BAB III METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode
deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2003 : 54). Penelitian ini memberi gambaran tentang kapasitas asimilasi dan kualitas perairan Ranca Upas dan Taman Wisata Alam Cimanggu terhadap pencemaran domestik yang dihasilkan oleh aktivitas kegiatan wisata dan keanekaragaman, keseragaman serta dominansi fitoplankton sebagai indikator pencemaran.
B.
Definisi Operasional Kapasitas asimilasi yang dimaksud adalah kemampuan perairan di Ranca
Upas dan Taman Wisata Alam Cimanggu untuk menerima pencemaran organik, ammonia, nitrat dan fosfat yang berasal dari pencemaran domestik yang dihasilkan oleh aktivitas kegiatan wisata sebelum ada indikasi terjadinya kerusakan lingkungan dan atau kesehatan yang tidak dapat ditoleransi, sedangkan kualitas perairan yang dimaksud adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada perairan di Ranca Upas dan Taman Wisata Alam Cimanggu selama bukan April hingga Agustus 2010 dengan membandingkan dengan baku mutu air kelas II yang salah satu peruntukkannya sebagai sarana/prasarana rekreasi air.
30
C.
Desain Penelitian Desain penelitian dilakukan dengan mengadakan survey lapangan untuk
menentukan lokasi-lokasi
pengambilan sampel. Metode pengambilan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling (sampel yang disengaja), yaitu penentuan titik pengambilan sampel dilakukan pada lokasi yang diasumsikan belum tercemar/mengalami pencemaran minimal untuk stasiun 1, kemudian lokasi yang dianggap tercemar untuk stasiun 2 dan lokasi yang diasumsikan bahwa pencemaran sudah diasimilasi untuk stasiun 3. Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus dengan selang waktu dua minggu sekali.
D.
Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian adalah seluruh air yang berada pada aliran air di
Ranca Upas dan Taman Wisata Alam Cimanggu, sedangkan sampelnya diperoleh dari hasil pencuplikan (sampling) pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan.
E.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu di lapangan dan laboratorium.
Pencuplikan sampel air serta pengukuran faktor klimatik dilakukan secara langsung pada 2 lokasi pengamatan, yaitu Ranca Upas dan Taman Wisata Alam Cimanggu. Penempatan stasiun pengambilan sampel didasarkan atas perkiraan beban pencemar dan aktivitas yang terdapat di sepanjang aliran perairan. Analisis sampel ammonia, nitrat dan fosfat dilakukan di Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat jalan Sederhana no 3-5 Bandung.
31
Untuk perlakuan sampel setelah pencuplikan di lapangan dilakukan di Laboratorium Ekologi Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI jalan Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung. Penelitian diawali dengan penelitian pendahuluan berupa observasi lapangan pada tanggal 7 Maret 2010 untuk menentukan lokasi pencuplikan. Sedangkan pencuplikan dan analisis sampel air dilaksanakan pada tanggal 3 April hingga tanggal 29 Agustus 2010 di 6 stasiun pencuplikan yang telah ditentukan.
F.
Alat dan Bahan Penelitian Penelitian ini membutuhkan alat dan bahan untuk menunjang agar penelitian
berlangsung dengan baik. Peralatan yang digunakan berasal dari Laboratorium Ekologi Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. Alat dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.
G.
Langkah Penelitian Penelitian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan
berupa observasi lapangan dan tahap penelitian utama berupa pencuplikkan dan analisis sampel air di lapangan dan di laboratorium. Rincian dari tahap penelitian pendahuluan sampai tahap penelitian utama adalah sebagai berikut: 1.
Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengamati rona lingkungan dan
menentukan titik-titik pengambilan sampel air. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan cara mendatangi kedua kawasan pariwisata yang menjadi sasaran
32
penelitian yang meliputi Ranca Upas dan Taman Wisata Alam Cimanggu dan kemudian menentukan lokasi pencuplikan berdasarkan atas perkiraan kuantitas beban pencemaran, yaitu: a.
Bagian Hulu Bagian hulu merupakan bagian dari perairan yang terdapat sebelum titik
pencemaran. Bagian hulu ini diperkirakan sebagai bagian yang belum tercemar atau hanya mengalami pencemaran dalam jumlah sangat kecil. b.
Bagian Tengah Bagian tengah merupakan bagian dari perairan yang terdapat sumber
pencemaran berupa toilet pada kedua kawasan pariwisata. c.
Bagian Hilir Bagian hilir merupakan bagian dari perairan yang berada cukup jauh dari
sumber pencemaran sehingga dapat diperkirakan telah terjadi proses asimilasi.
2.
Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian yang dimaksud terbagi atas beberapa kegiatan
pengukuran berikut: a.
Faktor Hidrologi Air Pengukuran faktor hidrologi perairan yang dilakukan meliputi pengukuran
kecepatan arus, lebar sungai, kedalaman sungai dan debit air. Pengukuran semua parameter tersebut dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan cara menghitung jarak tempuh sebuah gabus melewati jarak x meter. Pengukuran lebar dan dalam sungai dengan menggunakan
33
meteran. Pengukuran debit air dilakukan dengan menggunakan rumus kontinyuitas. Debit aliran (Q) diperoleh dengan mengalikan kecepatan aliran (V) dengan luas penampang melintang (A), secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Abdullah, 2006): Q = V x A ...................................................................................... (1) Keterangan Q = Debit Air (m3/detik) V = Kecepatan Arus (m/detik) A = Luas penampang sungai (m2)
b.
Parameter Fisik dan Kimiawi Air Pengukuran parameter fisik dan kimiawi perairan terbagi menjadi dua
berdasarkan tempat pelaksanaannya, yaitu: 1) Pengukuran di lapangan Pengukuran parameter fisik-kimiawi air yang dilakukan langsung di lapangan meliputi unsur-unsur yang dapat berubah dengan cepat seperti suhu, pH, kekeruhan dan DO. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Cara pengukuran parameter-parameter tersebut adalah sebagai berikut: a)
Suhu Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses
metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan kematian (Marganof, 2007). Suhu air mempunyai peranan dalam
34
mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam proses metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen dalam air (Effendi, 2003). Parameter suhu diukur langsung dengan mencelupkan thermometer air raksa pada perairan yang akan diukur. b)
Derajat keasaman (pH) pH mempengaruhi toksisitas senyawa kimia. Senyawa ammonium yang
dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah dimana ammonium bersifat tidak toksik. Namun pada pH tinggi lebih banyak ditemukan ammonia yang tidak terionisasi yang bersifat toksik. Sebagian besar biota aquatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003). Derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan alat berupa pH meter. Probe pada pH meter dicelupkan ke dalam sampel air sampai batas sensor dengan cara digoyang-goyangkan. Kemudian diamati perubahan skala yang terlihat pada layar atau monitor alat. c)
Kekeruhan Kekeruhan digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di dalam air
yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan, sehingga dapat menghalangi proses fotosintesis dan produksi primer perairan (Marganof, 2007). Turbiditas atau kekeruhan pada perairan diukur menggunakan turbidity meter. Probe pada turbidity meter dicelupkan pada perairan hingga batas sensor dan digoyang-
35
goyangkan, kemudian ditunggu dan diamati perubahan angka pada turbidity meter hingga pada layar dicapai hasil atau angka yang konstan. c)
Disolved Oxygen (DO) Oksigen merupakan salah satu gas terlarut di perairan alami dengan kadar
bervariasi yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfir. Selain diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme perairan, oksigen juga diperlukan dalam proses dekomposisi senyawa-senyawa organik menjadi anorganik (Marganof, 2007). Oksigen terlarut atau DO pada perairan diukur menggunakan DO meter. Probe pada DO meter dicelupkan pada perairan hingga batas sensor dan digoyang-goyangkan, kemudian ditunggu dan diamati perubahan angka pada DO meter hingga pada layar dicapai angka yang konstan. 2) Pengukuran di Laboratorium Pencuplikan sampel air untuk dianalisis kimiawi di laboratorium dilakukan dengan menggunakan wadah botol air mineral. Botol dimasukan ke dalam perairan pada titik yang telah ditentukan, kemudian air dibiarkan mengalir masuk ke dalam botol dan ditutup di dalam air sehingga tidak ada gelembung udara pada botol. Kemudian botol dimasukan ke dalam boks es yang berisi es batu agar sampel air tidak mengalami perubahan. Sampel air yang dicuplik kemudian dianalisis kimawi air di Laboratorium Kesehatan-Bandung dan Laboratorium Ekologi FPMIPA UPI. Analisis kimiawi air di Laboratorium Kesehatan-Bandung meliputi uji kadar Ammonia, Nitrat dan Fosfat, sedangkan analisis BOD dilakukan di Laboratorium Ekologi FPMIPA
36
UPI. Adapun langkah kerja masing-masing analisis parameter tersebut adalah sebagai berikut: a)
Pengukuran BOD Langkah kerja pengukuran BOD adalah dengan menyaring 100 ml air
kemudian diambil 75 ml yang selanjutnya diencerkan dengan aquadest sampai 375 ml. Sampel air yang telah diencerkan kemudian dimasukkan ke dalam 2 botol winkler. Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20 OC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (Doi-DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/l) (Hariyadi, 2004). Langkah kerja dalam titrasi Winkler untuk penentuan BOD5 adalah sebagai berikut (Michael, 1984): Sampel air diambil dan dimasukan ke dalam botol sampel, lalu ditambahkan 1 ml larutan mangan sulfat dan 1 ml larutan iodide katalis (Reagen Winkler’s). Sampel dibiarkan sampai terbentuk endapan putih kecoklatan. Setelah terbentuk endapan larutan sampel dicampurkan dengan cara membolak - balikkan botol secara hati-hati. Larutan tersebut dibiarkan sampai terbentuk endapan 1/3 botol sampel. Kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat dengan pipet ukur dan harus tercelup ke dalam larutan dengan endapan tersebut. Larutan pun dicampurkan lagi sampai endapan terlarut kembali. Larutan yang telah dicampurkan diambil sebanyak 50 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan kemudian dititrasi
37
dengan larutan natrium thiosulfat N/80 sampai larutan berubah dari coklat menjadi kuning muda (kuning pucat). Selanjutnya ditambahkan 5 tetes larutan amilum atau kanji dan dicampurkan sehingga larutan berwarna biru. Titrasi dilanjutkan kembali dengan natrium thiosulfat sampai warna biru hilang. Lalu dicatat jumlah ml natrium thiosulfat yang terpakai pada waktu sebelum dan setelah ditetesi amilum. Perhitungannya adalah sebagai berikut: b)
Pengukuran Ammonia Diambilnya 10 ml sampel dan kemudian dimasukkan ke labu ukur 50 ml
lalu ditambahkan 35 ml aquades. Kemudian ditambahkan 1 ml KNa Tartrat 10 % dan 2 ml reagen Nessler. tambahkan aquades sampai tanda batas, setelah itu diukur pada spektrofotometer pada λ 415 nm. c)
Pengukuran Nitrat Sampel air disaring lalu diambil sebanyak 25 ml, sampel air yang telah
disaring diambil kemudian ditambahkan Sulfonilic Acid, lalu dikocok dan dibiarkan selama 5 menit. Setelah itu ditambahkan 0,5 ml larutan Naftilamine dan 0,5 ml larutan Na Asetat 27,5%. Kemudian biarkan selama 15 menit. Kadar nitrat dalam sampel lalu diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 543 mµ. d)
Pengukuran Fosfat Dilakukan dengan mengambil 25 ml sampel air kemudian ditambahkan 0,25
mL reduktor SnCl2 dan 0,1 ml larutan Ammonium Molibdat, kemudian dibiarkan selama 10 menit. Kadar fosfat dalam sampel lalu diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 650 mµ.
38
c.
Parameter Biologis Perairan Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan secara horizontal. Plankton net
No. 25 ditarik sepanjang 5 meter secara bolak-balik selama 5 menit dengan membentuk angka 8. Air yang tersaring pada botol plankton dimasukkan ke dalam botol vial 30 ml dan ditetesi formalin 4 % lalu dimasukkan pada boks es. Identifikasi plankton dilakukan pada Laboratorium Universitas Padjajaran. Sampel diidentifikasi menggunakan metode sapuan di atas gelas objek Segwik Rafter (Fachrul, 2007: 95).
H.
ANALISIS DATA
1.
Analisis Parameter Fisik dan Kimiawi Analisis parameter fisika dan kimiawi perairan di Ranca Upas dan Kolam
Renang Cimanggu dilakukan berdasarkan perbandingan dengan PP Nomor 82 tahun 2001 tentang Baku Mutu Air Kelas 2 (KLH, 2004). Analisis dilakukan di Laboratorium
Ekologi
Jurusan
Pendidikan
Biologi
FPMIPA
UPI
dan
Laboratorium Kesehatan, Bandung.
2.
Analisis Parameter Biologis
a.
Kelimpahan Fitoplankton Untuk kelimpahan plankton dilakukan berdasarkan metode sapuan di atas
gelas objek Segwik Rafter. Kelimpahan plankton dinyatakan secara kuantitatif dalam jumlah sel/liter. Kelimpahan plankton dihitung berdasarkan rumus berikut (Fachrul, 2007):
39
N = n x (Vr/Vo) x (1/Vs) ................................................................................. (2) Keterangan : N = jumlah sel / liter n = jumlah sel yang diamati Vr = Volume air tersaring (ml) Vo = Volume air yang diamati (pada Segwik Rafter) (ml) Vs = Volume air yang disaring (ml) b.
Indeks Keanekaragaman Untuk mengetahui keanekaragaman jenis plankton digunakan metode
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’). Tujuan utama metode ini adalah untuk mengukur tingkat keteraturan dan ketidakteraturan dalam suatu sistem. Adapun rumus untuk mengetahui indeks tersebut adalah sebagai berikut (Pirzan dan Masak, 2008): s H’
= ∑
Pi; Pi = ni/N ............................................................. ….(3)
i=1
Dengan : H’
= Indeks keragaman jenis
Pi
= Proporsi spesies ke-i
ni
= Jumlah individu taksa ke-i
N
= Jumlah total individu
Kriteria: H’ < 1
= Komunitas biota tidak stabil atau kualitas air tercemar berat
1 < H’ < 3 = Stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang H’ > 3 = Stabilitas komunitas biota dalam kondisi stabil atau kualitas air bersih
40
c.
Indeks Kemerataan/Keseragaman (Ekuitabilitas) Indeks kemerataan (Ekuitabilitas) menunjukkan pola sebaran biota, yaitu
merata atau tidak. Jika nilai indeks kemerataan relatif tinggi maka keberadaan setiap jenis biota di perairan dalam kondisi merata (Fachrul, 2007). Indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Adapun rumus yang digunakan yaitu: H’ E
..................................................................................… (4)
=
H maks Dengan E
= Indeks kemerataan jenis
H’
= Indeks keragaman jenis (diversitas Shannon-Wiener)
H maks = Indeks kemerataan maksimum, yang nilainya sama dengan Ln S. Kriteria: E ≈ 0,
kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing - masing spesies sangat jauh berbeda.
E ≈ 1,
kemerataan antar spesies relatif merata atau jumlah individu masing -masing spesies relatif sama.
d.
Indeks Dominansi (D) Menurut Odum (1971) untuk mengetahui adanya dominansi jenis tertentu
di perairan dapat digunakan indeks dominansi Simpson dengan persamaan sebagai berikut: s D
ni2
= ∑ i=1
..................................................................................… (5)
2
N
41
Dengan D = Indeks dominansi ni = Jumlah individu ke-i Ni = Jumlah total individu Kriteria: D ≈ 0,
tidak terdapat spesies yang mendominansi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil
D ≈ 1,
terdapat spesies yang mendominansi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadan labil, karena terjadi tekanan ekologis (stres).
3.
Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Analisis beban pencemaran akibat aktivitas wisata dilakukan dengan
pengukuran langsung pada perairan di Ranca Upas dan Taman Wisata Alam Cimanggu. Menurut Mitsch and Goesselink (Marganof, 2007) cara pengukuran beban pencemaran didasarkan pada pengukuran debit air dan konsentrasi limbah di perairan yang melalui Ranca Upas dan Taman Wisata Alam Cimanggu berdasarkan persamaan berikut: BP = Q . C. (10-6 x 3600 x 24 x 360 ton/tahun) ………………………..(6) dengan BP : Beban pencemaran (ton/ tahun) Q : Debit sungai (m3/detik) C : Konsentrasi limbah (mg/l)
42
Nilai kapasitas asimilasi didapatkan dengan cara membuat grafik hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter limbah di perairan dengan total beban pencemaran di titik outlet (Ranca Upas dan Taman Wisata Alam Cimanggu). Hasil dari pengukuran masing - masing parameter selanjutnya dianalisis dengan memotongkannya dengan garis nilai baku mutu air yang diperuntukkan bagi sarana/prasarana rekreasi air seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.1 di bawah ini. Titik perpotongan dengan nilai baku untuk setiap parameter disebut dengan kapasitas asimilasi.
Titik asimilasi maksimal
Baku mutu
Beban pencemaran (ton/tahun)
Gambar 3.1 Hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi pencemar. Sumber : (Marganof, 2007) Pencemaran pada perairan di Ranca Upas dan Taman Wisata Alam Cimanggu secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: ŷ = a + bx……………………….…………………………………..(8) dimana: x : parameter perairan ŷ : nilai parameter di perairan bagian hilir a : nilai tengah/rataan umum b : koefisien regresi untuk parameter di outlet. 43
I.
ALUR PENELITIAN Alur penelitian digambarkan pada bagan di bawah ini: Penelitian Pendahuluan Penentuan Stasiun Penelitian Perairan
Ranca Upas
Kolam Renang Cimanggu
PENELITIAN
Pengukuran dan Pencuplikan
Fisik
Kimiawi
Biologis
Suhu, kecerahan, kekeruhan dan debit air
pH, DO, BOD, kadar NH3, NO3 dan PO4
Identifikasi Plankton
Perhitungan
Analisis dan Pengolahan Data
Kesimpulan Laporan (Skripsi) Gambar 3.2 Bagan Alur Penelitian
44