BAB III LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Pada dasarnya setiap struktur perkerasan jalan akan mengalami proses pengrusakan secara progresif sejak jalan pertama kali dibuka untuk lalu lintas. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan suatu metode untuk menentukan kondisi jalan agar dapat disusun program pemeliharaan jalan yang akan dilakukan. Secara garis besar kerusakan jalan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kerusakan struktural, mencakup kegagalan perkerasan atau kerusakan dari satu atau lebih komponen perkerasan yang mengakibatkan perkerasan tidak dapat lagi menanggung beban lalu lintas dan kerusakan fungsional yang mengakibatkan keamanan dan kenyamanan pengguna jalan menjadi terganggu sehingga biaya operasi kendaraan semakin meningkat. Jenis-jenis kerusakan struktural terdiri atas retak, perubahan bentuk, cacat permukaan, pengausan, kegemukan, dan penurunan pada bekas penanaman utilitas. Sedangkan jenis kerusakan fungsional sendiri biasanya meliputi ketidakrataan permukaan (roughness) dan lendutan.
B. Jenis-jenis Kerusakan Perkerasan Jalan Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No. 03/MN/B/1983 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dapat dibedakan menjadi 19 kerusakan, yaitu sebagai berikut : 1. Retak kulit buaya (alligator cracking) Retak kulit buaya adalah serangkaian retak memanjang paralel yang membentuk banyak sisi menyerupai kulit buaya. Lebar celah retak ≥ 3 mm dan saling merangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya atau kawat untuk kandang ayam. Umumnya daerah dimana terjadi retak kuliat buaya itu tidak cukup luas. Jika daerah terjadi retak kulit buaya cukup luas, mungkin hal ini disebabkan oleh repetisi beban lalu 17
18
lintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut.
Kemungkinan penyebab : 1. Bahan perkerasan/ kualitas material kurang baik. 2. Pelapukan permukaan. 3. Air tanah pada badan perkerasan jalan 4. Tanah dasar/ lapisan dibawah permukaan kurang stabil.
Akibat lanjutan : 1. Kerusakan setempat/ menyeluruh pada perkerasan. 2. Berkembang menjadi lubang akibat dari pelepasan butir-butir. Untuk pemeliharaan dapat digunakan lapis burda, burtu, ataupun lataston. Jika celah ≤ 3 mm, sebaiknya bagian perkerasan yang telah mengalami retak kulit buaya akibat rembesan air kelapis pondasi dan tanah dasar diperbaiki dengan cara dibongkar dan dibuang bagian-bagian yang basah,
kemudian
setelah
itu
dilapis
kembali
dengan
bahan
yang
sesuai. Perbaikan harus disertai dengan perbaikan drainase disekitarnya. Kerusakan yang disebabkan oleh beban lalulintas harus diperbaiki dengan memberi lapisan tambahan.
Grafik 3.1 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak kulit buaya Sumber : ASTM Internasional, 2007
19
Tabel 3.1 Tingkat Kerusakan Retak Kulit Buaya Tingkat Kerusakan
Keterangan
L
Halus, retak rambut/halus memanjang sejajar satu dengan yang lain, dengan atau tanpa berhubungan satu sama lain. Retakan tidak mengalami gompal*.
M
Retak kulit buaya ringan terus berkembang ke dalam pola atau jaringan retakan yang diikuti dengan gompal ringan.
Jaringan dan pola retak telah berlanjut, sehingga pecahanpecahan dapat diketahui dengan mudah, dan terjadi H gompal di pinggir. Beberapa pecahan mengalami rocking akibat beban lalu lintas. *Retak gompal adalah pecahan material di sepanjang sisi retakan. Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
Gambar 3.1 Retak kulit buaya Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983 2. Kegemukan (bleeding) Kegemukan adalah hasil dari aspal pengikat yang berlebihan, yang bermigrasi ke atas permukaan perkerasan. Kelebihan kadar aspal atau terlalu rendahnya kadar udara dalam campuran, dapat mengakibatkan kegemukan. Kemungkinan penyebab : 1. Penggunaan aspal yang tidak merata atau berlebihan. 2. Tidak menggunakan binder aspal yang sesuai. 3. Akibat dari naik atau keluarnya aspal dari lapisan bawah yang mengalami kelebihan aspal.
20
Grafik 3.2. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan kegemukan Sumber : ASTM Internasional, 2007 Tabel 3.2 Tingkat Kerusakan Kegemukan Tingkat
Keterangan
Kerusakan
Kegemukan terjadi hanya pada derajat rendah, dan L
Nampak hanya beberapa hari dalam setahun. Aspal tidak melekat pada sepatu atau roda kendaraan. Kegemukan telah mengakibatkan aspal melekat pada
M
sepatu atau roda kendaraan, paling tidak beberapa minggu dalam setahun. Kegemukan telah begitu nyata dan banyak aspal melekat
H
pada sepatu dan roda kendaraan, paling tidak lebih dari beberapa minggu dalam setahun.
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
Gambar 3.2 Kegemukan Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983
21
3. Retak block (block cracking) Retak blok ini berbentuk blok-blok besar yang saling bersambungan dengan bentuk menyerupai persegi empat. Retak ini umumnya terjadi pada lapisan tambahan (overlay), dengan ukuran sisi blok 0,3 sampai 3 m dan dapat membentuk sudut atau pojok yang tajam. Kemungkinan penyebab : 1. Perambatan retak susut yang terjadi pada lapisan perkersan di bawahnya. 2. Retak pada lapis perkerasan yang lama tidak ditangani dengan benar sebelum pekerjaan lapis tambahan (overlay) dilakukan. 3. Perbedaan penurunan dari timbunan atau potongan badan jalan dengan setruktur perkersan. 4. Perubahan volume pada tanah dasar dan pada lapis pondasinya. 5. Adanya akar pohon atau bahan yang mengganjal di bawah lapis perkerasan.
Grafik 3.3 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak blok Sumber : ASTM Internasional, 2007 Tabel 3.3 Tingkat Kerusakan Retak Block Tingkat Kerusakan
Keterangan
L
Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan rendah.
M
Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan sedang.
H
Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan tinggi.
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
22
Gambar 3.3 Retak block Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983 4. Tonjolan dan lengkungan atau cekungan (bump and sage) Tonjolan adalah gerakan atau perpindahan ke atas, bersifat lokal dan kecil dari permukaan perkerasan aspal yang disebabkan perkerasan tidak setabil. Tonjolan dan lengkungan atau cekungan dapat juga disebabkan oleh bebrapa faktor. Kemungkinan penyebab, yaitu : 1. Lapisan aspal yang bergelombang. 2. Tonjolan yang terdapat dibawah PCC slab pada lapisan AC. 3. Perkerasan yang keluar menonjol ke atas pada material disertai retakan dan di tambah dengan beban lalulintas yang melewatinya (kadang-kadang disebut tenda). 4. Longsoran kebawah atau retak pada material yang dapat membentuk cekungan. Longsor kecil dan retak kebawah atau pemindahan pada lapis perkerasan akan membentuk cekungan. Sehingga jika Longsor terjadi pada area yang lebih luas dan disertai dengan banyaknya cekungan dan cembungan pada permukaan perkerasan hal tersebut biasa disebut dengan gelombang.
Grafik 3.4 Deduct value tonjolan dan lengkungan/cekungan Sumber : ASTM Internasional, 2007
23
Tabel 3.4. Tingkat Kerusakan Tonjolan dan Lengkungan/Cekungan Tingkat
Keterangan
Kerusakan
Cekungan dengan lembah yang kecil mengakibatkan
L
sedikit gangguan kenyamanan kendaraan. Cekungan dengan lembah yang kecil di sertai retak
M
mengakibatkan agak banyak mengganggu kenyamanan kendaraan. Cekungan dengan lembah yang agak dalam disertai retakan
H
mengakibatkan banyak gangguan kenyamanan kendaraan.
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
Gambar 3.4 Tonjolan dan lengkungan Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983 5. Keriting (corrugation) Keriting atau bergelombang adalah kerusakan akibat terjadinya deformasi plastis yang menghasilkan gelombang-gelombang melintang atau tegak lurus arah perkerasan. Kemungkinan penyebab : 1. Rendahnya stabilitas campuran yang dapat berasal dari terlalu tingginya kadar aspal. 2. Banyak menggunakan agregat halus, agregat bulat dan licin. 3. Aspal yang dipakai mempunyai penetrasi yang tinggi. 4. Lalu lintas dibukia sebelum perkerasan mantap.
24
Grafik 3.5 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan keriting Sumber : ASTM Internasional, 2007 Tabel 3.5 Tingkat Kerusakan Keriting Tingkat Kerusakan
L
M
H
Keterangan
Keriting mengakibatkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan.
Keriting
mengakibatkan
agak
banyak
mengganggu
kenyamanan kendaraan.
Keriting mengakibatkan banyak gangguan kenyamanan kendaraan.
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
Gambar 3.5 Keriting Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983
25
6. Amblas (depressions) Amblas adalah penurunan perkerasan yang terjadi pada area terbatas yang mungkin dapat diikuti dengan retakan.
Kedalaman kerusakan ini
umumnya lebih dari 2 cm dan akan menampung atau meresapkan air. Kemungkinan penyebab : 1. Beban kendaraan yang terlalu besar, sehingga kekuatan setruktur bagian bawah perkerasan jalan itu sendiri tidak mampu memikulnya. 2. Penurunan bagian perkerasan dikarenakan oleh turunnya tanah dasar. 3. Pelaksanaan pemadatan tanah yang kurang baik.
Grafik 3.6 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan amblas Sumber : ASTM Internasional, 2007 Tabel 3.6 Tingkat Kerusakan Amblas Tingkat Kerusakan
Keterangan
L
Kedalaman maksimum amblas 13-25 mm (1/2 – 1 inci).
M
Kedalaman maksimum amblas 25-50 mm (1 – 2 inci).
H
Kedalaman maksimum amblas > 50 mm ( 2 inci).
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
26
Gambar 3.6 Amblas Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983 7. Retak tepi (edge cracking) Retak tepi biasanya terjadi sejajar dengan tepi perkerasan dan berjarak sekitar 0,3-0,5 m dari tepi luar. Ini bisa disebabkan oleh beban lalulintas atau cuaca yang memperlemah pondasi atas maupun pondasi bawah yang dekat dengan pinggir perkerasan. Diantra area retak tepi perkerassan kadang juga disebabkan oleh kondisi tingkat kualitas tanah yang lunak dan kadang mengakibatkan pondasi jadi bergeser. Kemungkinan penyebab : 1. Bahan dibawah retak pinggir kurang baik atau perubahan volume akibat jenis sekspansif clay pada tanah dasar . 2. Sokongan bahu samping kurang baik. 3. Drainase kurang baik. 4. Akar tanaman yang tumbuh ditepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak tepi.
Grafik 3.7 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak tepi Sumber : ASTM Internasional, 2007
27
Table 3.7 Tingkat Kerusakan Retak Tepi Tingkat
Keterangan
Kerusakan
L
M
H
Retak sedikit sampai sedang dengan tanpa pecahan atau butiran lepas. Retak sedang dengan beberapa pecahan dan butiran lepas. Banyak pecahan atau butiran lepas di sepanjang tepi perkerasan.
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
Gambar 3.7 Retak tepi Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983 8. Retak refleksi sambungan (joint reflection cracking) Kerusakan ini umumnya terjadi pada permukaan perkerasan aspal yang telah dihamparkan di atas perkerasan beton semen portland. Retak terjadi pada lapis tambahan (overlay) aspal yang mencerminkan pola retak dalam perkerasan beton lama yang berbeda di bawahnya. Pola retak dapat kearah memanjang, melintang, diagonal, atau membentuk balok. Kemungkinan penyebab : 1. Gerakan vertikal atau horizontal pada lapisan bawah, lapisan tambahan yang timbul akibat exspansi dan kontraksi pada saat terjadi berubahan temperature atau kadar air. 2. Hilangnya kadar air dalam tanah dasar yang kadar lempungnya tinggi. 3. Gerakan pada tanah pondasi.
28
Grafik 3.8 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan Retak refleksi sambungan Sumber : ASTM Internasional, 2007 Tabel 3.8 Tingkat Kerusakan Retak Refleksi Sambungan Tingkat Kerusakan
Keterangan
L
Retak dengan lebar 10 mm
M
Retak dengan lebar 10 mm - 76 mm
H
Retak dengan lebar > 76 mm
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
Gambar 3.9 Retak refleksi sambungan Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983
29
9. Penurunan bahu jalan (shoulder drop off) Bentuk kerusakan ini terjadi akibat terdapatnya perbedaan ketinggian atau elevasi antara permukaan perkerasan dengan permukaan bahu atau tanah sekitarnya, dimana permukaan bahu lebih renadah terhadap permukaan perkerasan. Kemungkinan penyebab : 1. Lebar perkerasan yang kurang. 2. Material bahu yang mengalami erosi atau peggerusan. 3. Dilakukan pelapisan lapisan perkerasan, namun tidak dilaksanakan pembentukan bahu.
Grafik 3.9 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan penurunan bahu jalan Sumber : ASTM Internasional, 2007 Tabel 3.9 Tingkat Kerusakan Penurunan Bahu Jalan Tingkat
Keterangan
Kerusakan
L
M
H
Rentang elevasi antara tepi jalan dan bahu > 25 mm (1 inci) dan < 50 mm (2 inci) Rentang elevasi antara tepi jalan dan bahu > 50 mm (2 inci) dan < 100 mm (4 inci) Rentang elevasi antara tepi jalan dan bahu > 100 mm (4 inci)
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
30
Gambar 3.9 Penurunan bahu jalan Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983 10. Retak memanjang atau melintang (longitudinal/transverse cracking) Jenis kerusakan ini terdiri dari macam kerusakan sesuai dengan namanya yaitu, retak memanjang dan melintang pada perkerasan. Retak ini terjadi berjajar yang terdiri dari beberapa celah. Retak berbentuk memanjang pada perkerasan jalan, dapat terjadi dalam bentuk tunggal atau berderet yang sejajar dan kadang-kadang sedikit bercabang. Retak melintang merupakan retak tunggal (tidak bersambungan satu sama lain) yang melintang perkerasan. Kemungkinan penyebab : 1. Lemahnya sambungan perkerasan. 2. Perambatan dari retak penyusutkan lapisan perkerasan dibawahnya. 3. Bahan pada pinggir perkerasan kurang baik atau terjadi perubahan volume akibat pemuaian lempung pada tanah dasar. 4. Sokongan atau material bahu samping kurang baik.
Grafik 3.10 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak memanjang/melintang Sumber : ASTM Internasional, 2007
31
Tabel 3.10 Retak Memanjang atau Melintang Tingkat
Keterangan
Kerusakan Satu dari kondisi berikut yang terjadi : L
1. Retak tak terisi, lebar < 10 mm (3/8 inci). 2. Retak terisi sembarang lebar (pengsi kondisi bagus). Satu dari kondisi berikut yang terjadi : 1. Retak tak terisi, lebar ≥ 10 mm (3/8 inci) dan ≤ 75 mm (3 inci).
M
2. Retak tak terisi, sembarang lebar sampai 75 mm (3 inci) dikelilingi retak acak ringan. 3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak acak ringan. Satu dari kondisi berikut yang terjadi : 1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi oleh
H
retak acak, kerusakan sedang atau tinggi. 2. Retak tak terisi > 75 mm (3 inci). 3. Retak sembarang lebar, dengan beberapa inci di sekitar retakan, pecah.
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
Gambar 3.10 Retak memanjang/melintang Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983 11. Tambalan dan galian utilitas (patching and utility cut patching) Tambalan adalah suatu bidang pada perkerasan dengan tujuan untuk mengembalikan perkerasan yang rusak dengan material yang baru untuk memperbaiki perkerasan yang ada. Tambalan adalah pertimbangan kerusakan
32
diganti dengan bahan yang baru dan lebih bagus untuk perbaikan dari perkerasan sebelumnya. Tambalan dilaksanakan pada seluruh atau beberapa keadaan yang rusak pada badan jalan tersebut. Kemungkinan penyebab : 1. Perbaikan akibat dari kerusakan permukaan perkerasaan. 2. Penggalian atau pemasangan saluran (pipa, kabel, dll).
Grafik 3.11 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan tambalan dan galian utilitas Sumber : ASTM Internasional, 2007 Tabel 3.11 Tingkat Kerusakan Tambalan dan Galian Utilitas Tingkat Kerusakan
Keterangan Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan.
L
Kenyamanan kendaraan dinilai terganggu sedikit atau lebih baik. Luas 10 sqr ft (0,9 m2).
M
H
Tambalan sedikit rusak dan atau kenyamanan kendaraan agak terganggu. Luas 15 sqr ft (1,35 m2). Tambalan sangat rusak dan atau kenyamanan kendaraan sangat terganggu. Luas 25 sqr ft (2,32 m2).
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
33
Gambar 3.11 Tambalan Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983 12. Pengausan Agregat (polished aggregate) Pengausan adalah licinnya bagian perkerasan, akibat ausnya agregat di permukaan jalan. Kerusakan ini disebabkan oleh penerapan lalu lintas yang berulan-gulang dimana agregat pada perkerasan menjadi licin dan perekatan dengan permukaan roda pada tekstur perkerasan yang mendistribusikannya tidak sempurna. Pada pengurangan kecepatan roda atau gaya pengereman, jumlah pelepasan butiran dimana pemeriksaan masih menyatakan agregat itu dapat dipertahankan kekuatan dibawah aspal, permukaan agregat yang licin. Kerusakaan ini dapat diindikasikan dimana pada nomor skid resistence test adalah rendah. Kemungkinan penyebab : 1. Agregat tidak tahan aus terhadap roda kendaraan. 2. Bentuk agregat yang digunakan memang sudah bulat dan licin (bukan dari hasil mesin pemecah batu).
Grafik 3.12 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan pengausan Sumber : ASTM Internasional, 2007
34
Tabel 3.12 Tingkat Kerusakan Pengausan Agregat Tingkat
Keterangan
Kerusakan L
Agregat masih menunjukan kekuatan.
M
Agregat sedikit mempunyai kekuatan.
H
Pengausan tanpa menunjukan kekuatan.
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
Gambar 3.12 Pengausan Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983 13. Lubang (potholes) Lubang adalah lekukan permukaan perkerasan akibat hilangnya lapisan aus dan material lapis pondasi. Kerusakan berbentuk lubang kecil biasanya berdiameter kurang dari 0,9 m dan berbentuk mangkuk yang dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan permukaan lainnya. Lubang biasanya terjadi akibat galian utilitas atau tambalan di area perkerasan yang telah ada. Kemungkinan penyebab : 1. Campurran material lapis permukaan yang jelek, seperti : a. Kadar aspal yang rendah, sehingga film aspal titis dan mudah lepas. b. Agregat kotor, sehingga ikatan antara aspal dan agregat tidak maksimal. c. Temperatuar campuran tidak memenuhi standar persyaratan.
35
2. Lapisan permukaan tipis, sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat pengaruh cuaca. 3. Sistem drainase yang jelek, sehingga air banyak yang meresap dan menggumpal dalam lapis perkerasan. 4. Retak-retak yang terjadi tidak segera untuk diperbaiki, sehingga air meresap dan mengakibatkan lubang-lubang kecil yang lama kelamaan dapat menjadi membesar.
Grafik 3.13 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan lubang Sumber : ASTM Internasional, 2007 Table 3.13 Tingkat Kerusakan Lubang Tingkat Kerusakan
Keterangan
L
Kedalaman 0,5 – 1 inci (12,5 mm – 25,4 mm)
M
Kedalaman 1 – 2 inci (25,4 mm – 50,8 mm)
H Kedalaman >2 inci (>50,8 mm) Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
Gambar 3.13 Lubang Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983
36
14. Persilangan jalan rel (railroad crossing) Jalan rel atau persilangan rel dan jalan raya, kerusakan pada perpotongan rel adalah penurunan atau benjol sekeliling atau diantara rel yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik bahan. Tidak bisanya menyatu antara rel dengan lapisan perkerasan dan juga bisa disebabkan oleh lalu lintas yang melintasi antara rel dan perkerasan. Kemungkinan penyebab : 1. Amblasnya perkerasan, sehingga timbul beda elevasi antara permukaan perkerasan dengan permukaan rel. 2. Pelaksanaan pekerjaan yang buruk. 3. Pemasangan rel yang buruk. Tabel 3.14 Tingkat Kerusakan Persilangan Jalan Rel Tingkat
Keterangan
Kerusakan Persilangan jalan rel menyebabkan sedikit gangguan L
kenyamanan kendaraan. Kedalaman 0,25 inch – 0,5 inch (6 mm-13 mm). Persilangan jalan rel menyebabkan cukup gangguan
M
kenyamanan kendaraan. Kedalaman 0,5 inch – 1 inch (13 mm-25 mm).
H
Persilangan jalan rel menyebabkan gangguan besar pada kenyamanan kendaraan. Kedalaman > 1 inch (> 25 mm).
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
Grafik 3.14 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan pada perlintasan kereta Sumber : ASTM Internasional, 2007
37
Gambar 3.14 Persilangan jalan rel Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983 15. Alur (rutting) Alur adalah deformasi permukaan perkerasan aspal dalam bentuk turunnya perkerasan ke arah memanjang pada lintasan roda kendaraan. Alur dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan, mengurangi kenyamanan, dan akhirnya dapat timbul retakretak. Kemungkinan penyebab : 1. Lapis perkerasan yang kurang padat. 2. Terjadinya penambahan pemadatan akibat repetisi beban lalulintas pada lintasan roda. 3. Campuran aspal dengan setabilitas yang rendah juga dapat menimbulkan efek deformasi plastis.
Grafik 3.15 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan alur Sumber : ASTM Internasional, 2007
38
Tabel 3.15 Tingkat Kerusakan Alur Tingkat Kerusakan L
Keterangan Kedalaman alur rata-rata 6-13 mm (1/4-1/2 inci).
M Kedalaman alur rata-rata > 13 mm – 25 mm (1/2-1 inci). H Kedalaman alur rata-rata > 25 mm (1 inci). Sumber : Shahin (1994)/Harsyatmo.H.C (2007)
Gambar 2.15 Alur Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983 16. Sungkur (shoving) Sungkur adalah perpindahan permanen secara lokal dan memanjang dari permukaan perkerasan yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Kemungkinan penyebab : 1. Rendahnya stabilitas campuran yang dapat berasal dari terlalu tingginya kadar aspal. 2. Banyak menggunakan agregat halus, agregat bulat dan licin. 3. Aspal yang dipakai mempunyai penetrasi yang tinggi. 4. Lalu lintas dibukia sebelum perkerasan mantap.
Grafik 3.16 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan sungkur Sumber : ASTM Internasional, 2007
39
Tabel 3.16 Tingkat Kerusakan Sungkur Tingkat
Keterangan
Kerusakan L
Sungkur menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan.
M
Sungkur menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan.
H
Sungkur menyebabkan gangguan besar pada kenyamanan kendaraan.
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
Gambar 3.16 Sungkur Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983 17. Retak selip (slippage cracking) Retak selip adalah retak yang berbentuk bulan sabit atau setengah bulan yang diakibatkan oleh lapisan perkerasan terdorong atau meluncur merusak bentuk lapisan perkerasan. Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh kekuatan dan pencampuran lapisan perkerasan yang rendah dan jelek. Kemungkinan penyebab : 1. Kurang baiknya ikatan antar lapisan permukaan dengan lapisan dibawahnya. 2. Terlalu banyaknya agregat halus dalam campuran lapisa permukaan. 3. Kurang baiknya pemadatan pada lapis permukaan. 4. Penggunaan lapis perekat yang kuranng.
40
Grafik 3.17. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak selip Sumber : ASTM Internasional, 2007 Tabel 2.17 Tingkat Kerusakan Retak Selip Tingkat
Keterangan
Kerusakan L
Lebar retak rata-rata < 10 mm (3/8 inci). Satu dari kondisi berikut yang terjadi : 1. Lebar retak rata-rata > 10 mm (3/8 inci) dan < 40 mm (1
M
½ inci). 2. Area di sekitar retakan pecah, ke dalam pecahan-pecahan terikat. Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
H
1. Lebar retak rata-rata > 40 mm (1 ½ inci). 2. Area di sekitar retakan pecah ke dalam pecahan-pecahan mudah terbongkar
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
Gambar 3.17 Retak selip Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983
41
18. Pengembangan/mengembang jembul (swell) Pengembangan adalah gerakan tanah ke atas dari perkerasan akibat pengembangan (pembekuan air) dari tanah dasar atau dari bagian struktur perkerasan. Tonjolannya keluar sepanjang lapisan perkerasaan yang berangsur-angsur mengombak kira-kira panjangnya 10 m (10 kaki). Tabel 3.18 Tingkat Kerusakan Pengembangan Tingkat
Keterangan
Kerusakan
Pengembangan menyebabkan sedikit gangguan L
kenyamanan kendaraan. Kerusakan ini sulit dilihat, tapi dapat dideteksi dengan berkendaraan cepat. Gerakan ke atas terjadi bila ada pengembangan.
M
H
Pengembangan menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan.
Pengembangan menyebabkan gangguan besar pada kenyamanan kendaraan.
Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
Grafik 3.18 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan pengembangan Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994
42
Gambar 3.18 Pengembangan Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983 19. Pelepasan butir (weathering and raveling) Pelepasan butir disebabkan lapisan perkerasan yang kehilangan aspal atau tar pengikat dan tercabutnya partikel-partikel agregat. Kerusakan ini menunjukan salah satu pada aspal pengikat tidak kuat untuk menahan gaya dorong roda kendaraan atau presentasi kualitas campuran jelek. Hal ini dapat disebabkan oleh tipe lalu lintas tertentu, melemahnya aspal pengikat lapisan perkerasan dan tercabutnya agregat yang sudah lemah karena terkena tumpahan minyak bahan bakar. Kemungkinan penyebab : 1. Campurran material lapis permukaan yang jelek, seperti : a. Kadar aspal yang rendah, sehingga film aspal titis dan mudah lepas. b. Agregat kotor, sehingga ikatan antara aspal dan agregat tidak maksimal. c. Temperatuar campuran tidak memenuhi standar persyaratan. 2. Lapisan permukaan tipis, sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat pengaruh cuaca. 3. Sistem drainase yang jelek, sehingga air banyak yang meresap dan menggumpal dalam lapis perkerasan. 4. Retak-retak yang terjadi tidak segera untuk diperbaiki, sehingga air meresap dan mengakibatkan lubang-lubang kecil yang lama kelamaan dapat menjadi membesar.
43
Tabel 3.19 Tingkat Kerusakan Pelapukan dan Pelepasan Butir Tingkat
Keterangan
Kerusakan Agregat atau bahan pengikat mulai lepas. Di beberapa L
tempat, permukaan mulai berlubang. Jika ada tumpahan oli, genangan oli dapat terlihat, tapi permukaannya keras, tak dapat ditembus mata uang logam. Agregat atau bahan pengikat telah lepas. Tekstur
M*
permukaan agak kasar dan berlubang. Jika ada tumpahan oli permukaannya lunak, dan dapat ditembus mata uang logam. Agregat atau pengikat telah banyak lepas. Tekstur permukaan sangat kasar dan mengakibatkan banyak lubang. Diameter luasan lubang < 10 mm (4 inci) dan
H*
kedalaman 13 mm (1/2 inci). Luas lubang lebih besar dari ukuran ini, dihitung sebagai kerusakan lubang (pothole). Jika ada tumpahan oli permukaannya lunak, pengikat aspal telah hilang ikatannya sehingga agregat menjadi longgar.
*Bila lokal, yaitu akibat tumpahan oli, maka ditambal secara parsial. Sumber : Shahin (1994)/Hardyatmo.H.C (2007)
Grafik 3.19 Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan pelapukan dan pelepasan butir Sumber : ASTM Internasional, 2007
44
Gambar 3.19 Pelapukan dan pelepasan butir Sumber : Bina Marga No. 03/MN/B/1983
C. Metode Pavement Condition Index (PCI) Kelebihan yang terpenting dalam sistem manajemen perkerasan adalah kemampuannya baik dalam menetapkan kondisi eksisting dari suatu ruas jalan maupun dalam memprediksi kondisi di masa yang akan datang. Untuk memprediksi kondisi yang akan datang sistem perangkingan berulang untuk mengidentifikasi kondisi perkerasan harus digunakan. Nilai perangkingan ini dikenal dengan Pavement Condition Index (PCI) yang dikembangkan oleh US Army Corps of Engineers. Pavement Condition Index (PCI) adalah system penilaian kondisi perkeresan jalan berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi, dan dapat di gunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan jalan. Nilai PCI ini mempunyai rentang 0 (nol) – 100 (seratus) dengan kriteria sempurna (excellen), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor), dan gagal (failed). 1. Tingkat kerusakan (Severity level) Severity level adalah tingkat kerusakan pada tiap-tiap jenis kerusakan. Tingkat kerusakan yang digunakan dalam perhitungan PCI adalah low severity level (L), medium severity level (M) dan high severity level (H). Untuk jenis kerusakan pengausan (polished aggregate), tidak ada definisi derajat kerusakan. Tetapi derajat kelicinan harus tampak signifikan sebelum dinilai sebagai kerusakan.
45
2. Density (kadar kerusakan) Density atau kadar kerusakan adalah persentase luasan dari suatu jenis kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur dalam meter persegi atau meter panjang. Nilai density suatu jenis kerusakan dibedakan juga berdasarkan tingkat kerusakannya. Rumus mencari nilai density : Density = Untuk
×100 % atau Density =
jenis
Density =
kerusakan
lubang,
×100 % …………………………..(3.1) density
dihitung
dengan
rumus
:
× 100 % ……………………………………………………...(3.2)
dengan : Ad : luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2) As : luas total unit segmen (m2) Ld : panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m) n
: jumlah lubang untuk tiap tingkat kerusakan
3. Deduct value (nilai pengurangan) Deduct value adalah nilai pengurangan untuk tiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan antara density dan deduct value. Deduct value juga dibedakan atas tingkat kerusakan untuk tiap-tiap jenis kerusakan. 4. Total deduct value (TDV) Total deduct value adalah nilai total dari individual deduct value untuk tiap jenis kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu unit penelitian. 5. Nilai alowable maximum deduct value (m) Sebelum ditentukan nilai TDV dan CDV nilai deduct value perlu di cek apakah nilai deduct value individual dapat digunakan dalam perhitungan selanjutnya atau tidak dengan melakukan perhitungan nilai alowable maximum deduct value (m). M = 1+ 9/98 (100 – HDVi)………………………………………………...(3.3) dengan : m
: nilai koreksi untuk deduct value
HDVi
: nilai terbesar deduct value dalam satu sampel unit
6. Corrected deduct value (CDV)
46
Corrected deduct value (CDV) diperoleh dari kurva hubungan antara nilai TDV dengan nilai CDV dengan pemilihan lengkung kurva sesuai dengan jumlah nilai individual deduct value yang mempunyai nilai lebih besar dari 5 (dua) yang disebut juga dengan nilai (q). Menurut (Shahin, 1994) sebelum ditentukan nilai CDV harus ditentukan terlebih dahulu nilai CDV maksimum yang telah terkoreksi dapat diperoleh dari hasil pendekatan deduct value dari yang terkecil nilainya dijadikan = 5 sehingga nilai q akan berkurang sampai diperoleh nilai q= 1 setelah itu nilai deduct value di totalkan (TDV) kemudian hubungkan TDV dengan nilai q.
Sumber : ASTM Internasional, 2007 Grafik 3.20 Hubungan CDV dan TDV untuk perkerasan lentur Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai PCI untuk tiap unit dapat diketahui dengan rumus : PCI(s) = 100 – CDV……………………………………………………….(3.4) dengan : PCI(s)
: nilai PCI untuk tiap unit
CDV
: nilai CDV untuk tiap unit
Untuk nilai PCI secara keseluruhan : PCI = dengan :
………………………………………………………………..(3.5)
47
PCI
: nilai PCI perkerasan keseluruhan
∑PCI(s)
: nilai PCI untuk tiap unit
N
: jumlah unit
Dari nilai PCI untuk masing-masing unit penelitian dapat diketahui kualitas lapis perkerasan unit segmen berdasarkan kondisi tertentu yaitu sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor) dan gagal (failed). Tingkat PCI dituliskan dalam tingkat 0 – 100. Menurut Shahin (1994) kondisi perkerasan jalan dibagi dalam beberapa tingkat seperti berikut : 1. Sempurna (Exellent) Apabila nila PCI dalam satu sample area mencapai angka 85 – 100. 2. Sangat Baik (Very Good) Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 70–85. 3. Baik (Good) Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 55–70. 4. Cukup (Fair) Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 40–55. 5. Jelek (Poor) Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 25–40. 6. Sangat Jelek (Very Poor) Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 10–25. 7. Gagal (Failed) Apabila nilai PCI dalam satu sample area mencapai angka 0–10.
D. KECEPATAN KENDARAAN Kecepatan adalah rata-rata jarak yang dapat ditempuh suatu kendaraan pada suatu ruas jalan dalam satu satuan waktu tertentu (Hobbs,1995). Kecepatan dari suatu kendaraan dipengaruhi oleh faktor-faktor manusia, kendaraan dan prasarana, serta dipengaruhi pula oleh arus lalu lintas, kondisi cuaca dan lingkungan alam sekitarnya. Dengan didapatnya waktu perjalanan dan jarak perjalanan maka kecepatan perjalanan dan kecepatan bergerak akan didapat. Sehingga, dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut: S = ……………………………………………………………………………(3.6)
48
Dimana : S = Kecepatan (km/jam, m/det) d = Jarak yang ditempuh kendaraan (km, m) t = Waktu tempuh kendaraan (jam,detik) Menurut Km 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, Kecepatan adalah kemampuan untuk menempuh jarak tertentu dalam satuan waktu, dinyatakan dalam kilometer/jam. Kecepatan dapat diukur sebagai : 1. Kecepatan Titik (Spot Speed) Kecepatan titik adalah, kecepatan kendaraan sesaat pada waktu kendaraan tersebut melintas suatu titik tetap tertentu di jalan. 2. Kecepatan Perjalanan (Journey Speed) Kecepatan perjalanan adalah, kecepatan rata rata kendaraan efektif antara dua titik tertentu di suatu perjalanan, yang dapat ditentukan dari jarak perjalanan dibagi dengan total waktu perjalanan. 3. Kecepatan Gerak (Running Speed/Operating Speed) Kecepatan rata-rata kendaraan untuk melintas suatu jarak tertentu (waktu hambatan tidak dihitung). 4. Kecepatan Rencana (Design Speed) Kecepatan kendaraan yang digunakan sebagai acuan dalam perencanaan jalan yang ditentukan secara langsung berdasarkan klasifikasi/tipe jalan dan standar desain geometrik. 5. Kecepatan Arus Bebas Kecepatan kendaraan pada saat tidak terhalang sama sekali oleh kendaraan lain.