BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dengan penerimaan. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan dan tindakan. Bentuk dan jumlah pendapatan ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Soeharjo dan Patong (1973) juga menyatakan bahwa pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak juga dianalisis efisiensinya.
Salah satu ukuran
efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenue- cost ratio atau R/C ratio). Jadi analisis R/C ratio dapat dipakai untuk pengujian keuntungan suatu cabang usahatani. Analisis R/C ratio digunakan untuk menguji sebarapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan
cabang usahatani bersangkutan dapat memberikan
sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi nilai R/C ratio berarti semakin besar penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dan semakin baik kedudukan suatu usahatani. Suatu usahatani dinilai
15
layak apabila memiliki nilai R/C ratio lebih dari satu atau sama dengan satu (Hernanto, 1991). 3.1.2. Analisis kelayakan Usaha Sumber daya yang tersedia sangat terbatas sementara kebutuhan manusia sangat tidak terbatas. Oleh karena itu perlu adanya pilihan kegiatan ekonomi mana yang harus dilakukan dengan sumberdaya yang terbatas itu. Agar proses pemilihan tersebut dapat dipertanggungjawabkan, maka diperlukan analisis untuk menentukan kelayakan suatu kegiatan ekonomi tersebut, yaitu dengan melihat imbangan antara manfaat dengan biayanya. Pada prinsipnya analisis terhadap manfaat dan biaya tersebut merupakan suatu cara untuk menghitung manfaat-manfaat yang akan diperoleh dan biayabiaya atau kerugian-kerugian yang harus ditanggung akibat dari suatu kegiatan ekonomi. Yang termasuk biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, sedangkan yang termasuk manfaat adalah segala sesuatu yang membantu tujuan. Dari selisih antara manfaat dengan biaya akan didapatkan manfaat bersih. Karena tolok ukur analisis ini pada hakekatnya adalah nilai moneter, dimana nilai moneter sangat dipengaruhi unsur waktu, maka dalam analisis manfaat-biaya unsur waktu diperhitungkan terhadap nilai moneter. Ini merupakan salah satu keunggulan analisis tersebut sehingga dapat digunakan untuk memilih suatu kegiatan ekonomi yang mempunyai umur ekonomis cukup panjang. Karena unsur waktu diperhitungkan terhadap nilai moneter, maka semua arus manfaat bersih yang akan terjadi di diskon menurut waktu dan tingkat suku bunga yang ditetapkan sehingga didapat present value atau nilai bersih sekarang. Kasmir (2007) menyatakan bahwa present value inilah yang kemudian dipakai untuk
16
menentukan diterima tidaknya suatu proyek dimana ukuran yang digunakan diantaranya yaitu NPV dan net B/C ratio. 3.1.3. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apakah yang terjadi terhadap hasil analisis suatu aktivitas ekonomi bila terjadi perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya, baik input maupun output yang dihasilkan. Menurut Kadariah (1986), analisa sensitivitas dilakukan dengan cara : (1) mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, masing-masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase dan menentukan seberapa besar kepekaan hasil perhitungan terhadap perubahan-perubahan tersebut dan (2) menentukan dengan berapa suatu harus berubah sanpai hasil perhitungan yang membuat proyek tidak dapat diterima. 3.1.4. Teori Pemasaran Menurut Kotler, (2002), pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Limbong dan Sitorus (1987), mendefinisikan pemasaran adalah serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang atau jasa dari titik produsen ke konsumen. Adapun tujuan dari pemasaran itu sendiri adalah dapat memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen melalui pertukaran. Menurut Kotler, (2002), pemasaran terjadi ketika orang memutuskan untuk memusatkan kebutuhan dan keinginan melalui pertukaran.
17
Analisis pemasaran dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu pendekatan fungsi (the functional approach), pendekatan lembaga (the institutional approach), pendekatan barang (the commodity approach), dan pendekatan sistem (the system approach) Pendekatan fungsi (the functional approach) adalah mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan atau perlakuan-perlakuan ke dalam fungsi yang bertujuan untuk memperlancar proses penyampaian barang dan jasa. Fungsi pemasaran terdiri dari tiga fungsi pokok, yaitu : 1. Fungsi Pertukaran (Exchange Function) adalah kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi ini terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. 2. Fungsi Fisik (Physical Function) adalah tindakan yang berhubungan langsung dengan barang dan jasa sehingga proses tersebut menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi ini meliputi fungsi penyimpanan, fungsi pengolahan, dan fungsi pengangkutan. 3. Fungsi Fasilitas (Facilitating Function) adalah tindakan-tindakan untuk memperlancar proses terjadinya pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi ini meliputi fungsi standardisasi dan grading, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi informasi pasar. Pendekatan lembaga (the institutional approach) menekankan kepada mempelajari pemasaran dari segi organisasi lembaga-lembaga yang turut serta dalam proses penyampaian barang dan jasa dari titik produsen sampai titik konsumen. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses penyampaian barang dan
18
jasa antara lain produsen, pedang besar, pengecer, agen penunjang serta perusahaan pengangkutan, perusahaan penyimpanan, dan pengolahan. Pendekatan barang (the commodity approach) yaitu suatu pendekatan yang menekankan
perhatian
terhadap
kegiatan
atau
tindakan-tindakan
yang
diperlakukan terhadap barang dan jasa selama proses penyampaiannya mulai dari titik produsen sampai titik konsumen. Pendekatan ini menekankan pada komoditi yang akan diamati. Pendekatan sistem (the system approach) merupakan suatu kumpulan komponen-komponen yang bekerja secara bersama-sama dalam suatu cara terorganisir. Suatu komponen dari suatu sistem, mungkin merupakan suatu sistem tersendiri yang lebih kecil yang dinamakan subsistem.
3.1.5. Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran menurut Limbong dan Sitorus (1987) adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran, mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen melalui proses perdagangan. Adanya jarak antara produsen dan konsumen melalui proses penyaluran produk dari produsen ke konsumen sering melibatkan beberapa perantara mulai dari produsen sendiri, lembaga-lembaga perantara sampai ke konsumen akhir. Dalam proses penyaluran selalu mengikutsertakan keterlibatan berbagai pihak, keterlibatan tersebut bisa dalam bentuk perorangan maupun kelembagaan, perserikatan atau perseroan. Timbulnya lembaga pemasaran ini disebabkan oleh adanya keinginan konsumen untuk mendapatkan barang yang diinginkan.
19
3.1.6. Efisiensi Pemasaran Tujuan dari analisis pemasaran adalah untuk mengetahui apakah sistem pemasaran berlangsung dengan efisien atau tidak. Suatu pemasaran dikatakan efisien jika fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dihilangkan maka tidak akan mempengaruhi aktivitas lembaga pemasaran dan tidak mempengaruhi besarnya biaya dan keuntungan yang diperoleh. Sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat : (1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut terlibat dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut (Mubyarto, 1986). Menurut Saefuddin (1983) terdapat dua konsep efisiensi pemasaran, yaitu (1) konsep input-output rasio, dan (2) konsep analisis struktur, perilaku dan pelaksanaan pasar. Konsep input-output rasio menggambarkan efisiensi pemasaran sebagai maksimalisasi input-output rasio. Input adalah berbagai sumber daya dari tenaga kerja, modal dan manajemen yang digunakan oleh lembaga-lembaga pemasaran dalam proses pemasaran. Sedangkan output adalah kepuasan konsumen terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh lembaga pemasaran. Penggunaan konsep input-input rasio menghadapi kesukaran dalam pengukuran kepuasan konsumen. Untuk mengatasi hal tersebut maka efisien
20
pemasaran dibedakan atas : efisien operasional (teknologi) dan efisien harga (ekonomi). Efisien operasional menekankan kemampuan meminimumkan biaya yang digunakan untuk menggerakkan/memindahkan barang dari produsen
ke
konsumen atau meminimumkan biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Efisiensi biaya menekankan kemampuan keterkaitan harga dalam mengalokasikan barang dari produsen ke konsumen, yang disebabkan perubahan tempat, bentuk dan waktu. Efisiensi operasional dapat didekati dengan biaya pemasaran dan marjin pemasaran, sedangkan efisiensi harga diukur melalui keterpaduan pasar yang terjadi akibat pergerakan komoditas dari satu pasar ke pasar lainnya.
3.1.7. Struktur Pasar Limbong dan Sitorus (1987), mendefinisikan struktur pasar sebagai suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti “size and concentration”, deskripsi produk dan diferensiasi produk, syarat-syarat “entry” (masuk) dan sebagainya. Menurut Kotler (2002), berdasarkan sifat dan bentuknya pasar dibedakan menjadi dua macam struktur pasar, yaitu (1) pasar bersaing sempurna dan (2) pasar tidak bersaing sempurna. 3.1.8. Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan. Dahl dan Hammond (1977), menjelaskan
21
bahwa struktur dan perilaku pasar akan menentukan keragaman pasar yang dapat diukur melalui perubahan harga, biaya dan margin tata niaga, serta jumlah komoditi yang diperdagangkan. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga pemasaran tersebut.
3.1.9. Margin Pemasaran Margin pemasaran (marketing margin) didefinisikan sebagai perbedaan harga yang terjadi di tingkat petani dan harga yang terjadi di tingkat pengecer (Dahl dan Hammond, 1977). Sedangkan Limbong dan Sitorus (1987), mengemukakan bahwa margin pemasaran atau margin tataniaga dapat juga dinyatakan sebagai nilai-nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Margin tataniaga umumnya dianalisa pada komoditi yang sama, pada jumlah yang sama serta pada struktur pasar yang bersaing sempurna. Tetapi tidak selalu harus dalam komoditi yang bersaing sempurna. Margin pemasaran sering digunakan dalam analisis efisiensi pemasaran. Berdasarkan Gambar 1, dapat dijelaskan bahwa besarnya nilai margin pemasaran merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga tata niaga (selisih antara harga eceran dengan harga petani) dengan jumlah produk yang dipasarkan. Besar nilai marjin pemasaran ditunjukkan oleh daerah yang diarsir yaitu (Pr – Pf) x Orf. Besarnya margin pemasaran suatu komoditi per satuan atau per unit ditunjukkan oleh perbedaan harga di tingkat pengecer dan harga di tingkat produsen (Pr – Pf).
22
Harga (P)
Sr Sf
(Pr – Pf) x Q (r,f)
Margin Pemasaran (Pr–Pf)
a
Pr Pf
Df
Dr
Q(r,f)
0
Q (Jumlah)
Gambar 1. Margin Pemasaran. Sumber : Limbong dan Sitorus, 1987
Keterangan : P
:
Harga pasar
Pr
:
Harga di tingkat pengecer
Pf
:
Harga di tingkat petani
Sf
:
Kurva penawaran petani
Sr
:
Kurva penawaran di tingkat pengecer
Df
:
Kurva permintaan di tingkat petani
Dr
:
Kurva permintaan di tingkat pengecer
(Pr – Pf)
:
Margin Pemasaran
(Pr – Pf) x Q(r,f) :
Nilai Margin Pemasaran (VMM)
Q(r,f)
Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan
:
Pengecer a
:
harga keseimbangan ditingkat konsumen
b
:
Harga keseimbangan ditingkat produsen
23
Menurut Limbong dan Sitorus (1987), margin pemasaran sering digunakan dalam penilaian apakah pemasaran berjalan secara efisien atau tidak..
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Oleh karena itu agar petani dapat mengambil keputusan yang tepat, maka penelitian tentang usahatani pepaya yang menerapkan SPO ini perlu dibandingkan dengan usahatani pepaya yang belum menerapkan SPO. Dengan begitu maka akan diketahui usahatani pepaya mana yang lebih menguntungkan bila dilihat dari hasil produksi serta pendapatannya. Adapun operasional penelitiannya, yaitu dengan cara membandingkan tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani dari usahatani pepaya yang sudah menerapkan SPO dan usahatani pepaya yang belum menerapkan SPO. Tingkat pendapatan yang dibandingkan terdiri dari dua komponen, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pada penelitian ini, selain komponen pendapatan terdapat juga komponen lain yang dapat dibandingkan, yaitu komponen penerimaan dan komponen pengeluaran (tunai dan diperhitungkan). Berdasarkan perbandingan tersebut diharapkan diperoleh suatu informasi yang dapat menjelaskan perubahan tingkat pendapatan dan nilai R/C rasio yang diperoleh petani pepaya karena menerapkan SPO. Untuk mengkaji kelayakan usahatani pepaya SPO dan non SPO dilakukan penghitungan NPV serta net B/C ratio. Selain melakukan perbandingan dari sisi usahataninya, maka dilakukan pula perbandingan dari pemasarannya. Hal ini dilakukan karena petani yang sudah
24
menerapkan SPO dan petani yang belum menerapkan SPO memiliki pola pemasaran yang berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis pola saluran pemasaran, lembaga pemasaran, marjin pemasaran dan efisiensi pemasaran. Operasional penelitiannya adalah dengan cara membandingkan saluran pemasaran pepaya yang sudah memenuhi SPO dan pepaya yang belum memenuhi SPO dari tingkat petani sampai dengan konsumen akhir. dari setiap saluran pemasaran yang dilalui tersebut dilakukan analisis fungsi pemasaran terhadap setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Berdasarkan analisis tersebut maka akan diketahui kegiatan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Adapun fungsi pemasaran yang dianalisis, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Setelah diketahui fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat maka kemudian dapat dihitung nilai biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran tersebut sehingga farmer’s share atau keuntungan yang diperoleh dari masingmasing lembaga pemasaran dapat diketahui. Setelah diketahui nilai biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh maka kemudian dapat dihitung margin pemasaran dan efisiensi pemasarannya. Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran dari penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2.
25
Petani Pepaya California Desa Pasirgaok
Permasalahan : 1. Adanya peraturan Menteri Pertanian mengenai GAP No. 61/Permentan/OT. 160/II/2006 2. Adanya biaya-biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh petani 3. Petani belum mau menerapkan Standar Prosedur Operasional
Petani SPO
Petani Non SPO
Analisis Usaha tani
Analisis Pemasaran
• Pendapatan Usaha tani • Imbangan Penerimaan dan Pendapatan Usaha tani (R/C rasio) • NPV • B/C Rasio • Analisis Sensitivitas
Analisis • Saluran Pemasaran (Rantai Pasokan) • Margin Pemasaran • Efisiensi Pemasaran
Penerapan SPO dapat meningkatkan pendapatan petani pepaya di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur
Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional.