BAB III METODOLOGI
Perancangan sistem informasi merupakan pengembangan sistem baru dari sistem lama yang sudah ada, dimana masalah-masalah yang terjadi pada sistem lama diharapkan dapat teratasi pada sistem yang baru. Secara konseptual siklus pengembangan dalam perancangan sebuah sistem informasi adalah sebagai berikut : 1. Analisis Sistem yaitu menganalisis dan mendefinisikan masalah dan kemungkinan solusinya untuk sistem informasi dan proses organisasi. 2. Perancangan Sistem yaitu merancang keluaran, masukan, struktur file, program, prosedur, perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung sistem informasi. 3. Pembangunan dan Testing Sistem yaitu membangun perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung sistem dan melakukan testing secara akurat. Melakukan
instalasi
dan
pengujian
terhadap
perangkat
keras
dan
mengoperasikan perangkat lunak 4. Implementasi Sistem merupakan peralihan dari sistem lama ke sistem baru, melakukan pelatihan dan panduan seperlunya. 5. Operasi dan Perawatan akan mendukung operasi sistem informasi dan melakukan perubahan atau tambahan fasilitas.
25
26
6. Evaluasi Sistem merupakan evaluasi sejauh mana sistem telah dibangun dan seberapa bagus sistem telah dioperasikan. Untuk memenuhi secara konseptual tahapan/metodologi didalam pengembangan sistem tersebut maka pada proyek ini dilakukan langkah-langkah metodologi sebagai berikut : 1. Melaksanakan pengkajian dan penelitian secara lengkap terhadap sistem aplikasi yang akan dikembangkan terutama jika dibandingkan dengan sistem aplikasi sejenis yang telah berjalan pada saat ini (existing atau current system). 2. Melaksanakan analisis dan definisi kebutuhan, pembuatan rancangan serta membuat perancangan sistem secara komprehensif. 3. Melaksanakan analisis definisi kebutuhan dan disain rinci sistem dengan menggunakan pendekatan top-down serta menggunakan tools yang mendukung object oriented analysis. 4. Melaksanakan pembuatan program aplikasi baru (konstruksi) dengan pendekatan Rapid Aplication Development dan Ontology System yang terintegrasi dengan perancangan sistem yang telah didefinisikan pada tahapan sebelumnya dalam bentuk rancangan prototipe sistem informasi yang dibuat. Siklus tersebut berlangsung secara berulang-ulang. Siklus di atas merupakan model klasik dari pengembangan sistem informasi. Model-model baru, seperti prototyping, spiral, 4GT dan kombinasinya dikembangkan dan diturunkan dari model klasik di atas. Berikut ini adalah alasan pentingnya mengawali analisis sistem:
27
1. Problem-solving yaitu sistem lama tidak berfungsi sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu analisis diperlukan untuk memperbaiki sistem sehingga dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhan. 2. Kebutuhan baru yaitu adanya kebutuhan baru dalam organisasi atau lingkungan sehingga diperlukan adanya modifikasi atau tambahan sistem informasi untuk mendukung organisasi. 3. Mengimplementasikan ide atau teknologi baru. 4. Meningkatkan performansi sistem secara keseluruhan. Pendekatan ontologi digunakan sebagai alat bantu dalam perancangan keseluruhan sistem, khususnya didalam perancangan basis data sistem tersebut. Ontologi ini terutama digunakan pada perancangan sistem share pengetahuan pada sistem informasi tersebut. Secara lengkap pendekatan metodologi ontologi ini dijelaskan pada subbab 3.3. Alur Pikir dari proyek perancangan sistem informasi memori organisasi dengan menggunakan pendekatan ontologi dapat dilihat pada gambar 3.1. Metodologi pengambilan data dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah survei dengan quesioner, informasi dari sumber-sumber yang ada, studi sistem yang ada, dan sebagainya. Khusus untuk survei dengan kuesioner dilakukan sebagai cara untuk memperoleh data didalam analisis kebutuhan sistem dan juga analisis cost-benefit dari sistem. Untuk Analisis cost-benefit dari sistem dilakukan metode information economics sederhana, hanya dibatasi untuk menganalisis manfaat utama saja. Metodologi information economics ini dibahas pada subbab 3.6.
28
Gambar 3.1. Alur Pikir Proyek dalam Proses Perancangan Sistem Informasi Memori Organisasi menggunakan Pendekatan Ontologi
29
3.1. Analisis Sistem Pada proses analisis sistem terdapat batasan-batasan yang diperlukan. Batasan tersebut berupa aktifitas dimana aktifitas yang dilakukan dalam analisis sistem tersebut harus dapat menjawab pertanyaan umum, sebagai berikut: 1. Sistem baru apakah yang akan dibangun ? atau 2. Sistem apakah yang akan ditambahkan atau dimodifikasi pada sistem lama yang sudah ada ? Untuk itu secara terperinci harus dijawab pertanyaan-pertanyaan berikut : 1. Informasi apakah yang dibutuhkan ? 2. Oleh siapa ? 3. Kapan ? 4. Dimana ? 5. Dalam bentuk apa ? 6. Bagaimana cara memperolehnya ? 7. Dari mana asalnya ? 8.
Bagaimana cara mengumpulkannya ? Pada Proyek Perancangan Sistem Informasi Memori Organisasi ini, didalam
menganalisis sistem diperlukan sumber-sumber fakta yang dipelajan yaitu : 1. Sistem yang ada 2. Sumber internal lain yaitu orang, dokumen, dan hubungan antara orang organisasi atau fungsi ada.
30
3. Sumber External yaitu interface dengan sistem lain, seminar, vendor, jurnal, textbook dan informasi atau ilmu lain yang berada diluar sistem. Analisis yang dilakukan menggunakan kerangka sebagai kerangka acuan dalam menganalisis sistem yang ada, diantaranya kerangka tersebut adalah sebagai berikut : 1. Analisis
terhadap
tingkatan
pembuat
keputusan
(manajemen
organisasi) : menganalisa organisasi, fungsi dan informasi yang dibutuhkan beserta informasi yang dihasilkan. 2. Analisis terhadap aliran informasi yaitu mengidentifikasi informasi apa yang diperlukan, siapa yang memerlukan, dari mana asalnya. 3. Analisis terhadap masukan dan keluaran. Dalam analisis ini digunakan teknik dan alat bantu, antara lain : wawancara, questionaire, observation, sampling and document gathering, charting (organisasi, flow, DFD, ER, OO, dan lain-lain), tabel keputusan dan matrik.
3.2. Perancangan Sistem Analisis sistem digunakan untuk menjawab pertanyaan what ? Sedangkan perancangan digunakan untuk menjawab pertanyaan how ? Perancangan berkonsentrasi pada bagaimana sistem dibangun untuk memenuhi kebutuhan pada tahap analisis. Berikut ini adalah elemen-elemen pengetahuan yang berhubungan dengan proses perancangan :
31
1. Sumber daya organisasi bertumpu pada 5 unsur organisasi, yaitu man, machines, material, money dan methods. 2. Informasi kebutuhan dari pemakai yaitu informasi yang diperoleh dari pemakai selama tahap analisis sistem. 3. Kebutuhan sistem merupakan hasil dari analisis sistem. 4. Metode pemrosesan data, apakah manual, electromechanical, punched card, atau computer base. 5. Operasi data. Ada beberapa operasi dasar data, antara lain: capture, classify, arrange, summarize, calculate, store, retrieve, reproduce dan disseminate. 6. Alat bantu perancangan, seperti DFD, DCD, DD, tabel keputusan dan lain lain. Sedangkan untuk langkah dasar dalam proses perancangan tersebut diuraikan sebagai berikut : 1. Mendefinisikan tujuan sistem (defining system goal), tidak hanya berdasarkan informasi pemakai, akan tetapi juga berupa telaah dari abstraksi dan karakteristik keseluruhan kebutuhan informasi sistem. 2. Membangun sebuah model konseptual (develop a conceptual model), berupa gambaran sistem secara keseluruhan yang menggambarkan satuan fungsional sebagai unit sistem. 3. Menerapkan kendala-kendala organisasi (applying organizational constraints). Menerapkan kendala-kendala sistem untuk memperoleh sistem yang paling optimal. Elemen organisasi merupakan kendala, sedangkan fungsi-fungsi yang harus dioptimalkan adalah: performance, reliability, cost, instalation schedule,
32
maintenability, flexibility, growth potential, life expectancy. Model untuk sistem optimal dapat digambarkan sebagai sebuah model yang mengandung kebutuhan sistem dan sumber daya organisasi sebagai masukan ; faktor bobot terdiri atas fungsi-fungsi optimal di atas; dan total nilai yang harus dioptimalkan dari faktor bobot tersebut. 4. Mendefinisikan aktivitas pemrosesan data (defining data processing activities). Pendefinisian ini dapat dilakukan dengan pendekatan masukan-proses-keluaran. Untuk menentukan hal ini diperlukan proses iteratif sebagai berikut : a) Mengidentifikasikan keluaran terpenting untuk mendukung/mencapai tujuan sistem (system’s goal). b) Menguraikan field spesifik informasi yang diperlukan untuk menyediakan keluaran tersebut. c) Mengidentifikasi masukan data spesifik yang diperlukan untuk membangun field informasi yang diperlukan. d) Mendeskripsikan operasi pemrosesan data yang diterapkan untuk mengolah masukan menjadi keluaran yang diperlukan menggunakan fungsi ontologi. e) Mengidentifikasi elemen masukan yang menjadi masukan dan bagian yang disimpan selama pemrosesan masukan menjadi keluaran. f) Mengulangi langkah a) sampai dengan langkah e) terus menerus sampai semua keluaran yang dibutuhkan dapat diperoleh.
33
g) Membangun basis data yang akan mendukung efektifitas sistem untuk memenuhi kebutuhan sistem, cara pemrosesan data dan karakteristik data, hal ini juga menggunakan pendekatan ontologi. h) Berdasarakan kendala-kendala pembangunan sistem, prioritas pendukung, estimasi biaya pembangunan; mengurangi masukan, keluaran dan pemrosesan yang ekstrim. i) Mendefinisikan berbagai titik kontrol untuk mengatur aktifitas pemrosesan data yang menentukan kualitas umum pemrosesan data. j) Meenyelesaikan format masukan dan keluaran yang terbaik untuk perancangan sistem. 5. Menyiapkan proposal sistem perancangan. Proposal ini diperlukan untuk manajemen, apakah proses selanjutnya layak untuk dilanjutkan atau tidak. Hal-hal yang perlu disiapkan dalam penyusunan proposal ini adalah: a) Menyatakan ulang tentang alasan untuk mengawali kerja sistem termasuk tujuan/objektif khusus dan yang berhubungan dengan kebutuhan pengguna dan perancangan sistem. b) Menyiapkan model yang sederhana akan tetapi menyeluruh untuk sistem yang akan diajukan, misalnya menggunakan pendekatan ontologi. c) Menampilkan semua sumber daya yang tersedia untuk mengimplementasikan dan memelihara sistem.
34
d) Mengidentifikasi asumsi kritis dan masalah yang belum teratasi yang mungkin berpengaruh terhadap perancangan akhir sistem. e) Membuat prototipe perancangan sistem yang akan dibuat nantinya. Sedangkan untuk perancangan sistem tersebut maka terdapat dua prinsip dasar perancangan, antara lain : 1. Perancangan sistem monolitik. Ditekankan pada integrasi sistem. Sumber daya mana yang bisa diintegrasikan untuk memperoleh sistem yang efektif terutama dalam biaya. 2. Perancangan sistem modular. Ditekankan pada pemecahan fungsi-fungsi yang memiliki idependensi rendah menjadi modul-modul (yaitu subsistem fungsional) yang terpisah sehingga memudahkan kita untuk berkonsentrasi merancang tiap modul, perancangan sistem tersebut menggunakan pendekatan ontologi. Sebuah sistem informasi dapat dipecah menjadi tujuh subsistem fungsional, antara lain : data collection, data processing, file update, data storage, data retrival, information report dan data processing controls. Model metodologi dari permasalahan ini akan dideskripsikan dengan notasi UML (Unified Modelling Language) version 1.1 standard OMG (Object Management Group) dengan menggunakan tool Rational Rose 98i Enterprise edition. UML atau Unified Modelling Language adalah bahasa untuk menspesifikasikan, menvisualisasikan dan membangun produk sistem perangkat lunak. Walaupun demikian metodologi spesifikasi bahasa ini dikolaborasi dengan metodologi ontologi.
35
UML merupakan notasi yang bertujuan untuk memodelkan sistem dengan menggunakan pendekatan yang berorientasi objek yang kemudian UML ini diberi juga perlakuan ontologi dalam perancangan sistem yang dibuat, terutama pada perancangan basis datanya. Dalam metodologi UML terdapat sembilan jenis diagram sistem yang masingmasing mempunyai kegunaan dalam proses analisis dan perancangan sistem berorientasi objek, yaitu: 1. Activity
6. Object
2. Class
7. Use Case
3. Collaboration
8. Sequence
4. Component
9. State
5. Deployment Kesembilan diagram di atas dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu statis, dinamis, dan arsitektural. •
Diagram Statis (static diagram) menggambarkan struktur dari suatu sistem dan fungsi serta tanggung jawabnya. Diagram statis ini terdiri dari Use Case, Class dan Object Diagram.
•
Diagram
Dinamis
(Dynamic
Diagram)
menggambarkan
interaksi
atau
hubungan-hubungan yang didukung oleh sistem tersebut. Diagram dinamis ini diantaranya terdiri dari Activity, Collaboration, Sequence, State, dan Use Case Diagram. •
Diagram arsitektural (architectural diagram) menggambarkan realisasi dari
36
sistem tersebut menjadi komponen yang dapat dijalankan dan dieksekusi, termasuk di dalamnya Component dan Deployment diagram. Dalam perancangan sistem ini dilakukan tahapan utama sebagai berikut : 1. Analisis Kebutuhan Sistem, akan ditentukan kebutuhan sistem, fungsi-fungsi apa saja yang diperlukan dan harus dipenuhi dalam pembuatan sistem. 2. Analisis Use Case dan Proses, dilakukan analisis terhadap semua proses yang terlibat dalam sistem organisasi Ditrektorat Jenderal Hortikultura. Pada tahap ini akan dihasilkan use case diagram yang menggambarkan proses yang terjadi beserta aktor-aktor yang terlibat dalam proses tersebut. Selanjutnya akan dibuat rancangan alur kejadian untuk setiap use case yang telah dihasilkan, beserta aliran data yang ada dalam proses tersebut. Dari tahap ini dihasilkan sequence diagram dan collaboration diagram. 3. Perancangan Basis Data, dalam tahap ini diidentifikasi semua objek (entitas) yang terlibat dalam sistem beserta atribut-atribut yang menyertainya. Perancangan ini dilakukan dengan mengacu pada metode basis data relational dengan spesifikasi
objek
menggunakan
pendekatan ontologi. Fungsi ontologi ini
yang akan digunakan sebagai pengelola basis data sistem informasi organisasi memori Direktorat Jenderal Hortikultura. Pada gambar 3.2 terlihat penjelasan tentang interpretasi ontologi pada server basis data yang akan dipergunakan oleh pengguna di lingkungan unit kerja Direktorat Jenderal Hortikultura. Dari tahap ini didapatkan class diagram yang nantinya dapat dihasilkan DDL (Data Definition Language) dari class diagram tersebut.
37
Gambar 3.2. Interpretasi Ontologi pada Server Basis Data
3.3. Metodologi
Perancangan Sistem Informasi
Memori
Organisasi dengan Pendekatan Ontologi Suatu pernyataan Memori Organisasi sebenarnya sesuatu yang memfokuskan pada ketekunan dan pemeliharaan pengetahuan didalam suatu organisasi, pada proyek ini organisasi yang dimaksud adalah instansi Direktorat Jenderal Hortikultura. Pandangan secara methapora mengatakan bahwa Memori Organisasi merupakan sebuah alat atau tempat penyimpanan tak terhingga, perolehan kembali (retrieval) dan distribusi dari pengetahuan organisasi (Ackerman, 1994). Dalam pandangan secara sederhana dan komputasional maka memori organisasi dapat dipandang sebagai
38
sebuah mekanisme yang memungkinkan penyimpanan dan manipulasi secara terus menerus (continuous) pengetahuan organisasi. Bagian relevan dari pengetahuan organisasi menyumbang untuk di-share sebagai kinerja sebuah organisasi / instansi yang kemudian harus disimpan pada memori organisasi tersebut. Untuk lebih jelasnya beberapa ciri sistem berbasis pengetahuan (knowledge-based), dijelaskan bahwa sistem tersebut mempunyai : •
Kemampuan untuk menyimpan pengetahuan organisasi yang tersebar dan tidak terstruktur, seperti karakteristik kemampuan organisasi, pengalaman proyek, dan dokumen-dokumen pengetahuan kontekstual.
•
Kemampuan secara semi-otomatis untuk membantu user queries dan mendukung tugas-tugas
yang
berhubungan
dengan
pembuatan
keputusan
dengan
memberikan sebuah tahapan petunjuk didasari pada usulan dan alternatifalternatif, dengan menunjukkan juga alasan 'mengapa (why)' dan 'mengapa tidak (why not) atau mempresentasikan prespektif masa yang akan datang dengan dasar informasi yang sudah ada. •
Kemampuan untuk melaksanakan pengambilan kembali informasi berbasis kontekstual, mempresentasikan pengetahuan kontekstual (atau situasional) tentang sumber-sumber informasi, dan membantu untuk menetapkan keputusan bisnis dan tugas-tugas dalam menyelesaikan permasalahan organisasi tersebut.
•
Kemampuan untuk memberikan alasan-alasan logis berdasarkan struktur konseptual (misal, didasari pada deskripsi ontologi) dan secara cepat mampu mengubah beberapa bagian pengetahuan dalam rangka mengkategorikan (membuat) dan mengklasifikasikan aset-aset baru pengetahuan organisasi.
39
Pada gambar 3.3 ditunjukkan bagaimana sebuah pandangan skematis mengenai sebuah Memori Organisasi dalam suatu organisasi. Memori Organisasi Deskripsi Pengetahuan Menampilkan Sumber daya Informasi Basis Data Deskripsi Proses Dokumen Multimedia
Basis Pengetahuan
Basis Case
Dokumen SemiStruktur
Mendukung
-
Task Pengetahuan-intensif : Task Masalah-Pemecahan Task Pekejaan yang Berkaitan
Gambar 3.3. Pengertian Skematis Memori Organisasi (Sumber : Vasconcelos, JB, 2002)
Memori organisasi seharusnya terdiri dari pengetahuan organisasi yang dikumpulkan setiap waktu (Klemke, 2000). Memori tersebut memuat sebuah model yang menggambarkan sumber-sumber informasi dan secara kontekstual sumbersumber informasi tersebut dibuat. Memori ini juga memuat pengetahuan faktual, deklaratif dan prosedural dalam bentuk memori personal karyawan-karyawannya : sebagai contoh, pengetahuannya, pengalaman pribadi, sejarah dan keahlian-keahlian lainnya yang berhubungan.
40
Informasi yang disimpan di sebuah memori organisasi seharusnya berguna dan menunjukkan keperluan-keperluan penting dalam sebuah organisasi, dimana anggotaanggotanya mendapatkan kembali pengetahuan yang relevan dengan kegiatankegiatan yang sedang berjalan dalam kesehariannya. Memori organisasi ini dengan sendirinya harus dapat diakses oleh semua anggota dalam organisasi tersebut. Untuk membuat memori organisasi menjadi lebih efektif maka memori tersebut dibangun dan dipelihara dengan cara mengintegrasikan secara menyeluruh antara tugas-tugas bisnis yang sudah ada dan selalu berhubungan dengan kegiatan sehari-hari anggotanya (karyawan, pimpinan organisasi, dan lain-lain), serta konsekuen dengan budaya organisasi secara keseluruhan. Pengetahuan organisasi dapat terdiri dari keahlian pemecahan permasalahan, pengalaman sumberdaya manusia, pengalaman-pengalaman proses, aspek-aspek teknis, dan hasil pembelajaran dari berbagai ilmu pengetahuan. Integrasi yang erat dari berbagai pengetahuan organisasi yang tersebar di dalam sebuah sistem komputer tunggal dikatakan sebagai sistem informasi memori organisasi dan banyak dikenal sebagai sistem informasi manajemen pengetahuan organisasi (Abecker dkk, 1997). Pada tulisan (proyek) ini, sistem informasi memori organisasi (OMIS) yang dimaksud adalah OMIS yang dipandang sebagai perubahan yang merupakan evolusi alamiah dari sebuah sistem informasi organisasi, dimana informasi yang tangible
(seperti
data
administratif
organisasi)
diintegrasikan
dengan
pengetahuan yang less-tangible (seperti halnya kemampuan/keahlian seseorang). Pada gambar 3.4 berikut ini menunjukkan sebuah arsitektur layer sebuah sistem informasi memori organisasi.
41
Gambar 3.4. Layer-layer Sebuah Memori Organisasi (Sumber : Vasconcelos, JB, 2002) Layer-layer sebuah memori organisasi ini diinterpretasikan sebagai berikut. Layer konseptual (Conceptual Layer, Layer 1) menggambarkan pengetahuan organisasi dalam sebuah cara informal yang mana dapat diinterpretasikan dengan pembuat-pembuat memori organisasi yang berbeda, seperti domain experts, rekayasa pengetahuan, dan rekayasa perangkat lunak. Layer ini bertujuan untuk membuat sebuah pengertian yang di-share dari pengetahuan organisasi. Pembuatan sebuah kosa kata bersama (a common vocabulary) memfasilitasi komunikasi dalam rancangan dan pemeliharaan pengetahuan orang-orang yang berbeda yang berasal dari berbagai latar belakang profesionalisme yang berbeda. Pada gambar tersebut, layer ini telah membuat domain dan ontologi secara umum. Sebagai contoh,
42
informasi dan ontologi organisasi dapat digunakan kembali dalam berbagai domain, hal ini dikarenakan pendefinisian konsep-konsep ontologi ini berlaku secara universal. Layer formal (formal layer, Layer 2) memungkinkan pengunaan kembali termterm domain dan dikontruksikan dari ontologi lainnya dalam rangka memfasilitasi tugas-tugas pemeliharaan sistem informasi memori organisasi yang akan datang. Deskripsi ontologi ini memberikan sebuah kosa kata bersama untuk rekayasa pengetahuan dalam rangka membangun aplikasi-aplikasi lainnya di dalam domain ini, seperti layer antar muka (interface layer) dan mekanisme alasan lainnya yang berhubungan. Layer ini merupakan layer utama sebuah format layer, dimana sistemsistem translator untuk penterjemah bahasa-bahasa tingkat tinggi beserta lingkungannya dapat dimasukkan pada layer tersebut. Layer aplikasi (application layer, Layer 3) menggunakan domain pengkodean pengetahuan. Pengetahuan dikodekan dengan prinsip-prinsip ontologi yang dapat digunakan dalam sistem-sistem aplikasi yang berbeda dalam sebuah organisasi. Layer ini adalah layer antarmuka dengan pengguna, dan dapat dikhususkan hanya untuk keperluan-keperluan yang berbeda. Metode perancangan sistem UML yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya juga digunakan dalam membangun sistem informasi memori organisasi, pada proyek ini digunakan metodologi integrasi antara UML dengan Ontologi pada konsep spesifikasi bahasanya. Integrasi antara ontologi dengan model data (pengetahuan semi formal) akan mendapatkan keuntungan yang lebih dalam hal
43
definisi akurasi dan kesederhanaannya model-model domain. OMIS ini membangun lingkungan (gambar 3.5) yang memuat sebuah editor ontologi yang berfungsi untuk menspesifikasi dan mengelola ontology library memori organisasi. Pemeliharaan dan integrasi yang berbeda tetapi dihubungkan dengan pengetahuan organisasi adalah sebuah kebutuhan utama (kebutuhan kunci) untuk sebuah pembangunan yang efektif dari memori organisasi. Area-area pengetahuan yang berbeda diantara organisasi seharusnya dapat diklasifikasikan dan diintegrasikan secara baik (lihat gambar 3.6).
Gambar 3.5. Lingkungan Pengembangan Ontologi (Sumber : Vasconcelos, JB, 2002)
44
Gambar 3.6. Arsitektur dan Spesifikasi Memori Organisasi (Sumber : Vasconcelos, JB, 2002)
Pada gambar 3.7. berikut ini ditunjukkan bagaimana kerangka pikir metodologi ontologi yang digunakan dalam membangun sistem informasi memori organisasi pada Direktorat Jenderal Hortikultura.
Gambar 3.7. Alur Pikir Metodologi Ontologi pada OMIS 45
46
3.4. Kerangka Kerja Manajemen Pengetahuan Konseptual model yang dikembangkan adalah menggunakan kerangka kerja yang dikembangkan oleh Probst (2000).
3.4.1. Identifikasi Pengetahuan Organisasi yang memiliki jumlah individu dan kompetensi yang besar, akan mengalami kesulitan dalam mengelola data baik eksternal maupun internal, informasi dan pengetahuan yang dimiliki. Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar bermanfaat bagi organisasi, perlu melakukan identifikasi dan analisis agar menghasilkan pengetahuan yang berbobot dan membantu individu-individu dalam memecahkan suatu masalah. Dengan demikian akan mengurangi inefesiensi dan duplikasi informasi
3.4.2. Akuisisi Pengetahuan Suatu organisasi harus menyadari akan keterbatasannya. Untuk melengkapi keterbatasannya, organisasi harus melakukan akuisisi pengetahuan yang sumbernya dari luar organisasi. Misalnya dari pelanggan, pemasok, pesaing dan partner yang memiliki potensi dan memberikan nilai kredibilitas yang tinggi buat organisasi. Setelah pengetahuan yang dibutuhkan telah teridentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah menentukan dimana pengetahuan diperoleh. Sumber utama pengetahuan dibagi atas dua yaitu dari internal dan eksternal. Sumber pengetahuan yang berasal dari internal dapat berupa :
47
1)
Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki karyawan
2)
Kebijakan-kebijakan organisasi (perusahaan)
3)
Dokumen-dokumen perusahaan.
Untuk memperoleh pengetahuan yang berasal dari luar organisasi dapat dilakukan dengan cara : 1)
Melakukan studi banding (benchmark) dengan perusahaan lain
2)
Mengikuti kegiatan workshop, konferensi atau seminar
3)
Melakukan pengamatan perkembangan situasi baik ekonomi, sosial maupun teknologi
4)
Mengumpulkan data dari pelangggan, pesaing dan sumber lainnya.
5)
Membaca, mendengarkan atau melihat informasi baik dari media cetak maupun elektronik
6)
Melakukan kolaborasi dengan organisasi lain, membuat aliansi dan kerjasama.
Ada dua hal penting yang harus diperhatikan berhubungan dengan proses mendapatkan pengetahuan menurut Marquardt (1996) yaitu : 1)
Fakta bahwa tidak ada hubungan satu-satu antara apa yang terjadi dan apa yang dikumpulkan. Informasi baik yang berasal dari ekternal maupun internal perlu dilakukan penyaringan persepsi (dibentuk dari norma-norma, nilai-nilai dan prosedur organisasi) sehingga mempengaruhi informasi apa yang akan didengar dan diterima.
48
2)
Mendapatkan pengetahuan tidak selalu disengaja; banyak terjadi secara tidak disengaja atau secara kebetulan dari aksi-aksi yang dilakukan organisasi.
Tiwana (2000, p238) menggambarkan model SECI yang dikembangkan oleh Nonaka, seorang pakar manajemen pengetahuan dari jepang, mengatakan bahwa untuk menghasilkan pengetahuan terdiri dari empat tahap seperti dilihat pada gambar 3.8, yaitu :
Sosialization
Externalization
Internalization
Combination
Tacit
Explicit
Gambar 3.8. Model SECI dari Nonaka
Sosialisasi merupakan proses untuk menghasilkan pengetahuan dari tacit menjadi tacit, yaitu pertumbuhan pengetahuan dimana seseorang memberikan pengetahuannya kepada orang lain melalui komunikasi antar muka, menggunakan alat video konferensi, kamera dan alat alinnya. Pada gambar 3.9, pengetahuan dapat juga dihasilkan oleh seseorang jika mentransfer pengetahuan tacit menjadi explicit, sehingga dapat diberikan dan digunakan oleh seluruh organisasi (eksternalisasi). Biasanya pengetahuan ini dihasilkan oleh para pakar atau orang yang memiliki keahlian khusus. Untuk menghasilkan pengetahuan tacit baru bagi individu
49
dalam suatu organisasi, perlu dilakukan pemindahan pengetahuan dari explicit, kemudian diinternalisasikan kepada individu. Selain itu, pengetahuan dapat dihasilkan melalui penggabungan atau kombinasi dari pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah ada.
Transfer Tacit
Transfer Formal
Basis Data Pengetahuan Eksplisit
Gambar 3.9. Transformasi Pengetahuan Secara Formal dan Informal
3.4.3. Pengembangan Pengetahuan Dalam prakteknya, organisasi tidak hanya mengharapkan sumber pengetahuan dari luar saja melainkan dalam organisasi itu sendiri harus melakukan penelitian-penelitian untuk menghasilkan pengetahuan yang baru bagi perusahaan. Peneliti harus dapat menciptakan keahlian yang baru, ide dan proses efesiensi lainnya untuk terus berinovasi. Pengembangan yang dilakukan secara terus menerus akan menjadikan organisasi sebagai pionir dalam memenangkan persaingan.
50
3.4.4. Penyebaran Pengetahuan Penyebaran pengetahuan merupakan proses berbagi pengetahuan dari individu yang satu ke individu lainnya. Proses ini merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan, agar pengetahuan yang dimiliki dapat disampaikan dan diserap oleh individu lainnya. Untuk itu yang perlu diperhatikan adalah mengenai orang yang benar-benar menguasai pengetahuan tersebut, mengetahui apa yang dapat dikerjakan dan pada level mana. Kemudian mengetahui fasilitas yang dapat digunakan untuk memudahkan penyebaran pengetahuan. A B
C D
E
Gambar 3.10. Penyebaran Pengetahuan
Sebagai contoh pada gambar 3.10, sebuah danau yang menghasilkan banyak ikan (A) diolah oleh sebuah perusahaan pengalengan ikan (B) dengan menggunakan teknologi. Semua cara-cara pengolahan ikan tersebut dimasukkan dan disimpan sebagai pengetahuan eksplisit dalam suatu knowledge-base (C) sehingga memudahkan karyawan untuk mempelajari (D) dan dijadikan sebagai pengetahuan tacit bagi karyawan tersebut (E).
51
3.4.5. Penggunaan Pengetahuan Salah satu hal penting dalam manajemen pengetahuan adalah memastikan bahwa pengetahuan yang dimiliki diberdayakan untuk meningkatkan produktivitas yang bermutu. Namun disayangkan bahwa identifikasi keberhasilan dan penyebaran pengetahuan tidak memberi jaminan bagi perusahaan untuk digunakan dalam aktifitas sehari-hari. Langkah yang dilakukan untuk memastikan kepemilikan keahlian dan asset pengetahuan adalah dengan memberi hak paten dan lisensi.
3.4.6. Penyimpangan Pengetahuan Kompetensi yang dimiliki oleh organisasi belum tentu dilakukan setiap saat. Oleh karena itu, baik informasi, dokumen dan pengalaman yang dimiliki harus diolah dengan baik. Proses pemilihan, penyimpanan dan perubahan terhadap pengetahuan yang berpotensi harus distrukturisasi dengan hati-hati. Jika tidak, maka pengetahuan tersebut akan hilang begitu saja. Retensi pengetahuan terletak pada efesiensi penggunaan dan ketersedian media penyimpanan.
3.5. Analisis Use Case Sistem Informasi Memori Organisasi Use case merupakan suatu pendekatan untuk memodelkan sebuah sistem dengan mempelajari proses-proses yang terdapat dalam sistem tersebut. Dengan use case proses-proses dalam sebuah sistem digambarkan dan diterangkan dengan menggunakan bahasa sehari-hari berupa urutan proses sehingga dapat dimengerti
52
oleh pengguna sistem dan tim teknis yang akan mengimplementasikan sistem tersebut. Penggunaan use case akan membantu dalam pengembangan sebuah sistem dalam hal-hal sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan kebutuhan sistem. 2. Menghasilkan dan melakukan validasi rancangan yang dibuat dan memastikan bahwa rancangan ini telah memenuhi semua kebutuhan sistem. 3. Membantu dalam melakukan perencanaan proyek serta menentukan batasan dari masing-masing tahapan proyek. Ada beberapa proses analisis dalam use case. Analisis use case diawali dengan analisis proses bisnis yang ada saat ini, hasil dari analisis ini adalah sebuah model yang disebut dengan Business use case model. Business use case model akan memberikan pengetahuan kepada tim yang terlibat dalam pengembangan proses bisnis dasar serta pengertian yang digunakan dalam sistem tersebut. Analisis berikutnya adalah realisasi use case dalam bentuk use case realization model atau sering disebut use case model. Pada use case model ini, spesifikasi proses pada sebuah sistem digambarkan dengan tahapan yang lebih ke arah teknis dari rincian sistem tersebut. Hubungan ke antar muka dan penggunaan basis data akan dimunculkan disini untuk memudahkan validasi bagi pengguna dengan tim pengembang terhadap rancangan sistem yang dibuat. Kedua model use case tersebut, baik tahap business use case model maupun pada use case model terdiri dari diagram system level use case dan rincian dari masing-masing prosesnya.
53
• System level use case akan menggambarkan hubungan antara keseluruhan proses bisnis dengan pelaku dari proses bisnis tersebut. • Rincian dari masing-masing proses tersebut akan digambarkan dengan menggunakan use case diagram dan deskripsi rincian aktivitas pada masingmasing use case. Komponen dari use case ini adalah sebagai berikut : • Use case merupakan serangkaian aktivitas pada sebuah sistem yang akan memberikan hasil kepada actor tertentu. • Actor merupakan seseorang atau sesuatu di luar sistem yang akan berinteraksi dengan sistem Simbol dari use case dan actor pada use case diagram akan bebeda antara business use case model maupun pada use case model, hal ini seperti telah dijelaskan sebelumnya.
Actor
Use Case
Gambar 3.11. Simbol pada Model Business Use Case (Kruchten, 2000, p100)
54
Actor
Use Case
Gambar 3.12. Simbol pada Model Use Case (Kruchten, 2000, p101)
3.5.1. Pendekatan dalam Pemodelan Use Case Dalam pembuatan model use case, dapat dilakukan dengan dua model yaitu dengan pendekatan Top-down dan pendekatan Bottom-up Pendekatan Top-down dilakukan jika analisa terhadap sistem yang ada sudah jelas. Prosesnya dilakukan dengan penentuan actor, menentukan use case dan pembuatan rinci use case-nya. Sedangkan pendekatan bottom-up dimulai dengan suatu permasalahan yang khusus, melakukan generalisasi terhadap permasalahan tersebut dan selanjutnya adalah membentuk use case tersebut. Tentunya pada proyek ini kedua pendekatan ini menggunakan konsep pendekatan ontologi.
Bottom-up
Find actors
Organize use case
Find use cases
Generalize scenarios
Rincian use cases
Create Scenarios
Ontology Driven
Top-Down
Ontology Driven
55
Gambar 3.13. Pendekatan Model Use Case
3.5.2. Deskripsi Use Case Penjelasan dari proses yang ada pada use case digambarkan pada deskripsi use case. Deskripsi dari informasi use case tersebut adalah : Tabel 3.1. Deskripsi Use case Use case name
Brief description
Flow of events
<Menggambarkan aktifitas dan interaksi yang terjadi pada suatu use case>
Alternative flows
Special requirement
Precondition
<Suatu kondisi yang mengawali proses use case tersebut>
Postcondition
56
3.6. Analisis Cost-Benefits Sistem Untuk mengetahui bagaimana mengkuantifikasi manfaat yang muncul setelah kita menginvestasikan pada bidang teknologi informasi adalah dengan berbagai cara, yaitu dengan menganalisis cost-benefit yang dihasilkan apabila kita berinvesati dibidang teknologi informasi. Metode CBA (Costs-Benefits Analysis) adalah pendekatan yang mencoba untuk menentukan atau menghitung nilai dari setiap elemen teknologi informasi yang memiliki kontribusi terhadap biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh. Pada mulanya, metode ini lahir untuk mengantisipasi banyaknya elemen terkait seperti manfaat dengan teknologi informasi yang tidak memiliki nilai pasar atau harga yang jelas. Contohnya adalah akan dinilai berapa manfaat implementasi sebuah sistem teknologi yang memiliki potensi untuk menyelematkan nyawa satu orang? Di dalam CBA, elemen yang tidak memiliki value yang jelas dicoba untuk dicari nilai padanannya (dalam mata uang) dengan menggunakan berbagai teknik penilaian (valuation technique). Hasil dari biaya dan manfaat yang telah ditransfer ke dalam satuan mata uang tersebut selanjutnya dapat diproyeksikan ke dalam format alur kas (cash flow) atau dengan menggunakan metode standar ROI (Return on Investment) yang telah dikenal luas. Kekuatan utama dari metode ini adalah karena telah berhasilnya manajemen dalam mengkuantifikasikan biaya dan manfaat yang bersifat kualitatif maupun intangible. Sementara kelemahan utama dari metode ini menurut kejadian yang sudah-sudah adalah sering terjadi perselisihan atau perdebatan dalam menentukan teknik yang sesuai dalam mencari value elemen yang nilainya tidak jelas tersebut.
57
Salah satu variasi dari CBA yang cukup banyak dipergunakan berpijak pada kenyataan bahwa di dalam sebuah perusahaan terdapat sejumlah stakeholders yang masing-masing memiliki pandangan berbeda mengenai value dari biaya maupun manfaat dari sejumlah aspek atau elemen teknologi informasi. Dalam kerangka ini, ada ukuran yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masingmasing pihak berhak untuk melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada (misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah dimungkinkannya pula dipergunakan metode ini jika ternyata terdapat lebih dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat dipergunakan. Selain
58
sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness). Pada proyek perancangan sistem informasi memori organisasi menggunakan pendekatan ontologi ini, dalam menganalisis manfaat yang muncul digunakan metode information economics (IE). Metode ini diterapkan baik pada sistem yang telah ada maupun sistem yang akan dikembangkan. Khusus untuk sistem yang akan dikembangkan yaitu OMIS, karena perancangan sistem ini hanya sampai pada tahap penyusunan model prototipe, maka analisisnya diasumsikan bahwa manfaat-manfaat yang telah diidentifikasi adalah manfaat yang dianggap terasa setelah sistem tersebut dibangun. Dari semua metode yang ada, information economics dinilai sebagai satusatunya cara yang paling komprehensif dan dinilai dapat menjawab sejumlah faktor dan karakteristik unik - serta berbagai isu dan tantangan yang dihadapi - dalam mengevaluasi proyek investasi teknologi informasi (Parker et al, 1987). Dalam prakteknya, terlihat bahwa metode ini sebenarnya merupakan varian dari CBA, yang disesuaikan secara khusus untuk menjawab berbagai faktor ketidakpastian (uncertainties) dan intangible yang kerap ditemukan dalam proyek teknologi informasi. Dalam IE, semua hal yang bersifat kuantitatif dan tangible dapat dengan mudah dikalkulasikan dengan menggunakan metode ROI konvensional. Namun untuk proses-proses yang bersifat intangible dan memiliki unsur resiko, diberlakukan sejumlah teknik dengan menggunakan ranking dan scoring. Hasilnya
59
kemudian dinilai kembali oleh para eksekutif untuk menentukan nilai relatif dari aspek yang bersifat tangible dan intangible. Singkatnya, metode ini bertujuan untuk mengidentifikasikan, mengukur, dan me-ranking dampak ekonomis yang timbul akibat diimplementasikannya sistem baru (perubahan kinerja organisasi). Metode ini dikatakan merupakan sebuah teknik CBA yang diperluas karena adanya tiga proses tambahan yang diberlakukan, yaitu: •
Value Linking - yang membahas dampak konsekuensi dari perubahan utama diberbagai fungsi organisasi akibat diterapkannya sebuah sistem baru;
•
Value Acceleration - yang mencoba untuk mendefinisikan nilai tambah yang akan dinikmati oleh perusahaan seandainya sistem baru dipergunakan; dan
•
Value Restructuring - yang menggambarkan hasil evaluasi terhadap nilai tambah lainnya terkait dengan peningkatan kompetensi dan keahlian dari karyawan perusahaan yang diperoleh karena diterapkannya sistem baru. Secara ringkas, IE bertujuan untuk menjembatani aspek kuantitatif dan kualitatif
dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang kompleks dan cukup memakan waktu. Karena kompleksnya metode IE ini maka metodologi ini hanya digunakan secara sederhana dengan menerapkan asumsi-asumsi yang logis yang lebih
60
menyederhanakan perhitungan. Secara umum tahapan metode IE yang digunakan untuk menganalisis costs-benefits dari sistem yang telah ada (sebelum dibangun OMIS) dan sistem OMIS yang telah dibangun ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan asumsi-asumsi logis dan objektif dari proses analisis tersebut. 2. Mengidentifikasi manfaat-manfaat yang muncul pada sistem. 3. Mengklasifikasikan measureble,
manfaat
berdasarkan
intangible–measureble
manfaat
(quasi-tangible),
yang dan
tangible– intangible–
immeasureble. 4. Mengklasifikasikan manfaat berdasarkan manfaat yang berhubungan dengan value linking, value acceleration, value restructuring dan job enrichment. 5. Berdasarkan klasifikasi di atas, kemudian menghitung ROI 1, 2, 3, dan seterusnya, sampai dengan semua manfaat dapat dikuantifikasi. 6. Menganalisis ROI tersebut untuk menginterpretasikan investasi yang ditanamkan untuk proyek teknologi informasi tersebut.