BAB III METODE PENCIPTAAN
A. Implementasi Teoritik 1. Tematik Awan merupakan mahakarya Tuhan yang memiliki keindahan dalam setiap bentuk-bentuknya. Awan terbentuk bukan langsung jadi melainkan dimulai dari sebuah proses yaitu dari yang belum berbentuk sampai menjadi macam-macam bentuk. Hasil pengamatan penciptaan karya ini menunjukkan bahwa fenomena alam nyata seperti halnya awan merupakan sesuatu yang mengandung misteri. Misteri dalam artian ketika kita menyimak dan mengamati pergerakan awan, menimbulkan banyak tafsir atau pertanyaan. Awan memiliki karakter seperti kekuatan, kelemahan, keselarasan, keserasian dan kelembutan yang disebabkan oleh fenomena alam. Awan tersebut mengandung komposisi, kontras, cahaya, warna, dan irama. Melihat dan mengamati keindahan pemandangan langit yang berubah-ubah setiap saat merupakan anugerah yang bisa dinikmati sebagai wisata mata yang akan menciptakan ketentraman hati bagi yang memandangnya. Awan putih, langit biru, sinar matahari senja, awan hitam merupakan komposisi nan cantik. Seperti halnya cerita dari Agung Webe tentang keindahan dan kebebasan awan. “.....Dalam kilatan guntur itu saya melihat gumpalan awan hitam. Gumpalan itu tetap terlihat indah dalam gelapnya malam. Ia kembali menyapa saya. Dalam gelap itu ia mengajak saya untuk menari.
28
29
“mengapa menari dalam gelap?” tanya saya. Awan itu tertawa dan tetap menari dalam gelap. Saat itu saya baru sadar bahwa awan sedang mengajarkan tentang sebuah persepsi kepada saya. Baginya, entah itu hitam atau terang, malam atau siang, ia tetap bergulung-gulung indah. Ia tetap menari diiringi angin untuk merayakan kebebasan. Karena bagi awan, jelek dan baik itu hanyalah sebuah persepsi....” (Agung Webe, 2009 :103). Dari gagasan tersebut muncullah ide kreatif yang dapat mendasari sebuah penciptaan karya keramik. Karakter dan bentuk awan yang selalu berubah – ubah membawa imaji sendiri bagi penulis dan hal inilah yang menjadi sumber ide dalam penciptaan karya keramik. Dan kemudian membawa penulis untuk mengaplikasikan karakter dan bentuk awan menjadi sebuah karya seni keramik dalam karya TA. Penulis ingin memvisualisasikan karakter bentuk awan yang mempunyai keindahan dan kebebasan karena disetiap karakter bentuk awan ada keindahan yang tersimpan yang selalu beubah-ubah dan tidak pernah kehabisan bentuk setiap detiknya. 2. Konsepsi Visualisasi ide gagasan penulis dalam karya keramik ini adalah dengan melakukan stilasi pada setiap karakter bentuk awan. Hal tersebut merupakan sebuah usaha penulis untuk mencapai bentuk keindahan dengan menggayakan setiap bentuk awan tanpa meninggalkan bentuk alamiahnya. Tujuan dari penggayaan tersebut untuk mendapatkan bentuk baru sesuai dengan imajinasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah karya keramik. Visualisasi bentuk pada karya ini merupakan sebuah proses bentuk berkarya dengan mengambil karakter bentuk awan. Dalam mewujudkan ide gagasan tersebut, penulis berusaha memvisualisasikan karakter bentuk awan
30
dengan bahan, teknik, ketrampilan, kreativitas, dan kemampuan dalam membentuk sebuah karya keramik. Awal dari perwujudan bentuk berasal dari pengamatan karakter bentuk awan. Hal tersebut yang menjadi sumber penulis untuk mengekspresikan hasil pengamatan menjadi sebuah karya seni keramik. Karakter bentuk awan sangat beragam, pada dasarnya awan selalu berupa bentuk gumpalan – gumpalan yang menyerupai kapas, serta ketika dilihat mempunyai kesan lembut. Ada juga awan yang berbentuk seperti wajah orang, binatang, gelombang lautan, kendaraan, ledakan bom dan sebagainya. Bentuk-bentuk ini sudah mewakili dari setiap karya yang ingin dibuat. Konsep bentuk yang akan dituangkan pada karya keramik yang diciptakan penulis berupa lengkungan dan bulatan yang membentuk sebuah bentuk yang mewakili karakter awan. Bentuk, warna serta karakter yang muncul pada karya bukanlah bentuk natural dari karakter bentuk awan, melainkan suatu daya imajinasi pengamatan dan pemikiran yang berkembang sehingga tercipta bentuk yang dapat mewakili imajinasi penulis. .
B. Imlementasi Visual 1. Media Bahan atau media untuk pembuatan keramik adalah tanah liat. Untuk mendapatkan kualitas tanah yang terbaik maka perlu diadakan uji coba terhadap tanah yang diinginkan yang dicampur dengan kaolin dan feldspar . Kualitas tanah dikatakan bagus ketika dalam proses pembuatan tanah liat memiliki plastisitas yang ketika dibentuk tidak mudah retak atau cepat kering, serta memiliki ketahanan tinggi dalam proses pembakaran baik pembakaran
31
biskuit mapun glasir. Untuk itu seniman selain dituntut mampu berkarya juga harus dituntut mampu menguasai pengetahuan tentang bahan, baik bahan tanah liat maupun bahan glasir. Untuk sementara bahan yang dianggap paling memenuhi standar pembuatan karya keramik adalah tanah dari Pacitan serta Sukabumi, karena tanah ini kandungan unsur alumina dan silica oxsida yang dapat memberikan ketahanan terhadap kejutan panas pada proses pembakaran serta dapat dibakar pada suhu tinggi. Untuk mendapatkan kualitas tanah yang mendekati tanah tersebut maka penulis pada tugas akhir ini menggunakan tanah dari daerah Kauman, Nganjuk, Jawa Timur untuk dicampur dengan kaolin dan feldspar . Proses pengambilan tanah tersebut tepatnya di dekat pinggir sungai dengan cara digali sekitar 50 cm. Alasan pengambilan tanah di daerah tersebut karena tanah tersebut memiliki warna merah kecoklatan mirip dengan tanah dari Pacitan. Setalah tanah didapatkan maka prses selanjutnya adalah melakukan uji coba dengan rumus triaksial blending. Uji coba ini dilakukan sebanyak 36 sampel dengan prosentase atau nilai yang berbeda beda dan dengan ukuran 4 x 12 cm, sehingga dapat diketahui formula nomor berapa yang layak dijadikan sebuah karya keramik.
32
Gambar. 6 Hasil Tes Fisis Tanah Sumber. (Dokumentasi Agung, 2016)
Bahan tanah liat adalah formula nomor 11 (lihat lampiran). Formula tersebut dipilih dengan bebagai alasan dan pertimbangan : a. Ketika proses pencampuran 3 bahan (tanah, kaolin, feldspar ), tanah liatnya memiliki plastisitas yang bagus, sehingga mudah untuk dibentuk. b. Ketika dalam proses cetak, tanah mudah dikeluarkan dari cetakan dan tidak retak c. Memiliki warna kemerah-merahan serta memiliki kepadatan yang sesuai setelah proses pembakaran, sehingga tanah liat ini sangat cocok digunakan sebagai bahan pembuatan karya keramik. d. Memiliki tingkat penyusutan dengan prosentase sekitar 20% dan tanah sudah setting pada minggu ke-2, yang artinya air dalam sampel tersebut cepat hilangnya. e. Tahan dibakar pada suhu 800-900°C, yang artinya sudah memenuhi standart bahan pembuatan karya keramik.
33
f. Memiliki porositas, yaitu ketika sampel sudah dibakar dan dimasukkan ke dalam air, sampel tersebut tidak banyak menyerap air. Untuk mendapakan kualitas keramik yang maksimal maka diperlukan bahan lain untuk menambah kualitas dari keramik tersebut. Bahan yang digunakan adalah dengan menggunakan pewarnaan glasir dan oksidasi. Untuk mendapatkan warna yang diinginkan maka perlu adanya kecermatan dari seniman untuk menformulasikan bahan – bahan yang tersedia. Untuk mendapatkan kematangan glasir dan oksidasi maka suhu tungku harus sampai mennyentuh angka >1000°C. Campuran yang digunakan pada proses pembakaran glasir ini menggunakan Plumbun Oksida (PbO) yang bertujuan untuk menurunkan titik kematangan glasir. Sedangkan untuk menghasilkan warna, pada glasir harus dicampurkan oksida. Bahan yang digunakan dalam proses pengglasiran adalah Formula
A
B
C
D
E
F
PbO
4
5
7
8
6
9
Kaolin
2
3
2
1
3
6
Al2O3
2
2
1
1
2
3
Kuarsa
2
-
-
-
-
-
CuO2
2,5
-
-
-
2,5
-
TiO2
-
4
-
-
-
-
MnO2
-
-
-
-
-
-
FeO2
-
-
0,6
1,4
-
0,6
Gambar.7 Tabel Perbandingan Bahan Glasir Sumber. (Dokumentasi Agung, 2016)
34
Penulis menggunakan formula B pada tabel tersebut karena memliki warna yang cocok untuk karya, untuk perbandingannnya sebagai berikut:
5
Load Manie
:2000 x 100 = 0,25
Kaolin
:2000 x 100 = 0,15
Felspard
:2000 x 100 = 0,1
Tin Oxside
:2000 x 100 = 0,2
3
2
4
Jumlah
= 0, 7 gr
+
Kemudian hasil yang diperoleh dari formula B diperbanyak untuk proses pengglasiran karya
Load Manie
: 0,25 x 2.500 = 625
Kaolin
: 0,15 x 2.500 = 375
Felspard
: 0,1 x 2.500 = 250
Tin Oxside
: 0,2 x 2.500 = 325
+ Jumlah
= 1,575 kg
Berbeda dengan glasir, pewarnaan oksidasi hanya mencampur 2 bahan yaitu Plumbun Oksida (PbO) dan salah satu bahan oksidasi. Formula A: Plumbun Oksida 1000g x 10% Copper Okside Formula B: Plumbun Oksida 1000g x 10% Cobalt Formula C: Plumbun Oksida 1000g X 10% Manganese diokside 10
1000g x 100 x 1000g = 1.100g = 1,1 kg Setelah semua bahan sudah terhitung dengan benar maka selanjutnya bahan masuk kedalam ballmill dan diberi air secukupnya kemudian masuk ke
35
dalam proses
penggilingan. Proses
penggilingan dimaksudkan untuk
mencampur bahan semua bahan sehingga bisa tercampur dengan rata. Lamanya proses penggilingan kurang lebih 1 – 2 jam.
Gambar.8 Proses Penggilingan Campuran Glasir Sumber. (Dokumentasi Agung, 2016)
Setelah di giling kemudian bahan disaring kedalam bak atau ember. Karya yang sebelumnya sudah dibersihkan kemudian disemprot atau dituangi dengan bahan glasir dan oksida tersebut. Setelah melalui proses pembakaran pada suhu >1000ᵒC maka diperoleh warna pada formula glasir yaitu coklat, sedangkan pada proses oksidasi diperoleh warna dengan formula A yaitu coklat doff, formula B yaitu hitam doff, formula C yaitu coklat kehijau – hujauan.
36
Gambar.9 Proses Pemberian Warna Glasir Sumber. (Dokumentasi Agung, 2016)
2. Proses Ada beberapa proses tahapan pembentukan karya keramik antara lain: a. Pengolahan bahan Bahan utama pembuatan tanah liat ini menggunakan tanah dari Nganjuk, Jawa Timur yang kemudian dicampur dengan kaolin dan feldspar serta air secukupnya yang selanjutnya digiling selama kurang lebih 2 jam. Setelah proses penggilingan maka diperoleh campuran yang sangat cair, untuk mendapatkan tanah liat yang plastis maka perlu dituang pada gips, dan didiamkan selama kurang lebih 1 malam, gips
37
ini berguna untuk menyerap kelebihan air pada campuran tersebut sehingga yang tersisa hanya tanah liat yang plastis.
b. Pembentukan karya Proses pembentukan karya tugas akhir ini menggunakan teknik pich atau teknik pijat dan teknik slab. Teknik pijit dilakukan dengan menyusun beberapa tanah liat yang kemudian saling disusun menjadi bentuk yang diinginkan penulis, sedangkan teknik slab dilakukan dengan me-roll tanah sehingga berbentuk tipis. Alat dan bahan yang digunakan adalah kawat, butsir, roll kayu, spon, penggaris, meja putar, alat semprot air, dan air secukupnya. Pada proses pembentukan karya ini harus diperhatikan beberapa langkah supaya karya yang dibuat tidak retak pada proses pengeringan maupun pembakaran, antara lain karya harus benar-benar padat dan terbebas dari gelembung udara pada tanah liat. Selain itu jangan terlalu sering menyemprotkan air pada karya secara tidak merata, hal ini akan berakibat pengeringan yang tidak merata dan bisa jadi ketika proses pengeringan atau pembakaran, karya akan retak. c. Pembakaran Pembakaran merupakan bagian terakhir dari pembentukan karya keramik dari mentah menjadi matang. Proses pembakaran tugas akhir ini menggunakan tungku dengan bahan bakar utamanya gas. Proses kerja tungku tersebut adalah api yang keluar blower menyebar pada seluruh bagian, bagian yang paling pertama terkena panas adalah
38
bagian atas. Selanjutnya panas berbalik kebawah untuk kemudian memanasi bagian bawah dan setelah itu mengalir keluar melalui saluran tungku (kanal) dan melewati cerobong asap.
Gambar.10 Tungku Pembakaran Sumber. (Dokumentasi Agung, 2016)
Sebelum melakukan proses pembakaran perlu diperhatikan beberapa prosedur untuk menjaga keselamatan. Karya yang sudah dimasukkan kedalam tungku kemudian ditutup dengan rapat supaya panas di dalam tungku hanya keluar lewat cerobong asap. Kemudian blower dan selang pada gas dicek supaya tidak ada yang bocor. Setelah itu siapkan alat pengukur suhu. Pada proses pembakaran ini setiap 10 menit sekali harus selalu dicatat
kenaikan
temperaturnya.
Hal
ini
dimaksudkan
untuk
mengetahui selisih setiap 10 menitnya dan berguna untuk kapan waktunya menaikkan suhu atau pun menurunkannya.
39
ada 2 tahap pembakaran pada tugas akhir ini yaitu: 1. Pembakaran biskuit Pembakaran biskuit merupakan pembakaran dengan suhu kurang lebih 800ᵒC-900ᵒC, dimana karya tersebut menjadi keras kuat, tidak hancur oleh air dan juga dapat menghasilkan warna. Pada proses pembakaran biskuit ini harus diperhatikan beberapa tahap yaitu yang pertama adalah tahap pemanasan. Tahap pemanasan berguna untuk mngilangkan sisa air yang masih terdapat pada karya. Pada proses pemanasan ini harus diperhatikan luaran api, api tidak boleh langsung besar karena akan berakibat karya akan langsung pecah. Proses pemanasan sendiri mancapai 400ᵒC yang di capai sekitar 2-3 jam. Setelah mencapai suhu 400ᵒC ke atas maka keluaran api langsung dibuat paling besar sampai mencapai temperatur 800ᵒC yang kemudian ditahan sekitar 10 menit pada temperatur ini. 2. Pembakaran glasir Setelah pembakaran biskuit maka karya dibersihkan dengan kuas dan kemudian bisa langsung disemprot dengan pewarna glasir. Pembakaran glasir ini dicapai dengan suhu temperatur diatas 1000ᵒC.
40
Gambar.11 Suhu Pembakaran Glasir Sumber. (Dokumentasi Agung, 2016)
Seperti pembakaran biskuit sebelum mulai membakar harus dicek semua komponen pembakaran supaya aman. Tidak seperti pembakaran biskuit, pada pembakaran glasir, karya tidak boleh saling tempel karena akan berakibat akan saling merekat kuat dan susah dipisahkan serta bisa merusak karya. Pada pembakaran glasir ini tidak perlu ada tahap pemanasan, api langsung menggunakan luaran besar. Dan setiap 10 menit sekali temperatur gas juga harus selalu dicek supaya tahu kapan menaikkan suhu ataupun menurunkannya. Pada pembakaran tugas akhir ini dicapai pada temperatur 1080ᵒC yang kemudian ditahan selama 10 menit. 3. Penyajian Penyajian karya merupakan salah satu bagian terpenting dimana karya dapat dilihat oleh khalayak umum dan merupakan sarana
41
memamerkan atau mempertontonkan karya yang sudah jadi. Penyajian karya yang baik dapat memengaruhi nilai estetik tersendiri terhadap karya, dengan penyajian yang tepat maka karya dapat terlihat lebih indah dan mampu mempengaruhi penikmat seni. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyajian karya (display) adalah penataannya yang harus menyesuaikan ruang (space), tempat meletakkan karya, serta tambahan aksesoris lainnya. Perlu menjadi catatan bahwa
penambahan
aksesoris
pada
penyajian
karya
harus
diminimalisasikan karena jangan sampai aksesoris tersebut terlihat lebih menarik daripada karyanya. Penyajian karya dari penulis dibagi menjadi 2 kelompok. Bagian pertama berisikan karya yang digantung pada ruang display, karya tersebut di display dengan cara digantung karena menyesuaikan tema yaitu awan yang selalu berarak dan sangat indah ketika dilihat diatas langit. Penyajian karya kedua oleh penulis diletakkan pada box atau kotak dengan ukurannya yang berbeda. Penyajian karya yang diletakkan di box tersebut dimaksudkan bahwa tidak selamanya awan terlihat dari bawah saja, hal ini sesuai dengan pengalaman penulis yang melihat awan dari puncak gunung dan awan tersebut seperti terlihat dibawah mata pandang penulis.