BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi “Kuasi-Eksperimen”, sehingga subjek tidak
dikelompokkan secara acak, tetapi keadaan subjek diterima sebagaimana adanya. Pemilihan studi ini didasarkan pertimbangan bahwa, kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya dan tidak mungkin dilakukan pengelompokan siswa secara acak. Pada penelitian ini digunakan dua kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kepada kelas eksperimen diberikan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs) dan kelas kontrol memperoleh pembelajaran konvensional. Perlakuan yang diberikan berupa penerapan pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs) untuk dilihat pengaruhnya terhadap aspek yang diukur yaitu kemampuan representasi matematis dan selfefficacy siswa. Variabel bebas pada penelitian ini adalah pembelajaran ModelEliciting Activities (MEAs), variabel terikatnya adalah kemampuan representasi matematis dan self-efficacy siswa dan variabel kontrolnya adalah kemampuan awal siswa (siswa kelompok atas, kelompok tengah dan kelompok bawah). Desain pada penelitian ini berbentuk: Kelompok eksperimen
O
Kelompok kontrol
O
X
Keterangan : X
: Pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs)
O O
57
O
: Tes yang diberikan untuk mengetahui kemampuan representasi matematis siswa (pretes = postes)
3.2
Subjek Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 25 Bandarlampung pada semester II
(genap) tahun pembelajaran 2009/2010. Alasan pemilihan subjek penelitian pada SMP Negeri 25 Bandarlampung, yaitu karena kemampuan representasi matematis siswa SMP Negeri 25 Bandarlampung selama ini belum pernah mendapatkan perhatian khusus. Sekolah ini juga memungkinkan untuk dilakukan pengujian pembelajaran yang baru dan berada pada wilayah di sekitar tempat tinggal peneliti sehingga memungkinkan peneliti untuk dapat berkomunikasi lebih baik dengan subjek penelitian. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 25 Bandarlampung tahun pelajaran 2009/2010. Sampel pada penelitian ini terdiri dari dua kelompok siswa kelas VIII yang berasal dari dua kelas yang dipilih secara purposive. Pengambilan sampel secara purposive bertujuan untuk mendapatkan kelas yang memiliki kemampuan awal representasi matematis yang tidak berbeda secara signifikan. Alasan penelitian dilakukan terhadap siswa kelas VIII adalah: a.
Pada umumnya, siswa SMP kelas VIII masih berada pada masa remaja. Pada masa ini terjadi proses pencarian jati diri dan pertumbuhan selfefficacy.
b.
Terdapat sejumlah materi yang diperkirakan cocok untuk penerapan pembelajaran MEAs untuk melihat kemampuan representasi matematis dan self-efficacy siswa.
58
3.3
Instrumen Penelitian Untuk memperoleh data dan informasi mengenai hal-hal yang ingin dikaji
dalam penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa: 3.3.1 Lembar Tes Tertulis Lembar tes tertulis yang digunakan berupa tes kemampuan representasi matematis. Agar kemampuan representasi matematis siswa dapat terlihat dengan jelas maka tes dibuat dalam bentuk uraian. Tes tertulis ini terdiri dari pretes dan postes. Tes diberikan pada siswa setiap kelompok. Pretes diberikan untuk mengetahui kemampauan awal siswa setiap kelompok dan digunakan sebagai tolak ukur peningkatan prestasi belajar sebelum mendapatkan pembelajaran yang akan diterapkan, sedangkan postes diberikan untuk mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya perubahan yang signifikan setelah mendapatkan pembelajaran yang diterapkan. Bahan tes diambil dari materi pelajaran matematika SMP kelas VIII semester genap dengan mengacu pada Kurikulum 2006, pokok bahasan yang diambil dalam penelitian ini adalah bangun ruang sisi datar. Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan representasi matematis siswa terdiri dari 7 butir soal. Beberapa butir soal diadaptasi dari instrumen representasi matematis yang dikembangkan oleh Nursyam (2008). Dalam penyusunan soal tes, diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta alternatif kunci jawaban masing-masing butir soal. Secara lengkap, kisi-kisi dan instrumen tes representasi matematis dapat dilihat pada Lampiran A.3. Untuk
59
memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan representasi matematis berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dinyatakan oleh Cai, Lane, dan Jakabscin (Hutagaol, 2007) pada Tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan representasi Skor
Mengilustrasikan/ menjelaskan
Menyatakan/ Menggambar
Ekspresi Matematis
0
Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan ketidakpahaman tentang konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa
1
Hanya sedikit dari penjelasan yang benar
Hanya sedikit dari gambar, diagram, yang benar
Hanya sedikit dari model matematika yang benar
2
Penjelasan secara matematis masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan benar
Melukiskan, diagram, gambar, namun kurang lengkap dan benar
Menemukan model matematika dengan benar, namun salah dalam mendapatkan solusi
3
Penjelasan secara matematis masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat sedikit kesalahan bahasa
Melukiskan, diagram, gambar, secara lengkap dan benar
Menemukan model matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap
4
Penjelasan secara matematis masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis dan sistematis
Melukiskan, diagram, gambar, secara lengkap, benar dan sistematis
Menemukan model matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap serta sistematis.
3.3.2 Skala Self-Efficacy Skala self-efficacy digunakan untuk mengukur keyakinan siswa terhadap kemampuannya
melakukan
tindakan-tindakan
yang
diperlukan
untuk
menyelesaikan soal yang melibatkan kemampuan representasi matematis dengan berhasil. Skala self-efficacy diberikan kepada masing-masing kelompok siswa setelah perlakuan pembelajaran selesai diterapkan. Self-efficacy siswa sebelum kegiatan pembelajaran tidak diukur dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan
60
siswa subjek penelitian berada pada taraf perkembangan mental yang sama dan belum mendapatkan pembelajaran yang dapat mempengaruhi self-efficacy sehingga self-efficacy awal siswa kelompok eksperimen dan siswa kelompok kontrol dapat diasumsikan tidak berbeda. Pengukuran self-efficacy mencakup tiga dimensi yaitu dimensi Magnitude/level untuk mengukur taraf keyakinan dan kemampuan dalam menentukan tingkat kesulitan soal representasi matematis yang dihadapi, dimensi Strength atau kekuatan untuk mengukur taraf keyakinan terhadap kemampuan dalam mengatasi masalah atau kesulitan yang muncul akibat soal representasi matematis dan dimensi Generality untuk mengukur taraf keyakinan dan kemampuan dalam menggeneralisasikan tugas dan pengalaman sebelumnya. Ketiga dimensi tersebut kemudian diturunkan menjadi indikatorindikator dan selanjutnya dibuat pernyataan-pernyataan untuk mengukur selfefficacy siswa. Dimensi dan indikator self-efficacy yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari dimensi dan indikator self-efficacy yang dikembangkan oleh Sudrajat (2008). Penyusunan pernyataan skala self-efficacy dilakukan dengan memperhatikan panduan dari Bandura (2006) antara lain: a.
Menurut Bandura (2006), skala self-efficacy adalah unipolar, berkisar dari 0 hingga keyakinan maksimum. Skala bipolar dengan derajat negatif yang berarti seseorang tidak mampu melakukan aktivitas yang diharapkan merupakan hal yang tidak masuk akal.
b.
Item-item
pernyataan
dalam
skala
self-efficacy
harus
dapat
merepresentasikan konstruk yang ingin diukur. c.
Item skala self-efficacy adalah item-item pernyataan yang dibuat atau disesuaikan dengan area-area spesifik atau tugas-tugas spesifik dari responden (Mustaqim, 2009).
61
d.
Format respon skala Likert umumnya menggunakan lima pernyataan sikap. Namun, Bandura (2006) menyatakan bahwa skala self-efficacy lebih baik menggunakan 11 respon skala dengan interval 0-10 atau 0-100. Hal ini didukung oleh Panjares, Hartley, & Valiante (Bandura, 2006) yang menyatakan bahwa format respon 0-100 merupakan prediktor yang lebih baik daripada skala self-efficacy dengan format respon 1-5. Pada penelitian ini digunakan format respon skala self-efficacy yang
diadaptasi dari skala respon yang digunakan oleh Compeau & Higgins (1995) dan merujuk pada skala respon yang dikemukakan oleh Bandura (2006) yaitu 100point scale yang peneliti sederhanakan menjadi:
Ya Tidak
Tidak Begitu Yakin 1
2
3
4
Yakin 5
6
7
8
9
Sangat Yakin 10
Pada format skala respon tersebut, pilihan “tidak” memiliki nilai nol. Peneliti memilih format respon tersebut dikarenakan angka nol hingga sepuluh lebih dikenal untuk memberikan gambaran nilai dari sesuatu dalam lingkungan siswa SMP. Sebelum diujicobakan, dibuat kisi-kisi skala self-efficacy terlebih dahulu kemudian disusun pernyataan skala self-efficacy dengan revisi dan saran pembimbing serta pakar self-efficacy di UPI.
3.3.3 Jurnal Siswa Jurnal yang digunakan dalam penelitian ini berupa karangan singkat yang dibuat oleh siswa sebelum dan setelah pelaksanaan satu pembelajaran MEA. Jurnal pada awal pembelajaran MEA diberikan untuk mengetahui gambaran self-
62
efficacy yang dimiliki siswa. Jurnal pada akhir pembelajaran MEA diberikan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran MEA yang diberikan.
3.3.4 Format wawancara Format wawancara merupakan pedoman untuk melakukan wawancara terkait dengan respon siswa terhadap pembelajaran MEAs dan self-efficacy yang dimiliki siswa. Wawancara dilakukan untuk memperjelas data self-efficacy siswa yang telah diperoleh melalui skala self-efficacy.
3.4
Tahap Penelitian Penelitian dalam penerapan pembelajaran Model-Eliciting Activities
(MEAs) dilaksanakan dengan beberapa tahapan, yaitu: 3.4.1 Tahap Persiapan Pada tahap ini diadakan persiapan-persiapan yang dipandang perlu antara lain: melakukan studi kepustakaan tentang kemampuan representasi matematis, self-efficacy, serta pembelajaran Model-Eliciting Activities dan merancang perangkat pembelajaran serta instrumen pengumpulan data. Kemudian memohon izin melakukan penelitian kepada Rektor UPI dan Kepala SMP Negeri 25 Bandarlampung, melakukan uji coba instrumen penelitian dan menganalisis hasil uji coba tersebut, mengobservasi pembelajaran di sekolah dan berkonsultasi dengan guru matematika untuk menentukan waktu dan teknis pelaksanaan penelitian, serta meminjam nilai hasil ulangan siswa untuk membuat pengelompokan di kelas eksperimen. Lalu memilih sampel secara purposif dan memberikan pretes kepada siswa sampel penelitian.
63
3.4.2 Tahap Pelaksanaan Pada
tahap
ini
dilakukan
penerapan
pembelajaran Model-Eliciting
Activities (MEAs) pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. Penerapan
pembelajaran dilakukan
oleh
peneliti,
dengan pertimbangan untuk lebih terjaminnya pelaksanaan pembelajaran MEAs. Sebelum dilaksanakan pembelajaran MEAs di kelas eksperimen diadakan sosialisasi dengan memberikan penjelasan mengenai aturan-aturan yang ditetapkan dalam pembelajaran MEAs. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mendapat perlakuan yang sama dalam hal jumlah jam pelajaran, penyampaian materi, serta sumber pembelajaran
dari buku LKS. Kelas
eksperimen
mendapatkan lembar
permasalahan MEAs, sedangkan kelas kontrol mendapatkan soal-soal latihan dari buku LKS dan buku paket yang dimiliki guru. Jumlah pertemuan pada kelas eksperimen dan kontrol masing-masing 13 kali pertemuan. Secara garis besar langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran MEAs pada penelititan ini adalah sebagai berikut: 1.
Pendahuluan a.
Guru menjelaskan tentang pembelajaran yang akan dilakukan yaitu pembelajaran Model-Eliciting Activities serta tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa dan materi apa yang akan dipelajari.
b.
Guru memberikan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk menggali kemampuan awal yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.
64
c.
Guru memotivasi siswa dengan memberi penjelasan tentang pentingnya mempelajari materi ini dan agar siswa belajar bersama dalam kelompok.
2. Kegiatan Pembelajaran Model-Eliciting Activities a.
Siswa diberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru mengenai konsep yang akan dipelajari. Kemudian antara Siswa dan guru mendiskusikan materi tersebut.
b.
Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok yang heterogen.
c.
Guru membagikan bahan ajar berupa lembar permasalahan MEA kepada setiap kelompok. Siswa membaca permasalahan yang diberikan dan
siap-siaga
menghadapi
pertanyaan
berdasarkan
lembar
permasalahan. d.
Guru
memberikan
pertanyaan
kepada
siswa
terkait
dengan
permasalahan MEA dan memastikan setiap kelompok mengerti apa yang ditanyakan. Bagian ini merupakan bagian pertanyaan siap-siaga. Pada bagian ini guru membantu siswa mengawasi cara berpikirnya. e.
Siswa mengumpulkan data yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan MEA. Guru memberikan petunjuk kepada siswa jika diperlukan. Kegiatan ini merupakan tahap pengumpulan data oleh siswa.
f.
Guru memerintahkan siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Kemudian guru berkeliling kelas dan memberikan feedback untuk menuntun siswa agar dapat lebih memusatkan perhatian mereka
65
pada kesalahan yang dibuat dan guru dapat langsung memberikan arahan agar siswa dapat langsung mengoreksi sendiri kesalahan yang dibuatnya. Kegiatan ini merupakan tahap tugas pemecahan masalah. g.
Kelompok siswa terpilih mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas. Guru dan siswa lainnya mengajukan pertanyaan kepada kelompok penyaji. Kegiatan ini merupakan tahap kegiatan presentasi. Pada tahap ini, hasil pekerjaan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dan didiskusikan dalam diskusi kelas.
3. Akhir kegiatan pembelajaran a.
Guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil diskusi.
b.
Guru memberikan evaluasi menyeluruh terhadap hasil kegiatan siswa.
c.
Guru memberikan ulasan dan penekanan pada konsep utama serta membimbing siswa membuat kesimpulan.
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut: 1.
Kegiatan Pendahuluan a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan materi yang akan dipelajari b. Guru memberikan apersepsi dengan cara tanya jawab serta mengingatkan kembali pelajaran yang telah lalu yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.
2.
Kegiatan inti a. Guru menjelaskan kepada siswa tentang materi pelajaran b. Guru memberi contoh-contoh soal dan menyelesaikannya di papan tulis.
66
c. Guru bertanya kepada siswa apakah siswa sudah mengerti atau belum, jika belum, guru akan kembali menjelaskan pada bagian yang siswa belum begitu memahaminya. d. Guru memberikan latihan-latihan soal, siswa diminta mengerjakannya secara individu. e. Guru meminta beberapa orang siswa untuk mengerjakan soal yang telah diberikan guru. 3.
Penutup a. Guru menyimpulkan mengenai pembelajaran yang telah dilakukan b. Guru memberikan pekerjaan rumah. Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai, sebelum dilakukan postes
pada kelompok eksperiman dan kelompok kontrol, kedua kelompok siswa diberikan skala self-efficacy. Kemudian kedua kelompok ini diberikan soal postes yang sama dengan soal pretes, hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan representasi matematis siswa. Pelaksanaan tes representasi matematis selama 80 menit baik pada kelompok eksperimen maupun pada kelompok kontrol. Selain postes, pada kelompok eksperimen dilakukan wawancara terhadap beberapa siswa yang dipilih secara acak mewakili tingkat kemampuan siswa.
3.4.3 Tahap Analisis Setelah implementasi pembelajaran selesai, data yang telah terkumpul dianalisis dan diolah secara statistik untuk data kuantitatif dan secara deskriptif untuk data kualitatif.
67
3.5
Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan
penelitian. Selanjutnya prosedur penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk diagram berikut: Pengidentifikasian masalah & tujuan penelitian
Penyusunan instrumen dan bahan ajar
Penguji coba
instrumen
Analisis hasil uji coba
Perbaikan instrumen
Pemberian Pretes
a. Perlakuan pada kelas eksperimen (pembelajaran MEAs) b. Jurnal Siswa c. Skala self-efficacy d. Pemberian Postes e. Wawancara
a. Perlakuan pada kelas kontrol (pembelajaran konvensional) b. Skala self-efficacy c. Pemberian postes
Analisis Data
Kesimpulan
Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian 3.6
Waktu penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010.
Jadwal rencana kegiatan penelitian dapat dilihat dalam Tabel 3.2 berikut:
68
Tabel 3.2 Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian No 1. 2. 3.
Kegiatan
Bulan Okt-Nop Des Jan Feb Mar Apr
5. 6. 7.
Pembuatan Proposal Seminar Proposal Menyusun Instrumen Penelitian dan bahan ajar Pelaksanaan KBM di kelas Eksperimen Pengumpulan Data Pengolahan Data Penyelesaian Tesis
3.7
Teknik Analisis Instrumen
4.
Mei Jun
3.7.1 Instrumen Kemampuan Representasi Matematis Alat pengumpul data yang baik dan dapat dipercaya adalah alat pengumpul data yang valid dan reliabel. Oleh karena itu, sebelum instrumen tes digunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen pada siswa yang telah mendapatkan materi yang akan disampaikan. Sebelum dilakukan ujicoba, dilakukan uji keterbacaan kepada beberapa orang siswa yang sudah pernah memperoleh materi ini dan diukur kecukupan waktu siswa dalam menjawab soal tes. Hasilnya adalah beberapa soal yang ada perlu diperbaiki dan dibuang karena tidak mudah dipahami dan terlalu banyak menghabiskan waktu. Setelah uji coba, dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda instrumen tersebut. 1.
Analisis validitas tes Validitas merupakan salah satu syarat penting yang harus dipenuhi oleh
instrumen penelitian. Suherman dan Sukjaya (1990) menyatakan bahwa suatu istrumen dinyatakan valid (absah dan sahih) bila instrumen itu mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Validitas suatu instrumen
69
hendaknya dilihat dari berbagai aspek. Dalam penelitian ini, analisis validitas yang dilakukan meliputi validitas isi, validitas muka, dan validitas butir soal. Validitas isi berkenaan dengan ketepatan materi yang dievaluasikan. Dengan kata lain, materi yang dipakai sebagai alat evaluasi merupakan sampel representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai siswa (Suherman dan Sukjaya, 1990). Validitas muka atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain (Suherman.dkk, 2003), termasuk juga kejelasan gambar dalam soal. Penilain validitas isi dan validitas muka dilakukan oleh rekan mahasiswa Pendidikan Matematika Pascasarjana UPI dan guru matematika SMP Negeri 25 Bandarlampung
yang hasilnya dikonsultasikan kepada dosen pembimbing.
Validitas isi dan validitas muka yang dinilai adalah kesesuaian antara butir tes dengan kisi-kisi soal, penggunaan bahasa atau gambar dalam soal, dan kebenaran materi atau konsep. Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Hasil perhitungan validitas ini dapat digunakan untuk menyelidiki lebih lanjut butir-butir soal yang mendukung dan yang tidak mendukung. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi. Karena tes yang digunakan berupa uraian, maka untuk mendapatkan validitas butir soal digunakan rumus korelasi Product Moment Pearson. Hasil perhitungan koefisien korelasi diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi koefisien validitas yang dinyatakan oleh Suherman dan Sukjaya (1990).
70
Berdasarkan hasil uji coba pada siswa kelas IX SMP Negeri 25 Bandarlampung, dilakukan perhitungan validitas butir soal yaitu dengan menghitung korelasi antara butir-butir soal dengan skor total soal secara keseluruhan. Hasil perhitungan korelasi validitas antar butir tes kemampuan representasi matematis dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut ini. Tabel 3.3 Validitas Instrumen Kemampuan Representasi Matematis Nomor Soal Interpretasi Besarnya 1 0,66 Validitas tinggi 2a 0,70 Validitas tinggi 2b 0,77 Validitas tinggi 3 0,82 Validitas sangat tinggi 4a 0,91 Validitas sangat tinggi 4b 0,70 Validitas tinggi 5a 0,72 Validitas tinggi 5b 0,84 Validitas sangat tinggi 6a 0,65 Validitas tinggi 6b 0,78 Validitas tinggi 7a 0,68 Validitas tinggi 7b 0,68 Validitas tinggi Berdasarkan Tabel 3.3 diketahui bahwa nilai koefisien korelasi butir-butir soal dengan skor total soal secara keseluruhan berada pada rentang nilai 0,66 hingga 0,91. Dari 12 butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan representasi matematis, berdasarkan interpretasi validitas tes diperoleh sembilan soal mempunyai validitas tinggi dan tiga soal memiliki validitas sangat baik. Artinya, semua soal mempunyai validitas yang baik.
2.
Analisis Reliabilitas Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap
jika digunakan untuk subjek yang sama pada waktu yang berbeda (Suherman dan Sukjaya, 1990). Instrumen dengan reliabilitas yang baik memberikan hasil yang
71
konsisten walaupun dikerjakan oleh siapapun (dalam level yang sama), kapanpun dan di manapun berada. Untuk tes berbentuk uraian perhitungan reliabilitas tes dapat digunakan rumus Cronbach’s Alpha. Hasil derajat reliabilitas soal kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi derajat reliabilitas yang dikemukakan oleh Suherman dan Sukjaya (1990). Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara keseluruhan diperoleh nilai r11 = 0,922. Instrumen peneitian dengan koefisien reliabilitas 0,922 diinterpretasikan memiliki reliabilitas yang sangat tinggi, sehingga instrumen kemampuan representasi matematis tersebut reliabel untuk digunakan sebagai alat ukur. 3.
Analisis Daya Pembeda Daya pembeda (discriminatory power) suatu butir soal menyatakan
seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara siswa yang dapat menjawab soal dan siswa yang tidak dapat menjawab soal (Suherman dan Sukjaya, 1990). Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (DP) yang berkisar antara 0,00 – 1,00. Daya pembeda dihitung dengan membagi siswa kedalam dua kelompok, yaitu: kelompok atas (the higher group) – kelompok siswa yang tergolong pandai dan kelompok bawah (the lower group) – kelompok siswa yang tergolong rendah. Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria penafsiran menurut Suherman dan Sukjaya (1990). Berdasarkan hasil uji coba, dilakukan perhitungan daya pembeda setiap butir soal yang secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B.2. Hasil perhitungan daya pembeda tes kemampuan representasi matematis disajikan dalam Tabel 3.4 berikut.
72
Tabel 3.4 Daya Pembeda Tes Representasi Matematis Nomor Soal Besarnya DP Interpretasi 1 0,56 Baik 2a 0,50 Baik 2b 0,42 Baik 3 0,69 Baik 4a 0,47 Baik 4b 0,56 Baik 5a 0,44 Baik 5b 0,58 Baik 6a 0,42 Baik 6b 0,69 Baik 7a 0,28 Cukup 7b 0,33 Cukup Berdasarkan Tabel 3.4 diketahui bahwa indeks daya pembeda butir-butir soal secara keseluruhan berada pada rentang nilai 0,28 hingga 0,69. Indeks daya pembeda sebesar 0,28 menandakan bahwa butir soal memiliki daya pembeda dengan interpretasi cukup. Sedangkan indeks daya pembeda sebesar 0,69 menandakan bahwa butir soal memiliki daya pembeda dengan interpretasi baik. Dari 12 butir soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan representasi matematis terdapat dua butir yang mempunyai daya pembeda yang cukup, dan sisanya mempunyai daya pembeda yang baik. Oleh karena itu, instrumen tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai.
4.
Analisis Indeks Kesukaran Arikunto (2005) menyatakan bahwa “soal yang baik adalah soal yang tidak
terlalu mudah atau tidak terlalu sukar”. Soal yang terlalu mudah tidak dapat merangsang siswa berusaha memecahkannya, dan soal yang terlalu sukar dapat menyebabkan siswa putus asa dan tidak bersemangat untuk mencoba lagi.
73
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (Arikunto, 2005). Analisis indeks kesukaran setiap butir soal dihitung berdasarkan jawaban seluruh siswa yang mengikuti tes. Pada penelitian ini digunakan rumus untuk menghitung indeks kesukaran menurut Hutabarat (2009). Hasil perhitungan indeks kesukaran diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria penafsiran menurut Suherman dan Sukjaya (1990). Dari hasil perhitungan, diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal tes kemampuan representasi matematis yang terangkum dalam Tabel 3.5 berikut ini: Tabel 3.5 Indeks Kesukaran Tes Representasi Matematis Nomor Soal Besarnya IK Interpretasi 1 0,61 Sedang 2a 0,31 Sedang 2b 0,32 Sedang 3 0,54 Sedang 4a 0,57 Sedang 4b 0,44 Sedang 5a 0,50 Sedang 5b 0,35 Sedang 6a 0,46 Sedang 6b 0,46 Sedang 7a 0,28 Sukar 7b 0,25 Sukar Dari Tabel 3.5 diketahui bahwa indeks kesukaran butir-butir soal tes kemampuan representasi matematis secara keseluruhan berada pada rentang nilai 0,25 hingga 0,61. Indeks kesukaran sebesar 0,25 menandakan bahwa butir soal memiliki tingkat kesukaran dengan interpretasi sukar. Sedangkan indeks kesukaran sebesar 0,61 menandakan bahwa butir soal memiliki tingkat kesukaran dengan interpretasi sedang. Dari 12 butir soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan representasi matematis terdapat dua butir yang mempunyai indeks kesukaran yang sulit, dan sisanya mempunyai indeks kesukaran yang sedang.
74
Oleh karena itu, instrumen tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Rekapitulasi dari semua perhitungan analisis hasil uji coba tes kemampuan representasi matematis disajikan secara lengkap dalam Tabel 3.6 berikut ini: Tabel 3.6 Nomor Soal 1 2a 2b 3 4a 4b 5a 5b 6a 6b 7a 7b
Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Representasi Matematis Interpretasi Interpretasi Interpretasi Interpretasi Validitas Tingkat Daya Reliabilitas Kesukaran Pembeda Tinggi Sedang Baik Tinggi Sedang Baik Tinggi Sedang Baik Sangat Tinggi Sedang Baik Sangat Tinggi Sedang Baik Sangat Tinggi Sedang Baik Tinggi Tinggi Sedang Baik Sangat Tinggi Sedang Baik Tinggi Sedang Baik Tinggi Sedang Baik Tinggi Sukar Cukup Tinggi Sukar Cukup
Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil ujicoba tes kemampuan representasi matematis yang dilaksanakan di SMP N 25 Bandarlampung pada siswa kelas IX, serta dilihat dari hasil analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen kemampuan representasi matematis pada penelitian ini memenuhi syarat untuk menjadi alat pengumpul data yang baik dan dapat dipercaya. Oleh karena itu, instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur kemampuan representasi matematis siswa.
75
3.7.2 Skala Self-Efficacy Self-efficacy dalam penelitian ini difokuskan pada tiga dimensi pengukuran self-efficacy yang diungkapkan oleh Bandura yaitu, magnitude/level, strength, dan generality. Secara teoritis, dimensi magnitude/level berhubungan dengan tingkat kesulitan masalah atau tugas yang dapat diatasi oleh seseorang sebagai hasil persepsi tentang kompetensi dirinya (Sudrajat, 2008). Secara operasional, dimensi magnitude/level merujuk pada taraf keyakinan dan kemampuan siswa dalam menentukan tingkat kesulitan soal representasi matematis yang dihadapi. Dimensi strength berhubungan dengan tingkat kekuatan keyakinan tentang kompetensi yang dipersepsi oleh seseorang dan menunjukkan derajat kemantapan keyakinannya (Sudrajat, 2008). Dimensi ini biasanya berkenaan langsung dengan dimensi pertama. Secara operasional, dimensi strength merujuk pada taraf keyakinan siswa terhadap kemampuannya dalam mengatasi masalah atau kesulitan yang muncul akibat soal representasi matematis. Dimensi generality, yaitu dimensi yang berhubungan dengan luas bidang perilaku atau tingkat pencapaian keberhasilan seseorang dalam mengatasi atau menyelesaikan tugas-tugas dalam kondisi tertentu (Sudrajat, 2008). Secara operasional, dimensi ini merujuk pada taraf keyakinan dan kemampuan siswa dalam mengeneralisasikan tugas dan pengalaman sebelumnya. Instrumen tentang self-efficacy ini dikonstruksi dan dikembangkan oleh peneliti dengan mengadaptasi instrumen self-efficacy yang dikembangkan oleh Sudrajat (2008), berpedoman pada pendapat Bandura (2006), yaitu Guide for
76
Constructing Self-Efficacy Scales serta berdasarkan saran dan pertimbangan dari pembimbing dan pakar self-efficacy di UPI. Berpedoman pada validitas isi yang dijelaskan oleh Bandura (2006), butir pernyataan skala self-efficacy harus akurat dalam merefleksikan konstruksnya. Self-efficacy
berfokus
pada
kemampuan
yang
dirasakan.
Butir-butir
pernyataannya harus menjadi frase yang mengungkapkan tentang “mampu mengerjakan” daripada “akan mengerjakan”, karena “mampu” menggambarkan pertimbangan kemampuan sedangkan “akan” merupakan pernyataan yang berisikan tentang adanya suatu tujuan (Bandura, 2006). Untuk menguji validitas skala self-efficacy digunakan uji validitas isi (content validity). Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2006). Instrumen dinyatakan valid apabila isinya sesuai dengan apa yang hendak diukur. Pada penelitian ini, pengujian validitas skala self-efficacy dilakukan oleh dosen pembimbing dan pakar self-efficacy di UPI. Berorientasi pada validitas konstruk dan validitas isi, berupa dimensi dan indikator yang hendak diukur, redaksi setiap butir pernyataan, keefektifan susunan kalimat dan koreksi terhadap bentuk format yang digunakan. Hasil umum yang diperoleh menunjukkan hal-hal sebagai berikut: a.
Tidak memuat pernyataan-pernyataan negatif, karena keyakinan tidak ada yang bermakna negatif melainkan taraf atau derajatnya saja yang membedakannya yang terentang dari keyakinan paling tinggi hingga paling rendah (Sudrajat, 2008). Sebagai tindak lanjut, butir pernyataan negatif diubah bentuknya menjadi butir pernyataan positif.
77
b.
Pengukuran self-efficacy didasarkan pada tiga dimensi yang dinyatakan oleh Bandura, yaitu dimensi magnitude/level, dimensi strength, dan dimensi generality. Sebagai tindak lanjut, dibuat defini operasional untuk masingmasing dimensi dan skala self-efficacy yang dibuat disesuaikan dengan dimensi-dimensi tersebut.
c.
Merevisi pernyataan-pernyataan tertentu yang dianggap kurang tepat dari segi kebahasaan sehingga tidak mengandung makna ganda atau multi tafsir kepada responden dalam memilihnya. Setelah instrumen self-efficacy dinyatakan valid oleh ahli, dilakukan uji
keterbacaan instrumen terhadap 10 orang siswa. Uji keterbacaan dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam angket dapat dimengerti susunan redaksi dan maknanya, telah sesuai dan/atau menggambarkan tentang apa yang dirasakan, dialami, dan dihadapi siswa. Hasil menunjukkan bahwa siswa tidak mengalami kesulitan dalam memahami pernyataan-pernyataan yang terdapat pada lembar skala self-efficacy. Kemudian dilakukan uji coba instrumen self-efficacy siswa terhadap 75 orang siswa. Hasil uji coba dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17 untuk menguji derajat validitas dan reliabilitas instrumen. 1.
Validitas Instrumen Pengujian validitas instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan antara
skor item dalam suatu dimensi dengan skor dimensi dan mengkorelasikan skor dimensi dengan skor total. Hasil uji validitas skala self-efficacy dengan menggunakan program SPSS 17 disajikan secara lengkap pada Lampiran B.4.
78
Hasil uji validitas pernyataan self-efficacy dimensi magnitude/level terangkum dalam Tabel 3.7 berikut ini. Tabel 3.7 Validitas Butir Pernyataan Dimensi Magnitude/Level Nomor Koefisien Signifikansi Interpretasi Pernyataan Korelasi 1 0,602 2 0,547 3 0,426 19 0,447 10 0,704 11 0,487 13 0,474 20 0,577 21 0,534 0,000 Valid 22 0,727 24 0,562 25 0,669 26 0,767 27 0,808 28 0,796 29 0,824 30 0,693 Berdasarkan Tabel 3.7, diketahui bahwa validitas butir-butir pernyataan selfefficacy dimensi magnitude/level secara keseluruhan berada pada rentang nilai 0,426 hingga 0,824. Koefisien korelasi sebesar 0,426 menandakan bahwa butir pernyataan memiliki validitas dengan interpretasi sedang. Sedangkan koefisien korelasi sebesar 0,824 menandakan bahwa butir pernyataan memiliki validitas dengan interpretasi sangat tinggi. Dari 17 butir pernyataan yang digunakan untuk mengukur self-efficacy dimensi magnitude/level, delapan pernyataan memiliki validitas yang sedang, tujuh pernyataan memiliki validitas yang tinggi dan sisanya memiliki validitas sangat tinggi. Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada Tabel 3.7 terlihat bahwa seluruh pernyataan memiliki korelasi yang signifikan.
79
Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan tersebut valid digunakan untuk mengukur self-efficacy dimensi magnitude/level. Hasil uji validitas pernyataan self-efficacy dimensi strength terangkum dalam Tabel 3.8 berikut ini. Tabel 3.8 Validitas Butir Pernyataan Dimensi Strength Nomor Koefisien Signifikansi Interpretasi Pernyataan Korelasi 6 0,749 7 0,762 14 0,535 31 0,489 33 0,607 34 0,651 35 0,575 4 0,747 0,000 Valid 5 0,524 8 0,668 9 0,646 15 0,618 16 0,736 17 0,729 18 0,517 23 0,571 32 0,554 Berdasarkan Tabel 3.8, diketahui bahwa validitas butir-butir pernyataan selfefficacy dimensi strength secara keseluruhan berada pada rentang nilai 0,489 hingga 0,762. Koefisien korelasi sebesar 0,489 menandakan bahwa butir pernyataan memiliki validitas dengan interpretasi sedang. Sedangkan koefisien korelasi sebesar 0,762 menandakan bahwa butir pernyataan memiliki validitas dengan interpretasi tinggi. Dari 17 butir pernyataan yang digunakan untuk mengukur self-efficacy dimensi strength, tujuh pernyataan memiliki validitas yang sedang, dan sisanya memiliki validitas tinggi. Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada Tabel 3.8 terlihat bahwa seluruh pernyataan memiliki korelasi yang
80
signifikan. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan tersebut valid digunakan untuk mengukur self-efficacy dimensi strength. Hasil uji validitas pernyataan selfefficacy dimensi generality terangkum dalam Tabel 3.9 berikut ini. Tabel 3.9 Validitas Butir Pernyataan Dimensi Generality Nomor Koefisien Signifikansi Interpretasi Pernyataan Korelasi 36 0,730 37 0,777 38 0,765 39 0,802 0,000 Valid 12 0,736 40 0,771 41 0,723 42 0,679 Dari Tabel 3.9, diketahui bahwa validitas butir-butir pernyataan self-efficacy dimensi generality secara keseluruhan berada pada rentang nilai 0,679 hingga 0,802. Koefisien korelasi sebesar 0,679 menandakan bahwa butir pernyataan memiliki validitas dengan interpretasi tinggi. Sedangkan koefisien korelasi sebesar 0,802 menandakan bahwa butir pernyataan memiliki validitas dengan interpretasi sangat tinggi. Dari delapan butir pernyataan yang digunakan untuk mengukur self-efficacy dimensi generality, tujuh pernyataan memiliki validitas tinggi, dan sisanya memiliki validitas sangat tinggi. Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada Tabel 3.9 terlihat bahwa seluruh pernyataan memiliki korelasi yang signifikan. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan tersebut valid digunakan untuk mengukur self-efficacy dimensi generality. Selanjutnya dilakukan analisis korelasi skor dimensi dengan skor total yang hasilnya terangkum dalam Tabel 3.10 berikut ini.
81
Tabel 3.10 Validitas Setiap Dimensi Skala Self-Efficacy Koefisien Dimensi Signifikansi Interpretasi Korelasi 0,911 Magnitude/level 0,924 0,000 Valid Strength 0,819 Generality Berdasarkan Tabel 3.10 di atas, diketahui bahwa koefisien korelasi dimensidimensi self-efficacy berada pada rentang 0,819 hingga 0,924. Seluruh dimensi magnitude/level, strength, dan generality memiliki kriteria validitas sangat tinggi. Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada Tabel 3.10 terlihat bahwa seluruh dimensi memiliki korelasi yang signifikan. Oleh karena itu, seluruh dimensi magnitude/level, strength, dan generality mendukung untuk digunakan mengukur self-efficacy siswa. 2.
Reliabilitas Instrumen Pengujian reliabilitas suatu alat ukur dimaksudkan untuk mengetahui
apakah suatu alat ukur akan memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg). Untuk menghitung koefisien reliabilitas instrumen self-efficacy digunakan program SPSS 17 yang hasilnya terangkum pada Tabel 3.11 berikut ini. Tabel 3.11 Reliabilitas Skala Self-Efficacy Cronbach's Alpha N of Items 0,964
42
Berdasarkan Tabel 3.11 di atas, diperoleh nilai
. Instrumen
peneitian dengan koefisien reliabilitas 0,964 diinterpretasikan memiliki reliabilitas yang sangat tinggi, sehingga instrumen self-efficacy tersebut reliabel untuk digunakan sebagai alat ukur. Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil ujicoba pernyataan self-efficacy pada Tabel 3.7, Tabel 3.8, Tabel 3.9, Tabel 3.10, dan Tabel 3.11,
82
instrumen self-efficacy memenuhi syarat untuk menjadi alat pengumpul data yang baik dan dapat dipercaya. Oleh karena itu, instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur self-efficacy siswa. 3.8
Teknik Analisis Data Data-data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan
representasi matematis dianalisis secara statistik. Data skala self-efficacy siswa dianalisis secara deskriptif dan statistik. Sedangkan data hasil wawancara berkaitan dengan tanggapan siswa terhadap pembelajaran dianalisis secara deskriptif. Untuk pengolahan data penulis menggunakan bantuan program software SPSS 17, dan Microsoft Excell 2007. 3.8.1 Data Hasil Tes Representasi Matematis Dalam penelitian ini ingin dilihat perbedaan rerata kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs dan siswa yang memperoleh
pembelajaran
konvensional
serta
peningkatan
kemampuan
representasi siswa berdasarkan kategori kemampuan siswa (kelompok atas dan kelompok bawah). Oleh karena itu, uji statistik yang
digunakan adalah uji
perbedaan dua rerata. Data yang diperoleh dari hasil tes diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1.
Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan.
2.
Membuat tabel skor pretes dan postes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
83
3.
Menghitung peningkatan kemampuan yang terjadi pada siswa kelompok atas, kelompok tengah dan siswa kelomok bawah dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu: Gain ternormalisasi (g) =
(Hake,1999)
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi pada Tabel 3.12 berikut. Tabel 3.12 Klasifikasi Gain (g) Besarnya Gain (g) Interpretasi g 0,7 Tinggi 0,3 g < 0,7 Sedang g < 0,3 Rendah Perhitungan gain ternormalisasi dilakukan karena penelitian ini tidak hanya melihat peningkatan siswa tetapi juga melihat kualitas dari peningkatan tersebut. 4.
Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pretes, postes, dan skor gain kemampuan representasi matematis menggunakan uji statistik One-Sample Kolmogorov- Smirnov.
5.
Menguji homogenitas varians data skor pretes, postes dan gain kemampuan representasi matematis menggunakan uji Homogeneity of Variances (Levene Statistic).
6.
Jika sebaran data normal dan homogen, dilakukan uji perbedaan dua rerata. Pengujian ini digunakan untuk menguji perbedaan rerata skor pretes dan postes menggunakan Compare Mean Independent Samples Test.
7.
Menguji perbedaan antara dua rataan data gain kemampuan representasi matematis dengan menggunakan General Linear Model Univariate Analysis.
84
8.
Jika datanya tidak berdistribusi normal, maka uji yang dilakukan adalah uji statistik non-parametrik seperti Uji Mann-Whitney atau Uji Friedman.
3.8.2 Data Hasil Skala Self-Efficacy Analisis data dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang selfefficacy siswa. Untuk melihat posisi dan gambaran self-efficacy siswa, baik secara total maupun dimensinya, dilakukan pengelompokan data dengan menggunakan perhitungan kriteria ideal yang perhitungannya didasarkan atas rerata ideal dan simpangan baku ideal (Rakhmat dan Solehuddin dalam Sudrajat, 2008) sebagai berikut. ! "# Keterangan: = skor maksimal yang mungkin diperoleh oleh siswa = Rerata ideal = dari $
#
= Simpangan Baku Ideal = dari $
Z = skor baku Berdasarkan rumus tersebut, kemudian dibuat kategori yang disajikan pada Tabel 3.13 berikut.
No. 1. 2. 3. 4. 5.
%&' %&' %&'
Tabel 3.13 Kategori Self-Efficacy Siswa Skor Kategori %&' +, Sangat Tinggi (ST) ()* + , & - %&' + Tinggi (T) )* ()* + , & - %&' + Sedang (S) . )* )* + , & - %&' + Rendah (R) .()* . )* + Sangat Rendah (SR) & , %&' .()*
Setelah dilakukan pengelompokan, kemudian dihitung frekuensi masingmasing kategori dan dihitung persentasenya. Untuk melihat perbedaan self-
85
efficacy siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol baik secara total maupun masing-masing dimensinya, dilakukan uji statistik non parametrik yaitu uji Mann-Whitney dengan menggunakan program SPSS 17.