62
BAB III METODE PERANCANGAN
3.1
Studi Fisik Lingkungan dan Bangunan
3.1.1 Tinjauan Makro Terhadap Kota Jakarta 1. Kondisi Fisik Kota Jakarta •
Luas wilayah DKI Jakarta +/- 650 km2 atau 650 Ha.
•
Wilayah Jakarta terletak pada : 106o 22’ 42” BT sampai 106o 58’ 18” BT -5o 19’ 12 LS sampai -6o 23’ 54” LS
•
Pada dasarnya wilayah DKI Jakarta dapat dikategorikan sebagai daerah datar.
•
Dibatasi oleh : Sebelah Utara
: Laut Jawa.
Sebelah Timur
: Kabupaten Bekasi.
Sebelah Selatan
: Kabupaten Bogor.
Sebelah Barat
: Kabupaten Tangerang
2. Potensi Kota Jakarta Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia merupakan pusat segala kegiatan, bukan saja sebagai kota nasional, tetapi juga sebagai kota internasional di Indonesia. •
Jakarta sebagai kota Internasional
•
Jakarta sebagai kota Nasional
•
Pusat politik
•
Pusat ekonomi
3.1.2 Kriterian Pemilihan Lokasi Hal-hal yang mempengaruhi kriteria pemilihan lokasi adalah : 1. Pusat pagelaran tari Swara Maharddhika ini adalah suatu wadah pusat tari yang memadukan unsur hobi dan komersial, yang dikelola secara profesional oleh yayasan swasta Swara Maharddhika, sehingga lokasi yang strategis sangat dibutuhkan.
63
2. Sasaran konsumen yang ingin ditargetkan adalah antara masyarakat menengah ke atas, sehingga kondisi sosial ekonomi disekitar lokasi serta masalah kemudahan pencapaian sangat berpengaruh pada pemilihan lokasi. 3. Skala proyek dan aktifitas yang ada juga ikut mempengaruhi. Dengan skala proyek berskala internasional serta aktifitas-aktifitas yang dilakukan bersifat lebih publik maka kemudahan pengenalan lokasi sangat dibutuhkan. Berdasar hal-hal di atas disusunlah kriteria pemilihan lokasi sebagai berikut : 1. Lokasi terletak di pusat kegiatan kota DKI Jakarta. 2. Keadaan sosial ekonomi di sekitar lokasi mendukung aktifitas pusat pagelaran tari yang diasuh oleh yayasan Swara Maharddhika. 3. Dilalui jalur kendaraan umum. 4. Sirkulasi baik dan teratur.
3.1.3 Analisa Makro Lingkungan Denah Pusat Pagelaran Tari Swara Maharddhika yang akan dirancang berada di kawasan T.B Simatupang bertempat jalan Raden Ajeng Kartini, TB Simatupang, Cilandak, Jakarta Selatan. Kawasan T.B Simatupang dinilai akan menjadi kawasan favorit di daerah Selatan Jakarta. Kawasan ini sangat berpotensi. Pembangunan properti terpadu atau mixed use development yang terdiri dari perkantoran, hotel, maupun hunian marak dilakukan para pengembang termasuk di kawasan TB Simatupang. Infrastruktur dikawasan tersebut mulai membaik diikuti dengan banyaknya suplai perkantoran yang dibangun di sana. Faktor terbesar yang membuat kawasan TB Simatupang berubah menjadi daerah elit adalah bertambahnya jumlah pekerja asing (ekspatriat) yang tinggal di bagian Selatan Jakarta. Keberadaan para ekspatriat ini turut memicu berdirinya sejumlah sekolah skala internasional Pertumbuhan kawasan TB Simatupang tak terlepas dari dukungan infrastruktur yang sudah memadai. Terlebih lagi, akses ke kawasan ini ditunjang oleh jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR), dekat dengan pusat pendidikan international, dan komunitas kesenian tari yang lebih banyak terdapat di kawasan Jakarta Selatan.
64
Kawasan TB Simatupang memungkinkan bagi pembangunan suatu kota baru yang pembangunannya dilakukan secara menyeluruh, terpadu, meliputi suatu koordinasi yang baik antara pembangunan perumahan, perkantoran, fasilitas sosiokultural, dan sarana prasana kegiatan umum lainya. TB Simatupang merupakan kawasan yang memiliki propek keberlanjutan dari berbagai segi baik ekonomi, sosial, dan budaya di masa yang akan datang karena telah memiliki perancanaan yang baik. TB Simatupang memiliki sasaran untuk menjadi kawasan yang modern, berteknologi tinggi, dan berwawasan lingkungan agar dapat menciptakan kehidupan yang ideal dan nyaman. Kawasan TB Simatupang memiliki luas Luas Wilayah 6.05 Km2. Batas wilayah dan jalan di Kelurahan Cilandak Timur: Sebelah Barat berbatasan dengan Kali Krukut di Kelurahan Cilandak Barat, Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Margasatwa di Pondok Labu dan Kelurahan Jagakarsa, Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Cilandak KKO di Kelurahan Ragunan, Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Kemang Selatan di Kelurahan Bangka. Memiliki akses transportasi yang lengkap dan memadai. Seperti dilalui angkutan umum Daerah KBBK juga dekat akses jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR).
Gambar 3.1 Peta Lokasi kawasan TB Simatupang Sumber : Google Maps,2013
65
Gedung Gereja Bethel Indonesia yang sedang direncanakan pembangunannya beralamat di jalan Raden Ajeng Kartini, TB Simatupang, Cilandak, Jakarta Selatan. Di lalui oleh jalan besar seperti jalan TB Simatupang, jalan Raden Ajeng Kartini, dan jalan Warung Jati Barat yang bila ditelusuri dapat menemukan jalan Cilandak KKOAmpera-Kemang, Pejaten–Mampang–Kuningan & Pasar Minggu-Pancoran. Dapat dikatakan lokasi cukup strategis sebagai daerah peruntukan lahan fasilitas umum dan banyak dilalui kendaraan karena tepat berada di depan jalan besar.
Gambar 3.2 Peta Lokasi Denah Gedung Gereja Bethel Indonesia Sumber : Google Maps,2013
Gambar 3.4 Suasana Jalan Raden Ajeng Kartini, TB Simatupang Sumber : google image (internet accessed 7 Maret 2013)
66
Lokasi bangunan tersebut dikelilingi oleh kawasan pertokoan, hiburan, kuliner, dan pemukiman / townhouse dengan data sebagai berikut : •
Batas Utara
: PT. ISS Indonesia
•
Batas Selatan
: Kebun Binatang Ragunan
•
Batas Barat
: Departemen Pertanian
•
Batas Timur
: PT. Siemens Indonesia
Di depan jalan besar Raden Ajeng Kartini, TB Simatupang terdapat banyak angkutan umum dan bus kota yang langsung menuju ke Halte Busway Departemen Pertanian. Merupakan TransJakarta Busway Koridor 6. Jurusan dari Ragunan sampai ke Dukuh Atas 2.
Gambar 3.5 Suasana halte busway di Departemen Pertanian Sumber : http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Halte_Busway_Pertanian.jpg; (internet accessed 13 Mei 2013)
Gambar 3.6 Jalur busway Departemen Pertanian Sumber : http://www.streetdirectory.co.id/indonesia/jakarta/travel/travel_id_10981/travel_site_191/trav el_no_/; (internet accessed 13 Mei 2013)
67
Pertimbangan di atas menjadi acuan dalam memilih denah lokasi gedung pertunjukan untuk perancangan Pusat Pagelaran Tari Swara Maharddhika ini. Letaknya yang berada di daerah yang , merupakan lahan yang diperuntukan untuk fasilitas umum, mudah dijangkau oleh kendaraan pribadi maupun angkutan umum, lahan yang luas, terdapat fasilitas bangunan komersial dan hiburan lain serta terletak di jalur sirkulasi utama. Tempat ini dan letak bangunan berada di area yang sering dikunjungi oleh masyarakat menengah keatas juga menjadi jawaban atas pertimbangan kriteria pemilihan lokasi peletakan Pusat Pagelaran Tari Swara Maharddhika ini. 3.1.4 Analisa Mikro Bangunan Perancangan interior pusat pagelaran tari Swara Maharddhika menggunakan gedung Gereja Bethel Indonesia yang beralamat di Jalan Raden Ajeng Kartini, Cilandak, TB Simatupang, Jakarta Selatan. Bila ditelusuri arah pintu masuk utama gedung tersebut menuju ke arah jalan TB Simatupang dimana merupakan jalur sirkulasi utama dan dapat dikatakan merupakan jalan besar yang sering dilalui oleh jalur kendaraan bermotor maupun angkutan umum sehingga dapat terlihat dengan mudah oleh pengendara. Selain itu karena terletak menghadap langsung ke arah jalan besar TB Simatupang menjadikan pencapaian lebih mudah, dapat menarik pengunjung, dan tidak menimbulkan pengaruh negatif (kemacetan panjang karena antrian mobil keluar masuk) terhadap pola sirkulasi di luar site.
Gambar 3.7 Tapak Lokasi Bangunan Sumber : Data Penulis
68
Gambar 3.8 Denah Keseluruhan Bangunan Gereja Bethel Indonesia Sumber : Data Penulis Tapak site plan arsitektur bangunan ini mampu mencukupi untuk memenuhi kebutuhan ruang yang ada untuk kegiatan di pusat pagelaran tari Swara Maharddhika. Luas bangunan Gereja Bethel Indonesia ini mencakup sekitar +/- 1,7 hektar dan terdiri dari 4 lantai + lantai basement. Terdapat lobby dan hall yang luas, ruang kebaktian yang juga dapat berfungsi sebagai concert hall dengan panggung “proscenium shape” berkapasitas 14.556 penonton. Bagian belakang bangunan terdapat ruang kantor untuk rapat komisaris gereja juga terdapat ruang persiapan untuk pendeta yang fungsinya sama seperti backstage dalam gedung pertunjukan. Untuk sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat beribadah bangunan ini sudah dapat mencakupi semua kebutuhan kegiatan dalam gereja. Disediakannya ruang-ruang untuk sekolah minggu, perpustakaan, music training room, dan kantor-kantor pengurus gereja. Ruangan-ruangan tersebut mencukupi dan dapat dialih fungsi menjadi fasilitas-faslitas yang dibutuhkan dalam perancangan Pusat Pagelaran Tari Swara Maharddhika ini. Dan dari site plan yang terpapar, bangunan merencanakan untuk menyediakan area pedestrian untuk pejalan kaki agar lebih nyaman untuk berjalan memasuki komplek bangunan. Juga dalam perencanaan landscape ditanami banyak pohon disekitar kompleks bangunan agar lebih rindang dan asri.
69
Gambar 3.9 Denah Lantai Basement Sumber : Data Penulis Lantai basement dalam bangunan tersebut merupakan akses dimana semua barang dapat masuk karena loading dock masuk ke basement dan barang disimpan langsung digudang properti. Barang yang akan di naikan ke ruang kebaktian dapat melalui lift barang maupun mesin hidrolik yang terdapat di tengah-tengah kantor pengelola bangunan gereja. Semua sistem gedung untuk masalah teknisi berada di lantai ini. Dalam perencanaan, di lantai basement gedung space yang disediakan sangat besar dan difungsikan hanya terdiri dari function room, ruang teknisi, dan kantor-kantor pengelola saja. Dalam peracangan tugas akhir ini, lantai basement akan difungsikan untuk fasilitas pendidikan tari dan kantor pengelola yang menjadi 1 lingkup agar lebih mudah dijangkau. Untuk parkir lahan di basement hanya disediakan untuk tamu tertentu atau pengelola gedung. Hanya terdapat 24 space parkir yang tersedia. Untuk pengunjung lahan parkir terdapat di lantai 1 dan terbuka.
70
Gambar 3.1.0 Denah Lantai 2 Sumber : Data Penulis Lantai 2 dalam gedung tersebut digunakan sebagian besar untuk teater yang paling banyak mencakup penonton. Untuk bagian belakangnya lebih difungsikan sebagai kantor untuk kepentingan gereja. Untuk bagian samping teater tidak ada ruang khusus hanya hall besar dan jalur masuk untuk masuk ke teater.
Gambar 3.1.1 Denah Lantai 3 Sumber : Data Penulis
71
Lantai 3 dalam gedung tersebut tidak digunakan untuk tempat duduk penonton yang dikarenakan sudut ke arah panggung kurang maksimal. Ketiadaan ruang teater di lantai 3 sudah diperhitungkan oleh arsitek dan stuktur bangunan yang memutuskan untuk tidak dibuat ruang teater. Dan di lantai ini lebih difungsikan hanya untuk ruang meeting dan serba guna. Beberapa ruang storage untuk menyimpan barang-barang keperluan dalam gedung. Juga terdapat ruang khusus untuk para orangtua dengan bayinya.
Gambar 3.1.2 Denah Lantai 4 Sumber : Data Penulis Lantai 4 dalam gedung merupakan lantai paling tinggi dengan ruang teater bersifat balkon. Samping kiri kanan bangunan sudah tidak difungsikan sebagai hall. Semua dimaksimalkan untuk tempat duduk penonton. Namun di lantai 4 terdapat auditorium untuk ruang pertemuan yang luasnya lebih kecil. Dan juga terdapat ruang doa di bagian kiri dan kanan gedung.
72
Gambar 3.13 Potongan As-7 Gereja Bethel Indonesia Sumber : Data Penulis
Gambar 3.1.4 Potongan Axis H Gereja Bethel Indonesia Sumber : Data Penulis
Gambar 3.1.5 Tampak Gereja Bethel Indonesia Sumber : Data Penulis
73
3.2
Studi Aktifitas Manusia
3.2.1 Data Pengelola Nama Yayasan
: Yayasan Swara Maharddhika
Alamat
: Jl. Sriwijaya Raya No.26, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Telp
: (021) 722 0770, 722 2402, (0342) 801126,
Fax
: (021) 7202545
3.2.2 Jenis Pemakai 1. Pengelola Pengelola adalah seluruh kepala bagian dan staffnya yang diketuai oleh seorang pemimpin dan sekretarisnya, sebagai pengatur dan pengelola seluruh aktifitas (organisator). 2. Penonton / pengunjung Penonton / pengunjung adalah konsumen budaya. Mereka adalah yang menghadiri kegiatan-kegiatan pagelaran yang diadakan, baik pada teater terbuka maupun tertutup, pengunjung art gallery, art shop, cafetaria, museum, dan fasilitas pendukung lainnya. 3. Penari / Grup Tari Penari / Grup Tari adalah orang / sekelompok orang yang menyajikan acara hiburan tarian yang digelar di gedung pertunjukan. Mereka adalah kelompok dari berbagai nama organisasi tarian. Bisa berupa internal yang diasuh oleh yayasan maupun eksternal dari organisasi luar. 4. Pelatih / Seniman Sebagai staff pengajar pada bagian pendidikan, baik secara teori maupun praktek. 5. Siswa Semua peserta pendidikan non-formal/kursus (latihan) tari pada yayasan tari Swara Maharddhika, dimana mereka memperoleh pengetahuan, baik secara teori maupun praktek. 6. Karyawan Adalah mereka yang bertugas membantu pekerjaan pemeliharaan, kebersihan, keamanan gedung, dan penyimpanan barang-barang. Tugas yang dihasilkan berupa tugas pelengkap yang mempunyai peran amat penting bagi kelangsungan seluruh kegiatan dalam gedung.
74
3.2.3 Struktur Organisasi
Bagan 3.1 Stuktur Organisasi Sumber : Data Penulis
3.2.4 Tugas dan Tanggung Jawab 1. Pimpinan Tugas : •
Memimpin dan bertanggung jawab atas semua kegiatan yang ada pada pusat pagelaran dan latihan tari Swara Maharddhika.
•
Memberikan ide dan penyelesaian yang diperlukan.
75
•
Mengatur manajemen organisasi.
•
Memberi pengarahan yang menuntun bagi masing-masing kepala bagian dan sub bagian.
•
Memeriksa laporan, pelaksanaan dan hasil pekerjaan tiap bagian dan sub bagian.
2. Sekretaris Tugas : •
Membantu pekerjaan direktur yang bersifat rutin.
•
Menangani masalah surat menyurat.
•
Mewakili direktur, bila direktur berhalangan
3. Bagian pameran dan pagelaran a. Art Gallery Tugas : •
Mengatur jadwal kegiatan pameran.
•
Mempersiapkan tempat dan faslitas untuk pameran.
•
Mengatur materi pameran.
•
Bertanggung jawab atas kelancaran acara.
b. Teater terbuka dan tertutup Tugas : •
Mengatur jadwal kegiatan pameran.
•
Mempersiapkan tempat dan fasilitas untuk pagelaran.
•
Mengatur materi pagelaran.
•
Bertanggung jawab atas kelancaran acara.
4. Bagian pendidikan a. Bagian penelitian dan pengembangan Tugas : •
Melakukan penelitian dan pengembangan hal-hal yang berkaitan dengan seni, khususnya seni tari.
b. Ceramah / Seminar Tugas : •
Mengatur jadwal dan materi seminar.
•
Mempersiapkan sarana dan fasilitas yang diperlukan.
c. Pengajaran
76
Tugas : •
Mengatur jadwal dan materi progam latihan / kursus.
•
Mempersiapkan personil / pelatih.
d. Perpustakaan Tugas : •
Melakukan tindakan manajemen pada perpustakaan, guna menunjang seluruh kegiatan belajar-mengajar.
•
Melakukan pekerjaan pengawasan, pengadaan dan pengolahan bahanbahan pustaka yang diperlukan, baik berupa buku, majalah maupun audivisual.
5. Bagian rumah tangga a. Bagian teknis Tugas : •
Menangani masalah-masalah yang bersangkutan dengan teknis bangunan, seperti masalah utilitas, sound system, lighting, mekanikal elektrikal, dll.
b. Bagian maintenance Tugas : •
Menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan perawatan gedung.
c. Bagian keamanan Tugas : •
Menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan keamanan gedung dan kegiatan-kegiatan yang ada dalam kompleks bangunan.
d. Cafetaria Tugas : •
Menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan pengadaan bahan makanan dan pelayanannya.
e. Art shops Tugas : •
Mengatur dan bertanggungjawab atas hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan dan penyewaan dalam art shops.
•
Membuat peraturan-peraturan.
6. Bagian humas
77
a. Bagian informasi Tugas : •
Memberikan informasi dengan jelas kepada pihak-pihak yang membutuhkan, baik pengunjung, pers, dll.
b. Bagian dokumentasi Tugas : •
Membuat dokumentasi mengenai semua kejadian-kejadian penting, baik berupa tulisan, foto, video, dsb.
c. Bagian publikasi Tugas : •
Menangani hal-hal yang berkaitan dengan masalah publikasi, baik lewat media massa, spanduk, sponsor, dsb.
7. Bagian tata usaha 1. Bagian administrasi Tugas : •
Menyusun data-data, arsip, dan dokumen-dokumen.
•
Bertanggungjawab atas segala urusan surat menyurat.
2. Bagian Keuangan Tugas : •
Mengurusi masalah pemasukan dan pengeluaran keuangan.
3. Bagian personalia Tugas : •
Melaksanakan urusan personalia yang meliputi penerimaan karyawan dan siswa baru.
•
Menangani masalah administrasi personalia.
3.2.5 Waktu Aktifitas Tabel 3.1 Waktu Aktifitas
78
3.2.6 Analisa Latar Belakang Perilaku 1. Pemakai 1. Pengunjung yang datang terdiri dari 4 bagian yaitu penonton, grup tari, musisi (tentatif), pengajar, dan siswa. 2. Pengunjung yang datang memiliki kepentingan yang berbeda antara penonton, grup tari, pengajar, dan siswa. 3. Penonton datang untuk menikmati pertunjukan yang sedang digelar, mengunjungi cafetaria, galeri, dan merchandise shop sebelum menonton pertunjukan. Membeli atau mengkonfirmasi tiket sebelum masuk ke gedung pertunjukan. 4. Grup tari merupakan orang atau kelompok tari yang memakai area pementasan (termasuk backstage) gedung pagelaran, yang bertujuan menyajikan kepada penonton acara hiburan tari-tarian. 5. Pengajar merupakan seniman tari yang mengajar kepada siswa yang mengikuti pendidikan tari non-formal oleh yayasan Swara Maharddhika. 6. Siswa merupakan pengguna sarana studio latihan tari yang dilatih dan diajar oleh pengajar. 7. Siswa dan pengajar disini dapat dikategorikan sebagai pihak internal dari yayasan Swara Maharddhika yang menggunakan fasilitas utama dan pendukung dari gedung. 2. Pengelola •
Pengelola terdiri dari pemimpin, sekrestaris, dan karyawan / staff dari setiap bagian.
•
Pengelola mempunyai tugas mengatur segala macam manajemen untuk gedung pertunjukan dan segala fasilitas pendukungnya.
•
Pemimpin bersifat lebih fleksibel dapat menetap di kantor, dapat memberi pelatihan kepada siswa, dan dapat mobilisasi keluar kantor.
•
Staff bersifat lebih menunjang setiap kegiatan per divisinya.
•
Staff bersifat lebih banyak di kantor (menetap) tergantung tugas setiap divisi.
•
Pengelola lebih banyak menggunakan area fasilitas kantor.
79
3.2.7 Pola Aktifitas Pemakai 1. Penonton Pola aktifitas yang dilakukan penonton yang datang ke gedung pertunjukan adalah sebagai berikut : 1. Penonton datang ke gedung pertunjukan untuk menyaksikan pertunjukan, dropoff, lalu memasuki area atrium. 2. Penonton membeli tiket on the spot / mengkonfirmasi pembelian tiket di loket jika penonton sudah melakukan reservasi sebelumnya. 3. Penonton yang datang sebelum pertunjukan di mulai biasanya menunggu sambil makan-minum di cafetaria, melihat galeri, museum atau merchandise shop, 4. Apabila gong sudah berbunyi perama tanda acara akan mulai biasanya penonton akan mengantri memasuki ruang pertunjukan. 5. Penonton akan memilih tempat duduknya masing-masing sesuai dengan kode tempat duduk yang tertera pada tiket. 6. Acara pertunjukan dimulai, para penonton menyaksikan pertunjukan tari yang digelar tersebut. 7. Acara selesai, penonton keluar ruang pertunjukan. 8. Pulang.
Bagan 3.2 Pola Aktifitas Penonton Sumber : Data Penulis 2. Grup Tari Pola aktifitas yang dilakukan grup tari yang datang ke gedung pertunjukan adalah sebagai berikut :
80
1. Grup tari sampai di gedung pagelaran, biasanya diarahkan langsung ke arah belakang gedung masuk dari pintu belakang panggung (backstage). 2. Grup Tari melakukan check-in, memeriksa surat dan pesan. 3. Grup tari mempersiapkan segala macam atribut, kostum, dan make up di area belakang panggung (backstage) yang sudah terdapat ruangannya masingmasing. 4. Grup tari masuk ke area pementasan dari backstage lewat akses yang tidak terlihat dari arah penonton menuju langsung ke panggung. Akses terdapat disamping, atas, maupun daerah panggung yang tidak dilihatkan. 5. Selama menunggu sesi, penari yang menunggu giliran tampil mempersiapkan latihan akhir dan perlengkapan pentas semuanya di area belakang panggung (backstage). 6. Grup tari mementaskan tarian secara bergilir menurut sesinya masing-masing. 7. Setelah selesai, biasanya semua penari dan koreografer keluar dari belakang panggung untuk memberi penghormatan kepada seluruh penonton. 8. Grup tari dan koreografer masuk ke belakang panggung area backstage untuk melakukan review atau evaluasi dan membenahi segala macam atribut, kostum, make up pertunjukan yang sudah selesai digunakan.
Bagan 3.3 Pola Aktifitas Grup Tari Sumber : Data Penulis
81
3. Musisi Musisi yang bermain di atas panggung mengikuti jalur yang sama dengan grup tari (pemain). Pola aktifitas yang dilakukan musisi (kriteria untuk musisi di orchestra pit) yang datang ke gedung pertunjukan adalah sebagai berikut : 1. Musisi masuk panggung, check-in, memeriksa surat dan pesan, memeriksa panggilan. 2. Persiapan pertunjukan, membuka bungkus peralatan, menyetem alat musik, berlatih 3. Musisi masuk ke pit. 4. Setelah acara pertunjukan selesai, meninggalkan pit, meninggalkan teater.
Bagan 3.4 Pola Aktifitas Musisi Sumber : Data Penulis
4. Pengajar Pola aktifitas yang dilakukan pengajar yang datang ke area studio latihan adalah sebagai berikut : 1. Datang ke dalam studio latihan tari. 2. Membuka kelas latihan ke para siswa. 3. Memaparkan materi pengajaran secara teori dan praktek. 4. Melakukan latihan tarian ke setiap siswanya dengan melihat perkembangan dari materi pengajaran sebelumnya. Biasanya pengajar hanya melakukan gerakan apabila sedang memberi contoh kepada siswanya. 5. Selesai latihan, pengajar biasanya akan ke ruangan pengajar dan berbenah sebelum pulang.
82
Bagan 3.5 Pola Aktifitas Pengajar Sumber : Data Penulis 5. Siswa Pola aktifitas yang dilakukan siswa yang datang ke area studio latihan adalah sebagai berikut : 1. Siswa yang mengikuti kursus latihan datang ke tempat studio latihan. 2. Mengganti baju di kamar ganti atau toilet. 3. Melakukan pemanasan sebelum pengajar datang. 4. Melakukan latihan sesuai instruktur dari pengajar. 5. Selesai latihan biasanya siswa berbenah bersih-bersih lalu pulang.
Bagan 3.6 Pola Aktifitas Siswa Sumber : Data Penulis 3.2.8 Pola Aktifitas Pengelola 1. Pengelola (pemimpin&staff) Pola aktifitas yang dilakukan pengelola yang datang ke yayasan tari Swara Maharddhika adalah sebagai berikut : 1. Pengelola datang langsung memasuki ruangan tempat kerjanya. 2. Pengelola akan absen sebelum ke meja kerjanya.
83
3. Pengelola yang baru datang akan langsung menuju setiap mejanya masingmasing menurut sub bagian pekerjaannya. 4. Melakukan pekerjaan masing-masing bagian. 5. Meeting internal pemimpin dengan staff bagian di dalam kantor atau eksternal dengan rekan kerja lainnya di luar kantor. 6. Waktu istirahat / makan siang. 7. Setelah istirahat melanjutkan pekerjaan lalu pulang.
Bagan 3.7 Pola Aktifitas Pengelola Sumber : Data Penulis
3.2.9 Pola Jalur Barang 1. Area Publik (Pola jalur barang masuk sehari-hari) Semua barang masuk untuk keperluan galeri, cafe, toko, dan fasilitas penunjang lainnya melewati pintu side enterance yang disediakan di beberapa bagian samping gedung. 2. Gedung Pertunjukan Setiap barang yang masuk untuk keperluan pentas di gedung pertunjukan memiliki pola jalur sebagai berikut : 1. Barang datang menggunakan pick-up, truk, atau kendaraan pengangkut lain melalui pintu masuk utama komplek bangunan gedung pertunjukan. 2. Mobil pengangkut barang langsung di arahkan langsung ke belakang, area loading dock. 3. Barang diturunkan di loading dock langsung masuk ke ruang properti dan siap diantar di area backstage untuk dapat di setting di area panggung dan dipakai untuk pementasan tari.
84
Bagan 3.8 Pola Jalur Barang Sumber : Data Penulis Spesifikasi untuk pola jalur barang masuk & keluar berupa latar, properti, peralatan tata lampu, peralatan sistem suara, kostum, dan binatang. A. Latar Latar adalah dekorasi yang menghias latar di belakang panggung pertunjukan.
Bagan 3.9 Pola Aktifitas Barang (Latar) Sumber : Data Penulis
85
B. Properti Properti berupa barang-barang asesoris untuk pementasan dan segala macam atribut pementasan. Contoh : sayap, pedang, barang-barang furniture, dll
Bagan 3.10 Pola Aktifitas Barang (Properti) Sumber : Data Penulis
C. Peralatan tata lampu Terdiri dari alat-alat tata lampu dekoratif (tidak fix) untuk pelengkap pementasan.
Bagan 3.11 Pola Aktifitas Barang (Tata Lampu) Sumber : Data Penulis
86
D. Peralatan tata suara Berat totalnya umumnya sekitar 75% dari berat seluruh perangkat lampu. Penanganannya sama dengan penanganan perangkat lampu. E. Kostum Kostum terdiri dari pakaian dan asesorisnya (kalung, bando, sepatu, dll) untuk dikenakan selama pementasan.
Bagan 3.12 Pola Aktifitas Barang (Kostum) Sumber : Data Penulis
F. Binatang Suatu persyaratan yang biasa diperlukan untuk pertunjukan yang menyelenggarakan vaudeville adalah adanya kandang hewan pertunjukan. Bersebelahan dengan panggung, terpisah dinding bata, dengan pintu keluar, ventilasi, drainase, dan penyediaan air terpisah.
3.3
Studi Fasilitas Ruang
3.3.1 Jenis Fasilitas 1. Fasilitas Utama a. Fasilitas pagelaran Berupa suatu ruang pertunjukan tertutup yang dipergunakan untuk menampilkan pertunjukan tari-tarian. Ruang pertunjukan dapat digunakan untuk internal maupun eksternal (disewakan) b. Fasilitas pendidikan non-formal Berupa studio-studio tari yang digunakan sebagai wadah kegiatan belajar tari dan latihan tari. 2. Fasilitas Penunjang / pendukung
87
a. Fasilitas pengelola Berupa suatu kantor pengelola sebagai wadah atau sarana bagi pemimpin, para kepala bagian dan staffnya. b. Fasilitas pameran •
Galeri Diperuntukan bagi pameran seni rupa dan instrumen seni yang lain yang bersifat tidak tetap dan terbuka untuk umum (dapat disewakan)
•
Museum Diperuntukan bagi pameran yang bersifat internal (tentang Swara Maharddhika) dan bersifat tetap.
c. Fasilitas merchandise shop Merupakan suatu fasilitas penjualan barang-barang seni rupa (seni lukis, seni patung, seni grafis, dan seni kerajinan tangan), buku, pakaian, dll yang di dalamnya terdapat ruang untuk memajang dan memamerkan barang yang akan dijual. d. Fasilitas cafetaria Sebagai fasilitas yang menyajikan makanan dan minuman dan tempat untuk bersantai. e. Fasilitas rumah tangga (utilitas) Meliputi ruang bagian teknis, ruang bagian maintenance, dan keamanan. f. Fasilitas servis Meliputi ruang genset, ruang tandon bawah, ruang mesin AC, gardu jaga, area parkir, dsb.
3.3.2 Analisa Kebutuhan Ruang Tabel 3.2 Analisa Kebutuhan Ruang No.
Kebutuhan
Fungsi
Akustik Penghawaan Pencahayaan Keamanan
Ruang 1.
Entrance
Area pertama
***
****
****
*****
***
****
****
*****
kali pengunjung datang 2.
Foyer
Ruang perantara antara
88
entrance dan lobby 3.
Lobby
Tempat
***
****
****
*****
***
****
****
*****
***
****
****
*****
****
****
***
****
***
****
**
****
****
****
*****
*****
***
****
*****
*****
****
**
*****
***
***
***
****
pengunjung berinteraksi dan bersosialisasi 4.
Reception &
Tempat
Info desk
melayani tamu datang, memberi informasi
5.
Ticket booth
Tempat membeli / meregistrasi karcis pertunjukan
6.
Sitting area
Tempat untuk
/ Lounge
menunggu, duduk, dan mengobrol
7.
Cafetaria
Tempat untuk makan dan minum
8.
Gallery
Tempat pameran seni
10.
Merchandise Tempat menjual *** shop
barang-barang seni, buku, merchandise
11.
Auditorium
Ruang tempat pertunjukan tarian
12.
Operator
Tempat
89
Room
mengoperasikan segala macam teknis pertunjukan (sistem tata suara, sistem pencahayaan, dsb)
13.
Restroom
Tempat
***
****
***
***
*****
****
****
****
****
***
***
****
***
****
****
****
****
***
***
***
*
***
***
****
membuang air 14.
Dance
Tempat belajar
studio /
& latihan tari
class 15.
Library
Tempat membaca dan menimjam buku
16.
Office
Tempat pengelola & para staff bekerja
17.
Backstage
Tempat penari mempersiapkan diri sebelum pentas
18.
Gudang
Tempat menyimpan barang-barang
3.3.3 Program Aktifitas dan Fasilitas (tabel terlampir) (perhitungan terlampir)
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
Tabel 3.3 Perhitungan Menurut Zona ZONA PUBLIK
FASILITAS
LUAS (m2)
PRESENTASE (%)
LOBBY HALL
28,71 m2
28,71x100/1176 = 2,44%
GALERI
8,25 m2
8,25 x100/1176 = 0,70%
CAFE
44,38 m2
44,38 m2 x100/1176 = 3,77%
MERCHENDISE
8,72 m2
8,72 m2 x100/1176 = 0,74%
SHOP SEMI
PELATIHAN TARI
223,64 m2
223,64 m2 x100/1176 = 19,01%
RUANG PAGELARAN
737,82 m2
737,82 m2 x100/1176 = 62,73%
BACK OFFICE
124,48 m2
124,48 m2 x100/1176 = 10,58%
PUBLIK PRIVATE
JUMLAH :
1176 m2
99,99%
Tabel 3.4 Perhitungan Sirkulasi Zona ZONA
LUAS
SIRKULASI ZONA
PUBLIK
90,06 m2
90,06 m2 + 60% = 144,096 m2
SEMI PUBLIK
223,64 m2
223,64 m2 + 20% = 268,368 m2
PRIVATE
862,30 m2
862,30 m2 + 20% = 1.034,76 m2
JUMLAH :
1.447.224 m2
104
3.3.4 Kapasitas 1. Teater Dari hasil wawancara dengan pengurus umum Yayasan Swara Maharddika Ibu Ati Ganda (Studio 26) diketahui kapasitas penonton dari setiap pagelaran Swara Maharddhika berkisar 5000 orang (kapasitas JCC, Balai Sidang Jakarta) sampai dengan diatas 10.000 orang (terbuka). Pagelaran diadakan setiap 6 bulan sekali, dengan lama waktu pagelaran antara 3 hari sampai 7 hari (satu minggu) Perhitungan : •
Lama pertunjukan diambil rata-rata 5 hari.
•
Jumlah penonton : 10000 x 5 = 50.000/6 bulan
•
Sehingga jumlah penonton tiap minggu adalah sebesar : 50.000 : 24 (dalam 6 bulan terdapat 24 minggu) = 2.083 orang/minggu (dibulatkan menjadi 2.000 orang/minggu)
•
Sehingga untuk ruang teater disimpulkan memiliki kapasitas +/-2.000 orang
2. Fasilitas pendidikan Dari hasil wawancara, diketahui bahwa : • Tes penerimaan siswa baru diadakan setiap 6 bulan sekali. • Jumlah peminat yang mengikuti kursus rata-rata >300 orang • Jumlah pengikut tes yang lulus dan diterima +/- 20-30 orang • Jumlah peserta kursus yang sudah menjadi murid (1980) +/- 300 • Lama studi 6 bulan (3 bulan tingkat dasar, 3 bulan tingkat mahir) Perhitungan jumlah pengikut kursus untuk 5 tahun mendatang dengan kenaikan 10% setiap periode penerimaan siswa baru adalah : Tabel 3.5 Jumlah pengikut kursus Tahun ini
300
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
1
2
1
330
363
399
Tahun 5
2
1
2
1
2
1
2
439
482
530
583
641
705
775
105
Perhitungan jumlah kelas yang diperlukan : •
Waktu kursus : Senin-Jumat, 08.00-17.00 wib
•
Praktek 80%, Teori 20%
•
Ceramah dan Seminar (tentatif)
•
Jumlah siswa dibulatkan menjadi 800 orang :
•
Kelas praktek berkapasitas rata-rata 10 orang, jadi 800/10 : 80 kelas praktek.
•
Tiap siswa mendapatkan :
•
-
1 kali pelajaran teori/minggu (tentatif)
-
2 kali pelajaran praktek/minggu.
Sehingga dalam 1 minggu terdapat -
•
160 pelajaran praktek
Jumlah kelas yang ada : -
1 hari terdapat 4 kelas praktek. (dengan penambahan teori +/- 1 jam/hari)
-
4x5 (1 minggu 5 hari latihan, senin-jumat) = 20 kelas/minggu.
-
Jadi jumlah kelas minimum yang dibutuhkan 160:20 = 8 kelas.
3.3.5 Matriks Hubungan Antar Ruang Tabel 3.6 Tabel Matrikulasi
106
3.3.6 Diagram Sirkulasi Antar Ruang
3.3.7 Zoning
Denah Lantai Basement Analisa : (+) Area publik seluruhnya berdekatan dengan akses keluar menuju parkir mobil. (+) Area private bagian fasilitas pendidikan tari di pisah menjadi 2 bagian yang mana untuk membedakan bagian siwa dan karyawan. (+) seluruh area publik memiliki ventilasi yang besar.
107
Denah Lantai 1 Analisa : (+) Area publik langsung langsung berdekatan dengan akses keluar. (+) seluruh area publik memiliki ventilasi pencahayaan yang besar. Baik untuk menghemat pengunaan lampu pada siang hari. (+) area semi privat diletakan tepat ditengah yang akan di fungsikan sebagai teater sebagai pusat dari fasilitas. (+) Area privat terdapat di paling belakang yang difungsikan sebagai backstage yang memiliki akses langsung dari basement untuk menaikan barang. (+) area privat langsung berhubungan dengan semi private yang mana ruang teater akan langsung berhubungan dengan backstage. (-) kendala : area privat yang mana akan difungsikan sebagai backstage tidak berdekatan dengan loading dock dan hanya menggunakan lift barang untuk menaikannya.
Denah Lantai 2 Analisa : (+) seluruh area publik memiliki ventilasi pencahayaan yang besar. Baik untuk menghemat pengunaan lampu pada siang hari. (+) area semi privat diletakan tepat ditengah yang akan di fungsikan sebagai teater sebagai pusat dari fasilitas.
108
Denah Lantai 3 Analisa : (+) seluruh area publik memiliki ventilasi pencahayaan yang besar. Baik untuk menghemat pengunaan lampu pada siang hari. (+) area semi privat di lantai 3 berfungsik sebagai meeting room yang dimana lebih disifatkan kepenyewaan (-) area publik lantai 3 hanya sebagai akses masuk ke ruang teater. (-) di lantai 3 tidak ada ruang teater karena perhitungan derajat view yang kurang baik.
Denah Lantai 4 Analisa : (+) area semi privat yang mana berfungsi sebagai ruang teater mengelilingi seluruh panggung. (-) akses masuk hanya dari lantai 3. Tidak ada ruang publik tebuka di lantai 4.
109
3.3.8 Grouping
Denah Lantai Basement Analisa : (+) area lobby berada tepat ditengah langsung memiliki akses langsung ke hall terbuka dan akses ke ruang kelas maupun area administrasi. (+) ruang kelas tari memiliki akses ke hall terbuka untuk sarana latihan terbuka. (+) cafetaria diletakan ditengah agar seluruh karyawan dan murid dapat berpusat di satu titik. (+) akses masuk ke area kantor langsung memiliki fasilitas drop-in dan area parkir depan pintu masuk dan pintu belakang fasilitas pendidikan. (+) loading dock memiliki akses langsung ruang penyimpanan dan lift barang langsung ke area backstage. (-) kendala : area kantor terpecah menjadi beberapa bagian di tempat yang terpisah, untuk memudahkan akses masing-masing divisi.
Denah Lantai 1 Analisa : (+) Hall area berada di tengah sehingga akses untuk ke setiap ruang khusus lainnya lebih terarah. (+) ticket booth berada di posisi tengah di dalam hall lobby memudahkan mengakses tiket masuk dan pintu masuk teater berada langsung di samping kiri dan kanan.
110
(+) area lobby tepat berada di depan drop-off mobil dan bersifat public sehingga semua orang dapat mencari informasi tanpa harus ke basement. (+) ruang teater terdapat ditengah bangunan menjadikan pusat fasilitas utama dari gedung. (+) cafe dan art shop terletak di depan memudahkan orang untuk dapat tetap datang tanpa harus melewati hall lobby bila pintu di tutup. (+) stage dan backestage saling berhubungan lansung (-) area backstage tidak langsung berhubungan dengan loading dock.
Denah Lantai 2 Analisa : (+) ruang teater terdapat ditengah bangunan menjadikan pusat fasilitas utama dari gedung. (+) akses masuk ke teater lantai 2 dapat langsung tanpa harus mengatri di lantai 1. Terdapat pintu masuk dan keluar langsung ke hall di ruang teater lantai 2. (+) memiliki akses lift masuk ke area pre-function tanpa harus mengelilingi hall lobby lantai 2.
Denah Lantai 3 Analisa : (+) memiliki akses lift masuk ke area pre-function tanpa harus mengelilingi hall lobby lantai 3. (+) lantai 3 tidak memiliki kursi teater. Akses keluar masuk untuk naik langsung ke lantai 4
111
Denah Lantai 4 Analisa : (+) kursi ruang pertunjukan menghadap mengelilingi panggung tidak ada akses masuk selain melewati lantai 3 sehingga tidak terganggu akan keluar masuk dar ruang maintenance. (+) akses masuk auditorium terpisah memiliki faslitas lift dan toilet sendiri.
3.4
Studi Permasalahan Khusus Interior
3.4.1 Tinjauan Karakteristik Bentuk Pada Gedung Pertunjukan 1. Dasar Pertimbangan : •
Dapat menampung jumlah penonton yang ditargetkan.
•
Dapat menfasilitasi semua aktifitas dan fasilitas pemain di panggung.
•
Dapat menfasilitasi semua aktifitas dan fasilitas penonton di ruang pertunjukan.
•
Dapat mengakomodir sudut penglihatan penonton ke panggung.
2. Tinjauan a. Bentuk Denah Bentuk denah bila ditinjau dari persyaratan visual, yang ideal adalah denah yang berbentuk elips, namun bentuk kipas juga dapat dipakai karena memberikan tambahan tempat duduk ekstra dengan sesedikit mungkin mengorbankan kenyamanan visual. (Wisnu Haryono,1997:47)
112
Gambar 3.1.6 Bentuk Denah Teater End Stage Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997
b. Proscenium Theaters Pentas yang umum dalam teater konvensional, bisa dikenal sebagai teater dua ruang. Penonton tersusun dalam jajaran yang menghadap suatu dinding yang berongga seterusnya dapat melihat suatu ruang kedua yang berpentas. Kedua ruang ini umumnya dipisahkan satu sama lain dengan sebuah relung proscenium (kotak panggung) dan tirai layar. Dinding proscenium bertindak sebagai penutup bagi peralatan pentas belakang, lampu dan penimbunan peralatan lain agar tidak terlihat dari auditorium. (Gho See Tjhiong,1990:31) Bentuk prosenium sangat cocok untuk jenis pertunjukan tari. (Wisnu Haryono,1997:47) •
Jenis teater ini merupakan jenis teater masa lalu yang hingga saat ini menjadi dasar bentuk dari teater modern.
•
Teater proscenium ialah teater dimana panggung pertunjukan menghadap penonton pada satu sisinya.
•
Jenis teater ini memiliki hubungan yang kurang erat antara penonton dengan pemainya.
•
Pada masa mendatang, jenis teater ini akan tetap menjadi dasar bentuk teater modern.
113
•
Teater Proscenium merupakan bentuk teater yang fleksibel, karena dapat mewadahin berbagai jenis pertunjukan. (Wisnu Haryono,1997:19)
•
Meningkatkan pandangan ke panggung sehingga semua penonton dapat melihat pertunjukan secara merata.
•
Melimitkan/membatasi orientasi pandangan (sudut kecil) dari pemain ke penonton.
•
Mudah mengontrol pemain dari samping panggung.
•
Mudah dalam penyebaran suara sehubung dengan akustik, karena sumber bunyi menghadap ke penonton. (Gho See Tjhiong,1990:31)
c. Ukuran Auditorium •
Panjang auditorium (dari dinding belakang penonton hingga garis batas layar depan) 4 kali lebar panggung, dan maksimumnya 6 kali lebar panggung.
•
Panjang ruang auditorium sama dengan 1,25 sampai 3,35 kali lebarnya. Jika lebarnya sama dengan 2,5 sampai 3,5 kali lebar panggung.
•
Panjang ruang auditorium ditentukan juga oleh batas pandang manusia, dimana batasnya adalah 16,5 m, pada jarak >16,5 m ekspresi wajah aktor tidak dikenali. Panjang auditorium ke panggung adalah 22,5 m.
d. Ukuran dan bentuk panggung Panggung terdiri dari 2 ruang / area utama : a. Acting area dimana pemain mempertunjukan pementasan. Ukuran acting area tergantung dari jumlah pemain, karakter kostum, yang dipakai, dan jenis pertunjukan. Penari solo dengan banyak gerakan membutuhkan area minimum 27 m2. b. Scenery dimana dekorasi latar belakang ditempatkan, dilengkapi dengan ruang gudang dan ruang kerja. (Wisnu Haryono,1997:65) e. Orchestra Pit Bangunan teater untuk jenis pertunjukan opera atau tarian, umumnya posisi orchestra pit di daerah antara area penonton dengan area panggung, di dalam sebuah lobang (pit). Orchestra Pit masa kini dapat diatur secara mekanis sehingga dapat di naik turunkan sesuai kebutuhan. Kebutuhan minimum untuk orchestra 0,9 m2/orang, ditambah 1,8 m2 untuk alat musik harpa, 4,8 m2 untuk piano standar, 9,6 m2 untuk piano besar,
114
dan 4,8 m2 untuk timpani. Orchestra Pit yang dapat dinaik turunkan dapat berfungi sebagai forestage (bagian depan panggung) maupun area penonton. (Wisnu Haryono,1997:65)
Gambar 3.1.7 Tampak Orchestra Pit 1 Sumber : One Stop Entertainment Center, 1990
Gambar 3.1.8 Tampak & Ukuran Orchestra Pit Sumber : Data Arsitek Edisi Kedua, 1989
115
3.4.2 Tinjauan Sistem Visual Pada Gedung Pertunjukan 1. Dasar Pertimbangan : •
Menciptakan visual yang proposional untuk penglihatan penonton sehingga dapat merasa nyaman melihat pertunjukan selama pementasan berlangsung.
•
Tidak menghalangi padangan penonton selama menyaksikan pementasan.
•
Tidak menyebabkan mata penonton menjadi lelah dan sakit selama menyaksikan pementasan yang memiliki jarak waktu 1-2 jam pertunjukan.
2. Tinjauan a. Garis Pandang (Sight Lines) dan Jarak Pandang Garis pandang adalah garis yang menghubungkan objek tontonan pada panggung dengan titik mata penonton. Untuk kenikmatan penonton, garis pandang penonton tidak boleh dihalangi oleh penonton yang berada di depannya. Jarak padang untuk melihat dengan jelas kegiatan di pentas yaitu 37,5 m dan untuk melihat dengan jelas ekspresi pemain, jarak yang baik adalah 24 m. Ketentuan penempatan tempat duduk penonton harus memenuhi persyaratan dibawah ini : •
Sudut pandang polikromatis horisontal mendekati 40o
Gambar 3.1.9 Sudut Pandang Horisontal Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997 •
Sudut horisontal yang dibentuk oleh layar dengan titik pengamat tidak boleh melebihi 60o, diukur dari titik layar yang terjauh.
116
Gambar 3.2.0 Titik Sudut Horisontal Pengamat ke Layar Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997 •
Sudut horisontal antara garis yang dibentuk objek di panggung dengan tempat duduk penonton dengan garis tengah auditorium tidak lebih dari 60 o.
•
Berdasarkan kemampuan pengunjung untuk mengenali bentuk, berikut ini urutan letak tempat duduk yang paling bayak diminati : Deretan depan bagian tengah (kecuali jika layar terlalu dekat dengan baris depan). Deretan depan bagian samping. Deretan tengah bagian tengah. Deretan tengah bagian samping. Deretan belakang bagian tengah. Deretan belakang bagian belakang
117
Gambar 3.2.1 Letak Tempat Duduk yang Diminati Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997 •
Pengunjung tidak akan memilih tempat duduk yang letaknya pada sudut >100o terhadap tirai di samping proscenium (kotak panggung). Batas kursi sisi paling pinggir dengan panggung tidak boleh melewati 100o.
Gambar 3.2.2 Titik Sudut Letak Tempat Duduk ke Panggung Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997 •
Batas sudut vertikal dimana kemampuan mata untuk mengenali bentukbentuk standar menurun drastis adalah sekitar 30o.
•
Batas maksimum yang direkomendasikan untuk sudut proyeksi film terhadap bidang horisontal adalah 12o.
b. Sudut dan kemiringan lantai tempat duduk Kemiringan lantai maksimum 1:10 dan bila menggunakan sistem tangga / trap, maka kemiringan maksimum 35o. Batas sudut pandang vertikal
118
sebesar 30o membatasi jarak dari tempat duduk terdepan dengan panggung atau dengan objek penting lainnya di panggung. Tempat duduk terbawah dalam orkestra harus ditempatkan sedemikian, sehingga penonton masih bisa melihat lantai panggung. Tempat duduk paling atas harus berada dibawah garis 30o terhadap horisontal, diukur dari titik pertemuan tirai panggung dengan lantai panggung. Para penonton yang berdiri di belakang harus bisa melihat titik tertinggi dari layar. Setiap penonton harus melihat keseluruhan panggung diatas kepala penonton yang duduk di depannya. Untuk menentukan kemiringan lantai, ada beberapa metode yang bisa dipakai, salah satunya (Burris Meyer,1960) sebagai berikut : 1. Tentukan titik mata penonton di deretan terdepan. Untuk teater jenis live show, lantai panggung harus berada pada ketinggian 5 cm di bawah ketinggian mata penonton. 2. Pada ketinggian 1,1 m dibawah dan 45 cm di depan titik mata ini merupakan titik ketinggian lantai bagi penonton deretan terdepan. 3. Tarik garis pandang dari titik mata ini menuju titik terendah dan terdepan dari panggung, kemudian perpanjang garis ini ke belakang, ke deretan penonton berikutnya. 4. Tarik garis vertikal dari titik penempatan tempat duduk berikutnya ke atas, hingga bertemu dengan garis pandang tadi. Tepat 17,5 cm di atas titik ini nerupakan titik mata penonton di deret berikutnya. Ketinggian lantai pada deretan penonton ini berada pada 1,1 m dibawah dan 45 cm di depan titik mata ini.
3.4.3 Tinjauan Sistem Furniture Pada Gedung Pertunjukan 1. Dasar Pertimbangan : •
Menciptakan jarak tempat duduk yang proposional untuk menikmati pertunjukan.
•
Dapat memberikan kenyamanan untuk penonton.
•
Sirkulasi keluar masuk mudah.
2. Tinjauan :
119
a. Tempat duduk •
Jarak umum antar tempat duduk ialah : 90-112,5 cm.
Gambar 3.2.3 Jarak Umum Tempat Duduk Sumber : Data Arsitek Edisi Kedua, 1989 •
Jarak tergantung dari jenis dan tipe tempat duduk yang digunakan.
•
Tempat duduk terbawah dalam orkestra harus ditempatkan sedemikian sehingga penonton masih bisa melihat lantai panggung.
•
Tempat duduk paling atas harus berada dibawah garis 30o terhadap horisontal, diukur dari titik pertemuan tirai panggung dengan lantai panggung.
b. Pengaturan Kursi •
Tempat duduk pengunjung semuanya harus menghadap ke panggung.
•
Membentuk kelengkungan yang berpusat pada satu titik di garis tengah auditorium.
Gambar 3.2.4 Titik Garis Tengah Auditorium Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997
120
•
Berjarak sama dengan panjang auditorium diukur dari garis layar penutup ke arah belakang panggung.
•
Peletakan tempat duduk dengan baris depan atau belakangnya harus selang-seling.
•
Tempat duduk diatur sedemikian rupa sehingga jumlah energi suara yang diserap tempat duduk sama dengan jumlah energi suara yang di serap penonton yang duduk ditempat duduk tersebut. Hal ini menyebabkan jumlah penyerapan total (dan waktu gema) tidak akan berubah walaupun jumlah penonton berubah-ubah.
Gambar 3.2.5 Jarak Ergonomi Tempat Duduk Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997
Gambar 3.2.6 Ukuran dan Jenis Tempat Duduk Sumber : One Stop Entertainment Center, 1997
121
3.4.4 Tinjauan Material Lantai, Dinding, dan Ceiling Pada Gedung Pertunjukan 1. Dasar Pertimbangan : •
Material yang digunakan dapat berfungsi sebagai peredam bunyi.
•
Material yang digunakan dapat sebagai pengantar akustik yang baik.
2. Tinjauan Pemilihan
bahan penyerap bunyi yang tepat untuk melapisi elemen
pembentuk ruang gedung pertunjukan sangat dipersyaratkan untuk menghasilkan kualitas suara yang memuaskan. Doelle (1990:33) menjelaskan mengenai bahan-bahan penyerap bunyi yang digunakan dalam perancangan akustik yang dipakai sebagai pengendali bunyi dalam ruang-ruang bising dan dapat dipasang pada dinding ruang atau di gantung sebagai penyerap ruang yakni yang berjenis bahan berpori dan panel penyerap (panel absorber) serta karpet. a. Bahan Berpori Bahan berpori merupakan suatu jaringan selular dengan pori-pori yang saling berhubungan. Bahan akustik yang termasuk kategori ini adalah papan serat (fiber board), plesteran lembut (soft plasters), mineral wools dan selimut isolasi. Karakteristik dasar dari semua bahan berpori seperti ini adalah mengubah energi bunyi yang datang menjadi energi panas dalam pori-pori dan diserap, sementara sisanya yang telah berkurang energinya dipantulkan oleh permukaan bahan. Bahan akustik berpori dapat dibagi menjadi 2 kategori, yakni: unit akustik siap pakai dan bahan yang disemprotkan.
Gambar 3.2.7 Unit akustik siap pakai yang berlubang dan bercelah Sumber : http://www.acoustics.com/product
122
Unit akustik siap pakai meliputi bermacam-macam jenis ubin selulosa dan serat mineral yang berlubang, bercelah, bertekstur, panel penyisip dan lembaran logam berlubang dengan bantalan penyerap. Jenis-jenis ini dapat dipasang dengan berbagai cara, sesuai dengan petunjuk pabrik seperti disemen pada permukaan yang padat, dipaku, dibor pada kerangka kayu atau dipasang pada sistem langit-langit gantung. Unit akustik siap pakai khusus seperti acoustical board untuk pelapis dinding dan Geocoustic board dipasang pada langit-langit dalam susunan dengan jarak tertentu dalam potongan-potongan kecil. Penggunaan bahan akustik siap pakai ini juga menguntungkan ditinjau dari daya serap bunyinya yang dijamin oleh pabrik, pemasangan dan perawatannya mudah, dapat dihias tanpa mempengaruhi jumlah penyerapan, penggunaannya dalam sistem langit-kangit dapat disatukan secara fungsional dan visual dengan instalasi penerangan, pemanasan dan pengkondisian udara. Apabila dipasang dengan tepat maka penyerapannya dapat bertambah. Bahan
yang
disemprotkan
digunakan
terutama
untuk
tujuan
reduksi/pengurangan bising . Bahan ini berbentuk semiplastik, diterapkan dengan cara disemprotkan melalui pistol penyemprot /sprayer gun. Kelebihan dari bahan akustik jenis ini adalah fleksibilitasnya karena berbentuk cairan yang disemprotkan ke permukaan sehingga dapat diterapkan pada bentuk penampang apapun. Biasanya diterapkan pada ruang dalam auditorium dimana upaya pengolahan akustik lain tidak dapat dilakukan karena bentuk permukaan yang melengkung atau tidak teratur.Efisiensi akustiknya biasanya cukup baik apabila dikerjakan dengan cermat, tepat dalam penentuan komposisi plesteran, jumlah perekat, serta keadaan lapisan dasar yang digunakan. b. Penyerap Panel Penyerap panel merupakan bahan kedap yang dipasang pada lapisan penunjang yang padat (solid baking) tetapi terpisah oleh suatu rongga. Bahan ini berfungsi sebagai penyerap panel dan akan bergetar bila tertumbuk oleh gelombang bunyi. Getaran lentur dari panel akan menyerap sejumlah energi bunyi yang datang dan mengubahnya menjadi energi panas. Cara pemasangan sesuai dengan di semen pada permukaan yang padat, dipaku, dibor pada kerangka kayu atau dipasang pada sistem langit-langit gantung.
123
Kelebihan dari bahan ini adalah kemudahannya untuk disusun sesuai desain yang diinginkan karena tersedia dalam ukuran-ukuran yang bervariasi, mudah dalam pemasangannya serta ekonomis dan merupakan penyerap bunyi yang efisien karena menyebabkan karakteristik dengung yang merata pada seluruh jangkauan frekuensi (tinggi maupun rendah karena berfungis untuk mengimbangi penyerapan suara yang agak berlebihan oleh bahan penyerap berpori dan isi ruang.Jenis bahan yang termasuk penyerap panel antara lain: panel kayu, hardboard, gypsum board dan panel kayu yang digantung di langit-langit.
Gambar 3.2.8 Panel Penyerap (Panel Absorber) siap pakai yang bertekstur Sumber: http://www.acoustics.com/product
Gambar 3.2.9 Penerapan Panel Penyerap pada plafond dan dinding Sumber: http://www.acoustics.com/product
124
c. Karpet Karpet selain digunakan sebagai penutup lantai, juga digunakan sebagai bahan akustik karena kemampuannya mereduksi dan bahkan meniadakan bising benturan dari atas atau dari permukaan seperti suara seretan kaki, bunyi langkah kaki, pemindahan perabot rumah dan sebagainya. Karpet juga dapat diterapkan sebagai bahan pelapis dinding, untuk memberikan peredaman suara yang lebih optimal. Makin tebal dan berat karpet maka makin besar pula daya serap dan kemampuannya dalam mereduksi bising
Gambar 3.3.0 Bahan akustik dari Karpet Sumber: http://www.acoustics.com/product
3.4.5 Tinjauan Karakteristik Warna Pada Gedung Pertunjukan 1. Dasar Pertimbangan : •
Warna adalah salah satu bagian dari elemen desain.
•
Warna dapat memperkuat karakteristik dari suatu ruang pertunjukan.
•
Warna dapat menjadi sebagai tanda/marka sehingga mampu membedakan setiap objek.
2. Tinjauan : Warna dapat didefinisikan secara obyektif/fisik sebagai sifat cahaya yang diapancarkan, atau secara subyektif/psikologis sebagai bagian dari pengalaman indera pengelihatan. Dalam suatu ruang pertunjukan yang menjadi objek utama yaitu area panggung dan area penonton. Area panggung menjadi fokus perhatian utama dari
125
penonton dikala pertunjukan sedang berlangsung sehingga objek yang berada di atas panggung menjadi satu fokus utama. Secara umum warna yang diterapkan di dalam ruang pertunjukan ini adalah warna-warna netral, hangat serta mengekspos warna material yang asli. Contohnya material kayu. Warna yang diterapkan tersebut dapat tampil bergradasi karena bantuan cahaya sehingga tidak terlihat datar. Komposisi warna yang diterapkan dapat diaplikasikan pada elemen lantai, dinding, dan langit-langit pada suatu ruang pertunjukan. Contohnya warna lantai dapat diterapkan warna yang memiliki intensitas yang gelap. Warna dinding cenderung lebih cerah karena bidang dinding adalah bagian yang dominan terlihat. Penerapan warna pada ceiling diterapkan dengan warna yang gelap dikarenakan ceiling adalah bagian yang tidak menjadi fokus utama dalam ruang pertunjukan, namun pada ceiling diterapkan acoustical cloud dengan penerapan warna yang terang. 3.4.6 Tinjauan Sistem Pencahayaan Pada Gedung Pertunjukan 1. Dasar Pertimbangan : •
Menciptakan pencahayaan yang dapat berfungsi secara visual, estetis, maupun memiliki fungsi yang jelas.
•
Dapat memberikan kenyamanan penglihatan.
•
Pencahayaan buatan harus benar-benar efisien dan efektif, serta mudah dalam pemeliharaan (maintenance).
•
Dapat memberi kesan dramatis, menciptakan mood / suasana.
2. Tinjauan a. Pada ruang pertunjukan, penerangan berfungsi sebagai : •
Visibility : yaitu untuk dapat melihat acara serta keadaan di sekitarnya. Cahaya untuk visibilitas sebaiknya memenuhi syarat sbb : Terdistribusi merata Bayangan minimum Lampu tersembunyi di langit-langit Tingkat penerangan sedang Warna cahaya putih Lampu tanda keluar di tiap pintu berwarna biru
126
Lampu gang ditanam di pinggir gang minimum tiap tiga deret tempat duduk. •
Penerangan objek : yaitu untuk menonjolkan objek sehingga menjadi pusat perhatian penonton.
•
Pembentuk suasana : yaitu untuk menciptakan suasana tertentu. Lampu untuk menciptakan suasana dapat dilakukan oleh lampu khusus atau menggunakan lampu dekoratif yang diatur penyalaannya sehingga menimbulkan efek-efek tertentu.
b. Pada dasarnya jenis lampu pentas yang digunakan dapat dibedakan atas : •
Flood lamp : Sinarnya memancar. Dapat diputar kesegala arah dan dapat turun naik. Dapat diganti-ganti warnanya.
•
Profil lamp : Sinarnya mengupul. Dapat diputar kesegala arah dan dapat turun naik. Dapat diganti-ganti warnanya.
•
Mirror lamp : Sinarnya berupa bujur sangkar, dapat diputar kesegala arah dan dapat turun naik. Dapat diganti-ganti warnanya.
•
Fresnel bifocal : Lebih tajam sinarnya dari pada lampu profil biasa.
•
Follow spot : Sinarnya mengumpul. Dapat diputar dan diarahkan mengikuti gerakan pemain. Warna dapat diganti-ganti.
•
Halogen / HB : Sinarnya mengembang dan putih (bright). Dipakai untuk penerangan sebelum pertunjukan dimulai.
•
Foot light : Terdiri dari lampu-lampu pijar biasa.
127
•
Introduksi sebelum layar dibuka dan sebelum lampu-lampu spot dipasang agar mata tidak terlalu kaget menyesuaikan diri.
Gambar 3.3.1 Ukuran dan Jarak Lampu Panggung 1 Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
Gambar 3.3.2 Ukuran dan Jarak Lampu Panggung 2 Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
128
c. Melihat posisinya terhadap pentas, maka pencahayaan dapat dibagi menjadi: •
Front Light Cahaya yang berasal dari depan pentas yang bertujuan untuk membuat wajah dapat terlihat dari penonton. Jarak sumber cahaya dan objek cukup jauh maka diperlukan profile, lekollite, ellipsoidale agar cahaya dapat dikendalikan, karena dengan menggunakan shutter cahaya yang menerpa dinding proscenium dapat dihilangkan.
•
Over Head Cahaya berasal dari atas kepala pemain dengan tujuan mencahayai area panggung dari atas. Area khusus bagi pemain dengan menjatuhkan cahaya tegak lurus diatas kepala pemain (downlight) meskipun beresiko bohlam menjadi lebih mudah putus oleh panas yang tidak tersalur akibat posisi tersebut. Karena jarak yang tidak terlalu jauh,type Fresnell dan Plano Convex (PC) menjadi pilihan. Namun karena pertimbangan ekonomis PAR CAN Medium menjadi alternatif.
•
Down Light Area khusus bagi pemain dengan menjatuhkan cahay tegak lurus diatas kepala pemain, meskipun beresiko bohlam menjadi lebih mudah putus oleh panas yang tak tersalur akibat posisi tersebut. PC, Fresnell dan Lekolite menjadi pilihan, namun PAR CAN Very Nerrow dapat menjadi alternatifnya.
•
Back Light Cahaya yang berasal dari belakang pemain yang membuat bagian atas pemain menjadi lebih terang dibanding bagian lain, dengan demikian pemain seakan-akan tidak menempel dengan backdrop. Fresnell dan PAR Can Medium menjadi pilihannya.
•
Side Light Cahaya berasal dari damping yang berguna mencahayai sisi kiri atau kanan pemain. Cahaya ini amat dibutuhkan untuk karya tari utamanya balet karena banyak gerakan angkat kaki dan lompat.
•
Cyclorama Cahaya yang lembut dari atas (upper horizone) dan dari lantai panggung ( lower horizone) yang berfungsi memberikan cakrawala dan perubahan-
129
perubahan suasana. Flood dan Striplight dengan berbagai variasinya menjadi pilihan.
Gambar 3.3.3
Contoh Desain
Tata Letak
Lampu
Sumber : Gho
See Tjhiong, 1990
Gambar 3.3.4
Derajat Pembiasan
Lampu dari
Ceiling
130
Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
3.4.7 Tinjauan Sistem Akustik Ruang Pada Gedung Pertunjukan 1. Dasar pertimbangan : •
Dapat memberi kenikmatan pada penonton tidak saja lewat penglihatan tetapi juga melalui pendengaran.
2. Tinjauan : Akustik dalam gedung pertunjukan harus memenuhi persyaratan-persyaratan seperti : a. Tidak menimbulkan gema / echo. Gema terjadi bila suara datang terlambat 1/20 detik, sehingga selisih jarak antara suara langsung dan suara refleksi sebesar 17 m, hal ini dapat dicegah dengan : •
Pembuatan dinding yang tidak rata / sejajar dan terpotong-potong.
•
Pembuatan dinding absorbent.
•
Reflektor langit-langit diperhitungkan untuk pemantulan dengan selisih jarak suara langsung dan suara pantulan lebih kecil dari 17 m.
b. Tidak menimbulkan gema menerus / flutter echo. Gema menerus terjadi karena adanya pantulan yang terus menerus oleh dinding, hal ini dapat dicegah dengan : •
Pembuatan dinding miring.
•
Tidak membuat dinding sejajar.
•
Tidak membuat langit-langit sejajar lantai.
•
Penggunaan bahan penyerap suara atau refleksi diffuse.
c. Tidak menimbulkan suara yang memusat / sound focus. Pemusatan suara sebagai akibat reflesi suara yang memusat, hal ini terjadi pada bidang-bidang lengkung yang mempunyai pusat lengkungan di dalam ruang dan dapat menyebabkan : •
Kekerasan bunyi yang tinggi / hot spot.
•
Bunyi yang lemah / dead spot.
Sehingga distribusi suara tidak merata.
131
Pencengahan : •
Menghindari adanya bidang-bidang lengkung yang mempunyai titik pusat lengkungan di dalam ruangan.
•
Bila terpaksa terjadi titik pusat di dalam ruangan, maka minimal setengah dari bidang lengkung menggunakan absorbent.
d. Tidak menimbulkan daerah mati / dead spot. Daerah mati terjadi sebagai akibat suara langsung sudah sangat lemah dan suara pantulan tidak sampai ke daerah tersebut, hal ini sering terjadi di bwah balkon. Pencegahan : •
Usahakan tak ada balkon dalam auditorium.
•
Diperhitungkan refleksi suara di bawah balkon.
e. Tidak terjadi kobocoran bunyi dari luar. Kebocoran bunyi dari luar atau dari kegiatan dalam bangunan akan mengganggu ruang pertunjukan melalui : •
Udara / air borne noise.
•
Benda padat / solid borne noise, seperti : langkah orang, pukulan, getaran, suara saluran, dsb.
Pencegahan : •
Meletakan bangunan minimal 20 m dari sumber suara (jalan umum)
•
Membuat ruang-ruang pengikat suara / sound lock.
•
Penggunaan bahan-bahan peredam suara.
•
Membuat dinding-dinding tebal, karena makin tipis / ringan makin besar transmisi, seperti beton, dinding rangkap.
•
Membuat lantai-lantai perantara
•
Pemisahan antara struktur utama dengan elemen-elemen dinding / lantai.
•
Membuat pencegahan masuknya suara melalui celah-celah pintu, jendela, dan sebagainya dengan karet atau dibuat kaca rangkap, dimana tebal kaca tidak sama.
132
f. Waktu dengung / reverberation time sesuai dengan yang diingkan. Waktu dengung merupakan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk suara yang keras pada suatu ruangan sampai hilang tidak terdengar lagi. Waktu dengung dipengaruhi oleh volume ruangan dan bahan-bahan yang berada dalam ruangan tersebut. Pencegahan dilakukan melalui perhitungan yang matang. Sebuah gedung pertunjukan, menurut Prof. Soegijanto, mempunyai beberapa persyaratan dan kondisi berbeda dengan gedung bioskop.Untuk mendapat suasana yang lebih hidup, suara yang datang harus memiliki waktu dengung (reverberation time) lebih lama.Waktu dengung adalah rentang waktu antara saat bunyi terdengar hingga melenyap.Untuk gedung pertunjukan, waktu dengung ideal adalah sekitar 1,6 detik.
Gambar 3.3.5 Skema Denah Waktu Dengung Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
133
Gambar 3.3.6 Skema Panjang Waktu Gema Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
3.4.8
Tinjauan Sistem Penghawaan Pada Gedung Pertunjukan 1. Dasar Pertimbangan : •
Dapat memberi kenyamanan sirkulasi udara
pada pemakai gedung
pertunjukan dan bangunan. •
Untuk mendapatkan sistem pengkondisian udara yang sejuk, bersih, dan nyaman.
2. Tinjauan : a. Fungsi sistem AC dalam ruang pertunjukan / auditorium yaitu : •
Memberi kenyamanan dan kebersihan udara bagi pengunjung. Kebutuhan udara segar sekitar 0,27 m3/menit/pengunjung. Sedangkan suhu yang baik sekitar 18oC sampai 21 agar panas tubuh manusia tidak menurunkan kualitas suara yang dihasilkan dari panggung, dan kelembapan yang tepat 40% sampai 45%
•
Melindungi alat-alat logam, pelapis interior (kursi, perangkat dekorasi, karpet, pelapis dinding) dari karat, kelembapan, dan debu.
134
Karena pengunjung datang dan pergi dari bangunan gedung pertunjukan / auditorium dalam jangka waktu yang pendek, mengakibatkan fluktuasi panas yang besar. Seorang pengunjung yang masuk auditorium akan menaikan suhu sebesar 0,6oC setiap 15 menit. Area backstage dan area lainnya juga membutuhkan sistem AC, khususnya untuk daerah publik sebaiknya udara tidak didaur ulang. Sebaiknya ruangan menggunakan sistem penghawaan buatan karena jika menggunakan bukaan (sistem penghawaan alami) dapat memperbesar kemungkinan bocornya suara dari luar ruangan. b. Gedung pertunjukan menggunakan : AC sentral dengan chilles water system untuk gedung pagelaran.
Gambar 3.3.7 Sistem AC (Air Conditioning) Sumber : Gho See Tjhiong, 1990
3.4.9 Tinjauan Sistem Keamanan Pada Gedung Pertunjukan 1. Dasar Pertimbangan : •
Agar berjalannya suatu pengawasan yang baik untuk keamanan kompleks bangunan.
2. Tinjauan : a. Keamanan terhadap bahaya kebakaran Sebuah gedung hendaknya memiliki sistem proteksi terhadap kebakaran yang memadai. Contoh alat yang banyak digunakan sebagi sistem proteksi antara lain adalah sprinkle, smoke detector, dan fire hydrant. Adapun syarat-syarat proteksi kebakaran menurut Ir. Daryanto dalam kuliah Fisika Bangunan antara lain: •
Gedung yang menyimpan benda yang mudah rusak oleh air sebaiknya menyediakan pemadam berjenis gas (baik yang portable atau yang central).
135
•
Perlu disediakannya ruang kokoh yang tidak mudah terbakar.
•
Hendaknya terdapat sistem penditeksi dan pemadam kebakaran yang baik (detektor asap/panas, hydrant)
b. Keamanan terhadap bahaya kriminalitas Untuk mencegah bahaya kriminalitas pada gedung pertunjukan diterapkan beberapa hal sebagai berikut : •
Sistem keamanan tertutup dengan menggunakan CCTV / kamera tersembunyi pada ruang pertunjukan yang dihubungkan langsung ke ruang kontrol keamanan.
•
Dengan menempatkan pintu masuk dan keluar seefisien mungkin, tidak terlalu banyak akses untuk keluar masuk agar dapat memudahkan pengawasan oleh petugas keamanan gedung.
3.4.10 Tinjauan Sistem Signage Pada Gedung Pertunjukan 1. Dasar pertimbangan •
Memberikan suatu petunjuk/arah dalam gedung pertunjukan.
•
Berfungsi sebagai pendukung aspek keamanan.
•
Dapat berfungsi sebagai elemen visual/estetis dalam suatu interior gedung pertunjukan.
2. Tinjauan : a. Syarat umum dalam perancangan rambu-rambu (signage) di dalam bangunan gedung pertunjukan adalah : •
Pemilihan material Pertimbangan dalam menentukan material rambu adalah persyaratan daya tahan atau keawetan. Komponen yang digunakan lebih dari satu jenis material harus diperhatikan cara penggabungannya. Material harus mempunyai persyaratan: Daya tahan dari kerusakan yang disebabkan manusia atau binatang. Bahan yang digunakan harus mempunyai ketahanan terhadap temperatur ruangan dan tahan lama sampai waktu yang ditentukan.
136
Warna dari material tidak luntur atau berubah, Tahan terhadap goresan yang menyebabkan huruf atau simbol menjadi buram, Bahan yang biasa digunakan mempunyai ketebalan minimal 0.08 cm, Bahan yang dapat digunakan seperti: mika, aluminium, kayu, besi, kuningan, magnesium, braso, perunggu, stainless steel dan bahan lain yang sejenis. •
Penyesuaian dari perubahan dan tambahan Rambu-rambu dalam bangunan harus memperhatikan perubahan tata ruang dan fungsi ruang dalam bangunan. Pertimbangan utama dalam mengatasi perubahan adalah dengan pemilihan material dan cara pemasangan.
•
Mudah dibaca dan informatif Kemudahan dalam membaca rambu ditentukan oleh pemilihan jenis huruf, ukuran huruf, spasi, posisi huruf, warna huruf dan latar belakang. Tulisan dalam rambu harus menggunakan bahasa yang umum dan informatif. Pesan yang disampaikan harus ringkas dan jelas sehingga mudah diterima oleh pembaca
•
Etika Penggunaan rambu-rambu di dalam bangunan harus memperhatikan kesopanan atau etika dalam menyampaikan pesan baik dari bentuk, simbol atau arti bahasa.
•
Estetika Dalam penggunaan rambu harus mempertimbangkan teknik tampilan tulisan dan warna simbol yang menarik dan benar dengan mengacu pedoman grafis yang ada. Faktor pencahayaan untuk rambu-rambu dalam bangunan sangat penting, pencahayaan dapat menggunakan pencahayaan alami atau buatan dengan mempertimbangkan lama penyinaran dan arah cahaya. Permukaan rambu tidak boleh dilapisi dengan material yang
137
menyilaukan atau memantulkan cahaya, karena dapat mengurangi kejelasan pesan yang disampaikan. •
Pemeliharaan Pemeliharaan atau perawatan harus dilakukan secara berkala sehingga pesan dari rambu tersebut masih tersampaikan dengan baik untuk jangka waktu yang ditentukan.
b. Tata cara peletakan signage di dalam ruang pertunjukan adalah : •
Di tempel di dinding Rambu petunjuk yang di tempel di dinding diletakan dengan jarak batas bawah minimum 90 cm dan batas atas maksimum 180 cm, jarak diukur dari atas permukaan lantai. Ketebalan rambu petunjuk yang di tempel di dinding maksimal 10 cm atau dapat lebih selama tidak menghalangi atau merintangi pejalan yang melewatinya. Rambu petunjuk arah, pengenal, larangan, informasi dan peringatan yang mempunyai diameter antara 15 x 15 sampai 30 cm x 30 cm di tempel di dinding dengan jarak 150 cm terhitung dari muka lantai ke ’as’ rambu.
•
Digantung Rambu yang peletakannya digantung harus mempunyai ketinggian 200 cm terhitung dari muka lantai sampai batas bawah rambu. Tanda yang digantung dengan jarak baca maksimal 500 cm, menggunakan tinggi huruf 5 cm. Setiap penambahan jarak pandang 100 cm harus diikuti dengan penambahan tinggi huruf 1 cm.
•
Di lantai Jalur pemandu untuk penyandang cacat menggunakan simbol bertekstur yang diletakkan di lantai. Simbol tekstur garis-garis menunjukkan arah perjalanan dan simbol bulat memberikan peringatan terhadap adanya perubahan situasi di sekitarnya.
c. Tata cara penentuan dimensi di dalam ruang pertunjukan adalah : •
Rambu pengenal area/ruang (digantung) Dimensi rambu antara 25 cm x 60 cm sampai dengan 30 cm x 180 cm
138
•
Rambu pengenal area/ ruang (ditempel di dinding atau di pintu) Dimensi rambu antara 15 cm x 15 cm sampai dengan 30 cm x 30 cm
d. Tata cara penggunaan huruf dalam signeage di ruang pertunjukan adalah : •
Rambu untuk ruang-ruang permanen harus mengunakan huruf besar atau kapital, kecuali pada bagian rambu yang terpisah untuk huruf kapital dengan braille.
•
Jenis huruf yang digunakan adalah jenis sans serif, tanpa menambah keindahan pada dasar huruf dan atas huruf.
•
Huruf untuk rambu tidak boleh memakai banyak tambahan seperti dekoratif, huruf miring dan huruf jenis naskah.
e. Tata cara pemilihan warna signeage di dalam ruang pertunjukan adalah : •
Pemilihan warna untuk rambu harus memperhatikan kekontrasan huruf dengan bidang latarnya, tingkat kekontrasan tidak boleh kurang dari 70%.
•
Hindari warna pada bidang latar yang menyilaukan atau mengkilap.
•
Rambu di dalam bangunan mempunyai fungsi yang berbeda, setiap fungsi menggunakan kombinasi warna yang berbeda.