BAB III LANDASAN TEORI 3.1
Automatic Weather Station (AWS) Badan
Meteorologi
Klimatologi
dan
Geofisika
(BMKG)
merupakan suatu badan yang mempunyai status sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan. BMKG mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara, dan Geofisika sesuai dengan ketentuan yang tertera pada Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2002. Undang-Undang No. 31 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2012 mengamanatkan agar BMKG melakukan pengelolaan data meteorologi, klimatologi, dan geofisika. Pada tiap-tiap zona tertentu, BMKG melakukan pemantauan terhadap semua fenomena alam dengan menggunakan alat-alat yang telah dikalibrasi sebelumnya di laboratorium kalibrasi BMKG. Alat-alat pemantau cuaca dan geofisika yang dimiliki BMKG memiliki dua tipe, yaitu manual dan digital. Untuk peralatan manual, petugas BMKG pada saat-saat tertentu setiap harinya melakukan pemeriksaan dan mencatat berapa nilai alat sensor, seperti sensor curah hujan, temperatur udara, kecepatan angin, kelembaban, dan sebagainya. Data yang telah dicatat dikumpulkan dan dikirimkan ke kantor BMKG pusat. Alat pemantau digital khususnya dibidang cuaca, merupakan kunci dari penyampaian informasi yang cepat dan akurat kepada pengguna, baik berupa peringatan terhadap bencana maupun
informasi dan data yang
bersifat rutin. AWS atau alat pemantau cuaca digital merupakan alat
10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
pemantau cuaca yang dilengkapi dengan berbagai sensor meteorologi dan peralatan komunikasi serta diciptakan untuk bekerja di lokasi manapun pada kondisi dimana tidak membutuhkan tenaga operator dan tidak bergantung pada sumber listrik perumahan. AWS didefinisikan sebagai “stasiun meteorologi di mana pengamatan dibuat dan dikirimkan secara otomatis” (World Meteorological Organization (WMO),1992a). Pada sebuah sistem AWS, hasil pengukuran dari instrumen dibaca dan diterima oleh unit data pusat. Data dari alat ukur dikumpulkan dan diproses secara lokal pada AWS atau di tempat lain, misalnya pada prosesor pusat jaringan (WMO, 1989a). AWS dapat dirancang menjadi sebuah konsep terpadu dari kombinasi perangkat pengukuran, penerima data, dan pengolah data unit. Sebagai contoh, sistem gabungan instrumen, interface, pengirim, dan pengolah data yang biasa disebut dengan Automated Weather Observing System (AWOS) atau Automated Surface Observing System (ASOS).
Gambar 3.1 Automatic Weather Station (AWS)
Tujuan
umum
penggunaan
sistem
AWS
adalah
untuk
meningkatkan nilai dan keandalan dalam sebuah pengamatan. Tujuan-tujuan yang lebih rinci antara lain adalah: -
Meningkatkan
keandalan
pengukuran
suatu
instrumen
dengan
menggunakan pengukuran secara digital serta menggunakan teknologi canggih dan modern.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
-
Memastikan homogenitas suatu jaringan dengan standarisasi teknik pengukuran.
-
Meningkatkan kepuasan dari suatu pengamatan baru dan
suatu
kebutuhan. -
Mengurangi tingkat kesalahan manusia.
-
Mengurangi biaya operasional dengan mengurangi jumlah pengamat.
-
Dapat melakukan pengukuran dan pelaporan data dengan frekuensi tinggi serta terus menerus.
Secara umum, sistem AWS diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: -
Real-time AWS, yaitu sebuah sistem AWS yang menyediakan data untuk pengguna pengamatan secara real-time, biasanya pada waktu yang telah diprogram, tetapi juga bisa digunakan dalan kondisi darurat atau atas permintaan dari pihak eksternal. Penggunaan real-time pada sistem AWS ini biasanya digunakan untuk peringatan penting seperti peringatan dini banjir, badai, pasang surut air laut, dan sebagainya.
-
Offline AWS, sebuah sistem dimana pencatatan data dilakukan pada perangkat penyimpanan data internal atau eksternal yang mungkin dikombinasikan dengan tampilan data aktual. Penggunaan sistem offline AWS ini biasanya digunakan pada stasiun klimatologi dan stasiun observasi sederhana. Sebuah AWS dapat terdiri dari AWOS terpadu atau satu set alat
ukur terpisah yang terhubung pada unit pengolah dan pengirim data. Bagian-bagian dari AWS secara garis besar adalah sebagai berikut: -
Untuk daerah pengamatan standar, sebaiknya tidak lebih kecil dari 25x25 m (WMO, 1989a). Serangkaian sensor otomatis diletakkan pada posisi yang direkomendasikan dan saling terhubung dengan satu atau lebih unit data menggunakan interface. Untuk AWOS, satu set sensor dipasang berdekatan secara gabungan, tidak mempengaruhi satu sama lain, dan langsung terhubung ke Central Processing Unit (CPU) menggunakan kabel terlindung, serat optik, atau link radio.
-
Sebuah CPU sebagai pengolah data sensor dan perangkat konversi ke dalam format yang dapat dibaca oleh komputer, pengolah data yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
tepat dengan cara sistem berbasis mikroprosesor sesuai dengan algoritma tertentu, penyimpan sementara proses data, dan pengirim informasi pada pengguna jarak jauh. -
Peralatan peripheral seperti power supply yang stabil untuk memberikan daya pada bermacam-macam bagian dari sistem, realtime clock, dan disertai alat uji untuk pengamatan terhadap status otomatis dari suatu sistem. Untuk aplikasi khusus, lokal terminal untuk entry manual dan mengedit data, monitor dan printer, atau perekam dapat ditambahkan pada sistem.
-
Sarana penunjang, seperti tiang, pagar, dan penangkal petir. Persyaratan untuk sensor yang digunakan pada AWS tidak sangat
berbeda dari sensor pada stasiun pengamatan manual. Karena pengukuran AWS dikendalikan jarak jauh (telemetry), sensor ini harus kuat, cukup bebas dalam hal perawatan dan seharusnya tidak memiliki bias yang intrinsic atau ketidakpastian dalam cara dimana mereka mengambil variabel sampel yang akan diukur. Sensor dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: -
Sensor analog, yaitu sensor yang umumnya meiliki nilai output sensor berupa
tegangan,
arus,
muatan,
resistansi,
atau
kapasitansi.
Pengkondisian sinyal mengkonversi sinyal-sinyal dasar menjadi sinyal tegangan. -
Sensor digital, yaitu sensor yang dengan output sinyal digital dengan informasi yang terkandung dalam bentuk bit atau kelompok bit, sensor dengan pulsa, atau dalam bentuk frekuensi.
-
“Intelligent” sensor/transduser, yaitu sensor yang sekaligus dilengkapi dengan mikroprosesor untuk penerimaan data dan pengolahan fungsi dasar untuk menyediakan output pada serial dalam bentuk digital atau paralel. Beberapa jenis sensor yang terdapat pada suatu sistem AWS adalah
sebagai berikut: -
Atmospheric Pressure (Sensor Tekanan Udara)
-
Temperature (Sensor Suhu)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
3.2
-
Humidity (Sensor Kelembaban Udara)
-
Wind Direction/Anemometer (Sensor Arah Angin)
-
Wind Speed (Sensor Kecepatan Angin)
-
Precipitation (Sensor Curah Hujan)
-
Radiation (Sensor Radiasi Matahari)
Curah Hujan Peranan air dalam kehidupan sangat besar. Kehidupan tidak mungkin berfungsi tanpa adanya cairan yang berupa air. Bagian besar bumi dan makhluk hidup juga terdiri atas air. Air yang berasal dari hujan adalah fenomena alam yang paling penting bagi terjadinya kehidupan di bumi. Butiran hujan selain membawa molekul air juga membawa banyak materi yang penting bagi kehidupan, seperti material pupuk yang lengkap bagi tumbuhan. Dengan adanya air hujan dapat diperkirakan kurang lebih 150 ton pupuk akan jatuh ke bumi setiap tahunnya. Berbagai sektor membutuhkan peran air dan curah hujan dalam menjalankan siklus kelangsungan hidupnya. Salah satu sektor kehidupan yang membutuhkan variabel curah hujan adalah sektor pertanian. Curah hujan memegang peranan dalam pertumbuhan dan produksi hasil pertanian. Air adalah faktor yang lebih penting dalam produksi tanaman jika dibandingkan dengan faktor iklim lainnya. Karena itulah, diperlukan sebuah informasi data akurat berapa banyak curah hujan yang terjadi pada suatu daerah. Berbagai aplikasi klimatologi dan hidrologi pada bidang pertanian, perkebunan, serta industri pertanian sangat bergantung pada hujan. Data curah hujan merupakan input utama untuk model simulasi aliran curah hujan (rainfall-runoff) untuk aplikasi klimatologi dan hidrologi pertanian. Hujan merupakan gejala meteorologi dan juga unsur klimatologi. Hujan adalah peristiwa jatuhnya air dalam bentuk cairan maupun padat yang dicurahkan atmosfer ke permukaan bumi. Hidrometer yang jatuh ke tanah disebut hujan sedangkan yang tidak sampai tanah disebut Virga (Tjasyono :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
2006). Garis pada peta yang berhubungan dari satu tempat ke tempat lainnya yang memiliki curah hujan sama disebut Isohvet. Hujan yang sampai ke permukaan tanah dapat diukur dengan jalan mengukur tinggi air hujan dengan berdasarkan volume air hujan per satuan luas. Hasil dari pengukuran tersebut dinamakan dengan curah hujan. Curah hujan merupakan salah satu unsur cuaca yang datanya diperoleh dengan cara mengukurnya menggunakan alat pengukur curah hujan, sehingga dapat diketahui jumlahnya dalam satuan millimeter (mm). Curah hujan 1 mm adalah jumlah air hujan yang jatuh di permukaan per satuan luas (m²) dengan catatan tidak ada yang menguap, meresap atau mengalir. Jadi, curah hujan sebesar 1 mm setara dengan 1 liter/m². Curah hujan dibatasi sebagai tinggi air hujan yang diterima di permukaan sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi, dan peresapan ke dalam tanah. Berdasarkan ukuran butiran, hujan dapat dibedakan menjadi: a. Hujan gerimis/drizzle, dengan diameter butiran kurang dari 0,5 mm. b. Hujan salju/snow, adalah kristal-kristal es yang temperatur udaranya berada di bawah titik beku (0° C). c. Hujan batu es, adalah curahan batu es yang turun di dalam cuaca panas awan yang temperaturnya berada di bawah titik beku (0° C). d. Hujan deras/rain, adalah curah hujan yang turun dari awan dengan nilai temperatur di atas titik beku berdiameter butiran ± 7 mm.
3.3
Penakar Curah Hujan (Rain Gauge) Hujan merupakan peristiwa jatuhnya air dalam bentuk cairan maupun padat yang dicurahkan atmosfer ke permukaan bumi. Alat untuk mengukur jumlah curah hujan yang turun ke permukaan tanah persatuan luas pada waktu tertentu, disebut Penakar Curah Hujan (Rain Gauge). Penakar curah hujan tersebut mengukur tinggi hujan seolah-olah air hujan yang jatuh ke tanah menumpuk ke atas merupakan kolom air. Air yang tertampung volumenya dibagi dengan luas corong penampung, hasilnya adalah tinggi atau tebal air hujan, satuan yang dipakai adalah mm. Secara umum alat penakar curah hujan terbagi dalam 3 jenis yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
1. Jenis penakar hujan biasa tipe Observatorium (Obs) atau konvensional. 2. Jenis penakar hujan mekanik recorder (Jenis Hellman). 3. Jenis penakar hujan otomatis/penakar hujan Tipping Bucket. Secara umum, pengukur curah hujan dibedakan menjadi dua, yaitu pengukur curah hujan manual dan pengukur curah hujan otomatis. Dengan menggunakan pengukur curah hujan yang bekerja secara manual, maka pengambilan data juga dilakukan secara manual. Data yang diperoleh merupakan kumpulan curah hujan selama selang waktu tertentu
dan
dilakukan secara terus menerus. Pengambilan data dengan cara manual menyebabkan tidak diketahuinya waktu terjadinya hujan pada suatu hari karena data yang didapat merupakan data rata-rata.
Gambar 3.2 Penakar curah hujan tipe Obs.
Beberapa jenis penakar curah hujan otomatis yang telah dikembangkan diantaranya adalah jenis weighing bucket, kapasitansi, Tipping Bucket (TB), float, optik, dan lain-lain. Namun jenis pengukur curah hujan model Tipping Bucket lebih sering digunakan untuk pengukuran curah hujan karena sederhana dan tahan lama, dapat dipasang di daerah terpencil, dapat dihubungkan dengan berbagai alat pemantau dan pencatat data, serta harganya relatif murah. Lembaga seperti Badan Meteorologi dan Geofisika Amerika, Survei Geologi Amerika, Dinas Kehutanan Amerika, dan lembaga-lembaga lain di dunia menggunakan pengukur curah hujan model Tipping Bucket untuk pengukuran curah hujan berbasis darat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Gambar 3.3 Penakar hujan model Tipping Bucket
Pada pengukur curah hujan otomatis tipe Tipping Bucket, antara nilai resolusi curah hujan bucket satu dengan bucket yang lain berbeda, serta luas permukaan corong yang dimiliki juga beragam, tergantung dari merk pembuatnya. Nilai-nilai tersebut seperti 0.1 mm, 0.2 mm, 0.5 mm dan lain-lain. Misalkan untuk nilai 0.1 mm, nilai tersebut berarti setiap kali bucket melakukan satu kali ayunan, besar nilainya adalah 0.1 mm tebal hujan. Prinsip penakar hujan menggunakan Tipping Bucket adalah air hujan ditampung pada bejana yang berayun. Bila air mengisi bejana penampung yang setara dengan nilai resolusi, maka bejana akan berayun pada sisi lainnya dan air akan dikeluarkan. Terdapat dua buah bejana yang saling bergantian menampung air hujan. Tiap gerakan bejana berayun secara mekanis tercatat pada pias atau menggerakkan counter (penghitung). Jumlah hitungan counter dikalikan dengan nilai resolusi yang sesuai dengan sensor Tipping Bucket adalah tinggi hujan yang terjadi. Curah hujan yang nilainya di bawah nilai tebal hujan tidak akan tercatat pada counter. Pengukur curah hujan tipe Tipping Bucket ini memanfaatkan sensor reed switch untuk memberikan masukan pada mikrokontroler yaitu berupa perubahan tahanan ketika bejana berayun. Pengukur curah hujan tipe Tipping Bucket atau yang biasa disebut dengan Tipping Bucket Rain Gauge (TBRG) produk keluaran Casella CEL merupakan sensor curah hujan dengan tipe transduser yang handal dan kuat, dirancang sebagai sensor yang dapat berdiri sendiri (stand alone) untuk operasi sistem logging yang sudah ada, seperti Casella CEL Automatic
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
Weather Station. Body dan corong sensor terbuat dari paduan alumunium dengan cincin septum yang akurat pada sisi atas. Mekanisme Tipping Bucket tersebut dipasang pada bagian dasar di dalam body campuran alumunium serta menjadi satu dengan waterpass yang digunakan untuk memudahkan mencari posisi yang benar. TBRG dapat diaplikasikan pada berbagai bidang, diantaranya adalah sebagai berikut: •
Hidrologi
•
Pemantauan curah hujan
•
Distribusi dan intesitas curah hujan
•
Remote Monitoring
•
Pembelajaran Ekologi
•
Agrikultur
•
Pembelajaran Klimatologi
Gambar 3.4 Bagian-bagian Tipping Bucket Casella
Bagian-bagian dari Tipping Bucket adalah: •
Tipping mechanism, berfungsi sebagai penghitung counter pada setiap gerakan berayun pada saat terjadi hujan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
•
Spirit gauge, berfungsi sebagai waterpass display sensor Tipping Bucket.
•
Connection block, berfungsi sebagai penghubung antara kabel dan sensor.
•
Level adjuster, berfungsi sebagai pengatur posisi Tipping Bucket.
•
Mounting brackets, berfungsi sebagai pengunci antara sensor dengan dudukan sensor. Fitur sensor curah hujan Tipping Bucket produk Casella CEL
adalah sebagai berikut: •
Mekanisme yang digunakan adalah mekanisme bejana berayun
•
Luas daerah penampung adalah 200cm²
•
Resolusi ukur sebesar 0.2 mm tebal hujan
•
Besar akurasi 1% (26 mm/jm)
•
Terdapat sekrup integral leveling dan bulls eye level Tipping Bucket harus diposisikan secara horizontal setidaknya dua
kali ukuran ketinggian obstruksi dari stasiun cuaca tripod. Ini adalah metode yang terbukti baik dari suatu pemantauan curah hujan menggunakan divided bucket assembly yang dipasang pada suatu poros. Bejana yang dirakit disesuaikan pada ujung dan akan berayun pada sisi lainnya setiap kali sejumlah air dengan ukuran 0.2 mm ketebalan hujan terpenuhi. Oleh karena itu, setiap kali bejana berayun, sinyal yang proporsional tepatnya 0.2 mm tebal hujan akan dikirim ke data logger. Spesifikasi Sensor Tipping Bucket Transducer
: Magnet/Reed switch
Aperture
: 200 cm²
Resolution
: 0.2 mm
Accuracy
: ± 1% at 26 mm/hr
Capacity
: Unlimited
Operating Temp : 1°C to 85°C Supply Voltage : 7 - 20 V DC Weight
: 3.2 kilogram (kg)
Output
: Contact closure
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Cable
: 5 m cable supplied
Konfigurasi Channel Sensor Tipping Bucket Deskripsi
: Rainfall
Satuan
: mm
Jenis
: Counter
Informasi
: Penghitungan pulsa reset pada saat tengah malam
Format Tampilan
: ###.#
Polinomial
: 0, 0.2
Enable
: Yes
Logged
: Yes
Batas Minimal
: 0.0
Batas Maksimal
: 100.0
http://digilib.mercubuana.ac.id/