BAB III METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini diperlukan uraian mengenai objek dan alat – alat yang digunakan, serta tahap – tahap penelitian yang meliputi: tahap persiapan, tahap penelitian dan pengolahan data, dan tahap pembahasan dan penulisan laporan.
3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah lingkungan pengendapan dari Tunu Main Zone dibagian interval “4”, khususnya pada layer 4d-0, 4c-1, 4c-0, 4b-1, 4b-0, 4a-1, dan 4a-0.
3.2 Alat-Alat Yang Digunakan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Alat tulis dan gambar. 2. Kamera digital. 3. Lup perbesaran 10 – 20x. 4. Komparator besar butir. 5. Pita ukur 3 meter. 6. Seperangkat komputer beserta software penunjang.
42
43
Gambar 3.1 Objek penelitian berada di interval“4” (TOTAL E&P, 2006)
3.3 Tahap-Tahap Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap penelitan yang meliputi: tahap persiapan, tahap penelitian dan pengolahan data, dan tahap pembahasan dan penulisan laporan. 3.3.1 Tahap Persiapan Tahap ini meliputi studi literatur mengenai metode yang akan digunakan, dan studi geologi regional yang membahas mengenai geologi daerah penelitian dari literatur – literatur yang dibuat oleh peneliti – peneliti terdahulu dengan tujuan untuk memberikan gambaran awal tentang kondisi geologi daerah penelitian guna memperoleh informasi mengenai tatanan geologi secara optimal,
44
dimana nantinya akan membantu penulis dalam tahap penelitian dan pengolahan data.
3.3.2 Tahap Penelitan dan Pengolahan Data Tahap ini meliputi pengumpulan data – data yang diperlukan untuk penelitian dari data yang tersedia, kemudian melakukan analisis dan interpretasi dari data – data tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data core dan well-log. Data – data ini terdiri dari: a. Data core yang tersedia di lokasi penelitian. b. Data wireline log yang umumnya telah tersedia di database Total E&P Indonesie dan telah diproses dengan kualitas data yang baik. Data wireline log ini berupa Log Gamma Ray, Resistivity, Neutron dan Density. c. Data penunjang yang digunakan dalam penelitian ini adalah data interpretasi status fluida dan log iqual (sand quality) yang tersedia di database TOTAL E&P Indonesie. Penelitian
ini
membahas
tentang
studi
lingkungan
pengendapan
berdasarkan hasil pengolahan data core dan well log yang terintegrasi. Penelitian ini dibagi menjadi 4 tahap, yaitu : 1. Analisis Sedimentologi, 2. Analisis Stratigrafi, 3. Interpretasi Lingkungan Pengendapan, dan 4. Pembuatan peta N/G – limit coal
45
3.3.2.1 Analisis Sedimentologi 3.3.2.1.1 Data Core Analisis sedimentologi menggunakan data core ini secara prosedur digunakan untuk mengukur dan mendeskripsi urutan core (core Sequence) adalah sama seperti mengukur dan mendeskripsi batuan pada singkapan lapangan (field outcrop), berdasarkan pada kedalaman sebenarnya dari core tersebut. Banyaknya material batuan yang di core sangat terbatas, sehingga sangat sukar untuk mendeskripsi variasi litologi secara lateral dari dari tubuh geometri batuan sedimen. Yang terpenting adalah mencoba untuk melakukan interpretasi secara maksimum aspek-aspek sedimentologi dari data core yang tersedia. Deskripsi core tidak hanya dilakukan pada kenampakan besar seperti channel, tetapi juga pada yang ukurannya kecil seperti cross stratificatioin, laminasi atau bedding plane dan lain-lain yang sulit dibedakan teruma pada core yang bentuknya silinder. Masalah umum lainnya dari core adalah hasilnya kurang sempurna baik akibat tekanan pada batuan, litologi lunak (rapuh) ataupun akibat perlakuan sesudahnya., sehingga tidak mewakili yang sebenarnya atau ada bagian core yang hilang. Garis batas yang lunak seperti kontak biasanya hancur oleh beberapa sebab. Untuk meminimalkan kesalahan sebelum core di logging jenis boxes harus diperiksa, diberi nomor dan penomoran biasanya dilakukan dari bagian atas kebawah. Core dapat dideskripsi dengan log geofisik yang ada untuk memeriksa core yang didapat secara keseluruhan.
46
Pada beberapa kejadian, rekaman kedalaman core tidak berhubungan persis dengan kedalaman pada well logs sehingga memerlukan kalibrasi sedimentologi antara wireline log dengan variasi vertikal dari litologi core. Log gamma ray dari core (dibuat dengan melewatkan detektor kedalam core) yang tersedia dapat dibandingkan dengan gamma ray dari sumur sehingga didapat korelasi kedalaman untuk identifikasi dan korelasi unit litologi. Selanjutnya studi core dapat diekstrapolasi secara lateral untuk mendapatkan hubungan interpretasi genetik pada daerah studi lainnya yang tidak diambil core nya.
Tabel 3.1. Pengenalan lingkungan pengendapan dari ciri litologinya Calcareous
Adanya gamping menunjukkan asal suatu lingkungan pengendapan yang berasosiasi dengan laut atau di laut (marine).
Batupasir
Menunjukkan suatu lingkungan pengendapan dekat relief pantai (landai/curam).
Batupasir berlaminasi
Menunjukkan suatu lingkungan pengendapan dekat pantai.
lanau (silt) - lempung Carbonaceous material
Menunjukkan suatu lingkungan pengendapan di daerah air pantai.
Laminasi Batubara
Menunjukkan suatu lingkungan pengendapan di daerah air tawar.
Kandungan Glaukonit
Indikasi pengendapan dekat pantai dalam lingkungan laut.
Kandungan pirit
Endapan pantai yang mengalami proses reduksi dalam lingkungan pengendapan bersifat basa.
Urutan Vertikal Analisa sedimentologi dari urutan core memerlukan penggunaan secara
maksimal urutan vertikal litofasies sehingga hasil akhir studi core dapat mengenal dan menggambarkan tiga dimensi (hubungan fasies secara vertikal dan lateral) dari pengendapan sedimen yang kompleks. Berdasarkan hukum Walter (1894), bahwa
47
fasies yang terjadi dalam urutan core vertikal yang selaras pembentukannya secara lateral pada lingkungan pengendapan yang berdekatan, atau dengan kata lain urutan litologi secara vertikal akan menggambarkan lingkungan pengendapan secara lateral. Kondisi ini dapat diterapkan jika tidak terjadi erosi secara regional atau non pengendapan (non depositional breaks), sehingga sangat penting untuk mengenal kejadian erosi ataupun non-pengendapan dari urutan core secara vertikal.
3.3.2.1.2 Data Well Log Analisis sedimentologi menggunakan data well-logs ini terdiri dari beberapa tahapan, antara lain: 1. Interpretasi Litologi Interpretasi litologi dilakukan dengan memperhatikan respon log kurva dari GR, RT, NPHI dan RHOB yang menunjukan perbedaan pada tiap litologi, dan mengkalibrasikannya dengan data cutting hasil pemboran. Pada tahap ini penulis tidak melakukan interpretasi litologi melainkan memakai interpretasi litologi yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, yakni analisis petrofisika yang dilakukan oleh petrophysicist dari TOTAL E&P Indonesie. Analisis ini berupa analisis sand quality, sehingga penulis dapat mengetahui jenis litologi dari data log iqual. Menurut peneliti terdahulu, hasil dari log iqual ini dapat juga digunakan untuk memprediksi kemungkinan posisi proximal atau distal dari suatu fasies pengendapan.
48
2. Interpretasi Pola Log Kurva Sumur, dan Tujuan utama
interpretasi pola kurva log
sumur adalah
mempersiapkan kumpulan data well-log untuk penentuan marker maximum flooding surface dan interpretasi lingkungan pengendapan atau fasies. Dalam interpretasi ini harus yang harus ditandai pada log adalah: 1. Baseline, 2. trend lines, 3. shape, 4. abrupt breaks, dan 5. anomali.
3.3.2.2 Analisis Stratigrafi Analisis stratigrafi menggunakan data well-logs ini terdiri dari beberapa tahapan, antara lain: 1. Penentuan Marker, Pada tahap ini dilakukan penentuan marker sikuen stratigrafi berupa posisi permukaan stratigrafi melalui pendekatan konsep siklus delta (Allen&Marcier, 1988). Adapun penentuan posisi marker bidang stratigrafi ini adalah sebagai berikut: a) Progradation surface (PS) Progradation surface (PS), adalah bagian paling bawah dari diskontinuitas di dalam suatu siklus delta yang membentuk bagian dasar dari sikuen delta yang regresi, sebagai contoh permukaan
49
delta yang berprogradasi. Ketidakselarasan ini membentuk bagian dasar dari sikuen regresi dengan pola mengkasar ke bagian atas dan dibagian atasnya dilapisi oleh endapan transgresi yang menutupi episode delta sebelumnya. b) Emergence Surface (ES) Suatu delta yang berprogradasi dan mengisi kolom air, suatu sikuen pendangkalan ke bagian atas yang berkembang secara cepat mencapai muka air laut. Emergensi dari delta ditandai oleh permukaan bagian daratan atau sekitar daerah pasang surut yang tersusun dari serpih organik atau akar tanaman paku dari dataran banjir,
batubara,
maupun
endapan
beriklim
agak
kering.
Permukaan ini dikenal sebagai permukaan emergensi, yang menutupi bagian puncak dari progradasi delta dan menandai bagian batas atas dari sedimentasi yang diperoleh dari muka air laut. Diskontinuitas ini umumnya dapat dilihat pada log dan membentuk sebuah marker kronostratigrafi sangat baik untuk daerah setempat untuk penampang stratigrafi sejak pengendapan itu terbentuk yang secara prakteknya adalah permukaan dataran. Akumulasi berikutnya dari sedimen di atas permukaan emergensi akan diperlukan untuk subsiden atau kenaikan muka air laut untuk lebih mengakomodasi volume sedimen. Jika subsiden atau kenaikan muka air laut naik secara perlahan menjaga dan disetimbangkan oleh cukup input, dapat mengakumulasi endapan
50
fluvial di atas permukaan emergensi, yang kemudian dicirikan dengan transisi diantara progradasi delta, dan agradasi vertikal delta plain dan sistim fluvial. c) Flooding Surface (FS) Flooding surface adalah permukaan yang menandai akhir dari fasa aktif progradasi delta dan dapat terjadi dimanapun diantara siklus delta. Jika delta dibanjiri sebelum terjadi emergensi, permukaan banjir akan menutupi permukaan progradasi, dan progradasi sikuen delta akan tidak lengkap dan mengurangi permukaan emergensi. Jika delta sebelumnya dapat terbangun ke muka air laut saat terjadi transgresi, maka permukaan banjir akan menutupi permukaan emergensi. Jika tidak ada akumulasi endapan fluvial atau delta plain di atas permukaan emergensi, permukaan banjir ini akan sesegera menutupi diatas permukaan emergensi.
Sebelum
menentukan
marker
posisi
permukaan
stratigrafi
diperlukan adanya penentuan tipe log, yaitu data sumur yang memiliki suksesi vertikal paling lengkap mulai dari bagian paling bawah hingga bagian paling atas, dan juga memiliki data yang lengkap. Lalu dilakukan penentuan marker kronostratigrafi dari hasil analisis data core yang terdapat dibeberapa sumur digunakan untuk menjadi kerangka dalam penentuan
marker
permukaan
stratigrafi
sehingga
didapatkan
51
kemungkinan – kemungkinan posisi marker permukaan stratigrafi agar marker yang ditentukan ini memiliki tingkat keyakinan yang tinggi. Penentuan marker log dilakukan pada sumur yang menjadi tipe log terlebih dahulu dan dilanjutkan di sumur lain, dengan mendahulukan sumur yang memiliki data core terlebih dahulu.
EMERSION SURFACE
DELTA PLAIN
V
V
V
V
V DELTA FRONT
20-70 m
PRODELTA
PROGRADATION SURFACE
GR
CNL
DENS
FACIES
BATHYMETRY PRODELTA SHALE
+
PS
TRANSGRESSIVE SHALE & CARBONATE
FS ES
MOUTH BAR
PRODELTA SHALE
0 RE G RES S IV E
D E LTA IC C Y C L E
DISTRIB CHANNEL
10 20 30 m
PS
PS - Prograding surface FS - Flooding surface ES - Emersion surface
Gambar 3.2 Complete deltaic cycle (Allen & Mercier, 1988)
52
2. Korelasi Sumur, Prinsip dasar korelasi adalah penentuan korelasi satuan stratigrafi dan struktur yang mempunyai kesamaan waktu (Tearpock Bischke, 1991). Sehingga dasar yang digunakan dalam korelasi stratigrafi dalam penelitian ini adalah penentuan marker atau lapisan penciri yang tepat. Marker terbaik untuk korelasi antar satuan stratigrafi di lingkungan delta adalah diskontinuitas stratigrafi permukaan,
yaitu: Progradation Surface,
Emergence Surface, dan Transgressive Surface (Allen&Marcier, 1988). Oleh karena itu, marker yang digunakan dalam penelitian ini adalah maximum flooding surface dalam suatu deltaic cycle yang dibatasi pada bagian bawah dan atasnya oleh maximum flooding surface atau flooding surface. Suatu deltaic cycle yang lengkap menggambarkan pengendapan delta yang merupakan satu unit sikuen pengendapan delta (Gambar 3.2) yang tersusun dari runtunan prodelta di bagian paling bawah, kemudian diikuti dibagian atasnya oleh delta front hingga delta plain. Korelasi marker ini kemudian juga dijadikan dasar untuk menentukan batas atas dan batas bawah permukaan (top and bottom horizon).
3.3.2.3 Interpretasi Lingkungan Pengendapan Setelah dilakukan interpretasi log facies, penentuan marker maximum flooding surface dan korelasi sumur, dilakukan interpretasi lingkungan
53
pengendapan pada setiap interval. Interval interpretasi pada penelitian ini merupakan satu siklus delta yang dibatasi oleh maximum flooding surface. Pada tahap ini dilakukan analisis atau interpretasi lingkungan pengendapan pada tiap interval marker yang ditentukan. Interpretasi lingkungan pengendapan dilakukan
dengan
menggunakan
pendekatan
elektrofasies
yaitu
dengan
memperhatikan pola log shape dari log kurva yang dapat mengindikasikan beberapa
interpretasi
lingkungan
pengendapan,
dikarenakan
interpretasi
lingkungan pengendapan berdasarkan pola log mempunyai beragam interpretasi, diperlukan integrasi dari data core untuk memperoleh suatu interpretasi lingkungan pengendapan yang signifikan, lalu dengan memperhatikan asosiasi fasies yang didapat dari log litologi yang diintergrasi dengan deskripsi cutting untuk lebih mengkerucutkan interpretasi lingkungan pengendapan.
3.3.2.4 Pembuatan Peta Bawah Permukaan 3.3.2.4.1 Peta NTG – Limit Coal Peta net to gross (NTG), yaitu peta yang menggambarkan perbandingan antara jumlah ketebalan batupasir (Net Sand) dan total ketebalan (Gross) pada suatu sikuen. Perbandingan ini dibuat untuk menggambarkan pola penyebaran batupasir di setiap interval dan menjelaskan hubungan antar interval. Peta net to gross ini digunakan sebagai acuan untuk mengetahui perkiraan letak dari batas sub-lingkungan pengendapan di daerah penelitian. Sedangkan peta limit coal adalah peta yang menggambarkan ketebalan total batubara dan serpih organik di setiap interval pada masing-masing sumur. Peta
54
limit coal dibuat dengan cara menghitung ketebalan seluruh tubuh batubara (coal bodies) dan serpih organik (organic shale) dari suatu sumur pada setiap layer dalam satuan meter (m). Kemudian di-plot ke dalam peta, pembuatan peta ini dilakukan secara manual. Pembuatan peta NTG beserta limit coal ini dilakukan dengan menggunakan software Petrel 2010.
3.3.3 Tahap Pembahasan dan Penyusunan Laporan Tahap ini merupakan tahap akhir dari seluruh proses penelitian. Pembahasan dilakukan bersamaan dengan tahap pengolahan data dilanjutkan dengan penulisan dan penyusunan laporan hasil penelitian. Hasil penelitian dan pembahasan ini meliputi: analisis sedimentologi, analisis stratigrafi, interpretasi lingkungan pengendapan pada masing-masing setiap layer (4d-0, 4c-1, 4c-0, 4b-1, 4b-0, 4a-1, dan 4a-0).
55
Studi Pustaka
DATA
CORE
WELL-LOG
Litofasies
Elektrofasies
Model Log Fasies
Marker dan Korelasi
Peta N/G – Limit Coal
Penentuan Lingkungan Pengendapan
Gambar 3.3 Diagram alir penelitian pada penentuan lingkungan pengendapan di daerah penelitian