Berikut adalah transrip dari Khutbah Jum'at yang disampaikan oleh Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi -hafizhahullaah- (Mudir Ma'had As-Sunnah Makassar) yang disampaikan pada tanggal 30 Maret 2012.
(QS. Ali 'Imran: 102)
(QS. An-Nisa': 1)
. (QS. Al-Ahzab: 70-71)
Ma'syiral muslimin jama'ah jum'at -rahimakumullaah-,
Kenaikan harga adalah krisis yang telah menimpa manusia semenjak zaman dahulu. Dan fenomena ini masih terus berlanjut di tengah manusia hingga di hari-hari ini yang kita saksikan di berbagai negeri termasuk di negeri kita ini. Namun yang menjadi permasalahan dalam menghadapi kenaikan harga tersebut bukan kepada memandang dzahir dari kenaikan harga tapi seharusnya seorang melihat sebab-sebab yang menyebabkan naiknya harga tersebut. Karena kenaikan harga adalah bentuk dari bala', bentuk dari ujian, cobaan, dan musibah. Kenaikan harga meyebabkan kesempitan di dalam makanan, membuat orang yang miskin semakin kekurangan dan membuat orang-orang yang lapang menjadi sempit. Kenaikan harga membuat tersebarnya penyakit karena sulitnya seseorang untuk memenuhi kebutuhannya di dalam pengobatan. Kenaikan harga mempersempit di dalam banyak hal yang telah kita maklumi. Dan telah berlalu di dalam sejarah manusia bagaimana kenaikan harga tersebut menimbulkan musibah yang sangat besar sehingga di sebagian negara yang sebagian penduduknya memakan bangkai karena tidak menemukan harta yang dia pegang untuk memenuhi kebutuhannya. Karena itulah fenomena ini hendaknya dilihat dari segala sudut dan segala hal yang dengannya kita bisa menyelesaikannya. Bukan hanya melihat kepada sebatas harga naik, kemudian orangorang yang miskin menjadi kekurangan, menjadi sempit, tetapi seharusnya dia melihat apa sebab utama yang menyebabkan musibah dan petaka ini turun menimpa manusia. Diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad, dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Dari Anas bin Malik -radhiallaahu Ta'ala 'anhu- beliau bertutur:
Manusia berkata, "Yaa Rasulallaah, harga telah menjadi mahal (naik), maka tetapkanlah harga untuk kami." Para shahabat mendatangi Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- di mana di suatu keadaan harga di pasar di kota Madinah naik, maka mereka meminta kepada Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- agar beliau menetapkan harga. Ketetapan yang dengannya orang-orang miskin bisa menjangkau harga tersebut dan orang-orang kaya tetap mendapatkan keuntungan tetapi tidak berlebihan di dalamnya. Maka Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- menjawab,
"Sesungguhnya Allah, Dialah yang menetapkan harga itu, Dialah Allah yang melapangkan, Dialah Allah yang menyempitkan, serta Dialah Allah yang memberikan rizki. Dan sesungguhnya saya berharap agar menghadap Allah -Subhanahu wa Ta'ala- dalam keadaan tidak ada seorang
pun dari kalian yang menuntutku di dalam kedzaliman terhadap darah maupun kedzaliman di dalam harta." Pehatikan bagaimana Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- menjawab kenaikan harga di masa beliau. Beliau jelaskan bahwa kenaikan harga itu adalah ketentuan dari Allah -Subhanahu wa Ta'ala. Dialah Allah yang menetapkan harga tersebut, Allah -Subhanahu wa Ta'ala- yang mengatur seluruh hal itu, Dialah Allah yang melapangkan rizki, Dia pulalah yang menyempitkan dan menahan rizki dari sebagian orang. Allah berfirman,
"Allah meluaskan rizki dan menyempitkannya, bagi siapa yang Dia kehendaki." (QS Ar-Ra'd: 26) Maka kenaikan harga tersebut diarahkan oleh Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- untuk diselesaikan dengan melihat makna kejadian, musibah yang menimpa tersebut bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala- yang menaikkan harga tersebut. Kalau seluruhnya kembali kepada Allah, maka ini kaitannya kepada sejumlah perkara. Pertama, di dalam menyelesaikan dan di dalam memperbaiki kenaikan harga yang menimpa manusia hendaknya mereka selalu memeriksa keimanan yang ada pada mereka. Keimanan kepada Allah, keimanan kepada kitab-kitabNya, keimanan kepada rasul-rasulNya, keimanan kepada para malaikat, keimanan kepada hari akhirat, dan keimanan kepada takdir Allah yang baik maupun yang buruk. Dialah yang menakdirkan seluruh hal tersebut, dan Dialah Allah Subhanahu wa Ta'ala- yang menetapkan segala musibah yang menimpa manusia. Karena itu andaikata ada seorang hamba yang berpegang dan memperbaiki keimanannya kepada Allah -Subhanahu wa Ta'ala- tidak akan ada masalah dengan kenaikan harga itu. Karena Allah telah menjamin,
"Andaikata penduduk negeri beriman dan bertakwa pasti akan Kami bukakan untuk mereka berbagai berkah dari langit dan bumi. Namun mereka mendustakan, maka Kami pun menyiksa mereka atas dosa yang mereka kerjakan." (QS. Al-A'raf: 96) Keimanan yang dengannya seorang hamba itu bisa menyelesaikan semua masalah yang dia hadapi, segala musibah yang menimpanya. Apalagi hanya sekedar kenaikan harga yang di mana Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam- telah menerangkan bahwa umat ini tidak akan dibinasakan dengan kefaikran, umat ini tidak akan dibinasakan oleh Allah -Subhanahu wa
Ta'ala- dengan penyakit tha'un yang menyebabkan mereka kelaparan, menderita penyakit. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan yang diriwayatkan oleh Al-Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Al-Miswar bin Makramah,
"Demi Allah bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan terhadap kalian, akan tetapi yang saya khawatirkan terhadap kalian dibukakan dunia bagi kalian sehingga kalian pun berlomba-lomba di dalam menggapainya. Kemudian kalian pun dibinasakan oleh dunia sebagaimana orang-orang sebelum kalian berlomba-lomba di dalam menggapainya kemudian mereka dibinsakan." Maka dunia yang terbuka, berbagai kesenangan dan bentuk berlebihan menyebabkan manusia banyak terjatuh ke dalam hal-hal yang dibenci oleh Allah -Subhanahu wa Ta'ala-. Hal-hal yang menyebabkan datangnya dan turunnya musibah serta malapetaka tersebut. Kemudian di dalam hadits ini, Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- mengingatkan bahwa di dalam menetapkan harga kadang berkaitan dengan masalah kedzaliman. Karena itu Rasulullah sendiri tidak menetapkannya dan beliau menyatakan bahwa hak menetapkan itu adalah milik Allah karena Allah adalah yang Maha Menetapkan (ُ
).
Kemudian Rasulullah bersabda,
"Dan sesungguhnya saya berharap agar menghadap Allah -Subhanahu wa Ta'ala- dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku di dalam kedzaliman terhadap darah maupun kedzaliman di dalam harta." Beliau menjelaskan bahwa penetapan harga tersebut adalah bentuk dari kedzaliman. Karena itu sepakat para ulama secara global bahwa penetapan harga adalah hal yang diharamkan dan pemerintah tidak memiliki hak di dalam hal ini kecuali kalau ada bahaya yang menimpa manusia yang ada di dalamnya. Apabila misalnya terjadi sebagian dari pedagang memonopoli pasar kemudian menaikkan harga yang menyebabkan orang-orang terdzalimi maka di sini pemerintah punya hak menegakkan keadilan untuk menetapkan harga yang selayaknya yang cocok bagi si pedagang dan merupakan rahmat bagi si pembeli. Kemudian beberapa bentuk yang diterangkan oleh para ulama tentang bolehnya pemerintah menegakkan atau mengatur di dalam harga, dan seluruh hak tersebut kembali kepada menegakkan keadilan dan mencegah bahaya dan kedzaliman. Karena Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh ada pembahayaan." (Diriwayatkan oleh sejumlah shahabat. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil no. 896) Maka kedzaliman ini adalah hal yang diingatkan oleh Rasulullah, jangan sampai seseorang itu terjatuh di dalamnnya. Karena itu harus diingat bahwa kenaikan harga mempunyai banyak sebab. Di antara sebabnya juga -yang ini sebab yang kedua atau yang ketiga- setelah kita sebutkan sebab yang pertama: kurang perhatian dengan makna keimanan, dan sebab yang kedua: kecintaan terhadap dunia sehingga melalaikannya terhadap yang wajib, kemudian sebab yang ketiga: banyaknya dosa dan maksiat. Allah -Subhanahu wa Ta'ala- berfirman,
"Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan karena perbuatan tangan-tangan manusia, hal tersebut agar supaya Allah membuat mereka merasakan sebagian akibat dari perbuatan mereka sendiri supaya mereka sadar kembali kepada Allah -Subhanahu wa Ta'ala-" (QS. Ar-Rum: 41) Dan Allah di ayat yang lain juga mengingatkan,
"Dan apa yang menimpa kalian dari musibah maka itu adalah disebabkan karena perbuatan tangan-tangan kalian. Dan Allah -Subhanahu wa Ta'ala- banyak memaafkan kalian." (QS. AsySyura': 30) Diriwayatkan dari Al-Imam Ibnu Majah dan dari yang selainnya, dalam sebuah hadits yang dihasankan oleh Syaikh Al-Albani -rahimahullah- dari beberapa jalannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Wahai sekalian Muhajirin, lima perkara apabila menimpa kalian, dan aku berlindung kepada Allah dari kalian menjumpainya: (Pertama) tidaklah merebak perbuatan dosa (kekejian) itu di suatu kaum sehingga mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan merebak di tengah-tengah mereka penyakit tha’un dan kelaparan yang tidak pernah ada ada pada generasi sebelumnya."
Dan ini telah kita saksikan, berbagai penyakit telah kita saksikan di masa ini, penyakit-penyakit yang tidak pernah di dengar oleh sejarah umat-umat terdahulu.
"(Kedua) tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan disiksa dengan kemarau yang panjang, krisis pangan, dan kesewenang-wenangan penguasa." Ini karena mereka mengurangi takaran dan timbangan. Ini (dapat) kita saksikan di pasar-pasar apakah itu di pasar terbuka ataupun di pasar resmi adalah hal yang wajar. Kalau dikatakan dijual empat kilo sepuluh ribu maka dia sudah paham bahwa itu empat kilo bukan dua kilo. Dan mengurangi timbangan ini adalah hal yang sudah tersebar, kalau sudah terjadi maka Nabi mengingatkan (bahwa) akan terjadi kemarau yang panjang, krisis pangan, dan kesewenangwenangan penguasa.
"(Ketiga) tidaklah mereka menunda untuk mengeluarkan zakat harta mereka kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka. Dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, manusia tidak akan diberi hujan sama sekali." Dan menahan zakat ini adalah hal yang biasa di tengah kaum muslimin, dia memiliki harta tapi tidak pernah merasa dan menghitung apa kewajibannya di dalam harta tersebut.
"(Keempat) tidaklah mereka melanggar janji Allah dan janji Rasul-Nya, kecuali akan Allah jadikan musuh yang bukan dari kalangan mereka yang berkuasa terhadap mereka kemudian para musuh itu mengambil sebagian harta yang ada pada mereka." Dan ini (dapat) kita lihat dari sebagian negeri kaum muslimin, memiliki berbagai kekayaan, memiliki berbagai sumber penghasilan, hal yang dengannya bisa membuat mereka berkecukupan, tetapi kekayaan dan kecukupan mereka bukan untuk mereka tapi (jadi) milik orang lain.
"(Kelima) tidaklah para penguasa mereka tidak berhukum dengan Kitabullah yang diturunkan oleh Allah, kecuali Allah akan menjadikan kehancuran di antara sesama mereka."
Ini lima perkara yang diterangkan oleh Rasulullah akibat dosa dan kemaksiatkan yang dilakukan. Karena itulah adanya krisis, adanya kenaikan harga itu hendaknya perkara yang selalu kita lihat bahwa sebabnya ada pada diri kita. Kemudian di antara hal yang hendaknya kita perhatikan dari jawaban Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- ketika beliau ditanya tentang kenaikan harga beliau menyatakan,
"Sesungguhnya Allah, Dialah yang menetapkan harga itu, Dialah Allah yang melapangkan, Dialah Allah yang menyempitkan, serta Dialah Allah yang memberikan rizki." Maka dari jawaban Nabi ini bisa diambil penyelesaian dari yang lainnya bahwa di antara hal yang mengangkat musibah tersebut, menyebabkan kelapangan di tengah manusia adalah agar mereka menjaga diri di atas ketakwaan. Dan takwa itu dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan segala larangannya. Itulah makna keimanan kepada Allah, percaya kepadaNya. Allah -Subhanahu wa Ta'ala- berfirman,
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, Allah jadikan baginya jalan keluar dan dia akan diberi rizki dari arah yang tidak disangka." (QS. At-Talaq: 2-3) Kemudian di antara hal yang hendaknya kita ingat bahwa beristighfar memohon ampun kepada Allah -Subhanahu wa Ta'ala- adalah hal yang menyebabkan terangkatnya musibah kelaparan ini, musibah krisis dan kenaikan harga. Beristighfar kepada Allah, banyak bertaubat kepadaNya, karena itu seruan para Nabi adalah untuk hal ini. Nabi (Hud) pun berkata,
"Wahai kaumku, beristighfarlah kalian kepada Rabb kalian dan bertaubatlah kepadaNya, pasti Allah akan menurunkan hujan melimpah ruah untuk kalian, dan akan menambah kekuatan untuk kalian selain kekuatan yang telah kalian miliki." (QS. Hud: 52) Dan Nabi Nuh 'alaihis sallam berkata,
"Saya berkata kepada kaumku, beristighfarlah kalian kepada Rabb kalian karena sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Kalau kalian selalu beristighfar pasti Allah akan menurunkan hujan dari langit dengan berlimpah ruah dan melapangkan untuk kalian kebun-kebun dan anak keturunan kalian. Dan Allah akan menjadikan untuk kalian sungai-sungai yang mengalir." (QS. Nuh: 1012) Demikianlah kebaikan dari beristighfar ini, karena itulah hendaknya kita memperhatikan dan selalu mengingat bahwa pada segala musibah yang menimpa tentunya ada sebab dari diri kita dan ada penyelesaiannya juga kembali kepada kita sendiri.
Khutbah Kedua
Kaum muslimin jama'ah jum'at rahimani wa rahimakumullah, Adanya sebab dari sisi syar'i yang menyebabkan turunnya musibah dan malapetaka dan solusi yang diterangkan secara agama, secara syari'at dari hal yang mengangkat musibah dan malapetaka tersebut bukanlah hal yang menutup bahwa pada sebab-sebab keduniaan adalah perkara yang ditempuh. Kita mengambil sebab untuk mengangkat musibah tersebut dan dimaklumi apa penyelesaian-penyelesaian dari sisi perekonomian untuk menstabilkan perekonomian di suatu negeri, untuk mengangkat krisis dan kenaikan harga di suatu negeri, ilmu dan kaidah-kaidahnya adalah hal yang dimaklumi di tengah manusia. Hanya yang jadi masalah, banyak dari manusia yang tidak terikat dengan syari'at Allah Subhanahu wa Ta'ala- di dalam perekonomian tersebut. Banyak di antara mereka dalam sistem perekonomian hanya mengikut pada sistem orang-orang kafir, sistem kapitalisme, dan sistemsistem lainnya yang hanya mementingkan keuntungan di atas penderitaan orang lain. Tidak mementingkan bahaya dan musibah yang menimpa orang lain, dan di dalam menetapkan sebuah harga yang merupakan wewenang dari penguasa mereka memiliki hak di dalam hal tersebut untuk menciptakan kemaslahatan, tetapi timbangan di dalam hal ini adalah keadilan dan tidak berlaku dzalim, adalah hal yang merupakan kemaslahatan bersama. Sepanjang dipandang oleh penguasa bahwa kenaikan tersebut ada sebuah kemaslahatan baginya, seluruhnya maka tidak ada di dalam syari'at kita yang melarang hal tersebut.
Dan kenaikan harga tersebut jangan disambut dengan perkara-perkara yang mengundang kemurkaan Allah -Subahanahu wa Ta'ala- dengan cara melakukan demonstrasi-demonstrasi, halhal yang tidak pernah disyari'atkan, bahkan demonstrasi tersebut bukan dari kebudayaan umat Islam, itu dari kebiasaan orang-orang kafir yang melakukan demonstrasi tersebut. Dan Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- telah mengngatkan,
"Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut." (HR. Ahmad) Apalagi di belakang pelaksanaannya terjadi berbagai bentuk kedzaliman dari menghalangi orang-orang yang lewat. Jangankan suatu kemksiatan dalam bentuk demonstrasi, suatu ibadah pun kalau ditegakkan dalam bentuk membahayakan orang lain maka tidak dianggap ibadah oleh Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-. Karena itu beliau menyebut,
"Siapa yang menyempitkan jalan (dalam proses dia menegakkan jihad), maka tidak ada jihad baginya." (HR. Ahmad di shahihkan Al-Albani) Tidak dihitung adanya jihad baginya, karena dia menyempitkan jalan mengganggu manusia, membuat kerusakan di tengah manusia. Maka hal-hal yang dilakukan oleh sebagian orang, apalagi masuk dalam bentuk menghilangkan harta benda, melayangkan nyawa manusia, melanggar kehormatan manusia, (maka) ini dari hal-hal yang munkar. Musibah diobati dengan cara perbuatan dosa yang bisa mengundang musibah. Ini adalah hal yang tidak masuk akal, semua orang memaklumi bahwa api yang membakar itu tidak dipadamkan dengan api, tapi dipadamkan dengan air. Karena itu hendaknya orang-orang yang berakal kembali berfikir kepada dirinya apa yang seharusnya dia lakukan tidak melakukan perkara-perkara yang semakin menambah sobekan di atas kain menjadi sangat luas dan menyebabkan kain tersebut tidak dapat dipakai. Kaum muslimin jama'ah Jum'at rahimakumullaah, Jalan keselamatan diajarkan oleh Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-. Beliau ditanya oleh 'Uqbah bin Amir Al-Juhani -radhiallahu Ta'ala 'anhu-,
"Wahai Rasulullah apakah jalan keselamatan itu?"
Maka Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Peganglah lisanmu itu, hendaknya rumah menjadi lapang bagimu, dan tangisilah dosa-dosamu." (HR. At-Tirmidzi) Peganglah lisan, jangan sembarang bicara, banyaklah berucap yang baik, tinggalkan ucapan yang tidak baik. Dan hendaknya rumah menjadi lapang bagimu, kamu merasa cukup apa yang diberikan Allah untukmu, sibuk dengan (hal-hal) yang mendekatkan diri kepada Allah, bukan keluar dari rumah menyambut hal-hal yang merupakan maksiat, memperbanyak barisan orangorang yang berbuat kerusakan. Dan tangisilah dosa-dosamu. banyak merenungi kesalahankesalahan, dosa-dosa sendiri, bukan menyalahkan orang lain, mencari kambing hitam. Sebab di dalam terjadinya dosa dan maksiat, terjadinya musibah dan malapetaka, seorang hendaknya melihat kepada diri sendiri bukan banyak menyalahkan orang lain. Nah, ini yang banyak diserukan oleh sebagian orang, kalau ada kenaikan harga yang disalahkan adalah pemerintah, mengkambing hitamkan pemerintah. Betul bahwa pemerintah itu adalah orang-orang yang tidak luput dari kesalahan, mungkin jatuh dalam dosa dan kemaksiatan. Tapi bukan artinya seorang setiap kali terjadi musibah semuanya dituduhkan kepada orang lain. Tidakkah ia menuduhkan kepada dirinya sendiri? Bukankah Allah -Subhanahu wa Ta'ala- telah berfirman,
"Demikian kami menjadikan orang-orang yang dzalim itu sebagian menjadi pemimpin bagi sebagian yang lainnya disebabkan amal yang mereka lakukan." (QS Al-An’am: 129) Kalau dia menganggap pemimpinnya adalah dzalim, maka mereka juga adalah orang-orang yang dzalim. Karena hanya orang-orang yang dzlim saja yang menimpin orang-orang dzalim lainnya. Dan untuk mengubahnya, Allah -Subhanahu wa Ta'ala- tidak menyandarkan perubahan kepada pemerintah saja,
"Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sampai mereka sendiri yang mengubah keadaannya." (QS. Ar-Ra'd: 11) Tidak disebut dalam ayat, Allah mengubah keadaan suatu kaum sehingga pemerintah mengubah keadaannya, tidak. Tapi dikatakan, sampai mereka sendiri mengubah keadannya. Dan ini fiqih yang hendaknya dipahami.
Semoga Allah -Subhanahu wa Ta'ala- menutup kita semua dengan kebaikan dan mengangkat untuk kita semua segala musibah dan mala petaka, segala bentuk kenaikan harga, segala bentuk wabah, dan segala bentuk ujian dan cobaan yang nampak maupun yang tidak nampak. Dan semoga Allah -Subhanahu wa Ta'ala- selalu menjaga agama kita, mengokohkan kita di atas keislaman di kehidupan dunia ini dan kehidupan tatkala kita menghadap kepadaNya.
-SelesaiRizky Al-Magetaniy, Ahad 1 April 2012.