BAB III LANDASAN TEORI
A. Falling Weight Deflectometer (FWD) Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan Pd. T-05-2005-B, tebal lapis tambah (overlay) merupakan lapis perkerasan tambahan yang dipasang di atas konstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan struktur perkerasan yang ada agar dapat melayani lalu lintas yang direncanakan selama kurun waktu yang akan datang. Falling Weight Deflectometer (FWD) merupakan peralatan uji lapangan untuk perkerasan jalan yang telah lama digunakan di berbagai negara, alat untuk mengukur lendutan langsung perkerasan yang menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan.
Gambar 3.1 Rangkaian alat Falling Weight Deflectometer (FWD) Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005
12
13
Gambar 3.2 Alat Falling Weight Deflectometer (FWD) Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005 B. Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Pd T-05-2005-B 1. Analisa Lalu Lintas a. Jumlah Lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan, yang menampung lalu-lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan Lebar Perkerasan (L)
Jumlah Lajur
L < 4,50 m
1
4,50 m ≤ L < 8,00 m
2
8,00 m ≤ L < 11,25 m
3
11,25 m ≤ L < 15,00 m
4
15,00 m ≤ L < 18,75 m
5
18,75 m ≤ L < 22,50 m
6
Sumber : Bina Marga, 2005 (Pd T-05-2005-B)
14
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana ditentukan Tabel 3.2. Tabel 3.2 Koefisien distribusi kendaraan (C) Jumlah Lajur
Kendaraan ringan*
Kendaraan berat**
1 arah
2 arah
1 arah
2 arah
1
1,00
1,00
1,00
1,00
2
0,60
0,50
0,70
0,50
3
0,40
0,40
0,50
0,475
4
-
0,30
-
0,45
5
-
0,25
-
0,425
6
-
0,20
-
0,40
Sumber : Bina Marga, 2005 (Pd T-05-2005-B) Keterangan: *) Mobil Penumpang **) Truk dan Bus
b. Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E) Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut persamaan 3.1, 3.2, 3.3 dan 3.4 atau Tabel 3.3 Angka ekivalen STRT = [
] .......................... (3.1)
Angka ekivalen STRG = [
] .......................... (3.2)
Angka ekivalen SDRG = [
] .......................... (3.3)
Angka ekivalen STrRG= [
] .......................... (3.4)
15
Tabel 3.3 Ekivalen beban sumbu kendaraan (E) Beban sumbu
Ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
(ton)
STRT
STRG
SDRG
STrRG
1
0,00118
0,00023
0,00003
0,00001
2
0,01882
0,00361
0,00045
0,00014
3
0,09526
0,01827
0,00226
0,00070
4
0,30107
0,05774
0,00714
0,00221
5
0,73503
0,14097
0,01743
0,00539
6
1,52416
0,29231
0,03615
0,01118
7
2,82369
0,54154
0,06698
0,02072
8
4,81709
0,92385
0,11426
0,03535
9
7,71605
1,47982
0,18302
0,05662
10
11,76048
2,25548
0,27895
0,08630
11
17,21852
3,30225
0,40841
0,12635
12
24,38653
4,67697
0,57843
0,17895
13
33,58910
6,44188
0,79671
0,24648
14
45,17905
8,66466
1,07161
0,33153
15
59,53742
11,41838
1,41218
0,43690
16
77,07347
14,78153
1,82813
0,56558
17
98,22469
18,83801
2,32982
0,72079
18
123,45679
23,67715
2,92830
0,90595
19
153,26372
29,39367
3,63530
1,12468
20
188,16764
36,08771
4,46320
1,38081
Sumber : Bina Marga, 2005 (Pd T-05-2005-B) c. Faktor Umur Rencana Dan Perkembangan Lalu Lintas Faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalu lintas ditentukan menurut persamaan 3.5 atau Tabel 3.4
N=
[
]........................... (3.5)
16
Tabel 3.4 Faktor hubungan antara umur rencana dengan perkembangan lalu lintas (N) r(%)
2
4
5
6
8
10
1
1,01
1,02
1,03
1,03
1,04
1,05
2
2,04
2,08
2,10
2,12
2,16
2,21
3
3,09
3,18
3,23
3,28
3,38
3,48
4
4,16
4,33
4,42
4,51
4,69
4,87
5
5,26
5,52
5,66
5,81
6,10
6,41
6
6,37
6,77
6,97
7,18
7,63
8,10
7
7,51
8,06
8,35
8,65
9,28
9,96
8
8,67
9,40
9,79
10,19
11,06
12,01
9
9,85
10,79
11,30
11,84
12,99
14,26
10
11,06
12,25
12,89
13,58
15,07
16,73
11
12,29
13,76
14,56
15,42
17,31
19,46
12
13,55
15,33
16,32
17,38
19,74
22,45
13
14,83
16,96
18,16
19,45
22,36
25,75
14
16,13
18,66
20,09
21,65
25,18
29,37
15
17,47
20,42
22,12
23,97
28,24
33,36
20
24,54
30,37
33,89
37,89
47,59
60,14
25
32,35
42,48
48,92
56,51
76,03
103,26
30
40,97
57,21
68,10
81,43
117,81
172,72
n (tahun)
Sumber : Bina Marga, 2005 (Pd T-05-2005-B)
d. Akumulasi Ekivalen Beban Sumbu Standar (CESA) Dalam menentukan akumulasi beban sumbu lalu lintas (CESA) selama umur rencana ditenrukan dengan persamaan 3.6. CESA = ∑
.................. (3.6)
dengan pengertian : CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar m
= jumlah masing-masing jenis kendaraan
365
= jumlah hari dalam satu tahun
17
E
= ekivalen beban sumbu (Tabel 3.3)
C
= koefisien distribusi kendaraan (Tabel 3.2)
N
= Faktor hubungan umur rencana yang sudah disesuaikan dengan perkembangan lalu lintas (Tabel 3.4)
2. Analisa Lendutan a. Lendutan dengan Falling Weight Deflectometer Lendutan yang digunakan dalam lendutan pada pusat beban (df1). Nilai lendutan ini harus dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim) dan koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat sebesar 4,08 ton). Besarnya lendutan langsung adalah sesuai persamaan 3.1 berikut : dL
= df1
Ft
Ca
FKB-FWD ........................................... (3.7)
dengan pengertian : dL
= lendutan langsung (mm)
df1
= lendutan langsung pada pusat beban (mm)
Ft
= faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 35°C, yaitu sesuai persamaan 3.8, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm dan persamaan 3.9, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm atau menggunakan Tabel 3.5 atau Gambar 3.3 (kurva A untuk HL ˂ 10cm dan Kurva B untuk HL = 4,184 = 14,785
10 cm).
TL-0,4025, untuk HL ˂ 10cm ........................... (3.8) TL-0,7573, untuk HL
10 cm ........................ (3.9)
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung dilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara yaitu: TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) ................................................(3.10) Tp = temperatur permukaan lapis beraspal Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari tabel 3.7
18
Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari tabel 3.7 Ca
= faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim) = 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau muka air tanah rendah = 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau muka air tanah tinggi
FKB-FWD
= faktor koreksi beban uji Fallig weigh Deflectometer (FWD) = 4,08
(Beban Uji dalam ton)(-1) ............................. (3.11)
Gambar 3.3 Faktor koreksi lendutan terhadap temperatur standar (Ft) Catatan: Kurva A adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL) kurang dari 10 cm. Kurva B adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL) minimum 10 cm
19 Tabel 3.5 Temperatur tengah (Tt) dan bawah ( Tb) lapis beraspal berdasarkan data temperatur udara (Tu) dan temperatur permukaan (Tp) Tu +Tp (°C) 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85
Temperatur (°C) 2,5 cm
5,0 cm
10 cm
15 cm
20 cm
30 cm
26,8 27,4 28 28,6 29,2 29,8 30,4 30,9 31,5 32,1 32,7 33,3 33,9 34,5 35,1 35,7 36,3 36,9 37,5 38,1 38,7 39,3 39,9 40,5 41,1 41,7 42,2 42,8 43,4 44 44,6 45,2 45,8 46,4 47 47,6 48,2 48,8 49,4 50 50,6
25,6 26,2 26,7 27,3 27,8 28,4 28,9 29,5 30 30,6 31,2 31,7 32,3 32,8 33,4 33,9 34,5 35,1 35,6 36,2 36,7 37,3 37,8 38,4 39 39,5 40,1 40,6 41,2 41,7 42,3 42,9 43,4 44 44,5 45,1 45,6 46,2 46,8 47,3 47,9
22,8 23,3 23,8 24,3 24,7 25,2 25,7 26,2 26,7 27,1 27,6 28,1 28,6 29,1 29,6 30 30,5 31 31,5 32 32,5 32,9 33,4 33,9 34,4 34,9 35,4 35,8 36,3 36,8 37,3 37,8 38,3 38,7 39,2 39,7 40,2 40,7 41,2 41,6 42,1
21,9 22,4 22,9 23,4 23,8 24,3 24,8 25,3 25,7 26,2 26,7 27,2 27,6 28,1 28,6 29,1 29,5 30 30,5 31 31,4 31,9 32,4 32,9 33,3 33,8 34,3 34,8 35,2 35,7 36,2 36,7 37,1 37,6 38,1 38,6 39 39,5 40 40,5 40,9
20,8 21,3 21,7 22,2 22,7 23,1 23,6 24 24,5 25 25,4 25,9 26,3 26,8 27,2 27,7 28,2 28,6 29,1 29,5 30 30,5 30,9 31,4 31,8 32,2 32,7 33,2 33,7 34,1 34,6 35 35,5 36 36,4 36,9 37,3 37,8 38,3 38,7 39,2
20,1 20,6 21 21,5 21,9 22,4 22,8 23,3 23,7 24,2 24,6 25,1 25,5 26 26,4 26,9 27,3 27,8 28,2 28,7 29,1 29,6 30 30,5 30,9 31,4 31,8 32,3 32,8 33,2 33,7 34,1 34,6 35 35,5 35,9 36,4 36,8 37,3 37,7 38,2
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005
20
b. Keseragaman Lendutan Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik pengujian
atau
berdasarkan
panjang
segmen
(saksi).
Untuk
menentukan faktor keseragaman lendutan adalah dengan menggunakan persamaan 3.12 sebagai berikut: FK =
100% < FK ijin ....................................................... (3.12)
dengan pengertian: FK
= faktor keseragaman
FK ijin = faktor keseragaman yang diijinkan = 0% - 10% ; keseragaman sangat baik = 11% - 20% ; keseragaman baik = 21% - 30% ; keseragaman cukup baik dR
= lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan ∑
s
= deviasi standar = simpangan baku =√
d
......................................... ................................... (3.13)
(∑
) (∑
)
...................................................... (3.14)
= nilai lendutan balik (dB) atau lendutan langsung (dL) tiap titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan
ns
= jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan.
c. Lendutan Wakil Untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub ruas jalan harus disesuaikan dengan fungsi/kelas jalan yaitu: Dwakil
= dR + 2 s ; untuk jalan arteri/tol .................................... (3.15)
Dwakil
= dR + 1,64 s ; untuk jalan kolektor ................................ (3.16)
Dwakil
= dR + 1,28 s ; untuk jalan lokal ..................................... (3.17)
dengan pengertian: Dwakil
= lendutan yang mewakili suatu seksi jalan
21
dR
= lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan sesuai persamaan 3.13
s
= deviasi standar sesuai persamaan 3.14
Pada perencanaan tebal lapis tambahan perkerasan lentur ini memiliki tiga jenis jalan berdasarkan fungsinya menurut Sukirman (1999), yaitu: 1) Jalan Arteri/tol adalah jalan yang melayani angkutan umum dengan ciri-ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. 2) Jalan
Kolektor
adalah
jalan
yang
melayani
angkutan
pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi 3) Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d. Ledutan Rencana/Ijin Untuk lendutan FWD menggunakan persamaan sebagai berikut: Drencana = 17,004
CESA(-0,2307) ............................................ (3.18)
dengan pengertian: Drencana = lendutan rencana, dalam satuan milimeter CESA
=akumulasi ekivalen beban sumbu standar dalam satuan ESA
3. Tebal Lapis Tambah (Overlay) Untuk menentukan tebal lapis tambah (Ho) dapat menggunkan rumus sebagai berikut: Ho
=
[
dengan pengertian:
]
.............................. (3.19)
22
Ho
= tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu dalam satuan centimeter (cm).
Dwakil = lendutan sebelum lapis tambah/Dwakil dalam satuan milimeter (mm). Drencana= lendutan setelah lapis tambah atau lendutan rencana dalam satuan milimeter (mm).
a. Tebal Lapis Tambah (Overlay) Terkoreksi Untuk menentukan tebal lapis tambah terkoreksi (Ht) menggunakan persamaan sebagai berikut: Ht = Ho
Fo ................................................................... (3.20)
dengan pengertian: Ht
= tebal lapis tambah Laston setelah dikoreksi dengan temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Ho
=tebal lapis tambahan Lastos sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Fo
= faktor koreksi tebal lapis tambah sesua pada persamaan 3.21
b. Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Tebal
lapis
tambah
(overlay)
yang
diperoleh
berdasarkan temperatur standar 35°C, maka untuk masigmasing daerah perlu dikoreksi karena memiliki temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) yang berbeda. Untuk menentukan faktor koreksi pada tebal lapis tambah menggunakan persamaan 3.21 berikut: Fo
= 0,5032
EXP(0,0194 x TPRT) ........................... (3.21)
dengan pengertian: Fo
= faktor koreksi tebal lapis tambah
23
TPRT
=temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota tertentu Tabel A1 pada Lampiran A)
Gambar 3.4 Faktor koreksi tebal lapis tambah (Fo) terhadap TPRT Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005
c. Jenis Lapis Tambah Pada perencanaan tebal lapis tambahan perkerasan lentur ini memiliki tiga jenis lapisan yang digunakan yaitu:
1) Laston
Modifikasi
merupakan
lapisan
aspal
yang
dimodifikasi haruslah jenis Asbuton, dan elastomerik latex atau sintetis memenuhi ketentuan-ketentuan Tabel 3.6.
24
Tabel 3.6 Ketentuan-ketentuan untuk aspla keras Tipe I No.
Jenis Pengujian
Metode Pengujian
Tipe II Aspal yang Dimodifikasi
Aspal
A
B
Pen.60-
Aston yang
Elastometer
70
diproses
Sintetis
1
Penetrasi pada 25° C (0,1 mm)
SNI 06-2456-1991
60-70
min. 50
Min. 40
2
Viskositas Dinamis 60° C (Pa.s)
SNI 06-6411-2000
160-240
240-360
320-480
3
Viskositas Kinematis 135° C (cSt)
SNI 06-6411-2000
≥ 300
385-2000
≤ 3000
4
Titik lembek (°C)
SNI 2434-2011
≥ 48
≥ 53
≥ 54
5
Daktilitas pada 25°C, (cm)
SNI 2434-2011
≥ 100
≥ 100
≥ 100
6
Titik Nyala (°C)
SNI 2434-2011
≥ 232
≥ 232
≥ 232
7
Kelarutan dalam Trichloroethylene (%)
AASHTO T 144-03
≥ 99
≥ 90(1)
≥99
8
Berat Jenis
SNI 2441 2011
≥ 1,0
≥ 1,0
≥1,0
Stabilo\itas Penyimpanan: Perbedaan
ASTM D 5976 part
Titik Lembek (°C)
6.1
-
≤ 2,2
≤ 2,2
Min. 95(1)
-
9
10
Partikel yang lebih halus dari 150 micron (µm) (%)
Pengujian Residu hasil TFOT (SNI-06-2440-1991) atau RTFOT (SNI-03-6835-2002) 11
Berat yang Hilang (%)
SNI 06-2456-1991
≤ 0,8
≤ 0,8
≤ 0,8
12
Viskositas Dinamis 60° (Pa.s)
SNI 03-6441-2000
≤ 800
≤ 1200
≤ 1600
13
Penetrasi pada 25° C (%)
SNI 06-2456-1991
≥ 54
≥ 54
≥ 54
14
Daktilitas pada 25° C (cm)
SNI 2432 2011
≥ 100
≥ 50
≥ 25
15
Keelastisan setelah Pengembalian (%)
AASHTO T 301-98
-
-
≥ 60
Sumber : Spesifikasi Umum Bina marga, 2010 (Revisi 3)
Proses pembuatan aspal modifikasi dilapangan tidak diperbolehkan kecuali ada lisensi dari pabrik pembuatan aspal modifikasi dan pabrik pembuatannya menyediakan instalasi pencampuran yang setara dengan yang digunakan di pabrik asalnya. 2) Laston kepanjangan dari Lapis Aspal Beton yang selanjutnya disebut AC. Terdiri dari tiga jenis canpuran
25
yaitu AC Lapis Aus (AC-WC), AC Lapis antar (AC-Binder Course, AC-BC0 dan AC Lapis Pondasi (AC-Base) dan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 37,5 mm. Setiap jenis campuran AC yang menggunakan bahan Aspal Polimer atau Aspal dimosifikasi dengan alam disebut masing-masing sebagai AC-WC Modified, AC-BC Modified, dan AC-Base Modified. 3) Lataston merupakan kepanjang dariLapis Tipis Aspal Beton yang selanjutnya disebut HRS. Terdiri dari dua jenis campuran HRS Pondasi (HRS-Base) dan HRS Lapis Aus (HRS Wearing Course, HRS-WC) dan ukuran maksimal agregat masing-masing campuran adalah 19 mm. HRSBase mempunyai propersi fraksi agregat kasar lebih besar dari pada HRS-WC. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, maka campuran harus dirancang sampai memenuhi semua ketentuan yang diberikan dalam Spesifikasi. Dua kunci utama adalah: i) Gradasi yang benar-benar senjang. Agar diperoleh gradasi yang benar-benar senjang, maka selalu dilakukan pencampuran pasir halus dengan agregat pecah mesin. ii) Sisa rongga udara pada kepadatan membal (refusal density) harus memenuhi ketentuan yang ditunjukan dalam Spesifikasi ini. Laston bergradasi semi senjang sebagai pengganti Lataston bergradasi senjang hanya boleh digunakan pada daerah dimana pasir halus yang diperlukan untuk membuat gradasi yang benar-benar senjang tidak dapat diperoleh dan disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan.
26
Jika jenis atau sifat campuran (bahan perkerasan jalan) yang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan, maka tebal lapis tambahan harus dikoreksi dengan faktor koreksi tebal lapis tambahan penyesuaian (FKTBL) sesuai persamaan 3.22 atau tabel 3.6. (FKTBL)
MR(-0.333) ......................................... (3.22)
= 12,51
dengan pengertian: (FKTBL)
= faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian
MR
= Modulus Resilien (MPa)
Tabel 3.7 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) Modulus
Stabilitas
Resilien, MR
Marshall
(MPa)
(kg)
Laston Modifikasi
3000
min. 1000
0,85
Laston
2000
min. 800
1,00
Lataston
1000
min. 800
1,23
Jenis Lapisan
FKTBL
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005 C. Program Visual Basic Application (VBA) Excel Sejak
tahun
pemrograman Visual
1993, Basic
for
Excel
telah
memiliki
Applications (VBA),
bahasa
yang dapat
menambahkan kemampuan Excel untuk melakukan automatisasi di dalam Excel dan juga menambahkan fungsi-fungsi yang dapat didefinisikan oleh pengguna (user-defined functions/UDF) untuk digunakan di dalam worksheet. Selain itu, Excel juga dapat merekam semua yang dilakukan oleh pengguna untuk menjadi (macro), sehingga mampu melakukan automatisasi beberapa tugas. VBA juga mengizinkan pembuatan form dan kontrol yang terdapat di dalam worksheet untuk dapat berkomunikasi dengan penggunanya.
27
Secara umum Visual Basic of Application (VBA) Microsoft Excel dapat diartikan sebagai program yang berisi rangkaian perintah untuk mengatur beberapa aspek pada Excel sehingga pekerjaan dapat menjadi lebih efektif dan efesien. Sesungguhnya VBA tidak hanya digunakan untuk Microsoft Excel, tetapi juga digunakan oleh beberapa produk Microsoft lainnya seperti Microsoft Word, Microsoft Acces dan Microsoft Power Point.
Adapun komponen-komponen untuk membangun VBA pada Excel diantaranya sebagai berikut: 1. Visual Basic Editor atau Excel VBA Integrated Development Environment (IDE) adalah lingkungan tempat program VBA excel dibuat lingkungan kerja visual basic edditor. 2. ToolBox Control merupakan objek dalam useform atau worksheet yang dapat dimanipulasi, seperti command button, text box, check box, combo box, list box, label dan option button. 3. Property merupakan karakteristik suatu objek seperti scrollarea, font, dan name. 4. UserForm merupakan lembar kerja yang berisi kontrol dan intruksi VBA untuk memanipulasi antar muka pengguna (user interface). 5. Function dan Macro. Untuk fuction adalah salah satu tipe VBA macro yang memiliki return value. Sedangkan macro sekumpulan instruksi dalam VBA yang dijalankan secara otomatis.