BAB III Model Pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dan Model Pembelajaran Sekolah Minggu di GSJA Bukit Horeb
Pada bab ini penulis akan memaparkan hasil penelitian yang penulis dapatkan dari penelitian lapangan di masing-masing Sekolah Minggu. Adapun isi dari bab ini adalah model pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dan model pembelajaran Sekolah Minggu di GSJA Bukit Horeb.
Namun sebelumnya, ada baiknya jika penulis memulai dengan
gambaran umum tentang masing-masing Gereja dan visi misi diadakannya Sekolah Minggu.
3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIAN 3.1.1 Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)Tamansari1 GPIB Tamansari Salatiga berdiri pada masa penjajahan Belanda pada tahun 1823. Pada waktu itu bangunan Gereja dipakai untuk kebaktian warga dan tentara Belanda. Tahun 1950 gedung Gereja ditutup untuk segala kegiatan. Tahun 1951 kegiatan Gereja mulai dihidupkan kembali yang dipelopori oleh Pendeta Probowinoto. Ia mengajak keluarga Martodiarjo dan Theodorus Abraham Van Emmrik untuk mengadakan kebaktian di gedung tersebut kemudian Pendeta Prabowinoto menghubungi Pendeta W. B. Warrow dari GPIB Semarang untuk melayani ibadah di Salatiga. Pada tahun 1954 ada beberapa anggota jemaat dari GKJ yang menggabungkan diri sebagai jemaat di GPIB Tamansari. Pada tanggal 14 Januari 1956 GPIB Tamansari di Salatiga diresmikan dengan melantik 4 orang Majelis yaitu Martodiarjo, Sinai Nontje, Y. Tapelatu, dan Pudjodarasnodjo. Suatu keistimewaan dari jemaat di 1
Data diperoleh dari Laporan Akhir PPL 1 Christian Petrus Ohoirat mahasiswa teologi berdasarkan wawancara dengan Pnt. Alex da Costa (Majelis Jemaat GPIB Tamansari periode 2007-2012).
34
GPIB Tamansari Salatiga ialah sejak terbentuknya sampai pada tahun 1986 pelayanannya tidak didampingi oleh seorang pendeta tetap. Seluruh
kegiatan
pelayanan diatur dan dilaksakan oleh Majelis Jemaat, dengan dibantu oleh pendeta dari Semarang. Mulai tahun 1968-1972, jemaat GPIB Tamansari Salatiga dilayani oleh Pdt. G. Dykema, seorang tenaga Daro Overseas Missionary Fellowship yang ditempatkan oleh sinode GPIB. Pada periode Pdt. Dykema pelayanan Injil mulai digiatkan sehingga nampak perkembangan dan pertambahan jemaat, tetapi pekabaran Injil tersebut masih dalam lingkup kota Salatiga. Seiring berjalannya waktu jumlah jemaat GPIB Tamansari bertambah dengan berdirinya Pengajaran Tinggi Pengajar Kristen Indonesia (PTPGKI) yang sekarang menjadi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang sebagian besar mahasiswa dan mahasiswinya berasal dari Indonesia Timur. Kemudian majelis-majelis pada saat itu diangkat dari tentara-tentara dari Indonesia bagian Timur yang sedang ditempatkan di Salatiga. Sebelum pendewasaan, GPIB Tamansari terdiri dari tiga sektor/jemaat yaitu, jemaat Ambarawa, Tambakrejo dan Kebondowo atau yang lebih sering disingkat dengan jemaat ATK. Jemaat ATK ini sudah ada sejak 30 tahun yang lalu, namun jemaat ini telah dilembagakan pada tanggal 14 Januari 2007, sehingga sekarang mereka telah berdiri sendiri. Pelayanan Kategorial yang diadakan antara lain pelayanan BPK PA (Sekolah Minggu), PT (Persekutuan Teruna), Gerakan Pemuda, PKP (Persekutuan Kaum Perempuan), PKB (Kaum Bapak), dan Lansia. 2
2
Wawancara dengan Ibu E (Ketua 3) di GPIB Tamansari, 25 November 2011 pukul 17:30-18:00.
35
3.1.2 Sejarah Sekolah Minggu GPIB Tamansari 3 Pelayanan Sekolah Minggu dimulai pada tahun 1968. Para majelis mengumpulkan anak-anak jemaat baru yang telah memberi diri untuk dibaptis. Pada saat itu, Sekolah Minggu diadakan dirumah Bapak Edi Sukaryono, di rumah Bu Yadi serta di Gereja yang dilayani oleh Pdt. Abraham Supriono, Ottoraria Anton Kaose serta Ibu Essy Katesina. Pada tahun 1972, ketika ada jemaat baru di Tambakrejo (pospel) anak-anak jemaat itu diajak untuk mengikuti Sekolah Minggu yang diadakan pada siang hari sebelum ibadah minggu dilakukan. Pada saat itu dari semua majelis yang ada hanya Bapak Edi Sukaryono yang bisa mengajar Sekolah Minggu, Ibu Yadi saat itu belum menjadi Majelis namun ikut melayani anak-anak di Sekolah Minggu. Pada tahun 1973 selain majelis yang mengajar anak-anak, mahasiswa teologi dan mahasiswa dari IKIP juga membantu dalam pelayanan Sekolah Minggu. Melihat jumlah pelayan yang sudah cukup banyak dibentuklah Tim Pekabaran Injil (PI) untuk pelayanan di Ambara, Tambakrejo, dan Kebondowo (ATK). Masing-masing mahasiswa dari IKIP dikirim 2 orang untuk mengajar. Sebelum mengajar mereka melakukan perkunjungan kepada jemaat, hal ini dilakukan agar ketika para majelis datang untuk pelayanan ibaddah mereka tidak merasa ketakutan. Karena memang pada saat itu, warga merasa takut kepada para pegawai negeri. Setelah melakukan perkunjungan, pada hari minggu sebelum ibadah mereka mengajar anak-anak SM. Sekolah Minggu juga diadakan di Kalimangli yang diajar oleh Mbak Lestari dan di Kembangsari diajar oleh Deli’ Manongko. Seiring berjalannya waktu dan dengan bertambahnya jumlah anak-anak yang mengikuti Sekolah Minggu, pengajar di Sekolah Minggu pun lebih banyak mahasiswa 3
Wawancara dengan Bapak ES (salah satu perintis GPIB Tamansari), Selasa 24 November 2011 pukul 19:05-19:50.
36
khususnya mahasiswa teologi. Pengajar yang berasal dan berdomisili di Salatiga makin lama makin berkurang bahkan tidak ada. Pada umumnya pengajar yang merupakan mahasiswa Teologi hanya mengajar ketika mereka mendapat tugas praktek atau disebut dengan PPL. Sehingga pelayanan hanya dipandang sebagai suatu kewajiban dan tugasnya sebagai mahasiswa. 4 Oleh karena itu, sekarang ini sedang dilakukan perekrutan ibu-ibu yang merasa terpanggil untuk mau bersama-sama melayani di Sekolah Minggu yang berdomisi di Salatiga. Sekolah Minggu tentunya perlu memiliki visi dan misi yang mengarahkan gereja dan pengajar serta anak untuk berusaha mencapai visi misi tersebut. Visi dan misi SM GPIB Tamansari menurut Ketua Pelkat PA bahwa visi SM yang hendak dicapai adalah melayani anak dengan sepenuh hati sedangkan misi menjalankan pelayanan sekreatif mungkin. 5
4
Wawancara dengan Ibu E (Ketua 3) di GPIB Tamansari, 25 November 2011 pukul 17:30-18:00. Wawancara dengan ketua BPK PA GPIB Tamansari (BA) di GPIB Tamansari, 02 Desember 2011 pukul 09:00-10:00. 5
37
Gambar 3.1 Gedung GPIB Tamansari Komentar Penulis : Gambar di atas menunjukkan gedung Gereja Tamansari tempat ibadah minggu dan Sekolah Minggu diadakan. Dalam gambar tersebut terdapat dua gedung yang berada dalam lokasi yang sama. Gedung Gereja yang berada disebelah kiri merupakan gedung gereja pertama yang berdiri sejak dibangun hingga sekarang yang sudah mengalami beberapa kali renovasi, sedangkan gedung gereja yang sebelah kanan merupakan gedung gereja besar yang dibangun seiring bertambahnya jumlah jemaat. Gedung Gereja kecil menjadi tempat diadakannya Sekolah Minggu.
3.2 MODEL PEMBELAJARAN SEKOLAH MINGGU DI GPIB TAMANSARI 3.2.1 Gambaran Kegiatan Pembelajaran SM Sama seperti Sekolah Minggu pada umumnya, SM di GPIB Tamansari diadakan pada pagi hari pada pukul 08:00-09:00 WIB kecuali di Pospel (Pos pelayanan) dimulai pukul 09:00-10:00WIB. Di SM anak-anak diajak untuk bernyanyi, bermain, mendengarkan Firman, serta berdoa. Ada tiga kelas yang disediakan, yaitu kelas inri (3-5 tahun), kelas kecil (6-9 tahun), dan tanggung (10-12 tahun).
38
SM dimulai dengan menggabungkan semua anak dalam satu ruangan. Dalam kelas ini anak-anak diajak bernyanyi, berdoa, memberikan persembahan (khusus di Gereja Pusat) serta berdoa. Kegiatan awal ini sudah menjadi suatu kebiasaan tersendiri yang dilakukan sejak dahulu.6 Masuk dalam pemberitaan Firman, anak dibagi menurut kelas masing-masing. Masing-masing kelas memulai kelas dengan berdoa sebelum membaca dan mendengarkan Firman. Kemudian pengajar bertanya mengenai cerita minggu lalu. Ketika anak ditanya, jarang sekali anak dapat mengingat kembali apa yang mereka dengarkan di minggu yang lalu. Pada umumnya penyampaian Firman di kelas inri dan kecil membutuhkan waktu 5-10 menit sedangkan kelas tanggung 15-20 menit kecuali jika pengajar menggunakan film yang tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama. Dalam menyampaikan Firman, tantangan yang paling sering dihadapi oleh pengajar adalah anak ribut dan saling mengganggu satu dengan yang lain apalagi jika kelas dengan jumlah anak yang cukup banyak. 7 Selain itu, beberapa anak kurang fokus mendengarkan Firman yang disampaikan. Dalam hal ini pengajar hanya menyuruh anak agar bisa diam dan fokus kepada Firman yang disampaikan. Walaupun demikian yang namanya anak-anak untuk diam dalam waktu yang lama tentunya akan sedikit sulit kecuali materi yang disampaikan menarik perhatian anakanak tersebut.8 Untuk mengetahui sejauh mana anak Sekolah Minggu mendengar dan menyimak Firman Tuhan, pengajar mengajukan pertanyaan seputar bahan pembelajaran yang telah disampaikan.
6
Ibid Wawancara dengan DL Guru Kelas Tanggung SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 25 November 2011 pukul 16:00-17:25. 8 Wawancara dengan MM Pengurus dan Guru Batita/Balita SM GPIB Tamansari, 07 Desember 2011 pukul 17:00-18:30. 7
39
Respon kreatif dari pengajar biasanya berupa penekanan teologis dari Firman yang disampaikan dengan mengaplikasikannya ke dalam sebuah aktivitas untuk anakanak. Aktivitas yang disediakan berbeda-beda untuk tiap kelas, misalnya untuk kelas inri aktivitas yang disediakan menggambar dan mewarnai, menempel potongan gambar, untuk kelas kecil mereka diajak untuk membuat hasil karya yang sudah disediakan alat dan bahannya oleh pengajar(seperti bingkai foto dari alat-alat yang sederhana, membuat tempat sampah), mengisi TTS (Teka Teki Silang), sedangkan untuk anak kelas tanggung mereka lebih sering ditekankan kemampuan daya ingatnya seperti kuis (anak-anak saling berlomba untuk menjawab pertanyaan) serta membuat kerajinan tangan.9 Pada penutup acara SM, anak-anak digabung kembali dalam kelas besar, seperti ketika memulai SM. MC yang bertugas, melakukan evaluasi kepada anak-anak dari masing-masing kelas. Evaluasi dilakukan dengan menanyakan kembali Firman Tuhan yang telah mereka dengarkan.
9
Wawancara dengan DL Pengajar Kelas Tanggung SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 25 November 2011 pukul 16:00-17:25.
40
Gambar 3.2 Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Minggu GPIB Komentar penulis : Gambar ini menunjukkan kegiatan SM GPIB Tamansari. Mulai dari kelas inri sampai tanggung dikumpul/digabung dalam kelas besar. Mereka diberi pembinaan lewat pujian, doa, pemberitaan Firman serta aktivitas.
3.2.2 Pendekatan yang digunakan Di zaman sekarang ini, banyak ahli pendidikan yang menawarkan model pembelajaran yang bervariasi. Dalam menyusun model pembelajaran, pengajar tentunya mempunyai tugas dalam memilih dan menentukan pendekatan, strategi serta metode apa yang sesuai dengan konteks anak yang dilayani. Pendekatan sebagai langkah awal untuk merancang model pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipilih dan diterapkan oleh para pengajar. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pangajar di GPIB Tamansari, pendekatan yang diterapkan di Sekolah Minggu adalah pendekatan yang berpusat pada anak. Berikut ini pendapat para
41
pengajar tentang pemahaman dan penerapan pendekatan tersebut yang disampaikan oleh DL : ”Pendekatan yang diterapkan di SM adalah pendekatan yang berpusat pada anak karena Sekolah Minggu hadir untuk anak-anak. Selain itu, pembinaan ini dapat dilihat dari segala aktivitas dan alat peraga yang diperuntukkan untuk pelayanan kepada anak-anak.”10 Pendapat yang sama dikemukakan oleh BA dan MM : ”Pendekatan yang berpusat pada anak karena memang SM hadir untuk melayani anak-anak agar mereka dapat mengenal Tuhan.”11 Pendapat itu pula didukung oleh BA yang mengatakan : ”Pendekatan yang berpusat pada anak karena SM hadir untuk memenuhi kebutuhan anak. Pendekatan ini bisa membentuk cara ajar sesuai dengan kondisi/karakter anak-anak.” Selain itu, pendekatan ini juga akan menciptakan relasi anak dan pengajar dapat terjalin dengan baik, sehingga pengajar akan lebih mudah mengkomunikasikan materi sesuai kebutuhan anak, sedangkan dari pihak anak, anak akan merasa diperhatikan dan dihargai sehingga hal ini akan membuat anak lebih dekat dengan kehidupan Gereja, bukan suatu kewajiban tetapi kerinduan. 12 Pendekatan yang dipilih dan diterapkan semata-mata didasari pengharapan akan tercapainya visi dan misi Sekolah Minggu yaitu melayani anak dengan sepenuh hati dan menciptakan ide-ide yang kreatif yang mampu menjawab kebutuhan iman anak-anak dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut kedalam kehidupannya seharihari. 13 3.2.3 Strategi Pembelajaran Beranjak dari pendekatan yang telah ditentukan, maka para pengajar tentunya perlu untuk membuat rencana atau strategi pembelajaran. Perencanaan/strategi
10
Wawancara dengan DL Pengajar Kelas Tanggung SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 25 November 2011 pukul 16:00-17:25. 11 Wawancara dengan MM Penpengajars dan Pengajar Batita/Balita SM GPIB Tamansari, 07 Desember 2011 pukul 17:00-18:30. 12 Wawancara dengan ketua BPK PA GPIB Tamansari (BA) di GPIB Tamansari, 02 Desember 2011 pukul 09:00-10:00. 13 Wawancara dengan ketua BPK PA GPIB Tamansari (BA) dan Pengajar Tanggung SM di GPIB Tamansari, 02 Desember 2011 pukul 09:00-10:00.
42
pembelajaran yang diterapkan di SM GPIB Tamansari disusun dalam persiapan bersama. Para pengajar di Sekolah Minggu GPIB Tamansari diwajibkan mengikuti persiapan bersama yang diadakan setiap hari sabtu pukul 10:00 WIB. 14 Hal ini dilakukan atas pertimbangan bahwa para pengajar SM di GPIB Tamansari 90 persen merupakan mahasiswa teologi, sedangkan 10 persen pemuda/jemaat.15 Namun yang disayangkan, persiapan tersebut tidak didampingi baik majelis maupun pendeta. Dalam persiapan tersebut, para pengajar menggunakan buku ajar yang telah disediakan oleh Sinode GPIB sehingga para pengajar tidak perlu membuat kurikulum sendiri. Buku ajar tersebut berupa SBA (Sabda Bina Anak) dengan berbagai kategorial. Mulai dari SBA AI (Anak Inri), SBA AK (Anak Kecil), dan SBA AT (Anak Tanggung). Bagi beberapa pengajar, SBA ini cukup mudah dipahami khususnya mereka yang merupakan mahasiswa teologi, namun bagi pengajar yang tidak berlatarbelakang teologi merasa bahasa dalam buku SBA kadang-kadang sulit dipahami. 16 Untuk itu, persiapan bersama sangat membantu dalam memahami buku ajar yang disediakan. Persiapan semata-mata dilakukan dengan tujuan agar para pengajar dapat merencanakan dan mempersiapkan segala sesuatu yang akan diperlukan dalam proses pembelajaran. Adapun hal-hal yang dipersiapkan adalah materi, lagu, serta aktivitas. Pembahasan mengenai materi dilakukan secara sharing atau diskusi, dimana masingmasing pengajar memberikan pandangan serta masukannya tentang materi yang akan dibawakan agar penyajian materi tersebut dapat dipahami oleh anak dengan usia tertentu. 14
Wawancara dengan ketua BPK PA GPIB Tamansari (BA) di GPIB Tamansari, 02 Desember 2011 pukul 09:00-10:00. 15 Wawancara dengan Ibu E (Ketua 3) di GPIB Tamansari, 25 November 2011 pukul 17:30-18:00. 16 Wawancara dengan NS Guru kelas Kecil SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 06 Desember 2011 pukul 17:00-18:00.
43
Selain materi, lagu-lagu atau pujian yang akan dibawakan dalam kegiatan/acara Sekolah Minggu juga dipersiapkan. Lagu-lagu yang dipilih disesuaikan dengan tema atau inti dari materi yang disampaikan. Sedangkan aktivitas yang akan dipilih tergantung dari kesepakatan masing-masing pengajar. Ada yang mengikuti aktivitas yang tertera pada buku ajar, tetapi ada juga pengajar yang lebih kreatif dalam membuat aktivitas sendiri. Pengajar dalam hal ini mempertimbangkan jumlah serta kecakapan anak dalam melaksanakan aktivitas tersebut.17
Gambar 3.3 Persiapan Bersama Komentar Penulis : Gambar ini menunjukkan persiapan bersama yang dilakukan oleh para pengajar di GPIB Tamansari. Persiapan ini tidak didampingi baik majelis maupun pendeta. Disinilah para pengajar yang akan memimpin pembinaan di hari minggu baik di pusat maupun di pospel mempersiapkan baik materi, lagu-lagu serta aktivitas yang akan dibawakan dalam kegiatan SM. Para pengajar dibagi berdasarkan kelas-kelas yang akan dipimpin. 17
Wawancara dengan NS Pengajar kelas Kecil SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 06 Desember 2011 pukul 17:00-18:00.
44
3.2.4 Metode Pembelajaran Metode
banyak
ragamnya,
tinggal
bagaimana
pengajar
dapat
menyesuaikannya dengan tujuan dari pembelajaran yang hendak dicapai. Pengajar di GPIB Tamansari pada umumnya menggunakan metode ceramah, tanya jawab, mendongeng, bercerita dengan alat peraga (gambar, boneka, hasil alam lainnya), bermain dan drama. Dalam menentukan metode yang di pakai pengajar memperhatikan kecerdasan serta usia anak. Kecerdasan yang dimiliki oleh setiap anak tentunya berbeda-beda. Setiap pribadi anak-anak adalah unik. Dalam hal ini, kadang-kadang pengajar memberikan
kesempatan
kepada
anak
dalam
waktu-waktu
tertentu
untuk
mengekspresikan apa yang mereka senangi. Misalnya, metode drama yang digunakan untuk membantu anak untuk mengekspresikan kecerdasan kinestik yang anak layan miliki. 18 Selain itu, menurut NC mengenai usahanya dalam membantu anak layan dalam mengembangkan kecerdasan yang dimiliki: ”Kecerdasan adik-adik layan dapat dilihat dari gerak geriknya didalam kelas. Ada yang suka bicara, ada juga yang suka mendengar saja. Adikadik yang suka bicara, biasanya saya suruh untuk menjawab pertanyaan yang saya berikan. Pada umumnya, mereka yang memiliki kebiasaan banyak bicara jika di suruh menjawab maka dengan senang hati mereka akan menjawab.”19 Hal yang sama diungkapkan oleh DL yang berkata : ”Bagi saya setiap adik-adik itu memiliki kecerdasaan yang berbedabeda. Hal itu terlihat dari kebiasaan adik-adik yang beragam yang ada didalam kelas. Ada yang terbiasa main, ada yang lebih suka bernyanyi, ada yang suka bernyanyi sambil bergerak, dan lain sebagainya. Melihat kecerdasaan yang unik yang dimiliki oleh masing-masing anak, maka dalam hal ini saya biasa menyuruh mereka untuk berani tampil di depan teman-teman mereka. Misalnya, yang pandai bernyanyi memimpin 18
Wawancara dengan MM Pengurus dan Guru Batita/Balita SM GPIB Tamansari, 07 Desember 2011 pukul 17:00-18:30. 19 Wawancara dengan NC pengajar SM GPIB Tamansari di GPIB Tamansari, Rabu 23 November 2011 pukul 16:15-17:00.
45
pujian, atau yang pandai berhitung membantu saya untuk mencoba menghitung jumlah teman-temannya yang ada didalam kelas.” 20 Dengan demikian, pengajar dalam hal ini memiliki peranan yang cukup besar dalam membantu anak dalam mengembangkan kecerdasan yang dimiliki oleh anak. Selain kecerdasan anak, usia juga merupakan salah satu faktor dalam menentukan metode yang digunakan. Metode mendongeng, bercerita dengan gambar atau alat peraga lainnya sesuai dengan tema pembelajaran, menonton film serta bermain merupakan metode yang paling disenangi oleh anak-anak inri (batita/balitas) dan kecil. 21 Untuk itu para pengajar kelas inri (Batita/balita) memakai metode mendongeng dan bercerita dengan gambar atau alat peraga lainnya. Seperti yang diungkap oleh salah satu pengajar MM : ”Metode mendongeng dan bercerita sangat bagus untuk anak balita dan batita karena pada usia ini mereka belum bisa mengerti apa yang disampaikan kepada mereka, melalui gambar dan benda-benda yang sehari-hari mereka lihat akan sangat mudah ditangkap oleh anak. Dalam membawakan cerita kepada anak-anak harus dengank mimik, suara, gerakan tubuh serta bahasa anak-anak yang sesuai dengan dongeng atau cerita yang dibawakan. Biasanya saya memakai buku cerita bergambar yang sesuai dengan topik yang ada dalam SBA Inri.”22 Hal yang sama dikemukakan oleh NS : ”jika mengajar di kelas inri, saya lebih sering menggunakan metode cerita dengan menggunakan gambar-gambar.”23 Sedangkan untuk kelas kelas kecil dan kelas tanggung, pengajar lebih sering memakai metode ceramah. Dalam wawancara yang penulis lakukan, berikut ini merupakan pendapat dari BA, pengajar kelas tanggung di GPIB Tamansari :
20
Wawancara dengan DL Guru Kelas Tanggung SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 25 November 2011 pukul 16:00-17:25. 21
Wawancara dengan KS dan NN anak kecil SM GPIB Tamansari Salatiga, 13 November 2011 pukul 10.15-10:25. 22 Wawancara dengan MM Penpengajars dan Pengajar Batita/Balita SM GPIB Tamansari, 07 Desember 2011 pukul 17:00-18:30. 23 Wawancara dengan NS Pengajar kelas inri dan Kecil SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 06 Desember 2011 pukul 17:00-18:00.
46
“Metode ceramah merupakan metode yang sering saya pakai dalam mengajar kelas tanggung. Metode ini bagi saya sangat cocok dengan anak-anak tanggung karena mereka lebih senang mendengar dan sudah bisa mengerti apa yang saya sampaikan.”24 Sama halnya dengan pendapat yang disampaikan saudari DL dan NS : ”Metode role play/drama, menonton, tetapi metode ceramah/cerita paling sering saya, meskipun pengajar yang berbicara terus namun pengajar tetap harus kreatif agar ada respon dari anak-anak dengan memberi mereka pertanyaan diakhir cerita. Selain itu, waktu yang dibutuhkan relatif singkat dan tidak memerlukan alat dan bahan yang bervariasi.”25 Sedangkan NS berpendapat : ”saya lebih sering menggunakan metode cerita dan tanya jawab. Alasan saya memakai metode tanya jawab khususnya dalam penyampaian materi karena metode ini dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk dapat menjelaskan apa yang mereka pahami. Sedangkan metode cerita, karena sudah menjadi kebiasaan untuk menceritakan kembali cerita dalam Alkitab.” 26 Metode yang diterapkan pada umumnya dilakukan di dalam kelas. Selain memperoleh data lewat wawancara, penulis juga melakukan observasi partisipan untuk memperkuat data yang diperoleh dengan menggambil gambar sebagai bukti.
24
Wawancara dengan BA Pengajar Tanggung SM di GPIB Tamansari, 02 Desember 2011 pukul 09:00Wawancara dengan DL Pengajar Kelas Tanggung SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 25 November 2011 pukul 16:00-17:25. 26 Wawancara dengan NS Pengajar kelas inri dan Kecil SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 06 Desember 2011 pukul 17:00-18:00. 25
47
Gambar 3.4 metode yang digunakan Komentar penulis : gambar ini menunjukkan metode yang digunakan oleh para pengajar dalam menyampaikan Firman kepada anak-anak layan. Setiap kelas disajikan dengan metode sesuai dengan usia anak. Untuk kelas tanggung pengajar menggunakan metode tanya jawab, kelas kecil cerita/ceramah, dan kelas inri metode cerita dengan alat peraga.
48
3.3 GAMBARAN UMUM TENTANG GSJA BUKIT HOREB SALATIGA 3.3.1
Sejarah GSJA (Gereja Sidang Jemaat Allah) Bukit Horeb 27 Gereja Sidang Jemaat Allah Bukit Horeb Salatiga dirintis pada pertengahan
tahun 1986 oleh Pendeta Thalia Louise Hukom. Awalnya Pendeta Thalia Loise Hukom termotivasi oleh khotbah yang ia dengar yang terambil dari teks Yohanes 4:35 “Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai” untuk merintis gereja Tuhan. Atas dukungan dan persetujuan suaminya yaitu Pendeta Karel Schubert pada tahun 1986, untuk pertama kalinya diadakan kebaktian dirumah Pendeta Karel Schubert, yang dihadiri oleh Pendeta Karel Schubert dan Thalia Loise Hukom, serta kedua putranya dan pembantu rumah ibu Wardi. Beberapa waktu kemudian Pendeta Karel cuti ke Nederland dan perintisan Gereja Tuhan ini dilanjutkan oleh Benyamin Musa. Ia aktif dalam menjalankan penginjilan. Hal itu terbukti dari penginjilannya yang membuahkan hasil yang cukup memuaskan dimana ada 10 jiwa/orang yang dimenangkan salah satunya keluarga Purwadi. Tidak hanya itu, seiring dengan penginjilannya yang dilakukan terus menerus jumlah jiwa/orang yang dimenangkan bertambah hingga 40 jiwa/orang. Bertambahnya jumlah jiwa-jiwa baru yang telah dimenangkan di dalam Kristus membuat para pelayan Tuhan untuk mulai memikirkan dan mencari tempat beribadah yang mampu menampung semua jemaat Tuhan. Kemudian mereka meminjam aula Sekolah Tinggi Teologi Berea yang berada tidak jauh dari tempat tinggal jemaat untuk beribadah. Seiring dengan perkembangan jemaat yang semakin meningkat. GSJA Bukit terus meningkatkan pelayanannya mulai dari Sekolah Minggu, Remaja, Kaum Muda, 27
Wahyu Deviana, Sejarah dan Perkembangan Gereja Sidang Jemaat Allah Bukit Horeb Jl. Ki Penjawi V Salatiga,(S. Th. Skripsi, STT Satyabakti, 2003),20.
49
Kaum Pria, Kaum Wanita, hingga Pinisepuh. Setelah mengalami pertumbuhan jemaat menuju kemandirian jemaat, maka gereja membentuk penpengajars gereja dan komisi-komisi.
3.3.2 Sejarah Sekolah Minggu GSJA Bukit Horeb 28 Pelayanan anak dimulai pada tahun 1986. Selain melakukan penginjilan kepada orang-orang dewasa, penginjilan juga dilakukan untuk anak-anak. Anak-anak dikumpul untuk diberi pembinaan. Sekolah Minggu di mulai dengan 9 anak. Anakanak itu terdiri dari kedua anak Ibu Thalia Hukom dan anak-anak yang tinggal di sekitar rumahnya. Meskipun demikian dari tahun ke tahun Sekolah Minggu mengalami perkembangan dengan bertambahnya jumlah anak yang ikut dalam pelayanan tersebut. Pada permulaan perintisan belum terdapat banyak rumah-rumah di daerah tempat tinggal ibu Thalia Hukom. Namun dikemudian hari, pemerintah membangun rumah-rumah dinas untuk Departemen Kehakiman, perhutanan dan kemudian Satya Wacana dengan Perumsat, dan rumah-rumah pribadi. Pertambahan rumah atau warga yang bertempat tinggal di sekitar jalan Ki Penjawi memberi dampak bagi kemajuan Sekolah Minggu. Bahkan selain anak-anak yang tinggal di daerah sekitar Ki Penjawi, beberapa anak dari daerah Suko yang berjarak 400 m dari tempat Sekolah Minggu datang untuk bersama-sama mengikuti Sekolah Minggu. Bertambahnya jumlah anak dan jemaat membuat tempat yang semula digunakan untuk bersekolah minggu tidak lagi memadai, maka pada tahun 1990 dibelilah sebidang tanah dibelakang rumah di jalan Ki Penjawi. Di tanah itulah
28
Wawancara dengan Pdt. KS (Gembala SM) di SM GSJA Bukit Horeb, Minggu 20 November 2011.
50
dibangun gedung sederhana dengan 3 ruangan di lantai bawah dan ruangan besar dilantai atas. Pada tahun 1993 Bapak Karel dan Ibu Thalia Hukom mendapat tawaran dari Compassion (saat itu bernama Yayasan Bantuan Kasih Indonesia) untuk membantu anak-anak dari keluarga yang kurang mampu dalam pendidikan. Dari situlah, pelayanan anak secara holistik dilakukan. Pada tahun 1996 dibelih sebidang tanah dibelakang kuburan China dan pada tahun 1999 dimulailah pembangunan gedung Gereja. Dari tahun ke tahun jumlah anak-anak yang datang semakin banyak dan mencapai 160 anak dari berbagai kalangan. Karena banyaknya anak-anak maka tempat yang semula digunakan sudah tidak memadai lagi untuk diadakan Sekolah Minggu. Pada saat itu, Bapak Katsoragi (Direktur Timatex dari Jepang) menawarkan tempat kediamannya yang berada di lantai 2 untuk dipakai sebagai tempat sekolah Minggu anak-anak. Pada tahun 2007 mulailah dibangun gedung Pelayanan anak-anak dengan pandangan ke masa depan. Gedung ini selain untuk Sekolah Minggu dapat di pakai juga untuk kantor dan kegiatan aktivitas anak yang lain. Pada tahun 2009 bagian pertama bangunan sudah selesai di bangun dan siap untuk dipakai sebagai tempat anak-anak dan kegiatan Sekolah Minggu serta untuk kantor pelayanan. Sekolah Minggu sebagai bagian dari pelayanan Gereja memiliki visi dan misi yang menyatakan keberadaan/kehadirannya. Visi Sekolah Minggu adalah setiap pengajar Sekolah Minggu akan menggunakan talenta dan kreativitasnya untuk menyumbang kepada pembaharuan anak-anak, keluarga dan masyarakat. Sedangkan misi Sekolah Minggu adalah Sekolah Minggu “Bukit Horeb” ada untuk menjawab kebutuhan gereja, orang tua, dan masyarakat melalui pelayanan pengajar-pengajar
51
Sekolah Minggu dengan menggunakan karunia talenta dan kreativitasnya. 29 Selain itu, SM memegang teguh nilai-nilai Gereja Sidang Jemaat Allah yaitu, kerendahan hati, mencintai Tuhan, kejujuran dan kerajinan di sepanjang waktu.
Gambar 3.2 Gedung Kantor dan Sekolah Minggu GSJA Bukit Horeb Komentar penulis : Gambar diatas menunjukkan kantor dan kelas-kelas Sekolah Minggu GSJA Bukit Horeb tempat anak-anak mendapatkan pembinaan. Didalam gambar tersebut, kantor Gereja berada di lantai bawah sebelah kanan, sedangkan sebelah kiri merupakan kelas-kelas untuk balita dan batita. Untuk lantai atas, sebelah kiri kelas pratama A dan B, sedangkan yang sebelah kanan untuk kelas Madya A dan B.
29
Pdt. Karel Schubert, Paper Visi dan Misi Sekolah Minggu GSJA Bukit Horeb,2-3.
52
3.4 MODEL PEMBELAJARAN SEKOLAH MINGGU DI GSJA BUKIT HOREB 3.4.1 Gambaran Kegiatan Pembelajaran SM Sekolah Minggu di GSJA Bukit Horeb diadakan disore hari pada pukul 15:3016:30 WIB. Anak-anak diberikan pembinaan lewat pujian, doa, serta Firman Tuhan yang menjadi pusat dari kegiatan yang dilakukan. Melihat jumlah anak yang cukup banyak dan perkembangan anak yang berbeda-beda, maka para pengurus membagi kelas berdasarkan usia anak. Ada enam kelas yang disediakan, mulai dari kelas batita (1-3 tahun), balita (4-5 tahun), pratama A (6-7 tahun), pratama B (8-9 tahun), madya A (10-11 tahun), madya B (12 tahun).30 Untuk kelas batita/balita diawal SM, anak-anak yang baru datang diperkenalkan dengan mainan, bermain bersama, tanya kabar dan keadaannya hari ini (menyapa anakanak). 31 Selain itu, mereka diberikan lembar aktivitas, untuk anak batita/balita dan pratama berupa menggambar, mewarnai, menjawab pertanyaan yang ada dalam lembar aktivitas sedangkan untuk kelas madya berupa lembaran TTS ataupun menjawab soalsoal. Dalam lembar ini pula anak dapat membaca rangkuman Firman Tuhan yang akan disampaikan sehingga anak setidaknya bisa menjawab jika pengajar memberikan pertanyaan seputar Firman yang disampaikan. Anak diberi waktu 5-10 menit untuk menyelesaikan lembar aktivitas. Setelah itu anak diajak untuk memuji dan memuliakan Tuhan lewat pujian. Pujian dipimpin oleh salah satu pengajar, biasanya pengajar meminta salah seorang anak untuk memilih dan memimpin pujian yang akan dinyanyikan dan anak yang lain memimpin doa. Hal ini dilakukan agar anak dapat terlibat secara aktif dalam ibadah.
30
Wawancara dengan FA pengajar Pratama SM GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Rabu 23 November 2011, Pukul 16:00-17:00. 31 Wawancara dengan RK pengajar Balita SM GSJA Bukit Horeb, 27 November 2011 pukul 16:15:16:45.
53
Sebelum masuk dalam Firman, pendidik pada umumnya menanyakan kembali cerita/Firman yang disampaikan pada minggu sebelumnya. Lamanya Firman yang disampaikan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Untuk kelas batita/balita 5-10 menit, pratama 10-15 menit, dan madya 15-20 menit. Setiap anak memiliki tingkat pemahaman yang berbeda-beda sehingga pengajar harus menggunakan bahasa sesederhana mungkin sehingga dipahami oleh anak-anak. Untuk mengetahui apakah anak memahami Firman, anak diberi kesempatan baik untuk bertanya maupun memberikan pendapatnya mengenai Firman yang disampaikan.32 Diakhir acara SM, Pengajar memberi kesimpulan akan Firman Tuhan yang diberitakan. Setelah itu anak-anak diajak untuk berdoa sebelum memberikan persembahan yang telah mereka sediakan. Dan sama-sama menghafal ayat hafalan serta diakhir dengan doa.33
32
Wawancara dengan TK pengajar Madya GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Minggu 27 November 2011, Pukul 17:30-18:15. 33 Wawancara dengan FA pengajar Pratama SM GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Rabu 23 November 2011, Pukul 16:00-17:00.
54
Gambar 3. 6 Kegiatan SM GSJA Komentar Penulis : gambar di atas menunjukkan kegiatan SM GSJA mulai dari aktivitas awal di masing-masing kelas, berdoa, pemberitaan Firman serta memberikan kolekte. Dari gambar ini terlihat bahwa pengajar mendampingi anak-anak serta memberi kesempatan kepada anak untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dilakukan karena memang anak-anak membutuhkan pendampingan yang mengarahkan mereka kepada tujuan akhir yang hendak dicapai.
3.4.2 Pendekatan yang digunakan Sejak dahulu GSJA sudah memberi perhatian yang khusus terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak-anak jemaat dengan memberi wadah untuk perkembangan iman anak dengan mengadakan Sekolah Minggu. Anak-anak diajar untuk dapat meneladani Kristus. Ada empat pelayanan yang harus disediakan kepada anak-anak baik secara internal maupun eksternal untuk menjamin Sekolah Minggu melaksanakan misinya, antara lain : 34
34
Wawancara dengan Pdt. KS (Gembala SM),di SM GSJA Bukit Horeb, Minggu 20 November 2011.
55
1. Pelayanan dengan ceritera yang Alkitabiah dan pertumbuhan anak yang diarahkan secara sengaja. 2. Pelayanan yang membuat anak merasa dihargai dan diperhatikan. 3. Penyediaan bahan untuk mendukung pelayanan dan pengembangan pengajar dalam mengembangkan karunia, talenta dan kreativitasnya untuk melayani anak-anak dengan baik. 4. Mengubah kehidupan anak sehingga menjadi berkat di Gereja, Keluarga, masyarakat. Berdasarkan keempat pelayanan tersebut diatas, maka dalam hal ini para pengajar menerapkan pendekatan yang berpusat pada anak. Berikut ini pendapat para pengajar dalam menerapkan pendekatan tersebut yang dikemukakan oleh Bu H : “Pendekatan yang berpusat pada anak, karena kita disini berusaha untuk bagaimana agar anak benar-benar menjadi jiwa-jiwa yang takut anak Tuhan.”35 Hal yang tidak jauh berbeda juga disampaikan oleh beberapa responden lainnya, yaitu FA dan JK berkata bahwa : “Tentunya pendekatan yang berpusat pada anak karena anak menjadi subjek utama dalam pelayanan. Subjek disini berarti anak tidak hanya pasif mendengar tetapi anak juga aktif dalam mengeluarkan pendapat, gagasan, dan kreativitasnya dalam mengerjakan aktivitas yang diberikan.”36 Sedangkan JK mengatakan sebagai berikut : “ Berpusat pada anak, karena segala kegiatan disediakan untuk anakanak. Mulai dari bahasa yang sangat sederhana, aktivitas maupun ruangan yang didesain untuk anak-anak. Disini, anak akan lebih aktif, tidak hanya pengajar yang berperan, tetapi mereka juga. Misalnya, anak dilibatkan dalam proses perenungan Firman yang disampaikan, dengan memberi pertanyaan seputar Firman yang disampaikan. 37
35
Wawancara dengan Bu H wakil Gembala SM GSJA Bukit Horeb, Jumat 25 November 2011 pukul 10:10-11:00. 36 Wawancara dengan FA Pengajar Pratama SM GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Rabu 23 November 2011, Pukul 16:00-17:00. 37 Wawancara dengan JK pengajar LC SM GSJA Bukit Horeb, 04 Desember 2011 pukul 17:05-17:36.
56
Pengajar dalam hal ini berusaha menciptakan suasana kelas yang tidak hanya pengajar yang aktif tetapi anak-anak juga ikut aktif didalamnya. Sehingga visi dan misi Sekolah Minggu dapat tercapai karena pendekatan yang berpusat pada anak akan membuat para pengajar menggunakan talenta dan kreativitasnya dalam proses pembelajaran dan anak akan tumbuh menjadi anak-anak yang menjadi berkat bagi Gereja, keluarga dan masyarakat.38 Dalam
mendukung
penerapan
pendekatan
yang
diterapkan
dalam
menjalankan pelayanan untuk anak-anak, masing-masing kelas dipengang oleh dua atau tiga pengajar. Setiap pengajar bertanggungjawab dalam mengenali setiap anakanak yang ada di kelas, hal ini bertujuan agar semua anak-anak merasa diperhatikan. Perhatian itu akan mendorong anak untuk semakin rajin mengikuti Sekolah Minggu. Apalagi sejak tahun 1992, ketika adanya PPA (Pusat Pengembangan Anak), keaktifan dan kehadiran anak di Sekolah Minggu cukup menurun. Kebanyakan anak lebih memilih untuk mengikuti PPA yang diadakan setiap dua sampai tiga kali dalam seminggu. 39
3.4.3 Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran dimulai dari persiapan. Persiapan mengajar dilakukan secara individu. Jika persiapan dilakukan bersama tentunya membutuhkan waktu, sedangkan yang diketahui bahwa para pengajar di SM GSJA ini sebagian besar bekerja dan kuliah sehingga sulit untuk mencari waktu yang luang untuk mengadakan persiapan bersama.40
38
Wawancara dengan Bu H wakil Gembala SM GSJA Bukit Horeb, Jumat 25 November 2011 pukul 10:10-11:00. 39 Wawancara dengan Bu H wakil Gembala SM GSJA Bukit Horeb, Jumat 25 November 2011 pukul 10:10-11:00. 40 Wawancara dengan Bu H wakil Gembala SM GSJA Bukit Horeb, Jumat 25 November 2011 pukul 10:10-11:00.
57
Setiap pendidik yang mendapat tugas membawa Firman diberikan buku ajar satu minggu sebelum mengajar sedangkan untuk pengajar yang bertugas membawa pujian cukup mempersiapkan lagu-lagu yang ada hubungannya dengan materi yang akan disampaikan. Buku ajar yang digunakan diterbitkan oleh PT. Gandum Mas.41 Masing-masing bahan ajar berbeda-beda sesuai dengan usia/kategori tiap kelas mulai dari kelas batita/balita, pratama dan madya. Buku ajar dilengkapi dengan flanel dan contoh-contoh cerita yang akan membantu pendidik untuk membawakan Firman sehingga anak tidak hanya mendengar apa yang disampaikan oleh pendidik tetapi juga melihat gambar yang ditempel pada papan flanel yang tersedia. Setiap pendidik mempunyai tanggungjawab untuk mengembangkan materi yang ada dalam buku ajar. Hal ini dimaksudkan agar pendidik mampu mempresentasikan bahan ajar dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak. Persiapan yang dilakukan antara lain berdoa, mempelajari materi yang ada dalam buku ajar dan Alkitab agar benar-benar memahami materi yang akan disampaikan karena jika persiapannya dadakan maka kurang matang dalam arti pelayanannya hanya setengah-setengah, mencari bahan lain yang dapat mendukung materi atau Firman Allah kemudian melaporkannya kepada pengajar agar pengurus dapat menyediakannya. 42 Agar pelayanan dapat berjalan dengan baik dan seturut dengan kehendak Tuhan, pengurus SM harus selalu mengingatkan para pengajar untuk mempersiapkan materi dengan meminta pertolongan Tuhan melalui doa. 43 Doa merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan Tuhan Allah. Lewat doa seseorang dapat membangun relasi yang baik dengan Tuhan Allah. Ketika manusia 41
Wawancara dengan Pdt KS Ketua Gembala SM GSJA Bukit Horeb, Minggu 20 November 2011 pukul 15.30-15:45. 42 Wawancara dengan FA Pengajar Pratama SM GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Rabu 23 November 2011, Pukul 16:00-17:00. 43 Wawancara dengan Bu H wakil Gembala SM GSJA Bukit Horeb, Jumat 25 November 2011 pukul 10:10-11:00.
58
dapat membangun relasi dengan Tuhan Allah, maka secara otomatis ia dapat membangun relasi yang baik pula dengan sesama manusia. Oleh karena itu, sebelum SM dimulai, para pengajar berkumpul dalam satu ruangan untuk bersama-sama mengadakan doa bersama untuk mendoakan pelayanan yang akan dilakukan serta mendoakan anak-anak SM. 44
Gambar 3.7 Doa bersama Komentar Penulis : Gambar ini menunjukkan kegiatan pujian dan doa bersama yang dilakukan oleh para pengajar SM GSJA Bukit Horeb sebelum mereka memimpin kelas masing-masing.
3.4.4 Metode Pembelajaran Ada beberapa metode yang digunakan dalam proses pembelajaran di SM GSJA Bukit Horeb. Metode pembelajaran yang dipakai antara lain metode bercerita dengan menggunakan gambar/flanel/audiovisual, ceramah, tanya jawab, menonton,
44
Wawancara dengan LD pengajar SM GSJA Bukit Horeb, 13 November 2011 pukul 16:40-17:00.
59
drama (role play). Metode yang dipakai disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kecerdasan anak. Metode yang dipilih dalam menyampaikan materi sangat tergantung pada jenis cerita yang di sampaikan dan usia anak yang diajar. 45 Misalnya, Firman yang disampaikan terdapat banyak tokoh-tokoh didalamnya maka metode yang digunakan metode drama atau role play. Bisa juga dengan metode bercerita dengan menempel gambar tokoh dipapan flanel. Metode dengan menggunakan papan flanel merupakan metode yang khas dipakai oleh para pengajar. Dari pengalaman penulis dibeberapa SM, metode ini masih sangat jarang digunakan.
Gambar 3.8 Metode dengan Menggunakan Papan Flanel Komentar Penulis : Gambar ini menunjukkan pengajar yang sedang memimpin Firman Tuhan dengan memakai metode yang menggunakan papan flanel. Selain itu, memilih dan menerapkan metode secara kreatif dan bervariasi dapat dilakukan dengan melibatkan kecerdasan ganda yang dimiliki oleh masing45
Wawancara dengan FA pengajar Pratama SM GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Rabu 23 November 2011, Pukul 16:00-17:00.
60
masing anak. Para pengajar menyadari bahwa masing-masing kelas terdapat beragam kecerdasan. Ada anak yang suka musik dan bernyanyi, suka bicara, suka mengganggu teman, suka bermain atau ada juga anak yang lebih suka mendengar. Tiap-tiap kecerdasan ini membutuhkan perhatian yang lebih dari pengajar. Oleh karena itu, dalam memilih dan menentukan metode pembelajaran pengajar memperhatikan dan menimbang metode mana yang setidaknya dapat mendukung anak dalam mengembangkan kecerdasan yang dimilikinya. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan penulis, berikut ini pendapat FA mengenai pemanfaatan potensi yang dimiliki oleh anak dengan melibatkan anak dalam penerapan metode pembelajaran adalah : ”Sebagai pengajar tentunya setiap kita paling tidak 80% mengenal anak yang kita layani. Oleh karena itu, ketika saya memilih metode yang akan saya gunakan saya mengingat-ingat kecerdasaan yang biasanya ditunjukkan anak di dalam kelas. Hal ini yang cukup menantang bagi saya, dimana harus menerapkan metode di kelas yang memiliki beragam kecerdasan. Jika saya memakai metode tanyajawab, biasanya saya memberi kesempatan kepada anak untuk dapat mengeluarkan pendapatnya mengenai apa yang mereka pahami tentang Firman Tuhan yang akan atau telah disampaikan. Misalnya, anak yang suka bicara diberikan kesempatan untuk menceritakan kembali cerita Alkitab menurut versi dan bahasa mereka atau anak yang senang bernyanyi dikasih kesempatan memimpin pujian.” 46 Hal itu didukung pula oleh RK yang mengatakan : ”Untuk anak-anak balita yang hiperaktif dan malu-malu biasa saya lebih memilih metode yang dimana saya mengajak anak untuk bermain dan bernyanyi. Karena jika kita perhatikan, pada umumnya pada usia ini mereka memang lebih senang jika diajak bernyanyi dan bermain. Selain itu penyediaan alat-alat aktivitas seperti balok kayu, boneka, dan gambargambar yang perlu diwarnai akan sangat mendukung anak dalam memilih sendiri apa yang mereka inginkan.”47 Selain itu, TK sebagai pengajar dikelas madya menyatakan bahwa : ” Melihat setiap anak memiliki kesenangan atau kecerdasan yang berbedabeda bahkan unik, maka dalam proses pembelajaran biasanya saya meminta 46
Wawancara dengan FA Guru Pratama SM GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Rabu 23 November 2011, Pukul 16:00-17:00. 47 Wawancara dengan RK pengajar Balita SM GSJA Bukit Horeb, 27 November 2011 pukul 16:15-16:45.
61
anak-anak untuk dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran. Misalnya, anak yang senang menyanyi saya beri kesempatan untuk memimpin pujian. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk meminta anak-anak yang lain yang meskipun pemalu untuk di ajak mengekspresikan dirinya.” 48 Metode yang dipakai oleh pengajar di masing-masing kelas berbeda-beda. Berikut ini beberapa pendapat yang disampaikan oleh para pengajar dari kelas masing-masing mengenai metode yang mereka pakai dalam membawakan Firman Tuhan, seperti yang diungkapkan oleh FF : “Metode yang sering saya pakai untuk kelas batita adalah metode bercerita dengan alat peraga dan drama. Hal ini saya lakukan karena anak usia ini lebih cenderung menyukai apa yang mereka lihat.”49 Hal yang serupa juga diungkapkan oleh RK dalam mengajar anak balita : “Metode yang saya pakai adalah metode bercerita dengan gambar seperti dengan menggunakan gambar yang ditempel pada papan flanel. Selain itu, drama juga dapat mendukung anak-anak dalam memperhatikan apa yang disampaikan. Disini yang berperan bukan anak-anak tetapi kakak-kakak layan. Metode ini sangat efektif untuk anak usia ini karena mereka lebih cepat menangkap apa yang mereka lihat dan dengar.”50 Pada umumnya metode tersebut dilakukan di dalam kelas. Pengajar untuk kelas pratama dan madya menggunakan metode drama, tanya jawab dan ceramah serta metode menghafal. Selain itu, dalam proses pembelajaran pengajar memberi kesempatan kepada kami (anak) untuk bertanya hal-hal yang belum dipahami.51 Berikut ini pendapat dari FA dan TK yang mengatakan bahwa : “di kelas pratama metode yang saya gunakan lebih sering metode tanya jawab dan ceramah. kecuali Firman yang saya bawakan mendukung untuk dibawakan dalam drama, maka saya menggunakan metode drama. Hal ini saya lakukan agar anak-anak dapat aktif dikelas. Anak-anak yang lebih aktif berbicara di kelas saya beri kesempatan untuk mengutarakan jawabannya. Tidak tertutup kemungkinan, saya juga memberi kesempatan kepada semua anak untuk memberikan pendapatnya meskipun anak itu memiliki sifat 48
Wawancara dengan TK pengajar Madya GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Minggu 27 November 2011, Pukul 17:30-18:15. 49 Wawancara dengan FF pengajar Batita SM GSJA Bukit Horeb, Senin 28 November 2011 pukul 17:0018:00. 50 Wawancara dengan RK pengajar Balita SM GSJA Bukit Horeb, Minggu 27 November 2011 pukul 16:15:16:45. 51 Wawancara dengan SF kelas Pratama SM GSJA Bukit Horeb, Minggu 20 November 2011 pukul 15.20-15:27.
62
pendiam atau pemalu. Selain itu, mereka dijuga diajak untuk dapat menghafal ayat yang menjadi nats dari pembacaan.” 52 Sedangkan TK : ”saya lebih sering memakai metode ceramah/bercerita, tanya jawab dan drama. Metode ceramah, karena saya termasuk pandai berbicara dengan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh anak-anak serta menarik perhatian anak-anak dengan pembawaan saya. Metode tanya jawab, dalam hal ini saya ingin agar anak juga aktif dalam kelas, sedangkan drama saya pakai jika dalam cerita/materi terdapat banyak tokoh-tokoh. Selain itu, saya juga menerapkan metode menghafal, khususnya untuk menghafal ayat-ayat emas atau nats dari pembacaan Alkitab yang sudah dibacakan.” 53
Gambar 3. 9 Metode yang digunakan Komentar Penulis : Gambar ini menunjukkan metode yang digunakan oleh para pengajar di masing-masing kelas. Ada yang menggunakan metode tanya jawab, metode mendongeng, bermain serta metode yang menggunakan papan flanel. Dan terlihat anak begitu antusias dalam proses pembelajaran tersebut.
52
Wawancara dengan FA pengajar Pratama SM GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Rabu 23 November 2011, Pukul 16:00-17:00. 53 Wawancara dengan TK pengajar Madya GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Minggu 27 November 2011, Pukul 17:30-18:15.
63