BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Disain Penelitian Secara umum, penelitian yang dilakukan adalah pengujian laju korosi dari senyawa tanin sebagai produk dari ekstraksi kulit kayu akasia (Acacia mangium) yang digunakan sebagai inhibitor korosi pada feed-water bioler. Agar penelitian lebih terarah dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka penelitian dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu: 1.
Ekstraksi senyawa tanin yang terkandung dalam kulit kayu akasia.
2.
Analisis senyawa produk ekstraksi, meliputi: a. Uji kulitatif dengan larutan uji FeCl3 1% b. Uji titik leleh c. Analisis jenis ikatan dalam ekstrak dengan UV-Vis d. Karakterisasi gugus fungsi dengan FTIR
3.
Persiapan sampel untuk uji korosi, meliputi: a. Persiapan material elektoda kerja b. Pembuatan larutan induk hasil ekstraksi untuk uji potensi inhibisi
4.
Pelaksanaan pengujian laju korosi dengan metoda EIS dan Tafel, meliputi: a. Variasi konsentrasi inhibitor b. Variasi temperatur larutan uji
6.
Analisis data Tahapan- tahapan tersebut secara umum disajikan dalam bentuk diagram
alir seperti pada Gambar 3.1.
34
35
Kulit kayu akasia (Acacia mangium) Refluks Penyaringan Ekstraksi dengan etil asetat Evaporasi Produk ekstraksi
Uji kualitatif FeCl3 FeCl3 1%, Uji titik leleh, analisis UV-Vis, dan analisis FTIR
Na-EDTA g/L jenuh EDTA 1 g/L1 jenuh CO2 CO
Baja karbon Sel elektrokimia
Variabel pengukuran: - suhu - konsentrasi Potensiostat
Polarisasi
Spektra impedansi
Laju korosi, mekanisme inhibisi
Efisiensi inhibisi
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat Peralatan yang digunakan untuk ekstraksi tanin dari kulit kayu akasia (Acacia mangium) adalah set alat refluks, spatula, kaca arloji, neraca analitik, gelas ukur 100 ml, termometer, corong pisah, blender, corong buchner, erlemeyer
36
berpenghisap, kertas saring, batang pengaduk, dan evaporator (Buchi oilbath B485). Peralatan yang dibutuhkan untuk uji kualitatif dengan FeCl3 1%, yaitu tabung reaksi dan pipet tetes. Pengujian titik leleh menggunakan set alat Mealting point apparatus. Sedangkan peralatan yang dipergunakan untuk karakterisasi gugus fungsi dan penentuan konsetrasi tanin adalah set alat spektrofotometer FTIR (SHIMADZU, FTIR-8400), dan set alat spektroskopi UV-Vis. Adapun peralatan yang digunakan untuk pengukuran laju korosi adalah Potensiostat produksi Radiometer® (Tacussel-Radiometer, Voltalab PGZ 301) yang terdapat di Laboratorium Korosi Program Studi Kimia ITB dan sel elektrokimia berupa gelas dengan ukuran bagian dalam ± 100 ml dan bagian luar ± 300 ml. Pada bagian atas dan bawah gelas dipasang pipa berfungsi untuk memasukan air sebagai penangas serta terdapat konektor kaca untuk mengalirkan udara. Penutup gelas terbuat dari karet dengan empat lubang sebagai tempat untuk menyisipkan elektroda, yaitu elektroda kerja, elektroda kalomel jenuh (SCE) sebagai eletroda pembanding, dan elektroda platina sebagai elektroda bantu, serta untuk memasukkan sampel. Sel elektrokimia dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Sel elektrokimia yang digunakan untuk pengukuran laju korosi
37
3.2.2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya kulit kayu akasia dari Perhutani Purwakarta, aquades, etil asetat teknis produksi Bratachem, FeCl3 p.a produksi Merck, tannin p.a produksi Merck, Na-EDTA (Tritriplex III) p.a produksi Merck, dan aseton teknis produksi Bratachem.
3.3.
Ekstraksi Tanin dari Kulit Kayu Akasia Ekstraksi tanin dari kulit kayu akasia dilakukan dalam beberapa tahap,
yaitu tahap preparasi sampel. Pada tahap ini, kulit kayu akasia dikeringkan dengan cara dijemur kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender. Serbuk kulit kayu akasia selanjutnya direfluks pada suhu 80oC menggunakan pelarut aqaudes dengan perbandingan 1 : 20. Refluks dilakukan selama 1 jam. Campuran hasil refluks didinginkan sampai suhu kamar, kemudian dilakukan tahap selanjutnya, yaitu pemisahan dan pemurnian. Pemisahan filtrat dari residunya dilakukan dengan cara penyaringan menggunakan corong buchner. Filtrat dari hasil pemisahan tersebut selanjutnya dihilangkan pengotornya dengan ekstraksi menggunakan etil asetat dengan perbandingan 1 : 2 sebanyak tiga kali. Kemudian dilakukan evaporasi untuk menghilangkan pelarutnya (titik didih 100°C), sehingga didapat padatan yang berwarna coklat kemerahan. Selanjutnya padatan tersebut dikeringkan dan ditimbang.
38
3.4.
Karakterisasi Produk Hasil Ekstraksi
3.4.1. Uji Kualitatif dengan Larutan FeCl3 1% Sebelumnya padatan ekstrak tanin dilarutkan dalam aquades, kemudian dipipet sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi. Setelah itu, ditambahkan larutan FeCl3 1% sampai terjadi perubahan warna.
3.4.2. Uji titik Leleh Pengujian titik leleh dilakukan dengan menggunakan Mealting point apparatus di Laboratorium Kimia Fisika FPMIPA UPI. Padatan ekstrak tanin dimasukkan ke dalam pipa kapiler dan dipadatkan. Kemudian dimasukkan ke dalam alat Mealting point apparatus dengan suhu maksimum 250oC.
3.4.3. Analisis dengan Menggunakan UV-Vis dan FTIR Karakterisasi untuk
mengetahui jenis ikatan yang terdapat di dalam
ekstrak dilakukan dengan menggunakan spekroskopi UV-Vis di Laboratorium Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Sedangkan untuk mengetahui gugus fungsi yang menyusun senyawa tanin produk ekstraksi dilakukan dengan alat FTIR (SHIMADZU, FTIR-8400) di Laboratorium Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
3.5.
Persiapan Sampel Uji Korosi
3.5.1. Persiapan Material Spesimen uji (elektroda kerja) dibuat dari baja karbon SA 516 6r 70B yang digunakan PT TEHA. Elektroda ini dibuat dengan cara memotong sampel baja
39
karbon, dibubut sampai diameter 1,5 cm, kemudian direkatkan dengan resin epoksi. Sebelum dipakai untuk pengukuran, permukaan baja dihaluskan dengan kertas ampelas silikon karbida (grade 600-1200) dan dibilas dengan air bidestilat dan aseton agar dipastikan tidak ada lemak, produk korosi, atau zat inhibitor yang masih menempel, selanjutnya dikeringkan pada temperatur kamar.
Gambar 3.3 Elektroda kerja
3.5.2. Pembuatan Larutan Uji dan Larutan Induk Larutan uji yang digunakan untuk pengujian laju korosi berupa Na-EDTA. Larutan uji dibuat dengan melarutkan Na-EDTA sebanyak 0,1 gram yang dilarutkan ke dalam 100 mL aquades. Sedangkan larutan induk dibuat dalam konsetrasi 10.000 ppm dengan melarutkan padatan tannin hasil ekstraksi sebanyak 0,25 gram ke dalam 25 ml NaEDTA 1g/L.
(a)
(b)
Gambar 3.4 (a) Larutan uji Na-EDTA 1g/L dan (b) Larutan induk 10000 ppm
40
3.6.
Pengukuran Laju Korosi
3.6.1. Open Circuit Potential (OCP) Sebelum dilakukan pengukuran, sel elektrokimia dibiarkan beberapa lama agar antaraksi antarmuka baja karbon dengan larutan mencapai keadaaan mantap (steady state). Tercapainya keadaan ini ditunjukkan oleh nilai Open Circuit Potentaial (OCP) yang menyatakan hubungan potensial sel sebagai fungsi waktu. Pengukuran
dengan
metoda
EIS
maupun
dengan
metoda
polarisasi
potensiodinamik dapat dilakukan jika nilai OCP sudah menunjukkan harga konstan: < 0,1 mV/menit.
3.6.2. Uji Impedansi dengan Metode EIS Pengukuran laju korosi dengan metode EIS dilakukan pada suhu 25oC, 45oC, dan 65oC dengan variasi konsentrasi dari 20 ppm sampai 100 ppm dengan rentang 20 satuan dan dilakukan secara kontinu. Sebelumnya, alat Potensiostat disetting terlebih dahulu diantaranya nilai potensial DC yang diterapkan ‘free’, nilai frekuensi yang diterapkan mulai dari 50 kHz hingga 20 mHz, waktu OCP 4 menit, elektroda kerja 1,1304 cm dan elektroda pembanding 1,1304 cm. Setelah tercapai keadaan mantap (steady state) dilakukan pengukuran dengan EIS dan diolah dengan program Voltamaster4. Setelah dilakukan setting dan keadaan mantap telah tercapai maka pengukuran dengan metode EIS dapat dilakukan. Pengukuran larutan blanko pada masing suhu dilakukan terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan penambahan inhibitor secara kontinu mulai dari konsentrasi 20 ppm hingga konsentrasi inhibitor dalam larutan uji sebanyak 100 ppm. Variasi konsetrasi pada metode EIS
41
digunakan untuk mengetahui konsentrasi optimum inhibitor dalam larutan uji dalam setiap suhu.
3.6.3. Uji Polarisasi dengan Metode Tafel Penentuan laju korosi dengan menggunakan metode Tafel dilakukan dengan variasi temperatur. Pada pengukuran ini potensial DC yang diterapkan sebesar ± 50 mV relatif terhadap nilai potensial korosi. Kurva polarisasi potensiodinamik dipindai dengan laju sapuan konstan pada 0,5 mV.s-1 (ASTM G5, 1987). Variasi temperatur yang digunakan mulai dari 25oC sampai 65oC dengan rentang 20 satuan. Berbeda dengan metode EIS, pengukuran dengan metode Tafel dilakukan secara discontinu. Sel disetting untuk tiap satu pengukuran. Setelah selesai pengukuran, sel harus dibersihkan terlebih dahulu kemudian disetting ulang untuk pengujian selanjutnya.