradisi tingkeban ingkang paling utomo yoiku ngaos surah Maryam, Luqmān dan Surah Yūsuf iku wektu Tingkeban. Di waosaken enggal kalih tiang-tiang lajeng dipun semburke ing banyu banyunipon dipon unjuk kalih ibu ingkan mbobot lan dipon eluske ing ibu ingkang mbobot kalih ngarep keberkahanipon supados babaranipon babaranipon saget gampil mboten kados operasi”.4 (Menurut Mimin Suciati, tradisi Tingkeban yang paling penting ialah mengaji surah Maryam, Luqmān dan Surah Yūsuf itu pada waktu Tingkeban. Dibacakan langsung oleh orang-orang pintar terus di tiupkan pada air dan airnya itu untuk diminum ibu hamil serta dioleskan pada perut ibu hamil dengan harapan agar anaknya dapat berkah sehingga bisa lahir dengan mudah tanpa harus operasi). Kemudian pendapat Muhaimi terhadap tradisi tingkeban lebih rinci yaitu: “Pelaksanaanipun Tingkeban ten ndeso Medono Kota Pekalongan dipun pimpin kalih pak Kyai utawi sesepuh, sak lajengipun pak Kyai ngususake dongo kangge si jabang bayi ten dalem weteng, lajeng nenem tiang ngaos surah Maryam, Luqmān dan Surah Yūsuf lan jama’ah lio mirengke. Nangging sak sampunipon tingkeban ibu ingkang mbobot tetep dipun anjuraken maos tigang surat puniko, nanging ing dalem tradisi niku mboten angsal ketinggalan pengaosan lan pelaksanaanipon Tingkeban niku sak derengipon walimatul Khamli.”5 (Pelaksanaan Tingkeban di Desa Medono Kota Pekalongan di pimpin oleh Kyai atau sesepuh, kemudian sang Kyai mengkhususkan doa untuk sang jabang bayi yang ada dalam kandungan, selanjutnya sembilan orang membaca surah Maryam, Luqmān dan Surah Yūsuf serta jama’ah yang lain mendengarkan. Akan tetapi setelah Tingkeban pun si ibu hamil tetap dianjurkan membaca tiga surah tadi, hanya saja dalam tradisi tingkeban itu tidak boleh ketinggalan pembacaannya serta pelaksanaan tingkeban itu sebelum walimatul khamli).
3
Muhibah, Guru, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 8 Maret 2016. Mimin Suciati, Warga Medono yang sedang hamil 7 Bulan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 5 Maret 2016. 5 Muhaimi, Sesepuh warga Medono, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 10 Maret 2016. 4
43
Selanjutnya Kyai Haji Zakaria Ansor mengatakan di dalam pelaksanaan tradisi tingkeban bahwa: “Pelaksanaanipon Tingkeban iki dipon pimpin kalian Kyai utawi sesepuh, lajeng Kyai meniko khususke dongo kangge jabang bayi ten dalem kandungan, onopun waosanlan dongo ten tradisi Tingkeban meniko antawisipon: “Ila khadrotin Nabbiyil Mustofa Muhammadin sholallu alaihi wassalama wa ala alihi wa sohbihi ajma’ien. La hummul fatihah........ ( Kehadirat Nabi kito , Nabi Muhammad SAW, sanak famili sedoyo, kaliyan sedoyo....... lajengipon maos surah al-Fatihah). lajeng tawassul kaliyan poro nabi lan rosul, poro syuhada, porotiang-tiang ingkang soleh, poro wali, poro ulama’ kalih nyuwun ridho sedoyo, saking kaum Muhajirin lan Ansor lan khususipon Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, lajengipon kalihngaos al-Fathihah. Selajengipon, tawassul kalih si jabang bayi supadosdipon diparingi keselamatan lan diparingi kegampilan kalih Allah SWT. Lajeng meniko 9 tiang ngaossurah Maryam, Luqmān lan Surah Yūsuf lan jama’ah lintunipon mirengake, lajeng iku prosesi selamatan dipon suguhake daharanamargi kangge ngutarake roso syukur serto seneng lan akhiripon tradisi meniko dipon tutup kaih waosan dongo.”6 (Prosesi Tingkeban di pimpin seorang Kyai atau sesepuh, kemudian sang Kyai mengkhususkan doa untuk sang jabang bayi yang ada dalam kandungan, adapun bacaan dan do’a pada tradisi Tingkeban tersebutadalah sebagai berikut: “Ila khadrotin Nabbiyil Mustofa Muhammadin sholallu alaihi wassalama wa ala alihi wa sohbihi ajma’ien. La hummul fatihah........(Kepada hadirat Nabi yang terpilih, Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya semua, bagi mereka....... kemudian membaca surah al-Fatihah). Kemudian tawassul kepada para nabi dan rasul, para syuhada, para orang-orang saleh, para wali, para ulama’ yang ridho pada mereka, dari kaum Muhajirin dan Ansor dan khususnya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, lalu dilanjutkan dengan membaca al-Fathihah. Selanjutnya, tawassul kepada si jabang bayi agar diberi keselamatan dan diberi kemudahan oleh Allah SWT. Setelah itu 9 orang membaca surah Maryam, Luqmān dan Surah Yūsuf serta jama’ah yang lain mendengarkan, setelah itu prosesi selamatan yang menyuguhkan makanan sebagai rasa syukur dan diakhiri dengan do’a). Dari beberapa pendapa di atas, penelliti memahami secara singkat bahwa tradisi atau ritual tingkeban di Medono pekalongan terbagi menjadi
6
Zakaria Ansor, Kyai: Pengasuh Pondok Pesantren al-Mubarok Medono Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 9 Maret 2016.
44
tiga tahapan antara lain: bermula dari siraman, pembacaan QS. Maryam, QS. Yūsuf, dan QS. Luqmān dan Slametan.
B. Dasar Masyarakat Medono dalam Melakukan Tradisi Tingkeban. Ritual atau tradisi
merupakan kegiatan yang identik dengan adat
istiadat. Hanya saja dalam pemahaman masyarakat Islam sedikit tidak ada perbedaan. Adat istiadat biasanya dipakai sebagai tindakan atau tingkah laku yang berdasarkan pada nila-nilai agama, sedangkan ritual atau tradisi adalah tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat. Penggunaan adat atau ritual sebagai sumber hukum Islam selaras dengan ketentuan yang menurut Ahmad Azhar Basyir meliputi: 1.
Dapat diterima dengan kemantapan oleh masyarakat berdasarkan pada pertimbangan
akal
sehat
dan
sejalan dengan tuntutan watak
pembaruan manusia. 2.
Menjadi kemantapan umum dalam masyarakat dan dijalankan secara terus menerus
3.
Tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah.
4.
Benar-benar telah ada pada saat hukum-hukum ijtihadiyah di bentuk
5.
Dirasakan oleh masyarakat karena
mempunyai
ketentuan yang
mengikat, mengharuskan ditaati dan mempunyai akibat hukum.7
7
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Adat Bagi Umat Islam, (Yogyakarta: Fakultas UII, 1993),
hlm. 30.
45
Dasar yang dipahami oleh masyarakat Medono dalam melakukan tradisi tingkeban antara lain di ungkapkan oleh salah satu warga yaitu Bpk Yahya bahwa: “Dasaripon mendetipon hukum ing dalem tradisi Tingkeban inggih meniko: al-Qur’an, Hadits, Ijma’ lan Qiyas. Lajeng ing dalem ijma’ ulama’ piyambak ing dalemipon enten panutan-panutan ingkang sae saking poro tiang-tiang pinter, yoiku ngentenake slametan lan pengaosan ayat ayat al-Qur’an kangge ibu ingkang mbobot. Inggih meniko, kangge ibu ingkang mbobot lajeng babaran inggih jiwo rogo dados taruhanipon amargi sanget utami anggene pandongone. Lajeng, ten ndesa medono niki kito manut kaliyan sesepuh-sesepuh rumiyen yoiku nganjuraken ngatahngatahi maos al-Qur’an khususipon surah Maryam, Yusuf dan Luqman, kerono ten tigo surat meniko katah sanget paedahipon, antawisipon: biyasah dipon wuruki kaleh simbah-simbah kito rumiyen supados babaranipon lare saget gampil lan budi pekertinipun sae kados Nabi Yūsuf, Luqmānul Hakim serta Maryam. Dianjurake mawi tiang jaler kangge maringgi donggo kagge tiang estrinipun supados lancar anggenipon babaran”.8 (Dasar pengambilan hukum dalam tradisi tingkeban diantarannya dari: alQur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Kemudian di dalam Ijma’ ulama itu sendiri di dalamnya ada tuntunan-tuntunan yang baik dari Salafus Sholihin, yaitu mengadakan slametan dan juga membaca ayat ayat alQur’an untuk Ibu hamil. Oleh karena itu, bagi Ibu hamil ketika melahirkan taruhannya nyawa sehingga sangat perlu untuk banyak berdoa. Kemudian, di Desa medono ini kita ikut kepada simbah-simbah dulu yaitu menganjurkan untuk banyak membaca al-Qur’an khususnya surah Maryam, Yūsuf dan Luqmān, karena dalam tiga surah diatas memiliki banyak faedah, diantaranya: yang sering diajarkan oleh simbah-simbah kita dulu agar anaknya lahir dengan mudah dan berahlak mulia seperti Nabi Yūsuf, Luqmānul Hakim serta Maryam. Dianjurkan juga agar tidak hanya istri tapi juga calon bapaknya untuk membantu mendoakannya). Selanjtnya dasar yang masyarakat Medono pahami juga diutarakan oleh Ibu Syakiroh, yaitu: “Masyarkat ndeso iku ngelakoni tradisi tingkeban iku amarga sesepuh rumiyen ten ndeso medono bola-bali ngelakokake tingkeban kangge lare estrine inkang mpun nikah lan sak lajenge mbobot pitung sasi. Sebab meniko, tingkeban dados acoro ritual ingkang dipun laksanaake toron-
8
M. Yahya, Ustad, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 3 Maret 2016.
46
temoron serto dipun dadosake marang masyarakat ndeso Medono kanggo ngelaksanaake ritual puniko ngantos sak niki.9 (Masyarakat Medono melakukan tradisi tingkeban itu karena sesepuh Desa Medono selalu mengadakan tingkeban untuk anak wanitanya yang telah menikah dan kemudian hamil 7 bulan. Oleh karena itu, tingkeban menjadi acara ritual yang selalu dilakukan secara turun temurun serta di jadikan dasar masyarakat Medono untuk melakukan ritual itu sampai sekarang). Menurut pendapat Ust. Shomad, dasar yang saya pahami dalam pelaksanakan tradisi tingkeban ialah: “Dasaripon tradisi tingkeban yoiku hadis. Nangging kulo mboten apal hadis meniko. Yoiku hadise slametan. Lajeng tujuanipon saking pengaosan surah-surah al-Qur’an ing tradisi tingkeban meniko, sanjangipon tiang sepuh kulo supados larenipon slamet, mboten saket, gampil babaranipon, ayu kados maryam, gagah kados Yūsuf lan budi pekertinipon sae kados Luqmān. Inggih meniko dasaripon pengaosan tigo surat kangge lare ing dalem kandungan ibu meniko amargo sejatosipon ngalap barokahipun saking ayat-ayat al-Quran meniko”.10 (Menurut Ust. Shomad, dasar tradisi Tingkeban yaitu hadis. Akan tetapi saya tidak hafal hadisnya, yaitu hadis tentang Slametan. Kemudian tujuan dari pembacaan surah-surah al-Qur’an dalam tradisi Tingkeban itu, menurut orang tua saya dulu agar anaknya slamet, tidak cacat, lahirnya mudah, cantik seperti Maryam, ganteng seperti Yūsuf dan berakhlak seperti Luqmān. Oleh karena pada dasarnya membacakan tiga surah pada janin yang ada dalam kandungan ibunya itu merupakan Tafa’ulan atau mengharap berkah dari masing-masing ayat tersebut). Lebih lanjut, pendapat masyarakat Medono terhadap dasar tradisi tingkeban di kuatkan juga oleh pendapat Kyai Zakaria Ansor, menurutnya: “Darsaripon ing dalem pelaksanaanipon tradisi Tingkeban meniko yoiku sumberipon enten kaleh: 1. Tuntunan Agami Agami nyanjangi kito supadoso usaha kalih pandongo, kerono lare ingkang ten kandunganipon ibu inggih puniko kito mboten amagertosi nangging Allah ingkang menggertos. Amargo kito mboten amagertosi meniko, kito sagetipun amung usaha kalih dongo kaliyan Allah supados larenipon ingkang ten kandunganipon dipon paringi keselametan. 2. Tradisi 9
Syakiroh, Guru, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 11 Maret 2016. Shomad, Ustad, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 7 Maret 2016.
10
47
Ten dalem tradisi ingkang dipon turunake saking sesepuh kito rumiyen niku becikipon kito tetep budidoyoake kerono tradisi meniko tujuanipon sae lan katah paedahe. Nangging menawi mboten nentang kaleh syari’at Islam lan mboten nentang aturan negoro, nanging intinipon tradisi puniko enten amargo enten keprihatinan utawi kesupenan punopo-nopo ingkang dereng kemestiane”.11 (Menurut pendapat Kyai Zakaria Ansor, Dasar dalam tradisi tingkeban itu adalah bersumber dari dua faktor: 1. Tuntunan Agama Agama menyuruh kita untuk berusaha dan berdoa, oleh karena bayi yang ada di dalam rahim ibu adalah sebuah misteri yang hanya di mengerti oleh Allah. Maka dari misteri tersebut, kita hanya bisa berharap dengan cara berusaha dan berdoa kepada Allah agar anak yang ada di dalam kandungan kelak di beri keselamatan. 2. Tradisi Di dalam tradisi yang turun temurun dari sesepuh kita terdahulu itu sebaiknya kita tetap lestarikan karena tradisi mereka itu memang tujuannya baik dan mempunyai manfaat. Akan tetapi jika tidak bertentangan dengan syari’at Islam dan tidak tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah, jadi intinya bukan berarti tradisi itu berkembang dari sebuah Ceremony tapi pada dasarnya tradisi itu sebuah keprihatinan masyarakat pada suatu kejadian serta masyarakat itu terbiasa melakukan ritual atau tirakat ketika terjadi kepanikan dan ketidak jelasan akan suatu kejadian). Dari uraian di atas sangat jelas bahwa dasar dalam pelaksanaan tradisi tingkeban itu ialah kebiasaan yang turun-temurun dari sesepuh yang dilaksanakan di Medono bahkan di berbagai daerah di Indonesia, selain guna mengungkapkan rasa syukur kepada yang maha kuasa, serta masyarakat juga percaya bahwa jika tidak melaksanakan tradisi ini dikhawatirkan keluarga tersebut (calon ibu) akan mendapatkan bala yang berdampak pada kelahiran dan kesehatan anaknya.
11
Zakaria Ansor, Kyai: Pengasuh Pondok Pesantren al-Mubarok Medono Kota Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 9 Maret 2016.
48
Kemudian, dasar dalam tradisi tingkeban itu berasal dari agama yang menyuruh kita untuk berusaha dan berdoa, oleh karena bayi yang ada di dalam rahim ibu adalah sebuah misteri yang hanya di mengerti oleh Allah. Maka dari misteri tersebut, kita hanya bisa berharap dengan cara berusaha dan berdoa kepada Allah agar anak yang ada di dalam kandungan kelak di beri keselamatan.
C. Makna Pembacaan QS. Yūsuf, QS. Maryam, dan QS. Luqmān dalam Tradisi Tingkeban Tradisi tingkeban dalam masa kehamilan hakekatnya merupakan upacara peralihan sebagai sarana menghilangkan petaka.
Jadi semacam
inisiasi yang menunjukkan bahwa upacara itu merupakan penghayatan unsur kepercayaan lama. Pada tradisi tingkeban diadakan slametan, dengan harapan agar ibu yang mengandung dan juga bayi yang akan dilahirkan memperoleh keselamatan dan tidak ada kesulitan. Menurut pendapat warga Medono yaitu Ibu Syakiroh, bahwa: “Syakiroh nuturaken, ing dalem tradisi tingkeban yoiku pengaosan QS. Yūsuf, QS. Maryam, dan QS. Luqmān saget diamalaken kapan mawon wedale khususipon kangge ibu ingkang mbobot, nangging katahipon masyarakat ndesa Medono ngutamakake acoro tingkeban pengaosan surat al-Qur’an meniko ten umur pitung sasi mbobot kangge ngalap keberkahan saking surat al-Qur’an iku.”12 (Menurut Syakiroh, dalam tradisi tingkeban yaitu pembacaan QS. Yūsuf, QS. Maryam, dan QS. Luqmān dapat dilakukan kapan saja terutama bagi ibu hamil, namun kebanyakan masyarakat Medono selalu menekankan pembacaan surah al-Qur’an tersebut di usia 7 bulan kehamilan untuk mendapatkan keberkahan dari surah al-Qur’an itu sendiri).
12
Syakiroh, Guru, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 11 Maret 2016.
49
Kemudian, salah satu warga medono memaknai pembacaan QS. Maryam, QS. Yūsuf, ,dan QS. Luqmān di dalam tradisi tingkeban yaitu Ibu Fathonah, bahwa pembacaan QS. Maryam, QS. Yūsuf, ,dan QS. Luqmān dalam tradisi Tingkeban ialah: “Fathonah amangerteni pengaosan QS. Maryam, QS. Yūsuf, ,dan QS. Luqmān ingdalem tradisi tingkeban meniko sintenke mawon ingkang ngaos QS.Maryam mangke larenipun ayu kados dewi maryam serto babaranipun saget lancar kados babaranipun dewi Maryam tanpo operasi. Tapi sintenke ingkang maos QS. Yūsuf mangke larene gagah kados nabi Yūsuf serto sintenke mawon sing maosQS. Luqmān mangke larene dados bijaksono kados Luqmānul Hakim”.13 (Fathonah memaknai pembacaan QS. Maryam, QS. Yūsuf, ,dan QS. Luqmān dalam tradisi tingkeban bahwa siapa yang membaca QS. Maryam kelak anaknya akan cantik seperti Dewi Maryam serta lahirnya mudah seperti proses persalinan Dewi Maryam tanpa harus operasi. Akan tetapi siapa yang membaca QS. Yūsuf maka anaknya akan ganteng seperti Nabi Yūsuf serta barang siapa yang membaca QS. Luqman maka anaknya akan bisa bijaksana seperti halnya Luqmānul Hakim). Selanjutnya, Kyai Zakaria Ansor memaknai pembacaan QS. Maryam, QS. Yūsuf, ,dan QS. Luqmān di dalam tradisi tingkeban, bahwa: “Kalih wasilah pengaosan QS. Yūsuf, QS. Maryam, dan QS. Luqmān teng tradisi tingkeban meniko tujuanipon inggih meniko ngalap keberkahan saking ayat-ayate meniko”.14 (Sedangkan menurut Kyai Haji Zakaria Ansor, dengan wasilah pembacaan QS. Yūsuf, QS. Maryam, dan QS. Luqmān dalam tradisi tingkeban tersebut tujuannya adalah tafa’ulan atau mengharapkan berkah dari masing-masing ayat tersebut). Setelah peneliti cermati bahwa masyarakat Medono memaknai pembacaan QS. Maryam, QS. Yūsuf, dan QS. Luqmān di dalam tradisi tingkeban tujuannya adalah tafa’ulan atau mengharapkan berkah dari masingmasing ayat tersebut.
13
Fathonah, Warga Desa Medono yang sedang hamil 6 Bulan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 8 Maret 2016. 14 Zakaria Ansor, Kyai: Pengasuh Pondok Pesantren al-Mubarok Medono Kota Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 9 Maret 2016.