BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan non randomisasi. B. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisa RSUD Dr. Moewardi Surakarta. C. Populasi Sampel 1.
Populasi sasaran : Pasien penyakit ginjal diabetik stadium V yang telah melakukan hemodialisa selama 3 bulan sampai 5 tahun.
2.
Populasi sumber : Pasien penyakit ginjal diabetik stadium V yang telah melakukan haemodilisa selama 3 bulan sampai 5 tahun di unit Haemodialisis RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
3.
Populasi sampel : Diambil semua pasien penyakit ginjal diabetik stadium V yang telah menjalani hemodialisa selama 3 bulan sampai 5 tahun di Unit Hemodialisa RSUD Dr. Moewardi Surakarta, memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan bersedia diambil darahnya untuk penelitian.
D. Besar Sampel Penentuan besar sampel (sample size) melibatkan parameter tingkat kesalahan (error term) atau α dan tingkat kekuatan pengujian (power test) atau 1 - β. Formulasi besar sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (Dahlan, 2009; Santjaka, 2011)
n
( Z1 Z1 ) 2 2
2
dimana: n
: besarnya sampel.
Z1-α : nilai standar normal tingkat kesalahan, jika α = 0,05 maka Z1-α = 1,96. Z1-β : nilai standar normal power test, jika 1 - β = 0,90 maka:
23
Z1-β = 1,282. δ σ
: selisih yang diinginkan (difference of interest)
: besarnya penyimpangan (standar deviasi) yang bisa ditolerir.
Karena untuk kelompok sampel berpasangan berlaku: δ2 = σ2 = 1, sehingga:
n (Z1 Z1 ) 2 maka dengan kondisi diatas, penelitian ini menggunakan ukuran sampel minimal adalah: n
= (1,96 + 1,282)2 = 10,51 dibulatkan menjadi 11.
Dengan demikian sampel minimal dalam penelitian ini adalah 11 responden dalam
setiap
kelompok.
Penelitian
ini
merupakan
uji
klinis
dengan
mempertimbangkan kemungkinan terjadi drop out maka ditetapkan angka drop out sebesar 10% (Sri Rejeki Harun dkk, 2011). Dengan mempertimbangkan minimal besar sampel dan drop out maka diambil sampel sebesar 15 pasien dengan penyakit ginjal kronik stadium V (n=15 pasien untuk tiap kelompok) sehingga besar sampel telah cukup memadai dan memenuhi formulasi besar sampel. Teknik pengambilan sampel dengan simple random sampling menggunakan program Open Epi versi 2.3. Kriteria Inklusi antara lain : 1. Penderita penyakit ginjal diabetik stadium V. 2. Usia 20-59 tahun. 3. Sedang menjalani hemodialisis selama lebih dari 3 bulan dan tidak melebihi 5 tahun. 4. Penderita mendapat terapi atau tidak pada penyakit DM 5. Hb ≥ 8mg/dl 6. Bersedia menandatangani persetujuan penelitian.
Kriteria Eksklusi antara lain : 1.
Pasien PGK yang sedang menjalani terapi dengan steroid
2.
Pasien PGK stadium V dengan keganasan
3.
Pasien PGK stadium V dengan uropati obstruktif
4.
Pasien dalam kondisi infeksi / sepsis
24
5.
Pasien menderita hepatitis B dan atau C.
6.
Pasien peminum alkohol, perokok, obesitas.
Keterangan tambahan definisi kriteria eksklusi: 1.
Terapi steroid Glukokortikoid
memiliki
efek
anti
inflamasi
dan
imunomodulator.
menghambat transkripsi pengkodean gen sitokin pro inflamasi dengan cara menurunkan aktivitas nuclear factor kappa (NF-кB), kortikosteroid akan menghambat sintesis atau aksi sebagian besar sitokin pro inflamasi (Guntur, 2010) 2.
Keganasan Inflamasi akut merupakan respon perubahan yang diinduksi oleh keadaan patogen atau gangguan fisikal atau kimia untuk mengeliminasi bersumber pada kerusakan dan sumber homeostasis yang berefek pada jaringan. Namun inflamasi
kronik
mencetusk
kejadian-kejadian
seluler
yang
dapat
mempromosi tranformasi malignan sel dan karsinogensis. Mekanisme yang mungkin di mana inflamasi dapat berkontribusi terhadap karsinogenesis antara lain: (i) interaksi sitokin dan faktor pertumbuhan yang memicu pertumbuhan sel tumor, induksi cyclo-oxygenase-2 pada makrofag dan sel epitel; dan pembentukan spesies oksigen dan nitrogen reaktif mutagenik.(Landskron et al,2014) 3.
Uropati obstruktif Pada uropati obstruktif, didapatkan stimulasi NFκβ dan penanda stress oksidatif seperti malondialdehid (Vanholder et al., 2008).
4.
Infeksi dan sepsis Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk ke dalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan kerusakan jaringan disebut penyakit infeksi. Pada penyakit infeksi terjadi jejas sehingga timbullah reaksi inflamasi. Pada reaksi inflamasi berbagai jenis sel akan teraktivasi dan memproduksi berbagai jenis mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin. Termasuk sitokin pro-inflamasi adalah TNF-α, IL-1, INF-γ.
25
Systemic inflammatory response syndrome adalah sindroma yang ditandai oleh dua atau lebih kriteria sebagai berikut: a. Suhu > 38 C atau < 36 C b. Denyut jantung > 90 kali / menit c. Respirasi > 20 kali / menit atau Pa CO2 < 32 mmHg d. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau > 10 % sel immatur Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut). Berdasarkan konferensi internasional pada tahun 2001 terdapat tambahan terhadap kriteria sebelumnya. Dimana pada konferensi tersebut menambahkan beberapa kriteria baru untuk sepsis. Bagian yang terpenting adalah dengan memasukkan petanda biomolekuler yaitu procalcitonin (PCT) dan C reactive protein (CRP) sebagai langkah awal dalam diagnosa sepsis (Guntur, 2010). 5.
Hepatitis viral B dan C Pada hepar, adanya proses inflamasi dalam patofisiologi hepatitis virus.
6.
Merokok Merokok berhubungan dengan inflamasi saluran nafas dan sistemik. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perokok mengalami peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi antara lain CRP, TNF-α, dan IL-6 (Belchamber et al., 2009).
7.
Konsumsi alkohol Keterkaitan pola-U telah dilaporkan antara asupan alkohol dan tingkat kesehatan, yang menunjukkan bahwa asupan alkohol dapat mempengaruhi kadar acute-phase reactant (Novovic, 2009).
8.
Obesitas Obesitas didefinisikan dengan IMT ≥ 30 kg/m2. Pada sebagian besar pasien obes, obesitas terkait dengan inflamasi dalam derajat rendah pada jaringan lemak putih akibat aktivasi kronis sistem imun innate. Pada obesitas, inflamasi jaringan lemak putih ditandai oleh peningkatan produksi dan
26
sekresi sejumlah molekul inflamasi antara lain TNF-α dan IL-6 (Ubarri, 2006). Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi selanjutnya dilakukan randomisasi. E. Identifikasi Variabel 1. Variabel tergantung a. TGFβ1 b. Mean Platelete Volume 2. Variabel bebas : a. SOD
F. Definisi Operasional Tabel 1. Definisi Operasional VARIABEL
DEFINISI
Mean Platelete parameter Volume (MPV)
INSTRUMEN
dalam Sysmec
SATUAN
SKALA
fL
Rasio
pg/l
Rasio
memprediksi potensiasi trombosis.
TGFβ1
protein dengan berat Elisa molekul 25 kD dengan multifungsi
yang
berdampak
biologik
terhadap sel,
proliferasi
matriks
selular,
dan
ekstra efek
imunosupresif berperan
pada
progresivitas penyakit ginjal.
Superoxide
Preparat
yang
27
-
-
Nominal
dismuthase oral digunakan (SOD)
sehari
peroral
4 x 250 mg
dengan dosis terbagi selama 30 hari pada kelompok
perlakuan
dan kontrol.
G. Waktu Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 4 minggu. H. Biaya Biaya penelitian diperkirakan lebih kurang Rp.30.000.000,I.
Cara Kerja Subyek penelitian
diberikan informed consent. Subyek dibagi dua
kelompok dengan cara diundi memakai gulungan kertas bertuliskan angka 134. Satu kelompok (yang berangka genap) mendapatkan perlakuan dengan SOD, dan kelompok yang lain (berangka ganjil) mendapatkan perlakuan dengan plasebo. Kelompok yang mendapat perlakuan SOD sebelum pengobatan diambil sampel darahnya, kemudian diperiksa kadar TGFβ1 dan diukur MPV dengan menggunaan Sysmex. Kemudian selama 30 hari menjalani pengobatan SOD 1000 mg pada kelompok perlakuan, diambil kembali sampel darahnya dan dilakukan pemeriksaan ulang dan USG ulang. Demikian juga dengan kelompok kontrol dengan pemberian plasebo. Data
yang
diperoleh
kemudian
dilakukan
analisis
statistik
menggunakan SPSS.22 for windows dengan uji beda dua mean dengan Uji t untuk menilai kemaknaan perbedaan dua rerata antara kadar TGFβ1 dan MPV pada pasien penyakit ginjal diabetik stadium V pasca 30 hari pemberian SOD 1000 mg dibandingkan kadar kadar TGFβ1 dan Mean Platelete Volume pada pasien penyakit ginjal diabetik stadium V dengan pemberian plasebo selama 30 hari.
28
J. Pengambilan darah dan penanganan spesimen: 1. Teknik pengambilan darah 2. Pemeriksaan kadar TGFβ1 dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. 3. Darah yang akan dilakukan pemeriksaan TGFβ1 diambil melalui vena antecubiti pada ruangan yang tenang dengan temperatur terkontrol (24 – 25 0C) pada 2 jam setelah hemodialisis. 4. Proses penanganan spesimen untuk sampel darah yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabung sentrifus yang sudah diberi kode dan dibiarkan membeku. Sampel darah yang sudah membeku dipusingkan selama 5 – 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm. 5. Pemeriksaan TGFβ1
dilakukan setelah semua sampel sebelum dan
sesudah perlakuan terkumpul semua, untuk menghindari rusaknya kit, bila pemeriksaan dilakukan tidak secara bersamaan. 6. Pemprosesan darah untuk diambil plasmanya, penyimpanan plasma pada suhu – 20 0C dan pemeriksaan TGFβ1 dilakukan dengan bekerja sama dengan Laboratorium Klinik Prodia.
K. Teknik pemeriksaan TGFβ1 1. Tempatkan reagen dan sampel pada suhu ruangan (1825°C) sebelum digunakan.
Semua standar dan sampel dijalankan secara duplo.
2. Tambahkan 100 l standar dan sampel ke dalam sumuran. Tutup sumuran dengan baik dan inkubasikan selama 2,5 jam pada suhu kamar atau over night pada suhu 4 °C sambil digoyangkan dengan shaker. 3. Buang seluruh isi sumuran. Kemudian, bilas sumuran 4 kali dengan Wash Solution yang telah diencerkan (300 ml per sumur). Ketukan pada kertas penyerap untuk menghilangkan tetesan yang tersisa. 4. Tambahkan 100 μl biotinylated antibody pada tiap sumuran. Inkubasi selama 1 jam pada suhu ruangan dengan menggoyangkan pada shaker. 5. Buang seluruh isi sumuran. Ulangi pencucian seperti tahap ke-3. 6. Tambahkan 100 μl larutan Streptavidin pada tiap sumuran. Inkubasi selama 45 menit pada suhu ruangan dengan menggoyangkan pada shaker. 7. Buang seluruh isi sumuran. Ulangi pencucian seperti tahap ke-3.
29
8. Tambahkan 100 μl tetramethyl benzidine (TMB) pada tiap sumuran. Inkubasi selama 30 menit pada suhu ruangan dengan menggoyangkan pada shaker. 9. Tambahkan 50 μl larutan penyetop pada tiap sumuran. Baca segera dengan spektrofotometer pada 450±10 nm.
L. Teknik pemeriksaan MPV . Darah pasien diambil dari vena antecubiti pada posisi duduk pada pasien yang akan menjalani hemodialisa. Darah vena 3 ml kemudian dicampur EDTA 1 ml. dianalisa dengan menggunakan system analisa hematologi yang otomatis (Sysmex NE 8000 autoanalyzer). Semua sample darah pasien diroses dalam 2 jam setelah darah diambil, sesuai literatru agar tidak terjadi pembengkakan trombosit yang berlebihan. Range normal 7-13 fL.
M. Desain Analisis Statistik Data disajikan dalam bentuk mean ± SD kemudian dianalisis menggunakan SPSS 22 for windows dengan nilai p < 0,05 dianggap signifikan secara statistik. Digunakan uji beda mean. Untuk mengetahui beda mean antara kelompok perlakuan dan kontrol sebelum dan sesudah perlakuan digunakan uji t sampel independen bila distribusi data normal (bila tidak normal digunakan uji mann whitney). Untuk mengetahui beda mean antara sebelum dengan sesudah perlakuan dalam satu kelompok digunakan uji t sampel berpasangan bila distribusi data normal (bila tidak normal digunakan uji wilcoxon).
30
N. Alur Penelitian
Penderita penyakit ginjal diabetes stadium V yang menjalani hemodialisa
Kriteria inklusi eksklusi
Randomisasi
Kelompok kontrol
Kelompok perlakuan
Sampel darah Pre Test TGFβ1 dan MPV
Sampel darah Pre Test TGFβ1 dan MPV
Plasebo 4x250mg selama 30 hari
SOD oral 4X250 mg selama 30 hari
Sampel darah Post Test TGF-β1 dan MPV
Sampel darah Post Test TGF-β1 dan MPV Analisis Statistik
31