61
BAB III PELAKSANAAN IMUNISASI TT SEBAGAI SALAH SATU PERSYARATAN ADMINISTRASI NIKAH DI 3 (TIGA) KUA KABUPATEN NGANJUK A. Pelaksanaan Imunisasi TT Sebagai Salah Satu Persyaratan Administrasi Nikah di Wilayah KUA Kabupaten Nganjuk (KUA Kec. Baron, KUA Kec. Tanjunganom dan KUA Kec. Ngronggot) Dari hasil wawancara penulis dengan beberapa pegawai di 3 (tiga) KUA Kabupaten Nganjuk yakni KUA Kec. Baron, KUA Kec. Tanjunganom dan KUA Kec. Ngronggot dapat disimpulkan bahwa Dalam Instruksi Bersama Departemen Agama dan Departemen Kesehatan No. 02 Tahun 1989, mengintruksikan agar bagi setiap calon pengantin dapat melaksanakan bimbingan dan pelayanan imunisasi Tetanus Toxoid. Hal ini di terapkan melalui KUA sebagai lembaga yang berwenang dalam memberikan pelayanan pernikahan kepada masyarakat. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu maalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut masalah anak
62
diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa. Sesuai dengan penuturan bidan-bidan di puskesmas Kec. Baron yaitu dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan, antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan hidup waktu lahir.1 a. Angka kematian bayi Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan bayi karena merupakan cerminan dari status kesehatan bayi saat ini. Tingginya angka kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya adalah faktor penyakit infeksi dan kekurangan gizi. Beberapa penyakit yang saat ini masih menjadi penyebab kematian terbesar dari bayi, di antaranya penyakit tetanus. Penyebab kematian bayi yang lainnya adalah berbagai penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi, seperti tetanus, campak dan difteri. Hal ini terjadi karena masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan imunisasi TT. Kematian pada bayi juga dapat disebabkan oleh adanya trauma persalinan dan kelainan bawaan yang kemungkinan besar dapat disebabkan oleh rendahnya status gizi ibu pada saat kehamilan serta
1
Bidan Lina, et al. Wawancara, Baron 13 Desember 2013
63
kurangnya jangkauan pelayanan kesehatan dan pertolongan pesalinan oleh tenaga kesehatan. b. Angka kesakitan bayi Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan bayi, karena nilai kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan anak balita. Angka kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan pelayanan kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor sosial ekonomi dan pendidikan ibu. c. Status gizi Status gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan derajat kesehatan anak. Status gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai kematangan yang optimal. Gizi yang cukup juga dapat memperbaiki ketahanan tubuh sehingga diharapkan tubuh akan bebas dari segala penyakit. Status gizi ini dapat membantu untuk mendeteksi lebih dini resiko terjadinya masalah kesehatan. Pemantauan status gizi dapat digunakan sebagai bentuk antisipasi dalam merencanakan perbaikan status kesehatan anak.
64
d. Angka harapan hidup waktu lahir Angka harapan hidup waktu lahir dapat dijadikan tolok ukur selanjutnya dalam menentukan derajat kesehatan bayi. Dengan mengetahui angka harapan hidup, maka dapat diketahui sejauh mana perkembangan status kesehatan bayi. Hal ini sangat penting dalam menentukan program perbaikan kesehatan bayi selanjutnya. Usia harapan hidup juga dapat menunjukkan baik atau buruknya status kesehatan bayi yang sangat terkait dengan berbagai faktor, seperti faktor sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain. Dari beberapa faktor di atas, maka pemerintah dalam upaya menurunkan angka kematian/kecacatan pada bayi yang dilahirkan yaitu, membuat berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan kesehatan anak, khususnya untuk menurunkan angka kematian/kecacatan pada bayi, di antaranya sebagai berikut: a. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pemerataan pelayanan kesehatan Untuk meningkatkan mutu pelayanan serta pemerataaan pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat telah dilakukan berbagai upaya, salah satunya adalah dengan meletakkan dasar pelayanan kesehatan pada sektor pelayanan dasar. Pelayanan dasar dapat dilakukan di puskesmas induk, puskesmas pembantu, posyandu serta unit-unit yang terkait di masyarakat.
65
Upaya pemerataan tersebut dapat dilakukan dengan penyebaran bidan desa, fasilitas balai kesehatan dan pos kesehatan desa. b. Meningkatkan status gizi masyarakat Peningkatan status gizi masyarakat merupakan bagian dari upaya untuk mendorong terciptanya perbaikan status kesehatan. Upaya tersebut dilakukan melalui berbagai kegiatan, di antaranya upaya perbaikam gizi keluarga (UPGK), khususnya pada masyarakat yang rawan atau memiliki resiko tinggi terhadap kematian atau kesakitan. Yaitu terdiri atas ibu hamil, anak balita, ibu menyusui dan lansia yang golongan ekonominya rendah. c. Meningkatkan peran serta masyarakat Peningkatan peran serta masyarakat dalam membantu perbaikan status kesehatan ini penting, sebab upaya pemerintah dalam rangka menurunkan kematian/kecacatan bayi dan anak tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah, melainkan peran serta masyarakat dengan keterlibatan atau partisipasi secara langsung. Upaya masyarakat tersebut sangat menentukan keberhasilan program pemerintah sehingga mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan. Melaui peran serta masyarakat diharapakan mampu pula bersifat efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan. Upaya atau program pelayanan kesehatan yang membutuhkan peran serta masyarakat antara lain pelaksanaan imunisasi TT pra nikah.
66
d. Meningkatkan manajemen kesehatan Upaya pelaksanaan program pelayanan kesehatan anak dapat berjalan dan berhasil dengan baik bila didukung dengan perbaikan dalam pengelolaan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini adalah peningkatan manajemen pelayanan kesehatan melalui pendayagunaan tenaga kesehatan melalui pendayagunaan tenaga kesehatan profesional yang mampu secara langsung mengatasi masalah kesehatan. Yakni tenaga perawat, bidan di puskesmas yang secara langsung berperan dalam pemberian pelayanan imunisasi TT. Pengertian imunisasi TT pranikah disini adalah pemeriksaan kesehatan dengan memberikan suntikan TT kepada seorang wanita sebagai calon pengantin ketika akan melangsungkan pernikahan. Hal ini sesuai dengan ketentuan administrasi yang ada di KUA sebagai salah satu persiapan dan syarat administrasi pernikahan. Bagi KUA di Kab. Nganjuk, peraturan itu telah dilaksanakan namun belum sepenuhnya terlaksana oleh pejabat KUA di Kab. Nganjuk, guna meningkatkan kesehatan masyarakat. Setiap calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan harus melengkapi semua persyaratan administrasi yang telah ditentukan oleh KUA, termasuk surat keterangan kesehatan. Namun masih banyak calon pengantin yang mengabaikan prosedur beradministrasi tersebut.
67
Hal ini sebagaimana penuturan Bapak Drs. Mustajib, selaku kepala KUA Kec. Baron:2 Sejauh ini kami sudah berupaya mensosialisasikannya, dengan selalu menganjurkan kepada setiap calon pengantin ketika mendaftarkan pernikahannya agar melengkapi berkas-berkas tersebut, termasuk surat keterangan kesehatan. Walau masih ada yang mengabaikannya, kami mengingatkan kembali kepada mereka bahwa pernikahan tidak dapat diproses kalau surat keterangan kesehatan itu tidak dilampirkan. Sikap kepala KUA tersebut tidak lain karena pemahaman beliau yang menganggap bahwa pemeriksaan kesehatan pranikah itu penting dan mempunyai korelasi dengan pembentukan keluarga sakinah:3 “Pemeriksaan kesehatan pranikah sangat penting bagi kedua calon mempelai dan merupakan bagian atau unsur penunjang tercapainya keluarga sakinah”. Dari data berkas daftar pemeriksaan nikah di tiga KUA wilayah Kabupaten Nganjuk tahun 2013 ada sekitar 60% berkas yang sudah lengkap dengan surat kesehatannya dan selebihnya 40% tidak melampirkan surat keterangan sehat/kartu bukti imunisasi TT. Sebagian ditemui hanya 10% berkas dengan kartu bukti imunisasi TT dan selebihnya 90% berkas tanpa melampirkan kartu bukti imunisasi TT. Bisa dilihat bahwa sudah banyak calon pengantin yang telah melengkapi syarat administratif berupa kartu bukti imunisasi TT, karena memang dirasa mereka yang mempunyai kesadaran akan begitu pentingnya 2 3
Mustajib, Wawancara, Baron, 12 Desember 2013.
Ibid.
68
kesehatan serta rasa tanggungjawab sebagai masyarakat yang taat akan aturan pemerintah. Meskipun demikian, tidak sedikit calon pengantin yang tidak melampirkan kartu bukti imunisasi TT sebagai syarat administratif hingga saat ini menjadi kendala bagi pejabat KUA sebagai kantor yang menangani urusan pernikahan. Menikah perlu banyak persiapan, yang terutama tentu kondisi kesehatan. Salah satu persiapan fisik bagi kaum wanita adalah surat keterangan sudah melakukan imunisasi TT. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkan. Pada awalnya penulis mengira bahwa pemeriksaan ini juga dilakukan di Rumah Sakit di Kab. Nganjuk, sebagaimana lazimnya pemeriksaan kesehatan yang lain. Namun setelah dikonfirmasikan ke rumah sakit, penulis akhirnya mendapatkan keterangan bahwa untuk pemeriksaan kesehatan pranikah, dari pihak rumah sakit telah memberikan wewenang penuh kepada puskesmas dan bidan-bidan yang bertugas agar memberikan pelayanan pemeriksaan kesehatan pranikah bagi masyarakat. Calon pengantin dapat memilih sendiri sesuai keinginannya, apakah ia akan memeriksakan kesehatan di puskesmas atau kepada bidan setempat. Karena sebagaimana puskesmas, bidan-bidan disanapun telah mendapatkan kewenangan untuk melalukan pemeriksaan kesehatan. Namun surat keterangan kesehatan tetap dikeluarkan oleh puskesmas melalui surat
69
pengantar dari bidan tempat mereka melakukan pemeriksaan. Surat dari bidan ini pun tetap di nyatakan sah sebagai surat keterangan kesehatan. Untuk kepentingan pengukuran data dilapangan, maka dalam waktu dan kesempatan yang berbeda, penulis melakukan wawancara kepada Bidan Lina yang merupakan petugas dari puskesmas KUA Kec. Baron dan Bidan Anis yang merupakan bidan pembantu puskesmas setempat. Kedua bidan tersebut masing-masing mengungkapkan tentang latar belakang dilaksanakan imunisasi TT pranikah, seperti penuturan Bidan Lina: 4 “Pemeriksaan kesehatan itu penting, hal itu dilakukan demi mengetahui kematangan reproduksi seorang perempuan dalam mempersiapkan diri sebagai calon Ibu, apalagi yang nikah dini misalnya umur 20 tahun kebawah.” Sebagaimana penuturan diatas, Bidan Anis pun sependapat tentang pentingnya imunisasi TT pranikah, beliau menuturkan: 5 “Saat ini pemahaman masyarakat ada sedikit peningkatan tentang ini, mungkin karena kalo tidak diperiksakan, KUA tidak memproses nikahnya. Pemeriksaan kesehatan pranikah memang penting bagi calon pengantin, dari situlah mereka mendapat kekebalan tubuh untuk mencegah tetanus pada bayi saat ia hamil.” Di wilayah Kab. Nganjuk sendiri pemeriksaan kesehatan pranikah dilakukan oleh calon pengantin pada saat menjelang pernikahan, baik ketika 4 5
Bidan Lina, Wawancara, Baron, 13 Desember 2013. Bidan Anis, Wawancara, Baron, 14 Desember 2013.
70
akan mendaftarkan pernikahan bahkan 2 atau 3 hari sebelum pernikahan. Dalam setiap pemeriksaan, untuk satu kali kunjungan calon pengantin dikenakan biaya sekitar Rp. 10.000, sebagai biaya atas pemeriksaan darah laboratorium, suntik imunisasi TT dan bukti kartu keterangan kesehatan. Ketika penulis mengikuti pemeriksaan kesehatan calon pengantin, penulis dapat menggambarkan, hal pertama yang di lakukan oleh calon pengantin dalam pemeriksaan ini adalah tes darah (untuk mengetahui kadar hemoglobin dalam tubuh), dan yang paling penting adalah pemberian suntikan imunisasi TT1. Seluruh rangkaian pemeriksaan itu sudah dianggap cukup sebagai pemeriksaan kesehatan pranikah yang disebut pihak puskesmas sebagai pelayanan dasar. Pemeriksaan kesehatan tidak sampai dilakukan pada alat-alat reproduksi lainnya, karena banyaknya keterbatasan. Seperti penuturan Bidan Lina:6 "Terbatasnya dana untuk peralatan lab yang canggih dan tenaga-tenaga yang mumpuni di bidang itu masih belum ada, jadi kalau calon pengantin pertama yang diperiksa ya darahnya.” Setelah melalui berbagai proses pemeriksaan tersebut diatas, bidan menyarankan kepada calon pengantin, pasca pernikahan dalam jangka 4 minggu setelah suntikan imunisasi TT1 pengantin dianjurkan kembali memeriksakan kesehatannya dan melakukan suntikan imunisasi TT2 sebagai proses lanjutannya. Hal itu berfungsi untuk mengetahui bagaimana reaksi 6
Bidan Lina, Wawancara.
71
tubuh pasca imunisasi TT1 sehingga dapat ditindak lanjuti. Namun menurut bidan tersebut, sangat disayangkan dari masyarakat atau pengantin tadi tidak memperdulikan anjurannya sehingga tidak ada yang pernah kembali memeriksakan diri. Pada umumnya meski pasangan yang akan menikah sudah saling mengenal cukup lama dalam arti “pacaran”, namun banyak diantara calon pengantin tersebut mengakui belum mengenal riwayat kesehatan masingmasing
pasangan,
dalam
arti
mereka
melihat
kualitas
kesehatan
pasangangannya terbatas hanya pada fisik atau penampilan luar. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengenal kesehatan pasangannya tersebut adalah pemeriksaan kesehatan pranikah. Itu dilakukan 2 atau 3 hari sebelum pernikahan
berlangsung,
untuk
melengkapi
persyaratan
administrasi
pernikahan. Pemeriksaan kesehatan pranikah ini merupakan masalah yang baru bagi mereka sehingga banyak masyarakat yang belum begitu paham mengenai arti dan tujuan pemeriksaan kesehatan pranikah tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Ulin Nuha, salah satu pelaku pernikahan yang mengatakan:7 “Belum pernah terpikir bagiku masalah ini karena belum ada
7
2013.
Ulin Nuha, Pelaku pernikahan tanpa imunisasi TT, Wawancara, Nganjuk, 10 Desember
72
yang memberitahukan hal-hal pemeriksaan kesehatan pranikah. Ditambah lagi waktuku menikah mendesak, jadi tidak sempat untuk periksa.” Ketika penulis menanyakan alasan mereka tentang tidak melengkapi surat bukti pemeriksaan kesehatan pranikah sebagai salah satu syarat administrasi nikah. Terdapat keseragaman di antara mereka. Di antara beberapa pelaku pernikahan tersebut, yaitu: “Memang ada aturan dari KUA untuk melampirkan bukti imunisasi TT, tapi waktu pernikahanku mepet dan selama itu yang ngurusin administrasi keluargaku karena aku posisi di luar kota. Jadi gak bisa suntik TT.”8 Penuturan pelaku pernikahan yang lain, yaitu:9 “Aku nanya kerabatku yang dulu-dulu gak pernah ada yang pakek imunisasi TT waktu mau menikah tapi juga gak kenapa-kenapa tuh. Jadi menurutku sebenarnya juga gak apa-apa tanpa imunisasi TT, toh mau menikah malah disakiti (suntik), ntar jadi keganggu nikahnya.” Berlawanan dengan penuturan Yuyun dan Uswatun, yaitu:10 “Bagiku suntik TT tidak berpengaruh dengan keganggu atau tidaknya pernikahan,
8
Ilqi Afin Nujati, Pelaku pernikahan tanpa imunisasi TT, Wawancara, Nganjuk, 10 Desember 2013. 9 Yayuk Puspitasari, Pelaku pernikahan tanpa imunisasi TT, Wawancara, Nganjuk, 11 Desember 2013. 10 Yuyun Handayani, Uswatun Khasanah, Pelaku imunisasi TT, Wawancara, Nganjuk, 11 Desember 2013.
73
karena aku melakukannya dua minggu sebelum resepsi pernikahan, paling cuma lebam tiga hari di sekitar tempat suntikan.” Ternyata alasan pelaku tanpa imunisasi TT tidak bisa dikatakan alasan yang diterima untuk tidak melakukan adimunisasi TT. Karena dampak sakit atau tidaknya itu tergantung bagaimana kita menyikapi aturan pemerintah itu. Sedangkan pemerintah telah menganjurkan untuk daftar sebelum nikah minimal 10 hari sebelum hari pernikahan semua berkas harus sudah terkumpul. Bisa jadi alasan mereka sakit disuntik karena terlalu dekatnya proses melengkapi administrasi dengan hari pernikahannya. Sebagaimana yang diungkapkan pelaku imunisasi TT, yaitu: 11 “Aku bahkan lebih nyaman dan manteb adanya imunisasi TT, karena dengan adanya aturan itu aku jadi yakin bahwa pernikahanku bisa lebih terjaga secara maksimal, makanya dulu aku dengan senang hati melakukan imunisasi TT dalam waktu dua minggu sebelum pernikahanku, sehingga di hari pernikahan aku sudah siap lahir batin, insyaallah.” Mereka banyak yang tidak paham bahwa kesehatan juga merupakan hal yang harus diperhatikan jika ingin mewujudkan suatu keluarga yang sakinah dan membentuk generasi penerus yang sehat dan handal. Kesehatan pun diabaikan, karena menurut mereka kesehatan itu datangnya dari tips hidup sehat mereka sendiri, dan imunisasi TT itu hanya merupakan salah satu cara dari beberapa tips mencegah penyakit. Mereka kurang menyadari arti 11
Amin Auliya, Pelaku imunisasi TT, Wawancara, Nganjuk, 10 Desember 2013
74
pentingnya kesehatan jika dihubungkan dengan pernikahan dan mereka beranggapan bahwa persyaratan itu penting dilaksanakan karena hanya semata untuk memenuhi peraturan dari KUA. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa masalah pemahaman akan pentingnya pemeriksaan kesehatan pranikah bagi calon pengantin kurang baik, artinya tingkat kesadaran masyarakat terhadap adanya urgensi dan peranan pemeriksaan ini terhadap kehidupan berkeluarga kurang bagus. Hal ini terbukti dengan adanya respon dan ketidakmauan dari calon pengantin untuk memeriksakan kesehatannya, meski ada diantara calon pengantin yang penulis temui menganggap bahwa kesehatan itu memang sangat penting bagi kehidupan berkeluarga. Sudah jelas berbagai alasan masyarakat di atas sangat berpengaruh terhadap ketidakstabilan dalam pelaksanaan imunisasi TT sebagai salah satu syarat administrasi nikah KUA. Oleh karena itu penulis mengadakan riset di KUA mengenai imunisasi TT tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan salah satu staf di KUA Kec. Baron yaitu Bapak Samsul mengatakan:12 “KUA merasa yang lebih berkompeten dalam masalah ini adalah puskesmas karena lembaganya yang melakukan pemeriksaan sedemikian rupa, sedangkan pihak KUA hanya menerima bukti surat kesehatan dan lebih melaksanakan
12
Samsul, Wawancara, Baron, 17 Desember 2013.
75
persyaratan sarinya saja. Tapi kita selalu menekankan dan mengingatkan, namun kita tidak bisa memaksakan.” Kurang adanya kerjasama antara pihak KUA dengan puskesmas menjadi salah satu hambatan terciptanya imunisasi TT yang teratur, sehingga lebih leluasa calon pengantin untuk melanggarnya. Pendapat pejabat KUA lain mengatakan: “Jika memang ada calon pengantin yang tidak melengkapi surat kesehatan karena posisi lagi di luar kota seperti yang terjadi saat ini, ya mau diapain lagi toh menikahnya sudah besok, jadi tidak mungkin kita memaksakan. Yang penting syarat pokoknya sudah lengkap.”13 Dapat diketahui bahwa dari pendapat kedua KUA tersebut hampir sama yakni lebih mengutamakan persyaratan pokoknya saja. Kemudian penulis ingin mendapatkan argumen lain dari KUA Kec. Ngronggot yaitu diketuai oleh Bapak Muslikan, beliau mengatakan:14 “nikah itu terjadi musim-musim –an, nah kalau sudah bareng-bareng kita tidak sempat memeriksa satu persatu mana yang belum melampirkan surat kesehatan, karena banyaknya berkas dan pegawai kita hanya terbatas. Belum lagi kalau sudah ketumpuk-tumpuk dengan berkas yang terus menyusul, jadi kita memeriksa sarinya saja cukup.”
13 14
Badrul Munir, Wawancara, Tanjunganom, 20 Desember 2013. Muslikan, Wawancara, Ngronggot, 18 Desember 2013.
76
Mereka mempunyai pendapat yang sama, yakni ketika syarat utama dalam beradministrasi sudah terpenuhi tidak menjadi masalah. Sudah tentu tanggungjawab selaku pejabat KUA adalah sekaligus menjadi badan penasihatan, pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP4) bukan semestinya ikut mengabaikan aturan yang tidak kalah penting dengan aturan yang diciptakan bersama departemen kesehatan. Pengawasan terhadap berkas-berkas yang ada di KUA, supervisi yang ada di lembaga departemen agama setiap triwulan sudah melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas, tetapi tidak termasuk pemeriksaan terhadap syarat administrasi yang sifatnya tambahan, melainkan hanya melakukan pemeriksaan terhadap syarat administrasi sarinya saja. Padahal lembaga departemen agama yang telah menurunkan intruksi mengenai imunisasi TT sebagai salah satu persyaratan administrasi nikah bagi calon pengantin tetapi tidak dalam pengawasan.15 Secara tidak langsung lembaga telah mengeluarkan aturan yang kemudian aturan tinggal aturan tanpa adanya tindakan yang tegas, sehingga dirasa tidak konsisten dalam melaksanakan tugas.
15
Mustajib, Wawancara, Baron, 12 Desember 2013.
77
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurang Maksimalnya Pelaksanaan Imunisasi TT Sebagai Salah Satu Persyaratan Administrasi Nikah di Wilayah KUA Kabupaten Nganjuk (KUA Kec. Baron, KUA Kec. Tanjunganom dan KUA Kec. Ngronggot) Kurang maksimalnya pemenuhan persyaratan administrasi nikah di KUA tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: 1.
Faktor Intern Yaitu faktor yang terjadi dari dalam lembaga atau instansi: a. Kurangnya jumlah tenaga pegawai administrasi yang menangani masalah persyaratan administrasi nikah dan yang memiliki sumber daya manusia yang tinggi, sehingga dapat melayani seluruh masyarakat. b. Kurang disiplinnya kepala KUA sebagai PPN dengan para karyawan dalam melayani masyarakat. c. Kebijaksanaan kepala KUA yang mengutamakan syarat nikah sarinya saja dari pada persyaratan administrasi nikah lainnya. d. Kurang
koordinasi
antara
kepala
KUA
dengan
pihak
Rumah
Sakit/Puskesmas tentang imuniasi TT yang menjadi persyaratan administrasi nikah.
78
e. Lemahnya PPN dalam menangani tekanan dari masyarakat yang kurang tertib dalam beradministrasi. f. Kepala
KUA
pasif
dalam
menindaklanjuti
pelanggaran
tidak
melampirkan surat kesehatan. 2. Faktor Ekstern Yaitu faktor yang timbul atau terjadi dari luar instansi atau lembaga: a. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam beradministrasi. b. Keluarga calon mempelai yang ingin mempercepat pelaksanaan nikahnya. c. Calon mempelai istri yang dalam keadaan hamil. d. Calon mempelai dalam keadaan diluar kota. e. Masyarakat yang tidak mengerti tentang hukum Islam dan Peraturan Pemerintah. f. Masyarakat yang tidak mengerti begitu pentingnya berimunisasi bagi kesehatan. g. Desakan masyarakat kepada PPN untuk tidak dipersulit dalam persyaratan pernikahan.
79
Hal tersebut di atas merupakan faktor-faktor baik yang timbul dari dalam ataupun luar instansi/lembaga. Dari kelalaian-kelalaian itu merupakan masalah penting sebab merupakan masalah hukum Islam yang sensitif sekali dengan masalah-masalah di luar hukum Islam. Dari beberapa masalah di atas terdapat sebab, pastilah ada akibatnya. Sebagaimana faktor-faktor yang menjadi sebab terjadinya kelalaian PPN dalam menjalankan tugasnya di atas, maka memiliki dampak yang sangat luas baik terhadap hukum Islam maupun masyarakat luas. Adapun dampaknya terhadap hukum Islam adalah bahwa masalah tersebut akan merusak tatanan hukum yang ada seperti peraturan pemerintah dan substansi hukum Islam khususnya tentang perkawinan. Sedangkan dampak terhadap masyarakat luas yaitu masyarakat tidak akan merasa nyaman dengan hasil perkawinannya yang masih ragu. Tidak kalah penting yaitu dampak terhadap masyarakat secara keseluruhan yang tidak tahu menahu masalah hukum di mana masalah di atas akan terbiasa dan akan menjadi tradisi dalam masyarakat Nganjuk.