BAB III MODEL REGRESI DENGAN DUA VARIABEL
Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat: Mengetahui kegunaan dan spesifikasi model Menjelaskan hubungan antar variabel Mengaitkan data yang relevan dengan teori Mengembangkan data Menghitung nilai parameter Mengetahui arti dan fungsi parameter Menentukan signifikan tidaknya variabel bebas Membaca hasil regresi Menyebutkan asumsi-asumsi.
BAB III MODEL REGRESI DENGAN DUA VARIABEL
Bentuk model Model regresi dengan dua variabel10 umumnya dituliskan dengan simbol berbeda berdasarkan sumber data yang digunakan, meskipun tetap dituliskan dalam persamaan fungsi regresi. Fungsi regresi yang menggunakan data populasi (FRP) umumnya menuliskan simbol konstanta dan koefisien regresi dalam huruf besar, sebagai berikut: Y = A + BX + ……….. (pers.3.1) Fungsi regresi yang menggunakan data sampel (FRS) umumnya menuliskan simbol konstanta dan koefien regresi dengan huruf kecil, seperti contoh sebagai berikut: Y = a + bX + e ……….. (pers.3.2) Dimana: A atau a; merupakan konstanta atau intercept B atau b; merupakan koefisien regresi, yang juga menggambarkan tingkat elastisitas variabel independen Y; merupakan variabel dependen X; merupakan variabel independen
10
Yaitu satu variabel dependen dan satu variabel independen
Notasi a dan b merupakan perkiraan dari A dan B. Huruf a, b, disebut sebagai estimator atau statistik, sedangkan nilainya disebut sebagai estimate atau nilai perkiraan.11 Meskipun penulisan simbol konstanta dan koefisien regresinya agak berbeda, namun penghitungannya menggunakan metode yang sama, yaitu dapat dilakukan dengan metode kuadrat terkecil biasa (ordinary least square)12, atau dengan metode Maximum Likelihood. Metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square) (OLS) Penghitungan konstanta (a) dan koefisien regresi (b) dalam suatu fungsi regresi linier sederhana dengan metode OLS dapat dilakukan dengan rumus-rumus sebagai berikut: Rumus Pertama (I) Mencari nilai b: b=
n XY X Y n X 2 X
2
mencari nilai a: a=
11
Y b. X n
Supranto, J., Ekonometrik, Buku satu, LPFEUI, Jakarta, 1983 Ordinary Least Square (OLS) ditemukan oleh Carl Friedrich Gauss, seorang Matematikawan Jerman, pada tahun 1821. 12
Rumus kedua (II) Mencari nilai b: b
xy x 2
mencari nilai a: a Y b X
Misalnya saja kita ingin meneliti pengaruh bunga deposito jangka waktu 1 bulan (sebagai variabel X = Budep) terhadap terjadinya inflasi di Indonesia (sebagai variabel Y=Inflasi) pada kurun waktu Januari 2001 hingga Oktober 2002, yang datanya tertera sebagai berikut:
Observasi Jan 01 Peb 01 Mar 01 Apr 01 Mei 01 Jun 01 Jul 01 Agu 01 Sep 01 Okt 01 Nop 01 Des 01 Jan 02 Peb 02 Mar 02 Apr 02 Mei 02 Jun 02 Jul 02 Agu 02 Sep 02 Okt 02 Jumlah
Y 8.28 9.14 10.62 10.51 10.82 12.11 13.04 12.23 13.01 12.47 12.91 12.55 14.42 15.13 14.08 13.3 12.93 11.48 10.05 10.6 10.48 10.33 260.49
X1 13.06 13.81 13.97 13.79 14.03 14.14 14.39 14.97 15.67 15.91 16.02 16.21 16.19 15.88 15.76 15.55 15.16 14.85 14.22 13.93 13.58 13.13 324.22
Bantuan dengan SPSS Cara memasukkan data tersebut di atas ke dalam SPSS, dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Pastikan bahwa lembar worksheet SPSS sudah siap digunakan. Caranya: tampilkan program SPSS di layar monitor. 2. Masukkan data ke masing-masing kolom. Pastikan bahwa yang aktif adalah Data View (lihat pojok kiri bawah), bukan variabel View!
3. Beri nama kolom tersebut sesuai nama variabelnya. Caranya: klik Variabel View (pojok kiri bawah), maka akan muncul kolom: Name, Type, Width, Decimals, label, values, missing, columns, align, measure. Masukkan nama variabel ke dalam kolom Name. Misal kita mau memberi nama variabel dengan Y, maka ketik Y. Jika hendak memberi nama tersebut dengan Inflasi, maka ketik inflasi. (Meskipun yang dimasukkan adalah huruf besar, tetapi dalam kolom akan muncul huruf kecil).
4. Data awal yang dimasukkan tadi dapat dikembangkan menjadi seperti hitungan dalam tabel di bawah (misal menjadi X12). Caranya: klik Transform, kemudian pilih Compute, maka layar SPSS akan berubah menjadi seperti dalam gambar sebagai berikut:
Pada kotak Target Variable (kanan atas) isilah dengan nama variabel baru (variabel pengembangan). Sesuai contoh, ketik X12, dimana X12 ini merupakan X1 yang dikuadratkan. Karena akan menghitung kuadrat, maka caranya: variabel yang ada di kolom Type&Label diblok (klik)
41
pindahkan ke dalam kolom Numeric Expression menggunakan langkah klik pada tanda segitiga penunjuk arah. Setelah itu pilih ** (pada tuts kalkulator) dan ketik angka 2 (karena hendak mengkuadratkan), dan kemudian ketik OK. Jika tahapan tersebut telah dilalui, worksheet data akan menampakkan variabel baru dengan data yang dihitung tadi. 5. Untuk membuat data perkalian, lakukan dengan cara memindahkan salah satu nama variabel yang hendak dikalikan (misalnya, Y) dari kotak Type&Label ke Numeric Expression, pilih tanda pengali (*) dan ikuti dengan memindahkan lagi variabel lainnya yang hendak dikalikan (misal X), setelah itu klik OK.
Berdasarkan data yang tertera di atas, maka nilai a dan b dapat dicari melalui penggunakan kedua rumus tersebut, baik itu rumus pertama ataupun kedua. Seandainya kita ingin menggunakan rumus pertama, maka langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengadakan penghitunganpenghitungan atau pengembangan data untuk disesuaikan dengan komponen rumus, sehingga nantinya dapat secara langsung diaplikasikan ke dalam rumus. Pengembangan data yang dimaksudkan adalah menentukan nilai X12 , nilai Y2, serta nilai XY. Hasil pengembangan data dapat dilihat pada tabel berikut:
42
Observasi Jan 01 Peb 01 Mar 01 Apr 01 Mei 01 Jun 01 Jul 01 Agu 01 Sep 01 Okt 01 Nop 01 Des 01 Jan 02 Peb 02 Mar 02 Apr 02 Mei 02 Jun 02 Jul 02 Agu 02 Sep 02 Okt 02 Jumlah
Y 8.28 9.14 10.62 10.51 10.82 12.11 13.04 12.23 13.01 12.47 12.91 12.55 14.42 15.13 14.08 13.3 12.93 11.48 10.05 10.6 10.48 10.33 260.49
X1 13.06 13.81 13.97 13.79 14.03 14.14 14.39 14.97 15.67 15.91 16.02 16.21 16.19 15.88 15.76 15.55 15.16 14.85 14.22 13.93 13.58 13.13 324.22
X1 2 Y2 XY 170.5636 68.5584 108.1368 190.7161 83.5396 126.2234 195.1609 112.7844 148.3614 190.1641 110.4601 144.9329 196.8409 117.0724 151.8046 199.9396 146.6521 171.2354 207.0721 170.0416 187.6456 224.1009 149.5729 183.0831 245.5489 169.2601 203.8667 253.1281 155.5009 198.3977 256.6404 166.6681 206.8182 262.7641 157.5025 203.4355 262.1161 207.9364 233.4598 252.1744 228.9169 240.2644 248.3776 198.2464 221.9008 241.8025 176.89 206.815 229.8256 167.1849 196.0188 220.5225 131.7904 170.478 202.2084 101.0025 142.911 194.0449 112.36 147.658 184.4164 109.8304 142.3184 172.3969 106.7089 135.6329 4800.525 3148.48 3871.398
Setelah mendapatkan hitungan-hitungan hasil pengembangan data, maka angka-angka tersebut dapat secara langsung dimasukkan ke dalam rumus I, sebagai berikut: Mencari nilai b: b=
n XY X Y n X 2 X
2
43
b=
22 3.871,398 324,22 260,49 2 22 4.800,525 324,22
85.170,76 84.456,0678 105.611,60 105.118,6084 714,6922 = 492,9916
=
b = 1,4497 dengan diketahuinya nilai b, maka nilai a juga dapat ditentukan, karena rumus pencarian a terkait dengan nilai b. Mencari nilai a: a=
Y b. X n
=
260,49 1,4497 (324,22) 22
=
260,49 470,022 22
a = -9.5241
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa nilai a dan b dapat pula dicari dengan menggunakan rumus kedua. Demikian pula, agar dapat secara langsung menggunakan rumus II ini, perlu menghitung dulu komponen-komponen rumus.Langkah yang dapat dilakukan dicontohkan sebagai berikut:
44
Mencari nilai b, menggunakan rumus kedua:
xy x
b
2
Dari rumus di atas, kita perlu menemukan dulu nilai dari xy atau x 2 yang dapat dilakukan dengan rumusrumus sebagai berikut:
x X X 2
2
2
y Y Y 2
2
2
/n
/n
xy XY ( X Y ) / n maka:
x
2
= 4800.53 -
324.22 2
22
= 4800.53 – 4778.12 = 22.41
y
2
= 3148.48 -
260.49 2
22
= 3148.48 – 3084.32 = 64.16
45
xy
= 3871,40 -
(324.22 260.49) 22
= 3871.40 – 3838.91 = 32.49
Dengan diketahuinya, nilai-nilai tersebut, maka nilai b dapat ditentukan, yaitu: b=
32.49 = 1.4498 22.41
Dengan diketahuinya nilai b, maka nilai a juga dapat dicari dengan rumus sebagai berikut: a Y b X
= 11.8405 – (1.4498 x 14.7373) = 11.8405 – 21.3661 a= -9.5256
Hasil pencarian nilai a dan b dengan menggunakan rumus I dan II didapati angka yang cenderung sama. Pada penghitungan rumus I nilai a = –9,5241 dan b = 1,4497. Sedangkan hasil penghitungan dengan rumus II, nilai a = -9,5256 dan b = 1,4498. Tampak bahwa hingga dua angka di belakang koma tidak terdapat perbedaan, sedangkan tiga angka di belakang koma mulai ada perbedaan. Perbedaan ini sifatnya tidak tidak substansial, karena munculnya perbedaan itu sendiri akibat dari 46
pembulatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, mencari a dan b dengan rumus I ataupun rumus II akan menghasilkan nilai yang sama. Bantuan dengan SPSS Nilai a dan b dapat dilakukan dengan melalui bantuan SPSS. Caranya: Klik Analize, pilih regression, pilih linear, masukkan variabel Y ke dalam kotak Dependent Variable (caranya pilih variabel Y dan pindahkan dengan klik pada segitiga hitam), pindahkan variabel X ke kotak Independent Variable, kemudian klik OK. SPSS akan menunjukkan hasilnya. Nilai a dan b akan tertera dalam output berjudul Coefficient.
47
Output
Model Summary Model 1
R .857a
R Square .734
a. Predictors: (Constant), X1
48
Adjusted R Square .721
Std. Error of the Estimate .9236
ANOVbA Sum of Model Squares 1 Regression 47.101 Residual 17.059 Total 64.160 a. Predictors: (Constant), X1
df 1 20 21
Mean Squa re 47.101 .853
F 55.220
Sig. .000a
t -3.305 7.431
Sig. .004 .000
b. Dependent Variable: Y
Coefficienats Standardi zed Coefficien Unstandardized Coefficients ts B Std. Error Beta
Model 1 (Constant) -9.527 X1 1.450 a. Dependent Variable: Y
2.882 .195
.857
Catatan: Hasil penghitungan manual dan SPSS tampaknya ada perbedaan dalam desimal. Itu disebabkan adanya penghitungan pembulatan.
Meskipun nilai a dan b dapat dicari dengan menggunakan rumus tersebut, namun nilai a dan b baru dapat dikatakan valid (tidak bias)13 apabila telah memenuhi beberapa asumsi, yang terkenal dengan
13
Tidak bias artinya nilai a atau nilai b yang sebenarnya. Dikatakan demikian sebab, jika asumsi tidak terpenuhi, nilai a dan b besar kemungkinannya tidak merupakan nilai yang sebenarnya.
sebutan asumsi klasik.14 Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam OLS ada 3 asumsi, yaitu: 1). Asumsi nilai harapan bersyarat (conditional expected value) dari ei, dengan syarat X sebesar Xi, mempunyai nilai nol. 2). Kovarian ei dan ej mempunyai nilai nol. Nilai nol dalam asumsi ini menjelaskan bahwa antara ei dan ej tidak ada korelasi serial atau tida berkorelasi (autocorrelation). 3). Varian ei dan ej sama dengan simpangan baku (standar deviasi). Asumsi 1,2,3, di atas diringkas sebagai berikut: Asumsi
Dinyatakan E
1
E (ei/Xi) = 0
2
Kov (ei , ej) = 0, Kov (Yi , Yj) = 0, i j i j Var (ei/Xi) = 2 Var (Yi/Xi) = 2
3
dalam Dinyatakan dalam Y
E (Yi/Xi) = A + Bxi
Digunakan untuk membahas Multikolinearitas Autokorelasi Heteroskedas -tisitas
Penjelasan asumsi-asumsi ini secara rinci akan dibahas pada bab tersendiri tentang Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas. Prinsip-prinsip Metode OLS
14
Disebut klasik karena penemuannya pada jaman klasic (classic era), modelnya sering juga disebut sebagai model regresi klasik, baku, umum (classic, standard, general). Lihat Supranto (1983:73).
50
Perlu diketahui bahwa dalam metode OLS terdapat prinsip-prinsip antara lain: 1. Analisis dilakukan dengan regresi, yaitu analisis untuk menentukan hubungan pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Regresi sendiri akan menghitung nilai a, b, dan e (error), oleh karena itu dilakukan dengan cara matematis. 2. Hasil regresi akan menghasilkan garis regresi. Garis regresi ini merupakan representasi dari bentuk arah data yang diteliti. Garis regresi disimbolkan dengan Yˆ (baca: Y topi, atau Y cap), yang berfungsi sebagai Y perkiraan. Sedangkan data disimbolkan dengan Y saja. Perlu diingat, bahwa dalam setiap data tentu mempunyai lokus sebaran yang berbeda dengan yang lainnya, ada data yang tepat berada pada garis regresi, tetapi ada pula yang tidak berada pada garis regresi. Data yang tidak berada tepat pada garis regresi akan memunculkan nilai residual yang biasa disimbulkan dengan ei, atau sering pula disebut dengan istilah kesalahan pengganggu. Untuk data yang tepat berada pada garis maka nilai Y sama dengan Yˆ . Nilai a dalam garis regresi digunakan untuk menentukan letak titik potong garis pada sumbu Y. Jika nilai a > 0 maka letak titik potong garis regresi pada sumbu Y akan berada di atas origin (0), apabila nilai a < 0 maka titik potongnya akan berada di bawah origin (0). Nilai b atau disebut koefisien regresi berfungsi untuk menentukan tingkat kemiringan garis regresi. Semakin rendah
51
nilai b, maka derajat kemiringan garis regresi terhadap sumbu X semakin rendah pula. Sebaliknya, semakin tinggi nilai b, maka derajat kemiringan garis regresi terhadap sumbu X semakin tinggi. Gambaran uraian di atas dapat dilihat pada gambar berikut:
Y Yˆ a bX .
Y1
. .
. .
a
b
o
.
. e .
.
i
i
e .
.
0
X1
X
Munculnya garis Yˆi a bX i seperti dalam gambar di atas, didapatkan dari memasukkan angka Xi ke dalam persamaan Yi = a + bXi +e. Dengan menggunakan hasil hitungan pada data di atas, maka garis Yˆi a bX i besarnya adalah: Yˆi 9,525 1,449 X i
Karena nilai a dalam garis regresi bertanda negatif (-) dengan angka 9,525, maka garis regresi akan memotong sumbu Y dibawah origin (0) pada angka – 9,525. Nilai parameter b variabel X yang besarnya 1,449 menunjukkan arti bahwa variabel X tersebut tergolong elastis, karena nilai b > 1. Artinya, setiap
52
perubahan nilai X akan diikuti perubahan yang lebih besar pada nilai Y. Tanda positif pada parameter b tersebut menunjukkan bahwa jika variabel X meningkat maka Y juga akan meningkat. Sebaliknya, jika X mengalami perubahan yang menurun, maka Y juga akan menurun, dengan perbandingan perubahan 1:1,449.
53
Ingat Elastisitas Jenis Elastisitas Elastik
Koefisien Elastisitas E>1
Elastik Unitary
E=1
Inelastik
E<1
Sifat Elastisitas Perubahan yang terjadi pada variabel bebas diikuti dengan perubahan yang lebih besar pada variabel terikat Perubahan yang terjadi pada variabel bebas diikuti dengan perubahan yang sama besar pada variabel terikat Perubahan yang terjadi pada variabel bebas diikuti dengan perubahan yang lebih kecil pada variabel terikat
Tanda (+) pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang searah. Artinya, jika variabel bebas meningkat, maka variabel terikat juga meningkat. Demikian pula sebaliknya. Tanda (-) pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang berlawanan. Artinya, jika variabel bebas meningkat, maka variabel terikat akan menurun. Demikian pula sebaliknya.
Menguji Signifikansi Parameter Penduga Seperti dijelaskan di muka, dalam persamaan fungsi regresi OLS variabelnya terbagi menjadi dua, yaitu: variabel yang disimbolkan dengan Y (yang terletak di sebelah kiri tanda persamaan) disebut dengan variabel terikat (dependent variable). Variabel yang disimbolkan dengan X (disebelah kanan tanda persamaan) disebut dengan variabel bebas (independent variable). Utamanya 54
metode OLS ditujukan tidak hanya menghitung berapa besarnya a atau b saja, tetapi juga digunakan pula untuk menguji tingkat signifikansi dari variabel X dalam mempengaruhi Y. Pengujian signifikansi variabel X dalam mempengaruhi Y dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) pengaruh secara individual, dan 2) pengaruh secara bersama-sama. Pengujian signifikansi secara individual pertama kali dikembangkan oleh R.A. Fisher, dengan alat ujinya menggunakan pembandingan nilai statistik t dengan nilai t tabel. Apabila nilai statistik t lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel, maka variabel X dinyatakan signifikan mempengaruhi Y. Sebaliknya, jika nilai statistik t lebih kecil dibanding dengan nilai t tabel, maka variabel X dinyatakan tidak signifikan mempengaruhi Y. Metode dengan membandingkan antara nilai statistik (nilai hitung) dengan nilai tabel seperti itu digunakan pula pada pengujian signifikansi secara serentak atau secara bersama-sama. Hanya saja untuk pengujian secara bersama-sama menggunakan alat uji pembandingan nilai F. Hal Pengujian ini dikembangkan oleh Neyman dan Pearson. Hal mendasar yang membedakan antara penggunaan uji t dan uji F terletak pada jumlah variabel bebas yang diuji signifikansinya dalam mempengaruhi Y. Jika hanya menguji signifikansi satu variabel bebas saja, maka yang digunakan adalah uji t. Oleh karena itu disebut sebagai uji signifikansi secara individual. Sedangkan pengujian signifikansi yang menggunakan lebih dari satu variabel bebas yang diuji secara bersama-sama dalam mempengaruhi Y, maka alat ujinya adalah menggunakan uji F. Sebagai perbandingan antara penggunaan uji t dan uji F dapat dilihat pada tabel berikut:
55
Tabel. 2. Pembandingan antara uji t dan uji F Hal yang dibandingkan Penemu Signifikan Tidak signifikan Pengujian Banyaknya variabel
Uji t R.A. Fisher t hitung > t tabel t hitung < t tabel Individual Satu
Uji F Neyman, Pearson F hitung > F tabel F hitung < F tabel Serentak Lebih dari satu
Uji t Untuk menguji hipotesis bahwa b secara statistik signifikan, perlu terlebih dulu menghitung standar error atau standar deviasi dari b. Berbagai software komputer telah banyak yang melakukan penghitungan secara otomatis, tergantung permintaan dari user. Namun perlu bagi kita untuk mengetahui formula dari standar error dari b, yang ternyata telah dirumuskan sebagai berikut:
Y Yˆ n k X X 2
Sb =
t
t
2
t
Atau dapat ditulis pula dengan rumus sebagai berikut: Sb =
e n k X t
2
X
2
t
Dimana: Yt dan Xt adalah data variabel dependen dan independen pada periode t
56
Yˆt adalah nilai variabel dependen pada periode t yang
didapat dari perkiraan garis regresi X merupakan nilai tengah (mean) dari variabel independen e atau Yt Yˆt merupakan error term n adalah jumlah data observasi k adalah jumlah perkiraan koefisien regresi yang meliputi a dan b (n-k) disebut juga dengan degrees of freedom (df). Guna menghitung standar deviasi dari data yang tersedia berdasar rumus di atas, maka diperlukan menghitung nilai Yˆt terlebih dulu, untuk mempermudah penghitungan e atau Yt Yˆt . Caranya adalah memasukkan nilai X ke dalam hasil regresi yang di hasilkan di atas. Dengan demikian tabel data akan menghasilkan kolom Yˆt sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini. Bantuan dengan SPSS Uji t dapat dilihat dalam output hasil regresi dengan SPSS pada tabel Coefficient. Uji F dapat dilihat dalam output hasil regresi dengan SPSS pada tabel ANOVA. Kolom Sig. baik pada tabel Coefficient maupun ANOVA menunjukkan tingkat signifikansi pada derajat kesalahan () tertentu. Misal, kolom Sig. menunjukkan angka 0,04 itu berarti bahwa tingkat kesalahannya mencapai 4%. Angka sebesar itu dapat dikatakan signifikan jika derajat kesalahan () telah ditentukan sebesar 0,05. Tetapi jika ditentukan 0,01 maka angka tersebut tidak signifikan.
57
Tabel pengembangan data untuk menghitung Standar Deviasi X1 13.06 13.81 13.97 13.79 14.03 14.14 14.39 14.97 15.67 15.91 16.02 16.21 16.19 15.88 15.76 15.55 15.16 14.85 14.22 13.93 13.58 13.13 324.22
Y 8.28 9.14 10.62 10.51 10.82 12.11 13.04 12.23 13.01 12.47 12.91 12.55 14.42 15.13 14.08 13.3 12.93 11.48 10.05 10.6 10.48 10.33 260.49
Yˆ
Y Yˆ Y Yˆ X X X X
9.413 10.501 10.733 10.472 10.820 10.979 11.342 12.183 13.198 13.546 13.705 13.981 13.952 13.502 13.328 13.024 12.458 12.009 11.095 10.675 10.167 9.515 260.591
2
-1.133 -1.361 -0.113 0.038 0.001 1.131 1.699 0.047 -0.188 -1.076 -0.795 -1.431 0.468 1.628 0.752 0.277 0.472 -0.528 -1.045 -0.075 0.313 0.816 -0.101
1.284 1.851 0.013 0.001 0.000 1.279 2.885 0.002 0.035 1.157 0.632 2.046 0.219 2.650 0.566 0.076 0.223 0.279 1.092 0.006 0.098 0.665 17.060
2
-1.68 -0.93 -0.77 -0.95 -0.71 -0.60 -0.35 0.23 0.93 1.17 1.28 1.47 1.45 1.14 1.02 0.81 0.42 0.11 -0.52 -0.81 -1.16 -1.61 -0.06
2.82 0.86 0.59 0.90 0.50 0.36 0.12 0.05 0.86 1.37 1.64 2.16 2.10 1.30 1.04 0.66 0.18 0.01 0.27 0.66 1.35 2.59 22.41
Dengan adanya pengembangan data menjadi seperti tertera pada tabel di atas, maka Sb dapat segera dicari, dimana hasilnya ditemukan sebesar: Sb =
17.06 20(22.41)
58
17.06 448.2
=
= 0.195 Selain dicari dengan rumus seperti di atas, Sb dapat pula dicari melalui jalan lain dengan rumus yang dapat dituliskan sebagai berikut: Sb =
s e2
x
2 i
Bila kita hendak menggunakan rumus ini, maka perlu terlebih dulu mencari nilai S e2 yang dapat dicari dengan membagi nilai total ei2 dengan n-2. Jadi S e2 dapat dicari dengan rumus sebagai berikut: s e2 =
e
2 i
n2
Agar rumus ini dapat langsung digunakan, tentu terlebih dulu harus mencari nilai total ei2 yang dapat dicari melalui rumus berikut ini: Rumus mencari nilai total ei2 : ei = yi2 b 2 xi2 Dengan memasukkan nilai komponen rumus yang telah didapatkan melalui hitungan-hitungan terdahulu, maka nilai ei2 dapat diketahui, yaitu: ei2 = 64.16 – 2.1019 (22.41)
= 64.16 – 47.1040
59
= 17.056 Hitungan di atas telah memastikan bahwa nilai ei2 adalah sebesar 17,056. Dengan diketemukannya nilai ei2 ini maka nilai s e2 pun dapat diketahui melalui hitungan sebagai berikut: s e2 =
e
i2
n2
=
17.056 22 2
=
17.056 20
= 0.8528 Karena nilai se2 merupakan salah satu komponen untuk mencari nilai Sb, maka dengan ditemukannya nilai s e2 sebesar 0,8528 tentu saja nilai Sb pun dapat diketahui, yaitu: Sb =
=
s e2
x
2 i
0.8528 22.41
= 0.195
60
Hitungan dengan rumus ini ternyata menghasilkan nilai Sb yang sama besar dengan hitungan menggunakan rumus yang pertama, yaitu nilai Sb sebesar 0,195. Dengan diketahuinya nilai Sb, maka nilai statistik t (baca: t hitung) dapat ditentukan, karena rumus mencari t hitung adalah: t=
b sb
Jadi, nilai t hitung variabel X adalah sebesar: t =
1.4498 0.195
= 7.4348 Penghitungan nilai t dengan cara yang dilakukan di atas, menunjukkan bahwa nilai statistik t sebesar 7,4348. Angka tersebut umumnya disebut pula sebagai nilai t hitung. Besarnya angka t hitung ini yang menentukan signifikan tidaknya variabel X dalam mempengaruhi variabel Y. Cara menentukan signifikan tidaknya nilai t tersebut adalah melalui pembandingan antara nilai t hitung dengan nilai t tabel. Nilai t tabel sebenarnya telah ditentukan pada tabel t student yang telah ditetapkan oleh para penemunya. Karena untuk menentukan signifikan tidaknya nilai t hitung adalah melalui upaya membandingkan dengan nilai t tabel, maka dapat diketahui bahwa, jika nilai t hitung > t tabel, maka signifikan. Jika nilai t hitung < t tabel, maka tidak signifikan. Dengan menggunakan contoh data di atas, seandainya kita menggunakan derajat kesalahan yang ditolerir adalah 5 % (baca: = 0,05), dan karena
61
jumlah observasi adalah sebanyak 22 (baca: n=22), maka degree of freedom (df) sama dengan sebesar nk = 20, karena jumlah k adalah 2, yaitu 1 parameter a dan 1 parameter b, maka nilai t tabelnya adalah sebesar 1,725. (Lihat data t tabel di halaman lampiran). Nilai t tabel yang besarnya 2,086, sudah tentu angka tersebut lebih kecil dibanding dengan nilai t hitung yang besarnya 7,4348. Atas dasar itu dapat dipastikan bahwa variabel X (budep) signifikan mempengaruhi Y (inflasi). Gambaran pengujian nilai t dapat disimak melalui gambar di bawah ini:
Daerah diterima Daerah Ditolak
Daerah Ditolak
-t /2; (n-k-1)
t /2; (n-k-1)
-1,725
1,725
Gb.3.1. Daerah Uji t
Gambar di atas menunjukkan pengujian nilai t dua arah atau two sided atau two tail test. Kutub sebelah kiri bertanda negatif. Nilai t hitung bertanda negatif yang nilainya lebih kecil dari nilai –2.806 berada pada daerah 62
ditolak. Kutub sebelah kanan yang bertanda positif berguna sebagai pembatas nilai t hitung yang lebih kecil dari 1,725 berarti berada di daerah tolak. Tanda -t /2 atau t /2 memberikan arti bahwa masing-masing kutub mempunyai daerah distribusi tolak sebesar 2,5%. Jumlah dari keduanya mencerminkan = 5%. Jika pengujian nilai t menggunakan pengujian satu arah atau one tail test, maka daerah tolak hanya ada pada salah satu kutub saja. Bilai nilai t hitungnya negatif, maka daerah tolak berada pada sebelah kiri kurva, sedang bila nilai t hitungnya positif, maka daerah tolak berada pada sisi sebelah kanan. Probabilitas daerah tolak tidak lagi terbagi menjadi dua dengan porsi masing-masing 2,5%, tetapi telah penuh sebesar 5%. Interpretasi Hasil regresi Setelah tahapan analisis regresi dilakukan sesuai dengan teori-teori yang relevan, langkah terpenting berikutnya adalah menginterpretasi hasil regresi. Interpretasi yang dimaksudkan disini adalah mengetahui informasi-informasi yang terkandung dalam hasil regresi melalui pengartian dari angka-angka parameternya. Dengan mengambil hitungan dari contoh kasus di atas, maka hasil analisis regresi atas pengaruh variabel suku bunga (Budep) (X) terhadap tingkat inflasi di Indonesia selama 22 bulan mulai dari Januari 2001 hingga Oktober 2002 (Inflasi) (Y) dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut: Inflasi = -9,5256 + 1,4498 Budep + e
thit =
(7,4348)
Persamaan di atas menginformasikan bahwa variabel Budep signifikan mempengaruhi variabel Inflasi. Terbukti 63
dari nilai thit variabel Budep sebesar 7,4348 lebih besar dibanding nilai ttabel, pada =5% dengan d.f. sebanyak 20, yang besarnya 1,725. Nilai b Budep yang besarnya 1,4498 menginformasikan bahwa setiap Budep meningkat 1%, maka Inflasi akan mengalami peningkatan sebesar 1,4498%. Sebaliknya, apabila Budep turun sebesar 1% maka Inflasi juga akan mengalami penurunan sebesar 1,4498%. Perlu diingat bahwa nilai b juga mencerminkan tingkat elastisitas variabel X. Karena nilai b (1,4498) lebih besar dari angka 1 (satu), maka dapat dipastikan bahwa variabel Budep sangat elastis15. Artinya, besarnya tingkat perubahan yang terjadi pada Budep akan mengakibatkan tingkat perubahan yang lebih besar pada variabel Y (Inflasi). Koefisien Determinasi (R2) Pembahasan hasil regresi di atas menunjukkan seberapa besar nilai a, b, dan t. Nilai a menjelaskan tentang seberapa besar faktor-faktor yang bersifat tetap mempengaruhi inflasi, sedangkan nilai b mencerminkan tingkat elastisitas variabel X. Nilai t sendiri mempertegas signifikan tidaknya variabel X dalam mempengaruhi Y. Dari beberapa nilai yang didapatkan tersebut, belum diperoleh keterangan tentang berapa besar pengaruh X (budep) terhadap Y (inflasi). Sebagai ilustrasi, seandainya Y (inflasi) diibaratkan dengan gelas, dan variabel X (Budep) sebagai air, maka hitungan-hitungan yang dilakukan di atas belum mampu memberikan informasi tentang seberapa banyak air yang ada dalam gelas tersebut. Untuk memperoleh keterangan banyaknya isi (air) yang ada dalam gelas, atau seberapa 15
Standar elastisitas dapat diketahui dari: jika E>1 = elastis, E=1 =uniter elastis, E<1 = inelastis.
64
besar pengaruh X (Budep) terhadap Y (Inflasi), maka perlu dilakukan penghitungan koefisien determinasi, yang biasa disimbolkan dengan R2 (baca: R square). Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu (0
R2 =
n XY X Y
n X 2 X 2 n Y 2 Y 2
Rumus ini jika digunakan untuk menghitung data yang telah tersedia di atas, maka akan menghasilkan nilai sebagai berikut:
65
R2 =
22 (3.871,4) 324,22(260,49) 22(4.800,53) (324,22) 2 22(3.148,48) 260,49 2
R2 =
714,73 = 493,06 1.411,52 22,20 x 37,57 714,73
R2 = 714,73 = 0,857 834,05
Angka koefisien determinasi (R2) yang besarnya 0,857 ini bila ditulis dalam bentuk prosentase sama dengan 85,7%. Angka tersebut menjelaskan bahwa determinasi atau sumbangan variabel Bunga deposito (budep) terhadap inflasi adalah sebesar 87,5%. Artinya, sumbangan faktor-faktor lain (selain Budep) terhadap Inflasi hanya sebesar 14,3%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Budep merupakan prediktor yang baik untuk menaksir Inflasi. Bantuan dengan SPSS R2 (baca: R square) atau koefisien determinasi dapat dilihat dalam output hasil regresi dengan SPSS pada tabel model summary. Misalkan angka R2 menunjukkan angka 0.734 menunjukkan arti bahwa determinasi dari variabel bebas terhadap variabel terikat adalah sebesar 73,4%. Ibarat air dalam gelas, variabel terikat (Y) adalah gelasnya dan air adalah variabel bebasnya (X). Terkait dengan angka 0,734 maka air dalam gelas adalah sebanyak 73,4% dari gelas tersebut.
66
Analisis regresi pada dasarnya adalah menjelaskan berapa besar pengaruh tingkat signifikansi variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen. Meskipun hasil regresi seperti tertera pada persamaan di atas telah dapat diinterpretasi, dan dapat menunjukkan inti tujuan analisis regresi, namun bukan berarti bahwa tahapan analisis telah selesai hingga di sini. Hasil regresi di atas masih perlu dipastikan apakah besarnya nilai thit ataupun angka-angka parameter telah valid ataukah masih bias. Jika nilai-nilai tersebut sudah dapat dipastikan valid atau tidak bias, memang analisis regresi dapat berhenti di sini saja. Tetapi, jika nilai-nilai belum dapat dipastikan valid, maka perlu dilakukan langkah-langkah analisis lanjutan untuk menjadikan parameter-parameter tersebut menjadi valid. Validitas (ketidakbiasan) informasi dari nilai-nilai hasil regresi dapat diketahui dari terpenuhinya asumsi-asumsi klasik, yaitu jika data variabel telah terbebas dari masalah Autokorelasi, tidak ada indikasi adanya heteroskedastisitas, maupun tidak terjadi multikolinearitas atau saling berkolinear antar variabel. Bahasan Asumsi Klasik akan dibahas tersendiri. -000-
67